Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian ser
ius. Di Amerika dilaporkan bahwa setidaknya terdapat 6 juta pasien ISK setiap ta
hunnya. Di RS X di Yogyakarta ISK merupakan penyakit infeksi urutan ke-2 dan mas
uk dalam 10 besar penyakit (Juli – Desember 2004) .Infeksi Saluran Kemih (ISK) a
dalah keradangan bakterial saluran kemih disertai adanya kolonisasi mikroba di u
rin.
Saluran kemih meliputi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Epidemiologi ISK terbagi dalam kelompok nosokomial dan kelompok masyarakat diman
a gejalanya dapat berupa asimptomatik maupun simptomatik.
Dalam bab ini akan dibahas tentang semua mengenai infeksi saluran kemih dan peng
obatannya .
II.2 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk kita semua mengetahui semua tentang penyak
it Infeksi Saluran Kemih meliputi pencegahan dan pengobatannya .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih adalah suatu penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah k
eradangan bakterial saluran kemih disertai adanya kolonisasi mikroba di urin.Sal
uran kemih meliputi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Epidemiologi ISK terbagi dalam kelompok nosokomial dan kelompok masyarakat diman
a gejalanya dapat berupa asimptomatik maupun simptomatik. Penggunaan kateter ada
lah penyebab terbanyak ISK nosokomial.ISK dapat mengenai laki-laki maupun peremp
uan. Pada bayi laki-laki lebih sering terjadi dibanding perempuan. Pada anak dan
remaja, perempuan lebih sering terjadi dibanding laki-laki. Pada dewasa, peremp
uan lebih sering terjadi dibanding laki-laki. Pada penderita diatas 60 tahun dij
umpai lebih banyak laki-laki dibanding perempuan terutama jika disertai kelainan
struktur maupun fungsi.
• Siprofloksasin
• Norfloksasin
• Gatifloksasin
• Levofloksasin
• Lomefloksasin
• Enoxasin
• Amoksisilin
• Amoks –kalvulanat
• fosfomisin 2 tablet (160/800)
1 tablet (80/400)
250 mg
400 mg
200 – 400 mg
250 mg
400 mg
200 mg
6 x 500 mg
500 mg
3 gram Dosis tunggal
2 x sehari
2 x sehari
2 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
Dosis tunggal
Setiap 8 jam
Dosis tunggal 1 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
1 hari
3 hari
1 hari
Infeksi saluran kemih bawah, komplikasi • TMP –SMX
• Trimetroprim
• Siprofloksasin
• Gatifloksasin
• Moxifloksasin
• Levofloksasin 1 tablet (80/400)
100 mg
400 mg
250 – 500 mg
400 mg
400 mg
250 mg
2 x sehari
2 x sehari
2 x sehari
2 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
Setiap 8 jam
7-10 hari
7-10 hari
7-10 hari
7-10 hari
7-10 hari
7-10 hari
7- 10 hari
Infeksi ulang (kambuh) • Nitrofurantoin
• Trimetoprim
• TMP – SMX 50 mg
100 mg
½ tazblet 1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
6 bulan
6 bulan
6 bulan
Sindrom uretral akut • TMP - SMX 1 tablet 2 x sehari
3 hari
Sindrom uretral akut, gagal terhadap TMP - SMX • Azitromisin
• Doksisiklin 1 gram
100 mg Dosis tunggal
2 x sehari 7 hari
Penanganan Empirik infeksi saluran kemih
Diagnosis Bakteri patogen Penanganan Keterangan
Sistisis aku tidak komplikasi E. coli
S. saprophyticus 1. Trimetoprim-sulfametoksazol x 3 hari
2. kinolon x 3 hari • Terapi singkat
• Lebih efektif dari dosis tunggal
Kondisi hamil E. coli
S. saprophyticus 1. Amoksisilin-klavulanat x 7 hari
2. Sefalosporin x 7 hari
3. TMP-SMX x 7 hari Hindari Trimetoprim-sulfametoksazol pada trimester ke-3
Pielonefritis akut tidak komplikasi E. coli 1. TMP-SMX x 14 hari
2. kinolon 14 hari Dapat digunakan untuk pasien rawat jalan
Pielonefritis akut komplikasi E. coli
P. mirabilis
Pseudomonas aeruginosa
E. fecalis 1. kinolon x 14 hari
2. kinolon x 14 hari • Penyakit berat akan menentukan durasi terapi IV,
ditentukan oleh hasil kultur
• Terapi oral sempurna dalam 14 hari
Obat-obat yang digunakan dalam infeksi saluran kemih
1. Sulfametoksazol dan Trimetoprim (SMX-TMP)
Mekanisme Kerja obat:
Sulfametoksazol menghambat sintesis asam dihidrofolat bakteri berkompetisi denga
n asam para aminobenzoat. Trimetoprim menghambat produksi asam tetrahidrofolat d
engan menghambat enzim dihidrofolat reduktase.
Data farmakokinetik:
Trimetoprim-sulfametoksazol diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Seki
tar 44% trimetoprim dan 70% sulfametoksazol terikat dengan protein. Waktu paruh
dengan pemberian oral trimetoprim adalah 8-11 jam dan sulfametoksazol adalah 10-
12 jam. Trimetoprim dimetabolisme menjadi bentuk yang lebih kecil dan sulfametok
sazol mengalami biotransformasi menjadi senyawa tidak aktif
Indikasi:
Nokardiosis, bronchitis kronis, infeksi saluran kemih bila ada bukti sensiitivit
as bakteriologis dan ada alas an yang kuat untuk memilih obat ini dibandingkan o
bat tunggal
Kontraindikasi:
Gagal ginjal dan gangguan fungsi hati yang berat
Efek samping:
Mual, muntah, ruam ( fotosensitivitas,) hentikan segera, gangguan darah neutrope
nia, ataksia, depresi, konvulsi
Sediaan yang beredar:
Aditrim, Bactoprim. Bactricid, Sanprima, dan lain sebagainya
2. Penisilin
Mekanisme Kerja obat:
Bersifat bakterisid yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel
Data farmakokinetik:
Obat ini berdifusi baik di jaringan dan cairan tubuh, tapi penetrasi kedalam cai
ran otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Obat ini dieks
kresi ke urin dalam kadar terapetik
Yang termasuk dalam kelompok penisilin antara lain:
A. Amoksisilin
Indikasi:
Infeksi saluran kemih, otitis media, susitis, bronchitis kronis, gonore, terapi
tambahan meningitis listeria
Kontra indikasi:
Hipersensitivitas terhadap penisilin
Efek samping:
Mual, diare, ruam, colitis
Sediaan beredar:
Amoxsan, Aclam, Bellamox, Zemoxil, dan lain sebagainya
B. Amoksislin-Asam Klavulanat
Indikasi:
Infeksi saluran kemih, otitis media, susitis, bronchitis kronis, gonore, terapi
tambahan meningitis listeria
Kontra indikasi:
Hipersensitivitas terhadap penisilin
Efek samping:
Mual, diare, ruam, colitis
Sediaan beredar:
Amcla, Betaclav, Clabat. Dexyclav, dan lain-lain
3. Sefalosporin
Mekanisme Kerja obat:
Bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel mikroba
Data farmakokinetik:
Dari sifat farmakokinetik, sefalosporin dibedakan menjadi 2 golongan. Sefaleksin
, sefradin, sefaklor, dan sefadroksil dapat diberikan per oral jarena diabsorbsi
melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan parenteral. S
efalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara intravena karena menimbulkan iri
tasi pada pemberian intramuscular. Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalny
a moksalatam, sefotaksim, seftizoksim, dan seftriakson mencapai kadar tinggi dal
am cairan serebrospinal, sehingga bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulen
ta. Selian itu sefalosporin melalui sawar plasenta, mencapai kadar tinggi dalam
cairan sinovial dan cairan pericardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalospo
rin generasi ketiga dalam cairan mata relative tinggi, tapi tidak mencapai vitre
us. Kadar dalam empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon. Kebanyakan sefalosp
orin dieksresi utuh ke urin, kecuali sefoperazon yang sevagian besar diekskresi
melalui empedu. Oleh karena itu dosisnya harus disesuaikan pada pasien gangguan
ginjal.
Perbandingan antar obat:
A. Sefalosporin generasi pertama
Tertutama aktif terhadap kuman gram positif. Termasuk dalam kelompok ini antara
lain: sefaleksin, sefradin, sefadroksil, yang aktif dalam pemberian oral. Obat i
ni diindikasikan untuk infeksi saluran kemih yang tidak berespons terhadap obat
lain atau yang terjadi selama kehamilan, infeksi saluran nafas, sinusitis, infek
si kulit.
B. Sefalosporin generasi kedua
Dibandingkan generasi pertama, sefalosporin generasi kedua kurang aktif terhadap
bakteri gram positif, tetapi lebih aktif terhadap bakteri gram negative. Termas
uk dalam kelompok ini adalah sefuroksim dan semandol yang lebih tahan terhadap p
enisilanase dibandingkan dengan generasi pertama.
C. Sefalosporin generasi ketiga
Golongan ini umumnya kurang aktif terhadap kokus gram positif dengan generasi p
ertama, tapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain pengj
asil penisilinase. Teramsuk dalam kelompok ini adalah seftazidim, seftriakson, s
efotaksim. Khusus seftriakson memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan se
falosporin lainnya dan diindikasikan untuk infeksi berat seperti pneumonia, meni
ngitis. Garam kalsium seftriakson kadang-kadang menimbulkan presipitasi di kandu
ng empedu, tetapi baiasanya menghilang bila obat dihentikan.
4. Tetrasiklin
Mekanisme Kerja obat::
Tetrasiklin adalah bakteriostatik yang bekerja menghambat sintesis protein denga
n berikatan pada ribosomal subunit 30S sehingga menghambat ikatan aminoasil-tRNA
ke sisi A pada kompleks ribosomal. Hambatan ikatan ini menyebabkan hambatan sin
tesis ikatan peptide.
Data farmakokinetik:
Kelompok Obat Absorbsi (%) Cmax(mcg/mL) Tmax(jam) Ikatan protein (
%) T1/2 serum (jam)
Tetrasiklin 60-80 - 2-4 20-65 6-12
Doksisiklin 90-100 2,6 (hiclat,200 mg dosis tunggal oral)
3,61 (monohidrat, 200 mg dosis tunggal oral)
3,6 (IV, 200 mg IV lebih dari 2 jam) 2 (hiclat,200 mg dosis tunggal oral)
2,6 (monohidrat, 200 mg dosis tunggal oral)
80-95 18-22
Kelompok Obat:
A. Tetrasiklin
Indikasi:
Bronchitis kronis, klamidia, mikoplasma, brusilosis
Kontraindikasi:
Tidak boleh diberikan pada anak-anak dibawah 12 tahun, ibu hamil dan menyusui, p
ada pasien gangguan fungsi ginjal karena dapat menyebabkan eksaserbasi penyakit
ginjal
Efek samping:
Mual, muntah, diare, ritema, sakit kepala (hentikan pengobatan)
Sediaan beredar:
Altetra, Bimatra. Sanlin, Tetrasanbe, dan lain-lain
B. Doksisiklin
Indikasi:
Bronchitis kronis, klamidia, mikoplasma, brusilosis
Kontraindikasi:
Tidak boleh diberikan pada anak-anak dibawah 12 tahun, ibu hamil dan menyusui, p
ada pasien gangguan fungsi ginjal karena dapat menyebabkan eksaserbasi penyakit
ginjal
Efek samping:
Mual, muntah, diare, ritema, sakit kepala (hentikan pengobatan)
Sediaan beredar:
Dotur. Doxacin. Doxin. Vibramycin. Dan lain-lain
5. Fluorokuinolon
Mekanisme kerja:
Fluorokuinolon bekerja dengan menghambat DNA gyrase sehingga sintesis DNA kuman
terganggu
Data farmakokinetik:
Kelompok obat fluorokuinolon Bioavailabilitas (%) Cmax(mg/mL)
(dosis) AUC(mcg=h/mL)(dosis) Ikatan protein (%) T1/2 (jam)
Siprofloksasin oral 70-80 1.2 (250 mg)
2.4 (500 mg)
4.3 (750 mg)
5.4 (1000 mg) 4.8 (250 mg)
11.6 (500 mg)
20.2 (750 mg)
30.8 (1000 mg) 20-40 4
Siprofloksasin IV 4.4 ( 400 mg) 4.8 (200 mg)
11.6 (400 mg) 5-6
Gatifloksasin oral 96 2 (200 mg dosis tunggal)
3.8 (400 mg dosis tunggal)
4.2 (400 mg dosis berulang)
14.2 (200 mg dosis tunggal)
33 (400 mg dosis tunggal)
34.4 (400 mg dosis berulang) 20 7.8 (400 mg dosis tunggal)
7.1 (400 mg dosis berulang)
Gatifloksasin IV 2.2 (200 mg dosis tunggal)
2.4 ( 200 mg dosis berulang)
5.5 (400 mg dosis tunggal)
4.6 (400 mg dosis berulang) 15.9 (200 mg dosis tunggal)
16.8 ( 200 mg dosis berulang)
35.1 (400 mg dosis tunggal)
35.4 (400 mg dosis berulang)
11.1(200 mg dosis tunggal)
12.3 ( 200 mg dosis berulang)
7.4 (400 mg dosis tunggal)
13.9 (400 mg dosis berulang)
Dengan pengobatan profilaksis, laju infeksi 0,2 kali serangan pertahun, dan 2,2
kali serangan pertahun pada pengobatan mandiri. Ongkos perkwartal pengobatan pro
filaksis dan mandiri sama, lebih murah daripada pengobatan konvensional untuk wa
nita dengan 2 atau lebih infeksi pertahun.Pengobatan profilaksis sangat berguna
untuk wanita dengan infeksi 3 atau lebih pertahun, dan pengobatan mandiri untuk
wanita dengan infeksi 1–2 pertahun.
Pencegahan.
1. Bagi wanita, setelah buang air kencing membasuh dari depan ke belakang u
ntuk mencegah masuknya bakteri dari anus ke dalam uretra.
2. Banyak minum air putih
3. Segera buang air kecil apabila bila kandung kemih sudah terasa penuh
Pemeriksaan Laboratorium .
- Urinalisis / urin lengkap : pemeriksaan urin untuk melihat adanya tanda- tand
a infeksi seperti sel darah putih (lekosit) dan bakteri.
- Kultur urin : untuk melihat jenis bakteri dan jenis antibiotik yang resisten d
an sensitif terhadap bakteri tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan dapat menyimpulkan bahwa prosentase terbesar pada I.S.K. adalah
wanita dengan disuri akut. Pada umumnya penyebab terbesar dari I.S.K. tersebut p
rimer oleh Eserikhia Coli dan sekunder oleh Stafilokokus saprofitikus.I.S.K. tan
pa komplikasi atau dengan risiko rendah terhadap kerusakan ginjal, berarti tidak
ditemukan: kelainan struktur saluran kemih, kelainan neurologis saluran kemih,
benda asing dalam saluran kemih, diabetes melitus.Dari sudut epidemiologis, peng
obatan I.S.K. baru diberikan bila ada piuria.Tujuan pengobatan pada wanita denga
n I.S.K. tanpa komplikasi menghilangkan gejala dan mengurangi infeksi kambuh,seh
ingga pengobatan pencegahan ditunjukkan hanya pada serangan yang bergejala.pengo
batan pada wanita dengan I.S.K. bagian bawah tanpa komplikasi cukup dengan dosis
tunggal. Follow up dengan kultur sesudah 4–7 hari pengobatan. Keuntungan pengob
atan dosis tunggal: lebih murah, kepatuhan obat lebih tinggi, lebih menyenangkan
, dan efek samping lebih kecil.Pengobatan dosis tunggal cukup efektif, tetapi ku
rang efektif daripada dosis ganda beberapa hari. Kegagalan pengobatan dosis tung
gal berarti ada komplikasi atau I.S.K. bagian atas dengan komplikasi. Di sini ba
rn perlu pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan urologis.
PUSTAKA
Elin Yulinah Sukandar Prof, Dr, Retnosari Andrajati Dr, Joseph I sigit Dr, Adji
Prayitno Setiadi drs, Msi, Kusnadar Dr, Iso Farmakoterapi, ISFI, 813-827, Jakart
a,2008
Savard-Denton M, fenton BW, Roller LB dkk. Single dose amoxycillin therapy with
follow up urine culture. Am J Med 1982;73 : 808–813.
Bailey RR, Abbott BD. Treatment of urinary tract infection with a single dose of
amoxycillin. Nephron. 1977; 18 : 316–320.
Williams JD, Smith EK. Single dose therapy with srteptomycin Ind sulfametopyrazo
ne for bacteriuria during pregnancy. Brit Med J 1970; 2 :651–657.
Ronald HR, Boutros P, Mourtada H. Bacteriuria localisation and response to singl
e dose therapy in women. JAMA 1976; 235 : 1854–1856.
Philbrick JT, Bracikowski JP. Single dose antibiotic treatment for uncomplicated
urinary tract infections. Arch, Intern Med. 1985;145 : 1672–1678.
Hooton TM, Running K, Stamm WE. Single-dose theraphy forcystitis in women. JAMA
1985; 253 : 387–390.
Mabeck CE. Treatment of uncomplicated urinary tract infection in nonpregnant wom
en. Postgrad Med J, 1972; 48 : 69–75. Greenberg RN, Sanders CV, Lewis AC dkk. Si
ngle dose cefaclor therapy of urinary tract infection. Am J Med 1981; 71 : 841–8
45.
Sheehan G, Harding BKM, Ronald AR. Advances in the treatment of urinary tract in
fenction. Am J Med 1984; 76 : 141–147.
Rubbin RH, Fang RST, Wagner KF dkk. Single dose amoxcycillin therapy for urinary
tract infection : Multicantertrial using antibody coated bacteria localization
technique. JAMA 1980; 244 :561–564.
Harding BK, Ronald AR. A controlled study of anti microbal prophylaxis of recurr
ent urinary infection in women. N Engl J Med 1974; 291 : 59