Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Kelompok : 28
1. Glentina D H Togatorop (C24070043)
2. Fadillah (C34070063)
3. Rizki .R. Abdullah (C34070090)
4. Nisa Nantami (C34070093)
5. Pramudya Pratama Putra (C44070006)
6. Winda Puspita Sari (G24070041)
7. Loris Panahatan (G24070046)
8. Ardina Puspitasari (C14080053)
9. Sofyan Agustiawan (C14080056)
10. Arif Baswantara (C54080027)
11. Resti Winasti (C54080063)
12. Adhayani Dewi (G24080029)
BAGIAN OSEANOGRAFI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
1
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
I. Asisten Pembimbing
Dwito Indrawan
Mengetahui,
Tanggal Ujian :
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesehatan sehingga dapat menyelesaikan
laporan praktik lapang ini. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen dan asisten yang telah banyak membimbing kami dalam menyelesaikan
laporan praktikum ini.
Laporan praktik lapang ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Oseanografi Umum agar mahasiswa dapat lebih memahami karakteristik dan kondisi
perairan laut berdasarkan beberapa parameter fisika dan kimia. Selain itu, mahasiswa
mampu memaparkan informasi yang telah diperoleh baik dari tugas mata kuliah
maupun yang telah diberikan dalam perkuliahan.
Kami sadar bahwa dalam mengerjakan dan menyusun tugas ini masih jauh
dari sempurna, sehingga kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami harapkan agar
kami dapat menyusun laporan praktik lapang yang lebih baik dikemudian hari. Akhir
kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Semoga laporan praktik lapang ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Tim Penulis
3
I. PENDAHULUAN
I.2. Tujuan
Praktikum lapangan ini bertujuan supaya mahasiswa terampil dalam
menerapkan ilmu oseanografi yang telah didapatkan secara nyata berdasarkan
parameter-parameter fisik dan kimianya. Pengamatan parameter oseanografi untuk
mengetahui kondisi fisik dan kandungan kimia perairan Teluk Palabuhanratu, faktor
penyebab dan akibat yang ditimbulkan, sehingga dapat disimpulkan kondisi perairan
Teluk Palabuhanratu.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Posisi Stasiun
Teluk Palabuhanratu terletak pada 60 km arah selatan dari kota Sukabumi
merupakan sebuah kawasan yang terletak di pesisir selatan Jawa Barat, di Samudra
Hindia. Wilayah pesisirnya terbentang dengan panjang garis pantai ± 200 km. Secara
geografis Teluk Palabuhanratu terletak pada posisi 106°22’00’’ - 106°33’00’’ BT dan
6°57’00’’ - 7°07’00’’ LS (Pariwono et al., 1998).
5
tidak langsung, suhu juga mempegaruhi daya larut oksigen yang digunakan untuk
respirasi organisme laut (Sverdrup et al., 1942 dalam Farita, 2006).
Daerah-daerah yang paling banyak menerima bahang dari matahari adalah
daerah-daerah yang terletak antara lintang 10º LU - 10º LS. Oleh karena itu suhu air
laut yang tertinggi ditemukan didaerah khatulistiwa. Jumlah bahang yang diterima
oleh air laut akan semakin berkurang jika letak lintang suatu perairan semakin tinggi
atau semakin mendekati kutub (Sverdrup et al., 1942 dalam Farita, 2006).
Penyebaran suhu pada permukaan laut membentuk zona menurut letak lintang.
Semakin mendekati ekuator (lintang rendah) suhu semakin meningkat, sebaliknya
semakin mendekati kutub (lintang tinggi) suhu akan semakin menurun (Stewart, 2003
dalam Papilaya, 2003).
Menurut Hutabarat dan Evan (1986) dalam Papilaya (2003) ada tiga faktor
yang menyebabkan daerah tropik lebih banyak menerima bahang dari pada darah
kutub yaitu sinar matahari yang merambat melalui atmosfer sebelum sampai di
daerah kutub akan banyak kehilangan bahang dibandingkan dengan daerah ekuator,
di daerah kutub sinar matahari yang sampai di permukaan bumi akan tersebar pada
derah yang lebih luas daripada daerah ekuator, dan permukaan bumi di daerah kutub
banyak menerima bahang yang dipantulkan kembali ke atmosfer.
Sebaran vertikal suhu menurut kedalaman ialah semakin dalam suatu perairan
maka semakin rendah suhunya. Distribusi horizontal suhu dari pantai ke laut lepas
ialah semakin jauh dari daratan maka suhu semakin rendah temperaturnya
(Nybakken, 1988). Perbedaan tersebut sebenarnya diakibatkan oleh sudut relatif
matahari yang mencapai permukaan bumi. Suhu air laut mengalami perubahan dari
waktu ke waktu sesuai dengan kondisi meteorologis yang mempengaruhi perairan
tersebut. Perubahan tersebut dapat terjadi secara harian, musiman, tahunan maupun
jangka panjang (puluhan tahun). Perubahan harian terutama terjadi pada lapisan
permukaan. Perubahan harian suhu permukaan air laut untuk daerah tropis tidak
begitu besar yaitu rata-rata 0,2ºC – 0,3ºC (Sidjabat, 1973 dalam Farita, 2006).
Suhu diperairan Indonesia memperlihatkan variasi tahunan yang kecil yaitu
sekitar 2ºC, akan tetapi masih menunjukkan perubahan musiman. Hal ini dikarenakan
6
adanya pergerakan semu matahari melintasi khatulistiwa secara teratur dengan siklus
12 bulan. Pergerakan semu matahari ini terjadi akibat kemiringan poros rotasi bumi
sebesar 23,5º. Pariwono et al. (1988) mengemukakan bahwa pada bulan September
dan Oktober suhu permukaan laut relatif rendah, yaitu rata-rata 26,57ºC sedangkan
pada musim hujan suhu permukaan laut rata-rata naik menjadi 27,78ºC padahal disaat
itu laut kurang menerima pemanasan dari matahari, karena tertutup awan. Hal ini
diduga sebagai pertanda bahwa proses upwelling terjadi pada bulan Agustus,
September, dan Oktober.
Di perairan selatan Jawa kedalaman lapisan tercampur berkisar antara 40-75
meter, dan suhu permukaan laut umumnya lebih dari 27ºC (Purba, 1995 dalam Farita,
2006). Secara umum letak lapisan termoklin di perairan Indonesia berada pada
kedalaman 100-300 meter, dengan kisaran suhu antara 9ºC - 26ºC. Khususnya di
perairan selatan Jawa, batas atas lapisan termoklin terletak pada kedalaman 45-75
meter dan batas bawah terletak pada kedalaman 150-200 meter (Purba 1995, dalam
Farita 2006). Kisaran suhu pada lapisan dalam di perairan Indonesia adalah 2ºC - 4ºC
(Soegiarto dan Birowo, 1975 dalam Farita, 2006).
7
Faktor pembangkit arus permukaan adalah angin yang bertiup diatasnya.
Tenaga angin memberikan pengaruh terhadap arus permukaan (atas) sekitar 2% dari
kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang sesuai dengan makin
bertambahnya kedalaman perairan sampai pada akhirnya angin tidak berpengaruh
pada kedalaman 200 meter.
2.2.3. Gelombang
Gelombang laut merupakan gerakan air laut yang paling umum dan mudah
kita amati. Gelombang adalah fenomena naik turunnya permukaan air laut secara
periodik dari ukuran yang kecil atau riak sampai yang paling panjang seperti pasang
surut (Hutabarat, 1985).
Ada tiga gaya pembangkit yang menjadi faktor penyebab gelombang. Gaya
pembangkit tersebut antara lain wind waves, forced waves dan free waves. Wind
waves terjadi dipengaruhi oleh angin. Lamanya angin bertiup, kecepatan angin, dan
jarak tempuh angin dari arah pembangkit gelombang menjadi penentu karakter
gelombang itu sendiri. Forced Waves adalah gelombang yang terjadi akibat adanya
gaya pembangkit yang berasal dari gaya tarik bulan dan matahari. Free Waves
merupakan gelombang yang sudah tidak dipengaruhi lagi oleh gaya pembangkitnya
( Djunarsiah, 2005).
Faktor lain terjadinya gelombang yaitu adanya transfer energi dari udara ke
massa air. Prinsip dasar terjadinya gelombang laut yaitu, jika ada dua massa benda
yang berbeda kerapatannya (densitasnya) bergesekan satu sama lain maka pada
bidang gerakannya akan berbeda. Gelombang mempunyai komponen-komponen
tersendiri antara lain periode gelombang, panjang gelombang, amplitudo, dan tinggi
gelombang. Periode gelombang merupakan lama waktu yang diperlukan untuk
melewati dua puncak atau dua lembah gelombang. Panjang gelombang merupakan
jarak horizontal diantara dua puncak dan dua lembah gelombang yang berurutan.
Amplitudo merupakan jarak vertikal Mean Sea Level dengan puncak atau lembah
gelombang. Tinggi gelombang merupakan jarak vertikal antara puncak dengan
lembah gelombang (Sasmono, 2008).
8
Perairan Teluk Palabuhanratu merupakan perairan teluk yang langsung
berhadapan dengan Samudera Hindia. Pada musim Barat (November – Maret) angin
bertiup dari barat daya dengan kecepatan 1,5 knot. Hal ini dapat membangkitkan
gelombang yang besar menuju pantai, sehingga terjadi longshore current (Nybakken,
1992).
9
meter. Pada Laut Jawa umumnya tunggang pasut antara 1-1,5 m
(http://sim.nilim.go.id).
Tipe pasut di Indonesia cenderung bervariasi akibat pengaruh topografi dasar
laut yang berinteraksi terhadap perjalanan pasut dari samudra Hindia dan Samudra
Pasifik yang bersifat campuran dominasi ganda. Perairan di bagian barat Indonesia
relatif dangkal seperti Laut Jawa lebih bersifat tunggal dan campuran dominasi
tunggal. Tipe pasang surut di Palabuhanratu adalah Pasang surut yang bersifat
campuran dengan dominasi pasut ganda (Pariwono et al 1988).
10
Tabel 2. Total Ion Positif
Sodium (Na+) 10,556
Magnesium (Mg2+) 1,272
Kalsium (Ca2+) 0,4
Potasium (K+) 0,38
Strontium (Sr2+) 0,013
Total ion positif (kation) 12,621
11
presipitasi, salinitas dapat mencapai 45 ‰. Lawalata (1977) dalam Hafidz Olii (2003)
menyatakan bahwa naik turunnya salinitas banyak penyebabnya, antara lain karena
up welling, ataupun juga karena pengaruh hujan yang turun secara terus menerus
dalam jangka waktu beberapa hari. Salinitas bersifat lebih stabil di lautan terbuka,
walaupun dibeberapa tempat kadang-kadang salinitas menunjukan adanya fluktuasi
perubahan. Namun menurut Hutabarat et al. (1986) bahwa salinitas akan turun secara
tajam yang disebabkan oleh besarnya curah hujan. Menurut Nontji (1987), salinitas di
lautan pada umumnya berkisar antara 33 0/00 – 37 0/00 (Olii, 2003).
Menurut Pariwono et al (1998) bahwa di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu
salinitas rata-rata sebesar 33,0 – 35 psu. Keadaan kisaran perubahan salinitas tersebut
relatif normal karena sejumlah besar organisme yang hidup di laut dapat bertahan
pada batas toleransi kisaran salinitas berkisar antara 30 – 40 psu (Odum, 1971).
Perairan Teluk Palabuhanratu umumnya memiliki kandungan salinitas yang
tinggi, hal ini disebabkan oleh pengaruh Samudra Hindia yang begitu besar ditambah
lagi Teluk Palabuhanratu bersifat terbuka. Sehingga perairannya memiliki kandungan
salinitas yang sama dengan laut terbuka. Selama kegiatan survey yang dilakukan,
peneliti mendapatkan kisaran salinitas di perairan Teluk Palabuhanratu berkisar
antara 33,00 – 34,00 psu (Pramahartami, 2007).
12
pembakaran ( metabolisme ) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti
dengan pembentukan CO2 dan H2O (Anonim, 2008).
Kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) dapat dijadikan ukuran untuk
menentukan mutu air. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut
minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air (5 ppm). Selebihnya bergantung
kepada ketahanan organisme, derajat aktivitasnya, kehadiran pencemar, suhu air dan
sebagainya. Secara vertikal lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi
karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen
terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada
banyak digunakan untuk pernafasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan
anorganik. (Salmin, 2005). Sedangkan secara horizontal diketahui bahwa oksigen
terlarut semakin ke arah laut maka kadar oksigen terlarut akan semakin menurun juga
(Nybakken, 1988)
Oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran
makhluk hidup di dalam air. Penentuan oksigen terlarut harus dilakukan berkali-kali
di berbagai lokasi dengan tingkat kedalaman yang berbeda pada waktu yang tidak
sama (Reddy 1993 dalam Pramahartami 2007).
Oksigen terlarut merupakan parameter penting bagi sistem kimia air laut
maupun proses biologi perairan laut. Hal ini karena oksigen diperlukan dalam proses
mineralisasi/dekomposisi bakteri dalam menguraikan bahan organik. Penurunan
oksigen terlarut juga akan mempengaruhi kehidupan organisme melalui proses
respirasi, dan reaksi oksidasi reduksi terhadap senyawa-senyawa kimia dalam air laut
(Reddy 1993 dalam Sanusi (2003).
Dari laporan hasil penelitian dan analisa BLH Kabupaten Sukabumi (2003)
dalam Sanusi (2006) menunjukkan bahwa oksigen terlarut rata-rata di wilayah pesisir
Teluk Palabuhanratu berkisar antara 12,0 – 12,2 mg/l. Perubahan oksigen rata-rata di
dekat pantai maupun di lepas pantai pada umumnya hampir merata. Disamping
oksigen yang telah ada dalam massa air, oksigen dapat pula dihasilkan dari proses
fotosintesis yang berlangsung, selain itu oksigen dapat pula dihasilkan oleh adanya
13
pergerakan arus. Sebaliknya data oksigen yang didapat selama penelitian, kisaran
oksigen terlarut yang terukur berkisar antara 7,31 – 8,03 mg/l. Kandungan oksigen di
perairan Teluk Palabuhanratu berada pada kisaran yang optimal bagi pertumbuhan
organisme perairan baik pada saat musim timur maupun musim peralihan.
Sverdrup et al. (1972) dalam Sanusi (2003) mengemukakan tiga faktor yang
mempengaruhi sebaran kandungan oksigen terlarut:
1. Suhu dan salinitas, kelarutan oksigen bebas dalam air laut akan menurun
dengan meningkatnya suhu dan salinitas.
2. Aktivitas biologi yang berpengaruh nyata terhadap konsentrasi oksigen dan
karbondioksida.
3. Arus dan proses percampuran yang cenderung mempengaruhi lewat gerakan
massa air dan difusi.
14
III. METODOLOGI
15
3.3.1. Penentuan Posisi
Penentuan posisi adalah salah satu kegiatan yang dilakukan pada praktikum
fieldtrip oseanografi. Penentuan posisi dilakukan dengan 2 metode yaitu dengan
digunakannya suatu alat Global Positioning System (GPS) dan metode baringan yang
dilakukan pada tempat dengan sudut pandang yang luas dan tetap.
Penentuan posisi dengan alat GPS dilakukan dengan melihat display di alat
yang akan menampilkan posisi kapal. Untuk penentuan posisi dengan menggunakan
Metode baringan adalah penentuan dengan melihat cara bergerak menyusuri laut
dengan kapal. Kemudian tetapkan arah utara dan dengan menggunakan kompas bidik
kita tentukan kondisi alam yang nyata seperti 2 buah bukit dan ukur berapa derajat
sudutnya dari utara untuk bukit 1 dan begitu pula dengan bukit 2 dan plotkan dalam
peta Palabuhanratu dan akan diperoleh perpotongan antara kedua bukit maka akan
dapat diperoleh letak posisi kapal pada saat itu Kemudian bandingkan kedua metode
tersebut.
3.3.2. Suhu
16
floating droadge
matikan stopwatch
3.3.4. Gelombang
Untuk perhitungan gelombang dibedakan menjadi empat parameter,
diantaranya:
1. Tinggi gelombang
Tinggi gelombang diamati dengan menggunakan papan bersakala. Pada saat
gelombang datang sebelum pecah, ukur puncak tertinggi dan puncak terendah untuk
mendapatkan tinggi satu gelombang dan lakukan ulangan sebanyak 10 kali.
2. Periode gelombang
17
Tentukan posisi di pantai (praktikan 2) dan persiapkan stopwatch, praktikan 1
berada pada tengah laut dan bertugas memberikan kode pada saat gelombang 1 dan
gelombang 2 datang. Pada saat gelombang 1 datang mengenai praktikan 1 hidupkan
stopwatch dan pada saat gelombang 2 mengenai praktikan 1 matikan stopwatch 2 dan
catat waktu yang dibutuhkan pada saat gelombang 1 hingga gelombnag 2.
3. Kemiringan pantai
Dengan menggunakan waterpass, kayu range serta penggaris kita dapat
mengukur derajat kemiringan pantai dan menentukan jenis pantai tersebut curam atau
landai. Tentukan lebih dahulu batas vegetasi terendah sebagai stasiun pengamatan.
Gunakan kayu range dengan ukuran 100 cm sebagai sumbu x dan kayu range 106 cm
sebagai sumbu y. Letakkan waterpass pada sumbu x dan lakukan pergerakan pada
kayu reng 100 cm hingga dapat mengindikasikan waterpass yang sejajar/ideal. Ukur
perubahan tinggi pada kondisi awal dengan pada saat waterpass berada pada keadaan
ideal.
4. Refraksi gelombang
Persiapkan view box dengan posisi yang sejajar dengan garis pantai. Lihat
gelombang yang datang dalam view box dan amati pada saat gelombang tersebut
pecah kemudian perhatikan arah gelombnag tersebut menuju pantai. Gambarkan
hasilnya pada kertas tranparansi dan ukur sudut yang dibentuk pada saat gelombang
tersebut pecah dan arah gelombang tersebut menuju pantai. Lakukan pengulangan
sebanyak 30 kali.
3.3.6. Salinitas
18
refraktometer sampel air laut Masukkan Baca
refraktometer nilai S
titrasi
sebanyak 0,5 mL lalu aduk, diamkan sebentar hingga terbentuk endapan coklat yang
sempurna. Setelah itu, ambil sedikit supernatant, tanbahkan H2SO4 pekat sebanyak
0,5 mL, masukkan kembali supernatant yang sebelumnya dikeluarkan, aduk hingga
19
endapan coklat larut. Selanjutnya, ambil sebanyak 25 mL larutan tadi, masukkan ke
dalam erlenmeyer dan titrasi dengan Na-Thiosulfat hingga warna cokalt berubah
menjadi warna kuning muda. Lalu tambahkan amylum (sebagai indikator warna)
hingga warna kuning menjadi biru, setelah itu titrasi kembali dengan Na-Thiosulfat
hingga warna berubah menjadi bening. Hitung volume Na-Thiosulfat yang terpakai
dalam titrasi. Lakukan analisis lanjutan.
2. Tinggi Gelombang
20
Tinggi gelombang dipeoleh dengan mengukur dan mengurangkan panjang
gelombang di bagian atas dengan panjang gelombang di bagian bawah.
T = Pa – Pb
y
A Arc tan
x
21
0
arctan(
y)
x
MHHWL
MHWL Data HW MHWL
MSL Data HW
JumlahData JumlahData
MLWL
LW Data MSL
MLLWL
LW Data MLWL
JumlahData JumlahData
22
HW = Data tertinggi
MSL = Rata-rata data
LW = Data terendah
Keterangan:
HW (Highest Water) = Nilai kondisi muka air tertinggi
MHHWL (Mean High Highest Water Level) = Nilai rata-rata muka air tinggi tertinggi
MHWL (Mean High Water level) = Nilai rata-rata muka air tinggi
MSL (Mean Sea Level) = Nilai rata-rata kondisi muka air
MLWL (Mean Low Water Level) = Nilai rata-rata muka air rendah
MLLWL (Mean Low Lowest Water Level) = Nilai rata-rata muka air rendah terendah
LW (Lowest Water) = Nilai terendah muka air
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
24
kapal. Secara umum posisi stasiun yang didapat dengan menggunakan metode
baringan adalah terletak antara 6°58’10” - 6°59’59” LS0 dan 106027'55" - 106030'30"
BT0.
Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa ada dua stasiun yang jatuh di
daratan. Hal tersebut dapat terjadi karena peta yang digunakan adalah menggunakan
peta hasil olahan ODV (Ocean Data View). Terlihat bahwa garis daratan pada peta di
atas adalah berupa garis lurus dikarenakan resolusi peta menggunakan ODV rendah.
Pada stasiun pertama kapal berada di posisi 1620 dari Bukit Gedogan dan 1200
dari Bukit Jayanti . Kedua sudut ini didapatkan dengan menggunakan kompas bidik.
Setelah didapatkan kedua sudut itu lalu kedua nilai tersebut diplotkan ke dalam peta
dan ditarik garis sehingga diperoleh titik perpotongan dari garis-garis yang ditarik
tersebut dan didapatkan koordinat 6°58’10” LS0 dan 106030'30" BT. Sedangkan
penentuan koordinat dengan menggunakan GPS tidak menggunakan patokan apapun.
Pengukuran dengan GPS akan langsung memberikan informasi posisi koordinat
stasiun. Koordinat yang didapatkan pada stasiun pertama adalah 6°58’41,8” LS dan
106°31’23,1” BT.
Pada stasiun kedua posisi koordinat dengan menggunakan metode baringan
adalah 1450 dari Bukit Gedogan dan 900 dari Bukit Jayanti. Setelah diplotkan kedua
sudut tersebut, dengan menggunakan peta didapatkan posisi koordinat 6°59’59” LS
25
dan 106029'10" BT. Sedangkan koordinat yang didapatkan dengan menggunakan
GPS didapatkan koordinat 6058'18.1" LS dan 106030'14.5" BT.
Stasiun ketiga, dengan menggunakanGPS berada pada koordinat 6058'21" LS
dan 106029'20.1" BT. Penentuan koordinat menggunakan kompas bidik didapatkan
hasil 1000 dari Bukit Gedogan dan 1400 dari Bukit Jayanti. Dan dengan menggunakan
peta didapatkan posisi koordinat 6°59’ LS dan 106027'55" BT.
Penggunaan GPS untuk menentukan posisi stasiun lebih baik dibandingkan
dengan metode Baringan karena penentuan koordinat suatu objek dengan GPS
ditentukan dengan satelit yang langsung mendeteksi keberadaan objek. Sedangkan
penentuan posisi menggunakan metode Barigan mempunyai banyak kelemahan,
antara lain seperti kapal yang bergerak akibat gelombang sehingga kapal tidak dalam
keadaan statis, jarum kompas yang pergerakannya dipengaruhi oleh gaya medan
magnet bumi dimana setiap tempat memiliki besar gaya medan magnet bumi yang
berbeda, peta yang digunakan adalah peta lama yaitu peta tahun 1987 sehingga skala
pada peta kurang akurat, kemampuan untuk membidik objek secara tepat, serta
pengaruh cuaca dimana cuaca pada saat praktikum sering berubah dan juga agak
berkabut sehingga menyulitkan pengguna kompas bidik untuk membidik dengan
tepat. Walaupun penentuan koordinat dengan metode Baringan mempunyai banyak
kelemahan tetapi sebaiknya metode Baringan tetap digunakan untuk perbandingan
dengan data yang dihasilkan oleh GPS.
26
4.2 Parameter Fisika
4.2.1. Suhu
Untuk mengukur suhu digunakan termometer dan CTD. Hasil pengukuran
menggunakan termometer dapat kita lihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. Hasil pengukuran suhu menggunakan termometer
Stasiun Kedalaman (m) Suhu (0C)
0 -
7
10 -
0 29
8
10 29
0 29
9
10 28,5
27
Gambar 8. Sebaran melintang suhu
28
Pada data suhu didapatkan data dari thermometer mempunyai rata-rata
sebesar 290 C dan dari data CTD di dapatkan rata-rata sebesar 29,5 0C. Dari data CTD
dan thermometer dapat dilihat bahwa perbandingan dari data hampir tidak ada
perbedaan.
4.2.2 Arus
Pengukuran arus dilakukan pada tiga stasiun, dan setiap stasiun ada tiga kali ulangan.
Pengukuran tersebut meliputi arah dan kecepatan arus.
Tabel 6. Data arus
Arus
Stasiun Ulangan S (m) T (s) V (m/s) Arah (0)
7 1 1.3229 52.71 0.0251 49
2 1.3229 90 0.0147 130
3 1.3229 73 0.0181 290
8 1 1.3229 16.18 0.0818 122
2 1.3229 13.99 0.0950 85
3 1.3229 24.85 0.0532 70
9 1 1.3229 22.3 0.0593 330
2 1.3229 38.7 0.0342 345
29
Pengukuran arus dilakukan pada tiga stasiun, dan setiap stasiun ada tiga kali
ulangan. Pengukuran arus dilakukan pada permukaan laut, sehingga tidak ada beda
kedalaman pada hasil pengukurannya. Pengukuran tersebut meliputi arah dan
kecepatan arus.
Pada stasiun ketiga, pengukuran hanya dilakukan dua kali ulangan. Hal ini
terjadi karena saat pengukuran terbatas oleh waktu. Arah arus pada setiap ulangan
berbeda-beda, mulai dari 49º, 130º, hingga 345º. Perbedaan ini terjadi karena adanya
pengaruh dari angin, densitas, dan juga gerakan kapal. Kecepatan arus juga berbeda-
beda pada setiap stasiun. Mulai dari 0.0251 m/s, 0.0147 m/s, hingga 0.0342.
perbedaan ini dipengaruhi oleh periode arus. Gambaran arah arus dan kecepatan arus
terdapat pada gambar stik plot arus. Kemiringan stik plot menunjukkan arah arus dan
panjang stik plot menunjukkan kecepatan arus.
4.2.3 Gelombang
Parameter gelombang yang diukur secara langsung pada saat di pantai SLK
Palabuhanratu adalah tinggi periode dan refraksi gelombang. Pengukuran parameter
gelombang dilakukan pada sore hari sekitar pukul 15.00 WIB.
30
Tabel 8. Refraksi gelombang
Y [Ka - Ki]
Ulangan X (cm) α (0)
(cm)
1 15.5 3.50 127.243
2 17.7 3.90 124.259
3 6.5 2.00 171.027
4 5.5 1.50 152.551
5 17.2 3.70 121.402
6 14.7 3.50 133.925
7 19.3 3.60 137.608
8 19.1 4.50 132.572
9 17.1 2.00 66.710
10 16.4 4.10 140.362
11 18.5 2.70 83.035
12 18.2 4.40 135.909
13 16.7 3.10 105.160
14 14.9 5.30 195.807
15 15.9 3.20 113.792
16 15.6 4.30 154.104
17 12.7 2.30 102.651
18 12.5 3.30 147.887
19 13.1 2.80 120.649
20 13 2.00 87.462
21 16.1 5.00 172.527
22 15.4 3.70 135.098
23 11.4 1.50 74.959
24 10 1.30 73.344
25 10.5 2.00 107.843
26 8.6 1.80 118.215
27 12.6 2.60 116.593
28 11.2 1.80 91.302
29 11.3 1.80 90.507
30 10.7 2.10 111.038
31
1 1600 109.1 3.9⁰
2 1800 160.3 5.08⁰
32
tinggi gelombang diperoleh kisaran 40 – 100 cm. Nilai ini cukup kecil sebab kondisi
kecepatan angin saat itu cukup berpengaruh. Menurut Sanusi Teluk Palabuhanratu
yang terletak di perairan pantai selatan Jawa Barat pada posisi 106°22’ - 106°33’ BT
dan 6°57’ - 7°67’ LS merupakan teluk yang berhubungan langsung dengan Samudera
Hindia. Dengan demikian kondisi oseanografi di perairan ini sangat dipengaruhi oleh
kekuatan angin yang besar. Tinggi gelombang sangat ditentukan oleh kecepatan angin
yang sangat besar. Begitu juga di Palabuhanratu yang kecepatan anginnya berkisar
antara 1-5 knot selama musim barat (November-maret), angin bertiup dari barat daya
dan memantulkan gelombang laut yang sangat besar menuju pantai.
Parameter kedua yang diamati di SLK Palabuhanratu ialah periode
gelombang. Pengukuran periode gelombang juga dilakukan dengan ulangan 10 kali.
Kisaran gelombang yang diperoleh adalah 3-9 detik. Berdasarkan kisaran yang
diperoleh dapat dikatakan bahwa gelombang diperairan palabuhanratu memnutuhkan
waktu yang cukup bervariasi. Gelombang di Palabuhanratu dipengaruhi oleh angin,
sehingga periode gelombang pun cukup kecil. Secara umum tipe gelombang di pantai
selatan pulau Jawa terbentuk akibat kombinasi antara gelombang pasang surut dan
angin lokal yang bertiup kencang. Gelombang yang ada merupakan hasil rambatan di
perairan lepas pantai ( samudera Hindia). Karakteristik gelombang yang terbentuk
dipengaruhi pula oleh kondisi topografi dari dasar laut.
Parameter yang ketiga adalah refraksi gelombang. Refraksi gelombang
dilakukan dengan 30 kali ulangan. Refraksi gelombang lebih dari 5 0 berarti
gelombang yang terjadi sejajar dengan pantai. Berdasarkan pengamatan refraksi
gelombang di palabuhanratu berkisar lebih dari 50 sehingga dapat dikatakan refraksi
gelombang terjadi sejajar dengan pantai dan akibatnya teluk Palabuhanratu akan
sering mengalamai abrasi. refraksi gelombang akan mempengaruhi arah gelombang,
tinggi gelombang, dan distribusi energi gelombang di teluk palabuhanratu. Tipe
pecah gelombang di teluk palabuhanratu adalah plunging. Hal ini dicirikan dengan
banyaknya buih – buih putih yang jatuh di garis pantai. Tipe pecah gelombang juga
dapat terbentuk akibat profil pantai. Profil pantai menunjukkan kemiringan pantai
33
palabuhanratu, dari data praktikum diperoleh hasil perhitungan kemiringan pantai
4,50.
Berdasarkan data – data refraksi gelombang dan bentuk topografi di teluk
palabuhanratu yang berupa teluk menunjukkan bahwa di pantai palabuhanratu terjadi
proses sedimentasi karena gelombang yang terbentuk bersifat divergen ( menyebar)
sehingga energi yang mengenai teluk juga rendah dan membawa partikel – partikel
berat hasil dari gelombang konvergen (memusat) yang berasal dari kiri dan kanan
teluk.
34
(Mean Sea Level/MSL), nilai rata-rata muka air rendah (Mean Low Water
Level/MLWL), nilai rata-rata muka air rendah terrendah (Mean Low Lowest Water
Level/MLLWL), nilai terendah muka air (Lowest Water/LW). Setelah dilakukan
perhitungan diperoleh nilai MSL sebesar 78.08 cm, HW sebesar 140 cm, MHHWL
127.916 cm, MHWL 113.701 cm, MLWL 59.237 cm, MLLWL 50.236 cm dan nilai
LW sebesar 32.5 cm.
Tipe pasang surut dapat dianalisis dari frekuensi ketinggian pasang surut
dalam waktu satu hari. Menurut data dan grafik, dalam satu hari di daerah Teluk
Palabuhanratu terdapat dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi masing-
masing gelombang yang berbeda. Maka jenis pasang surut di daerah ini digolongkan
kedalam tipe pasang surut campuran dominan ganda. Hal ini didukung dengan
pernyataan Pariwono, 1988 bahwa tipe pasang surut di Palabuhanratu adalah Pasang
surut yang bersifat campuran dengan dominasi pasut ganda.
35
Hasil pengukuran salinitas yang dilakukan dengan menggunakan CTD
((Conductivity Temperature Depth) dengan sebaran menegak dan melintang dapat
dilihat pada Gambar 11 dan 12 di bawah ini.
Stasiun 7
Stasiun 8
Stasiun 9
36
Berdasarkan sebaran vertikal kisaran salinitas pada stasiun 7, 8 dan 9 di
perairan Palabuhanratu, semakin dalam perairan salinitas juga semakin bertambah
dengan range 32 0/00 - 33 0/00. Pada stasiun 7 memiliki salinitas antara 32 0/00 – 33 0/00.
Pada stasiun 8 memiliki salinitas antara 32 0/00 - 33 0/00. Pada stasiun 9 memiliki
salinitas antara 32 0/00 - 33 0/00. Pada gambar diatas salinitas pada stasiun 9 tidak dapat
terlihat karena pada data GPS, garis bujur dan lintang sama. . Sebaran vertikal
salinitas dari 3 stasiun tersebut menghasilkan grafik yang tidak berbeda jauh untuk
setiap stasiun.
Berdasarkan sebaran horizontal salinitas, secara umum salinitas paling kecil
berada di sekitar daratan. Semakin ke laut lepas maka salinitasnya semakin besar. Hal
ini sebabkan karena di laut di sekitar daratan masih banyak pengaruh dari air tawar
sehingga salinitasnya kecil sedangkan semakin ke laut lepas semakin tidak dipengruhi
air tawar sehingga salinitas semakin besar. Dari gambar diatas dapat di lihat bahwa
perubahan salinitas di laut lepas relatif lebih kecil daripada di dekat daratan yang
perubahannya lebih besar karena terpengaruh oleh air tawar dari sungai.
Fakor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai salinitas yaitu air hujan yang
akan menyebabkan rendahnya salinitas. Faktor lain yang mempengaruhi distribusi
salinitas adalah suhu dimana semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi penguapan
sehingga garam penyebab salinitas tertinggal dan menyebabkan nilai salinitas tinggi
(Nybakken 1988).
Perbandingan perhitungan nilai salinitas menggunakan refraktometer dengan
menggunakan CTD pada kedalaman 0 dan 10 meter dapat dilihat pada grafik dibawah
ini.
37
Gambar 15. Grafik perbandingan nilai salinitas menggunakan refraktometer dan CTD
pada kedalaman 0 dan 10 meter
38
dilokasi tersebut. Nilai salinitas akan berkurang jika semakin dekat dengan pantai
(Hutabarat S, 2006). Daerah dengan kondisi seperti ini disebut dengan daerah
estuaria. Penyebab dari hal tersebut adalah karena adanya air tawar yang masuk ke
perairan laut dan juga karena adanya pasang surut sehingga kadar salinitas menjadi
berkurang. Selain itu berkurangnya salinitas juga disebabkan oleh besarnya curah
hujan. Hal ini tidak dapat terlihat dengan jelas pada grafik sebaran melintang salinitas
dikarenakan letak setiap stasiun yang jauh dari darat dan jarak stasiun yang saling
berdekatan antara stasiun 7, 8 dan 9.
Salinitas di perairan Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh keadaan musim
dengan faktor utama adanya masukan massa air sungai yang bermuara. Transpor
massa air sungai yang terutama pada musim barat mengakibatkan turunnya salinitas
perairan pantai Teluk Palabuhanratu.
39
Dari data Oksigen terlarut (DO) diatas dapat diketahui bahwa DO pada
kedalaman 0 m stasiun 1 hingga stasiun 3 berkisar 7-10 mg/L. Dan kedalaman 10 m
stasiun 1 hingga stasiun 3 berkisar 6-10 mg/L.
Nilai oksigen terlarut di permukaan lebih tinggi daripada pada kedalaman 10
m. Hal ini disebabkan karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas
serta adanya proses fotosintesis. Hasil ini didukung oleh pernyataan Sanusi (2006)
bahwa dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen
terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada
banyak digunakan untuk pernafasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan
anorganik.
Sedangkan secara horizontal didapat bahwa oksigen terlarut semakin ke arah
laut semakin menurun. Hal ini didukung oleh pernyataan Nybakken, 1988 bahwa
secara horizontal diketahui bahwa oksigen terlarut semakin ke arah laut maka kadar
oksigen terlarut akan semakin menurun juga (Nybakken, 1988). Hal ini dikarenakan
Suhu dan salinitas, kelarutan oksigen bebas dalam air laut akan menurun dengan
meningkatnya suhu dan salinitas, aktivitas biologi yang berpengaruh nyata terhadap
konsentrasi oksigen dan karbondioksida, arus dan proses percampuran yang
cenderung mempengaruhi lewat gerakan massa air dan difusi (Sverdrup et al., 1972
dalam Sanusi (2006).
40
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini, parameter-parameter yang diamati adalah
parameter fisika dan kimia. Adapun parameter fisika yang diamati ialah suhu, arus,
gelombang, dan pasang surut. Sedangkan parameter kimia yang diamati adalah
salinitas dan oksigen terlarut (DO).
Posisi stasiun secara keseluruhan berdasarkan GPS terletak antara
6058'18,1" - 6°58’41,8” LS0 dan 106029'20,1" - 106°31’23,1” BT0 sedangkan
berdasarkan metode baringan didapat 6°58’10” - 6°59’59” LS0 dan 106027'55" -
106030'30" BT0.
Pada pengukuran tinggi gelombang diperoleh kisaran 40 – 100 cm.
Gelombang pada Teluk Palabuhanratu berkisar 2 – 3 meter. Pengukuran periode
gelombang, kisaran gelombang yang diperoleh adalah 3-9 detik. Secara umum tipe
gelombang di pantai selatan pulau Jawa terbentuk akibat kombinasi antara gelombang
pasang surut dan angin lokal yang bertiup kencang. Refraksi gelombang lebih dari 50
berarti gelombang yang terjadi sejajar dengan pantai. Berdasarkan pengamatan
refraksi gelombang di palabuhanratu berkisar lebih dari 50 sehingga dapat dikatakan
refraksi gelombang terjadi sejajar dengan pantai. Tipe pecah gelombang di Teluk
Palabuhanratu adalah plunging. Profil pantai menunjukkan kemiringan pantai
palabuhanratu, dari data praktikum diperoleh hasil perhitungan kemiringan pantai
4,210. Tipe pasang surut di daerah ini digolongkan kedalam tipe pasang surut
campuran dominan ganda. Arah arus pada setiap ulangan berbeda-beda, mulai dari
49º, 130º, hingga 345º. Mulai dari 0.0251 m/s, 0.0147 m/s, hingga 0.0342.
Salinitas secara vertikal mempunyai rentang sebesar 31-33 ‰, sedangkan
secara horisontal rentang salinitas 30-32 ‰. Kelarutan oksigen Teluk Palabuhanratu
pada kedalaman 0 m berkisar antara 7-10 mg/L sedangkan pada kedalaman 10 m
berkisar 6-10 mg/L.
41
5.2. Saran
Sebaiknya dalam pengadaan peralatan harus lebih terkontrol dan persediaan
alat-alat yang digunakan dalam praktikum dapat lebih sehingga tiap kelompok tidak
harus menunggu gilirannya lebih lama, dengan ketersediaan alat tersebut kita dapat
menghemat waktu.
42
DAFTAR PUSTAKA
Pariwono et al. 1998. Studi Upwelling di Perairan Selatan Pulau Jawa. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Sanusi, H. S. 2006. Kimia Laut Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan
Lingkungan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Wahyudin Yudi. 2004. Karakteristik Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Teluk
Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Bogor: IPB
43
LAMPIRAN
Muka air
Waktu Waktu
(per 15 Tertinggi Terendah (per 15
No. menit) (cm) (cm) Rata-rata (cm) menit)
1 4.45 72 56 64 4.45
2 5 70 55 62.5 5
Senin, 28
3 5.15 70 56 63 5.15
Desember
2009 4 5.3 67 55 61 5.3
5 5.45 65 52 58.5 5.45
6 6 65 57 61 6
7 6.15 62 48 55 6.15
8 6.3 60 52 56 6.3
9 6.45 60 50 55 6.45
10 7 60 50 55 7
11 7.15 60 55 57.5 7.15
12 7.3 60 55 57.5 7.3
13 7.45 65 55 60 7.45
14 8 60 55 67.5 8
15 8.15 63 47 55 8.15
16 8.3 60 55 57.5 8.3
17 8.45 60 50 55 8.45
18 9 50 45 47.5 9
19 9.15 50 45 47.5 9.15
20 9.3 60 55 57.5 9.3
21 9.45 65 50 57.5 9.45
22 10 60 55 57.5 10
23 10.15 70 65 67.5 10.15
24 10.3 70 65 67.5 10.3
25 10.45 70 65 67.5 10.45
26 11 80 75 77.5 11
27 11.15 75 70 72.5 11.15
28 11.3 80 77 78.5 11.3
29 11.45 94 71 82.5 11.45
30 12 85 80 82.5 12
31 12.15 95 90 92.5 12.15
44
32 12.3 100 95 97.5 12.3
33 12.45 105 95 100 12.45
34 13 107 95 101 13
35 13.15 115 95 105 13.15
36 13.3 115 105 110 13.3
37 13.45 120 105 112.5 13.45
38 14 125 115 120 14
39 14.15 130 115 122.5 14.15
40 14.3 135 115 125 14.3
41 14.45 140 120 130 14.45
42 15 145 125 135 15
43 15.15 145 130 137.5 15.15
44 15.3 140 135 137.5 15.3
45 15.45 130 125 127.5 15.45
46 16.00 140 125 132.5 16.00
47 16.15 140 115 127.5 16.15
Selasa, 29
Desember 48 16.30 140 120 130 16.30
2009 49 16.45 140 115 127.5 16.45
45
71 22.15 70 50 60 22.15
72 22.30 60 50 55 22.30
73 22.45 55 45 50 22.45
74 23.00 55 50 52.5 23.00
75 23.15 55 45 50 23.15
76 23.30 55 50 52.5 23.30
77 23.45 50 40 40.5 23.45
78 - 55 45 50 -
79 0.15 50 45 47.5 0.15
80 0.30 52 40 46 0.30
46
109 7.45 70 55 62.5 7.45
110 8 70 50 60 8
111 8.15 70 43 56.5 8.15
112 8.3 70 40 55 8.3
113 8.45 65 45 55 8.45
114 9 75 40 57.5 9
115 9.15 60 35 47.5 9.15
116 9.3 55 45 50 9.3
117 9.45 70 40 55 9.45
118 10 65 40 52.5 10
119 10.15 65 40 52.5 10.15
120 10.3 65 45 55 10.3
121 10.45 65 50 57.5 10.45
122 11 70 55 62.5 11
123 11.15 76 55 65.5 11.15
124 11.3 75 50 62.5 11.3
125 11.45 70 60 65 11.45
126 12 85 70 77.5 12
127 12.15 94 61 77.5 12.15
128 12.3 96 75 85.5 12.3
129 12.45 100 75 87.5 12.45
130 13 105 80 92.5 13
131 13.15 110 90 100 13.15
132 13.3 105 95 100 13.3
133 13.45 110 105 107.5 13.45
134 14 115 105 110 14
135 14.15 120 105 112.5 14.15
136 14.3 120 105 112.5 14.3
137 14.45 140 115 127.5 14.45
138 15 135 115 125 15
139 15.15 145 120 132.5 15.15
140 15.3 140 125 132.5 15.3
141 15.45 145 130 137.5 15.45
142 16.00 145 135 140 16.00
143 16.15 135 130 132.5 16.15
Rabu, 30
Desember 144 16.30 145 130 137.5 16.30
2009 145 16.45 140 125 132.5 16.45
146 17.00 145 135 140 17.00
147 17.15 135 120 127.5 17.15
47
148 17.30 141 120 130.5 17.30
149 17.45 145 125 135 17.45
150 18.00 141 122 131.5 18.00
151 18.15 140 120 130 18.15
152 18.30 136 118 127 18.30
153 18.45 135 120 127.5 18.45
154 19.00 130 115 122.5 19.00
155 19.15 120 115 117.5 19.15
156 19.30 123 118 120.5 19.30
157 19.45 115 109 112 19.45
158 20.00 125 116 120.5 20.00
159 20.15 105 98 101.5 20.15
160 20.30 112 104 108 20.30
161 20.45 115 109 112 20.45
162 21.00 80 75 77.5 21.00
163 21.15 80 70 75 21.15
164 21.30 76 65 70.5 21.30
165 21.45 75 55 65 21.45
166 22.00 60 55 57.5 22.00
167 22.15 65 55 60 22.15
168 22.30 56 45 50 22.30
169 22.45 55 50 52.5 22.45
170 23.00 45 40 42.5 23.00
171 23.15 45 35 40 23.15
172 23.30 40 30 35 23.30
173 23.45 40 25 32.5 23.45
174 - 40 25 32.5 -
175 0.15 40 35 37.5 0.15
176 0.30 50 35 42.5 0.30
177 0.45 50 35 42.5 0.45
178 1.00 40 30 35 1.00
179 1.15 40 35 37.5 1.15
180 1.30 40 35 37.5 1.30
181 1.45 40 30 35 1.45
182 2.00 45 30 37.5 2.00
183 2.15 40 35 37.5 2.15
184 2.30 40 35 37.5 2.30
185 2.45 45 35 40 2.45
186 3.00 45 40 42.5 3.00
48
187 3.15 55 45 50 3.15
188 3.30 55 50 52.5 3.30
199 3.45 60 45 52.5 3.45
200 4 60 55 57.5 4
201 4.15 65 55 60 4.15
202 4.3 70 50 60 4.3
203 4.45 70 60 65 4.45
204 5 75 65 70 5
205 5.15 70 60 65 5.15
206 5.3 75 65 70 5.3
207 5.45 70 63 66.5 5.45
208 6 75 65 70 6
209 6.15 76 65 70.5 6.15
210 6.3 80 65 72.5 6.3
211 6.45 70 65 67.5 6.45
212 7 80 60 70 7
213 7.15 75 65 70 7.15
214 7.3 75 65 70 7.3
215 7.45 72.5 65 68.75 7.45
216 8 80 65 72.5 8
217 8.15 70 55 62.5 8.15
218 8.3 70 60 65 8.3
219 8.45 82 55 68.5 8.45
220 9 80 50 65 9
221 9.15 75 50 62.5 9.15
222 9.3 65 60 62.5 9.3
223 9.45 63 50 56.5 9.45
224 10 63 48 55.5 10
225 10.15 65 45 55 10.15
226 10.3 60 55 57.5 10.3
227 10.45 60 55 57.5 10.45
228 11 65 60 62.5 11
229 11.15 62 56 59 11.15
230 11.3 65 60 62.5 11.3
231 11.45 65 60 62.5 11.45
232 12 75 60 67.5 12
234 12.15 75 60 67.5 12.15
235 12.3 80 75 77.5 12.3
236 12.45 85 70 77.5 12.45
49
237 13 100 80 90 13
238 13.15 100 75 87.5 13.15
239 13.3 100 75 87.5 13.3
240 13.45 105 75 90 13.45
241 14 110 80 95 14
242 14.15 120 85 102.5 14.15
243 14.3 120 90 105 14.3
244 14.45 125 100 112.5 14.45
245 15 130 100 115 15
246 15.15 130 110 120 15.15
247 15.3 135 115 125 15.3
248 15.45 145 115 130 15.45
50
2. Pengukuran tinggi gelombang
3. Papan pasut
4. Pengukuran DO
51
5. Botol nansen
7. Peta baringan
52
8. Kompas bidik
9. Floating Droadge
53