You are on page 1of 108

2

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

PERMASALAHAN DAN BIMBINGAN


PERNIKAHAN DALAM ISLAM

BAB I

PERNIKAHAN

A. Pengertian Pernikahan

Pernikahan merupakan serangkaian peristiwa yang mampu membangun sebuah


komplikasi peradaban manusia, yang selama-lamanya harus dilestarikan, peristiwa itu ialah
peristiwa fitrah; sebagai manusia pernikahan adalah Pertama, Pernikahan sebuah fitrah untuk
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, diantaranya fitrah manusia itu adalah bertumbuh dan
berkembang, nah dengan adanya wadah pernikahan, manusia dapat menjawab tuntutan itu.
Kedua, Pernikahan adalah peristiwa fiqiyah, menunjukkan seseorang telah melaksanakan suatu
hukum agama yang asal hukumnya sunat. Ketiga, Pernikahan adalah peristiwa dakwah,
seseorang yang telah melaksanakan akad pernikahan, berarti ia telah menegakkan syari`at
dengan mendakwakan bahwa akad pernikahan itu harus dilakukan setiap orang Muslim yang
akan mengarungi hidup Berumah Tangga. Dan Keempat, Pernikahan menunjukkan hubungan
sosial yang semula adalah sebuah keluarga kecil, kemudian menjadi besar dengan bergabungnya
dua keluarga kecil. Serta Kelima, Peristiwa Budaya, pernikahan dapat membentuk suatu budaya
yang kokoh, dan mempunyai nilai keakraban yang asri, karena dua budaya yang berbeda, setelah
terjadinya akad berarti peristiwa budaya akan menjadi berwarna-warni, yang nantinya akan dapat
membentuk budaya yang satu, walaupun didalamnya terdapat banyak karakter, namun
merupakan satu budaya, yaitu budaya Islam, “ummah al-wâhidah”. Inilah yang didambakan

H. Mas’oed Abidin 1
4

Islam sebagai agama Ilahiyah atau Tauhid.

Pernikahan adalah suatu jalan hidup yang berorientasi hubungan horizontal dan fertikal
kepada ilâhi-rabbi. Yang dimulai dengan niat ibadah kepada Allâh, dengan pembentukan al-
Usru "keluarga" yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak. Kemudian menjadi suatu struktur
sosial "al-Ijtima`i".

Keluarga terbentuk dari rasa saling memperlukan, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Allâh dalam al-Qur`ân, surat al-A`râf ayat 189 maksudnya, "agar suami merasa tenang dan
tenteram bersama isterinya". Dan yang melindungi antara satu samalain (QS. Al-Baqarah/2:
187). Dalam ayat ini Imam al-Qurtubi menafsirkan kata "libas" yang asal maknanya berkenaan
dengan pakaian. Kemudian menyatukan hubungan suami dan isteri tersebut, seperti melekatnya
pakaian sekaligus fungsinya. Sebagian ulama berpendapat, "segala sesuatu yang menutupi
sesuatu itu libas.

Keluarga sebagai ajang sikap yang saling memberi perhatian, apapun yang diberi
misalnya oleh suami kepada isteri, tidak boleh diminta kembali (QS. Al-Nisâ/4: 20-21), hal ini
membuktikan keikhlasan harus ditanamkan dalam diri suami sebelum ia berumah tangga.
Keluarga juga untuk menyatukan perasaan, tenang dan tenteram "mawaddah wa rahmah", serta
akan membuat suami dan isteri berfikir jernih (QS. Al-Rûm/30: 21).

Nah, Islam berpicara tentang pernikahan, lalu apa saja yang menjadi substansi dan
prosedural dari hal tersebut?, mari kita lihat. Dalam al-Qur`ân dan al-Sunnah, masalah yang
diungkapkan adalah sakral berkisar sekitar masalah substansi, seperti masalah memilih jodoh,
pernikahan, pembentukan keluarga beserta sikap-sikap yang harus ditempuh, pendidikan anak
keturunan. Sedangkan masalah prosedural perkawinan tidak diatur, hanya saja itu menjadi lahan
ijtihad baik ijtihad tathbiqy dan istinbathy. Seperti pelanggaran dalam masalah rumah tangga. Ini
diatur dalam undang-undang mujtahid. Kita ambil contoh, masalah ta`liq thalaq, dalam undang-
undang Perkawinan Indonesia ditentukan terutama undang-undang tahun 1975 tentang
perceraian akibat tidak diberi nafkah oleh suami selama dua (2) tahun berturut-turut, ini tidak
ditemukan dalam al-Qur`ân dan al-Sunnah1. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974

1Pasal 39 ayat (2) huruf b Jo PP No. 9 Tahun 1975 pada pasal 19 huruf b dinyatakan; salah satu sebab atau
alasan perceraian ialah salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua (2) tahun berturut-turut tanpa izin pihak
lain dan tanpa dasar yang sah. Dan inilah yang kemudian yang menjadi salah satu janji ta`liq thalaq hingga kini.
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

mengatur sahnya pernikahan menurut agama masing-masing2. Undang-undang ini dirumuskan


dan berlaku atas perjuangan untuk mengembalikan berlakunya hukum Islam di Indonesia, setelah
hukum nasional dikuasai oleh hukum adat dan eks Barat. Jadi, pelanggaran dalam perkawinan itu
diatur dalam undang-undang yang dimunculkan oleh mujtahid melalui kajian dalil-dalil, maka
terwujudlah sebuah ijtihad diterapkan sebagai hukum yaitu hukum ta`zir3.

Islam agama berlaku pada masa apapun, tujuannya adalah untuk menunjukkan
keagungannya. Dengan aturan seperti di atas, maka memberi peluang pada perkembangan
peradaban manusia yang sempurna. Agama islam tidak akan pernah terlibat dalam masa yang
sia-sia, penuh dengan kepura-puraan, tidak ada keteguhan dalam mempertahankan prinsip-
prinsip sakral.

1. Pengertian Pernikahan

a. Pernikahan Menurut Bahasa

Pernikahan dalam Bahasa Arab disebut dengan nikah atau tazwij. Lafazh nikah atau
tazwij artinya; kawin, berkumpul atau menghimpit ( ‫ج‬
ٌ ِ‫) ت َْزو‬, marriage (pernikahan) seperti
“yâ ma`syara al-syabâb” atau marriageable.

b. Menurut Istilah

1) Menurut Jalaluddin Al-Mahally

Nikah adalah ‘akad yang mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual


(Al-Hikmah & DITBINBAPERA Islam, Mimbar Hukum; jurnal dua bulanan: aktualisasi Hukum Islam, (Jakarta :
PT. Internusa, 1995), No. 21 tahun VI (juli-Agus), hal. 93.
2Pasal 2 ayat 1 undang-undang No. 1 tahun 1974 Menyatakan; bahwa perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya. Dengan pernyataan ini Hukum Islam menjadi hukum yang
berdiri sendiri setara dengan hukum barat. Ibid. hal. 18. Tahun 1981 Menteri Kehakiman Ali Said menegaskan,
"Hukum Islam merupakan salah satu komponen tata hukum di Indonesia dan menjadi salah satu sumber baku
pembentukan hukum nasional, ini ditegaskan oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh (tahun 1989), "… karena
mayoritas rakyak Indonesia memeluk agama Islam. Ibid. hal. 19.
3Kata "Ta`zîr", secara bahasa berarti pengajaran, kebesaran, sedangkan secara istilah berarti hukuman yang
bersifat pengajaran terhadap kesalahan-kesalahan yang tidak diancam hukum had (khusus), atau kejahatan-kejahatan
yang sudah pasti ketentuan hukumnya, tetapi syarat-syaratnya tidak cukup (seperti tidak cukupnya empat orang
saksi dalam kasus pidana). Hukuman ini diserahkan pada hakim atau penguasa. Dapat berubah sesuai dengan
kemashlahatan.

H. Mas’oed Abidin 3
6

dengan mempergunakan lafazh nikah atau tazwij.

2) Menurut Hasby Ash Shiddieqiy

Nikah adalah ‘aqad yang mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual


dengan lafazh nikah atau tazwij dan lafazh yang semakna dengannya.

3) Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 1

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Berdasarkan pengertian dan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Pernikahan atau
Perkawinan itu adalah `aqad atau perjanjian yang membolehkan bergaulnya seorang laki-laki
dengan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan lafadz nikah, tazwij atau kawin guna
membentuk keluarga bahagia dan kekal atau langgeng menurut yang diatur oleh syari’at 4
Islam dan hukum yang berlaku. Karena pernikahan menyangkut masalah biologis,
psikologis, pendidikan, ekonomi, yuritis, moral, dan agama.

2. Dorongan Untuk Melangsungkan Pernikahan

Mengenai pernikahan ini Rasul Allâh sall Allâhu `alaihi wa sallam (570-632 H)5,
memberi dorongan kepada para Pemuda yang telah mampu, pesan itu diungkapkan dalam
hadits berikut ini,

‫ش شَر‬َ ْ ‫مع‬
َ ‫ ي َششا‬:‫م‬ َ ّ ‫س شل‬
َ َ‫ه عَل َي ْهِ و‬
ُ ‫صّلىالل‬ َ ِ‫ل الله‬ ُ ‫ل ل ََناَر‬
ُ ‫سو‬ َ ‫ َقا‬:‫ل‬ َ ‫سعُوْدٍ َقا‬ْ ‫م‬َ ‫ن‬ ِ ْ ‫ن عَب ْدِ اللهِ ب‬ْ َ‫ع‬
َ ْ ‫ن ل ِل‬ َ َ ‫ة فَل ْيتزوج فَإن‬
‫ن‬ْ ‫مشش‬َ َ‫فششْرِج و‬ ُ ‫ص‬َ ‫ح‬ْ ‫صرِ وَأ‬ َ َ ‫ض ل ِل ْب‬
ّ َ‫ه أغ‬
ُ ِّ ْ ّ َََ َ َ ‫م ال َْبائ‬
ُ ُ ‫من ْك‬ َ َ ‫ست‬
ِ َ‫طاع‬ ْ ‫نا‬ ِ ‫م‬
َ ‫ب‬ ِ ‫شَبا‬ّ ‫ال‬

4Ketentuan-ketentuan yang membuat batasan-batasan bagi mukallaf baik mengenai perbuatan, perkataan,
dan i`tiqad mereka. Itulah kandungan hukum Islam.
5Muhammad sall Allâhu `alaihi wa sallam, adalah orang nomor satu dunia dalam sejarah peradaban
manusia, beliau seorang pemimpin yang tangguh, tulen, dan efektif. Lihat Michail H. Hart, Seratus Tokoh yang
Paling Berpengaruh dalam Sejarah, (Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya, 1988), Cet. Ke-8. judul asli: The 100`s, a
Ranking of The Most Influential Persons in History.
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

6
ِ ْ ‫فقّ عَل َي‬
(‫ه‬ َ َ ‫مت‬
ُ ُ‫ )َرَواه‬.‫جاٌء‬ ُ َ‫ه ل‬
َ ِ‫ه و‬ ّ ‫ست َط ِعْ فَعَل َي ْهِ ِبال‬
ُ ّ ‫صوْم ِ فَإ ِن‬ ْ َ‫ل‬
ْ َ‫م ي‬

"Rasul Allâh sall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda : "Wahai para pemuda, siapa saja di
antara kamu sudah mampu (lahir dan bathin) untuk berkeluarga, maka kawinlah.
Sesungguhnya hal yang demikian lebih memelihara pandangan mata, memelihara
kehormatan, dan siapa yang belum mampu untuk berkeluarga, dianjurkan baginya untuk
berpuasa, karena hal itu akan menjadi pelindung dari segala perbuatan memperturutkan
syahwat." (HR. Mutafaqq `alaihi).

Hadits ini tercantum dalam Shahih Bukhari pada kitab al-Nikah, Jilid tiga, juz tujuh
halaman tiga dan Shahih Muslim pada kitab al-Nikah, Juz 2, halaman 118-119. Dan Allâh
meridhai akan hal ini, serta memberikan statemen yang patut diyakini yaitu;

‫ع‬
ٌ ‫سش‬ ْ َ‫ن ف‬
ِ ‫ضل ِهِ والله َوا‬ ْ ‫م‬
ِ ‫ه‬ُ ‫م الل‬ُ ِ‫قَراَء ي ُغْن ِه‬َ ُ‫وا ف‬ ُ ّ‫ن ي‬
ْ ُ ‫كون‬ ْ ِ ‫ إ‬... :‫ لقوله تعالى‬,‫تزويج العسر‬
(7:8 ‫جْزٌء‬ ُ ,3 ْ ‫جل ِد‬ َ ّ ‫ب الن‬
ِ -‫كاِح‬ ُ ‫ك َِتا‬-‫خاِرى‬ َ ُ ‫( )َرَواهُ ال ْب‬24:32/‫ةالن ّوِْر‬
ُ ‫سوَْر‬
ُ ).‫م‬
ٌ ْ ‫عَل ِي‬

“Kesulitan dalam pelaksanaan nikah, sebagaimana firman Allâh: Yakinlah, jika kamu
miskin Allâh akan memampukan kamu dengan karunia (rezki-Nya), dan Allâh Maha luas
(pemberian-Nya).” (Bukhâriy, Jilid 3, Juz 7, halaman 8)

Kandungan hadits di atas adalah sebagai berikut :

a. Dorongan untuk menikah bagi generasi muda yang telah mampu lahir bathin untuk
melangsungkan pernikahan atau berkeluarga.

b. Pernikahan itu lebih mampu memelihara kehormatan diri.

c. Dorongan untuk berpuasa sunat bagi pemuda yang belum mampu kawin untuk
membentengi diri dari syahwat.

Dorongan ini muncul karena begitu pentingnya melangsungkan sebuah pernikahan yang
akan melanggengkan kehidupan ketika manusia dalam keadaan berduka cita, kemiskinan

6Al-Bukhâriy, Shahih al-Bukhâri, (Bairut : Dâr al-Ihyâ' al-Turâts al-`Arabiy, [tth]), Juz 7, h. 3

H. Mas’oed Abidin 5
bukanlah penghalang untuk melangsungkan pernikahan, karena Allâh menjamin rizkinya
(QS. Al-Nûr/24: 32). Hal itu akan padam dengan adanya keseimbangan yaitu suami-isteri.
Dan dianjurkan memilih calon isteri/suami yang jauh dari hubugan keluarga, seperti anjuran
Umar bin Khaththab radiy Allâhu `anhu, "Aghribu wa lâ tadhawwu" (carilah yang jauh/asing
dan jangan kamu menjadi lemah), karena hal ini akan menjadi salah satu perekat tali
persaudaraan kita sebagai muslim semakin besar.

Bahaya kalau tidak melakukan pernikahan pada saat ia mampu, dan bahaya itu juga
dipaparkan Rasul Allâh sall Allâhu `alaihi wa sallam berikut;

َ ْ ‫م َوال‬ َ ْ ‫س الّناَر ال‬ َ


(‫ه‬
ِ ‫ح‬
ِ ْ ‫حي‬
ِ ‫ص‬
َ ‫ن ِفى‬
ٌ ‫حّبا‬
ِ ‫ن‬
ُ ْ ‫ذىوَإ ِب‬
ِ ‫م‬
ُ ‫ج )َرَواهُ الت ّْر‬
ُ ‫فْر‬ ُ ‫ف‬ ُ ‫خ‬
َ ‫ل الّنا‬ َ ‫أك ْث َُر‬
ِ ْ ‫ما ي ُد‬

"Yang paling banyak menjerumuskan manusia kedalam neraka adalah mulut dan
kemaluannya." (HR. Al-Tirmidziy dan dia berkata hadits ini shahih).

Dan, “Sabda Rasul Allâh sall Allâhu `alaihi wa sallam: "Ada tiga faktor yang
membinasakan manusia yaitu mengikuti hawa nafsu, kikir yang melampaui batas dan
mengagumi diri sendiri." (HR. al-Tirmidziy).

Sabda Nabi sall Allâhu `alaihi wa sallam, "Rasa malu dan iman itu sebenarnya berpadu
menjadi satu, bilamana lenyap salah satunya hilang pulalah yang lain." (Hadits Qudsi)7

Maka dari pada ini semua, islam sangat mengecam pola hidup yang lebih menyukai
membujang (celibat), yaitu hidup tanpa ada ikatan perkawinan yang sah. Islam juga bahkan
melarang kalau keadaan tersebut terjadi dalam kondisi ia mampu untuk nikah, kecuali ada
alasan biologis, seperti impoten8.

7Menurut bahasa kata Qudsi adalah dinisbatkan pada lafazh "al-Qudsu" atau "al-Qudusu". Artinya suci dan
bersih. Disebut juga hadits Ilahiy, dinisbatkan pada lafazh "al-Hilâhu". Atau disebut juga hadits rabbaniy,
dinisbatkan pada lafazh "al-Rabbu". Menurut istilah sesuatu yang didasarkan dan di-isnadkan oleh Nabi shall
Allâhu `alaihi wa sallam kepada Allâh, tapi bukan al-Qur'ân.
8Kecuali dalam ajaran Nasrani khususnya Rum katolik, yang menganggap hal tersebut suatu hal yang
mulia, bahkan mencerminkan kesempurnaan agamanya (seperti yang dialami oleh Yesus hingga disalib dan Maryam
yang tetap perawan). Dasar mereka adalah Injil Matius 19: 12, 27-29; Korintus 7: 32-33 dan Surat Paulus, Rum 12:
1 yang isinya: “karena itu, saudara-saudara demi kemurahan Allâh aku menasehati kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan hidup yang kudus dan berkenan kepada Allâh; itu adalah
ibadahmu yang sejati.” (Lembaga Al-Kitab Indonesia, Al-Kitab, ( Jakarta: LAI, 1990), h. 203- PB, tapi sebagian
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Hidup membujangkan memberi peluang untuk berbuat serong, jauh dari fitrah manusia
yang sesungguhnya. Seperti berbuat zina. Maka pantaslah Imam Ahmad mengatakan, "Aku
tidak tahu ada dosa yang lebih besar setelah membunuh jiwa daripada zina".

Selanjutnya manusia akan berjuang untuk menghalalkan Zina seperti yang diprediksi
oleh Rasul Allâh sall Allâhu `alaihi wa sallam berikut,

َ ُ
/ِ‫مع‬ َ ْ ‫ح ال‬
ْ ‫ج‬ ُ ْ ‫حي‬
ِ ‫ص‬ َ ْ ‫مَر َوال‬
َ ) ‫مَعاِزف‬ َ ْ ‫حرِْير َوال‬
ْ ‫خ‬ َ ْ ‫حَر َوال‬
ِ ْ ‫ن ال‬
َ ْ‫حل ّو‬
ِ َ ‫ست‬
ْ َ‫م ي‬ َ ْ‫مِتى أق‬
ٌ ‫وا‬ ّ َ ‫ل َي َك ُوْن‬
ّ ‫ن ِفى أ‬
(5466

"Pasti akan ada dari umatku suatu kaum yang (berusaha) menghalalkan zina, sutra, khamar
(segala yang dapat merusak akal), dan alat-alat musik !" (HR. Al-Bukhâriy).

Dengan peringatan-peringatan Rasul Allâh sall Allâhu `alaihi wa sallam di atas, maka
beliau sekaligus membatasi pergaulan umatnya hal itu dapat kita ketahui pada hadits berikut :

َ ُ ‫حَرم ٍ )َرَواهُ ال ْب‬ َ ‫ل با‬


(‫م‬
ْ ِ ‫سل‬
ْ ‫م‬
ُ َ‫خاِرى و‬ ْ ‫م‬ َ ّ ‫مَرأةٍ إ ِل‬
َ ْ‫معَ ذِي‬ ْ ِ ٌ ‫ج‬ ّ َ‫خل ُو‬
ُ ‫ن َر‬ ْ َ ‫ل َي‬

"Janganlah sekali-kali (diantara kalian) berduaan dengan wanita, kecuali dengan


mahramnya." (HR. Al-Bukhâriy dan Muslim).

Hal ini semua adalah untuk mengantisipasi timbulnya pelanggaran hukum yang pada
asalnya diharamkan dan perlindungan hak-hak bagi setiap sendi kehidupan. Baik pribadi
muslim maupun antar manusia dengan Sang Khaliq. Rasul Allâh sall Allâhu `alaihi wa
sallam sendiri lewat hadits-hadits beliau telah menyatakan batasan-batasan tersebut yang
berlaku sebagai syari`at.

mereka membolehkan. Yang menentang sikap celibat adalah Kristen Protestan, menganggap ini pernikahan sebagai
sunnah Allâh. (lihat Abu Jamin Rohan, Garam Dunia, (Jakarta : Yayasan Garam Dunia, 2001), No. 180, Th. V, juga
No. 181. Namun ajaran islam tidak mengajarkan pola hidup yang egois ini.

H. Mas’oed Abidin 7
12

3. Macam-macam Zina

Zina sebagai mana di ketahui lewat hadits berikut:

َ ّ ‫عَن أ َبي هُريرةَرضىالله عَنه عَن النب شي ص شّلىالله عَل َي شه وس شل‬


‫ب‬َ ‫ ]ك ُت ِش‬:‫ل‬ َ ‫ه قَششا‬ ُ ‫م أن ّش‬َ َ َ ِ ْ ُ َ ّ ِّ ِ ُ ْ ُ َ ِ َ َْ َ ْ ِ ْ
‫مششا الن ّظ َشَر‬ َ ‫عََلىاب‬
َ ُ‫ن زَِناه‬ ِ ‫ ال ْعَي ْن َششا‬:‫ة‬
َ ‫حال َش‬ َ َ‫ك ل‬
َ ‫م‬ َ ‫ذال ِش‬َ ‫ك‬ ٌ ِ‫م شد ْر‬ُ َ‫ن الّزَنا فَهُو‬ َ ‫م‬ ِ ‫ه‬ ُ ُ ‫صي ْب‬
ِ َ‫م ن‬َ َ ‫ن أد‬ ِ ْ
َ ‫ف شر‬
[‫ه‬ُ ُ ‫ج أوْ ي ُك َشذ ّب‬ ُ ْ َ ْ ‫ك ال‬ َ ‫ذال ِش‬ َ ‫ق‬ِ ّ ‫صد‬َ ُ ‫ وَي‬،‫ن‬ّ ‫م‬
َ َ ‫وى وَي َت‬ َ ْ‫ب ي َه‬ُ ْ ‫قل‬
َ ْ ‫ َوال‬،‫طى‬ َ ‫خ‬ ُ ْ ‫ما ال‬ َ ُ‫ل زَِناه‬ ٌ ‫ج‬ْ ‫َوالّر‬
(‫ساِئى‬ َ َ ُ ‫)َرَواهُ ال ْب‬
َ ّ ‫داوُد َْوالن‬ َ ْ‫م وَأب ُو‬
ْ ِ ‫سل‬
ْ ‫م‬ ُ َ‫خاِري و‬

"Dari Abi Hurairah radhiy Allâhu `anhu dari Nabi sall Allâhu `alaihi wa sallam, bahwa
beliau bersabda : "Telah ditulis atas anak adam nasibnya (bagiannya) dari zina, maka
dia pasti menemuinya, zina kedua matanya adalah memandang, zina kakinya adalah
melangkah, zina hatinya adalah berharap dan berangan-angan, dan dibenarkan yang
demikian oleh farjinya (kemaluannya) atau di dustakan." (HR. Al-Bukhâriy, Abû Dâud,
dan al-Nasâ’i). Dan dalam riwayat lain beliau bersabda,

‫م‬ َ ْ ‫ َوال‬،‫ي‬
ُ ‫فش‬ َ ْ ‫ماال‬
ْ ‫م‬
ُ ‫شش‬ َ ُ‫ن فَزَِناه‬ ِ َ ‫جل‬
ِ ‫ن ت َْزن ِي َششا‬ ْ ‫ َوالّر‬،‫ش‬ ُ ْ ‫ماال ْب َط‬
َ ُ‫ن فَزَِناه‬
ِ ‫ن ت َْزن َِيا‬ َ َ ‫ َوال ْي‬... ]
ِ ‫دا‬
(‫د‬ َ ُ ْ ‫قب‬ ُ ْ ‫ي فَزَِناهُ ال‬
ْ ُ‫داو‬
َ ْ‫م وَأب ُو‬
ْ ِ ‫سل‬
ْ ‫م‬ُ ُ‫ل[ )َرَواه‬ ْ ِ ‫ت َْزن‬

"Kedua tangan berzina dan zinanya adalah meraba, kedua kaki berzina dan zinanya
adalah melangkah kearah yang salah (maksiat), dan mulut berzina dan zinanya adalah
mencium (yang tidak halal baginya)." (HR. Muslim dan Abû Dâud).

Demikianlah Rasul Allâh sall Allâhu `alaihi wa sallam selalu membimbing umatnya,
tiada petunjuk yang lebih baik selain petunjuk beliau, walaupun beliau sudah tiada, tapi
pusaka beliau masih tetap ada dalam hati sanubari paling dalam umatnya yang taat dan patuh
untuk menjalankan Syari`ah al-Islam sebagai tuntunan hidup yang tenang dan tentram. Dan
Allâh tidak akan pernah memerintah kita untuk berbuat jahat, sebagaimana firman Allâh
subhânahu wa ta`âlâ berikut:
13

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

ْ َ ّ ‫ة َقاُلوا وجدنا عَل َيها َءاباَءنا والل‬


‫مُر‬ َ ‫ن الل ّش‬
ُ ‫ه ل َ َيشأ‬ ْ ‫مَرن َششا ب ِهَششا قُش‬
ّ ِ‫ل إ‬ َ ‫هأ‬ُ َ َ َ َْ َْ َ َ ً ‫ش‬ ِ ‫ذا فَعَُلوا َفا‬
َ ‫ح‬ َ ِ ‫وَإ‬
(28 :7/‫ف‬ ِ ‫سوَْرةُ ا ْل َعَْرا‬ ُ ) (28)‫ن‬ َ ‫مو‬ ُ َ ‫مال َت َعْل‬
َ ِ‫ن عََلى الل ّه‬
َ ‫قوُلو‬ُ َ ‫شاِء أ َت‬
َ ‫ح‬ َ ْ ‫ِبال‬
ْ ‫ف‬

"Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati nenek
moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allâh menyuruh kami mengerjakannya.
Katakanlah: "Sesungguhnya Allâh tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji."
Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allâh apa yang tidak kamu ketahui?." (QS. Al-
A`râf/7: 28)

Ketahuilah saudaraku bahwa Allâh dan Rasul-Nya tidak pernah menginginkan manusia
susah, malahan memberikan keringanan-keringanan yang sesuai dengan situasi dan kondisi
hambanya. Inilah menjadi dasar bagi kita bahwa Allâh tidak akan pernah merugikan
manusia, dimana hadits di atas berlaku apabila manusia tidak mengindahkan peringatan-
peringatan tersebut di atas. Dan ini bukanlah menjadi takdir yang muthlak tapi sebagai
gambaran berkuasanya Allâh terhadap manusia.

Masalah apapun yang dialami hambanya pasti ada jalan keluar, dan itupun tidak ada
yang bersifat permanen. Hukum yang diberlakukan sesuai dengan situasi dan kondisi. Setiap
pemberlakuan syari`at, terbatasi oleh tiga keadaan mendasar, yaitu sebagai sabda Rasul
Allâh sall Allâhu `alaihi wa sallam; sesungguhnya Allâh mengampuni umatku dalam
keadaan tiga hal: tersalah, lupa, dan apa yang dipaksakan atasnya9. Sangat fleksibel bukan
ajaran islam? Apa yang membuat saudaraku untuk jauh dari ajaran Islam?. Padahal islam
jauh sebelum manusia memikirkan masalah moral telah menjadi program utama Nabi
Muhammad shall Allâhu `alaihi wa sallam.

2. Hukum dan Penerapan Hukum Zina

Makhluk yang diciptakan Allâh, semuanya disertakan dengan hukum. Baik


Pertama: itu hukum alam (kauniyah), seperti Allâh telah menjadikan segala sesuatu dengan
ukuran tertentu, seperti diterangkan dalam firman-Nya; “Dan kami telah menghamparkan
َ َ ْ ‫ ا َل‬: ‫(ان الله تجاوزع َن أ ُمتى‬Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta : Kalam
9‫ه‬ِ ْ ‫ست ُك ْرِهُوْعَل َي‬
ْ ‫ماا‬
َ َ‫ن و‬ ْ ّ ‫خط َأ وَ ْالن‬
َ ‫سَيا‬ ِ ّ ْ ََ َ َ َ ّ ِ
Mulia, 1991), Cet. II, Jil. 14, hal. 126

H. Mas’oed Abidin 9
bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala
sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Hijr/15: 19), bahkan air yang diturunkan Allâh pun
sesuai kadarnya (QS. Al-Mukminûn/23: 18). Kedua: hukum yang sifatnya tertulis sebagai
syari`at yaitu al-wahy.

Kemudian mengikuti perkembangan pemikiran dikalangan manusia sejak zaman


penyembahan alam, Roh nenek moyang mereka, berhala atau fetisisme yaitu kepercayaan
bahwa setiap benda mempunyai roh (jiwa). Pemilik benda itu dapat menggunakan roh yang
ada disitu untuk keperluan-keperluannya. Dan seterusnya manusia sampai pada
Penyembahan Sesuatu Yang Lebih Tinggi. Ini adalah proses terakhir dari evolusi agama.

Hukum syari`at seperti tersebut di atas itulah yang akan menjadi pengatur manusia.
Berlaku bagi mukallaf (manusia yang memenuhi syarat untuk dibebankan hukum syari`at).
Hukum syari`at agama Islam tidak berlaku bagi mukallaf yang berada dalam keadaan gila,
tidak sadar (pingsan), tidur, dan dipaksa. Dibawah ini penulis coba untuk menguraikan
sedikit tentang hukum syari`at mengenai perzinahan dan penerapannya:

a. Pengertian Hukum

Sulit mendefinisikan hukum secara tuntas, sehingga Imanuel Kant menulis, “Noch
Suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht” (Tidak seorang ahli
hukumpun yang mampu membuat definisi tentang hukum). Yang lain berpendapat,
“Kalau anda meminta kepada sepuluh ahli hukum untuk membuat definisi tentang
hukum, maka bersiap-siaplah anda untuk mendengarkan sebelas jawaban. Namun hal itu
tidak menciutkan usaha ahli hukum untuk mendefinisikannya, berikut tinjauannya;

1) Hukum menurut bahasa (etimologi)

Secara bahasa hukum itu diartikan sama dengan ugeren, patokan atau kaidah.
Dalam bahasa Belanda hukum itu disebut recht (berarti lurus), ini mempunyai
kandungan “kewibawaan dan keadilan”. Bahasa Latinnya hukum adalah ius,
Prancisnya loi dan Inggrisnya law, serta bahasa Belandanya wet.

َ َ ‫حك‬
Dalam bahasa Arab, berasal dari kata kerja “hakama” (‫م‬ َ ) artinya sama
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

َ َ‫ )ق‬dan “qarrara” (‫ )قَشّرَر‬yang artinya menghukum,


dengan “qadha” (‫ضى‬
memutuskan, dan menetapkan. Sesuatu yang ditetapkan itulah hukum atau
hukuman.

2) Hukum menurut istilah (terminologi)

Melihat arti hukum secara etimologi, maka dapat dipahami bahwa makna hukum
yang tersimpul dalam pengertian secara etimologi tersebut di atas terkandung
dua unsur utama, yaitu unsur Kewibawaan dan Keadilan.

b. Asas-asas Hukum

Asas-asas hukum secara umum dibagi atas tiga; Asas Keadilan, Asas Kepastian
Hukum, dan Asas Kemanfaatan. Dalam ikatan perkawinan sebagai salah-satu bentuk
perjanjian (suci) antara seorang pria dengan seorang wanita, yang mempunyai segi-segi
perdata, berlaku beberapa asas; (1) kesukarelaan, (2) persetujuan kedua belah pihak, (3)
kebebasan memilih, (4) kemitraan suami-isteri, (5) untuk selama-lamanya, dan (6)
monogami terbuka (karena darurat).

Semua segi asas hukum di atas menunjukkan ketelitian dan cermatan dalam
penerapan hukum terhadap pelaku kejahatan. Dengan sikap demikian diharapkan akan
diperoleh keadilan. Bagi korban kejahatan dan pelaku kejahatan bahkan bagi masyarakat.

c. Penerapan Hukum Zina

Sebelum menerapkan hukum tentunya harus pasti dulu apa itu zina?. Zina adalah
hubungan kelamin di antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang satu sama
lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan yang sah, baik agama atau pun hukum
negara. Walaupun salah satu pihak atau keduanya telah memiliki pasangan masing-
masing (nikah) atau belum nikah. Kata Zina ini juga sering dipakai secara majaziy yaitu
pergaulan bebas. Sama saja!, hanya objeknya secara kolektif (kelompok), lebih ekstrim
lagi Free Sex.

Menurut Islam perbuatan Zina akan menghancurkan landasan keluarga secara

H. Mas’oed Abidin 11
18

mendasar, memperbesar perselisihan dan akan mengarah pada pembunuhan,


meruntuhkan nama baik dan kekayaan, memperluas peluang terjangkitnya penyakit baik
jasmani maupun rohani. Zina adalah perbuatan keji dan suatu jalan yang terburuk (QS.
Al-Isrâ’/17: 32-33).

Penerapan hukum terhadap pelaku Zina dalam islam akan adil, dan mempunyai
kepastian hukum, serta memiliki manfaat, baik terhadap pribadi, keluarga, dan
masyarakat, apalagi agama, dan seterusnya bagi negara.

Banyak orang menilai, bahwa hukum bagi pelaku zina yaitu di rajam sampai mati,
bagi yang sudah pernah menikah. Dan di dera 100 kali bagi yang belum pernah nikah.
Kalau perbuatan zinanya pasti menurut hukum melalui kesaksian empat orang yang
terpercaya, dan bukti-bukti otentik lainnya. Kalau buktinya terdapat kecacatan maka hal
tersebut akan meringankan si tertutuduh.

Bukti lain misalnya dari pengakuan si tertuduh sebanyak empat kali yang
diungkapkannya secara sukarela dalam satu majlis. Jika pada pengakuan yang keempat ia
membatalkan pengakuannya, maka tidak boleh dirajam.

Laki-laki atau perempuan yang mengakui perbuatannya itu harus sehat pikiran, puber,
dewasa dan telah menikah. Penerapan hukum terhadap mereka dikatakan oleh atsar
shahabat Umar bin Khatthab yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas; harus dibuktikan oleh
saksi-saksi (empat orang), adanya kehamilan, atau pengakuannya. Khusus untuk wanita
yang berbuat demikian hukuman rajam dilakukan setelah ia melahirkan. Serta hukuman
tersebut dilaksanakan di depan umum, agar masyarakat mengetahui sekaligus mengambil
pelajaran bahwa Islam ingin mensucikan hubungan pernikahan, bukan perzinahan.
Hukuman ini dipandang kejam oleh sebagian umat Islam. Namun hanya hukuman inilah
yang akan dapat menentramkan, dan melestarikan keluarga sakinah mawaddah wa
rahma. Ingatlah zina merupakan dosa yang terbesar setelah syirik kepada Allâh.

d. Ampunan Allâh Terhadap Manusia

Segeralah kepada ampunan Allâh, sebab Ia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Islam adalah agama yang benar (lihat QS. al-Taubah/9: 33) menurut yang kita pahami.
20

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Semua isme-pun menganggap ialah yang benar. Jadi untuk itu kita punya argumen yang
benar tentang masalah ini bahwa selain Islam akan tertolak dan ia termasuk orang yang
merugi (lihat QS. Ali `Imrân/3: 85). Hal ini berlaku, karena Allâh telah memberi
kesempatan untuk bertobat sesudah kafir (lihat QS. Ali `Imrân/3: 89 dan al-Nisâ’/4: 146)
mengapa lagi Allâh menyiksa mereka jika mereka telah beriman dan bersyukur (lihat QS.
al-Nisâ’/4: 147). Kecuali orang-orang yang kafir dan bertambah kekafirannya dan mati
dalam keadaan kafir, Allâh tidak akan menerima tobatnya (lihat QS. Ali `Imrân/3: 90-
91).

3. Hukum Nikah

Nikah hukum asalnya menurut ahli fiqih adalah sunat (lihat surat al-Nisâ'/4: 3). Ini
pendapat Jumhur Ulama termasuk Imam Syafi’i. Adapun hukum nikah wajib, sunat, mubah,
makruh, dan haram hanyalah berdasarkan keadaan saja.

4. Wajib

Seseorang wajib nikah apabila ia mampu (lahir bathin), kuat keinginan untuk kawin dan
dikhawatirkan ia akan jatuh pada perbuatan dosa/zina jika tidak melaksanakan
pernikahan atau tidak kawin.

5. Sunat

Seseorang sunat nikah apabila seseorang itu mempunyai kemampuan (lahir bathin) untuk
kawin, dan punya keinginan yang kuat untuk kawin, tapi jika ia tidak nikah, maka ia tidak
akan terjerumus pada perbuatan dosa.

6. Mubah

Seseorang mubah hukumnya melakukan akad perkawinan apabila tidak ada hal-hal yang
mendorongnya untuk kawin. Ia hanya mampu lahir bathin.

7. Makruh

Makruh terhadap orang yang mampu lahir bathin, tapi tidak mampu memberi nafkah atau

H. Mas’oed Abidin 13
menghalangi bagi seseorang kepada memenuhi kewajibannya seperti seseorang dalam
keadaan menuntut ilmu (belum punya penghasilan untuk menafkahi isterinya).

8. Haram

Seseorang haram menikah apabila dilakukan perkawinan, akan terzalimi kehidupannya.


Atau Seseorang haram nikah apabila ia bermaksud jahat terhadap perempuan yang akan
menjadi isterinya.

9. Tujuan Pernikahan

Perkawinan dalam Islam bukan saja bertujuan untuk menghalalkan hubungan seks antara
seorang pria dengan seorang wanita, tapi perkawinan mempunyai tujuan yang sangat mulia
dihadapan Allâh subhânahu wa ta`âlâ. Adapun tujuan perkawinan itu adalah:

10. Menyalurkan libido seksualitas (lihat firman Allâh QS. al-Baqarah/2: 233).

Penyaluran libido (nafsu seks) keperluan manusia yang harus dipenuhi. Menurut Piere
Janet (1859-1947), kemudian dikuatkan oleh Siegmund Freud mengatakan bahwa
manusia hidup digerakkan oleh dua keperluan utama yaitu:

a. Keperluan kepada makan dan minum, untuk mempertahankan


kesehatan jasmani.

b. Keperluan kepada seks untuk mempertahankan keturunan

Oleh sebab itu haram bagi perempuan jika ia menolak ajakan suaminya berhubungan
seks. Sabda Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam, “Bila seorang suami memanggil
isterinya untuk memenuhi keperluan seksualnya hendaklah ia penuhi sekalipun ia di atas
cerobong yang tinggi”.

11. Memperoleh keturunan yang shaleh (QS. al-Syûra/42: 49-50).


22

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

12. Memperoleh kebahagiaan dan ketenteraman (QS. al-A’râf/7: 189).

13. Mengikuti sunnah Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam.

14. Menjalankan perintah Allâh subhânahu wa ta`âlâ (QS. al-Nisâ`/4: 3 dan


hadits Nabi Muttafaqq ‘alaih).

15. Untuk berdakwah (QS. Ali Imrân/3: 104).

16. Menjaga diri dari berbuat serong, seperti free sex.

Dari tujuh point di atas dapat dipahami, bahwa menyalurkan nafsu seksual bukanlah satu-
satunya tujuan dari sebuah perkawinan, tapi lebih dari itu semua adalah untuk beribadah
kepada Allâh subhânahu wa ta`âlâ. Lebih spesifiknya mengembangkan keturunan,
mewujudkan suatu kehidupan yang sakinah, tenteram, bahagia lahir-batin dunia yang insya
Allâh juga di akhirat.

17. Hikmah-hikmah Pernikahan

Hikmah-hikmah Pernikahan ini sudah dijelaskan oleh al-Qur’ân dan Hadits Nabi
Muhammad shall Allâhu `alaihi wa sallam, dengan mengetahui hikmah-hikmah tersebut
akan mendorong seseorang untuk berusaha untuk melaksanakannya dengan benar dan
penuh rasa sejuk, serta ridha apapun yang akan ia hadapi setelah itu. Hikmah-hikmah
pernikahan juga akan menambah keyakinan bagi orang yang akan melaksanakannya,
secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:

18. Menumbuh kembangkan naluri kebapakan bagi laki-laki dan naluri keibuan
bagi perempuan. Dengan demikian sikap laki-laki dan perempuan yang punya
anak berbeda dengan yang tak punya anak.

19. Menumbuhkan aktivitas untuk berusaha dan mencari rizki yang halal (QS. al-
Baqarah/2: 233).

20. Memperteguh rasa kasih sayang (QS. al-Rûm/30: 21).

21. Menjalin rasa persaudaraan antara dua keluarga (suami dan isteri).

H. Mas’oed Abidin 15
22. Mempererat persatuan dan kesatuan umat Islam pada umumnya.

Secara khusus hikmah pernikahan ini diterangkan dalam al-Qur’ân sebagai berikut:

َ ُ ‫فسك‬ َ ‫خل َق ل َك ُم م‬ َ
‫ة‬
ً ‫مش‬
َ ‫ح‬
ْ ‫م شوَد ّةً وََر‬ ْ ‫ل ب َي ْن َك ُش‬
َ ‫م‬ َ َ‫سك ُُنوا إ ِل َي َْهاو‬
َ َ ‫جع‬ ْ َ ‫جال ِت‬
ً ‫م أْزَوا‬
ْ ِ ُ ْ ‫ن أن‬ْ ِ ْ َ َ ‫ن‬ ْ ‫نَءاَيات ِهِ أ‬
ْ ‫م‬
ِ َ‫و‬
(21 :30/‫م‬ ْ ُ ‫سوَْر‬ َ ‫فك ُّرو‬ َ ِ ‫ن ِفي ذا َل‬
ِ ْ‫ةالُرو‬ ُ ) (21)‫ن‬ َ َ ‫قوْم ٍ ي َت‬
َ ِ‫ت ل‬ٍ ‫ك لَيا‬ ّ ِ‫إ‬

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. al-Rûm/30: 21)

Jadi, pernikahan merupakan suatu hal yang mulia, disamping ia menjadi penyempurna
subtansi agama juga ibadah, serta pelestarian kehidupan manusia secara berkesinambungan. Nabi
Muhammad shall Allâhu `alaihi wa sallam juga menekankan masalah pernikahan ini dalam
banyak hadits beliau, ini tentu menunjukkan suatu yang penting bagi kelayakan hidup
kemanusiaan.

Kehidupan tidak akan lestari tanpa adanya ikatan pernikahan yang diridhai Allâh, karena
apapun macam agama dan kepercayaan pasti mempunyai sebuah ikatan masalah ini, dan
pernikahan memperlukan hal tersebut sebagai manusia. Dengan bangga mengatakan, “Saya
adalah anak si Anu, dan Cucu si Anu”, dengan adanya ikatan tersebut, maka akan muncul nilai-
nilai dan pandangan yang beragam tentang kehidupan. Hal itu jelas, akan memperindah hidup
dan kehidupan kemanusiaan.

Alangkah indahnya hidup ini sekiranya pernikahan itu dijadikan sebagai tujuan mulia
bukan tujuan pelepas rasa cinta pada nafsu semata, namun untuk menjadi kebanggaan sebagai
manusia. Nabi Muhammad shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Tanda kenabianku adalah
wahyu yang Allâh turunkan, aku harapkan pengikutku di hari kiamat yang terbesar.” (HR.
Bukhâriy dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiy Allâhu `anhu). Demikianlah masalah
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

pernikahan ini mendapat tempat yang mulia dalam agama Islam, sebagai agama fitrah.

Perkembangan keluarga yang baik akan membantu memperbesar dan menambah kualitas
kekukuhan islam dalam perobahan watak dan pemikiran perkembangan islam yang lebih kuat.
Dengan demikian akan tercipta tatanan hidup yang harmonis. Islam pada awal perkembangannya
bertolak dari pernikahan untuk mendekatkan, dan membentuk suatu kelompok islam yang dekat
dan dapat dipertahankan dengan baik, yaitu dengan pernikahan antar sahabat dekat. Setelah
hijrah dilakukan pernikahan antar kaum (anshar dengan muhajirin), dengan inilah tumbuh suatu
masyarakat islam yang kokoh dan bermartabat, salah satu contoh, nabi menikahkan sepupunya
Zainab binti Jakhsy dengan anak angkatnya Zaid bin Harisah pada tahun ke-5 hijriyah atau tahun
ke-18 kenabian. Dengan tujuan untuk mengangkat derajat budak, dimana diketahui bahwa Zaid
bin Harisah pada awalnya adalah budak, walaupun pada akhirnya beliau menikahi Zainab,
karena sikap Zainab, yang membuat Zaid bin Harisah minder. Dan keadaan beginilah nabi
dengan pertimbangan tanggungjawab beliau menikahi Zainab. Ini juga dikabarkan oleh Allâh
dalam al-Qur'ân;

"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allâh telah melimpahkan
nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "tahan teruslah
isterimu dan bertakwalah kepada Allâh", sedang kamu menyembunyikan di dalam
hatimu apa yang Allâh akan menyatakan, dan kamu takut kepada manusia, sedang
Allâh-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid bin Harisah telah
mengakhiri keperluan terhadap isrerinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu
dengan dia (setelah habis iddahnya), supaya tidak keberatan bagi orang mukmin untuk
(mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah
menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Adalah ketetapan Allâh itu pasti terjadi
(QS. Al-Ahzab/33: 37).

Contoh ini menggambarkan suatu penunaian tanggungjawab, untuk mempertahankan


penerapan hukum. Yaitu tidak sama perlakuan hukum antara anak angkat dengan anak kandung.
Hal ini juga untuk menjaga hubungan kekerabatan yang berbasiskan saling mendukung sikap,
saling menghargai dan menjaga kelanggengan ikatan keagamaan.

H. Mas’oed Abidin 17
Perobahan seperti ini akan kita lanjutkan sebagai khasanah hukum islam yang bersifat
universal dan lebih kepada mempertahankan ikatan kekeluargaan dalam menerapkan rasa saling
memperlukan antara pengukuhan tanggungjawab dengan kepentingan agama di atas kepentingan
rasa pesimisme. Ini terbukti dalam pernyataan Zaid yang selalu mengeluhkan sikap Zainab,
namun nabi menasehati untuk mempertahankan pernikahan itu, tapi gagal. Disamping itu
perintah Allâh.

Saudaraku yang memiliki keimanan kepada Allâh, kewajiban yang mutlak bagi
komponen rumah tangga menjaga keutuhan dan kelanggengan keluarganya. Begitu banyak berita
bahkan kejadian nyata yang sampai ketelinga kita tantang keretakan rumah tangga, seperti berita
yang dimuat surat kabar Republika: terbitan Rabu, 2 Maret 2005, tentang kasus perceraian
sebagai berikut;

"Jumlah permohonan cerai di Pengadilan Agama (PA) Jakarta Timur meningkat menjadi
170 permohonan per bulan pada awal tahun 2005 dari sebelumnya tercatat paling banyak 120
permohonan per bulan. Dari permohonan cerai yang masuk sebanyak 15 persen dicabut kembali
dan perceraian dibatalkan, sisanya berlanjut hingga putusan. Sebagian besar, pasangan suami
isteri yang mengajukan permohonan cerai di Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah pasangan
muda yang baru dua hingga tiga tahun menikah. "Biasanya mereka berusia 21 hingga 27 tahun,
masih dibawah 30 tahun. Itu baru di Pengadilan Agama Jakarta Timur, belum di daerah-daerah
lain. Na`udzubi Allâhi min dzâlik.

Semoga keluarga-keluarga yang lain menjadikan ini sebagai pelajaran yang berarti. Dan
mampu memacu semangat untuk menjaga keutuhan keluarga yang merupakan anugerah Allâh
yang sangat terhormat ini.

Begitu hati-hati dan mulianya Islam mengatur masalah pernikahan ini, karena disamping
bernilai ibadah, juga bernilai sosial yang terpenting untuk membangun sebuah masyarakat
madani atau beradab dan bermartabat.

Masalah pernikahan bukanlah perbuatan main-main, setelah akad nikah boleh melakukan
apa saja, itu bukan ajaran islam, dan tidak pula tertutup kemungkinan untuk berpisah (thalaq),
atau dapat rujuk kembali. Apa, bagaimana syarat yang harus dipenuhi dalam proses perpisahan
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

tersebut apakah boleh atau apakah haram, berikut kita bahas.10

Penulis mengkhususkan pembahasan setelah ini dengan orientasi Akad Nikah dan
Permasalahannya yang mempunyai komponen Rukun dan Syarat Nikah serta sebab putusnya
pernikahan.

10Pernikahan bukanlah seperti disangkakan oleh orang Nasrani, yang tidak mengenal perpisahan setelah
pernikahan terjadi. Dan juga tata aturan dan petunjuk tentang nikah bahkan tentang rumahpun tidak begitu jelas,
hanya berupa simbol-simbol. Seperti yang tertuang dalam Matius 29: 6, "Demikianlah mereka bukan lagi dua,
melainkan satu. Karena itu apa yang telah dipersatukan Allâh, tidak boleh diceraikan manusia. Ditambah lagi
"Sebab seorang isteri telah terikat oleh hukum kepada suaminya itu (Roma 7: 2-3). Seperti itu juga sebelum masalah
sebelum pernikahan atau dikenal dengan masa pertunangan, yang menurut ajaran Islam adalah masa penjajakan,
pendekatan dan penilaian yang diawasi kedua belah pihak keluarga, agar tidak menyalahi aturan syari`at islam,
karena dalam masa yang sensitif ini, belum tentu akan terlaksana pernikahan. Tapi Nasrani menganggap, "Dan
siapa yang telah bertunangan (betrothed a wife = terikat nikah dengan seseorang), dengan seorang perempuan,
tetapi belum mengawininya (hidup bersama) ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya, supaya jangan ia mati dalam
pertempuran dan orang lain mengawininya." (Kitab Ulangan 20: 7).

H. Mas’oed Abidin 19
30

BAB II

AKAD NIKAH DAN PERMASALAHANNYA

A. Rukun dan Syarat Nikah

Rukun Nikah harus dipenuhi, sebagaimana disyari`atkan Ajaran Islam, seterusnya ijma’
ulama tentang masalah tersebut. Sedangkan Syarat Nikah, masih ada alternatif minimal dapat
menggantikan syarat yang tidak ada atau terhalang untuk dipenuhi, seperti wali nasab yaitu ayah
mempelai perempuan tidak bisa menghadiri untuk menjadi wali, karena sakit yang tak
memungkinkan menjadi wali nikah, maka hal itu dapat beralih kepada kakek mempelai
perempuan dan seterusnya. Menikahkan anak perempuan dewasa termasuk hal yang mesti
disegerakan. Bahkan dalam riwayat Ibnu Syahin, dari `Aisyah: “Siapa yang menikahkan anak
perempuannya, maka kelak pada hari Kiamat Allâh akan memberikan mahkota kepadanya.”
Islam tidak akan mempersulit penyelenggaraan pernikahan, bahkan mempermudah dengan dalil
fitrah manusia yang tak mungkin dielakkan.

1. Rukun Nikah itu ada tiga, yaitu :

a. Suami

b. Istri dan

c. Ijab dan Qabul

Pertama: Suami, disyarat hendaknya suami itu tertentu (bukan yang tidak dikenal) syarat
lainnya adalah hendaknya suami seorang pria yang halal (atau tidak muhrim)

Kedua: Istri, disyaratkan dalam hal ini hendaknya isteri itu tertentu dan bukan wanita
yang diharamkan untuk dinikahi oleh seorang suami karena adanya satu diantara beberapa
pencegah nikah, yaitu: sedang dalam `iddah, wanita itu akan menjadi isteri kelima, wanita yang
masih muhrimnya.
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Ketiga: Ijab dan Qabul, Ijab adalah ungkapan yang pertama kali di ucapkan calon
menantu atau suami, seperti : "Nikahkanlah putrimu dengan aku". Dan Qabul adalah ungkapan
yang kedua diucapkan oleh wali seperti ucapan, "Saya terima".

2. Syarat-syarat Nikah itu adalah:

a. Adanya calon suami dan calon istri

b. Wali nikah

c. Dua orang saksi

d. Ijab dan Qabul

e. Maskawin atau mahar

1) Calon Suami-Calon Isteri

Calon suami atau calon isteri adalah rukun nikah untuk dapat
dilangsungkan pernikahan antara kedua calon mempelai, hendaklah diperhatikan
hal-hal yang menghalanginya melaksanakan pernikahan. Dalam Islam perempuan
yang haram dinikahi ada dua kelompok :

a) Kelompok Perempuan yang Haram Dinikahi

(1) Haram Dinikahi untuk Selamanya, yaitu:

(a)Ibu kandung

(b)Anak perempuan kandung

(c)Saudara perempuan

(d)Bibi dari pihak ayah

(e)Bibi dari pihak ibu

(f) Anak perempuan dari saudara laki-laki

H. Mas’oed Abidin 21
(g)Anak perempuan dari saudara perempuan (QS. Al-Nisâ’/4: 23)

(h)Anak tiri perempuan yang ibunya sudah digauli

(i) Isteri anak kandung

(j) Ibu tiri

(k)Ibu sepersusuan

(l) Anak perempuan sepesusuan

(m)Saudara perempuan sepesusuan

(n)Saudara perempuan dari bapak susuan

(o)Saudara perempuan dari ibu susuan

(p)Anak saudara perempuan sepesusuan

(2) Kelompok yang haram dinikahi untuk sementara waktu:

a) Mengumpulkan dua orang yang bermahram (bersaudara) (QS. Al-


Nisâ’/4: 23) atau mengumpulkan seorang perempuan dengan saudara
ayahnya ataupun saudara ibunya (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

b) Mengawini isteri orang lain yang masih dalam `iddah (QS. Al-
Nisâ’/4: 24)

c) Mengawini kembali isteri yang telah ditalak tiga (QS. Al-Baqarah/2:


230)

d) Larangan karena sedang ihram (HR. Muslim)

e) Mengawini perempuan pezina (QS. Al-Mâidah/5: 5)


Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

f) Mengawini perempuan musyrik (QS. Al-Baqarah/2: 221)

2) Wali Nikah

Wali nikah adalah rukun nikah yang mesti ada apabila terjadi pernikahan
antara calon suami dan calon isteri. Dengan syarat-syarat sebagai berikut;

a) Syarat-syarat Seorang Wali

Untuk menjadi seorang wali dalam sebuah pernikahan hendaklah mempunyai


tujuh kriteria sebagai berikut: Bertanggung jawab, Bijaksana, Adil, Pria, Seagama,
dan Merdeka. Juga, Tidak dalam keadaan ihram (akad nikah dilarang baik bagi
dirinya sendiri maupun bagi orang lain sebagai wali atau wakil) Sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Muslim dari `Usman bin `Affan bahwa Rasul Allâh shall
Allâhu `alaihi wa sallam bersabda,

َ ْ ‫ى وَل َي‬
‫س‬ ُ ‫َرَواهُ الت ّْر‬.(‫ب‬
ّ ِ‫مذ‬ ُ ُ ‫خط‬ْ َ ‫ وَل َي‬,‫ح‬ ُ ِ ‫ وَل َي ُن ْك‬,‫م‬
ُ ِ‫حر‬ ُ ‫ح ْال‬
ْ ‫م‬ ُ ِ ‫)ل َي َن ْك‬
(‫ح‬ٌ ْ ‫حي‬
ِ ‫ص‬
َ ‫ن‬ٌ ‫س‬َ ‫ح‬َ ‫ث‬ ٌ ‫حدِ ْي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ب" وََقا‬ ُ ُ ‫خط‬ْ َ ‫ه"وَل َي‬ ِ ْ ‫فِي‬

“Tidak Boleh Orang yang sedang ihram itu nikah, tidak menikahkan dan tidak
pula meminang!” Riwayat al-Tirmidziy tanpa kata : “Dan tidak meminang”.
Menurutnya hadits ini hasan shahih).

Ini diamalkan oleh shahabat-shahabat Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam,


dan Imam Malik, Syafi`i, Ahmad dan Ishak. Sedangkan masalah Nabi menikahi
Maimunah, itu sebagian mengatakan, “Nabi menikahinya selagi dalam keadaan
halal, namun berita pernikahan tersebut tersebar sewaktu beliau sedang ihram.
Kemudian beliau menggaulinya dalam keadaan halal, yaitu di Saraf, dalam
perjalanan ke Makkah. Sebaliknya golongan Hanafi berpendapat melangsungkan
pernikahannya dibolehkan, yang dilarang itu melakukan senggama. Bukan sahnya
`akad. Berdasarkan hadits di atas, bahwa Nabi menggauli Maimunah pada saat
halal.

H. Mas’oed Abidin 23
34

Pendapat lain mengemukakan, ada lima syarat jadi seorang Wali: Orang
mukallaf, Muslim (QS. Ali `Imrân/3: 28). Muslim adalah orang yang patuh,
tunduk serta menyerahkan diri kepada Allâh sepenuhnya, Berakal sehat (layak
untuk menjadi wali nikah), Laki-laki (tidak boleh dari wanita), dan Adil (mampu
membedakan mana yang sah dan yang batal). Yang bertindak menjadi wali dalam
pernikahan ada tiga macam; Wali Nasab, Wali Hakim, dan Wali Mujbir. Berikut
keterangannya.

1) Wali Nasab

Wali nasab adalah wali yang kedudukannya dikelompokkan kepada beberapa


kelompok, dimana yang satu dengan yang lainnya didahulukan dari kelompok
yang lainnya berdasarkan erat tidak susunan kekerabatan dengan calon
mempelai wanita. Kelompok itu adalah:

Kelompok pertama adalah kerabat laki-laki garis lurus ke atas: ayah, kakek
dari pihak ayah dan seterusnya, Kelompok kedua adalah kerabat saudara laki-
laki kandung atau saudara laki-laki seayah dan keturunan anak laki-laki
mereka. Kelompok ketiga adalah kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-
laki kandung ayah, saudara laki-laki seayah dan keturunan anak laki-laki
mereka, Kelompok keempat adalah saudara laki-laki kandung kakek, yakni
saudara laki-laki kandung ayah, saudara laki-laki seayah dan keturunan anak
laki-laki mereka. Kelompok urutan wali di atas harus diikuti, artinya jika
kelompok pertama tidak ada, maka wali beralih pada kelompok berikutnya.
Begitulah struktur syari`at yang diajarkan oleh Islam.

2) Wali Hakim

Wali hakim adalah wali yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau yang diberi
hak dan wewenang untuk bertindak sebagai wali nikah. Wali nasab beralih
kepada wali hakim apabila Ada pertentangan diantara wali. Bilamana wali
nasab tidak ada atau ada tetapi tidak mungkin dihadirkan, atau tidak diketahui
tempat tinggalnya atau hilang ‘adhal/enggan. Terlepas dari sikap tidak
36

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

menyetujui pernikahan terjadi. Alasan tersebut dapat dianggap tidak


membatalkan akad.

3) Wali Mujbir

Wali mujbir adalah wali yang berhak memaksa seseorang untuk menikah,
dikarenakan dia mampu memenuhi nafkah lahir bathin, dan karena umurnya
sudah pantas untuk nikah (marriageable).

Para ulama berselisih paham tentang disyaratkan sifat adilnya para wali,
yang benar adalah hal itu tidak disyaratkan, pendapat ini dipilih oleh sebagian
besar ulama ternama seperti Ibnu Qudamah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu
Qayyim Al Jauziyah, Abdurrahman As-Sa`ady dan Muhammad bin Ibrahim.
Berkata Syaikh Muhammad Ibrahim, "Yang benar dalam hal ini adalah bahwa
ayah dari wanita adalah memiliki anak putrinya, walaupun keadaan ayah itu
adalah buruk, maka status kewaliannya adalah sah”.

Jika wanita dinikahkan tanpa seizin walinya maka pernikahan itu batal,
dan jika si pria telah menyetubuhi wanita itu maka wajib bagi istrinya untuk
menerima mahar untuk menebus kehormatan yang telah dihalalkan dari wanita
itu, jika mereka bertengkar, maka pemimpin kaum itu menjadi wali untuk orang
yang tidak memiliki wali". Diriwayatkan oleh Ahmad, Abû Dâud dan Al-
Tirmidziy, ia berkata, “Hadits Hasan dari Aisyah radhiy Allâhu `anha”.

3). Dua Orang Saksi

Saksi adalah orang yang akan menjadi saksi dalam sebuah pernikahan.
Menurut Sayyid Sabiq, saksi itu hendaklah: Berakal (punya ilmu tentang
pernikahan), Dewasa (Baligh), Pendengarannya mantap (dapat menangkap
pembicaraan orang), Dan dalam hal ini saksi harus `adil (tidak mempunyai sifat
tercela).

4). Ijab Qabul

Ijab adalah kata-kata yang diucapkan wali mempelai wanita atau

H. Mas’oed Abidin 25
38

wakilnya. Dan Qabul adalah ucapan menerima pernikahan yang diucapkan oleh
mempelai laki-laki. Halalnya menggauli seorang wanita disebabkan "kalimah
Allâh", dalam hal ini aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allâh dan Rasul-
Nya.

Sebelum pelaksanaan Ijab Qabul, hendaknya dalam penentuan hari


dilaksanakannya pada hari yang tidak ada keberatan atau kemudharatan bagi
kedua mempelai. Seperti pada hari dimana calon isteri mesti dalam masa suci,
sehingga tidak mengganggu dalam menjalankan malam pertama kedua mempelai.
Walaupun tidak termasuk rukun dan syarat syar`i. inilah yang dijaga oleh
sebagian adat, seperti adat Minang Kabau dalam penetapan hari pernikahan atau
pelaksanaan akad nikah semua yang berhubungan dengan hubungan keluarga,
mamak (paman), kemenakan hadir pada hari penetapan tersebut, istilah yang
dipakai adalah "manantuan hari" atau menentukan hari akad dan atau pernikahan,
serta kapan di adakannya walimah (perayaan pernikahan) ini termasuk sunnah.

Dalam acara akad yaitu ijab dan qabul kita harus memperhatikan, seperti
dalam contoh berikut;

Contoh ucapan ijab dan qabul :

Ucapan wali: “Wahai .. (nama mempelai laki-laki) .. aku kawinkan


(nikahkan) engkau dengan anakku …(nama mempelai perempuan)… dengan mas
kawinnya …(sesuai konfirmasi dengan mempelai perempuan)… tunai. ”Jawaban
mempelai laki-laki, “Aku terima nikahnya (menikahi anak bapak) …(nama
mempelai perempuan)… dengan maskawin …(seperti yang diucapkan oleh wali)
… tunai.” Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu akad nikah:

َ َ ‫“ ل َا ِل‬tidak ada
ّ ِ‫ه ا‬
Sebaiknya akad nikah dimulai dengan kalimat ‫لالله‬

Tuhan selain Allâh” dan ucapan ِ ‫حي ْم‬


ِ ‫ن الّر‬
ِ ‫م‬
َ ‫ح‬
ْ ‫سم ِ اللهِ الّر‬
ْ ِ ‫" ب‬Dengan nama
Allâh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang". Antara ucapan ijab (perkataan
wali) dengan ucapan qabul (jawaban mempelai pria) jangan sampai terputus
beberapa saat.
40

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Ucapkanlah kata-kata ijab dan qabul itu dengan sepenuh hati karena ia
adalah perjanjian sakral. Pada Allâh dan pada diri sendiri yang akan mengarungi
bahtera rumah tangga. Hendaknya terlebih dahulu memberi nasehat kepada
mempelai laki-laki, seperti yang dilakukan Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam
terhadap `Ali bin Abi Thalib waktu menikahkan anaknya Fathimah dengan `Ali
bin Abi Thalib. Hendaknya masing-masing pihak benar-benar ikhlas dan
konsekwen atas janji tersebut.

a) Syarat Ijab Qabul

1) Satu Majelis (tempat yang sama) dan waktu yang sama.

2) Tidak diselingi apapun di antara sighat Ijab dan Qabul tersebut, atau
dengan kegiatan lain. Lafazh ijab dan qabul boleh dituliskan.

3) Ikhlas hanya karena Allâh.

5). Maskawin atau Mahar

Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai
wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan
hukum islam. Hukumnya wajib menurut kesepakatan para ulama merupakan salah
satu syarat sahnya nikah.

Sebagai mana sabda Rasul Allâhu `alaihi wa sallam,

َ
َ ‫خ‬
‫ل‬ ْ ِ ‫ل فَإ‬
َ َ‫ن د‬ ٌ ِ ‫ما َباط‬
َ ‫ح‬ِ ‫كا‬َ ِ ‫ن وَل ِي َّهافَن‬ِ ْ ‫ت ب ِغَي ْرِ ا ِذ‬
ْ ‫ح‬ َ َ ‫ماْامَرأةٍن َك‬ َ ّ ‫ا َي‬
َ‫ن ل‬
ْ ‫م‬
َ ّ ‫ن وَل ِى‬ َ ْ ‫سل‬
ُ ‫طا‬ ّ ‫جُرواَفال‬ َ َ ‫ست‬
ْ ‫نا‬ِ ِ ‫جَهافَإ‬ ِ ‫ن فَْر‬ ْ ‫م‬ِ ‫ل‬ ّ ‫ح‬ َ َ ‫ست‬
ْ ‫ماا‬ َ ِ ‫مهُْرب‬ َ ْ ‫ب َِهافَل ََهاال‬
.‫وَل ِى ّل ََها‬

“Apabila wanita menikah tanpa izin walinya maka nikahnya batal, apabila ia
digauli, maka ia berhak menerima mahar sebagai penghalalan farj-nya.” (Dari
`Aisyah, diriwayatkan Imam yang empat kecuali al-Nasâ’i).

H. Mas’oed Abidin 27
42

Tidak ada ketentuan hukum yang disepakati tentang batas maksimal


pemberian mahar, demikian juga batas minimalnya.

B. Putusnya pernikahan

Pernikahan adalah sebuah hubungan syari`at yang disyari`atkan, dalam hal ini ia
memiliki berbagaimacam pilihan dan aturan, maka dalam islam ikatan pernikahan disebut
dengan sunnah dan sekaligus sunnah Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam. Pilihan
dimaksud adalah perceraian, apabila terdapat hal-hal tertentu yang tidak mungkin lagi diredam
baik secara syari`at maupun yuritis (baik konvensional maupun agama). Prof. Hamka
Mengatakan, “Hubungan ayah dan anak, adik dan kakak, dan lain-lain, tidaklah dapat
dipisahkan. Yang dapat diputuskan hanya hubungan suami isteri.” Jadi walaupun ungkapan ini
agak pahit, namun itulah kenyataan. Yang terpenting adalah bagaimana kelanggengan dalam
Rumah Tangga tercipta dengan amanah, baik amanah Allâh, maupun amanah masing-masing
anggota keluarga, yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Secara spesipik yaitu Suami, Isteri,
Anak, Keluarga suami, dan Keluarga isteri. Adapun hal-hal yang bersifat syar`i yang dapat
memutuskan hubungan pernikahan adalah sebagaimana akan diterangkan setelah ini.

1. Putusnya pernikahan dikarenakan delapan hal sebagai berikut:

a. Karena di Thalaq (QS. Al-Baqarah/2: 230)

b. Karena Khulu` (QS. Al-Baqarah/2: 229)

c. Karena Mulâ`anah (QS. Al-Nûr/24: 6-10)

d. `Ila`

e. Wafat Salah Seorang dari Mereka

f. Suami-isteri Kafir Kemudian Isterinya Masuk Islam (QS. Al-Mumtahanah/60: 10)

g. Bila Isteri Murtad yang lari dari suaminya kedaerah kafir (QS. Mumtahanah/60 : 11),
kecuali dalam keadaan dipaksa (QS. Al-Nahl/16: 106), Rasul Allâh shall Allâhu
`alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niat.
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Dan sesungguhnya seseorang mendapat apa yang diniati itu. Hal ini bukan berarti
seseorang yang berkata, “Sayakan melakukannya atas rasa cinta, akan tetapi niat saya
tak seperti itu”, hal ini akan berdampak pada meremehkan ajaran agama islam.
Jelasnya ia berbuat seperti itu tidak ada dasar dalil yang membolehkan tindakan
tersebut.

h. Karena Melanggar Perjanjian Ta`liq Thalaq, yang diikrarkan pada saat akad nikah
dilaksanakan didepan kedua belah pihak orang tua, keluarga dan kaum muslim
lainnya.

 Keterangan:

Karena Thalaq, ucapan yang muncul dari suami. Talak itu hanya dua kali, setelah
itu tidak boleh rujuk kembali, kecuali mantan isteri tersebut nikah dan cerai dengan laki-
laki lain, setelah itu dirujuki dengan cara yang baik atau menceraikan dengan cara yang
baik pula (QS. Al-Baqarah/2: 229). Kalau seandainya seorang suami mengucapkan
terhadap isterinya talak, tiga sekaligus, maka hanya dihitung satu, sebagai ketetapan bagi
sang isteri, sebagaimana sabda Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam dari Ibnu Abbas
berikut:

.ً‫ث َواِحد َة‬


ٌ َ ‫َالط ّل َقُ ث َل‬

“Talak tiga sekaligus adalah berlaku satu (thalaq).”

Karena Khulu`, adalah adanya keinginan bercerai dari isteri dengan


mengembalikan mahar yang telah diberikan oleh suami atau permintaan cerai pada suami
dengan pembayaran yang disebut `iwadh (QS. Al-Baqarah/2: 229). Berlakunya talak
berdasarkan pengaduan isteri atas perlakuan suami terhadap isterinya, maka berlakulah
talak untuk diri sang isteri. Hal ini boleh karena sikap atau sifat suami terhadap isteri,
sebagaimana sabda Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam,

.‫ظ‬ ْ ّ ‫ض الل‬
ِ ‫ف‬ ِ َ ‫قت‬ ُ ِ ‫مل ًب‬
ْ ‫م‬ َ َ‫ها ع‬
َ ِ‫جوْد‬
ُ ُ‫معَ ب ِو‬
َ َ‫فةِ و‬ ِ ِ ‫ن عَل َقّ ط َل ًَقاب‬
َ ‫ص‬ ْ ‫م‬
َ

H. Mas’oed Abidin 29
44

"Siapa saja yang menggantungkan talaknya pada suatu sifat, maka jatuhlah talak
tersebut dengan terwujudnya sifat menurut zhafir bunyi ucapan tersebut."

Karena Mulâ`anah, adalah isteri tidak mau menerima tuduhan suami, tentang ia
berbuat zina, berbuat serong dengan laki-laki lain, lebih luas lagi, lesbian. Maka sang
suami bersumpah atas nama Allâh empat kali bahwa "tuduhannya itu benar", dan yang
kelima "bahwa ia akan dilaknat oleh Allâh kalau berdusta". Jika jelas sang suami
berdusta maka hukumannya 80 kali dera, kesaksiannya tidak diterima selama-lamanya,
kecuali dia bertobat dengan sebenar-benarnya (QS. Al-Nûr/24: 4-5). Hal ini berdasarkan
empat orang saksi.

Karena `Ila`, adalah suami bersumpah tidak akan mencampuri isterinya. Dengan
sumpah ini seorang wanita menderita, karena tidak disetubuhi dan tidak pula diceraikan.
Setelah empat bulan harus memilih antara kembali menyetubuhi isterinya lagi dengan
membayar kafarat sumpah11 atau menceraikannya. Atau `Ila’ disebut juga sumpah suami
untuk tidak menggauli isterinya sampai waktu empat bulan berturut-turut. Sumpah
berlaku hanya dengan diiringi nama Allâh.

Seorang putus hubungan perkawinannya karena salah seorang diantaranya


meninggal dunia. Baru boleh nikah lagi setelah habis masa iddahnya sang isteri selama
empat bulan sepuluh hari (QS. Al-Baqarah/2: 234). Sekaligus sebagai hari berkabung
sang isteri.

Jika suami isteri itu kafir kemudian masuk Islam, maka sejak ia masuk Islam itu
perkawinan dengan suaminya terputus, dan pihak isteri mengembalikan mas kawin yang

11 Sumpah berlaku apabila dengan disebutkan nama Allâh, sebagaimana sabda Rasul shall Allâhu `alaihi
wasallam, "Siapa yang bersumpah, harus dengan nama Allâh atau lebih baik ia diam (sumpahnya tidak berlaku) "
‫ت‬ْ ‫م‬ ْ َ ‫ف ِباللهِ ا َوْ ل ِي‬
ُ ‫ص‬ ْ ُ ‫ف فَل ْي‬
ْ ِ ‫حل‬ ٌ ِ ‫حال‬
َ ‫ن‬ َ ‫ن‬
َ ‫كا‬ ْ ‫م‬
َ , sedangkan kafarat sumpah ditegaskan dalam QS. Al-Mâidah/5: 89
yang artinya, “Allâh tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda
pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan
kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Siapa yang tidak
mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasa tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu
bersumpah. Dan jagalah sumpamu. Demikianlah Allâh menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu
bersyukur (kepada-Nya).
46

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

pernah diterima dahulu dari suaminya. Menurut Imam Syafi`i, wajib isteri
mengembalikan mahar itu jika suami memintanya, jika suami tidak memintanya, maka
mahar itu tidak wajib dikembalikan (menurut sebagian ulama, "orang-orang yang telah
melakukan perjanjian damai dengan kaum muslimin mahar tersebut wajib dikembalikan,
jika tidak hal tersebut tidak wajib). Hal ini berkaitan dengan firman Allâh berikut (QS.
Al-Mumtahanah/60: 10).

"Hai orang-orang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan


yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allâh lebih mengetahui
tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-
benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka)
orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir
itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar
yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu
bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali
(perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar
yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka
bayar. Demikianlah hukum Allâh yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allâh Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS. Al-Mumtahanah/60: 10)

Bila isteri murtad yang lari dari suaminya kedaerah kafir (dalam perang), maka
ketika ia berhasil lagi menguasai daerah itu suami menawan bekas isterinya itu, maka
bekas isterinya itu boleh diambilnya kembali dengan membayar kembali mahar yang
telah diterima oleh isteri dari suami yang kafir itu.

Putusnya hubungan pernikahan juga dapat dikarenakan ta`liq thalaq, yaitu apabila
suami tidak memberi nafkah isteri selama dua tahun berturut-turut dengan pembayaran
`iwadh (besar uang `iwadh ditentukan oleh Kantor Urusan Agama setempat) atau dengan
alasan yang jelas, seperti karena sifat suami yang menelantarkan dan atau acuh terhadap
keluarga. Terhadap pelanggaran demikian berdasarkan asas saling menghargai dalam
hubungan pernikahan, dijatuhkan ganjaran oleh hakim. Ta`liq Thalaq diikrarkan oleh

H. Mas’oed Abidin 31
48

suami setelah akad nikah, yang isinya antara lain jatuh satu talak terhadap isteri bila
selama dua tahun berturut-turut meninggalkan isterinya, dan isteri berhak menuntut cerai
dengan `iwadh apabila tidak menafkahi isterinya selama enam bulan berturut-turut.
Begitu janji yang dibuat oleh suami terhadap isterinya, ini pada hakekatnya adalah
sumpah, karena pada awal pengikrarannya disebut nama Allâh. Maka hal tersebut berlaku
sebagai hal yang berlaku menurut syari`at kalau hal tersebut terjadi.

2. Pemberian Mut`ah oleh suami:

Pemberian Mut`ah sesuai dengan kemampuan suami pada isteri yang


diceraikannya secara baik-baik. Yang merupakan kewajiban bagi orang-orang yang
bertaqwa. Jika isteri yang diceraikan itu belum dicampurinya, maka masa `iddah tidak
berlaku baginya, begitu juga pemberian mut`ah, bahkan maskawin atau mahar. Mahar
bila tidak disebutkan waktu akad nikah, maka nikahnya tetap sah. Kalau telah ditetapkan
mahar, lalu terjadi perceraian dari suami, maka suami sebelum digauli, suami harus
mengeluarkan separoh dari mahar yang ditetapkan, jika sama-sama redha hal itu tidak
menjadi kewajiban.

َ َ ‫ش‬
‫ة‬ ُ ‫ن ا َعْظ َش‬
ً ‫م الن ّك َششاِح ب ََرك َش‬ ّ ِ‫ل ا‬ َ ّ ‫سشل‬
َ ‫م قَششا‬ َ َ‫ه عَل َي ْشهِ و‬
ُ ‫صّلىالل‬
َ ِ‫ل الله‬ َ ْ‫سو‬
ُ ‫ن َر‬ّ ‫ةأ‬ َ ِ ‫عائ‬
َ ‫ن‬ْ َ‫ع‬
(‫د‬
ْ ‫م‬ ْ َ ‫ )َرَواهُ ا‬.‫ة‬
َ ‫ح‬ ً َ ‫مؤْن‬
ُ ُ‫سُر ه‬ َ ْ ‫ا َي‬

"Sesungguhnya sebesar-besar barakah nikah adalah yang sederhana maharnya". ( HR.


Ahmad ).

Sebagaimana maksud firman Allâh; "Dan jika seseorang dari isteri-isterimu lari
kepada orang-orang kafir, lalu kamu mengalahkan mereka maka bayarkanlah kepada
orang-orang yang lari isterinya itu mahar sebanyak yang telah mereka bayar. Dan
bertakwalah kepada Allâh Yang kepada-Nya kamu beriman". (QS. Mumtahanah/60: 11)

Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim dari Hasan diterangkan bahwa ayat ini
diturunkan (QS. Mumtahanah/60: 11), berhubungan dengan peristiwa Ummul Hakam
binti Abi Sufyan yang telah murtad dan melarikan diri dari suaminya, kemudian ia nikah
50
44

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

dengan seorang laki-laki Bani Tsaqif. Ayat ini memerintahkan agar mas kawin yang
diterima Ummul Hakam dari suaminya Bani Tafsir itu dikembalikan dan diambikan dari
harta rampasan perang dan Ummul Hakam kembali kepada suaminya semula.

Menurut riwayat Ibnu Abbas, mas kawin itu diambil dan diberikan kepada suami
yang kafir sebelum harta rampasan perang dibagi lima sebanyak yang pernah diberikan
suami yang kafir kepada Ummul Hakam.

Syarat-syarat sahnya akad nikah ada enam antaranya diperselisihkan oleh para
ahli Fiqih, yaitu: Saling meridhai, Wali wanita, Saksi nikah, Maskawin, Suami isteri
sama-sama menjaga kehormatan, dan Kesepadanan (diperselisihkan).

3. Masa `Iddah

Masa `Iddah adalah merupakan masa dimana perempuan dibolehkan nikah lagi
dengan laki-laki lain. Dalam masa `iddah mantan suami boleh rujuk kembali pada
mantan isterinya, tidak boleh bagi laki-laki lain, kecuali sudah habis masa `iddahnya.
Selang waktu tersebut telah diterangkan dalam al-Qur’ân dan hadits, secara singkat dapat
dijelaskan sebagai berikut: Tiga kali suci `iddah bagi wanita masih haid (QS. al-
Baqarah/2: 228), Tiga bulan bagi isteri yang tidak haid lagi (QS. al-Thalâq/65: 4). Empat
bulan sepuluh hari untuk isteri yang ditinggal wafat suaminya (QS. Al-Baqarah/2: 234),
dan Sampai melahirkan bagi yang hamil (QS. Al-Thalâq/65: 4). Bila berkumpul dua
sebab timbulnya `iddah, maka dipilih masa yang terpanjang. Seperti `iddah bagi wanita
yang sedang hamil yaitu sampai melahirkan, dan `iddah ditinggal wafat suaminya empat
bulan sepuluh hari. Maka yang berlaku masa yang terpanjang yaitu sampai melahirkan.
Kecuali wanita yang kawin hamil, ia tidak terhalang oleh masa iddah. Karena masa iddah
hanya dikarenakan oleh adanya pernikahan yang sah menurut syari`at Islam.

Dalam masa `Iddah, seorang laki-laki mengungkapkan hasrat ingin menikahi


wanita yang masih dalam masa `iddah diperbolehkan dengan sindiran dengan ungkapan
yang baik, dan dilarang ber-`azam (memastikan janji) untuk menikahinya, sampai habis
masa `iddahnya (QS. Al-Baqarah/2: 235). Sikap ini akan memberikan hiburan dan
membuat isteri yang ditinggal mati atau diceraikan suaminya tidak terbebani jiwanya.

H. Mas’oed Abidin 33
Walau bagaimanapun situasi begini tentu akan membuat isteri yang ditinggal mati
suaminya stres.

4. Hakekat Akad Nikah

Seperti diketahui bahwa akad nikah adalah acara sakral, maka dalam lafazh itu
terkandung ungkapan menyerahkan amanat oleh wali kepada seorang laki-laki (mempelai
laki-laki). Selanjutnya suamilah yang berkewajiban melanjutkan tugas orang tua
perempuan (mertua), dengan sebaik-baiknya. Simak Firman Allâh QS. Al-Nisâ’/4 : 19
berikut;

"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan
jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil
kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allâh menjadikan padanya kebaikan yang banyak".
(QS. Al-Nisâ’: 19), "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembangbiak.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Dan di antara tanda-
tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu
dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi orang-orang yang mengetahui." (QS. Al-Rûm/30: 20-22).

Mengingat masalah pernikahan adalah ibadah yang sakral dan mempunyai risiko
hukum yang sangat memungkinkan terjadinya pengharaman pada waktu yang tidak kita
sadari, maka kita harus memperhatikan dan mengaplikasikan hadits berikut, "Empat hal
yang dibolehkan jika keempat hal itu diucapkan, yaitu : "Thalaq, memerdekakan (hamba
52

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

sahaya), Nikah dan Nadzar." Diriwayatkan dari Umar radhiy Allâhu `anhu dan Berkata
Ali radhiy Allâhu `anhu : "Tidak ada gurauan dalam keempat hal itu." Yang dimaksud
dengan gurauan di sini adalah bermain-main dengan menyebut suatu ungkapan yang
bukan pada tempatnya, seperti seorang berkata, "Aku nikahkan kamu dengan putriku",
Sementara ia sendiri tidak bermaksud menikahkan putrinya itu dengan lawan bicaranya
yang laki-laki, demikian maksud pendapat Ali bin Abi Thalib sebagaimana tersebut di
atas.

Hal yang terpenting dalam kehidupan di dunia ini adalah kebahagiaan, sesuai
dengan tujuan kehidupan manusia "sebuah proses penyempurnaan", sebab di akhirat tidak
ada lagi penyempurnaan yang kita alami seperti di dunia ini. Dan dunia ini diibaratkan
seperti ungkapan, "Dunia tempat beramal, dan akhirat adalah tempat menerima
ganjarannya", sesuai dengan apa yang kita usahakan di dunia, kita renungkan hadits ini,

َ ْ ‫ ا َل‬:‫أ َربع من السعادة‬


،‫ح‬ ّ ْ ‫جاُر ال‬
ُ ِ ‫صال‬ َ ْ ‫ َوال‬،‫ع‬
ُ ‫س‬
ِ ‫وا‬َ ْ ‫ن ال‬ُ َ ‫سك‬ْ ‫م‬ َ ْ ‫ َوال‬،‫ة‬ ُ ‫ح‬ َ ِ ‫صال‬
ّ ‫مْرأةُ ال‬ َ ِ َ َ ّ َ ِ ٌ َ ْ
َ ْ ‫ وال‬،‫ ال ْجار ال ْسوُء‬:‫قاِء‬ َ
‫ب‬ َ ْ ‫ َوال‬،‫سوُْء‬
ُ َ ‫مْرك‬ ّ ‫مْرأةُ ال‬ َ َ ُ ُ َ َ ‫ش‬ ّ ‫ن ال‬ َ ‫م‬
ِ ‫ع‬ٌ َ ‫ وَأْرب‬.‫يُء‬ َ ْ ‫ب ال‬
ْ ِ ‫حن‬ َ ْ ‫َوال‬
ُ َ ‫مْرك‬
َ
.(‫ن‬
ٌ ‫حّبا‬ ِ ‫ن‬ُ ْ ‫مد ٌ َو إ ِب‬ َ ‫ح‬
ْ ‫ )َرَواهُ أ‬.‫ق‬ ُ ّ ‫ضي‬ ّ ‫ن ال‬ُ َ ‫سك‬ْ ‫م‬ َ ْ ‫ َوال‬،‫سوُْء‬ ّ ْ ‫ال‬

"Empat hal yang merupakan kebahagiaan, yaitu: wanita shalehah, rumah yang luas,
tetangga yang baik, kendaraan yang nyaman. Empat hal yang merupakan penderitaan,
yaitu: tetangga yang jahat, istri yang jahat, kendaraan yang buruk dan tempat tinggal
yang sempit." (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).

Maksudnya adalah wanita yang shalehah adalah wanita yang patuh pada ajaran
agama, suami, dan menjaga hati suaminya, pandai menjaga kehormatan dan martabatnya
dan keluarganya. Rumah yang luas adalah tempat tinggal yang sarat dengan nilai-nilai
religius, saling amanah (mempercayai), terhindar dari bau keduniaan (hingga dapat
melupakan perintah ingat kepada Allâh) kalau begitu halnya Allâh-lah satu-satunya
pembimbing keluarganya mereka (QS. Al-Munâfiqûn/63: 9), sehingga ia akan berkata,
“rumahku adalah sorgaku”. Karena menikah itu separoh dari agama, sebagaimana sabda
Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam,

H. Mas’oed Abidin 35
‫‪54‬‬

‫ف ال َْباِقي‪َ .‬رَواهُ‬ ‫ه ِفي ْالن ّ ْ‬


‫ص ِ‬ ‫ق الل َ‬ ‫ف ْالد ّي ْ ُ ْ‬
‫ن فَالي َت ّ ِ‬ ‫ص ُ‬ ‫قدِْاست َعْ َ‬
‫م َ‬
‫ل نِ ْ‬ ‫ج ْالعَب ْد ُفَ َ‬ ‫اِ َ‬
‫ذات ََزوّ َ‬

‫الب َي ْهَِقى‪.‬‬

‫‪“Apabila telah nikah seseorang, maka ia benar-benar telah menyempurnakan seruan‬‬


‫‪agama. Maka hendaklah ia takut kepada Allâh pada separoh yang tinggal” (HR.‬‬
‫‪Baihaqiy).‬‬

‫‪5. Firman Allâh yang berhubungan dengan Thalaq dan Masa `Iddah‬‬

‫‪Firman Allâh yang berkaitan dengan masalah pernikahan, berikut dipaparkan:‬‬

‫‪a. Firman Allâh tentang Thalaq dan masa `Iddah (QS. Al-Thalâq/65: 1-7),‬‬

‫َ‬ ‫َ‬
‫قوا الل ّ َ‬
‫ه‬ ‫صوا ال ْعِد ّةَ َوات ّ ُ‬ ‫ح ُ‬‫ن وَأ ْ‬ ‫ن ل ِعِد ّت ِهِ ّ‬‫قوهُ ّ‬ ‫ساَء فَط َل ّ ُ‬ ‫م الن ّ َ‬ ‫ذا ط َل ّ ْ‬
‫قت ُ ُ‬ ‫ي إِ َ‬
‫َياأي َّها الن ّب ِ ّ‬
‫ة وَت ِل ْ َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫ك‬ ‫مب َي ّن َ ٍ‬
‫ة ُ‬
‫ش ٍ‬‫ح َ‬ ‫فا ِ‬‫ن بِ َ‬ ‫ن إ ِل ّ أ ْ‬
‫ن ي َأِتي َ‬ ‫ج َ‬ ‫خُر ْ‬‫ن وَل َ ي َ ْ‬ ‫ن ب ُُيوت ِهِ ّ‬
‫م ْ‬ ‫ن ِ‬ ‫جوهُ ّ‬ ‫خرِ ُ‬ ‫م ل َ تُ ْ‬‫َرب ّك ُ ْ‬
‫ث ب َعْد َ‬
‫حدِ ُ‬ ‫ه يُ ْ‬‫ل الل ّ َ‬‫ه ل َ ت َد ِْري ل َعَ ّ‬‫س ُ‬ ‫ف َ‬ ‫م نَ ْ‬‫قد ْ ظ َل َ َ‬‫ه فَ َ‬‫دود َ الل ّ ِ‬ ‫ح ُ‬ ‫ن ي َت َعَد ّ ُ‬
‫م ْ‬ ‫دود ُ الل ّ ِ‬
‫ه وَ َ‬ ‫ح ُ‬ ‫ُ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ذا بل َغْ َ‬ ‫ذ َل ِ َ َ‬
‫ف‬
‫معُْرو ٍ‬ ‫ن بِ َ‬‫ف أْو َفارُِقوهُ ّ‬ ‫معُْرو ٍ‬ ‫ن بِ َ‬ ‫كوهُ ّ‬ ‫س ُ‬ ‫م ِ‬‫ن فَأ ْ‬ ‫جل َهُ ّ‬
‫نأ َ‬ ‫مًرا )‪ (1‬فَإ ِ َ َ َ‬ ‫كأ ْ‬
‫م ي ُوْعَ ُ‬ ‫َ‬ ‫وَأ َ ْ‬
‫ن‬ ‫ن َ‬
‫كا َ‬ ‫م ْ‬ ‫ه َ‬ ‫ظ بِ ِ‬ ‫ذال ِك ُ ْ‬‫ه َ‬ ‫شَهاد َةَ ل ِل ّ ِ‬ ‫موا ال ّ‬ ‫م وَأِقي ُ‬ ‫من ْك ُ ْ‬
‫ل ِ‬ ‫ي عَد ْ ٍ‬ ‫دوا ذ َوَ ْ‬ ‫شه ِ ُ‬
‫ن‬
‫م ْ‬‫ه ِ‬‫جا )‪ (2‬وَي َْرُزقْ ُ‬ ‫خَر ً‬‫م ْ‬
‫ه َ‬ ‫ل لَ ُ‬
‫جع َ ْ‬ ‫ق الل ّ َ‬
‫ه يَ ْ‬ ‫ن ي َت ّ ِ‬
‫م ْ‬ ‫ر وَ َ‬
‫خ ِ‬ ‫ه َوال ْي َوْم ِ ْال ِ‬‫ن ِبالل ّ ِ‬
‫م ُ‬‫ي ُؤْ ِ‬
‫ل عََلى الل ّه فَهو حسبه إن الل ّه بال ِ ُ َ‬ ‫ن ي َت َوَك ّ ْ‬
‫ل‬ ‫ه قَد ْ َ‬
‫جعَ َ‬ ‫مرِ ِ‬‫غأ ْ‬ ‫َ َ‬ ‫ِ ُ َ َ ْ ُ ُ ِ ّ‬ ‫م ْ‬‫ب وَ َ‬
‫س ُ‬ ‫حت َ ِ‬‫ث ل َ يَ ْ‬‫حي ْ ُ‬‫َ‬
‫م‬
‫ن اْرت َب ْت ُ ْ‬ ‫سائ ِك ُ ْ‬
‫م إِ ِ‬ ‫ن نِ َ‬
‫م ْ‬
‫ض ِ‬
‫حي ِ‬
‫م ِ‬‫ن ال ْ َ‬
‫م َ‬
‫ن ِ‬ ‫يٍء قَد ًْرا )‪َ (3‬والل ِّئي ي َئ ِ ْ‬
‫س َ‬ ‫ش ْ‬ ‫ل َ‬ ‫ه ل ِك ُ ّ‬ ‫الل ّ ُ‬
‫حضن وُأول َت ا ْل َحمال أ َجل ُه َ‬ ‫َ‬ ‫ة أَ ْ‬
‫ن‬
‫ضع ْ َ‬‫ن يَ َ‬‫نأ ْ‬ ‫ْ َ ِ َ ُ ّ‬ ‫ُ‬ ‫م يَ ِ ْ َ َ‬ ‫ر َواللّئي ل َ ْ‬
‫شه ُ ٍ‬ ‫ن ث َل َث َ ُ‬‫فَعِد ّت ُهُ ّ‬
‫ك أ َمر الل ّ َ‬ ‫ل ل َه م َ‬
‫ه إ ِل َي ْك ُ ْ‬
‫م‬ ‫ه أن َْزل َ ُ‬‫ِ‬ ‫ذال ِ َ ْ ُ‬ ‫سًرا )‪َ (4‬‬ ‫ه يُ ْ‬‫مرِ ِ‬ ‫نأ ْ‬ ‫جع َ ْ ُ ِ ْ‬ ‫ق الل ّ َ‬
‫ه يَ ْ‬ ‫ن ي َت ّ ِ‬ ‫م ْ‬ ‫ن وَ َ‬ ‫مل َهُ ّ‬ ‫ح ْ‬ ‫َ‬
‫َ‬ ‫فر عَنه سيَئات ِه ويعظم ل َ َ‬
‫ث‬‫حي ْ ُ‬ ‫ن َ‬ ‫م ْ‬‫ن ِ‬ ‫سك ُِنوهُ ّ‬
‫جًرا )‪ (5‬أ ْ‬ ‫هأ ْ‬ ‫ه ي ُك َ ّ ْ ْ ُ َ ّ ِ َ ُ ْ ِ ْ ُ‬ ‫ق الل ّ َ‬ ‫ن ي َت ّ ِ‬ ‫م ْ‬ ‫وَ َ‬
‫قوا عَل َيهن وإن ك ُ ُ‬
‫ل‬‫م ٍ‬ ‫ح ْ‬‫ت َ‬ ‫ن أول َ ِ‬ ‫ِْ ّ َِ ْ ّ‬ ‫ضي ّ ُ‬
‫ن ل ِت ُ َ‬ ‫ضاّروهُ ّ‬ ‫م وَل َ ت ُ َ‬ ‫جدِك ُ ْ‬ ‫ن وُ ْ‬ ‫م ْ‬ ‫م ِ‬ ‫سك َن ْت ُ ْ‬ ‫َ‬
‫ن‬
‫جوَرهُ ّ‬
‫قوا عَل َيهن حتى يضعن حمل َهن فَإن أ َرضعن ل َك ُم َفآتوهُ ُ‬
‫نأ ُ‬ ‫ّ‬ ‫ْ ُ‬ ‫ِْ ّ َ ّ َ َ ْ َ َ ْ ُ ّ ِ ْ ْ َ ْ َ‬ ‫فَأ َن ْفِ ُ‬
‫سعَةٍ‬ ‫ذو َ‬ ‫ق ُ‬ ‫خَرى )‪ (6‬ل ِي ُن ْفِ ْ‬ ‫ه أُ ْ‬
‫ضعُ ل َ ُ‬ ‫م فَ َ‬
‫ست ُْر ِ‬ ‫سْرت ُ ْ‬‫ن ت ََعا َ‬
‫ف وَإ ِ ْ‬ ‫معُْرو ٍ‬ ‫م بِ َ‬ ‫مُروا ب َي ْن َك ُ ْ‬
‫ْ‬
‫وَأت َ ِ‬
‫سا إ ِل ّ‬
‫ف ً‬ ‫ف الل ّ ُ‬
‫ه نَ ْ‬ ‫ه ل َ ي ُك َل ّ ُ‬
‫ما َءاَتاهُ الل ّ ُ‬
‫م ّ‬
‫ق ِ‬ ‫ه فَل ْي ُن ْ ِ‬
‫ف ْ‬ ‫ن قُدَِر عَل َي ْ ِ‬
‫ه رِْزقُ ُ‬ ‫م ْ‬
‫ه وَ َ‬
‫سعَت ِ ِ‬
‫ن َ‬
‫م ْ‬
‫ِ‬
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

ِ َ ‫ةالط ّل‬
(7-1 :65/‫ق‬ ُ ‫سوَْر‬
ُ (7)‫سًرا‬
ْ ُ‫ر ي‬
ٍ ‫س‬ ُ ّ ‫ل الل‬
ْ ُ‫ه ب َعْد َ ع‬ ُ َ ‫جع‬
ْ َ ‫سي‬
َ ‫ها‬
َ ‫ما َءاَتا‬
َ

"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu


ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)
dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allâh Tuhanmu. Janganlah
kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke
luar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-
hukum Allâh dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allâh, maka
sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak
mengetahui barangkali Allâh mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru. Apabila
mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang
adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allâh.
Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allâh dan
hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allâh niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allâh niscaya
Allâh akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allâh melaksanakan
urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allâh telah mengadakan ketentuan
bagi tiap-tiap sesuatu. Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi
(monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang
masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil,
waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan
barangsiapa yang bertakwa kepada Allâh niscaya Allâh menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya. Itulah perintah Allâh yang diturunkan-Nya kepada
kamu; dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allâh niscaya Dia akan menghapus
kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya. Tempatkanlah
mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika
mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada

H. Mas’oed Abidin 37
mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang
yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan
Allâh kepadanya. Allâh tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan apa
yang Allâh berikan kepadanya. Allâh kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan tersebut." (QS. Al-Thalâq/65: 1-7). Menurut jumhur ulama saksi hanya
diperlukan ketika pelaksanaan rujuk kembali. Dan dalam masa `iddah isteri yang
ditalak suaminya, tidak boleh dipinang apalagi dinikahi oleh laki-laki lain, kecuali
oleh mantan suaminya. Adapun dalam hal isteri yang ditinggal mati atau ditalak tiga
oleh mantan suaminya maka boleh, dengan kata-kata sindiran yang tidak menambah
beban bagi sang isteri (janda). Demikian ketetapan hukum syari`at.

b. Isteri boleh mengajukan Thalaq dengan membayar (QS. Al-Baqarah/2: 229)

ُ ‫خ‬
‫ذوا‬ ُ ْ ‫ن ت َأ‬
ْ ‫مأ‬
َ ُ ‫ل ل َك‬
ْ ّ ‫ح‬ِ َ ‫ن وَل َ ي‬ ٍ ‫سا‬ َ ‫ح‬ ْ ِ ‫ح ب ِإ‬
ٌ ‫ري‬ِ ‫س‬
َ
ْ َ ‫ف أْو ت‬ ٍ ‫معُْرو‬ َ ِ‫ك ب‬ ٌ ‫سا‬ َ ‫م‬ ْ ِ ‫ن فَإ‬ِ ‫مّرَتا‬َ ‫ق‬ ُ َ ‫الط ّل‬
َ ‫فت‬ َ َ
َ ْ ‫م أل ّ ي ُقِي‬
‫ما‬ ْ ُ ْ ‫خ‬ِ ‫ن‬ ْ ِ ‫دود َ الل ّهِ فَإ‬ ُ ‫ح‬ ُ ‫ما‬ َ ْ ‫خاَفا أل ّ ي ُقِي‬ ْ ‫شي ًْئا إ ِل ّ أ‬
َ َ‫ن ي‬ َ ‫ن‬ ّ ُ‫موه‬ ُ ُ ‫ما َءات َي ْت‬ّ ‫م‬ ِ
‫ن‬ْ ‫م‬َ َ‫ها و‬ َ ‫دو‬ ُ َ ‫دود ُ الل ّهِ فَل َ ت َعْت‬ ُ ‫ح‬ ُ ‫ك‬ َ ْ ‫ت ب ِهِ ت ِل‬ ْ َ ‫ما افْت َد‬ َ ْ ‫ما فِي‬ َ ِ‫ح عَل َي ْه‬ َ ‫جَنا‬ ُ َ ‫دود َ الل ّهِ فَل‬ ُ ‫ح‬ ُ
:2/‫ة‬ ِ ‫قَر‬ َ َ ‫ةال ْب‬
ُ ‫ور‬ ْ ‫س‬ ُ ) ِ‫قَرة‬ َ َ ‫سوَْرةُ ال ْب‬ ُ .‫ن‬ َ ‫مو‬ ّ ‫م ال‬
ُ ِ ‫ظال‬ ُ ُ‫ك ه‬ َ ِ ‫دود َ الل ّهِ فَُأول َئ‬ ُ ‫ح‬ ُ ّ ‫ي َت َعَد‬
(229

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma`ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau
keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allâh. Jika kamu
khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum
Allâh, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri
untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allâh, maka janganlah kamu
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allâh mereka itulah


orang-orang yang zalim.”(QS. Al-Baqarah/2: 229).

Banyak pembayaran tesebut tidak ditetapkan oleh syari`at, hanya masalah ini
ditangani oleh badan yang berwenang yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
atau telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan kesepakatan ulama setempat. Ini
mengingat adanya perubahan yang dialami.

Kebijakan seperti inilah yang perlu diperhatikan, karena ini masalah keduniaan
dan demi menjaga harkat martabat sang isteri, dalam bahasa lain adalah menghargai
hukum sebagai hasil ijtihad. Walau bagaimanapun kejadian semacam ini tidaklah
diinginkan, kecuali karena keterpaksaan yang syar`i.

c. Kedudukan harta waktu ber-Thalaq (QS. Al-Nisâ’/4: 20)

"Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah
memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah
kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan
mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung)
dosa yang nyata?. Bagaimana kamu mengambilnya kembal, pada hal padahal
sebagian kamu telah bergaul luas dengan sebagian yang lain dan mereka telah
mengikrarkan perjanjian yang kuat." (QS. Al-Nisâ’/4: 20-21).

Kata yang dipakai dalam masalah ini adalah "wa akhadzna minkum mitsâqan
ghalizhâ" mereka telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. Kata ini hanya
tiga kali diungkapkan dalam al-Qur'ân, yaitu; (1) melukiskan ikatan suami isteri
dalam al-Qur'ân surat al-Nisâ/4: 21; (2) Menggambarkan perjanjian Allâh dengan
para nabi dalam al-Qur'ân surat al-Ahzâb/33: 7; dan (3) tentang Perjanjian Allâh
dengan manusia dalam al-Qur'ân surat al-Nisâ/4: 154.

d. Suami berhak merujuki isterinya yang di-Thalaq sedang hamil (QS. Al-Baqarah/2:

H. Mas’oed Abidin 39
60

228)

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allâh dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allâh dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki
ishlah. Dan para isteri mempunyai hak yang seimbangan dengan kewajibannya
menurut cara yang ma`ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai kelebihan dari pada
isterinya. Dan Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah/2: 228).

Masa menunggu atau `iddah, dimaksud masa yang dimana mantan isteri halal
dirujuki kembali mantan suaminya dalam status talak pertama, kedua, tidak untuk
yang selanjutnya. Haram hukumnya suami merujuki isteri yang telah di talak tiga,
kecuali mantan isteri telah nikah dan cerai dari orang lain (QS. Al-Baqarah/2: 230),
Imam Malik meriwayatkan berdasarkan penuturan Yahya bin Sa`id dari Al-Qasyim
bin Muhammad bahwa `Aisyah pernah ditanya oleh seorang laki-laki yang telah
menalak isterinya (talak tiga), “Bagaimana kalau setelah talak tiga, mantan isteri
tersebut menikah dengan laki-laki lain, lalu diceraikannya, padahal ia belum
disetubuhi suami yang menikahinya itu?, kemudian saya nikahi lagi?”. Jawab
`Aisyah, “Tidak boleh, sampai suaminya (yang menikahinya) merasakan madu
kewanitaannya”. Juga diriwayatkan oleh Al-Bukhâriy, Abu Dâud, dan Al-Nasâ’i.
(DR. `Abdullah Abu Al-Su`ud Badr, Tafsir Umm Al-Mu`minîn `Aisyah r.ha, hal.
187).

Seperti yang tersebut di atas (nikah cina buta) terjadi maka ini jelas meremehkan
harkat dan martabat kaum wanita. Sedangkan Islam sangat menjaga dan memuliakan
mereka. Dengan batasan yang proposional.

Kehormatan kaum perempuan mesti dihargai dengan sikap kasih sayang, karena kasih
sayang yang dicurahkan akan menempatkan mereka pada posisi yang semestinya. Salah
satu cara menghormati mereka adalah menceraikan dan merujuki dengan cara yang
ma`ruf, sesuai dengan syari`at Islam.
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Islam memperlihatkan keluhuran dan sangat memuliakan kaum hawa, sebagai


perhiasan dalam kehidupan. Karena kata Nabi, “Sebaik-baik perhiasan adalah isteri
yang shalehah.” Melalui penghargaan inilah wajar kalau kaum laki-laki menjadi
bergairah apabila bergaul dengan perempuan baik-baik dan sejuk dipandang. Inilah
keindahan sesungguhnya yang menenteramkan hati.

Apajadinya dunia ini tidak ada wanita, seperti yang dipraktekkan oleh kaum Jahiliyah
sebelum Islam dengan membunuh anak perempuan yang lahir. Tentunya dunia menjadi
sunyi dari suara sang bayi, yang membahagiakan kaum laki-laki.

H. Mas’oed Abidin 41
62

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

1. Hak dan Kewajiban Bersama Suami Isteri

Hak dan kewajiban bersama antara suami-isteri itu adalah:

1. Hak bergaul sebagai suami isteri {(menggauli isteri sebagaimana kamu kehendaki, jangan
sampai ada keinginan setelah itu bersumpah untuk tidak menggaulinya (`Ila) sehingga ia
tersiksa oleh perbuatanmu (QS. al-Baqarah/2: 226, 223-224), sindiran Allâh karena
mereka adalah pakaian bagi kamu (QS. al-Baqarah/2: 187), bergaul secara patut jangan
dengan paksaan (QS. al-Nisâ`/4: 19), kalaupun diceraikan ceraikanlah dengan baik-baik,
dan merujuki dengan baik-baik (QS. al-Baqarah/2: 229, 231), dan jangan mengambil apa
yang telah kamu berikan semasa bergaul bersama mereka, kecuali khawatir tidak dapat
menjalankan hukum Allâh (QS. al-Baqarah/2: 229)}. Amanat terakhir Rasul Allâh shall
Allâhu `alaihi wa sallam saat akan wafat beliau yaitu, “Shalat 3x, dan bertakwalah kamu
kepada Allâh dalam menggauli isterimu"‫ء‬
ِ ‫سا‬
َ ّ ‫ه ِفى الن‬
َ ‫قواالل‬ ّ ‫ "َال‬. Sebab
ُ ّ ‫× َوات‬3 ُ‫صل َة‬
َ ْ ‫ساءِ ا ِل ّك َرِي‬
sabda Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam, “ ‫م‬ ُ ‫مااك َْر‬
َ ّ ‫م الن‬ َ ” “Tidaklah
pernah memuliakan seorang isteri kecuali suami yang mulia pula”.

2. Hak saling mendapatkan warisan (masalah waris-mewarisi lihat QS. al-Nisâ’/4: 7, 8, 11,
12).

Warisan merupakan suatu yang manusiawi dalam kehidupan karena apapun usaha
manusia mesti diwarisi oleh orang yang ditinggalkannya (yang masih hidup). Tentunya
sebagaimana kita ketahui, semua yang kita wariskan itu haruslah hal-hal yang baik.
Mengenai warisan ini Prof. DR. Achmad Ameen menjelaskan, warisan itu ialah:

ِ َ ‫ب ِْالوََراث‬ ُ ‫ل ا َِلىْال‬ ُ
.‫ة‬ ‫مى‬
ّ ‫س‬
َ ُ ‫ماي‬
َ َ‫فروِْع هُو‬ ُ ‫ن ا ْل‬
ِ ْ‫صو‬ َ ‫م‬
ِ ‫ص‬
ِ ِ ‫صائ‬ َ ‫ل ْال‬
َ ‫خ‬ ُ ‫قا‬
َ ِ ‫ا ِن ْت‬

“Berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua), kepada cabang (anak) itu
dinamakan warisan”.
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Keterangan bermaksud apapun yang dapat menyerupai sifat masing-masingnya, maka hal
itu dapat diwarisi, baik secara fisik (harta-benda), maupun non fisik (tabi`at, warna kulit
dan sebagainya). Dalam maksud warisan di atas saling mewarisi harta kekayaan yang
ditinggalkan orang yang telah meninggal. Yaitu bagi hubungan darah (nasab), dan negara
(kalau tidak ada lagi yang berhak menerima warisan). Penerima waris tidak berhak atas
wasiat, sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya.

3. Sama-sama punya hak diperlakukan dengan baik (QS. Al-Nisâ’/4: 19)

4. Hak atas anak (keturunan) (QS. Al-Baqarah/2: 124) berdo`a mendapatkan anak yang
shaleh (QS. Ali `Imrân/3: 38) do`a kepada Allâh agar dianugerahi isteri dan anak untuk
menyenangkan hati (QS. Al-Furqân/25 : 74) balas budi anak kepada orang tua (Al-
Ahqâf/46 : 15).

B. Kewajiban Suami Terhadap Isteri (Hak Isteri)

Adapun kewajiban suami terhadap isterinya adalah adalah :

1. Membimbing Isteri pada Ajaran Agama (QS. al-Tahrîm/66: 6)

2. Memberi Nafkah terhadap Isteri maupun Anak dari Penghasilan yang Halal (QS. Al-
Thalâq/65: 7), demikian juga sabda rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam berikut;

‫ت ب ِشهِ عَل َششى‬ِ َ‫ص شد ّق‬


َ ُ ‫ ودِي ْن َششاٌر ت‬,‫ة‬ ٍ ‫ه فِششي َرقَب َش‬ ُ َ ‫قت‬ َ ْ ‫ ودِي ْن َششاٌرا َن‬,‫ه‬
ْ ‫ف‬ ِ ّ ‫ل ل ِل‬
ِ ْ ‫سب ِي‬َ ‫ه ِفي‬ ُ َ ‫قت‬
ْ ‫ف‬َ ْ ‫دِي َْناٌرا َن‬
ُ‫ك )َرَواه‬َ ‫ه عَل َششى أ َهْل ِش‬ُ ‫قت َش‬
ْ ‫ف‬ َ ْ ‫ذى ا َن‬ِ ‫ضشل َُها ال ّش‬
َ َ ‫قتشه عَل َششى ا َهْل ِش‬
َ ْ‫ أف‬,‫ك‬ ُ َ ْ ‫ف‬ َ ْ ‫ دِي ْن َششاٌر ا َن‬,‫ن‬ َ ْ ‫سشك ِي‬ ْ ‫م‬ ِ
(‫م‬
ْ ِ ‫سل‬
ْ ‫م‬
ُ

“Uang yang kamu nafkahkan untuk jalan Allâh, memerdekakan budak perempuan, dan
sedekah untuk orang-orang miskin, serta untuk menafkahi keluarga, maka yang lebih
utama adalah menafkahi keluarga” (HR. Muslim).

3. Menempatkan (menyediakan tempat tinggal) Isteri dan Anak pada tempat yang jauh dari
lingkungan yang tidak baik (QS. Ibrahîm/14: 35-36)

H. Mas’oed Abidin 43
4. Memenuhi Keperluan Biologis (seks) Isteri (QS. Al-Baqarah/2: 187)

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang diantara kamu
janganlah sekali-kali menyamai isteri seperti seekor hewan bersenggama, tapi
hendaklah ia mendahului dengan perantaraan. Selanjutnya, ada yang bertanya: Apakah
perantaraan itu? Beliau bersabda, ”yaitu ciuman dan ucapan romantis”. (HR. Bukhâriy
dan Muslim).

5. Memuliakan Kedudukan Isteri (QS. al-Baqarah/2: 231)

”Dari Ali bin Abi Thalib, Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam, bersabda, “orang yang
paling baik diantara kamu sekalian adalah orang yang paling baik terhadap
keluarganya, saya adalah orang yang paling baik terhadap keluarga saya. Tidak ada
orang yang memuliakan wanita, kecuali dia sendiri orang yang paling hina”. (H.R. Ibnu
Asakkir).

6. Suami tidak perlu mencari-cari Kesalahan dan kekurangan isterinya (QS. Al-
Baqarah/2 : 229, 231)

"Dari Abu Hurairah radhiy Allâhu `anhu berkata, "Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa
sallam bersabda, "Seorang mukmin tidak boleh mencela seorang mukminat. Sekiranya ia
tidak senang kepada salah satu sifat wanita itu, boleh jadi ia senang kepada sifat-sifat
lainnya." (HR. Muslim).

Bahkan Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam selalu menganjurkan untuk berdo`a, diwaktu
akan bersenggama, sebagai berikut;

َ َ
‫م‬ّ ‫ َالل ّهُ ش‬،‫ه‬
ِ ‫سم ِ الل ش‬
ْ ِ‫ ب‬: ‫ل‬ َ ‫ه َقا‬ ُ َ ‫ذا آَتى أهْل‬ َ ِ‫م إ‬ ْ ُ ‫ل ل َوْ أن ّك‬َ ‫ي َقا‬ ّ ِ ‫س ي َب ْل ُغُ ب ِهِ الن ّب‬
ٍ ‫ن عَّبا‬ِ ْ‫ن ب‬ ِ َ‫ع‬
ُ‫ )َرَواه‬.‫ه‬ ُ ‫ضششُر‬
ُ َ‫م ي‬ ْ َ ‫ما وَل َد ٌل‬
َ ُ‫ى ب َي ْن َه‬
َ ‫ض‬ ِ ‫ق‬ُ َ‫ ف‬،‫ما َرَزقْت ََنا‬ َ ‫ن‬ َ ‫طا‬َ ْ ‫شي‬ ّ ‫ب ال‬ ِ ّ ‫جن‬َ َ‫ن و‬ َ ْ ‫شي‬
َ ‫طا‬ ّ ‫جن ّب َْنا ال‬
َ
(141 -‫ث‬ ٌ ْ ‫حدِي‬َ -‫ضوِْء‬ ُ ُ‫ب ال ْو‬ ُ ‫ك َِتا‬/‫ه‬ِ ‫ح‬ ِ ْ ‫حي‬ِ ‫ص‬ّ ‫ب ال‬ ِ ‫خاِرى ِفى ْالك َِتا‬ َ ُ ‫ال ْب‬

"Dari Ibnu Abbas r.a. ia menyampaikan apa yang diterima dari Nabi shall Allâhu `alaihi
66

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

wa sallam. Beliau bersabda, "Andaikata seseorang diantara kamu semua mendatangi


(menggauli) isterinya, ucapkanlah, "Bismi Allâhi, Allâhumma Jannibnâ Syaithânâ
wajannibi al-syaithânâ mâ razaqtanâ." (Dengan nama Allâh. Ya Allâh, hindarilah kami
dari syetan dan jagalah apa yang engkau rizkikan kepada kami dari syetan." Maka
apabila ditakdirkan bahwa mereka berdua akan mempunyai anak, syetan tidak akan
pernah bisa membahayakannya.” (HR. Bukhâriy dalam Kitab Shahih-nya pada Kitab
Wudhuk Hadits ke-141). Dan do`a yang selalu diamalkan,

.‫ن َزوٍْج ي ُؤِْذى‬


ْ ‫م‬
ِ َ‫ و‬,‫سوِْء‬
ُ ‫جاّر‬
َ ‫ن‬
ْ ‫م‬ ِ َ ‫فل‬
ِ َ‫ و‬,‫ة‬ ْ َ‫ب غ‬
ِ ‫ح‬
ِ ‫ص‬
َ ‫ن‬
ْ ‫م‬ َ ِ ‫م أ َّنى أ َعُوْذ ُب‬
ِ ‫ك‬ ّ ُ‫َالل ّه‬

"Ya Allâh, aku berlindung dari kawan yang lalai hatinya, tetangga yang jahat, dan isteri
yang menyakiti hati ". Semoga Allâh mengabulkan do`a kita.

7. Meluruskan kesalahan isteri dengan baik

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Dari Amru bin ‘As al-Jusyami
radhy Allâhu `anhuma. Sesungguhnya ia mendengar Rasul Allâh Shall Allâhu `alaihi wa
sallam. berkhotbah pada haji wada’, sesudah mengucapkan Hamdalah, kemudian beliau
memberi nasehat dan peringatan. Beliau bersabda, "Ketahuilah hendaklah kamu
berpesan kepada isterimu dengan baik. Karena mereka itu ibarat seorang tawanan
disisimu, yang kamu sekalian tidaklah memiliki kekuasaan sedikitpun lebih dari itu,
kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji dengan terang-terangan. Jika mereka
melakukan itu maka kurunglah ia di dalam kamar dan pukullah dengan pukulan yang
tidak menyakitkan, jika mereka telah mentaati kamu, janganlah kamu mencari-cari
alasan. Ketahuilah bahwa kamu mempunyai hak terhadap isteri-isteri kamu dan isteri
kamu pun punya hak terhadap diri kamu.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidziy).

8. Dilarang berbuat aniaya terhadap Isteri (QS. Al-Baqarah/2: 231) umpamanya:


Memaksa mereka minta cerai dengan jalan Khulu` (permintaan cerai kepada suami
dengan pembayaran yang disebut `iwadh – QS. Al-Baqarah/2: 229).

9. Membantu meringankan pekerjaan isteri (QS. Al-A’râf/7: 42)

10. Memotifasi isteri untuk selalu belajar menuntut ilmu;

H. Mas’oed Abidin 45
Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang terbaik diantara
kamu adalah yang mempelajari al-Qur'ân dan mengajarkannya." (HR. Ibnu Madjah).

ُ ْ ‫قَراَءةِ ال‬
ِ ‫قْرَءآ‬
Juga sabda beliau, "‫ن‬ ْ ُ ‫ "ن َوُّرْوا ب ُي ُوْت َك‬Terangilah Rumah Tanggamu
ِ ِ‫م ب‬
dengan bacaan al-Qur’ân." (HR. Baihaqiy).

Mendidik anak dan memuliakan ibunya (QS. Luqmân/31 : 14)

11. Menyamakan perlakuan yang baik terhadap anak-anak.

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda , "Samakanlah pemberian terhadap
anak-anakmu sekalian sebagaimana kamu senang bilamana mereka semua sama-sama
berbakti kepadamu sekalian." (HR. Muslim).

12. Mempererat hubungan isteri dengan keluarganya (QS. Muhammad/47: 22-24).


Dengan mengharap keridhaan orang tua atas hubungan tersebut. Rasul Allâh shall
Allâhu `alaihi wa sallam bersabda,

ُ‫ن )َرَواه‬ َ ْ ‫ط ال‬


ِ ْ ‫وال ِشد َي‬ ِ ‫خ‬
ْ ‫سش‬
ُ ‫ى‬ ُ ‫خ‬
ِ ‫ط الل شهِ فش‬ ْ ‫سش‬
ُ َ‫ و‬,‫ن‬ َ ْ ‫ضششى ال‬
ِ ْ ‫وال ِشد َي‬ َ ِ‫ه ِفى ر‬
ُ ‫ضى الل‬َ ِ ‫"ر‬
"(‫موِْذى‬ُ ‫ت ُْر‬

“Ridha Allâh pada keridhaan Ibu Bapak, dan kemurkaan Allâh pada kemurkaan Ibu
Bapak.” (HR. Turmûdziy).

Ini bermaksud, bahwa apapun yang kita lakukan dalam rangka mempererat hubungan
silaturahmi adalah dibawah kerelaan Ibu Bapak, tidak membedakan antara orang tua si-
isteri dengan orang tua si-suami, kedua belah pihak keluarga merasakan ikatan yang
berbasis keridhaan Allâh, dalam artian, jika telah mendapat restu darinya niscaya akan
direstui Allâh. Dan sebaliknya jika Ibu Bapak sudah marah, maka jangan harap kasih
sayang Allâh akan wujud pada kehidupan Rumah Tangga. Ingat do`a orang tua itu
manjur, apabila ia tersakiti, sempat dia berdo`a yang tidak baik, maka “kualat lo!”.

13. Membina hubungan baik dengan keluarga isteri (QS. Al-Nisâ’/4: 1)


70

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Pembinaan keluarga dimaksudkan untuk mewujudkan jalinan cinta kasih (mawaddah wa


rahmah) dalam keluarga, baik antara suami isteri, antara orang tua dengan anak-anak,
maupun diantara anak-anak sendiri. Dalam surat al-Hujurat/49 ayat 13, juga mengajarkan
kepada umat manusia untuk selalu menjalin hubungan kekeluargaan diantara sesamanya
karena silaturahmi tersebut merupakan bagian dari ketakwaan kepada Allâh subhânahu
wa ta`âlâ. Dalam sebuah hadits Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturahmi.” Dan pada hadits lain
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, beliau bersabda, “Silaturahmi, akhlak yang baik,
dan berbuat baik kepada tetangga akan memakmurkan kehidupan masyarakat dan
menambah umur (keberkahan). ”Hidup akan langgeng dan lapang dalam berbagai hal.

14. Dilarang memadu isteri dengan perempuan yang tidak disukainya (QS. Al-Nisâ’/4: 3-6).

Poligami atau beristeri lebih dari satu bukanlah suatu yang baru, yang dikenalkan dalam
ajaran Islam. Tetapi sebelum datang Islam yang meluruskan aturan tentang poligami,
poligami dilakukan tanpa batasan. Patokan dan syarat. Kemudian Islam datang dengan
aturan-aturan yang diantaranya memberikan batasan dalam hal poligami, yakni bahwa
poligami boleh dilakukan dengan tidak melebihi empat orang isteri sekaligus. Dan satu
hal yang menjadi syarat penting, adalah kemampuan berlaku adil suami terhadap isteri-
isterinya. Sebagaimana ditegaskan Allâh, “…jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, maka kawinilah seorang saja.” (QS. Al-Nisâ’/4: 3).

Hal-hal tersebut di atas untuk menghindari malapetaka penyakit menular akibat pergaulan
bebas, dan menyuburkan keturunan yang menjadi salah satu tujuan dalam berkeluarga,
dan untuk menegakkan syari`at Islam. Tapi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki,
jangan sudah jelas tidak mampu tapi mau lagi. Ini tidak dibenarkan oleh syari`at Islam.
Walaupun tujuan kita mungkin saling tolong-menolong, namun Allâh tidak akan
memberatkan untuk itu asalkan niat baik, seorang isteri harus memahami.

C. Kewajiban Isteri Terhadap Suami (Hak Suami)

1. Mentaati Perintah Suami, Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Dua
golongan yang shalatnya tidak diterima oleh Allâh, yaitu seorang hamba yang lari

H. Mas’oed Abidin 47
dari tuannya sampai ia kembali kepada mereka dan seorang isteri yang mendurhakai
suaminya sampai ia taat.” (HR. Tabraniy dan Hakim).

Namun kita berharap sebagaimana sabda Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam,

ْ َ‫جهَششا وَا َط َششاع‬


‫ت‬ ْ ‫فظ َش‬
َ ‫ت فَْر‬ ِ ‫ح‬ َ ‫ن‬
َ َ‫ششْهر و‬ َ ‫ضششا‬
َ ‫م‬
َ ‫ت َر‬
ْ ‫م‬
َ ‫صششا‬
َ َ‫سشَها و‬
َ ‫م‬
ْ ‫خ‬
َ ‫ة‬ ِ َ ‫مْرا‬
َ ْ ‫ت ال‬
ْ ّ ‫صل‬
َ ‫ذا‬َ ِ ‫"ا‬
(‫جَها )َرَواهُ الط َب َْراِنى َوالب ََزاِرى‬ َ ْ‫َزو‬

“Apabila seorang wanita yang selalu melaksanakan shalat lima waktu sehari semalam,
berpuasa di bulan Ramadhan, dan selalu menjaga kehormatannya, serta selalu ta`at
pada suaminya.” (HR. Tabraniy dan al-Bazar). Suami yang seperti inilah yang paling
bahagia, sebab semua yang diungkapkan Nabi di atas itu adalah sarana amanah yang
paling ampuh untuk meredam kemelut Rumah Tangga.

2. Mengutamakan Kepentingan Suami;

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, "Dari ‘Aisyah, radhiy Allâhu `anha
berkata, “Saya bertanya kepada Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam; siapa yang paling
besar haknya kepada seorang wanita? Sabdanya, "Suaminya, aku bertanya pula,
siapakah yang paling besar haknya kepada seorang laki-laki? Sabdanya, " Ibunya” .
(HR. Al- Nasâ’i).

3. Memberikan Layanan Keperluan Biologis Suami dengan baik. Rasul Allâh shall
Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Bila seorang suami memanggil isterinya untuk
memenuhi keperluan seksualnya, hendaklah ia penuhi, sekalipun isteri itu di atas
cerobong yang tinggi.” (HR. Al-Turmuziy dan al-Nasâ’i).

4. Ajaklah dan Bantulah Suami Mempelajari Agama; Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi
wa sallam bersabda,
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

ِ ‫مرِْال‬ َ
ُ‫ )َرَواه‬.‫ة‬
ِ ‫خَر‬ ْ ‫ة عََلى أ‬ ِ ْ‫مؤ‬
ً َ ‫من‬ ُ ‫ة‬
ً ‫ج‬ َ ‫ساًنا‬
َ ْ‫ذاك ًِرا وََزو‬ َ ‫كم قَل ًْبا‬
َ ِ ‫شاك ًِرا وَل‬ َ َ ‫خذ َ ا‬
ُ َ ‫حد‬ ِ ّ ‫ل ِي َت‬
(‫قى‬ ِ َ‫ال ْب َي ْه‬

“Hendaknya ada diantara kamu hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berzikir,
dan isteri yang beriman yang membantu melakukan urusan akhirat” (HR. Baihaqiy).
Demikian juga sabda Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam,

َ ْ ‫عها ال‬
(‫م‬
ْ ِ ‫سل‬
ْ ‫م‬
ُ ُ‫حةِ )َرَواه‬
َ ِ ‫صال‬
ّ ‫مرأةِ ال‬
َ َ ِ ‫مَتا‬
َ ِ‫خي ْر‬ َ ‫َالد ّن َْيا‬
َ َ‫مَتاعٌ و‬

“Dunia adalah perhiasan, namun sebaik-baik perhiasan adalah isteri yang shalehah”.
(HR. Muslim).

5. Mencegah suami jika mencari rezki dengan cara yang haram (QS. Al-Mâidah/5: 62),
Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Setiap daging yang tumbuh
dari yang haram, maka nerakalah yang lebih patut baginya.” (HR. Tirmidziy).

6. Menjaga Kehormatan dan Kemuliaan Suami, Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa
sallam bersabda, “Seorang isteri yang menyakiti suaminya di dunia ini, kelak pasti
isterinya dari kalangan bidadari akan mengatakan: Janganlah engkau sakiti dia,
karena Allâh akan membinasakan kamu”. (HR. Ibnu Madjah, Ahmad, dan
Tirmidziy).

7. Menjaga harta suami, Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Seorang
isteri tidak dibenarkan mempergunakan hartanya sendiri sebelum izin suaminya.”
(HR. Thabraniy).

8. Meringankan beban suami (QS. Al-Ahzâb/33: 28-29).

9. Menciptakan suasana supaya Suami betah di rumah “Rumahku adalah sorgaku”.


Syaikh Ahmad bin Harb berpendapat, “Apabila pada wanita terhimpun enam faktor,
maka sudah cukup sempurna kebaikannya, yaitu senantiasa memelihara shalat lima
waktu sehari semalam, menunjukkan taat kepada suaminya, perbuatannya selalu
pada jalan yang diridhai Allâh, tidak suka mengumpat dan memfitnah, tidak terpikat
oleh kemewahan hidup duniawi (QS. Al-Ahzâb/33: 28), dan sabar ditimpa musibah.

H. Mas’oed Abidin 49
10. Mengatur Rumah Tangga dengan baik, Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam
bersabda, “…seorang isteri adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya (bila
suami pergi) ia diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR.
Bukhâriy).

11. Memuliakan Suami (QS. Al-Nisâ’/4: 34).

ُ‫س شوَْرة‬
ُ )...‫ض‬ َ ْ ُ ‫ض شه‬ ّ َ‫مششا ف‬
َ ‫ضش‬ َ ّ ‫ن عََلى الن‬ ّ َ‫ل ق‬ َ ‫َالّر‬
ُ ‫جا‬
ٍ ‫م عَلششى ب َعْش‬ َ ْ‫ه ب َع‬
ُ ‫ل الل ش‬ َ ِ ‫سششاِء ب‬ َ ْ‫مو‬
ُ ‫وا‬
.(34 :4/‫ساِء‬
َ ّ ‫الن‬

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allâh telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan),… (QS. Al-Nisâ’/4:
34).

12. Mendidik Anak-anaknya supaya Kenal dengan Keluarganya:

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Kenalilah nasab-nasab kamu
supaya kamu dapat menjalin tali kekeluargaan, sebab tidak akan menjadi dekat keluarga
yang terputus, sekalipun ia kerabat dekat dan tidak akan menjadi jauh ikatan
kekeluargaan apabila ia disambung, sekalipun dengan keluarga jauh.” (HR. Abu Dâud).

Ini selaras dengan firman Allâh, “Sembahlah Allâh dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat
dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal bukan
dalam tujuan maksiat atau orang terlantar), dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allâh
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. Al-
Nisâ’/4: 36).

13. Mendorong Suami supaya Berbakti kepada Ibu Bapaknya:

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja sempat bertemu
dengan ibu bapaknya kemudian ia durhaka sehingga ia dapat menyebabkan masuk
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

neraka, berarti ia dijauhkan oleh Allâh (dari rahmat Nya) dan mendapat murka Allâh.”
(HR. Ahmad) dan juga bersabda, “Keridhaan Allâh terletak pada keridhaan orang
tuanya dan kemurkaan Allâh terletak pada kemurkaan kedua orang tuanya.” (HR.
Thabraniy).

14. Melapangkan waktu untuk suami berhubungan dengan saudara-saudaranya

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Pelajarilah silsilah kamu yang
dapat kamu pergunakan untuk menghubungkan tali kekeluargaan kamu, karena tali
kekeluargaan adalah kecintaan dalam keluarga, meluaskan harta dan menambah
panjang umur.” (HR. Turmuziy dan Tabraniy). Dan juga bersabda, “Siapa saja senang
rezkinya dikeluarkan dan dikekalkan keberadaannya, maka hendaklah ia senantiasa
memelihara hubungan silaturahmi (kekeluargaannya).”(HR. Bukhâriy dan Muslim).

15. Mendorong semangat jihad dan gerakan dakwah suami.

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja mati, padahal ia belum
pernah berperang dan tidak pula dalam hatinya terbersit keinginan untuk mensyi’arkan
agama, maka ia mati dalam keadaan membawa salah satu sifat kemunafikan.” (HR.
Muslim). Pada hal kalau tidak mampu ikut jihad maka membantu dengan harta atau do`a
yang sesuai dengan situasi dan kondisi dia waktu itu, sama dengan berjihad. Atau
memberi jalan untuk melakukan jihad dijalan Allâh.

Secara ringkas isteri tersebut harus: Shaleh, menjalan perintah Allâh dan Rasul-Nya;
Taat, mentaati suami selama tidak untuk hal-hal yang dimurkai Allâh; Muhâfizhât, pandai
menjaga diri dan harta suaminya ketika suaminya tidak ada di rumah; Menampakkan kepada
suami hal-hal yang dapat membahagiakannya; Pandai menjaga kehormatan dan martabat suami;
Gemar mensyukuri jerih payah suami; Dapat menciptakan suasana rumah yang nyaman, bersih
dan rapi; serta mampu mendidik anak-anak. Tentunya semua ini tidak terlepas dari kerjasama.

Hal di atas perlu di perhatikan dengan baik dan seksama, karena sangat banyak yang akan
dapat memperkeruh rumah tangga baik datangnya dari dalam maupun dari luar yang berupa
norma-norma lingkungan yang tidak kondusif dan transformasi lingkungan keluarga yang tak
sehat. Masalah akan selalu timbul, namun tugas sebagai suami isteri adalah bagaimana

H. Mas’oed Abidin 51
mengendalikan masalah itu menjadi siklus yang bermanfaat dan skala sosial yang proposional.

Diantara kebaikan yang tidak hangat, yang tersembunyi atau perilaku sebagian wanita,
adalah: sikap malu seorang wanita saat berduaan dengan suaminya di dalam kamar, atau isteri
mencegah suaminya untuk melihat atau mendengar sesuatu dari isterinya yang dapat menambah
kasih sayang antara kedua suami isteri, atau isteri tidak mau bersenda gurau dan bermanja pada
suaminya dimana hal itu dapat memberi kebahagiaan tersendiri dalam diri suami, serta dapat
menjadi penjagaannya yang kokoh dari perbuatan maksiat, bagaimanakah wanita ini terhadap
sabda Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam kepada Jabir;

َ ُ ‫عب‬
‫ك‬ ِ َ ‫عب َُها وَت ُل‬
ِ َ ‫هَل ً ِبكًرا ت َل‬

“Mengapa engkau tidak menikahi perawan agar engkau bersenda gurau dengannya dan
ia bisa bersenda gurau denganmu”. Dalam riwayat lain disebutkan;

َ ُ ‫حك‬
‫ك‬ َ ُ ‫حك َُها وَت‬
ِ ‫ضا‬ ِ ‫ضا‬
َ ُ‫ت‬

“Engkau bisa menjadikan dia tertawa dan dia bisa membuat engkau tertawa”.

Diantara godaan syetan dan bisikannya terhadap suami isteri untuk memisahkan
hubungan antara keduanya atau paling tidak untuk memperkeruh kehidupan keduanya serta
untuk merusak hubungan kasih sayang diantara mereka adalah: memasukkan prasangka kepada
satu diantara keduanya bahwa pasangan hidupnya bukanlah orang yang didambakan, lalu
prasangka ini secara berlahan tapi pasti berupah menjadi ketidakpuasan menjadi kebencian
kemudian dilampiaskan dalam prilaku dan sikap tidak baik. Bagi orang berakal hendaknya ia
tidak membiarkan hal itu menyelimuti dirinya dan hendaknya ia memohon perlindungan kepada
Allâh dari godaan syetan, jika tidak hendaknya ia bertanya pada dirinya apakah ini dari syetan
atau dari prasangka saya belaka?.

Perceraian dapat juga terjadi akibat pekerjaan para tukang sihir, yang mempelajari ilmu
sihir dari orang jahat pura-pura saleh seperti Malaikat, untuk menceraikan suami isteri. Seperti
digambarkan dalam QS. Al-Baqarah/2: 102.
78

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Keluarga adalah masyarakat kecil dan merupakan satu pilar diantara pilar-pilar
masyarakat besar, umat manusia tidak lain hanyalah merupakan perkumpulan keluarga-keluarga,
semakin kuat pilar suatu bangunan maka semakin kuat pula bangunan itu. Allâh subhânahu wa
ta`âlâ berfirman, “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin
Allâh, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanaman tumbuh merana.” (QS. Al-A`râf/7: 58).

Banyak penyebab yang akan memecahkan hubungan rumah tangga, seperti yang
terungkap dalam firman Allâh berikut;

‫ن‬ َ ‫طي‬ِ ‫ش شَيا‬ ّ ‫ن ال‬ ّ ‫كشش‬ِ َ ‫ن وَل‬ ُ ‫ما‬ َ ْ ‫س شل َي‬


ُ ‫فَر‬ َ َ ‫مششاك‬ َ َ‫ن و‬ َ ‫ما‬ َ ْ ‫سششل َي‬ُ ‫ك‬ ِ ‫مْلشش‬ُ ‫ن عََلششى‬ ُ ‫طي‬ِ ‫ش شَيا‬ ّ ‫مششا ت َت ُْلوال‬ َ ‫َوات ّب َُعوا‬
‫ن‬ َ ّ ‫ما ي ُعَل‬
ِ ‫مششا‬ َ َ‫ت و‬ َ ‫ماُرو‬ َ َ‫ت و‬ َ ‫هاُرو‬ َ ‫ل‬ َ ِ ‫ن ب َِباب‬ َ َ ْ ‫ل عََلى ال‬
ِ ْ ‫ملك َي‬ َ ِ‫ماأ ُن ْز‬ َ َ‫حَرو‬ْ ‫س‬ ّ ‫س ال‬ َ ‫ن الّنا‬ َ ‫مو‬ ُ ّ ‫فُرواي ُعَل‬ َ َ‫ك‬
َ ‫م‬
ِ‫مششْرء‬ َ ْ ‫ن ال‬ َ ْ ‫ن ب ِهِ ب َي‬َ ‫فّرُقو‬ َ ُ ‫ما ي‬ َ ‫ما‬َ ُ‫من ْه‬ ِ ‫ن‬ َ ‫مو‬ ُ ّ ‫فْر فَي َت َعَل‬ ُ ْ ‫ة فل ت َك‬ ٌ َ ‫ن فِت ْن‬ُ ‫ح‬ ْ َ ‫ما ن‬
َ ّ ‫قول إ ِن‬ ُ َ ‫حّتى ي‬ َ ٍ‫حد‬ َ ‫نأ‬ ْ ِ
َ ‫وزوجه وما هُم بضارين به م‬
‫م‬
ْ ‫فعُهُش‬ َ ْ ‫م َول ي َن‬ ْ ُ‫ضشّره‬ ُ َ ‫مششا ي‬ َ ‫ن‬ َ ‫مششو‬ ُ ّ ‫ن الل ّشهِ وَي َت َعَل‬ ِ ْ ‫حشدٍ ِإل ب ِشإ ِذ‬ َ ‫نأ‬ ْ ِ ِ ِ َ ّ َ ِ ْ َ َ ِ ِ ْ ََ
‫م‬ْ ُ ‫س شه‬َ ‫ف‬ ُ ْ ‫ششَرْواب ِهِ أ َن‬ َ ‫ما‬ َ ‫س‬ َ ْ ‫ق وَل َب ِئ‬ ٍ َ ‫خل‬ َ ‫ن‬ ْ ‫مش‬ ِ ِ‫خشَرة‬ ِ ‫ه فِششي ال‬ ُ ‫مشا َلش‬ َ ُ‫ششت ََراه‬ ْ ‫نا‬ ِ ‫مش‬ َ َ ‫موا ل‬ ُ ِ ‫قد ْ عَل‬َ َ ‫وَل‬
(102 :2/‫ة‬ ِ ‫قَر‬َ َ ‫سوَْرةُ ال ْب‬ ُ ) (102)‫ن‬ َ ‫مو‬ ُ َ ‫كاُنوا ي َعْل‬ َ ْ‫ل َو‬

“Dan mereka mengikuti apa12 yang dibaca oleh syetan-syetan13 pada masa kerajaan Sulaiman
(dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir
(tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka
mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat14 di
negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada
seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu
janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan
sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya15. Dan mereka itu
(ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin
Allâh. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi
manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa siapa saja yang menukarnya (kitab
12Maksudnya kitab-kitab sihir.
13Syaitan-syaitan itu menyebarkan berita-berita bohong, bahwa Nabi Sulaiman menyimpan lembaran-
lembaran sihir. (Ibnu Katsir).
14Para mufassir berbeda pendapat tentang yang dimaksud dengan 2 orang Malaikat ini. Ada yang
berpendapat, mereka betul-betul Malaikat dan ada pula yang berpendapat, dua orang jahat yang berpura-pura shaleh
seperti Malaikat.
15Bermacam-macam sihir yang dikerjakan orang Yahudi, sampai kepada sihir untuk mencerai-beraikan
hubungan suami isteri.

H. Mas’oed Abidin 53
Allâh) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan
mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-Baqarah/2: 102).

Demikianlah peristiwa demi peristiwa di alami manusia itu semua adalah tujuan
penciptaan manusia yaitu untuk mengabdi dengan seleksi yang beragam dengan ujian-ujian yang
beragam pula. Semuanya punya fungsi, dan bergerak sesuai dengan andil masing-masing. Hanya
yang membedakan mereka adalah ketakwaan dan sejauhmana kebaikan yang dilakukannya
selama dalam proses. Yaitu dalam dunia fana ini. Demikian juga halnya sarana dan prasana yang
telah disiapkan oleh Allâh untuk menunjang penyelesaian masalah demi masalah tersebut dengan
al-Qur'ân dan al-Sunnah Nabi-Nya, serta fatwa-fatwa para mu`allimin, yang teguh dalam dua hal
tersebut. Sebagaimana yang dikenal yaitu hasil ijtihad untuk pribadi dan ijma` untuk kelompok
mereka.

D. Cara Menangkal dan Menanggulangi Sihir

Syaikh bin Baz menjelaskan cara menjaga diri dari bahaya sihir ataupun kalau sudah terjadi,
maka yang terpenting adalah melakukan dzikir yang disyari`atkan, membaca do`a dan ta`audz
(minta perlindungan kepada Allâh subhânahu wa ta`âlâ }, sesuai dengan tuntunan Rasul Allâh
shall Allâhu `alaihi wa sallam diantaranya:

1. Membaca ayat kursi (QS. Al-Baqarah/2: 255).

2. Membaca surat QS. al-Ikhlas/112: 1 – 4, al-Falaq/113: 1-5, dan al-Nâs/114: 1 – 6,


sebanyak 3 kali tiap selesai shalat 5 waktu. Sesudah subuh dan maghrib masing-masing 3
kali.

3. Membaca dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah/2 : 285 – 286).

4. Banyak berlindung dengan kalimat-kalimat Allâh yang sempurna. Sebagaimana sabda


Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam, “siapa saja yang berhenti di suatu tempat
dan dia mengucapkan,

,‫ق‬ َ
َ َ ‫خل‬
َ ‫ما‬ َ ‫ن‬
َ ‫شّر‬ ْ ‫م‬
ِ ‫ت‬
ِ ‫ما‬
َ ‫ت اللهِ الّتا‬ َ ِ ‫أعُوْذ ُب ِك َل‬
ِ ‫م‬
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allâh yang sempurna dari kejahatan makhluk
ciptaan-Nya,”

maka tidak ada satu pun yang membahayakannya sampai ia pergi dari tempat itu.” (HR.
Muslim).

5. Membaca do`a berikut 3 kali pada pagi dan menjelang malam;

َ ْ ُ َ ‫سم ِ اللهِ ال ّذِيْ ل َ ي‬


ُ‫مي ْع‬
ِ ‫س‬
ّ ‫ماِء وَهُوَ ال‬
َ ‫س‬ ْ ِ‫ض وَل َ ف‬
ّ ‫ي ال‬ ِ ‫ي الْر‬ْ ِ‫ئ ف‬ َ ِ ‫مه‬
ٌ ْ ‫شي‬ ِ ‫س‬ ْ ‫مع َ ا‬ َ ‫ضّر‬ ْ ِ‫ب‬
َ
(‫ذى‬ ِ ‫م‬ِ ‫داوُد ٌ َوالت ّْر‬ ُ ْ ‫ْالَعال ِي‬
َ ْ‫ )َرَواهُ أب ُو‬.‫م‬

“Dengan nama Allâh, tidak ada yang membahayakan bersama nama-Nya sesuatu pun
yang ada di bumi dan di langit, Dia Maha Mendengar dan Mengetahui.” (HR. Abu
Daud dan al-Tirmidziy).

Dan bacaan yang sesuai dengan Al-Qur’ân dan Hadits Shahih, dan bukan bacaan para
dukun yang sesat dan menyesatkan. Terutama sekali surat/ayat Kursi (QS. Al-Baqarah/2:
255), Al-Kâfirûn, Al-Ikhlâsh, Al-Falaq, Al-Nâs, Al-A`râf/7: 117-119, surat Yûsuf/12: 79-82,
dan Thâhâ/20: 65-69. semua ayat ini biasa digunakan untuk meruqyah atau memantra
penyakit yang diakibatkan oleh sihir.

Seseorang wajib menjaga dirinya dari bahaya sihir dengan jalan selalu mendekat diri
kepada Allâh. Apakah datang dari orang lain atau dari sikap sendiri sehingga memudahkan
syetan menghampiri jiwanya. Dan saat-saat yang bersamaan ia akan terjemak kepada
kemusyrikan. Hal ini diperingatkan oleh Allâh,

‫ة‬ َ ‫جاَرةُ عَل َي َْها‬


ٌ َ ‫ملئ ِك‬ ِ ْ ‫س َوال‬
َ ‫ح‬ ُ ‫ها الّنا‬َ ُ ‫م َناًرا وّقُوْد‬ْ ُ ‫م وَا َهْل ِي ْك‬ْ ُ ‫سك‬َ ‫ف‬ُ ْ ‫وا ا َن‬
ْ ُ‫مُنوا ق‬َ ‫ن َءا‬ َ ْ ‫ي َا َي َّها ال ّذِي‬
.‫ن‬ َ ْ‫ماي ُؤ‬
َ ْ‫مُرو‬ َ ‫ن‬َ ْ‫فعَل ُو‬ْ َ ‫م وَي‬ ْ ُ‫مَره‬ َ َ ‫مآا‬
َ ‫ه‬َ ‫ن الل‬ ُ ْ‫داد ٌ ل َي َع‬
َ ْ‫صو‬ َ ‫ش‬ ِ ‫ظ‬ ٌ َ ‫ِغل‬

“Hai Orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang

H. Mas’oed Abidin 55
keras, yang tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. Al-Tahrîm/66: 6). Semoga kita selalu
menjaganya.

Ingatlah, sesungguhnya penyihir adalah objek dari neraka, karena efek dari perbuatannya
sendiri, dan yang kena sihir juga ikut korban terperosot dalam perbuatan syetan. Sedangkan
korbannya akan terbebas dari dosa, karena sesuatu yang dipaksakan pada seseorang padahal
ia tidak berniat sedikitpun untuk melakukan kesalahan. Ini termasuk rukhshah dari Allâh.

Demikian juga masyarakat yang ada disekitarnya, harus memberantas dengan segala
kemampuannya terhadap perlakuan yang tidak benar ini. Salah satunya mendukung dan
melaksanakan ajaran Islam serta menegakkan syari`at-Nya dengan benar.
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

BAB IV

TUNTUNAN UNTUK MEMBENTUK

KELUARGA SAKINAH

1. Sebelum Nikah

Sebelum melangsungkan akad pernikahan maka hendaklah seorang perempuan


memperhatikan calon suaminya atau laki-laki memperhatikan calon isterinya. Ulama telah
memberikan kriteria perempuan yang baik dan begitu juga dengan laki-laki. Menurut Subki
Junaedi, kriteria isteri yang baik itu menurut Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam
menggaris bawahi dengan sabdanya;

.‫ل‬ َ
ُ ِ ‫خال‬
َ ُ‫ن ي‬
ْ ‫م‬
َ ‫م‬ َ ‫خل ِي ْل ِهِ فَل ْي َن ْظ ُُر أ‬
ْ ُ ‫حد ُك‬ َ ‫ن‬
ِ ْ ‫دي‬ ِ َ ‫مْرُء عَل‬
‫ى‬ َ ْ ‫ا َل‬

“Seseorang wanita akan mengikuti pendirian sahabat karibnya, karena itu hendaknya
seseorang itu memperhatikan, siapa yang harus dikawininya”.

Ungkapan itu disambut dengan sebuah sya`ir,

“Kawini wanita yang kecil lalu kupenuhi, kendaraan yang lebih kusukai adalah yang belum
dikendarai. Banyak biji permata yang berlubang, lalu diuntai, tetapi ada juga yang belum
berlubang. Diteruskan,

“Sungguh kendaraan yang dikendarai tidak akan lezat, sebelum diikat dan diatur tali
penambat. Permata bagi pemiliknya belum berarti, sehingga diuntai dengan rapi dan
dilubangi.

H. Mas’oed Abidin 57
84

Hal-hal yang mesti diperhatikan sebelum melangsungkan pernikahan sebagai berikut;

1. Kriteri Memilih Pasangan Hidup Perempuan:

a. Beragama Islam dan beramal shaleh (QS. Al-Nisâ’/4: 34)

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Perempuan dinikahi karena
empat faktor: Pertama, karena harta; Kedua, karena kecantikan; Ketiga, kedudukan;
dan Keempat, karena agamanya. Maka hendaklah engkau pilih yang taat beragama,
engkau pasti bahagia.” (HR. Bukhâriy dan Muslim).

b. Berasal dari keturunan yang baik-baik

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah oleh kamu sicantik
yang beracun!, lalu sahabat bertanya: “Wahai Rasul Allâh, siapakah perempuan
yang beracun itu? jawab Rasul Allâh,”Perempuan yang cantik tapi berada dalam
lingkungan yang jahat.” (HR. Dâr al-Quthniy).

c. Masih perawan

Diriwayatkan dari Jabir, Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Rasul Allâh telah berkata kepadanya, kata Beliau: “Hai Jabir,
apakah engkau kawin dengan perawan atau dengan janda?” Jawab Jabir: “Saya
kawin dengan janda”. Kata beliau: “Alangkah baiknya jika engkau kawin dengan
perawan. Engkau dapat menjadi hiburan baginya dan diapun menjadi hiburan
bagimu.” (HR. Jama’ah).

d. Carilah perempuan yang Sehat atau tidak Mandul


Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Dari Mu’qil bin Yasar,
katanya telah datang seorang laki-laki kepada Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam.
Kata laki-laki itu, “Saya telah mendapat seorang perempuan yang bangsawan dan
cantik tapi hanya dia tidak beranak (mandul). Baikkah saya kawin dengan dia ?”.
Jawab Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam, “Jangan”, kemudian laki-laki itu datang
untuk kedua kalinya dan Nabi tetap melarangnya. Kemudian pada kali ketiga laki-
laki itu datang lagi. Nabi bersabda: “Kawinlah dengan yang dikasihi dan
berkembang menghasilkan keturunan (subur)”. (HR. Abu Dâud dan Al-Nasâ’i).

2. Adapun kriteria laki-laki yang baik untuk calon suami adalah:

a. Laki-laki yang beragama Islam dan shaleh (QS. Al-Nûr/24: 3 dan 26).

b. Mempunyai kemampuan untuk membiayai kehidupan Rumah Tangga (sesuai dengan


hadits Mutafaqq `alaihi – “yâ ma`syar al-syabâb”).

c. Cerdas dan Sehat (layak untuk berumah tangga, baik jasmani dan rohani). dan

d. Cakap Hukum (Baligh).

15. Sesudah Akad Nikah

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa setelah akad nikah dilaksanakan, maka suami isteri
mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Tujuan diperjelas hak dan kewajiban masing-
masing adalah untuk tercapainya tujuan perkawinan itu sendiri, yaitu membentuk keluarga
bahagia dan kekal sebagaimana yang telah diatur dalam syari’at Islam.

Sesudah akad nikah semua orang pasti berkeinginan untuk hidup bahagia, kekal dan
langgeng, tapi kenyataan dilapangan masih terdapat sebuah penjara di rumah tangga. Rumahku
adalah syorgaku hanya dalam mimpi belaka.

Prof. Dr. Zakiah Darajat dalam bukunya “Ketenangan dan Kebahagiaan Dalam

H. Mas’oed Abidin 59
Keluarga” memberikan 5 (lima) resep mewujudkan keluarga tenang dan bahagia, yaitu:

1. Saling Mengerti antara Suami-isteri

Seorang suami atau isteri harus tahu latar belakang pribadi masing-masing. Karena
pengetahuan terhadap latar belakang pribadi masing-masing adalah sebagai dasar untuk
menjalin komunikasi masing-masing. Dan dari sinilah seorang suami atau isteri tidak akan
memaksakan egonya. Banyak keluarga hancur, disebabkan oleh sifat egoisme. Ini artinya
seorang suami tetap bertahan dengan keinginannya dan begitu pula isteri.

Seorang suami atau isteri hendaklah mengetahui hal-hal sebagai berikut :

a. Perjalanan hidup masing-masing

b. Adat istiadat daerah masing-masing (jika suami isteri berbeda suku dan
atau daerah)

c. Kebiasaan masing-masing

d. Selera

e. Kesukaan atau hobi

f. Pendidikan

g. Karakter/sikap pribadi secara proporsional (baik dari masing-masing,


maupun dari orang-orang terdekatnya. Seperti orang tua, teman ataupun
saudaranya), Dan yang relevan dengan ketentuan yang dibenarkan
syari`at.

2. Saling Menerima

Sebagai suami isteri haruslah saling menerima satu sama lain. Bukankah suami isteri
ibarat satu tubuh dua nyawa, tidak salah kiranya suami suka warna merah, si isteri suka
warna putih untuk apa ditolak. Jika warna merah dicampur dengan warna putih, maka akan
terlihat keindahannya. Sikap ini telah dibuktikan dengan tindakan nabi menikahi Zainab binti
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Jakhsy, mantan isteri anak angkatnya yaitu Zaid bin Haritsah yang telah dibahas sebelumnya.
Keminderan yang dimiliki Zaid bin Haritsah telah membuat tanggungjawab tersebut mesti
dipindahkan kepada orang yang lebih optimis dan sepadan.

3. Saling Menghargai

Seorang suami atau isteri hendaklah saling menghargai:

a. Perkataan dan perasaan masing-masing

b. Bakat dan keinginan masing-masing

c. Menghargai keluarga masing-masing

Sikap saling menghargai adalah sebuah jembatan menuju terkaitnya perasaan antara
suami-isteri.

4. Saling Mempercayai

Jika suami isteri saling mempercayai, maka kemerdekaan akan terasa dan kemajuan pun
meningkat, serta hal ini merupakan amanah Allâh.

5. Saling Mencintai

Suami isteri saling mencintai akan memunculkan beberapa hal :

a. Lemah lembut dalam bicara

b. Akan selalu menunjukkan perhatian

c. Selalu bijaksana dalam pergaulan

d. Tidak mudah tersinggung

e. Batin masing-masing akan selalu tenteram

Dari uraian di atas dipahami bahwa tumbuhan yang dirawat dan diperhatikan akan
tumbuh dengan subur, dan tidak sama dengan tumbuhan yang tidak diperhatikan sama sekali.

H. Mas’oed Abidin 61
Artinya suami atau isteri harus selalu merawat dan memupuk lima poin di atas guna tercapainya
keluarga bahagia dan kekal beradasarkan Syari’at Islam.

A. Kenapa Siti Khadijah Sangat Dicintai Rasul Allâh ?.

Siti Khadijah adalah isteri pertama nabi Muhammad shall Allâhu `alaihi wa sallam, dan
beliau tidak menikah lagi sampai Siti Khadijah meninggal dunia, demikianlah hubungan kasih
sayang di antara beliau dan isterinya. Karena hal tersebut menjadi skenario yang bijak menurut
kehendak Allâh, dan sesuai dengan firman-Nya,

َ ُ ‫فسك‬ َ َ
‫ن‬
ّ ِ‫ة إ‬
ً ‫م‬
َ ‫ح‬
ْ ‫موَد ّةً وََر‬ ْ ُ ‫ل ب َي ْن َك‬
َ ‫م‬ َ َ‫واا ِل َي َْهاو‬
َ َ ‫جع‬ ْ ُ ‫سك ُن‬
ْ َ ‫جال ِت‬
ً ‫م أْزَوا‬
ْ ِ ُ ْ ‫ن أن‬
ْ ‫م‬ ِ ‫م‬ ْ ُ ‫خل َقَ ل َك‬
َ ‫ن‬ْ ‫ن آَيات ِهِ أ‬ْ ‫م‬ِ َ‫و‬
(21 :30/‫م‬ ِ ْ‫سوَْرةُ الّرو‬ َ ْ‫فك ُّرو‬
ُ ) .‫ن‬ َ َ ‫قوْم ٍ ي َت‬ َ ّ‫ت ل‬ َ ِ ‫ذال‬
ٍ ‫ك ل َيا‬ َ ‫ي‬ ْ ِ‫ف‬

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”. (QS. Al-Rûm/30: 21)

Khadijah binti Khuwailid, memandang Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam adalah orang
yang sangat cerdas, jujur, seakan-akan Khadijah telah mendapatkan barangnya yang hilang,
dikarenakan selama beliau berdagang tidak pernah dilihatnya. Atas keterangan pembantunya
Maisarah, beliau menjadi tertarik pada Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam. Akad nikah
dilaksanakan, dihadiri oleh Bani Hasyim dan para Pemuka Bani Mudhar, maskawinnya dua
puluh ekor onta. Khadijah adalah orang yang pertama dinikahi Nabi shall Allâhu `alaihi wa
sallam, beliau tak pernah nikah sampai Khadijah meninggal dunia. Semua putera-puteri beliau,
selain Ibrahim yang dilahirkan dari Maria Al-Qibthiyah, dilahirkan dari Khadijah. Yang pertama
adalah Al-Qasim dan dengan nama ini beliau dijuluki (Abu al-Qasim), kemudian Zainab,
Quqayyah, Umm Kultsum, Fathimah dan Abdullah. Semua putra beliau meninggal dunia selagi
kecil. Sedangkan semua puteri beliau sempat menemui Islam serta ikut hijrah. Hanya saja
mereka semua meninggal dunia selagi beliau masih hidup, kecuali Fathimah. Dia meninggal
dunia enam bulan setelah Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam wafat.
90

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Tercatat dalam sejarah, bahwa Siti Khadijah binti Khuwailid adalah isteri Nabi yang
sangat ia cintai dan menduduki tempat yang khusus di dalam lubuk hati Rasul Allâh shall Allâhu
`alaihi wa sallam, selalu diceritakan dan disebut-sebut oleh beliau kepada isteri-isterinya yang
lain. Pernah satu kali Siti Aisyah berkata kepada Nabi Muhammad kira-kira, “Apakah yang
harus diingat-ingat lagi kepada perempuan tua itu …!”, Merah padam muka Rasul Allâh pada
waktu itu menahan marahnya terhadap Siti `Aisyah.

Karena sangat cinta Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam. Apabila Muhammad kebetulan
memotong kambing, maka Nabi selalu menyuruh supaya sebagian dari daging kambing itu
diberikan kepada orang-orang yang sebaya dengannya/teman-teman akrab Siti Khadijah, yang
mengembalikan ingatan beliau kepada isteri yang terkesan di lubuk hatinya itu.

Begitulah cintanya Nabi Muhammad kepada Siti Khadijah yang perlu dikaji bagi kaum
ibu khususnya sehingga bagi kaum bapak ia akan berkata, “Rumahku adalah syorgaku”.

Kenapa Nabi sangat cinta kepada Siti Khadijah, ini pernah dikemukakan Nabi dengan
kata-kata, “Sesunguhnya demi Allâh! Tuhan tidak menggantikan bagiku isteri yang lebih baik
dari pada Khadijah. Dia beriman bersama-samaku di waktu manusia yang lain masih engkar.
Dia membenarkan aku dikala manusia yang lain mendustakan, ia melapangkan aku dengan
mengorbankan harta bendanya di waktu manusia yang lain tidak mau memberi. Tuhan
mengaruniakan kepada kami anak-anak yang tidak kunikmati dari isteri-isteri yang lain”.

Dari ungkapan Nabi di atas, dikatakan ada empat sebab Siti Khadijah sehingga Nabi
shall Allâhu `alaihi wa sallam sangat cinta kepadanya, yaitu:

1. Khadijah tetap beriman kepada Nabi, dikala manusia yang lain masih engkar, dengan
tulus dan ikhlas.

Suatu hal yang memberi kesan pada diri Nabi disaat orang tak mau beriman kepadanya
lalu muncul seorang yang tanpa ragu siap untuk beriman. Pada saat itu sangat terangkat
jiwanya, Khadijah beriman kepada Muhammad bukan karena faktor kekayaan tapi
berdasarkan kejujuran yang muncul dari diri Nabi Muhammad shall Allâhu `alaihi wa
sallam.

H. Mas’oed Abidin 63
Iman adalah suatu keyakinan yang melekat dalam hati dinyatakan dengan lisan,
diamalkan dengan panca indera. Kalau kita kaitkan iman ini dengan keyakinan seorang
isteri kepada suaminya adalah suatu prinsip dasar dan keyakinannya bahwa suaminya
sangat mencintainya.

Kepercayaan seorang isteri kepada suaminya itu harus dipelihara dan ditunjukkan dalam
ucapan, tindakan, namun demikian kepercayaan yang berlebih-lebihan tidak baik pula.
Misalnya suami terlambat pulang, tidak ditanya atau tidak pulang semalaman tidak ada
pertanyaan apapun dan tentu akan menimbulkan efek lain misalnya suami merasa tidak
diperhatikan. Siti Khadijah adalah orang yang sangat bijak dalam hal ini.

2. Khadijah selalu membenarkan apasaja yang disampaikan suaminya. Khadijah adalah


orang yang ta’at kepada suaminya. Dalam hal ini timbul pertanyaan, ialah kalau yang
dikatakan itu benar bagaimana kalau yang salah. Kalau suami berkata yang salah,
perkataan itu dengarkan dulu sampai dia selesai bicara, hendaknya isteri menyanggah
atau meluruskan dengan intonasi kewanitaannya dan mengemukakan bukti-bukti yang
memungkinkan. Kalau ia tak mau memahami, tentu dituntut kesabaran si isteri, kan orang
bijak pernah berkata, "menghadapi suami sama halnya dengan anak TK yang sudah
besar". Inilah yang selalu dipelihara oleh Siti Khadijah dalam keluarganya.

3. Khadijah adalah isteri yang mau berkorban untuk kepentingan suaminya.

Siti Khadijah adalah seorang isteri yang mau mengorbankan hartanya untuk kepentingan
suaminya. Ia sangat merasakan miliknya adalah milik suaminya, cita-cita suaminya
adalah cita-citanya, ke bukit sama mendaki ke lurah sama menurun. Tidak jalan sendiri-
sendiri.

4. Memperoleh keturunan dari Khadijah, anak-anak beliau tidak satupun yang mengingkari
beliau, sama-sama beriman kepada Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam.

Itulah empat keistimewaan Khadijah yang menjadi sebab kenapa Nabi sangat cinta
kepadanya, yang patut ditauladani oleh para ibu atau isteri-isteri orang yang beriman dan shaleh.
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Karena tauladan yang paling baik bagi kaum wanita itu adalah umm al-mukminîn yakni para
isteri Nabi Muhammad shall Allâhu `alaihi wa sallam.

1. Masih Hangatkah Ranjang Anda ?

Hubungan intim itu seperti keperluan makan dan minum, kalau tidak ada variasi kan
bosan juga. Bukan tidak mungkin lama-lama ranjang Anda menjadi dingin dan membosankan.
“Banyak sekali pasangan yang baru menikah dua sampai tiga tahun sudah bosan-bosanan, ”jelas
seksolog dr. Boyke Dian Nugraha”. Bagaimana mempertahankan kehangatan ranjang Anda, dr.
Boyke memberikan beberapa kiat, sebagai berikut;

1. Harus Ada Rasa Cinta

Harus disadari dulu bahwa hubungan seks itu bukan hubungan kelamin saja. Tapi yang
terpenting dan harus dibina adalah komunikasi intim. Dalam menghangatkan ranjang ini
kedua pasangan harus mampu memberikan hubungan intim yang saling memuaskan.

Dalam hubungan intim harus ada rasa cinta. Nah, rasa cinta antara suami isteri itu harus
dibangkitkan. Untuk itu, upayakan agar pasangan itu selalu masih seperti pacaran. Banyak
sekali pasangan yang mengeluh, baru menikah tiga sampai empat tahun sudah bosanan.
Manggilnya sudah tidak lagi “Sayang” atau “Yang”, tapi si isteri dipanggil “`ndut” atau si
suami dipanggil "Botak". Ini tidak baik, walaupun memanggilnya secara bercanda.

Rasa cinta itu harus dipupuk, tetaplah nonton sekali atau dua kali sebulan film-film
romantis seperti Titanic. Waktu untuk nonton itu sediakan, nggak usah harus malam minggu.
Nontonlah film yang menyegarkan. Kita bisa melihat atau belajar cara mereka berkomunikasi
dalam film itu. salah satu film bagus yang ditayangkan TPI, A Little Hous, dapat menjadi
pilihan. Film ini bercerita tentang satu keluarga yang mesra yang harmonis. Kita bisa lihat
bagaimana mereka berkomunikasi.

2. Komunikasi Intim

Komunikasi intim ini sangat penting dalam menghangatkan hubungan suami isteri.
Komunikasi intim itu adalah suatu cara agar pasangan berusaha mendengarkan apa yang
diutarakan pasangannya, belajar jadi pendengar yang baik. Maunya apa sih? Jangan

H. Mas’oed Abidin 65
berkomentar dulu deh.

Kalau susah ngomong, tulis surat, dalam perkawinan itu diupayakan suatu wahana,
misalnya setahun perkawinan, tulislah apa yang diinginkan pada perkawinan yang akan
datang. Sedangkan suami menulis apa yang tidak disukai dari isterinya, misalnya tak pernah
masak lagi atau bikin minum. Tuliskan, ‘Saya harap perkawinan pada tahun kedua ini tidak
menjadi layu.’

Tulisan ini diberikan pada hari ulang tahun perkawinan, di suatu tempat berdua saja. Itu
salah satu cara berkomunikasi. Kalau diungkapkan secara verbal, takutnya jadi berantem,
“Ah, kamu juga nggak mau antar-antar saya.” Akhirnya berantem, mendingan ditulis apa
yang diinginkan termasuk masalah seks.

3. Gabungan Panca Indera

Seks adalah gabungan dari seluruh panca indera-mata, hidung, penciuman, perasaan,
sentuhan, gunakanlah semua itu. Supaya suami tetap hangat, rawatlah badan agar tetap
bugar, pergi ke salon memperhalus kulit wajah. Pakai pemerah bibir yang sekarang macam-
macam rasanya.

Jaga kebersihan ranjang, jangan sampai bau pipis, misalnya. Ganti sprei kalau sudah bau
tak sedap, jangan warna yang itu-itu saja. Mingu ini warna biru, minggu berikut pink. Taburi
ranjang dengan bunga melati atau mawar, agar harum atau semprotkan minyak wangi.

Minyak wangi isteri jangan seperti minyak sinyongnyong, ganti-ganti dong. Nggak usah
yang mahal, produk dalam negeri juga banyak yang enak wanginya, atau aroma yang dapat
menyamankan suasana.

2. Ungkapkan Kalau Anda Puas

Suasana kamar saat berhubungan intim harus diperhatikan, jangan gelap terus. Sekali-kali
remang-remang, lain hari terang benderang. Hubungan intim tidak selalu di atas ranjang,
sekali-kali di atas karpet. Mandi berdua, saling keramas. Asal tidak melakukan hal yang
dilarang seperti oral sex. Dan tetap menjaga sikap yang lembut dan takwa kepada Allâh
(pen-).
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Sediakan minuman ringan atau buah ditepi ranjang, sebelum bermesraan minum atau
makan buah. Perbanyaklah sentuhan dengan bibir, tangan, mata dan hidung. Bau badan dan
kebersihan busana harus diperhatikan. Jangan pakai daster melulu, pakailah busana yang
bersih dan menarik. Ungkapkanlah kalau Anda merasa puas, itu merupakan rintihan-rintihan
bahwa pasangan Anda merasa puas. Jangan lupa ucapkan terima kasih pada pasangan,
“terima kasih saya puas sekali malam ini, kamu memang hebat.” Itu membuat si suami
merasa jantan dan si isteri merasa bahagia.

Kepuasan itu tergantung pada keadaan psikologis antara suami-isteri, bagaimana tehnik
yang akan dilakukan asalkan tidak bertentangan dengan asas saling menghargai kondisi pada
saat melakukannya. Tidak tergantung pada seberapa kuatnya untuk melakukan hubungan
tersebut.

1. Pergi ke Hotel

Kalau isteri tidak puas, ungkapkan saja, tentunya dengan kalimat-kalimat yang enak.
Misalnya, “Mas kita berobat yuk, kayaknya saya sudah deh mencapai klimaks. Mungkin
sentuhan-sentuhan kamu tidak mengena, kita konsultasi sama dokter”.

Banyak pasangan yang konsultasi, kebanyakan karena isteri tidak puas. Teknik suami
yang sangat kurang, maunya tembak langsung. Kalau misalnya mampu, silahkan melakukan
sekstorasi berdua agar mengetahui bagian tubuh isteri yang mana harus disentuh. Ini sangat
diperlukan dalam menghangatkan ranjang.

Mengatasi budaya malu, komunikasi intim harus ditingkatkan. Kalau sudah mulai dingin,
lakukan bulan madu kedua, pergi ke hotel, anak-anak dititipkan ke rumah nenek. Ini juga
bisa menghangatkan ranjang. Melakukan hubungan intim di hotel yang menghadap ke laut.
Makan dengan lilin berdua di hotel.

2. Perlu yang liar

Melakukan seks itu tidak harus malam, kapan saja. Dan tidak selalu direncanakan,
misalnya isteri lagi dandan, pakai kebaya, kelihatan seksi sekali. Terus suami minta
hubungan intim, jangan ditolak. Kadang seks itu perlu yang liar, jangan selalu terjadwal dan

H. Mas’oed Abidin 67
selalu di tempat tidur.

Menolak yang enak, bicara yang sopan, jangan teriak, “Ah, nggak mau saya lagi capek,
aku malas.” Bisa kan dengan bahasa yang halus, “Pa, saya masih capek, bener lho, saya tidur
dulu, setelah itu baru kita melakukannya biar sama-sama enak.

Jangan sekali-kali menolak suami yang minta hubungan intim, itu keperluan seperti
makan dan tidur. Tapi minta pengertian suami menundanya, tidur dulu, lakukan tengah
malam, menjelang pukul 01.00 WIB. Jangan menggunakan obat-obatan untuk
menghangatkan ranjang karena bisa jadi ketergantungan.
100

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

BAB V

ETIKA HUBUNGAN SEKSUAL

DALAM ISLAM

i.Hubungan Seksual Suami-Isteri

Hubungan sex, antara suami-isteri merupakan sunnah dan beribadah melakukannya.


Sewajarnyalah ibadah yang dilakukan serta menjaga hal-hal yang dapat merusaknya, melakukan
selain pada tempat yang wajar seperti lewat dubur, setelah melakukan sex (coitus), diceritakan
pada orang lain, nah ini tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya, karena ada dalil
yang melarang hal itu.

Sebagaimana diketahui, bahwa seorang Muslim tidak boleh malu untuk menanyakan apa
saja yang berkaitan dengan hukum agama, baik yang bersifat umum maupun pribadi.

Sebuah pertanyaan mungkin muncul, apabila berbicara tentang hubungan sex ini.
Pertanyaan mengenai hubungan seksual antara suami-isteri yang berdasarkan agama, yaitu jika si
isteri menolak ajakan suaminya dengan alasan yang dianggap tidak tepat atau tidak berdasar.
Apakah ada penetapan dan batas-batas tertentu mengenai hal ini, serta apakah ada petunjuk-
petunjuk yang berdasarkan syariat Islam untuk mengatur hubungan kedua pasangan, terutama
dalam masalah seksual tersebut ?.

Sikap seorang Muslim adalah akan menerangkan; yaitu, boleh bersikap malu dalam
memahami ilmu agama, untuk menanyakan sesuatu hal. Aisyah radhiy Allâhu `anha telah
memuji wanita Anshar, bahwa mereka tidak dihalangi sifat malu untuk menanyakan ilmu agama.
Walaupun dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan haid, nifas, janabat, dan lain-lainnya,
di hadapan umum ketika di masjid, yang biasanya dihadiri oleh orang banyak dan disaat para

H. Mas’oed Abidin 69
102

ulama mengajarkan masalah-masalah wudhu, najasah (macam-macam najis), mandi janabat, dan
sebagainya.

Hal serupa juga terjadi di tempat-tempat pengajian Al-Qur'ân dan hadits yang ada
hubungannya dengan masalah tersebut, yang bagi para ulama tidak ada jalan lain, kecuali dengan
cara menerangkan secara jelas mengenai hukum-hukum Allâh dan Sunnah Nabi shall Allâhu
`alaihi wa sallam dengan cara yang tidak mengurangi kehormatan agama, kehebatan masjid dan
kewibawaan para ulama.

Hal itu sesuai dengan apa yang dihimbau oleh ahli-ahli pendidikan pada saat ini. Yakni,
masalah hubungan ini, agar diungkapkan secara jelas kepada para pelajar, tanpa ditutupi atau
dibesar-besarkan, agar dapat mereka pahami.

Sebenarnya, masalah hubungan antara suami-isteri itu pengaruhnya amat besar bagi
kehidupan mereka, maka hendaknya mereka sangat memperhatikan dan menghindari hal-hal
yang dapat menyebabkan kesalahan dan kerusakan terhadap kelangsungan hubungan suami-
isteri. Kesalahan yang bertumpuk dapat mengakibatkan kehancuran keluarganya. Apalagi
menyangkut keperluan anak-anak yang berpeluang terjadinya pertengkaran, seperti
pendidikannya, memeliharanya dan lain sebagainya.

Agama Islam dengan nyata tidak mengabaikan segi-segi dari kehidupan manusia dan
kehidupan berkeluarga, yang telah diterangkan tentang perintah dan larangannya. Semua telah
tercantum dalam ajaran-ajaran Islam, misalnya mengenai akhlak, tabiat, suluk, dan sebagainya.
Tidak ada satu hal pun yang diabaikan (dilalaikan).

1. Islam telah menetapkan pengakuan bagi fitrah manusia dan dorongannya akan seksual,
serta ditentangnya tindakan ekstrim yang condong menganggap hal itu kotor. Oleh
karena itu, Islam melarang bagi orang yang hendak menghilangkan dan
memfungsikannya dengan cara menentang orang yang berkehendak untuk selamanya
menjadi bujang dan meninggalkan sunnah Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam yaitu
menikah. Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, "Aku lebih mengenal Allâh
daripada kamu dan aku lebih khusyu’, kepada Allâh daripada kamu, tetapi aku bangun
malam, tidur, berpuasa, dan menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak senang
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

(mengakui) sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku."

2. Islam telah menerangkan atas hal-hal kedua pasangan setelah pernikahan, mengenai
hubungannya dengan cara menerima dorongan akan masalah-masalah seksual, bahkan
mengerjakannya dianggap suatu ibadat. Sebagaimana keterangan Nabi shall Allâhu
`alaihi wa sallam, "Di kemaluan kamu ada sedekah (pahala)." Para sahabat bertanya,
"Wahai Rasul Allâh, apakah ketika kami bersetubuh dengan isteri akan mendapat
pahala?" Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam menjawab, "Ya. Andaikata
bersetubuh pada tempat yang dilarang (diharamkan) itu berdosa. Begitu juga dilakukan
pada tempat yang halal, pasti mendapat pahala. Kamu hanya menghitung hal-hal yang
buruk saja, akan tetapi tidak menghitung hal-hal yang baik."

Berdasarkan tabiat dan fitrah, biasanya pihak laki-laki yang lebih agresif, tidak memiliki
kesabaran dan kurang dapat menahan diri. Sebaliknya wanita itu bersikap pemalu dan dapat
menahan diri. Karenanya diharuskan bagi wanita menerima dan menaati panggilan suami.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadis:

"Jika si isteri dipanggil oleh suaminya karena perlu, maka supaya segera datang, walaupun dia
sedang memasak." (HR. Tirmidziy, dan dikatakan hadits ini Hasan).

Dianjurkan oleh Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam supaya si isteri jangan sampai
menolak kehendak suaminya tanpa alasan, yang dapat menimbulkan kemarahan atau
menyebabkan dia berbuat menyimpang kejalan yang tidak baik, atau membuatnya gelisah dan
tegang.

Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Jika suami mengajak tidur si isteri lalu dia
menolak, kemudian suaminya marah kepadanya, maka malaikat akan melaknat dia sampai
pagi." (HR. Mutafaqq `alaih).

H. Mas’oed Abidin 71
104

Keadaan yang demikian itu jika dilakukan tanpa uzur dan alasan yang masuk akal,
misalnya sakit, letih, berhalangan, atau hal-hal yang layak. Bagi suami, supaya menjaga hal itu,
menerima alasan tersebut, dan sadar bahwa Allâh subhânahu wa ta`âlâ adalah Tuhan bagi
hamba-hamba-Nya Yang Maha Pemberi Rezki dan Hidayah, dengan menerima uzur hamba-Nya.
Dan hendaknya hamba-Nya juga menerima uzur tersebut.

Selanjutnya, Islam telah melarang bagi seorang isteri yang berpuasa sunnah tanpa seizin
suaminya, karena baginya lebih diutamakan untuk memelihara haknya daripada mendapat pahala
puasa.

Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Dilarang bagi si isteri (puasa sunnah)
sedangkan suaminya ada, kecuali dengan izinnya." (HR. Mutafaqq `alaih).

Disamping dipeliharanya hak kaum laki-laki (suami) dalam Islam, tidak lupa hak wanita
(isteri) juga harus dipelihara dalam segala hal. Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam menyatakan
kepada laki-laki (suami) yang terus-menerus berpuasa dan bangun malam (tahajud). Nabi shall
Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya bagi jasadmu ada hak dan bagi keluargamu
(isterimu) ada hak."

Abu Hamid Al-Ghazali ( 1059-1111 M – Ghazaleh - Tus Khurasan ), ahli fiqih dan tasawuf
dalam kitab Ihya' mengenai adab bersetubuh, beliau berkata: "Disunnahkan memulainya dengan
membaca Bismi Allâhi al-Rahmânir-rahîm dan berdo`a, sebagaimana Nabi shall Allâhu `alaihi
wa sallam telah mengajarkan sebagai berikut:

"Ya Allâh, jauhkanlah aku dari syetan dan jauhkanlah syetan dari apa yang Engkau berikan
kepadaku. "Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya, "Jika ditakdirkan
oleh Allâh mendapat anak, maka tidak akan diganggu oleh syetan." (HR. Bukhâriy). Lihat Bab
III, tentang kewajiban suami terhadap isteri.

Dianjurkan setiap selesai shalat atau kapanpun selain waktu dan tempat dilarang
membaca ayat-ayat Allâh, seperti di dalam WC (tempat buang air kecil/besar), bagi yang telah
106

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

berkeluarga dianjurkan selalu berdo`a, seperti yang di amalkan Nabi Ibrahim `alaihi salam,
yaitu;

ُ‫س شوَْرة‬
ُ ) ‫مششا‬
ً ‫ما‬
َ ِ‫ن ا‬
َ ْ ‫قي‬ ُ ْ ‫جعَل َْنال ِل‬
ِ ّ ‫مت‬ َ َ‫ن و‬ َ ِ ‫ن ا َْزَوا‬
ٍ ُ ‫جَناوَذ ُّرَيات َِناقَُرةَاعْي‬ ِ ‫ب ل ََنا‬
ْ ‫م‬ َ ْ‫قوْل ُو‬
ْ َ‫ن َرب َّنا ه‬ ُ َ‫ن ي‬َ ْ ‫َوال ّذِي‬
(74 :25/‫ن‬ ِ ْ ‫فْرقَا‬ ُ ‫ْال‬

“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri
kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Furqân/25: 74). Hendaknya do`a ini diulang-ulang setiap
selesai shalat.

Seperti itu juga Allâh menerangkan dalam surat al-Anbiyâ’ ayat 90, yang isinya Allâh
memperkenankan do`a Zakaria `alaihi salam karena ia termasuk orang yang selalu bersegera
berbuat baik dan berdo`a kepada Allâh dengan rasa harap dan cemas. Dan mereka orang-orang
yang khusyu` kepada Allâh.

Do`a juga menyangkut masalah hak dan kewajiban ini sangat berpengaruh dalam
kehidupan manusia sebagai `abdi Allâh subhânahu wa ta`âlâ. Allâh lebih mementingkan
menunaikan kewajiban daripada hak. Hak ini, seolah-olah menjadi pokok daripada kewajiban
yang telah kita tunaikan. Inilah yang digambarkan oleh firman Allâh,

َ َ ‫س شوَْرةُْالب‬ ُ
“...186 :2 ِ‫قَرة‬ ُ )....‫ي‬
ْ ِ ‫وال‬
ْ ُ ‫جي ْب‬ ْ َ ‫ن فَل ْي‬
ِ َ ‫ست‬ ِ ‫عا‬ َ ِ ‫داِع ا‬
َ َ ‫ذاد‬ ّ ‫ب د َعْوَةَ ال‬
ُ ْ ‫جي‬
ِ ‫…“ ”)أ‬
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku...” (QS. Al-Baqarah/2: 186).

Dalam hadits Qudsi dijelaskan, “ ِ‫ب ع َل َي ْه‬ َ ْ‫ن ل َي َد ْعُوِْنى ا َغ‬


ُ ‫ض‬ ْ ‫م‬
َ ” Siapa saja yang tidak
berdo`a kepada-Ku niscaya Aku murka kepadanya. (HQR. `Askari dalam kitab Mawâ`idh dari
Abu Hurairah dengan sanad Hasan). Begitu pentingnya kita berdo`a, maka ini termasuk
kewajiban kepada Allâh. Karena ini merupakan keperluan dan obat rohani manusia, Allâh
inginkan manusia sehat, rohani dengan berdo`a. Dengan berdo`a akan memantapkan sikap

H. Mas’oed Abidin 73
tawakkal kepada Allâh.

Allâh tidak akan memperhatikan hak hamba-Nya sebelum ia menunaikan hak-Nya, baik
`amaliyah (perbuatan sehari-hari) maupun i`tiqadiyah (tauhid atau iman). Seperti firman Allâh
dalam hadits Qudsi berikut:

(‫ )َرَواهُ الط ّب َْراِنى‬.‫قى‬ َ ‫حّتىي َن ْظ َُرِفى‬


ّ ‫ح‬ َ ‫دى‬
ِ ْ ‫حقّ عَب‬
َ ٍ‫ت ب َِناظ ِر‬ ْ َ‫ل‬
ُ ‫س‬

“Tidaklah Aku perhatikan hak hambaku, sebelum ia menunaikan hak-Ku”. (HQR. Thabrâniy
dalam kitabnya: al-Kabir dari Ibnu Abbas).

Sepanjang perjalanan manusia, Allâh telah menyediakan semua keperluan untuk dapat
menunaikan kewajiban-kewajiban tersebut seperti rezki, rahmat dan hidayah, serta banyak
kesempatan perobahan. Sesungguhnya rahmat Allâh dekat kepada orang yang melakukan
kebaikan (QS. Al-A`râh/7: 56).

Kembali kita pada masalah seks, nah Al-Ghazali berkata,

"Dalam suasana ini (akan bersetubuh) hendaknya didahului dengan kata-kata manis, bermesra-
mesraan dan sebagainya, dan menutup diri mereka dengan selimut, jangan telanjang
menyerupai binatang. Sang suami harus memelihara suasana dan menyesuaikan diri, sehingga
kedua pasangan sama-sama dapat menikmati dan merasa puas."

Berkata Al-Imam Abu Abd Allâh Ibn al-Qayyim dalam kitabnya Zâdul Ma'âd Fî Hâdî
Khairul 'Ibâd, mengenai sunnah Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam dan keterangannya dalam
cara bersetubuh. Selanjutnya Ibn al-Qayyim berkata. Tujuan utama dari jimak (bersetubuh) itu
ialah:

a. Dipeliharanya nasab (keturunan), sehingga mencapai jumlah yang ditetapkan menurut


takdir Allâh.

b. Mengeluarkan air yang dapat mengganggu kesehatan badan jika ditahan terus.
108

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

c. Mencapai maksud dan merasakan kenikmatan, sebagaimana kelak di surga.

Ditambah lagi mengenai manfaatnya, yaitu: Menundukkan pandangan, menahan nafsu,


menguatkan jiwa dan agar tidak berbuat serong bagi kedua pasangan. Nabi shall Allâhu `alaihi
wa sallam telah menyatakan: "Yang aku cintai di antara duniamu adalah wanita dan
wewangian."

Selanjutnya Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, "Wahai para pemuda!
Barangsiapa yang mampu melaksanakan pernikahan, maka hendaknya menikah. Sesungguhnya
hal itu menundukkan penglihatan dan memelihara kemaluan." (HR. Mutafaqq `alaih).

Kemudian Ibn al-Qayyim berkata, "Sebaiknya sebelum bersetubuh hendaknya diajak


bersenda-gurau dan menciumnya, sebagaimana Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam
melakukannya".

Ini semua menunjukkan bahwa para ulama dalam usaha mencari jalan baik tidak bersifat
konservatif, bahkan tidak kalah kemajuannya daripada penemuan-penemuan atau pendapat masa
kini.

Yang dapat disimpulkan di sini adalah bahwa sesungguhnya Islam telah mengenal
hubungan seksual diantara kedua pasangan, suami isteri, yang telah diterangkan dalam Al-Qur'ân
al-Karîm pada Surat Al-Baqarah, yang ada hubungannya dengan peraturan keluarga.

Firman Allâh subhânahu wa ta`âlâ, "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa,
bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah
pakaian bagi mereka. Allâh mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu,
karena itu, Allâh mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah
mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allâh untukmu, dan makan minumlah kamu,
hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah
puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu
beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allâh, maka janganlah kamu mendekatinya ..." (QS.
Al-Baqarah/2: 187).

H. Mas’oed Abidin 75
110

Tidak ada kata yang lebih indah, serta lebih benar, mengenai hubungan antara suami-
isteri, kecuali yang telah disebutkan, yaitu: "Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun
adalah pakaian bagi mereka." (QS. Al-Baqarah/2: 187).

Pada ayat lain juga diterangkan, yaitu: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid,
katakanlah: Haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan
diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allâh kepadamu. Sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang
bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. Isteri-isterimu adalah
(seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok
tanammu itu dengan cara bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal
yang baik) untuk dirimu, dan takwalah kamu kepada Allâh dan ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman."
(QS. Al-Baqarah/2: 222-223).

Maka, semua hadis yang menafsirkan bahwa dijauhinya yang disebut pada ayat di atas,
hanya masalah persetubuhan saja. Selain itu, apa saja yang dapat dilakukan, tidak dilarang. Pada
ayat di atas disebutkan: "Maka, datangilah tanah tempat bercocok tanammu dengan cara
bagaimanapun kamu kehendaki." (QS. Al-Baqarah/2: 223).

Tidak ada suatu perhatian yang melebihi daripada disebutnya masalah dan undang-undang
atau peraturannya dalam Al-Qur'ân al-Karim secara langsung, sebagaimana diterangkan di atas.

Adapun resep nabi, yang diriwayatkan oleh Abd Allâh bin Mas'ûd: "Wahai generasi muda,
siapa saja diantara kalian telah mampu serta berkeinginan menikah, maka nikahlah. Karena
sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan.
Dan siapa saja diantara kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat
menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu."(HR. Bukhâriy, Muslim, Ibnu Majah, dan
Tirmidziy).
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Jangan suka mojok atau berduaan ditempat yang sepi, karena yang ketiga adalah syaitan.
Seperti sabda Nabi, "Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan di tempat
sepi), sebab syetan menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan
wanita, kecuali disertai dengan mahramnya." (HR. Bukhâriy dan Muslim).

Dan untuk para muslimah jangan lupa untuk menutup auratnya agar tidak merangsang
para lelaki. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kerudung sampai kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya." (QS. Al-Nûr/24:
31).

Dan Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, "Hendaklah kita benar-benar
memejamkan mata dan memelihara kemaluan, atau benar-benar Allâh akan menutup rapat
matamu."(HR. Thabraniy).

Yang perlu diingat bahwa jodoh merupakan Qadha’ (ketentuan) Allâh, dimana manusia
tidak punya andil menentukan, manusia hanya dapat berusaha mencari jodoh yang baik menurut
Islam. Nah. Untuk itu perlu kita memperhatikan ciri-ciri dan perempuan seperti apa yang
sewajarnya menjadi pendamping (suami-isteri). Tercantum dalam Al Qur'ân: "Laki-laki yang
berzina tidak mengawini kecuali dengan perempuan yang berzina, atau perempuan yang
musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini kecuali oleh laki-laki yang berzina atau
laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang mukmin. (QS. Al-Nûr/24:
3).

B. Sebelum Melakukan Hubungan Seks (Coitus)

Pengantin atau suami isteri sebelum melakukan hubungan biologis (coitus) penganten
atau suami-isteri mesti melaksanakan hal-hal berikut ini:

1. Wajib memberikan mahar terlebih dulu (bagi pengantin baru) jika maharnya diutang,
harus dibayarkan maharnya dulu, sabda Rasul Allâh, shall Allâhu `alaihi wa sallam:

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam, melarang Ali

H. Mas’oed Abidin 77
menggauli Fatimah sampai ia memberikan sesuatu (mahar) kepadanya. Lalu jawab Ali:
“Saya tidak punya apa-apa.” Maka sabda Rasul Allâh, “Dimana baju besi
‘Hutamiyahmu? Lalu berikanlah barang itu kepadanya. (HR. Abu Dâud, Al-Nasâ’iy dan
Hakim)

2. Membersihkan Badan (mandi) dari hadas dan najis serta hal-hal yang barbau tak sedap.
Dr. H. Ali Akbar, menambahkan bahwa pada tahap mandi bersih-bersih ini hendaklah
dikosongkan kantong kencing, dan membersihkan penis (alat kelamin laki-laki) dan
vagina (alat kelamin wanita).

3. Setelah tahap bersih-bersih ini dilakukan, maka hendaklah berwudhu’, karena berwudhu’
dengan sendirinya berarti membersihkan mulut, hidung, tangan, muka dan lainnya.

4. Pakailah cahaya remang-remang atau gelap, karena dalam suasana demikian akan
meningkatkan konsentrasi dan khayalan, sehingga segala kekurangan jasmaniah dapat
diatasi.

5. Berdo’a kepada Allâh (semoga Allâh melimpahkan nikmat-Nya). Do’a yang biasa dibaca
adalah:

َ َ
،‫ه‬ِ ‫سم ِ اللل‬ ْ ِ‫ ب‬: ‫ل‬َ ‫ه قَششا‬ ُ ‫ذا آت َششى أهْل َش‬ ْ ‫ل ل َشوْ أن ّك ُش‬
َ ِ‫م إ‬ ّ ِ ‫س ي َب ْل ُغُ ب ِهِ الن ّب‬
َ ‫ي قَششا‬ ٍ ‫ن عَّبا‬
ِ ْ‫ن ب‬ِ َ‫ع‬
‫مششا‬َ ُ‫ى ب َي ْن َه‬ ُ َ‫ ف‬،‫قت َن َللا‬ْ ‫مللا َرَز‬ َ ْ ‫ش لي‬ ّ ‫ب ال‬ َ ْ ‫شي‬ ّ ‫جن ّب َْنا ال‬ ُ ّ ‫َالل‬
َ ‫ضش‬ِ ‫ق‬ َ ‫ن‬ َ ‫طا‬ ِ ‫جن ّل‬َ ‫و‬
َ ‫ن‬ َ ‫طا‬ َ ‫م‬ّ ‫ه‬
-‫ث‬
ٌ ْ ‫حشدِي‬ ُ ُ‫ب ال ْو‬
َ -‫ضشوِْء‬ ُ ‫ك ِت َششا‬/‫ه‬
ِ ‫ح‬
ِ ْ ‫حي‬
ِ ‫صش‬ ِ ‫خششاِرى ِفشى ْالك ِت َششا‬
ّ ‫ب ال‬ َ ُ ‫ )َرَواهُ ال ْب‬.‫ه‬
ُ ‫ضُر‬ ْ َ ‫وَل َد ٌل‬
ُ َ‫م ي‬
(141

"Dari Ibnu Abbas r.a. ia menyampaikan apa yang diterima dari Nabi shall Allâhu `alaihi
wa sallam. Beliau bersabda, "Andaikata seseorang diantara kamu semua mendatangi
(menggauli) isterinya, ucapkanlah, "Bismi Allâhi, Allâhumma Jannibnâ Syaithânâ
wajannibi al-syaithânâ mâ razaqtanâ." (dengan nama Allâh. Ya Allâh, hindarilah kami
dari syetan dan jagalah apa yang engkau rizkikan kepada kami dari syetan." Maka
apabila ditakdirkan bahwa mereka berdua akan mempunyai anak, syetan tidak akan
pernah bisa membahayakannya.” (HR. Bukhâriy dalam Kitab Shahihnya pada Kitab
Wudhuk Hadits ke-141).
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

6. Selanjutnya mulailah coitus dan awali dengan gurauan dan rangsangan lebih dahulu,
dengan cara lembut dan romantis. Lakukan jima' pada sepertiga malam ( pukul 10
keatas). Atau pada tiga waktu yang nyaman yaitu, sebelum shalat subuh, tengah hari, dan
sesudah shalat isya’, hal ini dapat kita lihat dalam QS. Al-Nûr/24: 58 sebagai berikut,

َ ْ َ
‫ث‬ َ ‫م ث ََل‬ْ ‫من ْك ُش‬
ِ ‫م‬ َ ‫حل ُش‬
ُ ْ ‫م ي َب ْل ُغُششوا ال‬
ْ ‫ن ل َش‬ َ ‫ذي‬ ِ ‫م َوال ّش‬
ْ ُ ‫مششان ُك‬َ ْ ‫ت أي‬ ْ ‫مل َك َش‬
َ ‫ن‬ َ ‫ذي‬ِ ‫م ال ّش‬ ُ ُ ‫ست َأذ ِن ْك‬ ْ َ ‫مُنوا ل ِي‬
َ ‫ن َءا‬ َ ‫ذي‬ ِ ّ ‫َياأي َّها ال‬
‫ث‬ُ ‫شششاِء ث ََل‬ َ ِ‫ص شَلةِ ال ْع‬ َ ِ ‫ن ب َعْد‬ ْ ‫م‬ِ َ‫ن الظ ِّهيَرةِ و‬ َ ‫م‬ ِ ‫م‬ ْ ُ ‫ن ث َِياب َك‬
َ ‫ضُعو‬ َ َ‫ن ت‬ َ ‫حي‬ ِ َ‫جرِ و‬ ْ ‫ف‬ َ ْ ‫صَلةِ ال‬ َ ‫ل‬ ِ ْ ‫ن قَب‬ ْ ‫م‬ ِ ‫ت‬ ٍ ‫مّرا‬ َ
َ ‫ض ك َش‬
َ ِ ‫ذال‬
‫ك‬ ٍ ‫م ع ََلى ب َعْش‬ ْ ُ ‫ضك‬
ُ ْ‫م ب َع‬ ْ ُ ‫ن ع َل َي ْك‬َ ‫واُفو‬ ّ َ‫ن ط‬ ّ ُ‫ح ب َعْد َه‬ ٌ ‫جَنا‬ ُ ‫م‬ْ ِ‫م وَل َ ع َل َي ْه‬ ْ ُ ‫س ع َل َي ْك‬َ ْ ‫م ل َي‬ْ ُ ‫ت ل َك‬ ٍ ‫ع َوَْرا‬
(58 :24/‫سوَْرة ُ الن ّوِْر‬
ُ ) (58)‫م‬
ٌ ‫كي‬
ِ ‫ح‬
َ ‫م‬ ُ ّ ‫ت َوالل‬
ٌ ‫ه ع َِلي‬ ُ ُ ‫ه ل َك‬
ِ ‫م الَيا‬ ُ ّ ‫ن الل‬
ُ ّ ‫ي ُب َي‬

" Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu
miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu
tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu
menanggalkan pakaian (luar) mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah)
tiga `aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari
(tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada
sebahagian (yang lain). Demikianlah Allâh menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allâh
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS. Al-Nûr/24: 58).

Sabda Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam:

“Siapa pun diantara kamu, janganlah menyamai isterinya seperti seekor hewan
bersenggama, tapi hendaklah ia dahului dengan perentaraan. Selanjutnya, ada yang
bertanya: Apakah perantaraan itu ? Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam
bersabda, "yaitu ciuman dan ucapan-ucapan romantis”. (HR. Bukhâriy dan Muslim).

7. Selanjutnya dalam masalah ini Ali Akbar berpesan, “Bagi kita kaum muslimin, adab
seksual yang baik dan terpuji adalah adab seksual Islam, yang ditauladankan oleh Nabi
Muhammad shall Allâhu `alaihi wa sallam. Kesenangan dari aktivitas seksual itu
sebenarnya adalah tergantung dari keadaan mental kedua belah pihak.

H. Mas’oed Abidin 79
116

8. Dilakukan dalam kondisi yang sehat dan menyenangkan bagi kedua pasangan. Dalam
keadaan begini insyâ Allâh akan sama puas.

9. Penetralisasian dilakukan jika alat seks benar-benar klimaks.

10. Setelah melakukan hubungan intim, hendaknya membaca do`a,

َ ّ ‫ن َرب‬
.‫ك قَدِي ًْرا‬ َ َ‫صهًْرا و‬
َ ‫كا‬ ِ َ‫سًبا و‬ ُ َ ‫جعَل‬
َ َ‫ه ن‬ َ َ‫شًرا ف‬ َ ْ ‫ن ال‬
َ َ ‫ماءِ ب‬ ِ َ‫خل َق‬
َ ‫م‬ َ ْ‫مد ُ للهِ ال ّذِي‬ َ ْ ‫ا َل‬
ْ ‫ح‬

“Segala puji bagi Allâh yang telah menjadikan manusia dari air (mani), lalu menjadikan
pertalian darah, dan hubungan perkawinan. Dan Allâh adalah Maha Berkuasa”.

11. Apabila ingin memulai yang kedua atau seterusnya lebih afdhallah melakukan wudhu’,
sekurang-kurangnya membasuh kemaluan atau apasaja yang berhubungan dengan
kemaluan sang isteri.

C. Sesudah Melakukan Hubungan Seks

Suami-isteri yang baru saja melakukan hubungan seksual (coitus) dalam fiqh thaharah
disebut dengan junub (berjunub), maka ia wajib mandi (QS. Al-Mâidah/5: 6). Ada beberapa
macam yang menyebabkan seseorang wajib mandi dalam fiqh Islam ini adalah ijtihad al-
thathbiqy (penerapan hukum):

1. Karena melakukan hubungan seksual (coitus/jima’)

2. Keluarnya mani (sperma), (sengaja atau tidak sengaja)

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, "Apabila air (sperma) itu terpancar
keras, maka mandilah." (HR. Abu Dâud). Kalau tidak keluar mani, maka Rarul Allâh
shall Allâhu `alaihi wa sallam. menerangkan, dalam hadits berikut,

َ ْ ‫ل ال‬ َ ُ َ‫ع‬
‫ما‬
َ ‫ل‬ ُ ‫س‬ ِ َ ‫ل "ي َغْت‬ َ ‫ َقا‬.‫ل‬ ْ َ ‫مْرأة َ فَل‬
ْ ِ‫م ي ُن ْز‬ َ ُ ‫ج‬
ُ ‫معَ الّر‬ َ ‫جا‬َ ‫ذا‬ َ ْ ‫سو‬
َ ِ ‫ل اللهِ إ‬ َ ‫ه َقا‬
ُ ‫ َياَر‬:‫ل‬ ٍ ْ‫ن ك َع‬
ُ ّ ‫ب أن‬ ِ ْ ‫ى اب‬ ّ َ ‫ن أب‬
ْ
ِ ‫ك ْال‬ ُ َ ‫حو‬ َ َ ‫ َقا‬."‫مس ال ْمرأ َة َ منه ث ُم يتوضاُء ويصّلى‬
‫ما ب َي َْنششا‬
َ ّ ‫خُروَإ ِن‬ َ ‫ذا‬َ َ‫ط و‬ ْ َ‫ل ا‬ َ َ‫ ال ْغ‬:‫ه‬
َ ‫س‬ ِ ‫ل أب ُوْ ع َب ْد ِ الل‬ َ َُ ّ َ ََ ّ َ ْ ِ ْ َ ّ َ
( 290 -‫ث‬
ٌ ْ ‫حد ِي‬
َ –‫ل‬ ْ ُ‫ب ال ْغ‬
ِ ‫س‬ ٌ ‫ك َِتا‬/‫ه‬
ِ ‫ح‬
ِ ‫ح‬ ّ ْ ‫ب ال‬
ِ ‫ص‬ ِ ‫خاِرى ِفى ال ْك َِتا‬
َ ُ ‫ ) َرَواه ُ ال ْب‬.‫م‬
ْ ِ‫خت ِل َفِي ْه‬
ْ ِ ‫ِل‬

"Dari Ubai bin Ka`ab bahwasanya ia berkata : "Wahai Rasul Allâh, apabila ia seorang
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

laki-laki menyetubuhi isterinya, tetapi tidak mengeluarkan mani, apakah yang


diwajibkan olehnya? Beliau bersabda, ”Hendaknya dia mencuci bagian-bagian yang
berhubungan dengan kemaluan wanita, berwudhu’ dan lalu shalat”. Abu `Abd Allâh
berkata, “mandi adalah lebih berhati-hati dan merupakan peraturan hukum yang
terakhir. Namun mengetahui tidak wajibnya mandi kamu uraikan juga untuk
menerangkan adanya perselisihan pendapat antara orang `alim.” (HR. Bukhâriy dalam
Kitab Shahihnya/Kitab Mandi, hadits ke-290)

3. Bermimpi senggama dan mengeluarkan mani

4. Berhenti Haid dan Nifas

Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam, "Dari Fatimah binti Abi Hubaisy, Rasul
Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Apabila haidmu datang maka
tinggalkanlah shalat dan apabila haid tersebut telah selesai maka mandilah kemudian
shalat.”

5. Karena Meninggal Dunia

Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Mandikanlah
olehmu dengan air dan bidara …. (HR. Mutafaqq ‘alaih)

D. Hubungan Seks yang Dilarang Islam

Banyak buku-buku Islam mengenai Rumah Tangga, Kebahagiaan Rumah Tangga yang
dikarang para Ustadz. Ada bab khusus dalam Ilmu Fiqih yang membahas masalah bersetubuh,
dikenal dalam Kitab Kuning sebagai Bâb al-Jima'. Secara singkat dapat saya sampaikan hal
melanggar adab Jima` dalam Islam:

Model dan tehnik bebas.

Hal-hal yang melanggar/ tidak boleh dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Berbugil (kecuali dalam selimut).

H. Mas’oed Abidin 81
118

2. Oral sex, sex dengan memasukkan alat kelamin ke mulut.

3. Bersetubuh lewat dubur.

‫ن‬
ْ ‫ملل‬
َ ‫ن‬
ٌ ‫و‬ ُ ْ ‫مل‬
ْ ‫ع‬ َ ّ ‫سل‬
َ :‫م‬ َ ‫و‬ ِ ْ ‫عل َي‬
َ ‫ه‬ َ ‫ه‬ ُ ‫صّلىالل‬َ ‫ه‬ ِ ‫ل الل‬ ُ ‫و‬ْ ‫س‬ُ ‫هَري َْرةَ قال َر‬ ُ ‫ن ا َِبى‬ ْ ‫ع‬
َ
َ
(‫ءى‬ ِ ‫سا‬ َ ّ ‫و الن‬
َ ْ ‫ود‬
ُ ‫دا‬
َ ‫و‬ْ ُ ‫واهُ ا َب‬َ ‫ها )َر‬ َ ‫ر‬
ِ ‫و‬
ْ ُ ‫ن دُب‬
ْ ‫م‬ ْ ِ ‫ا ََتى إ‬
ِ ً‫مَرأة‬

"Dari Abu Hurairah radhiy Allâhu `anhu, Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam
bersabda, "Terkutuklah siapa saja yang menggauli isterinya melalui duburnya". (HR.
Abu Dâud dan al-Nasâ'iy)

4. Menyakiti/berlaku kasar terhadap pasangan (QS. Al-Nisâ’/4 : 14).

5. Bersetubuh waktu wanita haid, seperti firman Allâh berikut;

‫ن‬
ّ ُ‫قَرُبوه‬ ْ َ ‫ض وَل َ ت‬
ِ ْ ‫حي‬ َ ْ ‫ساءَ ِفي ال‬
ِ ‫م‬ ً َ ‫ل هُوَأ‬
َ ّ ‫ذى َفاعْت َزُِلوا الن‬ ْ ُ‫ض ق‬
ِ ‫حي‬ َ ْ ‫ن ال‬
ِ ‫م‬ ِ َ‫ك ع‬َ َ ‫سأ َُلون‬
ْ َ ‫وَي‬
َ ُ ‫ذا تط َهرن فَأ ْتوهُن من حي‬
‫ن‬َ ْ ‫واب ِي‬
ّ ‫ب الت ّش‬ ّ ‫حش‬
ِ ُ‫ه ي‬
َ ‫ن الل‬ ّ ِ‫ه إ‬ ُ ُ ‫مَرك‬
ُ ‫م الل‬ َ ‫ثأ‬ ْ َ ْ ِ ّ ُ َ ْ ّ َ َ ِ ‫ن فَإ‬َ ‫حّتى ي َط ْهُْر‬ َ
(222 :2/‫ة‬ َ َ ‫سوَْرةُ ال ْب‬
ِ ‫قَر‬ َ ْ ‫مت َط َهّرِي‬
ُ ) .‫ن‬ ُ ْ ‫ب ال‬
ّ ‫ح‬
ِ ُ ‫وَي‬

"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah kotoran".
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allâh kepadamu.
Sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri." (QS. Al-Baqarah/2: 222)

Imam Al-Ghazali16 dalam Ihya’ `Ulumuddin-nya mengulas lengkap masalah ini


16Dalam kitab ini beliau membahas masalah hubungan suami-isteri secara gamlang, sehingga jelas etika
bagaimana berhubungan intim yang sesuai syari`at Islam, paling tidak menggambarkan keluesan Islam mengajarkan
kepada kita untuk melakukannya dengan nyaman. Walaupun Syaikh Shalih Al-Fauzhan mengkritisi banyak hadits-
hadits dha`if dalam kitab tersebut, dan sampai ada ungkapan, “Ilmu Hadits yang dimiliki Imam Al-Ghazali seperti
orang mencari kayu bakar dimalam hari.” Namun kekurangan tersebut dapat diatasi dengan mengedit beberapa hal
yang perlu oleh penerusnya dengan tidak merobah kandungan aslinya, mesti proposional. Masalah tentang hubungan
intim itu dibahas oleh Imam Ghazali dalam Ihya’ `Ulumuddin, penerjemah: Ahmad Rofi` Usmani, (Bandung:
Pustaka, 2005), Cet. I. Jilid 4, hal. 130-181. Dalam keterangan lain Felyx Bryk menyelidiki dengan kesimpulan
bahwa “berkhitan dapat memperlambat ejaculatio seminis (memperlambat/memperpanjang persenggamaan).”
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

berdasarkan Al-Qur’ân, Hadis dan Ijtihadnya. Bahkan beliau menyebutkan misalnya dimana saja
dari bagian tubuh wanita itu yang sensitif dan yang sangat sensitif. Seperti pada daerah bibir dan
payudara. Masing-masing wanita berbeda daerah sensitifnya. Oleh karena itu perlu komunikasi
intim.

E. Tata Cara Mandi Wajib

1. Berniat dalam hati, tidak perlu dilafazkan.

Contoh Niat, "Bismillâhi al-Rahmâni al-Rahîm, sengaja aku mandi wajib (membersihkan
hadas dan najis) karena Allâh subhânahu wata`âlâ.

2. Membasuh Seluruh Anggota Badan.

Pada saat membasuh anggota badan, ada beberapa hal yang disunatkan:

a. Mulailah dengan mencuci kedua tangan tiga kali.

b. Kemudian membasuh kemaluan.

c. Lalu berwudhu’ secara sempurna, seperti halnya wudhu’ untuk shalat.


Mulai dari sebelah kanan.

d. Kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali sambil


menyelang-menyelangi rambut agar air sampai membasahi urat-uratnya.
(ini khusus membasahi kepala saja atau sama dengan seseorang
membersihkan rambutnya pakai shampo).

e. Lalu mengalirkan air keseluruh badan dengan memulai sebelah kanan lalu
sebelah kiri tanpa mengabaikan kedua ketiak, bagian dalam telinga, pusar

Sejarah berkhitan ini, terdapat semenjak purba, pada bangsa Semit, Mesir, berbagai bangsa Amerika, Afrika,
Melanesia, Polynesia, Australia dan Indonesia. Hanya pada bangsa Indo-Jerman, Mongol dan Fin yang tiada
kebiasaan ini (kecuali yang dipengaruhi kebudayaan Islam).
Menurut Riwayat, yang mula berkhitan ialah Nabi Adam `alaihi salam, dan mewariskan kepada keturunannya. Dan
diteruskan oleh Nabi Ibrahim `alaihi salam. Akan tetapi oleh Penganut Kristen, syari`at berkhitan itu dibatalkan.
Bacalah: 1 Korintus 7: 18-19 juncto Galitia 5: 2, Galitia 6: 15. Inilah yang menjadi syari`at Nabi sebelum Nabi
Muhammad yang disyari`atkan juga pada umatnya. Khitan, pada anak laki-laki adalah sebelum akhir baligh dan
perempuan secepatnya pada umur tujuh hari sesudah kelahirannya dan biasanya paling lambat selagi balita. (Panji
Masyarakat No. 619, 1989, hal. 36-37).

H. Mas’oed Abidin 83
dan jari-jari kaki serta menggosok anggota tubuh yang dapat digosok.
Mengalirkan air sedikitnya tiga kali. Selesai.

f. Khusus untuk wanita yang berambut panjang tidak diwajibkan


menguraikan rambutnya seperti laki-laki:

Sabda Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam, “Bahwa seseorang wanita
bertanya kepada Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam: “Jalinan rambutku
amat ketat, haruskah diuraikan jika hendak mandi janabah? ”Rasul Allâh shall
Allâhu `alaihi wa sallam menjawab: “Cukuplah bila engkau menuangkan ke atasnya
air tiga kali, kemudian engkau timbakan ke seluruh tubuhmu. Dengan demikian
engkau telah suci.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Tirmidziy).

Semua aturan ini berdasarkan pemahaman prinsip-prinsip ajaran Islam, yang


mengandung hikmah dan kebaikan untuk semua manusia, terutama sekali bagi umat islam, untuk
menjaga kepuasan bagi sesama pasangan berdasarkan tujuan awal dari pernikahan yaitu ibadah
kepada Allâh, serta untuk menjaga kelestarian keturunan, disamping suatu wadah penyaluran
hasrat sex yang dimiliki manusia kepada lawan jenis secara sehat dan bermartabat lagi terhormat.

Ingat ketika Allâh mengajarkan kita lewat firman-Nya selalu dipanggil dengan ungkapan
kasih sayang, ini mengisyaratkan bahwa Allâh senantiasa sayang pada hamba-Nya, berdasarkan
sifat-Nya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Jadi janganlah sekali-kali menentang
ajaran Allâh dengan berdalih tidak mungkin atau tidak berlaku lagi. Bertakwalah kepada Allâh
dan ta`atlah.

Adapun hal-hal yang tidak termasuk di dalam tulisan ini merupakan ketidak mampuan
dan kekhilafan penulis, atas semua ini penulis berharap semua yang tertulis dalam buku ini dapat
dimaklumi dan memberikan masukan-masukan, baik secara syari`at maupun secara hukum
positif yang berlaku diluar kemampuan penulis sendiri, yang pada hakekatnya maksud dari
syari`at adalah hak Allâh secara mutlak, manusia hanya dapat mengkaji, memahami dan
mengamalkannya berdasarkan kemampuan intelektual masing-masing yang dianugerahkan-Nya.
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Malahan Yusuf Qaradhawi pernah berfatwa bahwa, seorang muslimah boleh jadi atris.
Dengan syarat tetap berpakaian muslimah, kameranmennya tidak boleh terlalu lama
mengarahkan kameranya kepada atris tersebut, tidak menonjolkan karakter atris tersebut,
sehingga terkesan tidak etis. Ini dalam koridor Ijtihad.

Setelah pembahasan ini penulis akan mencoba uraikan masalah seputar sisi lain dari
perempuan yang mungkin perlu kita renungkan kembali apa dan bagaimana seharusnya
perempuan bersikap dan inovasi-inovasi yang dilakukan untuk mengaplikasikan syari`at tanpa
melanggar kodratnya yang telah dianugerahkan Allâh kepada kaum perempuan.

Sebenarnya masih banyak solusi-solusi yang pantas diikuti dan dicermati oleh kaum
perempuan sebagai mitra kaum laki-laki untuk menyonsong hidup dan kehidupan di dunia ini
sebagaimana layaknya makhluk yang beradab dan berbudaya terutama sekali budaya Islam.
Islam menawarkan solusi-solusi agar kaum perempuan tidak terhina justru memuliakannya,
sebagaimana akan penulis paparkan pada bahasan-bahasan berikut ini.

Dalam berbagai literatur penulis temukan banyak fatwa-fatwa ulama tentang perempuan,
berkisar antara profesi dan status perempuan sebagai mitra laki-laki dalam urusan mu`amalah,
namun dalam masalah ibadah, perempuan mendapat tempat tersendiri. Contoh, perempuan yang
haid tidak diwajibkan melakukan shalat. Sampai ia suci, dari haid atau bahkan dalam keadaan
nifas juga termasuk dalam kategori ini.

Contoh lain, seperti sang isteri ingin puasa sunat dalam keadaan yang sama ia harus
menuhi hasrat seksual suaminya, pada saat itu bagi perempuan atau sang isteri tidak ada pilihan
lain, harus memenuhi hasrat suaminya tersebut. Dan itupun menjadi ibadah melebihi puasanya
yang akan dilakukan.

Demikian Islam menghormati kaum laki-laki dan menghargai perempuan dengan pahala
yang seharusnya berada dalam keinginan yang tidak terbayangkan. Dan banyak lagi peluang-
peluang terhormat lainnya terkadang diabaikan atau bahkan meremehkannya.

Berbagai kasus terjadi dalam pemahaman masyarakat. Dengan memperturutkan egonya


ingin beribadah kepada Allâh, namun mereka melupakan kewajibannya kepada orang yang
paling dekat dengannya, bahkan telah disinyalir oleh Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallan,

H. Mas’oed Abidin 85
“kalaulah tidak dilarang makhluk menyembah makhluk, maka akan aku perintahkan isteri
menyembah pada suaminya.” Begitu berharganya penghormatan yang diberikan kepda sang
suami. Dengan demikian pantaslah kiranya seorang suami bertanggungjawab terhadap
perlindungan dan kasih sayang tercurah dengan tulus kepada suaminya. Dimata sang isteri hanya
suaminya menjadi sanjungannya lebih dari segala-galanya setelah Allâh. Berikut penulis
memaparkan beberapa fenomena perempuan dengan melirik sisi lain dari perempuan itu sendiri.
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

BAB VI

SISI LAIN KAUM PEREMPUAN

I. Perempuan Masa Sebelum Islam

Perempuan pada masa sebelum islam adalah suatu masa dimana mereka menemukan
penindasan dan eksploitasi dalam berbagai bidang. Mereka diperlakukan sebagai budak kaum
laki-laki. Sebagaimana layaknya seekor anjing terhadap tuannya.

Dikalangan Yahudi, dihalalkan berzina dengan ibu dan saudara perempuan. Sebagaimana
dikatakan dalam talmut (salah satu kitab suci Yahudi), "Siapa saja yang berzina dengan Ibunya,
ia akan memperoleh hikmah (berkah). Dan bagi yang berzina dengan saudara perempuannya,
ia akan memperoleh cahaya ilahi." Dr. Muhammad Ahmad Diyab Abdul Hafidz, Meguak Tabir
dan Konspirasi Yahudi, 2005, hal. 17).

Dan dikatakan lagi, kaum perempuan tidak mempunyai hak, layaknya seperti sebuah milik
yang bisa dibeli dari ayahnya melalui pernikahan. Suami adalah tuan bagi isteri. Dalam interaksi
antar keduanya, sang isteri sama sekali tidak memiliki hak untuk menasehati sang suaminya.
Poligami merupakan kebiasaaan yang berlaku untuk selama-lamanya. (Ibid., hal. 120). Demikian
kaum Yahudi mendistorsi ajaran mereka yang ditulis 900 tahun sepeninggal Nabi Musa. (Ibid.,
hal. 151).

Padahal perzinaan, apalagi dengan ibu bertentangan dengan 10 wasiat Allâh yaitu wasiat
ke-8 dan 9 dari Sifr Khuruj. Yaitu "Hormatilah bapak dan ibumu agar umur yang tuhan berikan
kepada kalian bertambah lebih lama di bumi (8) dan Jangan membunuh, berzina, mencuri, dan
jangan memandang tetanggamu dengan pandangan sinis. (9)." Demikian disinyalir oleh Al-
Qur’ân, "Mereka mengubah kalimat-kalimat Allâh dari tempat-tempatnya." (QS. Al-Maidah/5 :
13).

Sebagaimana diketahui, di zaman Jahiliyah kaum perempuan yang lahir harus dibunuh, dan

H. Mas’oed Abidin 87
126

dianggap sebagai kehinaan bagi kaumnya. Karena akan memperlemah kedudukan suku mereka
didepan suku lain. Dan di India, khusus dikalangan umat Budha dahulu pernah timbul anggapan
bahwa, kaum wanita adalah sumber kehancuran bagi kelestarian ajaran suci Sang Budha.

Banyak lagi kebobrokkan yang ditujukan kepada kaum perempuan, untuk menghinakan
kedudukan kaum mereka. Lalu bagaimana mereka bisa bangkit dari kehidupan yang setara
dengan kaum laki-laki sebagaimana diharapkan kaum perempuan sekarang. Dimana keadilan
akan tercipta bila dalam doktrin-doktrin yang menyesatkan muncul dalam kehidupannya, tentu
ada jalan keluar sebab Allâh menjadikan manusia tidaklah dengan main-main, tapi penuh dengan
skenario yang paling bagus. Bukti-bukti di atas adalah sebagai pelajaran bagi manusia,
bagaimana hidup ini tidak dipandu dengan ajaran yang benar dan dapat menjawab seluruh
masalah yang ada dikalangan manusia. Yaitu hanya dengan wahyu dan keterangan para Nabi dan
Rasul-Nya yang mulia.

1. Perempuan Masa Awal Islam

Pada awal munculnya islam semua bentuk penindasan dan eksploitasi berangsur-angsur
dihilangkan dengan norma-norma agama yang berdasarkan wahyu, mereka secara simultan
mendapatkan tempat yang mulia.

Dan melalui fase-fase yang cemerlang yang telah dicapai oleh Pemerintah Islam pertama
pada zaman Nabi, dimanan seorang perempuan merupakan pendamping lelaki, ikut berpartisipasi
dalam melaksanakan kewajiban yang dibebankan oleh Islam, seperti jihad, belajar, usaha
mencapai kemuliaan dalam rangka merealisir misi Al-Qur’ân: Ingatkanlah mereka tentang apa-
apa yang harus dibaca dirumah mereka dari ayat-ayat Allâh dan nasehat kebijaksanaan, (QS. Al-
Ahzab : 34).

Ayat ini menjadi bukti bahwa, wanita berhak untuk belajar dan diajarkan, serta mengetahui
ilmu pengetahuan yang dimiliki kaum lelaki, ini dalam bidang ilmu pengetahuan.

Dizaman pertahanan Islan setelah Nabi pun, dalam bidang perjuangan Islam untuk
mempertahankan dan jihad dijalan Allâh. Seperti Ummu Haram, beliau adalah seorang Pahlawan
Fathul Islam ketika beliau bergabungan dengan Angkatan Perang Islam dalam menaklukkan
Cyprus, sehingga gugur sebagai syahid di sana (Panji Masyarakat No. 619, 1-10 Agustus 1989,
128

Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

hal. 68).

II. Peranan Perempuan

Peranan perempuan sebagai pendamping kaum pria, dan menjadi mitra dalam hidup dan
kehidupan kaum laki-laki. Selalu bekerjasama dalam mewujudkan keharmonisan. Masa inipun
diwarnai dengan sikap diskriminatif sebagian kalangan.

Perempuan dalam sejarah, dilukiskan sebagai sosok yang paling diidamkan kaum pria.
Sebuah fenomena tidak sedikit kaum perempuan yang mengukir sejarah dengan tinta emas. Ini
terlihat pada empat citra wanita tertinggi dalam sejarah manusia : Mariyam, Asiyah, Khadijah
dan Fatimah. Kehebatan citra Maryam terpatri pada kekokohan jiwanya yang tak terpengaruh
hembusan nafas zamannya. Melalui dirinya Allâh menitipkan Isa untuk diasuh dan dibina
memjadi nabi berpribadi tangguh. Kegemilangan Asiyah terpancar dari keteguhannya
melindungi dan memelihara Nabi Musa. Kendatipun suaminya, Fir`aun, berkonfrontasi terhadap
Musa. Citra Khadijah dan kecemerlangannya diukir di atas pengorbanan dan kecintaannya
terhadap Rasul Allâh Muhammad. Dan, Fatimah Azzahra seorang anak perempuan Rasul Allâh,
ibu dan isteri yang amat kukuh. Fatimah tahan banting dalam terpaan badai kezhaliman.

Selanjutnya, adajuga perempuan yang mempunyai tabi`at sebagai mesin penghancur yang
sangat ampuh seperti Donna Rice, Pamella Bordes, Christine Keeler mampu menggoncang
"mahkota" dua negara digdaya. Donna Rice (seorang sarjana Biologi dan filsafat) melempar
senyum mautnya, dan Gary Hart pun mundur dari panggung pemilihan calon peresiden negeri
Paman Sam, dengan kecantikan dan kecerdasannya. Pamella Bordes, sang Ratu Kecantikan dari
India. Membuat Kabinet negeri sarat aristokrat Inggris gonjang-ganjing, karena main mata
dengan kemenakan musuh bebuyutan Barat Kolonel Khadafi. Christine Keeler, mampu
mengandaskan karier mantan Menteri Pertahanan Inggris John Pfumno.

Disamping itu adajuga yang berjuang untuk memerangi sistem sosial budaya. Seperti Oshin
seorang perempuan Jepang yang gigih dan tangguh dalam menghadapi penderitaan, Ia bertindak
apabila saat merasa sangat terjepit. Walaupun keahliannya dieksploitasi oleh mertuanya. Karena
peranan perempuan dinomor duakan (kelas dua) atau makhluk subordinat. Juga di Indonesia
dikenal pula R.A. Kartini, sebagai pejuang emansipasi perempuan, yang sampai saat ini

H. Mas’oed Abidin 89
perjuangannya masih diperhitungkan, bahkan hari kelahirannya diperingati dan dihormati oleh
bangsa dan negara Indonesia pada setiap tanggal 21 April. Banyak lagi peranan perempuan yang
masih belum terungkap. Mereka sering terusik oleh bentuk masyarakat yang beragam, terutama
di Indonesia yang memiliki budaya yang majemuk.

A. Peranan Perempuan dalam Rumah Tangga

Perempuan sering juga menjadi barang eksploitasi oleh sebagian aliran Agama Islam,
seperti dalam ajaran Al-Argam yang didirikan oleh Ashaari Muhammad bersama beberapa
kawannya di Kampung Keramat, Kuala Lumpur tahun 1968. Ashaari awalnya adalah
Aktivis Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) dan Partai Islam se-Malaysia. Mereka
mewajibkan poligami terhadap penganutnya, tanpa ada batasan yang jelas. Ini akan
memberi dampak negatif bagi wanita. Bahwa hak-haknya dipersamarkan, padahal Islam
memberikannya. Walaupun sebuah organisasi yang kemudian berkembang menjadi bentuk
ajaran, jelas ini telah menyimpang dari Ajaran Islam Murni (Manji Masyarakat No. 619, 1-
10 Agustus 1989, hal. 57-61). Begitu gampang orang menjadikan agama sebagai doktrin
yang tak logis. Sehingga merugikan satu pihak, demi kepuasan pihak lain yang semestinya
melindungi dan menghormati hak-haknya.

B. Peranan Perempuan dalam Masyarakat

Peranan perempuan dalam masyarakat, sangat penting untuk disimak. Dalam sepanjang
sejarah Islam yang penuh dengan kegiatan-kegiatan sosial. Ini merupakan cermin dari
kemuliaan akhlak yang diajarkan dalam Islam. Seperti dianjurkan bagi kaum perempuan
yang mampu, misalnya mendirikan sebuah lembaga yang khusus untuk membantu
masyarakat yang tak mampu/miskin. Contoh mendirikan kelompok Arisan yang khusus
meminjamkan alat-alat atau perhiasan untuk acara pernikahan atau walimah al-`urs.
Setelah selesai acara tersebut si peminjam mengembalikannya kepada kelompok Arisan
tersebut. Ini sangat membantu untuk terciptanya hubungan sosial yang harmonis.

Inilah salah satu peran kaum perempuan yang semestinya ada dan dinilai sangat mulia.
Akan lebih mulia ada inisiatif mendirikan suatu lembaga Wakaf yang khusus untuk
masalah ini. Karena Islam adalah agama akhlak, seperti sabda Nabi,
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

.‫ق‬ ْ َ ‫م ا ْل‬
ِ َ ‫خل‬ َ ‫م‬
َ ِ‫كار‬ َ ‫م‬
َ ‫م‬
ُ
ُ ْ ‫ماب ُعِث‬
ّ َ ‫ت لت‬ َ ّ ‫ا ِن‬

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemulian akhlak”. (HR. Al-Tirmidzi,


Al-Thabrani, dan Al-Hakim, al-Hakim menshahihkannya dengan syarat Muslim,
Nashiruddin Al-Albani juga menshahihkannya). (Yusuf Qaradhawi, Distorsi Sejarah
Islam, 2005, h. 155).

C. Peranan Perempuan dalam Bidang Agama

Sangat besar peranan kaum perempuan dalam bidang agama khusus para Ibu. Sebab
tugas utamanya adalah mengasuh dan mendidik anak. Dalam pembentukkan akhlak anak
tergantung didikan Ibu terhadap anak yang dianugerahkan Allâh pada mereka. Disamping
suami sebagai pelindungan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian jelas tugas Ibu
terhadap agama buah hatinya.

Dalam lingkungan lebih luas, hendaknya ada diantara para ibu yang memiliki
pengetahuan agama yang mampu berfungsi sebagai umm al-mukminin. Yang berperan
sebagai penafsir pesan-pesan agama kepada kaum mereka. Dengan ini akan terciptalah
kesepadanan ilmu dengan kaum Bapak. Karena menuntut ilmu bagi setiap mukmin laki-
laki dan perempuan secara umum adalah wajib. Kalau sudah begini penulis yakin tak akan
ada tumpang tindih tentang kesetaraan gender, masih pentingnya pembicaraan persamaan
hak laki-laki dan perempuan akan sirna, karena mereka telah memfungsikan potensi
masing-masing sesuai fitrah. Sikap beginilah yang diharapkan kepada kaum perempuan
agar tetap menjaga kodratnya.

D. Peranan Perempuan dalam Bernegara

Sebagai warga negara, "Wanita adalah tiang negara, rusak wanita maka rusaklah
negara ". Demikian sabda nabi. Disamping negara melindungi hak-hak perempuan,
dipersamakan dalam negara. Hak berkumpul dan menyampaikan pendapat pada Undang-
undang Dasar 1945 Pasal 28,

H. Mas’oed Abidin 91
"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang."

Melihat bergemanya himbauan reformasi, yang menimbulkan gejolak dalam


penyampaian pendapat maka perlu DPR membuat Undang-undang. Yang pada
keputusannya, tanggal 26 Oktober 1998 disahkanlah Undang-undang Nomor 9 Tahun
1998. Isinya mengatur perihal kemerdekaan setiap warga negara Indonesia mengemukakan
pendapatnya dimuka umum. Pada Pasal ke-4 point d, "menempatkan tanggung jawab
sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tanpa mengabaikan
kepentingan perorangan atau kelompok."

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 di atas sejalan dengan Deklarasi Universal Hak-
hak Asasi Manusia Pasal 19 bahwa,

"Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak
ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk
mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun
juga dan dengan tidak memandang batas-batas."

Dan dalam Pasal 29 pada point "d", menyatakan sebagai berikut,

"Melindungi hak warga negara sesuai dengan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945. di
sisi lain dapat mencegah tekanan-tekanan, baik fisik maupun psikis, yang dapat
mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan, dalam pembentukan dan penegakan
hukum."

Hal ini menunjukkan kepedulian negara pada hak warganya termasuk kaum
perempuan, sekarang menteri, bahkan jadi presiden di Indonesia, namun "seandainya
urusan negara diberikan pada perempuan, akan hancurlah negara tersebut." Sejarah telah
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

membuktikan hal tersebut, seperti pemerintahan Megawati di Indonesia, dan Aroyo di


Pilipina.

Kaum perempuan jangan khawatir. Selain yang belum ditegaskan oleh Al-Qur’ân dan
Sunnah Nabi. Hal itu boleh kamu lakukan, sebagaimana yang dicontohkan oleh umm al-
Mukminin. Para isteri nabi adalah isteri yang berkiprah untuk perempuan bermartabat.

E. Emansipasi Perempuan (Woman`s lib)

Emansipasi itu secara ideal adalah meninggikan harkat dan martabat agar tidak
sebagaimana kehidupan orang yang mempunyai bekal pengetahuan (pendidikan) yang
memadai sebagai aktualisasi kehidupan atau profesinya bagi orang yang berbakat untuk itu,
meraka yang melupakan kodrat sehingga mereka "layu sebelum berkembang".

Banyak orang berpendapat bahwa emansipasi itu adalah persamaan hak wanita
dengan pria, misalnya model liberal Barat yang diproyeksikan tidak ada perbedaan prinsip
antara pria dan wanita. Namun tidak semua kaum wanitanya diprofesikan. Tapi harus
sesuai dengan karakter yang dimilikinya.

"Wanita masa kini" menpunyai kecenderungan yang kuat pada faktor otonom, kalau
faktor otonom ini makin diideologikan, maka mereka akan lebih memilih untuk tidak
kawin, dan mengejar karier, serta bebas menentukan sendiri dengan pria mana ia
berhubungan. Akibatnya, akan terjadi krisis penyelewengan isteri atau wanita ekstramarital.
Jelas ini akan merusak moral bangsa dan negara, karena mereka tiang negara.

Psikolog Laurel Richardson menyimpulkan penelitiannya dari 700 wanita yang


mempunyai hubungan ekstramarital dengan suami lain adalah faktor otonom yang dipunyai
wanita itu. Akhirnya terbentur juga dalam kehidupan bermasyarakat. (Panji Masyarakat
No. 619, 1-10 Agustus 1989, hal. 32-33).

1. Kerentanan Perempuan

Sebagaimana diketahui, bahwa wanita adalah mitra kaum laki-laki, bukanlah berarti sama
dalam berbagai hal. Tapi mereka mempunyai kelemahan-kelemahan, dan kelemahan tersebut
membuat mereka rentan terhadap kemajuan dan perubahan peradaban manusia.

H. Mas’oed Abidin 93
136

Misalnya dalam masalah kesehatan yang dapat mengancam jiwa dan raganya. Ada
beberapa kerentanan pada perempuan yaitu: Kerentanan Biologis, Kerentanan karena tidakadilan
Gender, Kerentanan sosial yang berupa kekerasan seksual dan perdagangan perempuan,
kerentanan ekonomi, dan kerentanan kultural.

A. Kerentanan Biologis

Kerentanan biologis, organ reproduksi yang tersempunyi sehingga tidak mudah


terdeteksi bila ada keluhan. Selain itu organ reproduksi perempuan memiliki selaput
mukosa yang luas, mudah luka/iritasi, sehingga bila terjadi penetrasi penis dengan
kekerasan atau penis dengan Infeksi Menular Seksual (IMS) akan lebih memudahkan
terjadinya penularan. Perlu diingat dalam kasus penularan virus HIV/AIDS. Jumlah virus
HIV di dalam sperma juga lebih banyak dibandingkan jumlah virus HIV di dalam cairan
vagina, sehingga perempuan sebagai pihak penampung sperma lebih besar
kemungkinannya untuk terinfeksi. Apalagi ada luka di vagina yang seperti akibat seks yang
dipaksa. Sehingga virus dapat berpindah, risiko penularan akan meningkat bila terdapat
infeksi Menular Seksual (IMS).

B. Kerentanan Karena Ketidakadilan Gender

Akibat dominasi kaum pria, sehingga tak menghiraukan nasib perempuan yang
memang mereka ada yang punya kemampuan atas pekerjaan/profesi yang biasa dilakukan
pria seperti menjadi dokter, ahli bedah, dan lain sebagainya dengan tidak merugikan aspek
kodrat yang mereka dimilikinya.

C. Kerentanan Sosial

Dalam kehidupan sosial wanita dipandang sebagai pelengkap tatanan sosial yang
berada disamping pria sebagai layaknya pembantu. Sehingga kaum perempuan dijadikan
barang komoditi yang bisa diperjual belikan, seperti kekerasan seksual, kekerasan dalam
rumah tangga, dan lain sebagainya.

Dalam masalah ini lalu bermunculanlah berbagai badan perlindungan mulai dari
adanya deklarasi tentang perempuan, lembaga pemberdayaan perempuan. Seperti Deklarasi
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

PBB pada Millennium Summit September 2000, yang dihadiri 189 negara diantaranya
mendeklarasikan, "menegakkan Hak Azazi Manusia (HAM) dan demokrasi". (Jurnal
HAM. Vol. 3. tahun 2005, hal. 44-45). Termasuk perlindungan perempuan dari perampasan
hak-haknya. Berupa kemerdekaan perempuan dan laki-laki berhak untuk hidup
bermartabat, bebas dari kelaparan, kekerasan dan ketidakadilan, dan sebagainya yang
mendukung hal ini secara mendasar. Dalam berbagai bidang sosial, orang selalu mengarah
pada kaum perempuan, karena mereka yang pantas untuk urusan ini.

D. Kerentanan Ekonomi

Begitu juga masalah ekonomi, kaum perempuan selalu menjadi lahan eksploitasi,
dengan gaji yang murah, fasilitas apa adanya dan terkadang tidak tidak layak. Ini
dikarenakan lapangan kerja yang sempit dan jumlah pencari kerja yang melimpah. Apalagi
jumlah populasi perempuan lebih banyak dibandingkan kaum laki-laki. Perbandingannya
tidak siknifikan dengan pekerjaan yang ada. Dengan demikian akan lebih mudah untuk
mengeksploitasi tenaga dan keahlian perempuan baik secara kolektif maupun individu.

Di Indonesi tentang perkonomian yang berkaitan dengan hak hidup ini di atur dalam
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27.

E. Kerentanan Kultural

Dan secara kultural kerentanan pada perempuan tersebut berkisar pada adat-istiadat
dimana ia berdomisili. Misalnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), berlaku tradisi sifon
(tradisi sunat pada laki-laki NTT untuk penyembuhan luka sunat ini, remaja tersebut
diharuskan melakukan hubungan seks dengan perempuan. Ritual seperti ini dimaksudkan
sebagai pendingin luka agar cepat sembuh, namun hal ini malah akan meningkatkan risiko
pada perempuan yang disetubuhinya tersebut terkena Infeksi Menular Seksual (IMS). Di
Sumatera Utara ada tradisi turun ranjang, dimana seorang laki-laki yang kematian isteri,
maka ia harus nikah dengan adik dari almarhumah isterinya (kalau ada), maka hal ini akan
berakibat adanya perbedaan gejala seksual, sehingga timbul pemberontakan emosi si
perempuan, maka ini akan mempengaruhi kehidupan seksnya yang tidak mampu
memuaskan pasangannya.

H. Mas’oed Abidin 95
Maka terjadilah kekerasan dalam rumah tangga dan sebagainya. Juga di Sumatera Barat
tradisi ini disebut ganti lapiak (ganti tikar). Sebenarnya banyak masalah yang mesti
dicermati dan dikonstruksi ulang dalam kultur-kultur yang ada, maka untuk
penyelesaiannya adalah Islam, karena Islamlah yang mampu menyelesaikan masalah pelik
ini. Islam berkiprah untuk kaum perempuan jadi bermartabat, dan terhormat.

2. Solusi Bagi Kaum Perempuan

Berbagaimacam solusi yang dimunculkan oleh aktivis perempuan atau pemerhati


perempuan mulai dari hak-hak dan kedudukannya di dalam keluarga, masyarakat atau pun
negara. Diantaranya ada Badan Perlindungan Perempuan juga dalam berbagai deklarasi tentang
perlindungan perempuan. Baik dari sudut pandang Liberal Barat maupun penganut sosialis. Dari
masalah tersebut penulis kemukakan beberapa solusi, insyâ Allâh bermanfaat sebagai berikut:

A. Solusi Terlambat Nikah

Disini penulis kemukakan solusi yang disampaikan oleh Faruq Nasution tentang
problem terlambat kawin:

1. Mulai menalarkan apa dan bagaimana emansipasi itu sebenarnya,


terutama dengan mengitari sejarah timbulnya kata-kata ini.

2. Berpola pada pikiran rasionalitas, sampai dimana batas emansipasi dan


seleksinya.

3. kembali kepada nafas bimbingan agama, terutama dengan mengitari


kedalaman arti "Fi Buyutikunna" secara harfiyah dan maknawiyah.

4. perangkat kata "otonom" tidak etis dalam pandangan kita orang Timur,
dan tidak layak dalam pandangan moral Islam.

Islam sangat menghormati kedudukan wanita, "Sorga ditelapak kaki Ibu", artinya apa,
diterangkan oleh hadits lain "Keridhaan Allâh terletak pada keridhaan kedua orang tua
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

(ayah dan ayah). Atau perbandingan dalam masalah kehormatan adalah tiga banding satu
dengan ayah. Wanita adalah tiang negara, rusak wanita maka rusaklah negara. Demikian
ungkapan Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam.

Ini semua tergantung pada sikap mental seseorang, bagaimana ia menyikapi tantangan
hidup. Mental ini menpunyai definisi, G.W. Allport menemukan lebih dari 100 definisi
mental (attitude = mental attitude), tapi ada 3 kesamaan yang konsisten :

1. Sikap mental selalu terkait dengan perilaku (behavior)

2. Sikap mental adalah variabel unidimensional yang ada


kaitannya dengan perasaan terhadap objek.

3. Sikap mental abstrak, namun konsekuensinya dapat dilihat.

Secara teori Human Behavior tampak bahwa sikap mental manusia dipengaruhi oleh
atau dibentuk oleh nilai luhur agama, ideologi dan pengalaman sejarah/tradisi
dilingkungannya.

Juga akan dipengaruhi oleh kendala situasi, keinginan dan norma. Inilah yang akan
memunculkan perilaku seseorang baik tingkah individu maupun sosial.

Berdasarkan hal di atas untuk menimbulkan perilaku yang luhur, individu maupun
sosial maka mesti menjaga nilai-nilai luhur berdasarkan nilai-nilai luhur agama dan sosial-
budaya.

B. Solusi Untuk Kaum Perempuan

Sebagai perempuan selayaknyalah kembali kepada fitrah yang telah digariskan


penciptanya. Mereka patut mensyukuri, Islam telah mengembalikan fitrah mereka dari
rongrongan kaum-kaum terdahulu yang telah mengingkari kehadiran mereka.

Sejak awal kejadian Adam dan Hawa, yang mampu menjerumuskan suaminya atas
rayuan sang isterinya. Disamping hal tersebut sudah menjadi skenario sang Pencipta.

H. Mas’oed Abidin 97
Disaat kaum perempuan menjadi penakluk kaum pria, mereka juga diciptakan untuk
menenang jiwa sang pria. Sampai masa sekarang wanitalah yang menghidupkan suana
hidup yang indah dan bahagia. Ini tentunya harus dibimbing nilai-nilai agamis yang luhur.

Masalah yang timbul di zaman modern ini, hampir semua kaum perempuan yang
merasa tertekan dan dikungkung dengan nilai budaya dan agama brontak. Apalagi
mengenai Porno Aksi dan Pornografi, malah sudah dirancang undang-undang tentang hal
itu. Yaitu Rancangan Undang-undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU-APP), malah
ada yang menentang dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan tidak perlu disahkan,
karena kalau disahkan akan membunuh kreativitas para seniman. Ternyata ini lebih
mengarah pada kreativitas penciptaan seni semata. Bukan pada kreativitas penciptaan ilmu
dan teknologi guna meningkatkan kesejahteraan hidup. Itu salah satu alasan yang menolak.

Inilah Paham Sekuler, mereka tidak lagi memikirkan kesejahteraan hidup, melainkan
memikirkan nilai jual yang merusak moral. Padahal tugas seorang seniman untuk
mengeluarkan dan harus mampu mengekspresikan nilai-nilai yang indah, sehingga mampu
mensejahterakan hidup ?.

Sadarlah, kembali kepada tuntunan Islam, jangan berpaling dari kodrat. Ikutilah
kehendak pencipta yaitu pelajarilah Al-Qur’ân dan Sunnah, serta nasehat umm al-
Mukminîn. jadilah isteri shalehah, inilah yang disenangi Rasul Allâh lewat sabdanya,

ِ َ ‫صل‬
.‫ة‬ ْ َ ‫جعِل‬
ّ ‫ت قُّرةُ عَي ِْنى ِفي ال‬ ُ َ‫ساُء و‬ ُ ّ ‫ث الط ّي‬
َ ّ ‫ب َوالن‬ ْ ُ ‫ن د ُن َْياك‬
ٌ َ ‫م ث َل‬ ْ ‫م‬ ّ َ ‫ب إ ِل‬
ِ ‫ي‬ َ ّ ‫حب‬
ُ

“Ada tiga hal yang sangat aku senangi di dunia ini, yaitu: Wangi-wangian, Isteri
shalehah, dan ketenangan saat shalat.”(Imam Nawawi, 2005, hal. 75).

Kalau isteri kaya dalam hal harta benda, maka kalau dengan senang hati dan ikhlash
memberikan hartanya kepada suaminya atas dasar kasih sayang, dan suaminya dalam
keadaan miskin, maka ia akan mendapat dua pahala satu pahala ibadah dan satu pahala
sedekah. Harta isteri merupakan hak isteri (kandungan Hadits Riwayat Bukhâriy dan
Muslim). (SAHID, No. 10/Tahun III/Februari 1991, hal. 41).
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Shahabat Rasul Allâh shalla Allâhu `alaihi wa sallam umar bin al-Khatthab radhiy
Allâhu `anhu juga pernah berkata,

َ َ ‫خمس ن‬
‫ل‬ِ ‫ب ْالعَِيششا‬ ُ ‫ح‬ ِ ‫صا‬
َ ‫قي ُْر‬ َ ْ ‫جن ّةِ ال‬
ِ ‫ف‬ َ ْ ‫ل ال‬
ُ ْ‫م ا َه‬ْ ُ‫فرٍ أن ّه‬ َ ِ ْ َ ‫ت عََلى‬ ُ ْ ‫شهِد‬ َ َ‫ب ل‬
ِ ْ ‫عاُءال ْغَي‬
َ ّ ‫ل َوْل َ ا ْد‬
َ ‫ه ا َب َش‬
ُ‫واه‬ ُ ‫ضششى عَن ْش‬ِ ‫جهَششا َوال ّْرا‬ ِ ْ‫هاعََلىَزو‬ َ ِ‫مهْر‬ ُ َ‫ص شد ّق‬
َ ِ‫ة ب‬ ُ ْ ‫جَهاَوال‬
َ َ ‫مت‬ ُ ْ‫ضى عَن َْهاَزو‬ ِ ‫ة الّرا‬ ُ َ ‫مْرئ‬َ ْ ‫َوال‬
ِ ْ ‫ن الذ ّن‬
.‫ب‬ ْ ‫م‬ ُ ِ ‫َوال ّْتائ‬
ِ ‫ب‬

“Sekiranya tidak takut dituduh mengetahui yang ghaib, tentulah aku mau bersaksi bahwa
kelima golongan manusia ini adalah termasuk ahli surga, yaitu:

 Orang fakir yang menanggung nafkah keluarganya;

 Wanita yang suaminya ridha kepadanya;

 Isteri yang menshadaqahkan mahar/maskawinnya kepada


suaminya;

 Anak yang kedua orang tuanya ridha kepada dirinya; dan

 Orang yang bertobat dari kesalahannya.”

Demikianlah islam mengajarkan kepada umatnya. Semuanya penuh dengan sikap


ridha dan syukur atas apa yang telah ditakdirkan oleh Allâh kepada mereka. Dengan sikap
inilah mereka dapat merasakan betapa indahnya keluarga. Maka sampailah mereka pada
nikmat “rumahku adalah surgaku”.

Konsep-konsep demikianlah yang seharusnya dimunculkan oleh kaum perempuan


pada masa ini, saling memperlukan, dan memberi kemudahan dalam berbagai persoalan
hidup yang dihadapi. Saling menjaga keutuhan rumah tangga. Adapun mengenai toleransi
Islam terhadap pernikahan antara laki-laki muslim dengan perempuan Ahli Kitab akan
diterangkan berikut.

C. Pernikahan Laki-laki Muslim dan Perempuan Ahli Kitab

H. Mas’oed Abidin 99
Khusus wanita Ahli Kitab, Yahudi dan Nashrani, islam memberi toleransi, dengan
membolehkan laki-laki muslim menikahi perempuan dari kalangan mereka. Dan setelah
menikah isteri yang berasal dari Ahli Kitab tersebut tetap berada dalam agamanya,
memperbolehkan pergi ke gereja untuk melakukan kewajiban ibadahnya. Ini apabila ada
sebab-sebab khusus, seperti bagi orang-orang yang kuat akidahnya, tunduk pada hukum
syari`at, menjalankan hukum dan ritualnya.

Sebagai dasar dari argumen ini adalah,

ْ ‫ل ل ّهُ ش‬
‫م‬ ٌ ‫ح‬ ِ ‫م‬ ُ ‫م وَط ََعا‬
ْ ُ ‫مك‬ ْ ُ ‫ل ل َك‬
ّ ‫ح‬ِ ‫ب‬ َ ‫ن ا ُوُْتوا ال ْك َِتا‬َ ْ ‫م ال ّذِي‬
ُ ‫ت وَط ََعا‬ ُ ‫م الط ّي َّبا‬ ُ ُ ‫ل ل َك‬
ّ ‫ح‬ِ ُ‫م ا‬
َ ْ‫ا َل ْي َو‬
َ ِ‫م ا‬
‫ذا‬ ْ ‫ن قَب ْل ِك ُش‬ ْ ‫مش‬ِ ‫ب‬ َ ‫ن ا ُوُْتواال ْك ِت َششا‬
َ ْ ‫ن ال ّشذِي‬
َ ‫مش‬ِ ‫ت‬ ُ ‫صَنا‬ َ ‫ح‬ ْ ‫م‬ُ ْ ‫ت َوال‬ ِ ْ‫مؤ‬
ِ ‫مَنا‬ ُ ْ ‫ن ال‬
َ ‫م‬ ِ ‫ت‬ ُ ‫صَنا‬َ ‫ح‬ْ ‫م‬ُ ْ ‫َوال‬
‫ن‬ َ ْ ‫ف شْر ب ِا ْل ِي‬
ِ ‫مششا‬ ُ ْ ‫ن ي ّك‬
ْ ‫مش‬ َ َ‫ن و‬ ٍ ‫دا‬َ ‫خ‬ْ َ ‫خذِى ْا‬ ُ َ ‫ن وَل‬
ِ ّ ‫مت‬ َ ْ ‫حي‬
ِ ِ‫ساف‬ َ ‫م‬ُ ‫ن غَي َْر‬
َ ْ ‫صن ِي‬
ِ ‫ح‬
ْ ‫م‬
ُ ‫ن‬
ّ ُ‫جوَْره‬ ُ ُ‫ن ا‬ّ ُ‫موْه‬
ُ ُ ‫آت َي ْت‬
.(5 :5/‫ة‬ َ ْ ‫سوَْرةُ ال‬
ِ َ ‫مائ ِد‬ ُ ) .‫ن‬ َ ْ ‫سرِي‬ِ ‫خا‬ َ ْ ‫ن ال‬
َ ‫م‬ِ ِ‫خَراة‬ِ ‫ه وَهُوَ ِفى ل‬ ُ ُ ‫مل‬
َ َ‫ط ع‬ َ ِ ‫حب‬
َ ْ ‫قد‬ َ َ‫ف‬

“Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli
Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu
menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-
perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara
orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka
untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan
piaraan. Siapa saja yang kafir setelah beriman maka sungguh, sia-sia amal mereka dan di
akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Al-Mâidah/5: 5).

Sebagaimana diketahui dari pendapat yang rajih (kuat) bahwa, ayat-ayat dalam surat
Al-Mâidah tersebut paling terakhir diwahyukan Allâh kepada nabi, jadi hukum terakhir itu
tidak ada yang menghapuskannya (me-nasakh-nya), jadi ini adalah sebagai toleransi bagi
kaum ahl al-Kitab membolehkan menikahi perempuan mereka.

Sebagian ulama menganggap, “Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-


perempuan yang menjaga kehormatan”, ini adalah perempuan-perempuan yang merdeka.
Tentunya hal ini tidak berlaku lagi, karena per-budak-an tidak ada lagi.
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Al-Qur’ân tidak menjelaskan tentang diperbolehkannya bagi perempuan muslimah


nikah dengan laki-laki ahl al-Kitab. Melihat dari ke-mudharat-an yang ditimbulkan, maka
ulama sepakat mengharamkan hal itu. Karena sesuatu yang menyebabkan timbulnya
pengharaman (secara pasti) terhadap sesuatu, maka sesuatu itu juga diharamkan.

Selanjutnya apabila dilihat secara pasti, manfaatnya lebih besar. Berdasarkan


keterangan di atas, maka hal itu dapat terjadi. Jadi untuk masalah ini, sebagai pertanyaan
apakah pada zaman sekarang ini ada “perempuan-perempuan yang sesuai dengan firman
Allâh di atas?”, apakah mereka betul-betul berpegang kepada ajaran kitab yang
diwahyukan Allâh sebelum al-Qur’ân?.

Sebaiknya seorang muslim dan muslimah memperhatikan hal ini, karena Islam telah
mengajarkan berbagai macam kebaikan kepada kita. Dan tidak sama dengan non-Islam.
Sebagai contoh, pada tahun 1685 M., Perancis mengeluarkan ketetapan yang
mengharamkan agama Protestan dan menghancurkan gereja-gerejanya, mengusir
pemimpin-pemimpinnya dari negaranya. Pada tahun 1715 M., Perancis menganggap bahwa
pernikahan yang diadakan tidak dengan cara Katolik adalah pernikahan yang tidak sah
(baik laki-laki atau pun perempuan dari golongan mereka-pen). Dan Pada tahun 1724 M.,
Perancis menghalangi kaum Protestan untuk memperoleh pekerjaan, dan anak-anak
Protestan disandera untuk dididik dengan pendidikan Katolik. Demikian perlakuan doktrin
yang mereka pahami, apa yang akan terjadi, akhirnya mereka memberontak. Aturan apa
itu?, yang dibuat dari lembaga manusia, dan tidak sesuai dengan fitrah apakah itu yang
dipegangi ahl al-Kitab sekarang?, kalau demikian halnya tentu tidak termasuk dalam
kategori masalah ini.

Keterangan di atas, merupakan gambaran perbandingan negara non-Islam dengan


negara Islam. Hanya islam membuat peraturan seperti itu lewat mulut mu`allimin islam.

Kembali pada masalah pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan ahl al-Kitab,
apakah pernikahan tersebut dilakukan secara islam atau tergantung pada ajaran perempaun
ahl al-Kitab?, jelas menurut ajaran Islam. Karena islam hanya memberi toleransi bukan
sebagai hak penuh untuk “ibadah” sakral ini (pernikahan), sehingga tetap menjunjung
tinggi nilai-nilai islam, sesuai dengan syarat yang dikemukakan di atas.

H. Mas’oed Abidin 101


Nah, bagaimana ada dikalangan golongan islam yang mengharamkan nikah dengan
golongan islam lain, yang pahamnya tidak sama dengan golongan tersebut, seperti
golongan arqam, ahmadiyah, dan lainnya. Pada hakekatnya ajaran tersebut bukanlah ajaran
Islam, karena islam tidak pernah secara qath`iy (pasti), melarang pernikahan sesama
muslim.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan melalui tulisan ini, dan penulis akhiri
dengan do`a,

ّ َ‫ت ال ْو‬ َ َ ‫ة إن‬ َ ْ ‫ن ل ّد ُن‬


ُ‫سششوَْرة‬
ُ ) .‫ب‬
ُ ‫ها‬ َ ْ ‫ك أن‬ ِّ ً ‫م‬
َ ‫ح‬
ْ ‫ك َر‬ ِ ‫ب ل ََنا‬
ْ ‫م‬ َ َ ‫َرب َّنا ل َت ُزِغْ قُُلوب ََناب َعْد َ إ ِذ ْ هَد َي ْت‬
ْ َ‫ن وَه‬
(8 :3/‫ن‬ ِ ‫مَرا‬ ْ ‫ع‬ِ ‫ل‬ ِ ‫آ‬

“(Mereka berdo`a), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada
kesesatan setelah Engkau Berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami
rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS. Âli `Imrân/3: 8).

Semoga dengan pembahasan yang singkat ini dapat bermanfaat, bagi semua umat
islam, khusus bagi penulis sendiri menajadi amal yang shaleh. Amien. Wa Allâhu A`lam bi
al-Shawâb.
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

H. Mas’oed Abidin 103


DAFTAR RUJUKAN

Abu Al-Su`ud Badr, Abdullah, Tafsir Umm Al-Mu`minîn `Aisyah r.ha, (Jakarta:
PT. Serambi Ilmu Semesta, 2000), Cet. I, penerjemah: Gazi Saloom dan
Ahmad Syaikhu.

Ahmad Jaiz, Hartono, Aliran-aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta:


Pustaka Al-Kautsar, 2006), Cet. XII.

Al-Bukhâriy, Abu `Abd Allâh Muhammad Ibn Ismâ`îl, al-Jâmi` al-Shâhîh al-
Mukhtashar min Umûr Rasûl Allâh `alaihi wa Sallam wa Sunanih wa
Ayyânih, (Bairut : Dâr al-Fikr, [t. th]).

Al-Ghazali, Ringkasan Ihya `Ulumuddin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet.


I, Penerjemah: Zaid Husein Al Hamidi.

Al-Ghazali, Ihya’ `Ulumuddin, penerjemah: Ahmad Rofi` Usmani, (Bandung:


Pustaka, 2005), Cet. I, Jilid 4.

Al-Hikmah & DITBINBAPERA Islam, Mimbar Hukum; jurnal dua bulanan:


aktualisasi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Internusa, 1995), No. 21 tahun VI.

Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih, (Jakarta: Pustaka Antara, 1995), Cet. XX.

Aliyah, Samir, Sistem Pemerintahan, Peradilan, dan Adat dalam Islam,


penerjemah: H. Asmuni Solihan Zamkhsyari, Lc., (Jakarta: Khalifah,
2004), Cet. I
Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

Al-Khurasyi, Sulaiman bin Shalih, Pemikiran Yusuf Al-Qaradhawi dalam


Timbangan, penerjemah: Abdul Ghoffar, E.M. (Bandung: Pustaka Imam
Al-Syafi`i, 2003), Cet. I.

Al-Maqdisy, Al-Imam al-Syaikh Ahmad bin `Abdu al-Rahmân bin Qudamah,


Minhâj al-Qashidîn: Jalan Orang-Orang Yang Mendapat Petunjuk,
(Jakarta: Pustaka al-Kautsâr, 1997), Cet. I, Penerjemah: Kathur Suhardi,
judul asli, “Mukhtasâr Minhâj al-Qashidin”.

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Terjemahan Tafsir al-Maraghi Juz II,


(Semarang: CV Toha Putra, 1993), Cet. II, Penerjemah: K. Anshori Umar
Sitanggal, dkk.

Al-Mubarakfuriy, Syaikh Shafiyy al-Rahman, Sirah Nabawiy, (Jakarta: Pustaka


al-Kautsar, 1997), Cet. I, Penerjemah: Kathur Suhardi.

Al-Qaradhawi, Yusuf, Fatawa Qardhawi, Permasalahan, Pemecahan dan


Hikmah, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), Cet. II.

Al-Qaradhawi, Yusuf, Distorsi Sejara Islam, penerjemah: Arif Munandar


Riswanto, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), Cet.I.

Aminuddin dan Slamet Abidin, Fiqh Munakahat 1, (Bandung: Pustaka Setia,


1999), Cet. I.

Ash-Shiddieqy, Hasbi, Fiqh Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, Cet.
VIII, (Jakarta, 1994), Cet. VIII.

Bahreisy, Salim, Al-Hikam; Pendekatan `Abdi pada Khaliqnya, (Surabaya:


Balai Pustaka, 1984), Cet. V.

Bismar Siregar, Islam dan Hukum, (Jakarta: PT. Pustakakarya Grafikatama,


1990), Cet. I.

Boyke Dian Nugraha, DSOG, Surat-surat Pembaca tentang: Problema Seks

H. Mas’oed Abidin 105


dan Organ Intim, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), Cet. IV.

Bukhari. M, Hubungan Seks Menurut Islam, (Bumi Aksara: Jakarta, 2001),


Cet. I.

Dahlan, H. M. D, Khuthbah Jum`at dan `Idain dari Kampus, (Bandung: CV


Diponegoro, 1996), Cet. I.

Daud Ali, Muhammad, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), Cet. Ke-11.

Didin Hafiduddin, Tafsir al-Hijri Surat al-Nisâ’, (Ciputat: Logos, 2000), Cet. I.

Djamaan Nuh, Fiqh Munakahat, (Semarang: Dina Utama, 1993), Cet. I.

Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 2001), Cet. 12.

Handono, Irena, dkk, Islam Dihujat; Menjawab Buku Islamic Invasion, (Kudus:
Bima Rodheta, 2004), Cet. IV.

Hasan, Ayyub, Etika Islam: Menuju Kehidupan yang Hakiki, (Bandung:


Triganda Karya, 1994), alih bahasa: Tarmana Ahmad Qasim, dkk.

Husein Bahreisj, Shahih Bukhari-Muslim, (Surabaya: CV Karya Utama).

Junaedi, Subki, Pedoman Mencari dan Memilih Jodoh, Cet. I, (Bandung: Sinar
Baru, 1992).

Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi Terhadap


Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan
Malaysia, (Jakarta: Leiden, 2002).

Mahmud, Abdul Halim, Menyingkap Rahasia Ibadat, (Jakarta: Alayidrus,


1988), Cet. I.

Mizan Ansori, Penawar Kegundahan Hati, (Bandung: Husaini, 1987), Cet. I di


Permasalahan dan Bimbingan Pernikahan di dalam Islam

terjemahkan dari karya (`Abd al-Majid `Ali al-`Adawy, al-Tufah al-


Mardhiyah fi al-Akhbari al-Qudsiyyah wa al-Ahadits al-
Nabawiyyah;Mesir: Musthafa al-Bâbi al-Halabi, 1950 M/1369 H), Cet. II.

Nasir, Salihun, Tinjauan Akhlaq, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1991), Cet. I.

Nazar Nizar, Fiqh Munakahat (diktat), (Padang: IAIN, 1989), Cet. I.

Nawawi, Nashaihul `Ibad, penerjemah: Fuat Kauma, (Bandung: Irsyad Baitus


Salam, 2005), Cet. Ke-10.

Panji Masyarakat No. 619, 29 Zulhijjah-8 Muharram, 1410, 1-10 Agustus


1989.

Panji Masyarakat, No. 08 tahun I. 09 Mei 1997.

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Ciputat: Lentera Hati, 2000), Cet. I, Vol.
2.

Rahman, Abdur, Tindak Pidana dalam Syari`at Islam, penerjemah: Wadi


Msturi dan Basri Iba Asghary, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), Cet. I.

Rahman Ritonga, Fiqh Ibadah, (Jakarta: GayaMedia Pratama), Cet. I.

Rasyid, Figh Islam, (Bandung: CV. Sinar Baru, 1987), Cet. 20.

Republika, Terbitan Rabu, 2 Maret 2005.

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,


1998), Cet. III.

SAHID, No. 10/Tahun III/Februari 1991.

Sahli, Mahfudli, Amaliah Surgawi ; terjemahan al-Targhîb wa al-Tarhib,,


(Jakarta: Pustaka Amani, 1981).

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah V, (Bandung: PT. Al-Ma`arif, 1997), Cet. XI,

H. Mas’oed Abidin 107


Penerjemahkan oleh: Mahyuddin Syaf.

Sayyid Sabiq, fiqh Sunnah IX, (Bandung: al-Ma’arif, 1994), Cet. XIII, Jilid 1,
Penerjemahkan oleh: Mahyuddin Syaf.

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: PT. al-Ma’arif), Cet. I, Penerjemah:


Muhammad Thalib.

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta: Kalam Mulia, 1991), Cet. II, Jil. 14.

Staf Redaksi PT Pustaka Litera AntarNusa, Nasehat-nasehat Al-Qur’ân,


(Bogor: PT Pustaka Litera AntarNusa, 1989), Cet. I.

Takariawan, Cahyadi, Izinkan Aku Meminangmu, (Solo: Era InterMedia,


2004), Cet. I.

Thaha, Fauzy Sa`ied, Ghulam Ahmad Penyeleweng Terbesar, (Jakarta: Disampaikan pada
seminar Nasional di Masjid Istiqlal, Agustus 2002).

Thalib, Muhammad, Nasehat Untuk Pengantin, (Bandung: Irsyad Baitus


Salam, 2001), Cet. I.

Umar As Seewed, Muhammad, Janganlah Mendekati Zina, (Sukabumi:


Yayasan Al-Imam)

Usman, Ali. dkk, Hadits Qudsi, (Bandung: CV Diponegoro, 1997), Cet. XXII.

Usman, Suparman, Hukum Islam; Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum


Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
2002), Cet. II.

Ya`qub, Hamzah, Etika Islam, (Bandung: CV Diponegoro, 1996), Cet. VII.

You might also like