Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Beberapa alternatif pemikiran telah diajukan dalam rangka menciptakan kondisi pasar yang
Islami serta mewujudkan misi-misi ekonomi Islam dalam pembangunan. Salah satu misi utama
ajaran Islam yang tidak dapat dengan baik dilaksanakan dalam sistem pasar bebas adalah keadilan
distribusi sumber daya ekonomi. Secara teoritis maupun praktikal mekanisme pasar bebas akan
mengabaikan masalah distribusi ini. Pasar akan bekerja dengan mekanisme harga sehingga hanya
memberikan tempat bagi masyarakat yang memiliki daya beli. Oleh karenanya, untuk memperbaiki
dampak pasar terhadap distribusi maka harus ada upaya rekayasa melalui pasar (maupun non pasar)
untuk mengatasi masalah ini.
Beberapa ekonom muslim telah mengusulkan suatu bentuk rekayasa terhadap pasar, misalnya
pendekatan effective need based demand dan potential capacity based supply. Dengan rekayasa ini
maka pasar akan menyediakan effective need saja, bukan seluruh barang dan jasa yang semata
diinginkan oleh konsumen. Dalam sistem pasar bebas masyarakat miskin akan terpinggirkan karena
tidak memiliki daya beli yang memadai. Karena Islam memiliki perhatian yang besar terhadap
kelompok fakir miskin maka pemerintah dapat menerbitkan kupon bagi mereka sehingga dapat
memasuki pasar.
Alternatif lain untuk mencapai misi-misi ekonomi Islami adalah dengan kebijakan Zero to
‘N’ Pricing, yaitu kebijakan diskriminasi harga untuk barang-barang publik dan lainnya yang
dipandang penting. Misalnya, kebijakan ini diterapkan untuk barang-barang kebutuhan dasar atau
yang amat dibutuhkan oleh kelompok miskin. Bab ini memaparkan berbagai bentuk rekayasa dan
alternatif-alternatif pengelolaan pasar agar sesuai dengan tujuan sistem ekonomi yang Islami,
terutama masalah distribusi kekayaan. Sebelum membahas berbagai bentuk rekayasa pasar ini maka
pada bagian awal dibahas konsep Pareto Optimum yang menjadi pedoman efisiensi alokasi dalam
ekonomi konvensional. Konsep ini ternyata menimbulkan permasalahan serius antara efisiensi
dengan keadilan dalam distribusi sumber daya ekonomi.
330
Pengantar Ekonomika Mikro Islami - MBHA
EFISIENSI VS KEADILAN DALAM PASAR
Pasar yang bersaing secara sempurna (perfect competition market) merupakan wahana paling
baik bagi transaksi barang dan jasa dalam menghasilkan harga yang adil. Selain itu, mekanisme
pasar juga dapat mengatur alokasi sumber daya ekonomi dengan cara yang paling efisien. Suatu
perekonomian dikatakan efisien kalau pengaturannya sedemikian rupa sehingga konsumen
mendapatkan kemungkinan kombinasi barang dan jasa yang terbanyak berdasarkan sumber daya
yang dimiliki (Samuelson, 1985). Efisiensi seperti ini sering disebut dengan efisiensi alokatif
(allocative efficiency) atau Pareto Optimum. Kriteria efisiensi alokatif ini tepatnya dirumuskan
sebagai berikut:
Efisiensi alokatif terjadi bila tidak mungkin lagi dilakukan reorganisasi produksi sedemikian
rupa sehingga masing-masing pelaku pasar merasa lebih sejahtera (better off). Dalam
keadaan seperti ini kesejahteraan masyarakat telah optimal, di mana kesejahteraan seseorang
hanya bisa ditingkatkan dengan konsekuensi menurunkan kesejahteraan orang lain.
Gambar 17. 1
bangan pasar akan terjadi ketika permintaan bertemu dengan penawaran secara bebas (‘antaraddim minkum
mencapai titik keseimbangan ini terganggu maka pemerintah harus melaku?kan intervensi
P*
Pasar dan Surplus
Tetapi, konsepsi pareto optimum sebagai kriteria efisiensi alokatif sebenarnya tidak bisa
menyelesaikan masalah besar yang lebih mendasar dalam perekonomian, yaitu keadilan alokatif
(alocative justice). Keadilan alokatif menunjukkan bagaimana barang dan jasa didistribusikan
kepada segenap lapisan masyarakat yang membutuhkan, sehingga seluruh masyarakat akan
merasakan kesejahteraan. Jika hanya sebagian saja dari masyarakat yang dapat menikmati barang
dan jasa - sementara sebagian lainnya tidak bisa – maka hal ini jelas menimbulkan ketimpangan,
dan pada akhirnya akan mengusik rasa keadilan dalam masyarakat. Masalah keadilan alokatif ini
muncul karena secara filosofis dan teoritik konsep Pareto Optimum sebagai kriteria efisiensi
alokatif memang telah menyimpan kelemahan dalam menciptakan keadilan alokatif.
Kelemahan ini antara lain:
• Konsep ini hanya bertumpu kepada titik keseimbangan pasar saja yang mekanisme
kerjanya hanya didasarkan pada kriteria biaya pada sisi produsen (yaitu P=MC) dan
utilitas pada sisi konsumen (P=MU). Konsep ini tidak memperhatikan perbedaan
tingkat daya beli masyarakat atau mengasumsikannya memiliki tingkat yang sama.
Hanya orang yang memiliki daya beli sajalah yang dapat menikmati utilitas barang,
sebab ia dapat membayar harga pasar. Asumsi ini jelas tidak realistis, sebab
kenyataannya daya beli masyarakat memang berbeda-beda, ada yang kaya dan ada
yang miskin. Dengan demikian pada dasarnya efisiensi alokatif hanya menunjukkan
tingkat efisiensi pada masyarakat yang memiliki daya beli saja. Kriteria ini
mengabaikan masalah distrbusi pendapatan dalam masyarakat
• Selain itu, juga terdapat asumsi-asumsi lain – sebagai prasyarat berlakunya Pareto
Optimum dalam pasar – yang juga tidak realistis sehingga kriteria ini sesungguhnya
Bab 17 Rekayasa Pasar Menuju Perbaikan Distribusi Sumber Daya Ekonomi 332
kurang operasional. Samuelson (1989,
h.132) menyebutkan antara lain: Pertama,
persaingan harus benar-benar sempurna,
sehingga jumlah produsen harus banyak,
terdapat homogenitas barang dan jasa yang diperdagangkan, informasi dapat diperoleh
dengan sempurna (simetry), dan lain-lain, Kedua, permintaan masyarakat tidak
menyimpang dari utilitas yang sebenarnya, dalam pengertian: (1) masyarakat konsisten
dengan preferensi konsumsinya dan (2) barang yang dikonsumsi benar-benar memberi
manfaat. Jadi, teori ini jangan diterapkan pada konsumsi heroin, ganja atau barang
haram lainnya; Ketiga, tidak terdapat aspek eksternalitas, baik eksternalitas negatif
maupun positif. Mungkinkah asumsi-asumsi ini terdapat dalam dunia nyata secara
sempurna ? Jelas tidak mudah dipenuhi, bahkan mustahil !
titik B bukan posisi efisiensi yang tertinggi. BergerakGambar 17.2 A ke C akan mempengaruhi kenaikan kepuasan o
dari titik
Efisiensi Alokatif Vs Keadilan Alokatif
Bab 17 Rekayasa Pasar Menuju Perbaikan Distribusi Sumber Daya Ekonomi 334
Gambar 17. 3
Permintaan Individual dan Permintaan Pasar
D D’
A B C
• Dari sisi penawaran
Sebagaimana juga telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, motivasi dan tujuan dari
P produsen yang Islami tidak dapat disimplifikasi hanya mencari keuntungan saja. Secara umum,
kegiatan produksi adalah mata rantai yang tak terpisahkan dari konsumsi sehingga produsen
yang Islami bertujuan untuk menyediakan dan menemukan effective need dari konsumen. Hal
ini kadang kala membawa implikasi pada perhitungan cost and profit yang tidak selalu dalam
posisi keuntungan maksimum. Demi mencapai tujuannya yang lebih luas, produsen yang Islami
D Edapat berada dalam situasi memperoleh keuntungan
D (maksimum
D’ ataupun tidak), impas, atau
bahkan merugi. Dengan demikian maka penawaran di pasar akan didasarkan pada kapasitas
Q1produsen dalam menyediakan
Q2 effective need masyarakat, bukan pada pertimbangan tujuan
Q
maksimasi keuntungan. Inilah yang dimaksud dengan Effective Capacity based Supply.
Pendekatan baru ini ternyata akan membawa perubahan pasar yang cukup mendasar bagi
pasar. Size of market akan mengalami peningkatan. Dengan pendekatan ini maka volume
permintaan dan penawaran pasar akan mengalami peningkatan, sebab cakupan keduanya lebih besar
dibandingkan dalam pasar konvensional. Peningkatan ini pada dasarnya mencerminkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara umum, baik dalam kualitas maupun dalam kuantitas. Secara
sederhana mekanisme ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Anggaplah dalam masyarakat terdapat 5 orang konsumen yang membutuhkan barang dan
jasa, yaitu A, B, C, D dan E. Kurva permintaan masing-masing konsumen ditunjukkan dalam
gambar 17.3. Di antara kelima konsumen tersebut dua di antaranya, misalnya D dan E, adalah
konsumen miskin sedemikian rupa sehingga mereka tidak memiliki daya beli yang memadai.
Dalam perspektif mekanisme pasar konvensional dua orang konsumen miskin ini tentu saja tidak
dapat memasuki pasar, sehingga tidak memiliki pengaruh sama seklai terhadap permintaan pasar
secara keseluruhan. Secara grafis kurva permintaan pasar adalah DD, yaitu penjumlahan secara
horisontal dari berbagai kurva permintaan individu.
Dengan pendekatan effective need based demand maka permintaan dari dua orang konsumen
miskin D dan E akan mempengaruhi permintaan pasar secara keseluruhan. Konsumen miskin ini
akan mampu memasuki pasar, terutama akibat pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga kurva
permintaan pasarnya adalah penjumlahan secara horisontal kelima konsumen ini. Dalam gambar hal
ini ditunjukkan oleh kurva D’D’ yang posisinya di sebelah kanan kurva DD. Posisi kurva
permintaan pasar yang baru ini menghasilkan size of demand yang lebih besar, yaitu kuantitasnya
lebih banyak sementara harganya tetap. Peningkatan daya beli kelompok miskin ini antara lain
berkat adanya direct transfer zakat yang dikelola secara profesional.
P
I J S S’
F G H
S S’
Bab 17 Rekayasa Pasar Menuju Perbaikan Distribusi Sumber Daya Ekonomi 336
Q1
Effective Q2 Q
produsen I dan J dapat memasuki pasar, sehingga penawaran pasarCapacity
secarabased Supply
keseluruhan akan bergeser ke kanan
(F+G+H+I+J)
Analisis yang serupa dapat kita terapkan untuk sisi penawaran. Anggaplah dalam pasar terdapat
lima produsen, yaitu F, G, H, I, dan J. Kurva penawaran kelima produsen ini ditunjukkan dalam
gambar 17. 4. Dari kelima produsen tersebut, anggaplah dua diantaranya, yaitu I dan J, adalah
produsen yang memiliki tingkat daya saing yang rendah sehingga tidak dapat memasuki pasar (akan
kalah jika bersaing dengan tiga produsen lainnya). Karena podusen I dan J tidak dapat ikut bermain
di pasar, maka kurva penawaran pasarnya adalah penjumlahan secara horisontal dari kurva
penawaran F, G dan H yaitu SS. Dengan pendekatan potential capacity based supply maka dua
produsen yang lemah daya saingnya ini akan dapat memasuki pasar, sehingga memperbesar supply
size of market. Masuknya produsen I dan J akan menggeser ke kanan kurva SS menjadi S’S’. Tentu
saja perlu diciptakan sebuah mekanisme yang efektif untuk menciptakan kerjasama antara produsen
besar dan produsen kecil sehingga pendekatan ini dapat diwujudkan.
1 O’Sulivan (2001, p. 276) menjelaskan bahwa diskriminasi harga merupakan praktek ketika perusahaan membagi
konsumen menjadi 2 kelompok atau lebih, di mana masing-masing kelompok ini dikenakan tingkat harga yang berbeda-
beda.
Bab 17 Rekayasa Pasar Menuju Perbaikan Distribusi Sumber Daya Ekonomi 338
listrik, gas, air - bagi kelompok masyarakat miskin. Termasuk juga dalam barang ini misalnya susu
bayi, obat-obatan, dan keperluan pokok lain bagi anak-anak yang kekurangan gizi. Ia menawarkan
sebuah model di mana pembelian/pengkonsumsian dalam jumlah maksimum tertentu tidak dipungut
biaya (gratis), sementara jika melebihi batas maksimum ini dapat dikenakan harga tertentu. Harga
tertentu di sini dapat semakin dinaikkan hingga tingkat ‘N’ dengan semakin naiknya tingkat
konsumsi masyarakat miskin ini. Itulah sebabnya kebijakan ini disebut zero to ‘N’ pricing.
Kebijakan seperti ini dimungkinkan, sebab dalam pandangan Islam produk-produk yang vital
seperti di atas memang lebih tepat diusahakan secara monopolis sehingga produsen memiliki
market power. Untuk menutup biaya produksinya produsen dapat juga mengenakan harga yang
lebih tinggi kepada masyarakat yang willingness to pay-nya lebih tinggi, sehingga secara total
struktur penerimaan produsen kemungkinan tidak berubah (dibandingkan dengan tidak melakukan
diskriminasi harga). Kemungkinan terjadinya penjualan kembali barang-barang ini oleh masyarakat
miskin sangat kecil, sebab barang-barang ini merupakan kebutuhan dasar.
Mannan (1992 a, p. 179-181) mengatakan bahwa diskriminasi harga merupakan praktek yang
juga lazim ditemui di negara-negara muslim hingga saat ini. Bahkan, praktek diskriminasi negara
ini juga masih dilakukan di beberapa negara maju. Ia memberikan beberapa contoh kondisi lain
yang relevan dengan kebijakan diskriminasi harga secara terbatas ini, antara lain :
• Contoh 1
Anggaplah dalam suatu masyarakat yang besar terdapat suatu kelompok masyarakat
miskin yang anak-anak mengalami kekurang gizi, sehingga sangat membutuhkan susu.
Produsen dapat mengenakan harga yang berbeda bagi mereka, misalnya dengan cara
memberikan harga yang lebih rendah bagi susu yang digunakan untuk minuman, tetapi
memberikan harga yang lebih tinggi jika susu akan digunakan untuk membuat es krim atau keju
yang notabene banyak dikonsumsi oleh orang kaya.
• Contoh 2
Sebuah perusahaan listrik memberikan harga yang lebih murah kepada perusahaan
(pemakai listrik) yang memproduksi barang-barang kebutuhan pokok, sementara kepada
perusahaan –perusahaan yang memproduksi barang-barang mewah dikenakan harga yang lebih
tinggi. Perusahaan ini juga dapat menerapkan tarif yang lebih rendah bagi pemakaian di rumah
tangga miskin, sementara untuk rumah tangga kaya tarifnya lebih tinggi.
• Contoh 3
Pada kebanyakan negara muslim disparitas pendapatan sangat besar, termasuk
disparitas antar daerah. Diskriminasi harga dapat digunakan untuk membantu perbaikan
pemerataan pendapatan antar daerah. Misalnya, sebuah perusahaan transportasi mengenai tarif
yang berbeda-beda antar daerah tergantung pada keterkaitan relatif dengan tujuan pemerataan.
Penggunaan jasa transportasi yang sangat terkait dengan daerah yang miskin dikenakan tarif
yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah kaya.
• Contoh 4
Bab 17 Rekayasa Pasar Menuju Perbaikan Distribusi Sumber Daya Ekonomi 340
terlihat bahwa posisi yang paling menguntungkan adalah pada titik e. Pada titik e ini harga yang
diberikan adalah Rp 3 dan jumlah penjualannya sebanyak 280 liter. Dengan harga baru ini tingkat
keuntungan per liternya menurun menjadi Rp 2 (harga Rp 3 - avarage cost Rp 1)., sehingga
keuntungan totalnya adalah Rp 560 ( keuntungan Rp 2 X 280 liter ). Dari ilustrasi ini nampak
bahwa keuntungan total yang diperoleh dalam penjualan kepada konsumen miskin meningkat dari
Rp 400 menjadi Rp 560.
Dengan menggunakan prinsip yang sama kita dapat memperkirakan keuntungan dalam
penjualan kepada konsumen kaya. Pada kurva (b) nampak bahwa posisi yang paling
menguntungkan adalah pada titik c, di mana harga barunya adalah Rp 6 dan jumlah penjualannya
260 liter. Tingkat keuntungan per liternya adalah Rp 5 (harga Rp 6 – avarage cost Rp 1), sehingga
lebih tinggi daripada tanpa diskriminasi harga. Secara keseluruhan keuntungan yang diperoleh akan
meningkat dari Rp 1.200 menjadi Rp 1.300 (keuntungan Rp 5 X 260 liter). Jika keuntungan total
dari penjualan kepada kedua kelompok konsumen ini dijumlahkan maka nampak bahwa
keuntungan yang diperoleh dengan harga diskriminatif lebih besar daripada harga tunggal, yaitu
naik dari Rp 1.600 menjadi Rp 1.860.
pkan diskriminasi harga, yaitu Rp 3 per liter (280 konsumen) untuk konsumen miskin dan Rp 6 per liter (300 konsumen) u
Rp Rp
f
6
5 S 5 n
3 d
e Marginal Cost = c
1 1
Avarage Cost
Tabel 17. 1
Diskriminasi Harga Meningkatkan Keuntungan Total
Harga Tunggal Diskriminasi Harga
Kons.Miskin Kons.Kaya Kons.Miskin Kons.Kaya
Harga Rp 5, - Rp 5, - Rp 3, - Rp 6, -
Avarage Cost/liter Rp 1, - Rp 1, - Rp 1, - Rp 1, -
Keuntungan /liter Rp 4, - Rp 4, - Rp 2, - Rp 5, -
Jumlah Konsumsi 100 liter 300 liter 280 liter 260 liter
Keuntungan Rp 400, - Rp 1.200, - Rp 560, - Rp 1.300, -
Keuntungan total Rp 1.600, - Rp 1.860, -
Bab 17 Rekayasa Pasar Menuju Perbaikan Distribusi Sumber Daya Ekonomi 342
diketahui, elastisitas permintaan mengukur tingkat kepekaan (responsiveness) jumlah permintaan
konsumen akibat perubahan harga. Semakin elastis suatu kurva permintaan maka perubahan harga
akan semakin mempengaruhi jumlah yang diminta, sebaliknya semakin tidak elastis (inelastis)
maka perubahan harga semakin tidak mempengaruhi jumlah yang diminta. Kurva permintaan
konsumen miskin terhadap air di atas cenderung elastis, sehingga penurunan harga yang sedikit
akan meningkatkan jumlah barang yang diminta dengan lebih banyak. Sifat elastis kurva
permintaan konsumen miskin ini disebabkan karena) konsumen miskin memiliki pendapatan yang
rendah, tentu saja juga willingness to pay-nya. Sebaliknya, kurva permintaan untuk konsumen kaya
bersifat inelastis, sebab mereka memiliki pendapatan yang lebih tinggi Apakah implikasi elastisitas
terhadap keuntungan?
Kenaikan harga pada kosumen kaya tidak akan begitu mengurangi jumlah barang yang
dimintanya, karena sifat inelastis ini. Dengan demikian, kenaikan harga ini tidak akan menimbulkan
kekhawatiran turunnya penerimaan total (total revenue) perusahaan, bahkan kemungkinan justru
naik. Semakin inelastis kurva permintaan ini maka semakin besar peluang perusahaan untuk
mendapatkan total revenue yang lebih tinggi dari kebijakan menaikkan harga bagi konsumen kaya.
Sebaliknya, karena kurva permintaan konsumen miskin bersifat elastis maka penurunan harga akan
meningkatkan permintaan dengan proporsi yang lebih besar. Semakin elastis kurva ini maka
kebijakan penurunan harga akan memberikan total revenue yang semakin besar bagi perusahaan.
Elastisitas Effective Need based Demand dan Potential Capacity based Supply
Dalam ilmu ekonomi konvensional salah satu alat analisis utama untuk mengetahui perilaku
permintaan konsumen dan penawaran produsen adalah elastisitas harga, baik elastisitas harga-
permintaan maupun elastisitas harga-penawaran2. Elastisitas harga ini menunjukkan seberapa besar
pengaruh kenaikan atau penurunan harga barang terhadap perubahan jumlah permintaan atau
penawaran barang tersebut. Penggunaan elastisitas harga ini tentu saja dapat dipahami, sebab harga
memang sangat berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang dicapai oleh produsen, sementara
tujuan produsen adalah maksimasi tingkat keuntungan. Dalam konsep Effective Need based
Demand dan Potential Capacity based Supply penggunaan alat analisis elastisitas harga tidaklah
memadai, meskipun tetap ada manfaatnya. Karena harga bukan merupakan determinan yang paling
utama bagi perilaku permintaan konsumen dan penawaran produsen, maka elastisitas harga tidak
akan memberikan informasi yang memadai dalam menjelaskan perilaku mereka.
Menurut Manan (1992, p. 210-211), karena terdapat banyak faktor di luar harga yang lebih
2 Seringkali diduga bahwa permintaan untuk barang-barang kemewahan bersifat elastis, sementara permintaan
untuk barang-barang kebutuhan pokok bersifat in-elastis. Namun, dalam dunia empiris implementasi konsep elastisitas
harga sebenarnya cukup rumit. Lipsey (1975, p.108) mengatakan : “ dalam semua studi yang telah dibuat menunjukkan
bahwa tidak ada kecenderungan yang dapat diamati terhadap barang-barang untuk diklasifikasikan dalam 2 kelompok
saja, yaitu yang memiliki elastisitas sangat rendah dan lainnya memiliki elastisitas sangat tinggi. Nampaknya elastisitas ini
lebih cocok diklasifikasikan menjadi : sebagian sangat rendah, sebagian sangat tinggi, dan sebagian lagi pada kisaran
keduanya. Lebih jauh, elastisitas sebenarnya tergantung luas dan sempitnya suatu barang didefinisikan. Tentu saja benar
bahwa makanan dan shelter sangatlah diperlukan, dalam arti orang tidak dapat hidup tanpa sejumlah minimum tersedianya
barang-barang itu, dan mungkin juga benar bahwa secara keseluruhan makan memiliki permintaan yang in-elastis. Tetapi,
hal ini tidak berarti bahwa setiap makanan –misalnya roti dan jagung- adalah sama perlunya bagi setiap orang. Karenanya,
tidak ada suatu alasan untuk percaya bahwa jumlah suatu makanan tertentu yang diminta tidak dapat dan akan turun tajam
karena kenaikan harganya”.
Bab 17 Rekayasa Pasar Menuju Perbaikan Distribusi Sumber Daya Ekonomi 344
Gambar 17. 7 Income Elastic Need based Demand
Kurva
lastisitas Pendapatan yang dQ / Q Need
didasarkan pada konsep Need based Demand
Kurva En =
Income Inelastic based Demand
Persentase perubahan dY / Y
pendapatan
Secara matematis elastisitas pendapatan need based demand ini dapat diformulasikan sebagai
berikut :
Di mana:
En = elastisitas pendapatan need based demand
dQ/Q = persentase perubahan barang yang dibutuhkan
dY/Y = persentase perubahan tingkat pendapatan
RANGKUMAN
• Pareto optimum sebagai kriteria efisiensi alokatif tidak bisa menyelesaikan satu masalah
besar yang lebih mendasar, yaitu keadilan alokatif. Keadilan alokatif menunjukkan
bagaimana barang dan jasa didistribusikan kepada segenap lapisan masyarakat yang
membutuhkan, sehingga seluruh masyarakat akan merasakan kesejahteraan. Secara filosofis
dan teoritik konsep optimum pareto telah menyimpan kelemahan dalam menciptakan
keadilan alokatif. Kelemahan ini antara lain: (1) tidak memperhatikan perbedaan tingkat
daya beli masyarakat, dan (2) asumsi-asumsi lain –sebagai prasyarat berlakunya pareto
optimum dalam pasar – yang juga tidak realistis. sehingga tidak operasional.
• Beberapa pendekatan alternatif diajukan untuk menciptakan suatu pasar dan perekonomian
yang Islami. Pendekatan ini antara lain Effective Need based Demand dan Potential
Capacity based Supply yang merupakan perombakan mendasar atas konsep ekonomi
konvensional, dengan sasaran utama pada perubahan konsep cakupan permintaan dan
batasan kegiatan produksi. Effective need based demand dibentuk oleh effective need dari
KONSEP PENTING
Bab 17 Rekayasa Pasar Menuju Perbaikan Distribusi Sumber Daya Ekonomi 346