You are on page 1of 11

REGIONALISME DI TIMUR TENGAH

(Liga Arab)
KAWASAN TIMUR TENGAH

Dalam studi kawasan ini, terlebih dahulu akan dibahas mengenai keadaan geografis,
keadaan sosial budaya dan karakteristik dari suatu kawasan. Kawasan yang akan
dibahas adalah kawasan Timur Tengah yang memiliki keunikan dibandingkan
kawasan lain.

Sebutan “Middle East” (Timur Tengah) adalah suatu istilah yang sejak perang Dunia
II digunakan orang-orang Inggris dan Amerika untuk menyebutkan kawasan yang
sebagian besar terletak di Asia Barat Daya dan Afrika Timur Laut dan oleh sebab itu
dapat dibatasi sebagai jembatan antara Eropa, Asia, dan Afrika. Nama lain yang
muncul untuk menyebutkan kawasan ini adalah Timur Dekat (Far East), Istilah yang
lebih tua. Yang dilingkupi oleh istilah ini adalah Asia Barat Daya dan wilayah-
wilayah Eropa Tenggara yang pada masa lalu berada dibawah kontrol Khilafah Turki
Utsmaniyah (Ottoman). Nama lain yang lebih dikenal saat ini juga adalah MENA
(Middle East and North Africa) dikarenakan negara-negara di Afrika Utara juga
menjadi bagian dari kawasan Timur Tengah.

Dalam perkembangan terakhir, negara-negara yang sering diikutkan dalam penamaan


kawasan Timur Tengah antara lain: Suriah, Libanon, Palestina, Israel, Mesir, Arab
Saudi, Yordania, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Qatar, Irak,
Kuwait, Iran dan Turki. Lalu negara-negara Afrika Utara yang juga diikutkan:
Maroko, Aljazair, Libya, Tunisia, Mauritania, Sahara Barat, Sudan, Etiopia, Eritrea,
dan Djibouti. Secara garis besar, keseluruhan negara anggota Liga Arab termasuk
dalam kawasan Timur Tengah ditambah dengan negara-negara di Afrika Utara dan
bahkan negara-negara pecahan Uni Sovyet juga termasuk dalam kawasan Timur
Tengah.

Secara politis dan kultural, Timur Tengah dibagi kedalam dua wilayah utama, yaitu:
Sabuk Utara dan Inti Arab. Sabuk Utara dari segi etnik, mayoritas adalah non Arab
dan berbatasan langsung dengan Uni Sovyet (Rusia). Contohnya adalah Turki dan
Iran yang berbeda dalam banyak hal dengan negara-negara Timur Tengah lainnya.
Inti Arab terbagi atas daerah Bulan Sabit Subur (fertile crescent) dan wilayah Laut
Merah. Daerah Bulan Sabit Subur mencakup Irak dan pesisir Mediterania Asia, yang
terdiri dari Suriah, Libanon, Yordania, Israel dan Palestina.

Wilayah Laut Merah, terdiri atas dua bagian, daerah Timur yang terbentang gurun
kering Jazirah Arab (pulau Arab), yang penduduknya jarang, kaya akan minyak, dan
tenggelam akan tradisi Muslim. Di sebelah Barat terdapat Mesir, negeri yang hidup
dari sungai terpanjang di dunia, Sungai Nil. Timur Tengah lainnya adalah daerah
Afrika Utara (maghreb).

Secara sosial budaya, sebagian penduduk Timur Tengah adalah bangsa Arab dan
kelompok besar berikutnya ialah bangsa Turki dan bangsa Iran. Selain itu terdapat
pula kelompok-kelompok lainnya yang lebih kecil seperti bangsa Yahudi, bangsa
Armenia, dan bangsa Kurdi yang tersebar di berbagai negeri sebagai minoritas.

Salah satu ciri kawasan Timur Tengah sebagai tempat pertemuan bangsa-bangsa
adalah merupakan kawasan tempat lahirnya tiga agama besar dunia, yaitu agama
Yahudi, agama Kristen, dan agama Islam. Mayoritas penduduk yang menganut
agama Islam sekitar 90-93%, sedangkan 6-9% menganut agama Kristen, dan 1,5%
menganut agama Yahudi.

Dari segi strategis Timur Tengah adalah kawasan yang sangat penting di dunia.
Pertama, secara geo-politik, kawasan Timur Tengah terletak pada pertemuan Eropa,
Asia, Afrika sehingga kawasan ini merupakan pintu masuk utama ke ketiga benua
tersebut. Timur Tengah juga berbatasan dengan laut Tengah, laut Merah, laut Hitam,
laut Kaspia, Teluk Parsi, dan Samudera Hindia. Di kawasan ini juga terdapat jalur-
jalur perairan yang strategis, yaitu Selat Bosphorus, Selat Dardanella, Terusan Suez,
Selat el-Mandeb, dan Selat Hormuz.
Kedua, kandungan kekayaan alam, terutama minyak. Penemuan minyak di daerah
Timur Tengah pasaca perang dingin, menambah nilai strategis kawasan ini. Sebab,
minyak adalah sumber energi utama bagi industri dunia, terutama Barat, yang belum
bisa digantikan oleh sumber energi lainnya. Enam puluh persen cadangan minyak
dunia ada di Timur Tengah. Apalagi, biaya eksploitasi minyak di Timur Tengah
sangat rendah karena sangat berlimpah. Hal tersebut menyebabkan Timur Tengah
memegang peranan sangat menentukan dalam kelangsungan politik dan ekonomi
internasional. Negara-negara di Timur Tengah juga, berkat kekayaan yang diperoleh
dari hasil minyak, telah menjadi negara-negara pengimpor senjata dari Timur
maupun dari Barat. Kawasan ini sangat menarik bagi negara-negara pengekspor
senjata yang dengan mudah dapat memperoleh devisa secara sangat menguntungkan
lewat lalu lintas perdagangan senjata mereka.

Ketiga, faktor ideologi. Timur Tengah merupakan tempat lahirnya agama-agama


besar dunia (Yahudi, Nasrani, Islam). Pada masa lampau, persoalan agama ini bisa
menjadi sumber konflik lewat intervensi asing. Prancis, misalnya, sering mengklaim
sebagai pembela gereja Kristen latin dan Maronit untuk menguasai Suriah dan
Lebanon. Rusia selalu membela gereja-gereja Kristen Ortodok.[1] Pada masa
sekarang, dari kawasan ini muncul gerakan-gerakan Islam ideologis yang menentang
penjajahan Kolonialis Barat. Potensi kekuatan Ideologi Islam yang besar di daerah
ini mengkhawatirkan penjajah Barat. Bisa disebut, gerakan-gerakan Islam pasca
keruntuhan Khilafah Islam muncul dari kawasan ini.

Posisi Timur Tengah yang strategis telah membuat daerah ini menjadi daerah rebutan
kekuatan-kekuatan politik dunia dan imperialism negara-negara Barat. Tidak aneh
jika wilayah ini terus-menerus ada konflik. Dibalik kemajuannya banyak terdapat
faktor yang membatasi kekuatan mereka itu. Timur Tengah bukanlah suatu kesatuan
yang bulat. Melainkan terdiri atas banyak negara yang kerapkali berselisih satu sama
lain dan saling bersaing. Salah satu cara untuk menanganinya adalah dibentuknya
organisasi yang terdiri dari negara-negara Arab untuk melindungi wilayah masing-
masing dan  mempererat kerjasama ekonomi dan budaya, seperti dibentuknya Liga
Arab (League of Arab States).

REGIONALISME

Awal mulanya definisi kawasan dibasiskan atas dasar konsep geografis (region).
Namun, kriteria geografis terkait dengan studi kawasan memiliki kelemahan karena
tidak mencakup seluruh dinamika yang terjadi dalam kawasan apabila analisisnya
diluar geografis-sosial seperti yang terlihat dalam kawasan Timur Tengah yang
keanggotaannya tidak terbatas hanya pada keadaan geografis saja.

Dalam mempelajari teori regionalisme ada baiknya kita mengetahui karakteristik-


karakteristik suatu kawasan. Sudah banyak sarjana hubungan internasional yang
telah mendefinisikan karakteristik utama regionalisme. Salah satunya adalah R
Stubbs dan G. Underhill yang memberikan uraian secara padat mengenai tiga elemen
utama regionalisme. Pertama adalah pengalaman historis masalah-masalah bersama
yang dihadapi sekelompok kesejarahan masalah-masalah bersama yang dihadapi
sekelompok negara dalam sebuah lingkungan geografis. Elemen ini akan
mempengaruhi derajat interaksi antar aktor negara di suatu kawasan. Hal ini
dikarenakan kesamaan pengalaman sejarah dan masalah yang dihadapi akan
mendorong terciptanya kesadaran regional dan identitas yang sama (regional
awareness and identity). Contohnya dapat dilihat dari kawasan Timur Tengah yang
anggotanya berasal dari negara-negara yang pernah terjajah oleh kolonialisme
negara-negara barat.

Kedua, terdapat pula keterkaitan yang sangat erat di antara mereka. Dengan kata lain,
terdapat sebuah batas kawasan dalam interaksi di antara mereka atau dimensi ruang
(spatial dimension of regionalism). Dapat dilihat dari pakta pertahanan NATO
misalnya meliputi kawasan geografis Atlantik Utara, namun pada era pasca Perang
Dingin, pakta pertahanan militernya merambah ke kawasan non-Atlantik Utara
seperti Turki dan Yunani. Dari contoh ini menunjukkan bahwa definisi kawasan
lebh, merupakan konstruksi sosial. Oleh karena itu, secara politis definisi kawasan
dapat terus diperdebatkan. Ketiga, terdapatnya kebutuhan bagi mereka untuk
menciptakan organisasi yang dapat membentuk kerangka legal dan institusional
untuk mengatur interaksi di antara mereka dan menyediakan aturan main dalam
kawasan seperti kerjasama negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah seperti
OAPEC.

Kerjasama antar negara-negara yang berada dalam suatu kawasan untuk mencapai
tujuan regional bersama adalah salah satu tujuan utama studi regionalisme. Dengan
membentuk organisasi regional dan menjadi anggota organisasi regional. Di sisi lain
regionalisme menunjukkan adanya perdebatan antara tuntutan kedaulatan negara
yang harus dipertahankan dan tekanan-tekanan untuk menciptakan tindakan bersama.
Liga Arab dibentuk untuk menjaga hubungan baik antar anggotanya tetapi hal itu
menuntut kewajiban negara anggotanya untuk mematuhi segala peraturan yang telah
disepakati bersama.

Kalaupun identitas suatu kawasan atau wilayah belum dapat ditentukan secara pasti,
proksimitas geografis akan dapat juga mempermudah interaksi dalam suatu kerangka
multilateral yang terbatas pada suatu kawasan daripada dalam kerangka yang lebih
luas. Hal itu akan membantu intensitas hubungan, interaksi dan kerjasama antar
negara. Pada gilirannya hal ini akan membantu menentukan atau memperteguh
identitas suatu kawasan. Dan dalam kerjasama regional, akan jauh lebih mudah
menemukan masalah dan kepentingan bersama antar negara daripada dalam
kerangka yang lebih luas. Dengan demikian landasan bersama lebih mudah
ditemukan dan dikembangkan untuk membina hubungan dan kerjasama yang saling
mengutungkan.

Di samping itu, regionalisme atau kerjasama regional dapat menjadi penopang atau
payung yang mendukung hubungan dan kerjasama bilateral, dan seringkali meredam
perbedaan-perbedaan atau konflik-konflik dalam hubungan bilateral antara dua
negara yang terlibat dalam kerjasama regional, terutama setelah keduanya
mempunyai taruhan dan kepentingan semakin besar dalam kerjasama regional itu.
Dengan adanya organisasi regional, perselisihan tidak harus menjadi inti hubungan
antar negara atau menghambat terbinanya hubungan dan kerjasama yang erat,
sebaliknya akan dapat membantu penyelesaiannya.

Untuk dapat memperjelas pemahaman kita akan proses regionalisme akan dibahas
dinamika perkembangan Liga Arab yang berkembang di kawasan Timur Tengah.
Namun sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai Liga Arab, kita bandingkan
terlebih dahulu Liga Arab dengan organisasi internasional lainnya.

Liga Arab pada dasarnya menyerupai Organisasi Negara-Negara Amerika


(Organization of American States), Dewan Eropa (Council of Europe) dan Uni
Africa (African Union), yang tujuan pokoknya adalah politik, namun banyak
pengamat politik internasional yang meragukan bahwa organisasi-organisasi tersebut
sebagai sebuah versi regional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Jika diteliti, keanggotaan Liga arab lebih banyak berdasarkan persamaan budaya
daripada persamaan letak geografis. Dalam hal ini Liga Arab hampir banyak
kesamaan dengan Uni Latin (Latin Union). Contohnya ialah ketika Mesir, Algeria,
Djibouti, Libya, Maroko, Somalia, Sudan, Tunisia bergabung dalam Liga yang
secara geografis negara tersebut tidak terletak di daratan Arab namun di benua
Afrika. Bergabungnya negara-negara tersebut didasarkan pada persamaan budaya
dan agama, yakni Islam.

Liga Arab sangat berbeda terutama bila dibandingkan dengan organisasi seperti Uni
Eropa, karena Liga Arab belum berhasil mencapai suatu derajat peningkatan
integrasi (penyatuan) regional dan Liga itu sendiri juga tidak memiliki hubungan
langsung dengan warga negara dari negara-negara anggotanya.

Organisasi Liga Arab dilandasi oleh prinsip pendukungan dan memajukan


nasionalisme persatuan Arab dan juga menjaga keseimbangan negara-negara Arab
dalam berbagai hal. Oleh sebab itu, organisasi ini kurang lebih sama dengan Uni
Afrika, yang juga memperjuangkan persatuan nasionalisme dalam keanekaragaman
nasional anggota-anggotanya.

LIGA ARAB (League of Arab States)

Liga Arab atau Liga Negara-Negara Arab adalah sebuah organisasi yang terdiri dari
negara-negara Arab. Organisasi ini didirikan pada 22 Maret 1945 oleh tujuh negara.
Ketika pertama kali didirikan, yaitu pada waktu penandatangan Pact of The League
of Arab States 1945 keanggotaan organisasi ini hanya terdiri dari 7 negara saja yaitu,
Mesir, Irak, Lebanon, Arab Saudi, Suriah, Yordania dan Yaman. Kemudian berturut-
turut 15 negara yang bergabung adalah : Algeria (1962), Bahrain (1971), Comoros
(1993), Djibouti (1977), Kuwait (1961), Libya (1953), Mauritania (1973), Maroko
(1958), Oman (1971), Qatar (1971), Somalia (1974), Yaman Selatan (1967), Sudan
(1956), Tunisia (1958), danUni Emirate Arab (1971)

Salah satu pengecualian adalah ketika pada tahun 1976, organisasi Pembebasan
Palestina atau PLO (Palestine Liberation Organisation) diterima menjadi anggota
Liga Arab yang ke-16, padahal PLO bukan sebuah negara yang berdaulat akan tetapi
merupakan sebuah bentuk organisasi internal Palestina. Penunjukan ini didasarkan
atas semangat kebersamaan negara-negara Arab terhadap agresi militer Israel ke
tanah Palestina, namun sekarang posisi PLO telah digantikan oleh Palestina.

Selain itu, Liga Arab juga memiliki negara pengamat (observer country). Observer
country ini berperan sebagai pihak pengamat atau pemerhati terhadap semua
kegiatan Liga dengan tujuan untuk menjaga independensi Liga. Sejauh ini telah ada 3
negara yang sekarang menjadi negara pengamat yaitu Eritrea (sejak 2003),
Venezuela (2006) dan India (2007).

Piagamnya menyatakan bahwa Liga Arab bertugas mengkoordinasikan kegiatan


ekonomi, termasuk hubungan niaga dan komunikasi, kegiatan kebudayaan,
kewarganegaraan, paspor dan visa, kegiatan sosial, dan kegiatan kesehatan.
Pembentukan Liga Arab didasarkan pada Pact of The League of Arab States pada
tanggal 22 Maret 1945. Pakta inilah yang kemudian menjadi sebuah konstitusi dasar
bagi organisasi Liga Arab. Liga Arab kemudian berkedudukan tetap di Kairo, Mesir.

Bergabungnya sebuah negara Arab dalam organisasi Liga Arab turut juga
mempengaruhi status hukum dari negara tersebut atau dengan kata lain bahwa jika
suatu negara telah mengikatkan diri ke dalam organisasi maka negara tersebut
memiliki kewajiban untuk mematuhi segala peraturan yang tertuang dalam konstitusi
dasar Liga Arab, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 Pact of The League of
Arab States 1945. Berdasarkan Pasal 2 Pact of The League of Arab States, fungsi dan
tujuan utama Liga Arab adalah “Menjaga hubungan baik diantara negara-negara
Arab dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan politik negara anggota, melindungi
kemerdekaan dan kedaulatan negara, dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan
Arab.”

Disamping itu Liga Arab terlibat di dalam politik, ekonomi, kebudayaan dan bidang-
bidang sosial dengan tujuan untuk mengembangkan kesejahteraan negara-negara
anggota. Liga Arab juga telah berperan ganda sebagai sebuah forum bagi negara-
negara anggota untuk menyeimbangkan kedudukan kebijakan-kebijakan yang telah
dibuat negara-negara dan tempat penyelesaian perselisihan internal anggota seperti
Perang Saudara di Lebanon tahun 1958.

Berikut ini adalah beberapa organisasi yang berada di bawah Liga Arab, yaitu:
Organization of Arab Petroleum Exporting Countries (OAPEC), Arab Educational,
Cultural, and Scientific Organization (ALECSO), Arab Labor Organization (ALO),
Arab Industrial Development and Mining Organization (AIDMO), Arab Authority
for Agricultural Investment and Development (AAAID), dll.

Sejak didirikan pada tanggal 22 Maret 1945, Liga Arab telah menjalani banyak
kemajuan dan kemunduran dalam menjalankan fungsi dan tujuannya. Semua itu
tidak terlepas dari gejolak yang terjadi di kawasan Arab dan Timur Tengah.
Beberapa kegagalan Liga Arab terlihat dari beberapa kejadian seperti, tidak dapatnya
menghentikan invansi Amerika, meredam gejolak dan konflik antar negara anggota
dan mempersatukan semua negara di kawasan Timur Tengah. Perbedaan orientasi
politik dan kepentingan anggota bisa jadi merupakan salah satu penyebab gagalnya
Liga Arab. Dalam menangani konflik Israel-Palestina hingga sekarang juga belum
menemui jalan terang, padahal Liga Arab sudah berusaha menjadi penengah konflik
tersebut. Dan itu belum termasuk masalah terorisme dan kekerasan yang semakin
bergejolak di kawasan kaya minyak ini.

Terlepas dari semua itu, Liga Arab juga menuai banyak kemajuan dan keberhasilan.
Diantaranya Liga dikenal berhasil dan efektif dalam menjalin dan memelihara
kerjasama di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan di antara negara anggota.
Dalam bidang pendidikan, Liga berperan besar dalam menyusun kurikulum sekolah
negara-negara Arab, melestarikan dokumen-dokumen dan hasil kebudayaan kuno
dan berhasil juga menerapkan teknologi modern dalam berbagai bidang. Dan juga
menciptakan persatuan telekomunikasi regional.

Keseluruhan paparan di atas yang berkenaan dengan dinamika perkembangan


regionalisme Liga Arab di kawasan Timur Tengah telah memberikan gambaran
nyata tentang bagaimana regionalisme berlangsung dalam hubungan internasional.
DAFTAR PUSTAKA

Dipuryodo,Kirdi.1977.Timur Tengah dalam Pergolakan. Jakarta: CSIS.

Fawcett, Louis dan Andrew Hurrel. 1995. Regionalism in World Politics. Oxford:
Oxford University Press.

Owen, Roger. 2000. State,Power and Politics in the Making of the Modern Middle
East , Second Edition. New York: Routledge.

Perwita, Anak Agung Banyu. Mochamad Yani, Yanyan. 2005. Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional. Bandung: PT Rosdakarya.

.Pact of the League of Arab States 22 Maret 1945.


<http://www.yale.edu/lawweb/avalon/mideast/arableag.htm>

League of Arab States, Official Website


<http://www.arableagueonline.org/las/english/>

You might also like