Professional Documents
Culture Documents
ملخص البحث
إن عملية اللحظة ليست شيئا غريبا على العلم فهو دائم اللحظة لتلميذه ف الفصل ،فينبغي أن تكون
اللحظة الت يقوم با دقيقة وثابتة ومنظمة يري تسجيلها بعناية وتتم وفق قواعد مددة ،وينبعي له أن يستفيد
من البيانات الجموعة با ف تطيط الدروس التالية للوصول إل عملية تعليمية أفضل .والساليب الجرائية الت
تبن عليها اللحظة الصفية ف هذا البحث ترجع إل مقارنة الكونات التربوية الهمة وهي الهداف التعليمية
وخطة التدريس والعملية التعليمية داخل الجرة الدراسية ،بالضافة إل ما يسمى بالعوامل الكامنة أمثال ميول
التعلم ي ن و درس الل غة العرب ية وتوا فر الو سائل العي نة بالدر سة وغيه ا .والطوات الجرائ ية ال ت ي سلكها
العلم ف ملحظته الصفية تبدأ بتحديد جوانب السلوك مل اللحظة ،وتليه مراقبة سلوكيات تلميذه ف الفصل
أو الدرسة وتسجيلها مباشرة عقب حدوثها باستخدام أداة من أدواتا الثلث وهي السجلت القصصية وقوائم
الراجعة ومقاييس التقدير.
Pendahuluan
Di dalam paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang saat ini sangat
mewarnai penerapan kurikulum 2004, dituntut penggunaan suatu sistem penilaian
berkesinambungan yang tidak hanya sekedar untuk mengukur ketercapaian
kompetensi yang telah diprogramkan, tetapi juga untuk mengetahui kualitas proses
pembelajaran yang direncanakan untuk dapat menghantarkan siswa mencapai semua
kompetensi tersebut. Hasil penilaian dianalisis guna dijadikan sebagai acuan untuk
perbaikan dalam proses pembelajaran selanjutnya. Hal ini hanya dapat terjadi apabila
2
guru mengintegrasikan kegiatan penilaian tersebut dengan proses pembelajaran yang
dilakukannya bersama siswa di dalam kelas.
Hasil dan proses pembelajaran bahasa Arab yang berlangsung di dalam kelas
hendaknya tidak hanya dinilai melalui alat penilaian yang berbentuk tes, tetapi juga
dapat dilakukan melalui kegiatan penilaian nontes. Terdapat banyak bentuk penilaian
nontes. Di antaranya adalah bentuk penilaian berupa observasi atau yang juga lazim
disebut pengamatan atau mulâhazhah.
1*
Penulis adalah Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1995), h. 84
2
Mâhir Ismâ'il Shabry Muhammad Yûsuf dan Muhibb Mahmûd Kâmil al-Rifâ'îy, al-Taqwîm
al-Tarbawy: Ususuhû wa Ijrâ`âtuhû (al-Riyâdh: Maktabah al-Rusyd, 2003), h. 340
3
Albert Oosterhof, Developing and Using Classroom Assessment (New Jersey: Prentice Hall,
1999), h. 133
3
siswanya yang belum mampu membedakan penggunaan ism isyârah: hâdzâ dan
hâdzihî. Hasil observasi yang mengindikasikan hanya seorang siswa yang belum
menguasai penggunaan ism isyârah tersebut tentunya akan mendorong guru untuk
mengambil sikap dan langkah yang berbeda dibandingkan apabila hasil observasinya
menunjukkan ternyata sebagian terbesar siswa belum menguasainya.
Guru yang profesional akan selalu berupaya memahami cara yang ditempuh
siswanya dalam memahami pelajarannya.4 Bahkan dalam keadaan-keadaan tertentu,
guru juga harus mampu menjelaskan bilamana pembelajaran yang terjadi di kelas
tidak sejalan dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Penjelasan guru
mengenai hal tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun
rencana pelajaran berikutnya, sehingga akan diperoleh rencana pelajaran yang benar-
benar memungkinkan siswa menguasai kompetensi yang diharapkan. Untuk itu, guru
menggunakan observasi untuk membuat kesimpulan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan proses atau strategi pembelajaran.5 Mengamati perilaku siswa pada saat guru
mengajarkan dars tertentu, misalnya, mendorong guru untuk menyimpulkan bahwa
siswa ternyata dipengaruhi oleh pola kalimat dalam bahasa Indonesia ketika
menyusun kalimat Arab. Umpamanya, siswa membuat susunan kalimat ‘ala `l-
maktab maujûd kitâb alih-alih ‘ala `l-maktab kitâb. Siswa membuat kalimat ‘ala `l-
maktab maujûd kitâb seperti itu mungkin saja karena dipengaruhi oleh susunan
kalimat dalam bahasa Indonesia, yaitu Di atas meja ada buku. Siswa menerjemahkan
kata perkata dalam bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab: ‘alâ ‘di atas’, `l-maktab
‘meja’, maujûd ‘ada’, dan kitâb ‘buku’. Melalui observasi guru terhadap diri mereka
sendiri boleh jadi diperoleh kesimpulan bahwa kesalahan siswa tersebut diakibatkan
oleh ketidaktepatan strategi pengajaran yang guru terapkan: mungkin karena
penjelasan guru ketika mengajarkan struktur kalimat Arab tersebut kurang memadai,
4
Rusydi Ahmad Thu'aimah, al-Mu'allim: Kifâyâtuhû, I'dâduhû, Tadrîbuhû (Kairo: Dâr al-Fikr
al-'Arabîy, 1999), h. 30
5
Fred Genesee And John A. Upshur, Classroom-based Evaluation in Second Language
Education (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), h. 79
4
atau siswa tidak diberi waktu yang cukup untuk berlatih menirukan pola gramatikal
kalimat yang diprogramkan sebelum dituntut untuk menggunakannya dalam
berbahasa Arab senyatanya.
6
Ibid.
5
memadai untuk mempraktikkan penggunaan struktur linguistik (tarkîb) atau fungsi
komunikatif tertentu, membuat guru harus menyediakan lebih banyak waktu agar
siswa mempraktikkan tarkîb atau fungsi komunikatif tersebut melalui aktivitas yang
bersifat klasikal atau kelompok.
7
Ibid., h. 80
6
Pada bagian ini, akan diuraikan secara umum bagaimana mengorganisir
observasi kelas agar efektif dan sistematis sehingga dapat menghasilkan kesimpulan
yang utuh. Strategi dalam melakukan observasi kelas dalam tulisan ini didasarkan
atas langkah-langkah penilaian berbasis kelas melalui usaha membandingkan masing-
masing komponen penting dalam pembelajaran yang berupa: tujuan pembelajaran,
rencana pengajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan faktor-fator lainnya8 yang turut
mempengaruhi pembelajaran seperti kemampuan awal siswa, ketersediaan sarana,
kecukupan waktu, kenyamanan ruang kelas, dan kemampuan guru.
8
Ibid., h. 81
7
mungkin saja terdapat: siswa yang menjawabnya dengan mengucapkan mistharâh –
alih-alih mistharah– dengan memanjangkan vokal /a/ setelah konsonan /r/; ada siswa
yang "sangat bersemangat" dengan mengucapkan mistharah tetapi dengan suara
sangat keras yang dapat mengganggu kelas lain; ada juga siswa yang tidak
menjawabnya sama sekali dengan menampakkan gejal-gejala yang mengindikasikan
bahwa yang bersangkutan belum memahami pelajaran. Tentunya terdapat banyak
sekali kejadian dan perilaku di kalangan siswa yang dapat teramati oleh guru dengan
jelas. Jika tidak dilakukan pemfokusan, pastilah guru akan merasa kesulitan dalam
menentukan dan membatasi objek apa yang akan diobservasi pada saat itu.
Ketika hasil belajar siswa ternyata tidak sejalan dengan kompetensi yang
diharapkan seperti yang dirumuskan dalam indikator, observasi yang dilakukan
terhadap kegiatan belajar mengajar (KBM) barangkali dapat menjelaskan sebab-
sebab yang melatarbelakangi kegagalan tersebut. Berdasarkan langkah-langkah yang
merupakan strategi penilaian berbasis kelas, observasi terhadap KBM ini hendaknya
dikelola sesuai dengan rencana pengajaran yang telah guru buat serta difokuskan
pada: materi pelajaran dan pengurutannya (sequence), media dan sumber belajar yang
digunakan, serta aktivitas yang tergambar dalam pengalaman belajar. Hasil observasi
yang menunjukkan bahwa KBM tidak sesuai dengan rencana pengajaran dapat
membantu menjelaskan mengapa siswa tidak mencapai hasil belajar seperti yang
harapkan; siswa tidak menguasai kompetensi tertentu karena KBM tidak dijalankan
sesuai perencanaan. Atau ketidakberhasilan tersebut mungkin saja diakibatkan oleh
ketidaktepatan dalam membuat asumsi-asumsi yang berkenaan dengan faktor
masukan (input factor) seperti sikap siswa, kemampuan awal siswa, dan kenyamanan
ruang kelas.
9
Albert Oosterhof, Op. Cit., h. 140
9
guru perlu mengobservasi siswa tersebut dengan memusatkan pengamatannya pada
bagian-bagian materi pelajaran yang dianggap sulit.
Agar penilaian yang guru lakukan melalui teknik observasi dapat bermanfaat
dan berjalan secara efektif, maka sesuatu yang harus dilakukan pada saat atau segera
setelah observasi dilakukan adalah pencatatan hasil observasi. Pencatatan ini harus
guru lakukan secara sistematis, lengkap, dan jelas. Observasi yang tidak segera
dilanjutkan dengan pencatatan hasilnya biasanya akan mudah untuk dilupakan
sehingga sulit untuk dijadikan pijakan dalam menentukan langkah perbaikan
selanjutnya. Adalah sesuatu yang mustahil guru mampu mengingat detail semua
kejadian, sikap dan perilaku penting yang dijumpainya ketika mengajar tanpa
melakukan perekaman dalam bentuk catatan atau sejenisnya.
Pencatatan yang sistematis, lengkap, dan jelas terhadap hasil observasi sangat
penting karena memungkinkan guru untuk:
1. terus memantau berbagai informasi penting mengenai siswa dan efektivitas
pembelajaran.
2. memberikan kesan positif mengenai hasil kemajuan belajar siswa.
3. mengidentifikasi secara akurat dan berkesinambungan terhadap kesulitan-
kesulitan yang dialami oleh tiap-tiap siswa.
4. memberikan pelaporan kemajuan siswa kepada orang tua atau pihak-pihak
yang berkepentingan.
5. menentukan nilai siswa, jika dianggap perlu.
6. memonitor, mengevaluasi, dan mendesain ulang rencana pembelajaran.10
10
Fred Genesee And John A. Upshur, Op. Cit., h. 85
11
Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mencatat hasil
observasi, yaitu: catatan anekdot (anecdotal record, sijillât qashashîyah), checklist
(qawâ`im al-murâja’ah), dan skala penilaian (rating scale, maqâyis al-taqdîr).
Catatan Anekdot
Pada umumnya catatan anekdot dibuat oleh guru dengan menggunakan format
terbuka,11 karena memungkinkan guru sepanjang waktu untuk mencatat berbagai hasil
observasi dan kesimpulan yang khas dan tidak terduga yang mungkin sulit dicatat
dengan menggunakan metode lainnya. Padahal observasi terhadap berbagai kejadian
yang tak terduga ini merupakan bagian yang penting dalam penilaian berbasis kelas.
11
Albert Oosterhof, Op. Cit., h.147
12
lebih sistematis. Dengan terus berlatih memanfaatkan catatan anekdot, para guru
pemula ini diharapkan lambat laun dapat memiliki kemampuan melakukan observasi
yang lebih sistematis, tajam, dan terfokus. Setelah mereka mampu mengembangkan
kategori-kategori yang lebih spesifik dan cermat dalam melakukan observasi, mereka
dapat menggunakan teknik lain untuk mencatat hasil observasi, seperti checklist dan
skala penilaian. Namun demikian, catatan anekdot ini sangat berguna untuk semua
guru, tanpa melihat tingkat pengalamannya, untuk mencatat berbagai peristiwa yang
tak-teramalkan selama proses pembelajaran. Karena sifatnya yang informal inilah
maka catatan anekdot tidak cocok digunakan untuk tujuan-tujuan eksternal, seperti
untuk pelaporan atau sharing informasi dengan orang tua siswa atau guru-guru
lainnya.
Skala penilaian adalah alat untuk mengukur penampilan atau perilaku siswa
yang disusun dalam bentuk pernyataan perilaku pada suatu titik kontinum atau suatu
kategori yang bermakna nilai.12 Titik atau kategori diberi nilai rentangan mulai dari
yang tertinggi sampai yang terendah. Rentangan ini bisa dalam bentuk hurup (A, B,
C, D), atau angka (4, 3, 2, 1 atau 10, 9, 8, 7, 6, 5). Sedangkan rentangan kategori bisa:
tinggi, sedang, rendah; atau: baik, sedang, kurang; atau: selalu, sering, kadang,
pernah, tidak pernah.
Hal yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah kriteria skala
nilai, yang berupa deskripsi verbal singkat mengenai kualitas dari setiap alternatif
jawaban.13 Adanya kriteria yang jelas untuk setiap alternatif jawaban akan
mempermudah pemberian penilaian dan terhindar dari subjektivitas penilai. Tugas
penilai hanya memberi tanda cek (√ ) dalam kolom rentangan nilai.
Skala yang penilaiannya tidak dibuat dalam bentuk rentangan nilai tetapi
hanya mendeskripsikan apa adanya, disebut daftar cek (checklist). Dengan kata lain,
daftar cek berisi daftar yang memuat bentuk-bentuk tingkah laku, karakteristik, atau
aktivitas tertentu untuk diperiksa keberadaannya.14 Dalam daftar cek, penilai hanya
diberi dua alternatif jawaban: ya atau tidak. Hal-hal lainnya sama dengan skala
12
Nana Sudjana, Op. Cit., h. 77
13
Anthony J. Nitko, Educational Assessment of Students (New Jersey: Prentice Hall, 1996), h.
275
14
Ibid., h. 270
14
penilaian, baik cara menyusunnya, bentuk-bentuknya, maupun pengolahan dan
interpretasinya.
Item-item yang terdapat dalam skala penilaian dan daftar cek dapat berupa
perilaku atau unjuk kerja yang dapat diobservasi, seperti: aspek-aspek tertentu dalam
berbahasa bahasa Arab (mis. muthâbaqah antara khabr dengan mubtada`nya,
penggunaan intonasi, penulisan hamzah), kebiasaan ketika mengerjakan tugas (mis.
siswa mengerjakan dan mengumpulkan tugas pada waktunya, meminta bantuan
ketika diperlukan, mengikuti petunjuk dengan baik), perilaku sosial (mis. bekerja
sama, bersosialisasi dengan teman-temannya, mengikuti diskusi kelas). Skala
penilaian dan daftar cek juga dapat berupa hal-hal yang berkenaan dengan aspek-
aspek dalam belajar mengajar, seperti: strategi belajar siswa, kepribadian siswa, dan
sikap serta tanggapan siswa terhadap pelajaran.
Berbeda dengan catatan anekdot, skala penilaian dan daftar cek relatif lebih
terstruktur dan menggunakan format tertutup (close-ended) sehingga tidak
membutuhkan banyak waktu untuk mengisinya, namun tentunya dibutuhkan
kecermatan dan waktu yang tidak sedikit terutama ketika awal penyusunannya.
Kedua teknik ini memang pada umumnya digunakan untuk mencatat hasil observasi
yang berkaitan dengan kejadian-kejadian tertentu di ruang kelas atau aspek-aspek
tertentu mengenai performansi bahasa Arab siswa. Namun, mengingat bahwa item-
item yang tercantum di dalamnya bersifat sangat spesifik, maka guru seringkali harus
melakukan penyesuaian seperlunya terhadap item-item yang terdapat dalam skala
16
penilaian dan daftar cek yang sudah tersedia apabila ia akan memanfaatkannya untuk
digunakan mengobservasi siswa di ruang kelasnya.
Penutup
DAFTAR PUSTAKA