You are on page 1of 12

Pornografi dan Dampaknya

May 7th, 2008


Pendahuluan
Indonesia terkenal sebagai negara yang sopan, ramah dan religius. Ternyata gelaran itu hanya
omong kosong! Kita menempati rekor sebagai negara terkorup dengan tingkat pendidikan 112 dari 176
negara didunia. Kini kitapun menempati rangking kedua sebagai negara paling memberikan kebebesan
pornografi di dunia.
Ketua Presidium Aliansi Masyarakat Anti-Pornografi dan Pornoaksi, Dra Hj Juniwati T Masjchun
Syofwan (hidayatullah.com) mengungkapkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pornografi di
Indonesia merupakan urutan kedua di dunia setelah Swedia. Kondisi ini dipicu karena hasil keuntungan
dari penayangan pornografi melalui media cetak dan elektornik lebih besar dari usaha dagang pada
umumnya, sehingga orang makin tergiur untuk melakukannya demi mendapatkan keuntungan sesaat,”
Sementara itu para penentang pornografi di Indonesia saat ini menghadapi kapitalisme tingkat tinggi,
sementara tayangan porno dan gambar-gambar porno malah menjadi budaya yang premisif dan
dampaknya sangat luar biasa terhadap moral dan budaya bangsa. Lebih parahnya ada gambar-gambar
porno yang diberikan secara gratis ke sekolah- sekolah dengan tujuan merusak moral generasi muda.
Sangking sudah permisifnya dan rancunya masalah pornografi ini ada pihak yang pro terhadap
pornografi malah menilai bahwa pelarangan terhadap berbagai tayangan pornografi telah melanggar
HAM, padahal HAM juga ada kaitannya dengan kewajiban dan setiap orang juga harus ingat hak orang
lain.

Pengertian
Pengertian pornografi dan pornoaksi kini menjadi sengketa, seolah sudah tidak jelas mana yang hak
dan benar. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya karena mendefinisikan sesuatu berdasarkan akal
dan rasa semata tanpa melibatkan standar penentu kebenaran, yaitu agama.
Pengertian menurut sosiologis pornografi tidak terlepas dari pengertian kebiasaan atau adat. Pengertian
ini menjadikan aurat menjadi berubah-ubah sesuai dengan siatuasi dan kondisi.
Menurut agama menampakan dada bagian atas wanita di muka umum adalah biasa dan lumrah bahkan
seni, tetapi jelas terlarang menurut Islam. Menurut fakta antropologis terlihatnya aurat adalah bagian
dari budaya gerak dan budaya manusiawi. Koteka misalnya adalah fakta budaya yang perlu
dilestarikan, demikian pula dengan goyangan tari tayuban atau goyangan dangdut gaya “inulfluensa”
adalah nilai-nilai budi daya kreasi manusia.
Menurut psikologis setiap wanita adalah bersifat instingtif untuk menunjukkan lekuk tubuh, gemulai
tubuh dan bangga akan kecantikannya, dan itu katanya adalah wajar dan kebutuhan psikologisnya
demikian.
Namun semua defenisi dan pengertian di atas bertentangan dengan syariat.
Pertanyaannya apakah mau mengikuti defenisi sosiologis, antropologis dan psikologis yang boleh jadi
bertentangan dengan pengertian Pencipta manusia, alam dan kehidupan yang maha tahu, ataukah
mengikuti defenisi ulama syareat Allah?
Sebagai seorang muslim wajib untuk mendahulukan pengertian sesuatu (semisal aurat dan pornografi)
menurut syariat dan bukan dengan selainnya sebagaimana qoidah mengatakan:
‫ل في الفعال والشياء التقيُّد ُ بالدليل الشرعى‬
ُ ‫الص‬

“Hukum asal perbuatan dan perkarabenda terikat oleh dalil syariat (Islam”

Tidak ada perbuatan yang bebas dari syari’at demikian juga berkatian dengan penggunaan
kebendaan
‫ه وان الشَّر هو ما اسخطه‬
ُ ‫ان الخيَر هو ما ارضا الل‬

“Sesungguhnya sesuatu dikatakan kebaikan adalah apa yang diridhoi Allah, dan apa yang dikatakan
keburukan adalah apa yang Allah membencinya”

Tidak ada definisi perbuatan baik atau buruk kecuali dari defenisi syar’i, bukan pendapat akal
(apalagi akal orang yang anti syareat) ataupun adat:
ُ‫ه ما قبّحه الشرع‬
َ ّ ‫سنه الشرع ُ والقب‬
ّ ‫ان الحسن ما ح‬


Sesungguhnya sesuatu dikatakan terouji adalah apa yang terpuji menurut syara‘, dan apa yang
dikatakan tercela adalah apa yang tercela menurut syariat (islam)”

Tidak ada definisi terpuji atau tercela kecuali dari defenisi syar’I, bukan pendapat akal ataupun
menurut umumnya
Pengertian pornografi tidak terlepas dari makna Aurat, yakni bagian tubuh manusia yang harus
ditutupi (tidak boleh kelihatan), kemaluan, organ-organ seks. Sedangkan erotisme berarti berkenaan
dengan seks dan rangsangan birahi. Dari dua batasan tersebut, maka pornografi, pornoaksi dan
erotisme, sangat terkait erat dengan pamer aurat dan rangsangan birahi.
Banyak pihak mempertanyakan batasan aurat dan erotisme tersebut, terutama dari kalangan orang yang
yang awam atau pura-pura awam terhadap nilai-nilai Islam, atau mereka yang menjadikan standar atau
barometer banyak hal dengan rasio atau otak (rasionalis) dan rasa (hedonis) tentu saja menjadi tidak
jelas alias kabur, karena pikiran dan perasaan manusia tidak sama. Sesuatu yang dinilai baik oleh
pikiran dan perasaan seseorang belum tentu baik menurut pikiran dan perasaan orang lain. Islam
sebagai agama Allah telah memberi batasan yang jelas tentang aurat, khususnya aurat wanita yakni
sekujur tubuh kecuali wajah dan tangan sampai pergelangan sepeti dinyatakan Nabi Saw kepada St.
Asma binti Abi Bakar dalam riwayat Abu Dawud.
Bahkan dalam hadits riwayat Muslim, Nabi Saw mengultimatum, orang yang berbaju tapi auratnya
kelihatan, misalnya karena kainnya yang tipis atau kainnya yang minim, mereka kelak di akhirat
termasuk kelompok orang yang masuk neraka, bahkan tidak akan mencium wangi surga.
Dalam Al-Qur’an surat al Baqarah 204-205 Allah mengingatkan hancurnya sebuah tatanan ummat,
yang dilakuan oleh kaum munafiq atau Islamophobia antara lain melalui pengrusakan wanita (Al-
Hartsa) dan generasi muda (An-Nasla).
Peranan Media bermahzab Hedonis
Pornografi berkembang lebih dahsyat ketika ia menjadi komoditas dan industri hiburan dan rekreasi.
Dengan dalih kebebsan dan ekspresi mereka membuat berbagai tayangan dan model hiburan yang
mengekploitas seks mulai dari seks anak-naka, hingga kartun dan juga humor seks. Hal ini dapat kita
saksiakn dalam berbagai iklan, sinetron, film, musik, lawak, nyanyian dan tarian. Semuanya secara
seempak mengeklpoistasi seks sebagai media katarisis dorongan syahwat.
Media ini digerakkan oleh kaum kapitalis bermahzab hedonis yang materialistik. Suatu saat tertentu
mereka menyangkan kegiatan bermoral semata-mata demi kucuran uang melalui rating pemirsa.
Namun hampir sebagian besar acara tayangan hiburannya tidak mampu mencegah ekploitasi seks.
Dengan dalaih kreativitas dan seni atau dengan dalih kebebasan dan persaingan media mereka jor-
joran menyayangkan (maaf!) pantat di depan kamera. Mereka baru berhenti setelah didemo, dirusak
atau dimaki-maki oleh massa. Suatu sikap bebal yang keterlaluan.
Pornografi sudah sangat meresahkan padahal negara ini berdasarkan Pancasila dan berketuhanan yang
dilengkapi dengan hukum adat, agama, dan aturan di dunia. Upaya menghentikannya pun juga tidak
gampang, sebab ada produser yang membuat program seperti itu walaupun tayangan seperti itu telah
diredam oleh Komunitas Anti Pornografi di Jakarta.
Secara moral, tanggung jawab seorang produser atau penayang dituntut agar memilih tayangan yang
terbaik bagi masyarakat, sebab pornografi tidak saja merusak moral juga kepribadian dan dampak
lainnya adalah menimbulkan berbagai penyakit akibat pergaulan bebas. Lebih jauh menurut agama
definisi pornografi itu sudah jelas adalah segala sesuatu gambar dan visualisasi yang diarahkan untuk
merangsang nafsu seksual sementara aksi pornografi adalah gerakan-gerakan melalui tarian dan
penampilan kesenian lainnya yang merangsang munculnya nafsu seksual.
“Pemerintah bersama DPR memang dapat saja melahirkan UU pemberantasan tindak pidana pronografi
itu namun kalau a peran masyarakat tidak mengawasi pelaksanaan UU tersebut, kaum borjuis, hedonis
kapitalis materialis akan berjuang habis-habisan mengeksploitasi ghairah bawaan yakni insting seskual.
Meski kegiatan pornografi dan pronoaksi terbilang sangat parah, media TV bahkan secara sengaja
menampilkan beberapa acara yang sangat identik dengan seks dan erotisme.
Ada kecenderungan kuat para Sutradara film, produsen iklan, pemimpin media mengeksploitasi aurat
wanita sebagai bagian yang sangat mencolok untuk menarik perhatian yang ujung-ujungnya mengeruk
keuntungan materi, dengan mengabaikan tanggung jawab moral.
Manusia diciptakan oleh Allah dengan naluri kecintaan kepada harta, kecintaan lelaki kepada wanita,
dan sebaliknya, seperti diisyaratkan dalam QS. Ali Imran 14. Manusia juga ditakdirkan punya musuh
yang sangat berbahaya yang akan menjerumuskannya ke lembah kehinaan dan kenistaan, baik di dunia
terutama di akhirat, yakni syetan atau iblis, syetan berusaha menggunakan harta dan wanita sebagai alat
memenuhi target dan obsesinya memperbanyak teman di neraka kelak.
Dalam hadits riwayat At-Tirmidzi Nabi Saw mengingatkan bahwa wanita ketika menghadap dan atau
membelakangi sering dijadikan alat syetan untuk menggoda kaum lelaki. Sementara cara mendapatkan
harta, menggunakannya dan menahan kewajiban yang harus dikeluarkan dalambentuk zakat, infaq, dan
sedekah, merupakan strategi lain untuk menjerumuskan manusia.
Syetan juga berusaha mengembalikkan pandangan manusia (dajjal), sesuatu yang baik di kesankan
buruk, buruk menjadi seolah baik, Bid’ah seperti sunnah, sunnah menjadi sesuatu yang aneh, Yang
haram seperti pamer aurat (erotisme) dipandang sebuah kemajuan, atau moderenitas, sebuah ekspresi
seni, dan sebuah kreatifitas. Sedangkan berbusana menutup aurat dipandangan sebagai sebuah
kekolotan, keterbelakangan dan primitif.
Ulama yang memprotes erotisme dan sensualitas seperti yang selama ini dipertontonkan dalam bentuk
“goyang ngebor” film-film Bollywood dsb, malah dijadikan sebagai terdakwa dengan tuduhan
pelanggaran hak asasi seseorang untuk mencari nafkah, dsb. Pihak-pihak yang mendukung erotisme
dan sensualitas diblow-up sedemikian seru oleh media, seolah-olah perilaku dominasi dajjal tersebut
baik dan benar. Sementara pihak yang menentang dan memprotesnya hampir tak mendapatkan tempat.
Islam membaut koridor kepada manusia dalam menyalurkan kecintaan kepada lawan jenis melalui
pernikahan yang sah menurut syariat Islam. Islam juga sangat peduli terhadap martabat dan
keselamatan kaum wanita antara lain dengan mewajibkan menutup aurat.
Anehnya banyak gerakan feminisme yang memprotes atas semakin eskalatifnya pelecehan seksual,
malah mendukung erotisme dan sensualitas. Sebuah sikap yang nyata-nyata kontradiktif dan
kontraproduktif. Bukankah terjadinya banyak pelecehan terhadap kaum wanita ini disebabkan banyak
wanita yang tampil erotis dan sensual ? Sungguh sangat ironis dalam kasua “Inul” misalnya ada
pemuka agama yang berani mengatakan bahwa Inul itu ciptaan Tuhan. Maka goyangannya ciptaan
Tuhan, mengapa kita dilarang untuk mencintai ciptaan Tuhan. Subhanallah ! Kalau logika seperti ini
yang dipakai, mengapa tidak sekalian berdalih, Syetan dan Iblis juga ciptaan Tuhan, berarti mengikuti
ajakannya dan bisikan Syetan juga menghargai Tuhan ? Na’udzu Billaahi.
Sungguh naïf dan egois, dalih dan logika HAM dipakai untuk melegalkan hal-hal yang nyata
bertentangan dengan agama, etika dan moral. Kebebasan untuk berekspresi, berkreasi dalam bidang
seni bukanlah kebebasan tanpa batas. Tetapi dibatasi oleh nilai- nilai dan norma yang bukan saja diakui
tapi juga diyakini kemutlakannya.
Pernyataan bahwa seni tidak ada kaitan dengan agama, hanya layak diungkapan oleh orang yang tidak
beragama. Seorang penganut agama yang baik, mestinya konsekwen dan konsisten memberlakukan
nilai-nilai agamanya dimanapun dia berada. Kita memang bukan berada di sebuah negara yang
berdasarkan islam, tapi bukankah banyak ajaran Islam yang harus dan bisa diamalkan tanpa harus
menunggu adanya Daulah Islam? Demikian juga apakah untuk menjaga agar orang tidak pamer
kepornoan ataupun nonton porno apakah harus ada dulu undang-undang atau polisi moral? Alangkah
hinanya makhluk seperti ini, hal ini hanya merupakan indikasi yang pernah disampaikan oleh rasulullah
saw:
‫متهن بطونهم و شرفُهم متاع ًهم و قبلتهم نساؤهم ودينهم دراهمهم ودنانيرهم‬
ّ ِ ‫ياتى على الناس زمان ه‬
)‫اولئك شرالخلق لخلق لهم عند الله (الديلمى‬

“Akan tiba zaman atas manusia, dimana perhatian mereka hanya urusan perut dan kebanggaan
mereka hanya pada benda semata. Kiblat mereka hanya urusan seks (wanita) dan agama mereka
adalah dinar dan dirham. Mereka adalah makhluk terjelek dan tidak ada kebaikan di sisi Allah” (HR.
Addailami)

Berikut adalah fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang pornografi


NOMOR : U-287 TAHUN 2001
Bismillahirohmanirohimi
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, setelah :
MENIMBANG :
• 1 Bahwa pornografi dan pornoaksi serta hal-hal lain yang sejenis akhir-akhir ini semakin
. merebak tanpa batas dan tersiar secara luas di tengah-tengah masyarakat, baik melalui
media cetak dan elektronik, media komunikasi moderen, maupun dalam bentuk
perbuatan nyata;
• 2 bahwa dalam pandangan ajaran Islam dan akal sehat, pornografi dan pornoaksi
. menimbulkan banyak dampak negatif bagi umat Islam khususnya, dan bangsa Indonesia
pada umumnya, terutama generasi muda, baik terhadap perilaku, moral (akhlak), serta
tatanan keluarga dan masyarakat beradab.
• 3 bahwa membiarkan pornografi dan pornoaksi serta hal-hal lain yang sejenis terus
. berkembang akan berakibat pada kehancuran bangsa dan karena itu, perlu segera
dilakukan upaya-upaya penghentiannya.
• 4 bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa memandang perlu segera menetapkan fatwa
. tentang pornografi dan pornoaksi serta hal-hal lain terkait lainnya, untuk dijadikan
pedoman.
MENGINGAT :
• 1 Firman Allah SWT :“Dan jangalah mendekati zina; sesungguhnya zina adalah syuatu
. perbuatan yang keji dan jalan yang buruk “ (QS. al-Isra’ [16]: 32).

• 2 Firman Allah SWT (QS. an Nur [24]: 30-31) ;“Katakankanlah kepada orang laki-laki
. yang beriman:’Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’. Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki
mereka atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hali orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung’.”
Firman Allah SWT (QS. al-Ahzab [33]: 59);”Hai Nabi ! Katakanlah kepada isteri-
isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”
• 1 Hadis Nabi riwayat Imam Nasa’I dan Ibn Majah :”Jika aku perintahkan kepadamu suatu
. hal, kerjakanlah semampunya; dan jika aku melarang kamu (melakukan) sesuatu,
jauhilah.”
• 2 Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu
. ‘Abbas, dan Malik dari Yahya :”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
pula membahayakan orang lain”
• 3 Qaidah Fiqh:“Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat”.
.

MEMPERHATIKAN :
• 1 Keputusan Munas MUI VI Tahun 2000
.

• 2 Pendapat dan saran peserta rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, 5 Mei 2001.
.

• 3 Pendapat dan saran peserta rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, 12 Mei 2001.
.

Dengan memohon taufiq dan hidayah kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN :
Pertama : Hukum
• 1. Melakukan hubungan seksual di luar pernikahan yang sah (zina) adalah haram.

• 2. Berbuat intim, berdua-duaan, dan perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan/atau
mendorong melakukan hubungan seksual di luar pernikahan yang sah, antara laki-laki
dengan perempuan yang tidak terikat dalam pernikahan yang sah adalah haram.
• 3. Memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki dan
bagian tubuh selain muka, telapak tangan, dan telapak kaki bagi perempuan adalah
haram.
• 4. Memakai pakaian ketat yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh bagi perempuan, di
hadapan laki-laki yang bukan suami atau mahramnya adalah haram.
• 5. Menggunakan kosmetika yang dapat membangkitkan nafsu birahi laki-laki yang bukan
suaminya, bagi perempuan, adalah haram.
• 6. Menggambarkan, secara langsung atau tidak langsung, tingkah laku secara erotis, baik
dengan lukisan, tulisan, suara maupun ucapan yang dapat membangkitkan nafsu birahi
adalah haram.
• 7. Melakukan suatu perbuatan dan/atau suatu ucapan yang dapat mendorong terjadinya
perbuatan sebagaimana dimaksud angka 1 dan 2 adalah haram.
• 8. Membiarkan diri yang terbuka auratnya atau berpakaian ketat sebagaimana dimaksud
angka 3 untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak atau divisualisasikan, dan
gambarnya tersebut akan diperlihatkan kepada laki-laki yang bukan suaminya adalah
haram.
• 9. Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud angka 8 adalah haram

• 10 Melakukan hubungan seksual di hadapan orang, membiarkan diri yang sedang


. melakukan hubungan seksual atau adegan seksual untuk diambil gambarnya,
melakukan pengambilan gambar hubungan seksual atau adegan seksual, melihat
hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram.
• 11 Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau memperlihatkan
. gambar, baik cetak atau visual, orang yang terbuka auratnya, perempuan berpakaian
ketat sebagaimana dimaksud angka 4, atau gambar hubungan seksual atau adegan
seksual adalah haram.
• 12 Membantu dan/atau membiarkan tanpa pengingkaran perbuatan-perbuatan yang
. diharamkan di atas adalah haram.

• 13 Memperoleh uang, manfaat, dan/atau fasilitas dari perbuatan-perbuatan yang


. diharamkan di atas adalah haram.

Kedua : Hukum Khusus


• 1. Melihat gambar, baik cetak atau visual, orang yang sedang melakukan hubungan
seksual atau adegan seksual bagi pasangan suami istri yang benar-benar tidak dapat
melakukan hubungan seksual kecuali dengan melihat gambar tersebut, adalah wajib.
• 2. Melihat orang yang sedang melakukan hubungan seksual atau adegan seksual bagi
pasangan suami istri yang benar-benar tidak dapat melakukan hubungan seksual kecuali
dengan melihat hubungan atau adegan tersebut, adalah haram.
Kedua : Sanksi (Hukuman)
• 1. Sanksi yang diancamkan atas orang yang melakukan perbuatan haram sebagaimana
dimaksud angka 1 bagian pertama adalah hadd, yakni hukuman rajam (dilempar
dengan batu hingga ajal) bagi pelaku yang masih terikat dalam pernikahan (muhshan)
dan hukuman cambuk seratus kali bagi pelaku yang masih tidak dalam pernikahan
(ghair muhshan).
• 2. Sanksi yang diancamkan atas orang yang melakukan perbuatan haram sebagaimana
dimaksud angka 2 sampai dengan 13 bagian pertama adalah ta’zir, yakni suatu bentuk
hukuman yang jenis dan kadarnya ditetapkan oleh pihak yang berwenang dengan syarat
hukuman tersebut dapat berfungsi sebagai zawajir dan mawanií (membuat pelaku
menjadi jera dan orang yang belum melakukan menjadi tidak berani melakukannya) .
Ketiga : Rekomendasi
• 1. Mendesak kepada semua pihak untuk segera menghentikan segala bentuk aktifitas yang
diharamkan sebagaimana dimaksud oleh bagian pertama fatwa ini dan melakukan
taubat nasuha.
• 2. Mendesak dengan sangat kepada semua penyelenggaraan pemerintah dan negara agar
segera :
• a. melarang dan menghentikan segala bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa
ini serta tidak memberikan izin terhadap penyelenggaraan
• b. tidak menjadikan segala bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa ini sebagai
sumber pendapatan;
• c. menetapkan segala bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa ini, terutama
perbuatan dimaksud angka 1 bagian pertama, sebagai delik biasa dan bukan
delik aduan, dalam peraturan perundang-undangan.
• d. menetapkan sanksi atas segala bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa ini,
terutama perbuatan dimaksud angka 1 bagian pertama, dengan bentuk, jenis,
dan kadar yang sejalan dengan tujuan dan fungsi sanksi menurut hukum
Islam, dalam peraturan perundang-undangan.
• 3. Mendesak kepada seluruh lapisan masayarakat, terutama tokok agama agar turut serta
secara aktif dan arif menghentikan segala bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa ini,
terutama perbuatan dimaksud angka 1 bagian pertama.
Keempat : Ketentuan Penutup
• 1. Agar semua lapisan masyarakat dan setiap pihak terkait mengetahui fatwa ini, meminta
kepada semua pihak untuk menyebarkannya.

• 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : JAKARTAPada tanggal :
25 Zulqa’dah 1421 H 19
Pebruari 2001 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua Umum Sekretaris Umum

ttd. ttd.

K.H. MA’RUF AMIN DRSHASANUDIN,M.Ag.

Dampak Pornografi
Banyak penelitian ilmiah menunjukkan hubungan signifikan antara tingkat kejahatan seksual dengan
pornografi. Perkosaan, homoseksual, lesbian, onani, seksmania, mal-intercouse, pedopilia, dan
gangguan seksual lainnya dapat dipicu oleh adanya pornografi.
Demikian pula penyimpangan perilaku pranikah banyak dipicu oleh kegiatan pornografi seperti dalam
bentuk gambar porno, film porno, cerita porno, dan berbagai kegiatan yang mengarah kepada erotisme,
seperti lagu dengan isi yang mengundang syahwat, tarian yang mengundang hasrat seksual.
Hampir setiap hari dapat kita saksikan di siaran kriminal yang ditayangkan televisi. Berdasarkan
pengamatan selama kurun Oktober-Desember 2002 saja kasus tayangan kejahatan yang terkait dengan
pornografi mencapai 86 kasus, 18 diantaranya diakhiri dengan perkosaan dan pembunuhan, belum lagi
dengan pengguguran kandungan dan penjualan perempuan. Angka ini amat memprihatinkan.
Sebagai sebuah ilustrasi sebagaimana yang dinyatakan dalam rapat kabinet sidang kabinet (15-09-99)
mengagendakan pembicaraan khusus tentang NAPZA dan Bisnis esek-esek ABG, kesimpulan
kabinet:”Sekarang ini di Indonesia tumbuh subur bisnis esek-esek yang melibatkan remaja, berpangkal
dari krisis moral dan dampak NAPZA” (Republika, 17-09-99). Hal serupa dipertegas kembali oleh
Mentri sosial kabinet Abdurahman Wahid Khofifah Indah Parawangsa (2000) dalam berbagai
kesempatan berkaitan pronografi dan seks bebas. Ia mengatakan bahwa 1,3 juta bayi diaborsi secara
ilegal di Indonesia. 80% palakunya adalah remaja putri usia 14-21 tahun. Angka ini merupakan gunung
es dari kenyataan sesuangguhnya. Jika mengacu kepada penelitian (Asya, 2001) bahwa kasus
kehamilan remaja perkotaan dan semi perkotaan disebabkan oleh kebiasaan perilaku pacaran yang
biasanya disertai dengan perbuatan menyaksikan nonton pornografi dan pornoaksi (16%), maka
diperoleh setidaknya 200 ribu-an remaja sering melakukan nonton hal-hal porno untuk dipraktekan
dalam kegiatan pacaran mereka. Hal ini nampak jelas dari munculnya VCD porno Bandung Lautan
Asmara, Medan membara dan Anak ingusan, yang dimainkan oleh remaja khas Indoensia.
Dari 1,3 juta tersebut berarti sedikitnya 200 ribuan remaja putri melakukan hubungan seks setelah
terangsang oleh pornografi sambil berpacaran lalu hamil. Sementara angka spektakuler 1,3 juta orang
tersebut menunjukkan yang aborsi saja, paahal masih dapat ditarik kesimpulan kasar berabrti 2 kalinya
adalah remaja putri yang melakukan hubungan seks hamil lalu mereka mealngsungkan perkwainan
(married by accident), 3 kalinya adalah mereka yang melakukan hubungan seks tetapi tidak melakukan
aborsi karena tidak hamil disebabkan ketrampilan mereka dalam mencegah kehamilan. Jika demikian
di Indoensia diindikasikan telah terjadi perzinahan di kalangan remaja pada tahun 10 tahun terakhir
sekitar 2,6 juta remaja putri. Karena remaja putra resikonya bisa dua kalinya maka berarti 5,2 juta
remaja putra telah pernah melakukan hubungan seks di luar nikah, yang 16% diantaranya adalah
pernah menonton pornografi yang membangkitkan birahi kemudian melakukannya.
Berikut beberapa ahsil penelitian tentang perilaku perzinahan di kalangan remaja kota Purwanto
(2002):
PENELITIAN KOTA DATA
Istiati Surakarta,1991 73 hamil pranikah
Afandi Jogjakarta,1985 80% hamil pranikah
bersenggama di rumah sendiri
UII Jogjakarta,1984 13% nikah didawali hamil-
zina
Dasakung Jogjakarta,1984 62% mahasiswa dari 29 org
kumpul kebo

Sarlito Jogjakarta,1982 75% masih gadis


Dampak ini masih terbilnag kecil bila dilihat penduduk Inggris, 1/3 penduduknya merupakan hasil di
luar nikah, hal yang sama dengan penduduk Amerika dan beberapa Europa mencapai perbandingan
yang relatif sama dengan Inggris. Sangking mengerikannya Amerika menelorkan undang-undang
pornografi meskipun tak mampu mencegah seks bebas di kalangan masyarakatnya.
Pornografi melalui media erat kaitannya dengan proyek perzinahan yang berskala lebih luas dari
sekedar lokalisasi. Setelah mayoritas publik menerima perzinahan dan pornografi sebagai norma sosial
yang biasa akhirnya hinalah seluruh negeri tersebut, bahkan secara sukarela melegalkan pekerjaan zina
sebagai profesi dan melindunginya layaknya pekerjaan terhormat. Semua ini atas nama demokrasi dan
hak hak asasi (manusia) pekerja. Itulah yang terjadi di Jerman (Suara Merdeka, 26/03/2002) dimana
parlemen memutuskan bahwa seorang PSK (Pekerja seks komersial) berhak mendaptakan gaji
minimum Rp.5,6 juta/minggu dengan untuk masa kerja 20 jam/minggu dengan bonus
Rp.360.000/layanan ditambah dengan tunjangan kesehatan, jamsostek, pensiun dan wajib membayar
pajak dengan syarat mereka bekerja pada perusahaan jasa layanan seks resmi.
Benarlah apa yang dinyatakan Allah:

‫سبِيًل‬
َ َ‫ساء‬
َ ‫و‬
َ ‫ة‬ َ ‫ح‬
ً ‫ش‬ ِ ‫فا‬ ُ َّ ‫زنَا إِن‬
َ ‫ه كَا‬
َ ‫ن‬ ْ َ ‫وَل ت‬
ِ ّ ‫قَربُوا ال‬ َ
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan
suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Israa’ : 32).

Bahkan bila dikaji dari berbagai bentuk perilaku sesk yang binantangpun tidak pernah melakukannya
ternyata dilakukan oleh para artis, remaja yang mengklaim negara paling beradab dengan
demokrasinya itu. Dalam Film-film pornonya, tergambarkan seorang berpasangan dengan lebih dari 4
wanita. Atau sebaliknya seorang wanita melakukan hubungan seks dengan lebih dari 4 pria bahkan
berganti-ganti. Mereka begitu gandrung dengan pesta seks bebas dan dijadikan sebagai lahan
kreativitas dan ekonomis. Dalam banyak hal bahkan mereka menggantinya dengan kuda dan alat-alat
yang menjijikan. Biadabnya lagi mereka sebarkan dan mereka pertontonkan secara massif melalui
internet, VCD, majalah dan berbagai sarana hiburan resmi lainnya. Binatangpun tak pernah ada yang
melakukannya. Mereka benar-benar lebih hina dari binatang.
Dan tentunya masih banyak lagi dampak lain yang tidak dapat dijelaskan di sini. Seorang mukmin
yang bersih hatinya bersih jiwanya akan sangat mudah untuk merasakan dampak buruk dari pornografi,
sebagaimana diindikasikan dalam firman Allah:
َ َ َ َ َ
‫م‬ َ ‫)وَال ّذِي‬3(‫ن‬
ْ ُ‫ن ه‬ َ ‫ضو‬ ُ ِ‫ن الل ّغْو‬
ُ ِ‫معْر‬ ِ َ‫م ع‬ َ ‫)وَال ّذِي‬2(‫ن‬
ْ ُ‫ن ه‬ َ ‫شعُو‬ِ ‫خا‬
َ ‫م‬ْ ِ‫صَلتِه‬َ ‫م فِي‬ ْ ُ‫ن ه‬َ ‫)ال ّذِي‬
َ
1(‫ن‬ ِ ْ ‫مؤ‬
َ ‫منُو‬ ُ ْ ‫ح ال‬
َ َ ‫قَد ْ أفْل‬
5(‫ن‬َ ‫حافِظُو‬َ ‫م‬ ْ ِ‫جه‬
ِ ‫م لِفُُرو‬
ْ ُ‫ن ه‬َ ‫)وَال ّذِي‬4(‫ن‬َ ‫علُو‬ ِ ‫)لِلَّزكَاةِ فَا‬
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam
shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya”
(QS. Al mu’minun: 1-5)
Namun bagi mereka yang kotor dan rusak jiwanya akan merasakan dampak positif dari pornografi, ia
bisa mengeruk keuntungan, ia bisa bisnis di atas maksiat bahkan mengeruk pajak dan meraih masa
depannya.
Adalah wajar bila hukum rajam, dera dan dibuang ke luar negeri adalah hukuman yang setimpal untuk
mereka, seperti maksud ayat di bawah ini:
َ ْ
‫ن‬ ِ ْ ‫م تُؤ‬
َ ‫منُو‬ ْ ِ ‫ن الل ّهِ إ‬
ْ ُ ‫ن كُنْت‬ ٌ َ‫ما َرأْف‬
ِ ‫ة فِي دِي‬ َ ِ‫م بِه‬ ُ ‫جلْدَةٍ وََل تَأ‬
ْ ُ ‫خذ ْك‬ َ ‫ة‬ َ َ ‫مائ‬
ِ ‫ما‬ َ ُ‫منْه‬
ِ ٍ ‫حد‬ِ ‫ل وَا‬ َّ ُ ‫جلِدُوا ك‬ ْ ‫ة وَالَّزانِي فَا‬ ُ َ ‫الَّزانِي‬
ْ َ ْ َ
‫ن‬ ِ ْ ‫مؤ‬
َ ‫منِي‬ ُ ‫ن ال‬َ ‫م‬ ِ ‫ة‬ ٌ َ‫ما طائِف‬ َ ُ‫شهَد ْ عَذ َابَه‬ ْ َ ‫خرِ وَلي‬ِ ‫بِالل ّهِ َواليَوْم ِ ال‬
ْ ْ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman. “ (An Nuur: 2)

Tinjauan Islam
Islam adalah agama yang sesuai dengan fithrah dan telah memberikan cara penanggulangannya
secara syara’. Setiap perbuatan telah ada tuntunan syara’. Baik itu bersifat petunjuk (preventif), kuratif
dan rehabilitatif. Dapat dikatakan Islam memandang persoalan perilaku manusia adalah integralistik
bukan saja merupakan tanggung jawab suatu disiplin ilmu tertentu atau dalil tertentu, melainkan suatu
proses rekayasa sosial yang lebih luas.
Insting manusia, menurut Taqiyudiin AnNabhani (1987) terdiri dari tiga yang atas itulah hukum
syara’ (Islam) ditegakkan: Pertama, Gharizatun Nauw’: insting untuk berkembang biak, yang terkait di
dalamnya adalah bagaimana hukum seksualitas dan bagaimana memelihara generasi. Kedua,
Gharizatul baqa’: insting untuk mempertahankan hidup, bagaimana mendapatkan rizki dan bagaimana
dia membina hubungan sosial kemsayarakatan dengan alam lingkungan. Di dalamnya terkait hukum
pergaulan, hukum sosial, hukum ekonomi dan hukum kemaslahatan umum lainnya. Ketiga, Gharizatul
tadayyun: insting hidup beragama. Di dalamnya terdapat tata aturan kesejahteraan hidup yang hakiki,
ibadah dan bagaimana optimalisasi potensi manusia dalam berhubungan dengan Pencipta.
Munculnya seksualitas dan kejahatan dalam masyarakat adalah suatu kemestian. Asal-mula
perbuatan tersebut adalah keluar dari fithrah manusia, namun tidak terbimbing oleh hukum syara’
(undang-undang yang pasti). Artinya perilaku tersebut berada di luar koridor hukum. Saya memandang
bahwa ajaran Islam telah memperhatikan secara seksama persoalan bagaimana seksualitas mampu
berdaya guna bagi kehidupan manusia dan bagaimana suatu perbuatan dapat berarti bagi kehidupan
pribadi dan sosial. Hampir dapat dipastikan aturan dan nilai-nilai Islam cukup lengkap untuk
menuntaskan hal tersebut, selama dilakukan secara konsekuen dan konsisten.

SEBELUM SEDANG SETELAH

Hindari zinaHindari Perkawianan lebih baik Hukuman rajam dan


khalwatTundukan Pandangan dari dapa dera (ta’dzir)Penzina
zinaPermudah kawin dengan
Pelihara kemaluan Perkawinan bagi yang penzinaKesaksian
mampu dan penzina dipandang
Tutup aurat waktunyaRayuan dapat lemah secara moral
dihindari dengan tekad
Hijab iman kuat Pelacuran
dihilakangkan
Janji kebersihan jiwa dapat pahala Orang berzina tidak
beriman Perkawinan syar’i
Yang mengotori jiwa berdosa statusnya cerai

Batas tanggung jawab sosial dan Hak waris hanya pada


hukum (mukallaf) ditentukan awal anak yang syah.
oleh kesadaran dan kedewasaan
seksual (haid dan mimpi ber- mani)

Orang tua berkewajiban mengajarkan


persoalan seputar seksualitas secara
syari’ dan diorientasikan untuk
menghadapi perkawinan yang
bahagia.

Untuk mencegah munculnya dampak buruk pornografi, Islam menghendaki agar individu
memiliki kesholehan pribadi, demikian juga dengan rumah tangga agar menjadikan Islam sebagai
sumber yang memadai untuk menyelesaikan perkara seksual dan bagaimana memenuhi kebutuhan
seksual dengan ketentuan syareat Sementara di sisi masyarakat dan negara berkewajiban untuk
melindungi jerih payah pendidikan orang tua melalui penerapan hukum dan pembangunan sosial yang
mampu memenuhi fithrah manusia dan mengarahkan manusia untuk hidup bermakna dan beorientasi
pada kebenaran moral agama.

PENUTUP
Seksualitas dan pornografi bukanlah persoalan baru bagi manusia, Ia telah ada sejak Nabi Adam
As. Ia adalah bagian dari potensi manusia. Seksualitas bisa menjadi kejahatan manakala diterapkan
dalam kerangka perilaku yang di luar aturan yang “disepakati” oleh masyarakat sebagai seksualitas
yang baik dan perbuatan yang tidak melanggar hukum, semisal pornografi dan prnoaksi. Dengan
demikian, seksualitas dinyatakan menjadi masalah manakala masyarakat masih ketat terhadap norma,
sebaliknya bila masyarakat tidak lagi memiliki “norma yang pasti” (selalu bergeser) maka suatu saat
yang sekarang dianggap penyimpangan seksualitas akan dapat dianggap biasa. Maka, jika masyarakat
lemah dalam upaya penegakan hukum (plintat-plintut), boleh jadi perbuatan yang kini dikategorikan
kejahatan suatu saat dipandang sebagai kehebatan. Maka kita perlu norma dan hukum yang tidak rentan
trerhadap pergeseran perilaku manusia, baik ia menurut sosiologis, antropologis dan psikologis. Kita
harus punya norma dan hukum yang relatif stabil terhadap esensi fithrah manusia. Kalua bukan islam
lalu hukum siapa lagi yang hendak kita gunakan?
By: Drs. Yadi Purwanto, MM

Daftar Pustaka
Ali M.B dan T.Deli, 1993. Kamus Bahasa Indonesia, Bandung: Citra Umbara
AnNabhani Taqiyudiin,1987, Nidhomul Islam, Beirut: Dar Kutub
Asya, 2001, Seksualitas dalam berbagai Perspektif, Bandung: Islamedia
MUI, Kumpulan fatwa Majleis Ulama Indonesia. Jakarta : Majelis Ulama Indonesia.
Purwanto Yadi, 2002, Psikologi tak sanggup menuntaskan problematika seks sendirian, makalah
Seminar Problema Seks Remaja, Universitas Muhamamdiyah Surakarta. Tidak diterbitkan
Republika, 17-09-99
Suara Merdeka 26-03-2002, Parlemen Jerman melegalisasi PSK
www. hidayatullah.com/modules.php?name=News&file=article&sid=486

You might also like