Professional Documents
Culture Documents
Assalamua’laikum W.W.
Alhamdulillah, puji syukur yang tak terhingga penulis ucapkan kepada kehadirat
ALLAH SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini. Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Besar
dosen pengampu Bapak H.M Husnu Abadi, S.H., M.Hum maka penulis mencoba untuk
membuat makalah ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan perkeluliahan
tersebut. Pada makalah ini penulis mencoba untuk mengemukakan suatu judul
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan beguna untuk
kedepannya. Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini
penulis mohon saran dan maaf. Kekurangan adalah milik kita kesempurnaan hanyalah
Wassalamu’alaikum W.W.
Apkar Rahman,SH
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Orde baru telah berganti dengan masa orde reformasi, itu yang ada di bena
sebagian masyarakat Indonesia. Soeharto yang di ideentikkan deanga orde baru telah
turun akibat desakan rakyat dan di Indonesia telah terjadi perubahan yang cukp drastic
di lingkup politik Indonesia. Hal ini di tandai dengan diangkatnya tiga presiden dalam
Perubaha juga disarakan di bidang pers, pada masa orde baru kebebasan pers
dapat dikatakan tidak ada. Pers baru bias merasakan kebebasan pada masa
Penerbita Pers), dengan kemudahan tersebut tidak kurang dari 350 SIUPP telah
Kebebasan bagi pers juga dirasakan saat kepemimpinan Gus Dur yang menjadi
presiden dengan pemilu dengan menggantikan posisi Habibie yang saat itu diangkat
dari wakil presiden menjadi presiden karena kemunduran Soeharto. Pada masa
pemerintahan Gus Dur, department penarangan yang yang oleh banyak pihak disarakan
sebagai alat pemerintah untuk mengekang pers pada zamam orde baru di tiadakan.
Hal yang sama juga di rasakan pada masa pemeritntaha Megawati yang
menggantikan Gus Dur melalui siding Istimewa. Sampai saat megawati tidak membuat
pers khawatir dengan memasukkan menteri Negara informasi dan komunikasi ke dalam
cabinet.
Jatuhnya SOeharto emamng memberikan kebebasan bagi pers. Pers bagai
terlepas dari kurungan yang telah membelenggu selama puluhan tahun, kebebasan ini di
umbar oleh masyarakat pers dengan mencari SIUPP dan mengeluarkan berbagai
Kebebasan per situ sendiri sebenarya suatu yang seharusnya ada sejak indonsia
merdeka dan itu sudah di jamin dalam undang –undang dasar 1945 pasal 28 yang
berbunyi “kebebasan berserikat dan erkumpu, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya di tetapkan dengan undang-undang” yang telah di ubah dan di
tambah pada tanggal 18 Agustus 2000 menjadi pasal 28 yang terdapat dalam Bab X
tentang Hak Azasi Manusia dan yang mengatur mengenai kebebasan pers terdapat
pada pasal 28 F yang berbunyi “setiap orang berak untuk berkomunikasi dan
memberika jaminan dan hak bagi warga Negara untuk dapat bebas berpendapat
termasuk diantaranya adalah kebebasan pers. Tetapi ternyata dalam praktek orde lama
dan orde baru pasal itu pasal tersebut berlaku pada awal-awal pemerintahan orde baru
saja.
tahun 1966 sebnarnya sudah memberikan dasar yuridis yang kuat bagi pers untuk
Seperti yang dikatakan Oemar Seno Adji “kebebasan per situ bukanlah tujuan,
melainkan alat untuk mencari tujuan yang lebih tinggi, yaitu kepentingan dan
kesejahteraan umum serta moral yang baik. Tujuan inilah yang harus pula menjadi
Pada masa pemerintahan Habibie pers melihat adanya peluang untuk maju,
baru yang di rasa lebih akomodatif dan memberi jaminan bagi pers. Maka pemerintah
Tujuan dengan adanya pers menurut undang-undang No. 21 tahun 1982 tentang
perubahan atas undang-undang No. 4 tahun 1967 terdapat pada pasal 2 ayat (1) yang
berbunyi “Pers nasional adalah alat perjuangan nasional dan merupakan mass media
yang bersifat aktif, dinamais, kreatif, edukatif, informative dan mempunyai fungsi
kemasyarakatan pendorong dan pemupuk daya pikiran kritis dan konstruktif progresif
undang-undang No.40 tahun 1999 di dalam pasal 3 ayat (1) dan (2) menyebutkan “pers
nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan hiburan dan control
social” dan “dan di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1) pers nasional dapat
Dengan adanya fungsi-fungsi tersebut jelaslah bagi kita tujuan dari per situ.
1
Oemar Seno Adji, 1977, pers aspek-aspek hokum,erlangga, jakarta, hlm.322
undang-undang per berfungsi sebagai alat jkontrol dalam pencapaiian tujuan nasional
itu agar fungsi dan tujuan pers dapat terjalankan dengan baik.
Di dalam undang-undang pers ini terdapat beberapa hal ayng menjadi pertimbangan
dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi , merupakan hak asasi
bangsa.
d. Bahwa pers nasional berperan dan ikut serta ,dalam menjaga ketertiban
1967 dan diubah dengan undang-undang no. 21 tahun 1982 sudah tidak
Saat membicarakan kemerdekaan pers, ucapan salah seorang pemikir dan bapak
bangsa Amerika Serikat, Thomas Jefferson seringkali muncul : “….jika saya harus
memilih antara pemerintahan tanpa surat kabar, atau surat kabar tanpa perintahan, maka
saya tidak akan piker panjang untuk memilih yang terakhir.”. pernyataan dari presiden
ke-3 Amerika Serikat ini (1801-1809) dimaksudkan untuk menegaskan bahwa : pers
adalah salah satu pilar penting pada sebuah Negara yang berlandaskan dekokrasi.
Adapun bentuk-bentuk kebebasan pers dalam undang –undang ini antara lain
adalah :
2. Pasal 7 ayat (2) : wartyawan memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik
perlindungan hokum.
4. pasal 9 ayat (1) : setiap warga Negara Indonesia dan Negara berhak
PERS DI INDONESIA
tentang garis besar haluan Negara yang menyatakan : “ dalam rangka meningkatkan
peranan pers dalam pembangunan perlu ditingkatkan usaha pengembanan pers yang
sehat, pers yang bebas dan bertangung jawab yaitu pers yang dapat menjalankan
fungsinya sebagai
kebebasan yang mereka miliki nyaris mutlak. Sepanjang berkaitan dengan opini dan
keyakinannya, setiap kesalahan yang dilakukan oleh pers dilindungi, sama halnya
pers takubahnya seperti watch dog yang setiap saat menyerang tindakan
tindakan dan kebijaksanaan pemerintah, terlepas dari pada apak tindakan-
liberal ( periode 1945-1959) pers Indonesia belum pernah menikmati kebebasan seperti
yang diajarkan oleh teori libertarian. Kebebasenala libertarian itu tidak kunjung datang
karena persbedel ordonnatie 1931 peninggalan colonial baru pada tanggal 2 agustus
Republik Indonesia, kebebasan pers segera ditata dengan ketentuan sebagai berikut:
jadi walaupun pasal 19UUDS RI dengan tegas menyatakan bahwa setiap orang
berhak atas kebebasan, mempunyai dan mengeluarkan pendapat tetapi kebebasan itu
dibatasi dalam hal pengakuan dan penghormatan hak-hak asasi oaring lain serta demi
Pebatasan yang demikain ini tidak kita temukan didalm Undang-Undang Dasar
rapat BPUPKI tatkala menyusun rancangan UUD ’45 mengenai hak azasi manusia.
Kompromi ini melahirkna suatu rumusan dalam pasal 28 yang memberikan atribusi
peraturan perUndang- undangan yang justru membatasi kebebasan pers. Hal tersebut
pelaksaan.
th 1984, yang mengharuskan setiap media cetak memiliki srat izin penerbiatn pers,
kendati secara yuridis formal tidak bertentangan dengan UUD’45 sebab lahir dari
1982 yang derajatnya lebih tingi yang justru dengan tegas menyatakan bahwa pers
Walaupun secara yuridis formal dalam masa orde baru telah terpenuhi 3 syarat
pokok yang menurut krisna harahap harus di penuhi demi tercipatanya kebebabsan
pers, yakni :
kita tidak dapat mengatakan bahwa dalam orde baru terdapat kebebasan pers.
Sebaliknya pengekangan kebebasan tersebut lah yang ada , sama halnya dengan apa
pengekanyan kebebasan pers. Seiring denagn tibanya masa reformasi, hendak di cari
bentuk kebebasan pers yang pas yakni kebebasan pers di dalam Negara hukum
Indonesia.
yang di cari sudah ditemukan yakni pada pasal 4 ayat (2) yang menyatakan bahwa
No.11 tahun 1966. meraka yang tidak memntaati pasal 4 ayat (2) UU No. 40 tahun
1999 oleh pasal 8 ayat (1) diancam dengan pidana penjara paling lama 2 Tahun atau
berada dalam masa EUPHORIA. Kebebasan pers diartikan sebagai kebabasan tanpa
batas, kebebasan mutlak. Dalam keadaan demikian pers dinilai telah “kebablasan”
freedom atau kebebasan pers yang bersifat ganas, tak mengindahkan kepantingan lain.
Keadaan tersebut tentu saja tidak boleh terus berlangsung karena seperti yang
penuh.
2. dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya setiap orang harus tunduk
3. hak-hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalan kan secara
1. undang-undang setempat,
Dalam ayat (1) pasal 29 demokrasi tersebut bahkan disebut bahwa setiap orang
Untuk saat ini pembatasan kebebasan pers diatur dalam peraturan perundang-
undangan diantaranya dalam UUD ’45 pasal 28 J ayat (1) berbunyi : “setiaporang wajib
menghormati hak azasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara”. Dan dalam ayat (2) berbunyi : “dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatansan yang di tetapkan dengan
penghormatan ata shak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi kebutuhan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, niali-nilai agama, kemanan, dan ketertiban
1999 tentang pers yaitu dalam pasal 5 ayat (1) berbunyi : pers nasional berkewajiban
memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa
Pada masa orba, ternyata per situ belum merasakan kebebasan dalam
melaksanakan fungsi nya untuk mencapai tujuan di adakannya pers. Karena control
pemerintah saat itu sangat kuat dan semuanya di jadiakan alat politik. Termasuk dalam
Banyak kita melihat beberapa perusahaan pers saat masa orba yang di tutup atau
dilarang terbit. Sehingga timbullah suatu ketakutan dan kekakuan dalam kinerja pers.
Tetapi pada saat reformasi dan keluarnya undang-undang no 40 tahun 1999 ini banyak
lapangan pun sudah mulai bebas. Sayangnya kebebasan ini di pergunakan secara
Dengan perubahan yang signifikan ini, kita dapat menilai bahwa peraturan dan
undang-undang yang di buat pada masa orde baru itu sebenarnya hanya peraturan fiktif
saja yang tidak berlaku dan menguntungkan pembuatnya. Dan pers yang berguna untuk
membuka mata masyarakat dan control menjadi sesuatu abah untuk mencapai tujuan /
A. Buku
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2004, Hak kekayaan Intelektual dan Budaya
Hukum, Jakarta: Rajawali Pers
Anna Nahdya. Abrar, panduan buat pers , pustaka pelajar offset, yogyakarta, 1995
Krishna Harahap, kebebasan pers di indonesia, Grafitri budi utami, Bandung, 2000
B. Perundang-undangan
B. WEBSITE
Di susun oleh:
Apkar Rahman, S.H
Dosen :