You are on page 1of 17

‫‪Teknik Observasi dalam Penilaian‬‬

‫‪Bahasa Arab Berbasis Kelas di Madrasah‬‬

‫*‪Oleh: Mukhshon Nawawi‬‬

‫ملخص البحث‬
‫إن عملية اللحظة ليست شيئا غريبا على العلم فهو دائم اللحظة لتلميذه ف الفصل‪ ،‬فينبغي أن تكون‬
‫اللحظة الت يقوم با دقيقة وثابتة ومنظمة يري تسجيلها بعناية وتتم وفق قواعد مددة ‪ ،‬وينبعي له أن يستفيد‬
‫من البيانات الجموعة با ف تطيط الدروس التالية للوصول إل عملية تعليمية أفضل‪ .‬والساليب الجرائية الت‬
‫تبن عليها اللحظة الصفية ف هذا البحث ترجع إل مقارنة الكونات التربوية الهمة وهي الهداف التعليمية‬
‫وخطة التدريس والعملية التعليمية داخل الجرة الدراسية‪ ،‬بالضافة إل ما يسمى بالعوامل الكامنة أمثال ميول‬
‫التعلم ي ن و درس الل غة العرب ية وتوا فر الو سائل العي نة بالدر سة وغيه ا‪ .‬والطوات الجرائ ية ال ت ي سلكها‬
‫العلم ف ملحظته الصفية تبدأ بتحديد جوانب السلوك مل اللحظة‪ ،‬وتليه مراقبة سلوكيات تلميذه ف الفصل‬
‫أو الدرسة وتسجيلها مباشرة عقب حدوثها باستخدام أداة من أدواتا الثلث وهي السجلت القصصية وقوائم‬
‫الراجعة ومقاييس التقدير‪.‬‬

‫‪Kata Kunci: Observasi Kelas, Proses Pembelajaran, Strategi Penilaian, Pencatatan‬‬

‫‪Pendahuluan‬‬

‫‪Di dalam paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang saat ini sangat‬‬
‫‪mewarnai penerapan kurikulum 2004, dituntut penggunaan suatu sistem penilaian‬‬
‫‪berkesinambungan yang tidak hanya sekedar untuk mengukur ketercapaian‬‬
‫‪kompetensi yang telah diprogramkan, tetapi juga untuk mengetahui kualitas proses‬‬
‫‪pembelajaran yang direncanakan untuk dapat menghantarkan siswa mencapai semua‬‬
‫‪kompetensi tersebut. Hasil penilaian dianalisis guna dijadikan sebagai acuan untuk‬‬
‫‪perbaikan dalam proses pembelajaran selanjutnya. Hal ini hanya dapat terjadi apabila‬‬
2
guru mengintegrasikan kegiatan penilaian tersebut dengan proses pembelajaran yang
dilakukannya bersama siswa di dalam kelas.

Hasil dan proses pembelajaran bahasa Arab yang berlangsung di dalam kelas
hendaknya tidak hanya dinilai melalui alat penilaian yang berbentuk tes, tetapi juga
dapat dilakukan melalui kegiatan penilaian nontes. Terdapat banyak bentuk penilaian
nontes. Di antaranya adalah bentuk penilaian berupa observasi atau yang juga lazim
disebut pengamatan atau mulâhazhah.

Urgensi Observasi Kelas

Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk


memperoleh data mengenai keterampilan, perilaku individu atau proses kegiatan
tertentu.1 Ketika mengajar, guru bahasa Arab senantiasa melakukan observasi
walaupun secara tidak resmi.2 Guru biasanya selalu mengamati: bagaimana siswa
menggunakan kemampuan bahasa Arabnya, baik ketika merespon stimulus yang guru
berikan secara lisan maupun tulisan; bagaimana siswa menyikapi bahan ajar yang
disampaikannya; bagaimana efektivitas strategi pembelajaran yang guru terapkan;
bagian-bagian apa saja yang sudah atau yang belum dikuasai oleh siswa; jenis
kegiatan pembelajaran dan bahan ajar apa yang dirasakan menarik bagi siswa; dan
sebagainya.

Informasi yang diperoleh melalui observasi yang biasanya dilakukan secara


tidak resmi tersebut sangat penting bagi guru dalam menjalankan tugasnya sehari-
hari.3 Misalnya, berdasarkan hasil observasi, guru dapat mengetahui bahwa masih ada

1*
Penulis adalah Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1995), h. 84
2
Mâhir Ismâ'il Shabry Muhammad Yûsuf dan Muhibb Mahmûd Kâmil al-Rifâ'îy, al-Taqwîm
al-Tarbawy: Ususuhû wa Ijrâ`âtuhû (al-Riyâdh: Maktabah al-Rusyd, 2003), h. 340
3
Albert Oosterhof, Developing and Using Classroom Assessment (New Jersey: Prentice Hall,
1999), h. 133
3
siswanya yang belum mampu membedakan penggunaan ism isyârah: hâdzâ dan
hâdzihî. Hasil observasi yang mengindikasikan hanya seorang siswa yang belum
menguasai penggunaan ism isyârah tersebut tentunya akan mendorong guru untuk
mengambil sikap dan langkah yang berbeda dibandingkan apabila hasil observasinya
menunjukkan ternyata sebagian terbesar siswa belum menguasainya.

Guru yang profesional akan selalu berupaya memahami cara yang ditempuh
siswanya dalam memahami pelajarannya.4 Bahkan dalam keadaan-keadaan tertentu,
guru juga harus mampu menjelaskan bilamana pembelajaran yang terjadi di kelas
tidak sejalan dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Penjelasan guru
mengenai hal tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun
rencana pelajaran berikutnya, sehingga akan diperoleh rencana pelajaran yang benar-
benar memungkinkan siswa menguasai kompetensi yang diharapkan. Untuk itu, guru
menggunakan observasi untuk membuat kesimpulan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan proses atau strategi pembelajaran.5 Mengamati perilaku siswa pada saat guru
mengajarkan dars tertentu, misalnya, mendorong guru untuk menyimpulkan bahwa
siswa ternyata dipengaruhi oleh pola kalimat dalam bahasa Indonesia ketika
menyusun kalimat Arab. Umpamanya, siswa membuat susunan kalimat ‘ala `l-
maktab maujûd kitâb alih-alih ‘ala `l-maktab kitâb. Siswa membuat kalimat ‘ala `l-
maktab maujûd kitâb seperti itu mungkin saja karena dipengaruhi oleh susunan
kalimat dalam bahasa Indonesia, yaitu Di atas meja ada buku. Siswa menerjemahkan
kata perkata dalam bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab: ‘alâ ‘di atas’, `l-maktab
‘meja’, maujûd ‘ada’, dan kitâb ‘buku’. Melalui observasi guru terhadap diri mereka
sendiri boleh jadi diperoleh kesimpulan bahwa kesalahan siswa tersebut diakibatkan
oleh ketidaktepatan strategi pengajaran yang guru terapkan: mungkin karena
penjelasan guru ketika mengajarkan struktur kalimat Arab tersebut kurang memadai,

4
Rusydi Ahmad Thu'aimah, al-Mu'allim: Kifâyâtuhû, I'dâduhû, Tadrîbuhû (Kairo: Dâr al-Fikr
al-'Arabîy, 1999), h. 30
5
Fred Genesee And John A. Upshur, Classroom-based Evaluation in Second Language
Education (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), h. 79
4
atau siswa tidak diberi waktu yang cukup untuk berlatih menirukan pola gramatikal
kalimat yang diprogramkan sebelum dituntut untuk menggunakannya dalam
berbahasa Arab senyatanya.

Membuat kesimpulan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses


pembelajaran memang lebih sulit dibandingkan dengan membuat kesimpulan tentang
hasil pembelajaran,6 walaupun keduanya sama-sama penting dalam upaya
menciptakan pengajaran yang efektif. Kesimpulan mengenai hasil pembelajaran dapat
dirumuskan hanya berdasarkan observasi terhadap contoh-contoh konkrit dari
penggunaan bahasa Arab senyatanya di kalangan siswa. Misalnya, apakah siswa
menggunakan bentuk fi’l mâdhi dan fi’l mudhâri’ dengan benar ketika berbahasa
Arab, baik secara lisan maupun tulisan? Sedangkan kesimpulan mengenai proses
pembelajaran harus didasarkan pada observasi terhadap sejumlah kejadian dan
perilaku pihak-pihak yang terlibat, serta keterkaitannya masing-masing. Pemahaman
guru mengenai kesalahan berbahasa Arab siswa, misalnya, mungkin diperoleh
melalui sejumlah observasi yang diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
seperti: Jenis kesalahan apa yang dibuat siswa? Apakah kesalahan tersebut akibat
pengaruh bahasa Indonesia? Apakah hal tersebut memang merupakan kesalahan yang
bersifat tetap, ataukah hanya sekedar kekeliruan?

Kesimpulan yang menyangkut proses pembelajaran dianggap penting


mengingat hal ini sangat mempengaruhi cara guru dalam memperlakukan siswanya.
Misalnya, kesimpulan yang mengindikasikan bahwa siswa terpengaruh oleh pola-pola
kalimat bahasa Indonesia ketika menggunakan bahasa Arab mendorong guru untuk
menjelaskan perbedaan pola kalimat bahasa Arab dan bahasa Indonesia dalam
mengungkapkan makna yang sama (tentunya ini dilakukan apabila siswanya
dianggap sudah cukup dewasa untuk dapat memahami penjelasan tersebut).
Sebaliknya, kesimpulan yang menunjukkan bahwa siswa tidak diberi waktu yang

6
Ibid.
5
memadai untuk mempraktikkan penggunaan struktur linguistik (tarkîb) atau fungsi
komunikatif tertentu, membuat guru harus menyediakan lebih banyak waktu agar
siswa mempraktikkan tarkîb atau fungsi komunikatif tersebut melalui aktivitas yang
bersifat klasikal atau kelompok.

Observasi kelas dan berbagai kesimpulan yang berhubungan dengan


pembelajaran ini adalah penting untuk dijadikan pijakan dalam merumuskan rencana
pelajaran untuk pengajaran pada periode berikutnya.7 Hasil observasi terhadap
jalannya pembelajaran dars tertentu pada siswa yang sedang guru ajar saat ini
membuat guru harus membuat keputusan untuk tetap mempertahankan, meniadakan,
atau memodifikasi bagian-bagian tertentu dari strategi pembelajaran yang akan
diterapkan kepada kelompok siswa berikutnya. Beberapa bagian tertentu akan
ditiadakan mungkin karena terlalu mudah, terlalu sulit, atau tidak menarik bagi siswa.
Beberapa bagian lainnya mungkin dimodifikasi karena hasil observasi menunjukkan
bahwa bagian itu memang perlu disesuaikan untuk perbaikan.

Kerangka Kerja Observasi Kelas

Ketika mengelola praktik pembelajaran di kelas, guru pasti melakukan


observasi. Berbeda dengan para peneliti yang hanya sekedar mengobservasi objek
penelitiannya, guru ketika menjalankan tugasnya melakukan dua kegiatan sekaligus.
Guru harus mengajar dan mengelola kegiatan pembelajaran di kelas, dan pada saat
yang sama guru juga harus melakukan observasi serta berusaha untuk memahami
kegiatan belajar mengajar yang ia jalankan bersama para siswanya. Oleh karena itu,
untuk dapat melakukan observasi secara efektif, guru perlu memahami bagaimana
mengelola obervasi secara sistematis, bagaimana mendokumentasikan informasi dan
kesimpulan yang diperoleh melalui observasi, dan bagaimana memanfaatkan
informasi yang dihasilkan ini ketika menyusun perencanaan agar pembelajaran
selanjutnya dapat lebih efektif dan berdaya guna.

7
Ibid., h. 80
6
Pada bagian ini, akan diuraikan secara umum bagaimana mengorganisir
observasi kelas agar efektif dan sistematis sehingga dapat menghasilkan kesimpulan
yang utuh. Strategi dalam melakukan observasi kelas dalam tulisan ini didasarkan
atas langkah-langkah penilaian berbasis kelas melalui usaha membandingkan masing-
masing komponen penting dalam pembelajaran yang berupa: tujuan pembelajaran,
rencana pengajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan faktor-fator lainnya8 yang turut
mempengaruhi pembelajaran seperti kemampuan awal siswa, ketersediaan sarana,
kecukupan waktu, kenyamanan ruang kelas, dan kemampuan guru.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut, observasi kelas terutama harus


dikaitkan dengan kemampuan berbahasa Arab sebagaimana yang dirumuskan dalam
tujuan pembelajaran. Dalam kurikulum 2004 –untuk mengacu kepada pengertian
tujuan pembelajaran ini– digunakan istilah kompetensi, yang terdiri atas standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan dijabarkan lagi menjadi indikator hasil
pencapaian belajar.

Dengan mengamati kegiatan pembelajaran siswa dan membandingkannya


dengan indikator keberhasilan yang telah dirumuskan, guru dapat menilai kemajuan
belajar yang berhasil siswa capai. Dengan memfokuskan pada komponen tertentu dari
kemahiran berbahasa Arab seperti yang dirumuskan dalam indikator, observasi kelas
akan dapat guru lakukan secara terkontrol dan sistematis. Misalnya dalam pengajaran
kosakata baru, terdapat indikator yang rumusannya adalah siswa mampu
menyebutkan kosakata dengan benar tentang alat-alat sekolah sesuai gambar yang
diperlihatkan. Berdasarkan rumusan tersebut, fokus utama pengamatan guru adalah
pada kemampuan siswa dalam ketepatan menyebutkan kosakata sesuai gambar,
walaupun boleh jadi, misalnya, siswa kurang tepat dalam hal pelafalan atau dalam
penggunaan ism isyârah yang menyertainya. Ketika guru menunjukkan gambar
penggaris sambil menanyakan kepada siswa dengan mengucapkan mâ hâdzihî?,

8
Ibid., h. 81
7
mungkin saja terdapat: siswa yang menjawabnya dengan mengucapkan mistharâh –
alih-alih mistharah– dengan memanjangkan vokal /a/ setelah konsonan /r/; ada siswa
yang "sangat bersemangat" dengan mengucapkan mistharah tetapi dengan suara
sangat keras yang dapat mengganggu kelas lain; ada juga siswa yang tidak
menjawabnya sama sekali dengan menampakkan gejal-gejala yang mengindikasikan
bahwa yang bersangkutan belum memahami pelajaran. Tentunya terdapat banyak
sekali kejadian dan perilaku di kalangan siswa yang dapat teramati oleh guru dengan
jelas. Jika tidak dilakukan pemfokusan, pastilah guru akan merasa kesulitan dalam
menentukan dan membatasi objek apa yang akan diobservasi pada saat itu.

Ketika hasil belajar siswa ternyata tidak sejalan dengan kompetensi yang
diharapkan seperti yang dirumuskan dalam indikator, observasi yang dilakukan
terhadap kegiatan belajar mengajar (KBM) barangkali dapat menjelaskan sebab-
sebab yang melatarbelakangi kegagalan tersebut. Berdasarkan langkah-langkah yang
merupakan strategi penilaian berbasis kelas, observasi terhadap KBM ini hendaknya
dikelola sesuai dengan rencana pengajaran yang telah guru buat serta difokuskan
pada: materi pelajaran dan pengurutannya (sequence), media dan sumber belajar yang
digunakan, serta aktivitas yang tergambar dalam pengalaman belajar. Hasil observasi
yang menunjukkan bahwa KBM tidak sesuai dengan rencana pengajaran dapat
membantu menjelaskan mengapa siswa tidak mencapai hasil belajar seperti yang
harapkan; siswa tidak menguasai kompetensi tertentu karena KBM tidak dijalankan
sesuai perencanaan. Atau ketidakberhasilan tersebut mungkin saja diakibatkan oleh
ketidaktepatan dalam membuat asumsi-asumsi yang berkenaan dengan faktor
masukan (input factor) seperti sikap siswa, kemampuan awal siswa, dan kenyamanan
ruang kelas.

Menggunakan strategi penilaian dengan cara seperti ini diharapkan dapat


membantu guru untuk selalu fokus dalam melakukan observasi, di samping dapat
dijadikan sebagai kerangka berpikir bagi guru dalam membuat kesimpulan-
8
kesimpulan mengenai pembelajaran yang menjadi tugasnya. Namun demikian, hal ini
tidak berarti bahwa guru hanya perlu mengamati hal-hal yang telah dirumuskan dan
direncanakan sebelumnya. Guru juga perlu mengamati berbagai peristiwa penting
yang masih ada kaitannya dengan tujuan pembelajaran yang kadang muncul tanpa
diduga sebelumnya.

Merencanakan Observasi Kelas

Ketika merencanakan observasi, pertama-tama yang harus dipertimbangkan


adalah tujuan dilakukannya observasi itu sendiri.9 Terdapat beberapa hal yang
mendorong guru melakukan observasi. Di antara alasan guru melakukan observasi
adalah: a) untuk mengetahui apakah siswanya itu dapat mengikuti pelajaran seperti
yang telah ia rencanakan; b) untuk mengetahui kesiapan siswa untuk menerima
pelajaran pada dars (kompetensi dasar) berikutnya; c) untuk mengidentifikasi
kesulitan yang dialami oleh siswa tertentu agar guru dapat menentukan jenis
bimbingan apa yang cocok bagi mereka; d) untuk menilai kemampuan bahasa yang
dimiliki oleh seorang siswa baru di kelas yang ia ajar; e) untuk menilai apakah
pelajaran yang disajikannya itu membuat siswa merasa senang, tertarik atau
sebaliknya, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun
rencana pelajaran untuk kelas berikutnya; dan f) untuk menilai cocok tidaknya buku
teks yang digunakan.

Tujuan guru melakukan observasi akan menentukan aspek-aspek


pembelajaran yang akan dijadikan objek observasinya. Misalnya, untuk menentukan
apakah akan melanjutkan pembelajaran ke dars berikutnya atau tidak, tentunya guru
perlu melakukan observasi terhadap unjuk kerja (performance) siswa yang
menunjukkan bahwa mereka telah berhasil menguasai kompetensi seperti yang
dideskripsikan dalam indikator pada dars/pelajaran saat ini. Untuk mengidentifikasi
kesulitan yang dialami oleh siswa-siswa tertentu yang membutuhkan perhatian ekstra,

9
Albert Oosterhof, Op. Cit., h. 140
9
guru perlu mengobservasi siswa tersebut dengan memusatkan pengamatannya pada
bagian-bagian materi pelajaran yang dianggap sulit.

Setelah menentukan tujuan dan objek observasi, langkah selanjutnya adalah


memikirkan bagaimana cara melakukan observasi itu. Observasi dapat dilakukan
terhadap satu orang siswa atau terhadap sekelompok siswa. Dengan mengobservasi
satu orang siswa, guru akan mendapatkan banyak informasi rinci yang dapat
dimanfaatkan untuk membantu siswa tersebut dalam mengatasi kesulitan yang
dihadapinya, di samping juga –jika perlu– untuk dibicarakan bersama dengan orang
tuanya, dengan sesama guru, atau dengan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Hasil observasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan memberikan nilai
kemampuan siswa yang bersangkutan, asal saja hal itu dilakukan secara sistematis
dan dilakukan bersama-sama terhadap seluruh siswa. Selain itu, observasi jenis ini
juga memungkinkan guru untuk memahami strategi belajar masing-masing siswa
yang mungkin berbeda-beda.

Namun demikian, observasi terhadap seorang siswa tentunya akan


menghabiskan banyak waktu, di samping akan membuat siswa yang diobservasi itu
merasa "kurang nyaman". Sebaliknya, apabila observasi tersebut dilakukan terhadap
banyak siswa atau sekelompok siswa maka hal itu bagi guru akan dapat lebih
menghemat waktu, dapat memberikan gambaran umum tentang gaya belajar para
siswanya, di samping memungkinkan guru untuk mengetahui cara siswa berinteraksi
satu sama lain. Observasi terhadap sekelompok siswa ini dianggap perlu dilakukan
terutama untuk memastikan apakah pembelajaran yang sedang berlangsung itu benar-
benar dapat melibatkan seluruh siswa seperti yang direncanakan atau tidak.

Observasi dapat difokuskan pada unjuk kerja (performansi) siswa dalam


menggunakan kemampuan berbahasa Arabnya melalui aktivitas-aktivitas yang telah
guru susun atau rencanakan sebelumnya. Misalnya, ketika siswa ditugaskan untuk
mendemonstrasikan dialog (hiwâr) secara berpasangan, guru dapat mengobservasi
10
keterampilan bercakap (kalâm) siswa tersebut dengan memfokuskan pada penguasaan
aspek kosakata dan aspek bunyi yang meliputi intonasi, jeda, panjang-pendek, dan
sebagainya. Untuk mengobservasi aspek-aspek kosakata dan bunyi tersebut, guru
telah menyiapkan daftar checklist atau rating scale untuk diisi ketika siswa yang
hendak diobservasi itu memeragakan hiwâr.

Pencatatan Hasil Observasi

Agar penilaian yang guru lakukan melalui teknik observasi dapat bermanfaat
dan berjalan secara efektif, maka sesuatu yang harus dilakukan pada saat atau segera
setelah observasi dilakukan adalah pencatatan hasil observasi. Pencatatan ini harus
guru lakukan secara sistematis, lengkap, dan jelas. Observasi yang tidak segera
dilanjutkan dengan pencatatan hasilnya biasanya akan mudah untuk dilupakan
sehingga sulit untuk dijadikan pijakan dalam menentukan langkah perbaikan
selanjutnya. Adalah sesuatu yang mustahil guru mampu mengingat detail semua
kejadian, sikap dan perilaku penting yang dijumpainya ketika mengajar tanpa
melakukan perekaman dalam bentuk catatan atau sejenisnya.

Pencatatan yang sistematis, lengkap, dan jelas terhadap hasil observasi sangat
penting karena memungkinkan guru untuk:
1. terus memantau berbagai informasi penting mengenai siswa dan efektivitas
pembelajaran.
2. memberikan kesan positif mengenai hasil kemajuan belajar siswa.
3. mengidentifikasi secara akurat dan berkesinambungan terhadap kesulitan-
kesulitan yang dialami oleh tiap-tiap siswa.
4. memberikan pelaporan kemajuan siswa kepada orang tua atau pihak-pihak
yang berkepentingan.
5. menentukan nilai siswa, jika dianggap perlu.
6. memonitor, mengevaluasi, dan mendesain ulang rencana pembelajaran.10

10
Fred Genesee And John A. Upshur, Op. Cit., h. 85
11
Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mencatat hasil
observasi, yaitu: catatan anekdot (anecdotal record, sijillât qashashîyah), checklist
(qawâ`im al-murâja’ah), dan skala penilaian (rating scale, maqâyis al-taqdîr).

Catatan Anekdot

Yang dimaksud dengan catatan anekdot adalah penggunaan berbagai jenis


kertas atau alat tulis apapun agar hasil observasi dengan mudah dan cepat dapat
dicatat pada saat kapanpun dan di manapun guru berada. Bisa saja guru
memanfaatkan buku hariannya atau potongan-potongan kertas yang biasa dibawanya
untuk tujuan pencatatan hasil observasi ini. Bubuhkan tanggal pada masing-masing
entri dan paparkan secara singkat konteks situasi pada saat berlangsungnya observasi.
Untuk memudahkan dalam pencarian kembali informasi pada saat dibutuhkan di
kemudian hari, guru hendaknya menyusun secara teratur catatan-catatan hasil
pengamatannya sesuai dengan nama siswa atau unit/kegiatan pembelajaran. Catatan-
catatan tersebut biasanya dihimpun dan disimpan dalam mapfile (filefolder) tertentu.

Pada umumnya catatan anekdot dibuat oleh guru dengan menggunakan format
terbuka,11 karena memungkinkan guru sepanjang waktu untuk mencatat berbagai hasil
observasi dan kesimpulan yang khas dan tidak terduga yang mungkin sulit dicatat
dengan menggunakan metode lainnya. Padahal observasi terhadap berbagai kejadian
yang tak terduga ini merupakan bagian yang penting dalam penilaian berbasis kelas.

Catatan anekdot sangat berguna bagi guru terutama dalam rangka


mengevaluasi dan mendesain strategi pembelajaran yang sesuai dengan siswanya.
Dengan kata lain, tujuan dibuatnya catatan anekdot ini lebih bersifat internal, untuk
kepentingan guru dalam meningkatkan efektifitas kegiatan pembelajaran. Catatan
anekdot ini dapat juga bermanfaat terutama bagi guru pemula yang belum
mempunyai cukup pengalaman dalam mengembangkan teknik-teknik observasi yang

11
Albert Oosterhof, Op. Cit., h.147
12
lebih sistematis. Dengan terus berlatih memanfaatkan catatan anekdot, para guru
pemula ini diharapkan lambat laun dapat memiliki kemampuan melakukan observasi
yang lebih sistematis, tajam, dan terfokus. Setelah mereka mampu mengembangkan
kategori-kategori yang lebih spesifik dan cermat dalam melakukan observasi, mereka
dapat menggunakan teknik lain untuk mencatat hasil observasi, seperti checklist dan
skala penilaian. Namun demikian, catatan anekdot ini sangat berguna untuk semua
guru, tanpa melihat tingkat pengalamannya, untuk mencatat berbagai peristiwa yang
tak-teramalkan selama proses pembelajaran. Karena sifatnya yang informal inilah
maka catatan anekdot tidak cocok digunakan untuk tujuan-tujuan eksternal, seperti
untuk pelaporan atau sharing informasi dengan orang tua siswa atau guru-guru
lainnya.

Guru hendaknya tidak terlalu lama menunda dalam mencatat hasil


pengamatannya. Guru harus segera mencatat aspek-aspek yang berkaitan dengan
unjuk kerja (performansi) kebahasaan siswa atau efektifitas pembelajarannya. Catatan
anekdot yang dibuat setelah selesai jam pelajaran, atau setelah berakhir seluruh jam
pelajaran setiap hari, atau minimal pada akhir tiap menyelesaikan satu dars
(kompetensi dasar) akan sangat berguna dalam merekam informasi mengenai apa
yang terjadi atau tidak terjadi selama berlangsungnya proses pembelajaran, karena hal
itu dibutuhkan dalam penyusunan rencana pelajaran selanjutnya. Setiap entri catatan
tersebut hendaknya selalu diberi tanggal dan identitas, serta disusun berdasarkan
aspek-aspek pembelajaran yang telah dirumuskan dalam rencana pelajaran atau
berdasarkan hal-hal yang menurut guru itu penting. Agar lebih sempurna, di dalam
catatan anekdot dapat juga dituliskan mengenai indikator-indikator hasil
pembelajaran yang telah berhasil siswa kuasai atau kemajuan pembelajaran apa yang
telah berhasil siswa capai dalam mengatasi kesulitan pembelajaran yang dialaminya.

Skala Penilaian Dan Daftar Cek


13
Selain catatan anekdot, hasil observasi juga dapat direkam dengan
menggunakan skala penilaian dan daftar cek. Berbeda dengan catatan anekdot, dalam
teknik skala penilaian dan daftar cek sudah terdapat sejumlah rumusan kategori yang
sudah didesain terlebih dahulu untuk dijadikan panduan ketika mengobservasi unjuk
kerja siswa atau kegiatan pembelajaran. Karena kemiripan dalam format dan
penggunaannya, maka kedua teknik ini dijelaskan secara bersamaan di sini.

Skala penilaian adalah alat untuk mengukur penampilan atau perilaku siswa
yang disusun dalam bentuk pernyataan perilaku pada suatu titik kontinum atau suatu
kategori yang bermakna nilai.12 Titik atau kategori diberi nilai rentangan mulai dari
yang tertinggi sampai yang terendah. Rentangan ini bisa dalam bentuk hurup (A, B,
C, D), atau angka (4, 3, 2, 1 atau 10, 9, 8, 7, 6, 5). Sedangkan rentangan kategori bisa:
tinggi, sedang, rendah; atau: baik, sedang, kurang; atau: selalu, sering, kadang,
pernah, tidak pernah.

Hal yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah kriteria skala
nilai, yang berupa deskripsi verbal singkat mengenai kualitas dari setiap alternatif
jawaban.13 Adanya kriteria yang jelas untuk setiap alternatif jawaban akan
mempermudah pemberian penilaian dan terhindar dari subjektivitas penilai. Tugas
penilai hanya memberi tanda cek (√ ) dalam kolom rentangan nilai.

Skala yang penilaiannya tidak dibuat dalam bentuk rentangan nilai tetapi
hanya mendeskripsikan apa adanya, disebut daftar cek (checklist). Dengan kata lain,
daftar cek berisi daftar yang memuat bentuk-bentuk tingkah laku, karakteristik, atau
aktivitas tertentu untuk diperiksa keberadaannya.14 Dalam daftar cek, penilai hanya
diberi dua alternatif jawaban: ya atau tidak. Hal-hal lainnya sama dengan skala

12
Nana Sudjana, Op. Cit., h. 77
13
Anthony J. Nitko, Educational Assessment of Students (New Jersey: Prentice Hall, 1996), h.
275
14
Ibid., h. 270
14
penilaian, baik cara menyusunnya, bentuk-bentuknya, maupun pengolahan dan
interpretasinya.

Disamping untuk menilai hasil pembelajaran15 yang berupa pemerolehan


bahasa siswa, skala penilaian dan daftar cek juga bisa digunakan untuk menilai aspek-
aspek pembelajaran lainnya. Guru, misalnya, dapat menggunakan kedua teknik ini
untuk menilai efektifitas rencana pelajaran yang dibuatnya, baik yang menyangkut
pemilihan bahan ajar maupun pengalaman belajar yang direncanakannya. Begitu pula
siswa dapat memanfaatkannya seperti untuk mengetahui minat dan gaya belajar 16
bahasa Arab yang disukainya. Berikut ini adalah contoh daftar cek yang berisi
sejumlah pertanyaan untuk menilai dan memodifikasi pengalaman belajar dan bahan
ajar bahasa Arab.
______ Apakah bahan ajar/pengalaman belajar ini sesuai dengan indikator
pencapaian kompetensi dasar?
______ Apakah bentuk bahasa yang terdapat bahan ajar/pengalaman belajar ini
dapat dipahami oleh siswa?
______ Apakah siswa memahami dengan jelas cara menggunakan bahan ajar?
______ Apakah siswa memahami dengan jelas tujuan dari pengalaman belajar
ini?
______ Apakah bahan ajar/pengalaman belajar ini mengakomodir perbedaan
gaya belajar dan minat siswa?
______ Apakah pengalaman belajar ini didesain agar siswa dapat
mengerjakannya dengan caranya masing-masing?
______ Apakah bahan ajar/pengalaman belajar ini mendorong siswa untuk aktif
menggunakan bahasa Arab?
______ Apakah siswa diberi kesempatan untuk menilai kemampuan bahasa
mereka? Dapatkah mereka menilai sendiri terhadap bahan
ajar/pengalaman belajar ini?
______ Apakah bahan ajar/pengalaman belajar memuat aspek-aspek budaya
yang sesuai dengan budaya Arab Islami?
______ Apakah bahan ajar/pengalaman belajar ini cocok dengan kebutuhan
siswa?
______ Apakah pengalaman belajar/bahan ajar ini bersifat autentik dan sesuai
dengan usia siswa?
15
Ibid.
16
Fred Genesee And John A. Upshur, Op. Cit., h. 90
15
______ Apakah siswa mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan
pengalaman belajar ini?
______ Apakah siswa merasa tertarik dengan pengalaman belajar/bahan ajar ini?
______ Apakah bahan ajar/pengalaman belajar ini cukup sulit?
______ Apakah siswa mempunyai kemampuan berbahasa Arab yang memadai
untuk dapat terlibat dalam pengalaman belajar atau untuk menggunakan
bahan ajar ini?
______ Apakah pengalaman belajar ini efektif untuk membuat siswa
menggunakan dan mempraktikkkan kemampuan berbahasa Arab
mereka?

Item-item yang terdapat dalam skala penilaian dan daftar cek dapat berupa
perilaku atau unjuk kerja yang dapat diobservasi, seperti: aspek-aspek tertentu dalam
berbahasa bahasa Arab (mis. muthâbaqah antara khabr dengan mubtada`nya,
penggunaan intonasi, penulisan hamzah), kebiasaan ketika mengerjakan tugas (mis.
siswa mengerjakan dan mengumpulkan tugas pada waktunya, meminta bantuan
ketika diperlukan, mengikuti petunjuk dengan baik), perilaku sosial (mis. bekerja
sama, bersosialisasi dengan teman-temannya, mengikuti diskusi kelas). Skala
penilaian dan daftar cek juga dapat berupa hal-hal yang berkenaan dengan aspek-
aspek dalam belajar mengajar, seperti: strategi belajar siswa, kepribadian siswa, dan
sikap serta tanggapan siswa terhadap pelajaran.

Berbeda dengan catatan anekdot, skala penilaian dan daftar cek relatif lebih
terstruktur dan menggunakan format tertutup (close-ended) sehingga tidak
membutuhkan banyak waktu untuk mengisinya, namun tentunya dibutuhkan
kecermatan dan waktu yang tidak sedikit terutama ketika awal penyusunannya.
Kedua teknik ini memang pada umumnya digunakan untuk mencatat hasil observasi
yang berkaitan dengan kejadian-kejadian tertentu di ruang kelas atau aspek-aspek
tertentu mengenai performansi bahasa Arab siswa. Namun, mengingat bahwa item-
item yang tercantum di dalamnya bersifat sangat spesifik, maka guru seringkali harus
melakukan penyesuaian seperlunya terhadap item-item yang terdapat dalam skala
16
penilaian dan daftar cek yang sudah tersedia apabila ia akan memanfaatkannya untuk
digunakan mengobservasi siswa di ruang kelasnya.

Penutup

Teknik observasi dalam penilaian bahasa Arab di madrasah barangkali


memang merupakan sesuatu yang masih belum populer. Masih terdapat banyak hal
yang perlu dipertimbangkan untuk dapat memanfaatkan secara optimal teknik yang
sebenarnya merupakan kegiatan rutin guru sehari-hari. Namun seiring dengan
semakin meningkatkan perhatian dari banyak kalangan yang berusaha untuk terus
meningkatkan mutu pendidikan di madrasah, maka adanya bentuk penilaian alternatif
yang mampu memberikan gambaran utuh terhadap proses dan hasil belajar siswa
adalah merupakan suatu kemestian. Studi lebih lanjut tentang pengembangan dan
kemungkinan penerapan observasi dalam penilaian bahasa Arab di madrasah
nampaknya masih perlu dilakukan apabila bangsa ini memang benar-benar ingin
mencapai mutu pendidikan yang lebih baik. Semoga. Wallâhu walîyut taufîq.
17

DAFTAR PUSTAKA

Genesee, Fred And John A. Upshur. 1998. Classroom-based Evaluation in Second


Language Education. Cambridge: Cambridge University Press
Nitko, Anthony J. 1996. Educational Assessment of Students. New Jersey: Prentice
Hall
Oosterhof, Albert. 1999. Developing and Using Classroom Assessment. New Jersey:
Prentice Hall
Sudjana, Nana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Thu'aimah, Rusydi Ahmad. 1999. al-Mu'allim: Kifâyâtuhû, I'dâduhû, Tadrîbuhû
(Kairo: Dâr al-Fikr al-'Arabîy
Yûsuf, Mâhir Ismâ'il Shabry Muhammad dan Muhibb Mahmûd Kâmil al-Rifâ'îy.
2003. al-Taqwîm al-Tarbawy: Ususuhû wa Ijrâ`âtuhû. al-Riyâdh: Maktabah
al-Rusyd

You might also like