You are on page 1of 53

Laporan Praktik Lapang Hari / Tanggal : Senin/25 Januari 2010

m.k. Oseanografi Umum Asisten : Dwito Indrawan

STUDI BEBERAPA PARAMETER FISIKA DAN KIMIA


DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU,
SUKABUMI, JAWA BARAT

Disusun oleh :
Kelompok : 28
1. Glentina D H Togatorop (C24070043)
2. Fadillah (C34070063)
3. Rizki .R. Abdullah (C34070090)
4. Nisa Nantami (C34070093)
5. Pramudya Pratama Putra (C44070006)
6. Winda Puspita Sari (G24070041)
7. Loris Panahatan (G24070046)
8. Ardina Puspitasari (C14080053)
9. Sofyan Agustiawan (C14080056)
10. Arif Baswantara (C54080027)
11. Resti Winasti (C54080063)
12. Adhayani Dewi (G24080029)

BAGIAN OSEANOGRAFI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

1
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : STUDI BEBERAPA PARAMETER FISIKA DAN


KIMIA DI PERAIRAN TELUK
PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT

Disusun oleh : Kelompok 28


Nama Kelompok :
1. Glentina D H Togatorop (C24070043)
2. Fadillah (C34070063)
3. Rizki .R. Abdullah (C34070090)
4. Nisa Nantami (C34070093)
5. Pramudya Pratama Putra (C44070006)
6. Winda Puspita Sari (G24070041)
7. Loris Panahatan S (G24070046)
8. Ardina Puspitasari (C14080053)
9. Sofyan Agustiawan (C14080056)
10. Arif Baswantara (C54080027)
11. Resti Winasti (C54080063)
12. Adhayani Dewi (G24080029)

Menyetujui,
I. Asisten Pembimbing

Dwito Indrawan

Mengetahui,

Ttd Ttd Ttd

.................................. ................................... ...................................

Tanggal Ujian :

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesehatan sehingga dapat menyelesaikan
laporan praktik lapang ini. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen dan asisten yang telah banyak membimbing kami dalam menyelesaikan
laporan praktikum ini.
Laporan praktik lapang ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Oseanografi Umum agar mahasiswa dapat lebih memahami karakteristik dan kondisi
perairan laut berdasarkan beberapa parameter fisika dan kimia. Selain itu, mahasiswa
mampu memaparkan informasi yang telah diperoleh baik dari tugas mata kuliah
maupun yang telah diberikan dalam perkuliahan.
Kami sadar bahwa dalam mengerjakan dan menyusun tugas ini masih jauh
dari sempurna, sehingga kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami harapkan agar
kami dapat menyusun laporan praktik lapang yang lebih baik dikemudian hari. Akhir
kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Semoga laporan praktik lapang ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, 25 Januari 2010

Tim Penulis

3
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Penerapan ilmu pengetahuan secara nyata merupakan aspek penting
pemahaman mahasiswa terhadap disiplin ilmu dan lingkungan sekitarnya. Praktik
lapangan membantu mahasiswa dalam memberikan gambaran kepada mahasiswa
sebelum sepenuhnya terjun di dunia masyarakat.
Praktik lapangan yang diadakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan ini sebagai bentuk kegiatan terintegrasi antara unsur-unsur pendidikan dan
penelitian. Praktik kali ini akan melakukan pengamatan mengenai parameter
oseanografi yang meliputi parameter fisika dan kimia. Beberapa parameter fisika
yang akan diamati adalah suhu, arus, gelombang, dan pasang surut. Pada parameter
kimia meliputi salinitas, pH, dan oksigen terlarut (DO). Pengambilan sampel
dilakukan pada beberapa tempat, yaitu pantai Stasiun Lapang Kelautan IPB, tempat
pendaratan ikan dan di Teluk Palabuhanratu.

I.2. Tujuan
Praktikum lapangan ini bertujuan supaya mahasiswa terampil dalam
menerapkan ilmu oseanografi yang telah didapatkan secara nyata berdasarkan
parameter-parameter fisik dan kimianya. Pengamatan parameter oseanografi untuk
mengetahui kondisi fisik dan kandungan kimia perairan Teluk Palabuhanratu, faktor
penyebab dan akibat yang ditimbulkan, sehingga dapat disimpulkan kondisi perairan
Teluk Palabuhanratu.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Posisi Stasiun
Teluk Palabuhanratu terletak pada 60 km arah selatan dari kota Sukabumi
merupakan sebuah kawasan yang terletak di pesisir selatan Jawa Barat, di Samudra
Hindia. Wilayah pesisirnya terbentang dengan panjang garis pantai ± 200 km. Secara
geografis Teluk Palabuhanratu terletak pada posisi 106°22’00’’ - 106°33’00’’ BT dan
6°57’00’’ - 7°07’00’’ LS (Pariwono et al., 1998).

Gambar 1. Peta Teluk Palabuhanratu


Sumber : www.googlemap.com

2.2. Parameter Fisika


2.2.1. Suhu
Suhu merupakan suatu besaran fisika yang menyatakan jumlah bahang (heat)
yang terkandung dalam suatu benda Weyl (1967) dalam Farita (2006). Suhu dilaut
merupakan salah satu parameter yang sangat penting bagi kehidupan organisme di
laut karena secara langsung berpengaruh terhadap laju fotosintesis dan proses
fisiologis hewan, khususnya aktivitas metabolisme dan siklus reproduksi. Secara

5
tidak langsung, suhu juga mempegaruhi daya larut oksigen yang digunakan untuk
respirasi organisme laut (Sverdrup et al., 1942 dalam Farita, 2006).
Daerah-daerah yang paling banyak menerima bahang dari matahari adalah
daerah-daerah yang terletak antara lintang 10º LU - 10º LS. Oleh karena itu suhu air
laut yang tertinggi ditemukan didaerah khatulistiwa. Jumlah bahang yang diterima
oleh air laut akan semakin berkurang jika letak lintang suatu perairan semakin tinggi
atau semakin mendekati kutub (Sverdrup et al., 1942 dalam Farita, 2006).
Penyebaran suhu pada permukaan laut membentuk zona menurut letak lintang.
Semakin mendekati ekuator (lintang rendah) suhu semakin meningkat, sebaliknya
semakin mendekati kutub (lintang tinggi) suhu akan semakin menurun (Stewart, 2003
dalam Papilaya, 2003).
Menurut Hutabarat dan Evan (1986) dalam Papilaya (2003) ada tiga faktor
yang menyebabkan daerah tropik lebih banyak menerima bahang dari pada darah
kutub yaitu sinar matahari yang merambat melalui atmosfer sebelum sampai di
daerah kutub akan banyak kehilangan bahang dibandingkan dengan daerah ekuator,
di daerah kutub sinar matahari yang sampai di permukaan bumi akan tersebar pada
derah yang lebih luas daripada daerah ekuator, dan permukaan bumi di daerah kutub
banyak menerima bahang yang dipantulkan kembali ke atmosfer.
Sebaran vertikal suhu menurut kedalaman ialah semakin dalam suatu perairan
maka semakin rendah suhunya. Distribusi horizontal suhu dari pantai ke laut lepas
ialah semakin jauh dari daratan maka suhu semakin rendah temperaturnya
(Nybakken, 1988). Perbedaan tersebut sebenarnya diakibatkan oleh sudut relatif
matahari yang mencapai permukaan bumi. Suhu air laut mengalami perubahan dari
waktu ke waktu sesuai dengan kondisi meteorologis yang mempengaruhi perairan
tersebut. Perubahan tersebut dapat terjadi secara harian, musiman, tahunan maupun
jangka panjang (puluhan tahun). Perubahan harian terutama terjadi pada lapisan
permukaan. Perubahan harian suhu permukaan air laut untuk daerah tropis tidak
begitu besar yaitu rata-rata 0,2ºC – 0,3ºC (Sidjabat, 1973 dalam Farita, 2006).
Suhu diperairan Indonesia memperlihatkan variasi tahunan yang kecil yaitu
sekitar 2ºC, akan tetapi masih menunjukkan perubahan musiman. Hal ini dikarenakan

6
adanya pergerakan semu matahari melintasi khatulistiwa secara teratur dengan siklus
12 bulan. Pergerakan semu matahari ini terjadi akibat kemiringan poros rotasi bumi
sebesar 23,5º. Pariwono et al. (1988) mengemukakan bahwa pada bulan September
dan Oktober suhu permukaan laut relatif rendah, yaitu rata-rata 26,57ºC sedangkan
pada musim hujan suhu permukaan laut rata-rata naik menjadi 27,78ºC padahal disaat
itu laut kurang menerima pemanasan dari matahari, karena tertutup awan. Hal ini
diduga sebagai pertanda bahwa proses upwelling terjadi pada bulan Agustus,
September, dan Oktober.
Di perairan selatan Jawa kedalaman lapisan tercampur berkisar antara 40-75
meter, dan suhu permukaan laut umumnya lebih dari 27ºC (Purba, 1995 dalam Farita,
2006). Secara umum letak lapisan termoklin di perairan Indonesia berada pada
kedalaman 100-300 meter, dengan kisaran suhu antara 9ºC - 26ºC. Khususnya di
perairan selatan Jawa, batas atas lapisan termoklin terletak pada kedalaman 45-75
meter dan batas bawah terletak pada kedalaman 150-200 meter (Purba 1995, dalam
Farita 2006). Kisaran suhu pada lapisan dalam di perairan Indonesia adalah 2ºC - 4ºC
(Soegiarto dan Birowo, 1975 dalam Farita, 2006).

2.2.2  Arus laut


Arus laut (sea current) adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke
tempat lain baik secara vertikal (gerak ke atas) maupun secara horizontal (gerakan ke
samping). Contoh-contoh gerakan itu seperti gaya coriolis, yaitu gaya yang
membelok arah arus dari tenaga rotasi bumi. Pembelokan itu akan mengarah ke kanan
di belahan bumi utara dan mangarah ke kiri di belahan bumi selatan. Gaya ini yang
mengakibatkan adanya aliran gyre yang searah jarum jam (ke kanan) pada belahan
bumi utara dan berlawanan dengan arah jarum jam di belahan bumi selatan.
Perubahan arah arus dari pengaruh angin ke pengaruh gaya coriolis dikenal dengan
spiral ekman.  Menurut letaknya arus dibedakan menjadi dua yaitu arus atas dan arus
bawah. Arus atas adalah arus yang bergerak di permukaan laut. Sedangkan arus
bawah adalah arus yang bergerak di bawah permukaan laut (Anonim, 2009).

7
Faktor pembangkit arus permukaan adalah angin yang bertiup diatasnya.
Tenaga angin memberikan pengaruh terhadap arus permukaan (atas) sekitar 2% dari
kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang sesuai dengan makin
bertambahnya kedalaman perairan sampai pada akhirnya angin tidak berpengaruh
pada kedalaman 200 meter.

2.2.3. Gelombang
Gelombang laut merupakan gerakan air laut yang paling umum dan mudah
kita amati. Gelombang adalah fenomena naik turunnya permukaan air laut secara
periodik dari ukuran yang kecil atau riak sampai yang paling panjang seperti pasang
surut (Hutabarat, 1985).
Ada tiga gaya pembangkit yang menjadi faktor penyebab gelombang. Gaya
pembangkit tersebut antara lain wind waves, forced waves dan free waves. Wind
waves terjadi dipengaruhi oleh angin. Lamanya angin bertiup, kecepatan angin, dan
jarak tempuh angin dari arah pembangkit gelombang menjadi penentu karakter
gelombang itu sendiri. Forced Waves adalah gelombang yang terjadi akibat adanya
gaya pembangkit yang berasal dari gaya tarik bulan dan matahari. Free Waves
merupakan gelombang yang sudah tidak dipengaruhi lagi oleh gaya pembangkitnya
( Djunarsiah, 2005).
Faktor lain terjadinya gelombang yaitu adanya transfer energi dari udara ke
massa air. Prinsip dasar terjadinya gelombang laut yaitu, jika ada dua massa benda
yang berbeda kerapatannya (densitasnya) bergesekan satu sama lain maka pada
bidang gerakannya akan berbeda. Gelombang mempunyai komponen-komponen
tersendiri antara lain periode gelombang, panjang gelombang, amplitudo, dan tinggi
gelombang. Periode gelombang merupakan lama waktu yang diperlukan untuk
melewati dua puncak atau dua lembah gelombang. Panjang gelombang merupakan
jarak horizontal diantara dua puncak dan dua lembah gelombang yang berurutan.
Amplitudo merupakan jarak vertikal Mean Sea Level dengan puncak atau lembah
gelombang. Tinggi gelombang merupakan jarak vertikal antara puncak dengan
lembah gelombang (Sasmono, 2008).

8
Perairan Teluk Palabuhanratu merupakan perairan teluk yang langsung
berhadapan dengan Samudera Hindia. Pada musim Barat (November – Maret) angin
bertiup dari barat daya dengan kecepatan 1,5 knot. Hal ini dapat membangkitkan
gelombang yang besar menuju pantai, sehingga terjadi longshore current (Nybakken,
1992).

2.2.4. Pasang surut air laut (ocean ride)


Pasang naik dan pasang surut merupakan bentuk gerakan air laut yang terjadi
karena pengaruh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi. Hal ini didasarkan
pada hukum Newton yang berbunyi : “Dua benda akan terjadi saling tarik menarik
dengan kekuatan yang berbanding terbalik dengan pangkat dua jaraknya”.
Berdasarkan hukum tersebut berarti makin jauh jaraknya makin kecil daya tariknya,
karena jarak dari bumi ke matahari lebih jauh dari pada jarak ke bulan, maka pasang
surut permukaan air laut lebih banyak dipengaruhi oleh bulan (Anonim, 2009).
Ada dua macam pasang surut, yaitu pasang purnama dan pasang perbani.
Pasang purnama, ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut tertinggi
(besar). Pasang besar terjadi pada tanggal 1 (berdasarkan kalender bulan) dan pada
tanggal 14 (saat bulan purnama). Pada kedua tanggal tersebut posisi bumi-bulan-
matahari berada pada satu garis (konjungsi) sehingga kekuatan gaya tarik bulan dan
matahari berkumpul menjadi satu menarik permukaan bumi. Permukaan bumi yang
menghadap ke bulan mengalami pasang naik besar.
Pasang Perbani ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut
terendah (kecil). Pasang kecil ini terjadi pada tanggal 7 dan 21 kalender bulan. Pada
kedua tanggal tersebut posisi matahari – bulan – bumi membentuk susut 90°. Gaya
tarik bulan dan matahari terhadap bumi berlawanan arah sehingga kekuatannya
menjadi berkurang (saling melemahkan).
Keadaan pasut di perairan Indonesia ditentukan oleh penjalaran pasut dari
Samudra Pasifik dan Samudra India serta morfologi pantai dan batimeri perairan yang
kompleks, dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang dangkal sampai sangat
dalam. Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai 6

9
meter. Pada Laut Jawa umumnya tunggang pasut antara 1-1,5 m
(http://sim.nilim.go.id).
Tipe pasut di Indonesia cenderung bervariasi akibat pengaruh topografi dasar
laut yang berinteraksi terhadap perjalanan pasut dari samudra Hindia dan Samudra
Pasifik yang bersifat campuran dominasi ganda. Perairan di bagian barat Indonesia
relatif dangkal seperti Laut Jawa lebih bersifat tunggal dan campuran dominasi
tunggal. Tipe pasang surut di Palabuhanratu adalah Pasang surut yang bersifat
campuran dengan dominasi pasut ganda (Pariwono et al 1988).

2.3. Parameter Kimia


2.3.1 Salinitas
Definisi sederhana dari salinitas adalah jumlah total material terlarut (gram)
dalam satu kilogram air laut. Sedangkan definisi lebih lengkap dari salinitas adalah
jumlah total material padat (gram) yang dilarutkan dalam satu kilogram air laut
setelah karbonat diubah menjadi oksida, bromine dan iodine dikembalikan oleh
chlorin dan semua bahan organik telah dioksidasi secara menyeluruh. Salinitas adalah
proporsi jumlah chlorin dalam air laut, didefinisikan dengan : S = 0,03 + 1,805 Cl
(Universitas Jendral Soedirman, 2008). Konsentrasi rata-rata garam terlarut di laut
adalah 3,5% terhadap berat atau dengan bagian per seribu (35 ppt). Pada daftar di
bawah ini menyajikan daftar 11 ion utama yang membentuk 99,9% unsur terlarut air
laut beserta konsentrasi rata-rata ion utama air laut dalam ‰ sebagai berikut :

Tabel 1. Total Ion Negatif


Total ion negatif (anion) 21,861
Klorida (Cl-) 18,98
Sulfat (SO42-) 2,649
Bikarbonat (HCO3-) 0,14
Bromida (Br-) 0,065
Borat (H2BO3-) 0,026
Florida (F-) 0,001

10
Tabel 2. Total Ion Positif
Sodium (Na+) 10,556
Magnesium (Mg2+) 1,272
Kalsium (Ca2+) 0,4
Potasium (K+) 0,38
Strontium (Sr2+) 0,013
Total ion positif (kation) 12,621

Salinitas bervariasi tergantung pada keseimbangan antara penguapan dan


presipitasi serta percampuran antara air permukaan dan air kedalaman. Secara umum,
perubahan salinitas tidak mempengaruhi proporsi relatif ion-ion utama. Konsentrasi
ion-ion berubah dalam proporsi yang sama yaitu rasio ioniknya tetap konstan. Meski
demikian, untuk beberapa lingkungan laut seperti laut-laut tertutup, cekungan, daerah
yang luas serta dalam sediment laut, terdapat kondisi dimana rasio-rasio ion
menyimpang jauh dari normal. (Universitas Jendral Soedirman, 2008)
Distribusi vertikal salinitas ialah semakin bertambahnya kedalaman maka
salinitas di perairan juga akan meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin
bertambahnya kedalaman maka bahan organik dan senyawa-senyawa lain yang
terlarut juga semakin tinggi yang dapat mengendap di dasar perairan. Dilihat dari
sebaran horizontal, maka salinitas sekitar pantai lebih rendah daripada salinitas laut
lepas. Hal ini disebabkan karena air laut yang berada dekat daratan masih memiliki
pengaruh dari air darat hingga menyebabkan salinitas di daerah ini kecil. Sebaliknya,
salinitas di perairan laut lepas sudah tidak memiliki pengaruh dari darat, sehingga
salinitasnya pun besar (Nybakken, 1988).
Di semua samudera, salinitas bervariasi menurut lintang. Selanjutnya
dikemukakan bahwa didekat khatulistiwa, salinitas mempunyai nilai yang rendah, dan
maksimum pada daerah lintang 20o LU dan 20o LS, kemudian menurun kembali pada
daerah lintang yang lebih tinggi. Keadaan salinitas yang rendah pada daerah sekitar
ekuator disebabkan oleh tingginya curah hujan. Khususnya di perairan kepulauan,
salinitas ini diperendah lagi oleh air sungai yang mengalir ke laut. Di daerah sub
tropis, terutama yang beriklim kering, dimana penguapan lebih tinggi daripada

11
presipitasi, salinitas dapat mencapai 45 ‰. Lawalata (1977) dalam Hafidz Olii (2003)
menyatakan bahwa naik turunnya salinitas banyak penyebabnya, antara lain karena
up welling, ataupun juga karena pengaruh hujan yang turun secara terus menerus
dalam jangka waktu beberapa hari. Salinitas bersifat lebih stabil di lautan terbuka,
walaupun dibeberapa tempat kadang-kadang salinitas menunjukan adanya fluktuasi
perubahan. Namun menurut Hutabarat et al. (1986) bahwa salinitas akan turun secara
tajam yang disebabkan oleh besarnya curah hujan. Menurut Nontji (1987), salinitas di
lautan pada umumnya berkisar antara 33 0/00 – 37 0/00 (Olii, 2003).
Menurut Pariwono et al (1998) bahwa di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu
salinitas rata-rata sebesar 33,0 – 35 psu. Keadaan kisaran perubahan salinitas tersebut
relatif normal karena sejumlah besar organisme yang hidup di laut dapat bertahan
pada batas toleransi kisaran salinitas berkisar antara 30 – 40 psu (Odum, 1971).
Perairan Teluk Palabuhanratu umumnya memiliki kandungan salinitas yang
tinggi, hal ini disebabkan oleh pengaruh Samudra Hindia yang begitu besar ditambah
lagi Teluk Palabuhanratu bersifat terbuka. Sehingga perairannya memiliki kandungan
salinitas yang sama dengan laut terbuka. Selama kegiatan survey yang dilakukan,
peneliti mendapatkan kisaran salinitas di perairan Teluk Palabuhanratu berkisar
antara 33,00 – 34,00 psu (Pramahartami, 2007).

2.3.2. Oksigen Terlarut


Oksigen terlarut atau dissolve oxygen ( DO) adalah jumlah partikel Oksigen
yang terkandung dalam air laut. Jumlah oksigen yang terkandung pada lapisan
permukaan laut akan berbeda dengan lapisan yang di dasar laut. Konsentrasi gas
oksigen sangat bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu
maka akan semakin berkurang tingkat kelarutan oksigen (Anonim, 2008). Oksigen
terlarut berasal dari dua sumber, yakni dari atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis
fitoplankton dan berjenis tanaman laut. Keberadaan oksigen terlarut ini sangat
memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk
kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk

12
pembakaran ( metabolisme ) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti
dengan pembentukan CO2 dan H2O (Anonim, 2008).
Kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) dapat dijadikan ukuran untuk
menentukan mutu air. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut
minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air (5 ppm). Selebihnya bergantung
kepada ketahanan organisme, derajat aktivitasnya, kehadiran pencemar, suhu air dan
sebagainya. Secara vertikal lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi
karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen
terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada
banyak digunakan untuk pernafasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan
anorganik. (Salmin, 2005). Sedangkan secara horizontal diketahui bahwa oksigen
terlarut semakin ke arah laut maka kadar oksigen terlarut akan semakin menurun juga
(Nybakken, 1988)
Oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran
makhluk hidup di dalam air. Penentuan oksigen terlarut harus dilakukan berkali-kali
di berbagai lokasi dengan tingkat kedalaman yang berbeda pada waktu yang tidak
sama (Reddy 1993 dalam Pramahartami 2007).
Oksigen terlarut merupakan parameter penting bagi sistem kimia air laut
maupun proses biologi perairan laut. Hal ini karena oksigen diperlukan dalam proses
mineralisasi/dekomposisi bakteri dalam menguraikan bahan organik. Penurunan
oksigen terlarut juga akan mempengaruhi kehidupan organisme melalui proses
respirasi, dan reaksi oksidasi reduksi terhadap senyawa-senyawa kimia dalam air laut
(Reddy 1993 dalam Sanusi (2003).
Dari laporan hasil penelitian dan analisa BLH Kabupaten Sukabumi (2003)
dalam Sanusi (2006) menunjukkan bahwa oksigen terlarut rata-rata di wilayah pesisir
Teluk Palabuhanratu berkisar antara 12,0 – 12,2 mg/l. Perubahan oksigen rata-rata di
dekat pantai maupun di lepas pantai pada umumnya hampir merata. Disamping
oksigen yang telah ada dalam massa air, oksigen dapat pula dihasilkan dari proses
fotosintesis yang berlangsung, selain itu oksigen dapat pula dihasilkan oleh adanya

13
pergerakan arus. Sebaliknya data oksigen yang didapat selama penelitian, kisaran
oksigen terlarut yang terukur berkisar antara 7,31 – 8,03 mg/l. Kandungan oksigen di
perairan Teluk Palabuhanratu berada pada kisaran yang optimal bagi pertumbuhan
organisme perairan baik pada saat musim timur maupun musim peralihan.
Sverdrup et al. (1972) dalam Sanusi (2003) mengemukakan tiga faktor yang
mempengaruhi sebaran kandungan oksigen terlarut:
1. Suhu dan salinitas, kelarutan oksigen bebas dalam air laut akan menurun
dengan meningkatnya suhu dan salinitas.
2. Aktivitas biologi yang berpengaruh nyata terhadap konsentrasi oksigen dan
karbondioksida.
3. Arus dan proses percampuran yang cenderung mempengaruhi lewat gerakan
massa air dan difusi.

14
III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Lokasi Pengamatan


Praktik lapang Oseanografi Umum dilakukan pada hari Selasa, 29 Desember
2009 dan lokasi berada pada daerah Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.
Secara geografis Teluk Palabuhanratu terletak pada posisi 106°22’- 106°33’
BT dan antara 6°57’-7°07’ LS. Lokasi terbagi kedalam tiga tempat yakni pantai SLK
Palabuhanratu, Tempat Pendaratan Ikan dan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa
Barat.

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum dibedakan menjadi tiga
lokasi yaitu, SLK (Studi Lapang Kelautan), TPI, dan kapal.
Tabel 3. Alat – alat dan Bahan

SLK TPI KAPAL


Meteran papan berskala larutan MnSO4
papan berskala alat tulis NaOH+KI
Stopwatch data sheet H2SO4
view box   Amilum
Waterpass   sampel air laut
busur derajat   botol Nansen
alat tulis   botol BOD
Penggaris   pipet suntikan
Kalkulator   CTD
kayu reng   botol air mineral
spidol permanen   Floating droadge
plastik transparansi   refraktometer
data sheet   tissue
    akuades
    peta penggaris
    Hand GPS
    kompas bidik
    data sheet
3.3. Metode Kerja

15
3.3.1. Penentuan Posisi
Penentuan posisi adalah salah satu kegiatan yang dilakukan pada praktikum
fieldtrip oseanografi. Penentuan posisi dilakukan dengan 2 metode yaitu dengan
digunakannya suatu alat Global Positioning System (GPS) dan metode baringan yang
dilakukan pada tempat dengan sudut pandang yang luas dan tetap.
Penentuan posisi dengan alat GPS dilakukan dengan melihat display di alat
yang akan menampilkan posisi kapal. Untuk penentuan posisi dengan menggunakan
Metode baringan adalah penentuan dengan melihat cara bergerak menyusuri laut
dengan kapal. Kemudian tetapkan arah utara dan dengan menggunakan kompas bidik
kita tentukan kondisi alam yang nyata seperti 2 buah bukit dan ukur berapa derajat
sudutnya dari utara untuk bukit 1 dan begitu pula dengan bukit 2 dan plotkan dalam
peta Palabuhanratu dan akan diperoleh perpotongan antara kedua bukit maka akan
dapat diperoleh letak posisi kapal pada saat itu Kemudian bandingkan kedua metode
tersebut.

3.3.2. Suhu

CTD Celupkan Baca CTD


CTD
Gambar 2. Diagram alir Suhu
Nilai suhu dapat diketahui dengan alat yang bernama Conductivity
Temperature Depth (CTD), yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap
pengambilan, dan tahap penyajian data. Tahap persiapan dilakukan terlebih dahulu
setting CTD berdasarkan waktu. Pilih time reader karena pengambilan dengan
menggunakan waktu. Tahap pengambilan data dilakukan dengan memastikan CTD
dalam keadaan ON, lalu masukkan CTD ke dalam perairan lalu catat waktu
penurunan pada kedalaman tertentu dan biarkan suhu yang terbaca di CTD hingga
stabil, lalu catat. Setelah itu, angkat kembali CTD dan pastikan CTD dalam keadaan
OFF. Tahap penyajian data ialah dengan mentransfer data ke komputer melalui
interface dengan menggunakan software Alec.
3.3.3. Arus

16
floating droadge

Lepaskkan alat dan


menghidupkan stopwatch

matikan stopwatch

Gambar 3. Diagram alir Arus


Nilai dan arah arus dapat diketahui dengan menggunakan Floating Droadge
dan kompas bidik. Floating Droadge merupakan suatu alat yang sederhana namun
keakuratan hasilnya tidak kalah dengan instrumen pengukur arus lainnya. Adapun
prinsip kerja Floating Droadge adalah mengukur kecepatan arus secara manual
dengan bantuan stopwatch. Semua sisi balok akan terdorong oleh arus sehingga
Floating Droadge akan hanyut mengikuti arah arus dengan kecepatan tertentu.
Ikatkan Floating Droadge dengan tali sepanjang minimal 2 m kemudian lepaskan alat
tersebut bersamaan dengan menghidupkan stopwatch hingga alat terbawa arus. Pada
saat alat mulai menegang segera matikan stopwatch dan bidik dengan kompas bidik
untuk mengetahui arah arus.

3.3.4. Gelombang
Untuk perhitungan gelombang dibedakan menjadi empat parameter,
diantaranya:
1. Tinggi gelombang
Tinggi gelombang diamati dengan menggunakan papan bersakala. Pada saat
gelombang datang sebelum pecah, ukur puncak tertinggi dan puncak terendah untuk
mendapatkan tinggi satu gelombang dan lakukan ulangan sebanyak 10 kali.

2. Periode gelombang

17
Tentukan posisi di pantai (praktikan 2) dan persiapkan stopwatch, praktikan 1
berada pada tengah laut dan bertugas memberikan kode pada saat gelombang 1 dan
gelombang 2 datang. Pada saat gelombang 1 datang mengenai praktikan 1 hidupkan
stopwatch dan pada saat gelombang 2 mengenai praktikan 1 matikan stopwatch 2 dan
catat waktu yang dibutuhkan pada saat gelombang 1 hingga gelombnag 2.
3. Kemiringan pantai
Dengan menggunakan waterpass, kayu range serta penggaris kita dapat
mengukur derajat kemiringan pantai dan menentukan jenis pantai tersebut curam atau
landai. Tentukan lebih dahulu batas vegetasi terendah sebagai stasiun pengamatan.
Gunakan kayu range dengan ukuran 100 cm sebagai sumbu x dan kayu range 106 cm
sebagai sumbu y. Letakkan waterpass pada sumbu x dan lakukan pergerakan pada
kayu reng 100 cm hingga dapat mengindikasikan waterpass yang sejajar/ideal. Ukur
perubahan tinggi pada kondisi awal dengan pada saat waterpass berada pada keadaan
ideal.
4. Refraksi gelombang
Persiapkan view box dengan posisi yang sejajar dengan garis pantai. Lihat
gelombang yang datang dalam view box dan amati pada saat gelombang tersebut
pecah kemudian perhatikan arah gelombnag tersebut menuju pantai. Gambarkan
hasilnya pada kertas tranparansi dan ukur sudut yang dibentuk pada saat gelombang
tersebut pecah dan arah gelombang tersebut menuju pantai. Lakukan pengulangan
sebanyak 30 kali.

3.3.5. Pasang Surut


Nilai Pasang Surut dapat diketahui dengan cara siapkan papan berskala
kemudian tancapkan pada dasar palabuhan yang datar dan aman dari kegiatan
manusia. Catat nilai pasang tertinggi dengan indikasi nilai tertinggi pada setiap 15
menit dan nilai surut terendah dengan indikasi nilai terendah selama waktu
pengamatan.

3.3.6. Salinitas

18
refraktometer sampel air laut Masukkan Baca
refraktometer nilai S

Gambar 4. Diagram alir salinitas


Nilai Salinitas dapat diketahui dengan menggungakan alat yang bernama
refraktometer. Terlebih dahulu lakukan kalibrasi refraktometer dengan akuades dan
bersihkan dengan tissue. Lalu disiapkan sampel air laut dan teteskan pada alat dan
lihat nilai S pada refraktometer dan catat nilainya. Lakukan itu semua sebanyak 3
kali.

3.3.7. Oksigen Terlarut (DO)

Air Sampel ke dalam botol BOD

MnSO4 dan KOH+Ki,

tambahkan H2SO4 pekat

titrasi

Gambar 5. Diagram alir Oksigen terlarut


Metode yang digunakan untuk menentukan oksigen terlarut yaitu metode
Winkler atau iodometri, dimana air sampel diambil menggunakan botol Nansen. Lalu
air sampel yang telah diambil, dimasukkan ke dalam botol BOD hingga penuh dan
pastikan tidak terjadi bubbling. Lalu air sampel yang sudah dimasukkan ke dalam
botol BOD ditambahkan 1 mL MnSO aduk hingga larut dan tambahkan KOH+KI
4

sebanyak 0,5 mL lalu aduk, diamkan sebentar hingga terbentuk endapan coklat yang
sempurna. Setelah itu, ambil sedikit supernatant, tanbahkan H2SO4 pekat sebanyak
0,5 mL, masukkan kembali supernatant yang sebelumnya dikeluarkan, aduk hingga

19
endapan coklat larut. Selanjutnya, ambil sebanyak 25 mL larutan tadi, masukkan ke
dalam erlenmeyer dan titrasi dengan Na-Thiosulfat hingga warna cokalt berubah
menjadi warna kuning muda. Lalu tambahkan amylum (sebagai indikator warna)
hingga warna kuning menjadi biru, setelah itu titrasi kembali dengan Na-Thiosulfat
hingga warna berubah menjadi bening. Hitung volume Na-Thiosulfat yang terpakai
dalam titrasi. Lakukan analisis lanjutan.

3.4. Analisis Data


3.4.1 Arus
Berdasarkan data maka kecepatan arus dapat ditentukan melalui rumus
berikut:
S
V 
T

Keterangan : V = Kecepatan arus (m/s)


S = Jarak yang ditunjukan dengan panjang tali (s)
t = Waktu yang dibutuhkan benda untuk menempuh
jarak (s)
3.4.2 Gelombang
1. Panjang Gelombang
Panjang Gelombang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
L= gxd xT
Keterangan:
L = Panjang Gelombang (m)
g = Gravitasi
d = Kedalaman Pantai (m)
T = Periode gelombang (s)

2. Tinggi Gelombang

20
Tinggi gelombang dipeoleh dengan mengukur dan mengurangkan panjang
gelombang di bagian atas dengan panjang gelombang di bagian bawah.

T = Pa – Pb

Keterangan : T = Tinggi gelombang (m)


Pa = Panjang gelombang bagian atas (m)
Pb = Panjang gelombang bagian bawah (m)
3. Refraksi Gelombang

y
A  Arc tan
x

Keterangan : A = Sudut refraksi (o)


y = ykiri - ykanan (m)
x = Panjang jendela refraksi (m)

3.4.3 Profil Pantai


Dengan data maka sudut profil pantai dapat diketahui. Rumus
penghitungan sudut refraksi gelombang adalah sebagai berikut:

21
0
  arctan(
 y)
x

Keterangan: α = sudut refraksi gelombang


X = panjang garis acuan (cm)
Y = garis vertikal

3.4.4 Pasang Surut


Menggunakan software Microsoft Excell dapat diketahui kondisi muka air
perairan palabuhanratu. Berikut ini ditampilkan rumus perhitungannya:
O1  K1
F
M 2  S2
Dimana :
F = bilangan Formzahl
O1 = amplitudo komponen pasut tunggal yang disebabkan gaya tarikbulan
K1 = amplitudo komponen pasut tunggal yang disebabkan gaya tarik bulan dan
matahari
M2 = amplitudo komponen pasut ganda yang disebabkan gaya tarik bulan
S2 = amplitudo komponen pasut ganda yang
disebabkan gaya tarik matahari
Dari bilangan Formzahl, kita dapat menentukan tipe pasang surut dengan ketentuan :
F = 0.25 = semidiurnal tide
0.25 < F = 1.50 = tipe campuran condong ganda
1.50 < F = 3 = tipe campuran condong tunggal
F>3 = diurnal tides

MHHWL 
 MHWL  Data  HW MHWL 
 MSL  Data  HW
JumlahData JumlahData

MLWL 
 LW  Data  MSL
MLLWL 
 LW  Data  MLWL
JumlahData JumlahData

22
HW = Data tertinggi
MSL = Rata-rata data
LW = Data terendah
Keterangan:
HW (Highest Water) = Nilai kondisi muka air tertinggi
MHHWL (Mean High Highest Water Level) = Nilai rata-rata muka air tinggi tertinggi
MHWL (Mean High Water level) = Nilai rata-rata muka air tinggi
MSL (Mean Sea Level) = Nilai rata-rata kondisi muka air
MLWL (Mean Low Water Level) = Nilai rata-rata muka air rendah
MLLWL (Mean Low Lowest Water Level) = Nilai rata-rata muka air rendah terendah
LW (Lowest Water) = Nilai terendah muka air

3.4.5 Oksigen Terlarut


Penghitungan kadar oksigen terlarut menggunakan rumus sebagai berikut:

Vol .tiosulfat  Normalitas _ tiosulfat  8000


DO( ppm) 
Vol .botol _ DO  Vol . pereaksi
Vol .sampel ( yg _ dititrasi ) 
Vol .botol _ DO

Keterangan : DO = Kandungan Oksigen terlarut


Vt = Volume Tiosulfat (jumlah tetes titrasi x 0,05)
Nt = Normalitas Tiosulfat
Vs = Volume air sampel
Vb = Volume botol BOD
Vpel = Volume pereaksi

23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Posisi Stasiun


Adapun posisi dari Teluk Palabuhanratu dapat dilihat pada data berikut:
Tabel 4. Data Posisi Stasiun Pengamatan
Baringan Baringan GPS
Kelompok
Objek Objek
4 (Stasiun) LS0 BT0 LS0 BT0
1 2
I 162o 120o 6°58’10” 106030'30" 6°58’41,8” 106°31’23,1”
II 145o 90o 6°59’59” 106029'10" 6058'18,1" 106030'14,5"
III 140o 100o 6°59’ 106027'55" 6058'21" 106029'20,1"

Lokasi pengamatan yang digunakan dalam praktikum oseanografi umum


bertempat di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Secara geografis, teluk
Palabuhanratu terletak 6o57’ – 7o07’ LS dan 106o22’ – 106o33’ BT, dengan panjang
garis pantai kurang lebih 105 km. Perairan teluk Palabuhanratu merupakan tempat
bermuaranya empat sungai yaitu Cimandiri, Cidadap, Cibuntu dan Cipalabuhan.
Kecamatan Palabuhanratu berbatasan dengan kecamatan Ciladang dan kecamatan
Cisolok di sebelah utara, kecamatan Ciomas di sebelah selatan, Samudera Hindia di
sebelah barat, kecamatan Warung Kiara di sebelah timur (Pariwono et al., 1998).
Dalam penentuan posisi stasiun menggunakan dua metode, yaitu metode
Baringan dan GPS. Secara umum posisi stasiun dari seluruh kelompok yang
ditentukan dengan menggunakan GPS terletak antara 6 058'18,1" - 6°58’41,8” LS0 dan
106029'20,1" - 106°31’23,1” BT0. Sedangkan menggunakan metode baringan
diperlukan dua buah objek diam dari kapal, pengukuran dengan baringan dilakukan
dengan bantuan alam berdasarkan posisi benda-benda yang akan dijadikan patokan.
Dalam hal ini objek 1 adalah Bukit Gedogan, dan objek 2 adalah Bukit Jayanti. Pada
saat pengamatan di atas kapal, kedua bukit tersebut berada di sebelah sisi bagian kiri

24
kapal. Secara umum posisi stasiun yang didapat dengan menggunakan metode
baringan adalah terletak antara 6°58’10” - 6°59’59” LS0 dan 106027'55" - 106030'30"
BT0.

Gambar 6. Peta Posisi Stasiun 1, 2, dan 3 Hari ke-2 Berdasarkan GPS

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa ada dua stasiun yang jatuh di
daratan. Hal tersebut dapat terjadi karena peta yang digunakan adalah menggunakan
peta hasil olahan ODV (Ocean Data View). Terlihat bahwa garis daratan pada peta di
atas adalah berupa garis lurus dikarenakan resolusi peta menggunakan ODV rendah.
Pada stasiun pertama kapal berada di posisi 1620 dari Bukit Gedogan dan 1200
dari Bukit Jayanti . Kedua sudut ini didapatkan dengan menggunakan kompas bidik.
Setelah didapatkan kedua sudut itu lalu kedua nilai tersebut diplotkan ke dalam peta
dan ditarik garis sehingga diperoleh titik perpotongan dari garis-garis yang ditarik
tersebut dan didapatkan koordinat 6°58’10” LS0 dan 106030'30" BT. Sedangkan
penentuan koordinat dengan menggunakan GPS tidak menggunakan patokan apapun.
Pengukuran dengan GPS akan langsung memberikan informasi posisi koordinat
stasiun. Koordinat yang didapatkan pada stasiun pertama adalah 6°58’41,8” LS dan
106°31’23,1” BT.
Pada stasiun kedua posisi koordinat dengan menggunakan metode baringan
adalah 1450 dari Bukit Gedogan dan 900 dari Bukit Jayanti. Setelah diplotkan kedua
sudut tersebut, dengan menggunakan peta didapatkan posisi koordinat 6°59’59” LS

25
dan 106029'10" BT. Sedangkan koordinat yang didapatkan dengan menggunakan
GPS didapatkan koordinat 6058'18.1" LS dan 106030'14.5" BT.
Stasiun ketiga, dengan menggunakanGPS berada pada koordinat 6058'21" LS
dan 106029'20.1" BT. Penentuan koordinat menggunakan kompas bidik didapatkan
hasil 1000 dari Bukit Gedogan dan 1400 dari Bukit Jayanti. Dan dengan menggunakan
peta didapatkan posisi koordinat 6°59’ LS dan 106027'55" BT.
Penggunaan GPS untuk menentukan posisi stasiun lebih baik dibandingkan
dengan metode Baringan karena penentuan koordinat suatu objek dengan GPS
ditentukan dengan satelit yang langsung mendeteksi keberadaan objek. Sedangkan
penentuan posisi menggunakan metode Barigan mempunyai banyak kelemahan,
antara lain seperti kapal yang bergerak akibat gelombang sehingga kapal tidak dalam
keadaan statis, jarum kompas yang pergerakannya dipengaruhi oleh gaya medan
magnet bumi dimana setiap tempat memiliki besar gaya medan magnet bumi yang
berbeda, peta yang digunakan adalah peta lama yaitu peta tahun 1987 sehingga skala
pada peta kurang akurat, kemampuan untuk membidik objek secara tepat, serta
pengaruh cuaca dimana cuaca pada saat praktikum sering berubah dan juga agak
berkabut sehingga menyulitkan pengguna kompas bidik untuk membidik dengan
tepat. Walaupun penentuan koordinat dengan metode Baringan mempunyai banyak
kelemahan tetapi sebaiknya metode Baringan tetap digunakan untuk perbandingan
dengan data yang dihasilkan oleh GPS.

26
4.2 Parameter Fisika
4.2.1. Suhu
Untuk mengukur suhu digunakan termometer dan CTD. Hasil pengukuran
menggunakan termometer dapat kita lihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. Hasil pengukuran suhu menggunakan termometer
Stasiun Kedalaman (m) Suhu (0C)
0 -
7
10 -
0 29
8
10 29
0 29
9
10 28,5

Hasil analisis pengukuran suhu dengan menggunakan CTD dengan sebaran


menegak dan sebaran melintang dapat kita lihat pada Gambar 6 dan 7 di bawah ini.

Gambar 7. Sebaran menegak suhu

27
Gambar 8. Sebaran melintang suhu

Suhu perairan yang diukur pada perairan di Palabuhanratu yaitu


menggunakan termometer dan CTD (Conductivity Temperature Depth). Dilihat dari
tabel 2 di atas yang di ukur dari tiga stasiun yang berbeda menggunakan termometer
di dapat suhu pada kedalaman 0 meter di stasiun kedua yaitu 29 0 C dan di kedalaman
10 meter dengan suhu yang sama yaitu 290 C. Pada stasiun ketiga di kedalaman 0
meter suhu yang didapat yaitu 290 C , sedangkan di kedalaman 10 meter suhu yang
didapat yaitu 28,50 C.
Berdasarkan sebaran vertikal kisaran suhu pada stasiun 1, 2, dan 3 di
perairan Palabuhanratu, yaitu semakin dalam perairan maka suhu semakin rendah
dengan range 29,40 C – 29,650 C. Pada stasiun 1 memilki suhu yaitu pada kedalaman
0 meter 29,40 C dan pada kedalaman 10 meter suhu sebesar 29,525 0C . Pada stasiun
2, suhu pada kedalaman 0 meter yaitu 29,650 C dan pada kedalaman 10 meter yaitu
29,60 C. Pada stasiun 3, suhu pada kedalaman 0 meter yaitu 29.8 0 C dan pada
kedalaman 10 meter 29,550 C.
Berdasarkan sebaran horizontal kisaran suhu pada stasiun 1, 2, dan 3
menunjukkan perubahan suhu dengan bertambahnya kedalaman perairan, yaitu suhu
mengalami penurunan. Perbedaan suhu di setiap stasiun di sebabkan perbedaan letak
lintang. Jumlah bahang yang diterima oleh air laut akan semakin berkurang jika letak
lintang suatu perairan semakin tinggi atau semakin mendekati kutub (Sverdrup et al.,
1942 dalam Farita, 2006).

28
Pada data suhu didapatkan data dari thermometer mempunyai rata-rata
sebesar 290 C dan dari data CTD di dapatkan rata-rata sebesar 29,5 0C. Dari data CTD
dan thermometer dapat dilihat bahwa perbandingan dari data hampir tidak ada
perbedaan.

4.2.2 Arus
Pengukuran arus dilakukan pada tiga stasiun, dan setiap stasiun ada tiga kali ulangan.
Pengukuran tersebut meliputi arah dan kecepatan arus.
Tabel 6. Data arus
Arus
Stasiun Ulangan S (m) T (s) V (m/s) Arah (0)
7 1 1.3229 52.71 0.0251 49
  2 1.3229 90 0.0147 130
  3 1.3229 73 0.0181 290
8 1 1.3229 16.18 0.0818 122
  2 1.3229 13.99 0.0950 85
  3 1.3229 24.85 0.0532 70
9 1 1.3229 22.3 0.0593 330
  2 1.3229 38.7 0.0342 345

Gambar 9. Stik plot arus

29
Pengukuran arus dilakukan pada tiga stasiun, dan setiap stasiun ada tiga kali
ulangan. Pengukuran arus dilakukan pada permukaan laut, sehingga tidak ada beda
kedalaman pada hasil pengukurannya. Pengukuran tersebut meliputi arah dan
kecepatan arus.
Pada stasiun ketiga, pengukuran hanya dilakukan dua kali ulangan. Hal ini
terjadi karena saat pengukuran terbatas oleh waktu. Arah arus pada setiap ulangan
berbeda-beda, mulai dari 49º, 130º, hingga 345º. Perbedaan ini terjadi karena adanya
pengaruh dari angin, densitas, dan juga gerakan kapal. Kecepatan arus juga berbeda-
beda pada setiap stasiun. Mulai dari 0.0251 m/s, 0.0147 m/s, hingga 0.0342.
perbedaan ini dipengaruhi oleh periode arus. Gambaran arah arus dan kecepatan arus
terdapat pada gambar stik plot arus. Kemiringan stik plot menunjukkan arah arus dan
panjang stik plot menunjukkan kecepatan arus.

4.2.3 Gelombang
Parameter gelombang yang diukur secara langsung pada saat di pantai SLK
Palabuhanratu adalah tinggi periode dan refraksi gelombang. Pengukuran parameter
gelombang dilakukan pada sore hari sekitar pukul 15.00 WIB.

Tabel 7. Data Tinggi dan Periode Gelombang


Tinggi Periode
Ulangan
(cm) (s)
1 70 4
2 40 3
3 45 3
4 50 4
5 55 4
6 70 5
7 60 9
8 70 3
9 45 6
10 100 9
rata - rata 60,5 5

30
Tabel 8. Refraksi gelombang
Y [Ka - Ki]
Ulangan X (cm) α (0)
(cm)
1 15.5 3.50 127.243
2 17.7 3.90 124.259
3 6.5 2.00 171.027
4 5.5 1.50 152.551
5 17.2 3.70 121.402
6 14.7 3.50 133.925
7 19.3 3.60 137.608
8 19.1 4.50 132.572
9 17.1 2.00 66.710
10 16.4 4.10 140.362
11 18.5 2.70 83.035
12 18.2 4.40 135.909
13 16.7 3.10 105.160
14 14.9 5.30 195.807
15 15.9 3.20 113.792
16 15.6 4.30 154.104
17 12.7 2.30 102.651
18 12.5 3.30 147.887
19 13.1 2.80 120.649
20 13 2.00 87.462
21 16.1 5.00 172.527
22 15.4 3.70 135.098
23 11.4 1.50 74.959
24 10 1.30 73.344
25 10.5 2.00 107.843
26 8.6 1.80 118.215
27 12.6 2.60 116.593
28 11.2 1.80 91.302
29 11.3 1.80 90.507
30 10.7 2.10 111.038

Tabel 9. Data Kemiringan Pantai


ulangan X y Α

31
1 1600 109.1 3.9⁰
2 1800  160.3  5.08⁰

Gambar 10. Kemiringan Pantai Ulangan 1

Gambar 11. Kemiringan Pantai Ulangan 2

Parameter tinggi gelombang yang diukur dilakukan 10 kali ulangan. Ulangan


dilakukan untuk mendapatkan nilai tinggi gelombang yang akurat. Pada pengukuran

32
tinggi gelombang diperoleh kisaran 40 – 100 cm. Nilai ini cukup kecil sebab kondisi
kecepatan angin saat itu cukup berpengaruh. Menurut Sanusi Teluk Palabuhanratu
yang terletak di perairan pantai selatan Jawa Barat pada posisi 106°22’ - 106°33’ BT
dan 6°57’ - 7°67’ LS merupakan teluk yang berhubungan langsung dengan Samudera
Hindia. Dengan demikian kondisi oseanografi di perairan ini sangat dipengaruhi oleh
kekuatan angin yang besar. Tinggi gelombang sangat ditentukan oleh kecepatan angin
yang sangat besar. Begitu juga di Palabuhanratu yang kecepatan anginnya berkisar
antara 1-5 knot selama musim barat (November-maret), angin bertiup dari barat daya
dan memantulkan gelombang laut yang sangat besar menuju pantai.
Parameter kedua yang diamati di SLK Palabuhanratu ialah periode
gelombang. Pengukuran periode gelombang juga dilakukan dengan ulangan 10 kali.
Kisaran gelombang yang diperoleh adalah 3-9 detik. Berdasarkan kisaran yang
diperoleh dapat dikatakan bahwa gelombang diperairan palabuhanratu memnutuhkan
waktu yang cukup bervariasi. Gelombang di Palabuhanratu dipengaruhi oleh angin,
sehingga periode gelombang pun cukup kecil. Secara umum tipe gelombang di pantai
selatan pulau Jawa terbentuk akibat kombinasi antara gelombang pasang surut dan
angin lokal yang bertiup kencang. Gelombang yang ada merupakan hasil rambatan di
perairan lepas pantai ( samudera Hindia). Karakteristik gelombang yang terbentuk
dipengaruhi pula oleh kondisi topografi dari dasar laut.
Parameter yang ketiga adalah refraksi gelombang. Refraksi gelombang
dilakukan dengan 30 kali ulangan. Refraksi gelombang lebih dari 5 0 berarti
gelombang yang terjadi sejajar dengan pantai. Berdasarkan pengamatan refraksi
gelombang di palabuhanratu berkisar lebih dari 50 sehingga dapat dikatakan refraksi
gelombang terjadi sejajar dengan pantai dan akibatnya teluk Palabuhanratu akan
sering mengalamai abrasi. refraksi gelombang akan mempengaruhi arah gelombang,
tinggi gelombang, dan distribusi energi gelombang di teluk palabuhanratu. Tipe
pecah gelombang di teluk palabuhanratu adalah plunging. Hal ini dicirikan dengan
banyaknya buih – buih putih yang jatuh di garis pantai. Tipe pecah gelombang juga
dapat terbentuk akibat profil pantai. Profil pantai menunjukkan kemiringan pantai

33
palabuhanratu, dari data praktikum diperoleh hasil perhitungan kemiringan pantai
4,50.
Berdasarkan data – data refraksi gelombang dan bentuk topografi di teluk
palabuhanratu yang berupa teluk menunjukkan bahwa di pantai palabuhanratu terjadi
proses sedimentasi karena gelombang yang terbentuk bersifat divergen ( menyebar)
sehingga energi yang mengenai teluk juga rendah dan membawa partikel – partikel
berat hasil dari gelombang konvergen (memusat) yang berasal dari kiri dan kanan
teluk.

4.2.4 Pasang surut

Gambar 12. Pasang Surut Teluk Palabuhanratu 28-30 Desember 2009


Pengukuran pasang surut dilakukan mulai tanggal 28 Desember 2009 pukul
04.45 sampai tanggal 30 Desember 2009 pukul 15.45, setiap 15 menit. Berdasarkan
tabel dan grafik pasang surut diatas terdapat beberapa parameter dari nilai ketinggian
yang dapat menentukan tipe dari pasang surut di Teluk Palabuhanratu. Nilai-nilai
tersebut diantaranya nilai kondisi muka air tertinggi (Highest Water/HW), nilai rata-
rata muka air tinggi tertinggi (Mean High Highest Water Level/MHHWL), nilai rata-
rata muka air tinggi (Mean High Water Level/MHW), nilai rata-rata kondisi muka air

34
(Mean Sea Level/MSL), nilai rata-rata muka air rendah (Mean Low Water
Level/MLWL), nilai rata-rata muka air rendah terrendah (Mean Low Lowest Water
Level/MLLWL), nilai terendah muka air (Lowest Water/LW). Setelah dilakukan
perhitungan diperoleh nilai MSL sebesar 78.08 cm, HW sebesar 140 cm, MHHWL
127.916 cm, MHWL 113.701 cm, MLWL 59.237 cm, MLLWL 50.236 cm dan nilai
LW sebesar 32.5 cm.
Tipe pasang surut dapat dianalisis dari frekuensi ketinggian pasang surut
dalam waktu satu hari. Menurut data dan grafik, dalam satu hari di daerah Teluk
Palabuhanratu terdapat dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi masing-
masing gelombang yang berbeda. Maka jenis pasang surut di daerah ini digolongkan
kedalam tipe pasang surut campuran dominan ganda. Hal ini didukung dengan
pernyataan Pariwono, 1988 bahwa tipe pasang surut di Palabuhanratu adalah Pasang
surut yang bersifat campuran dengan dominasi pasut ganda.

4.3 Parameter Kimia


4.3.1 Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air
laut. Konsentrasi ini biasanya sebesar 3% dari berat seluruhnya (Hutabarat S, 2006).
Kadar salinitas yang diukur di perairan Palabuhanratu diuur dengan dua alat yaitu
refraktometer dan CTD (Conductivity Temperature Depth). Hasil pengukuran
salinitas dengan mengunakan refraktometer dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 10. Kadar salinitas yang diperoleh dari refraktometer
Stasiun Kedalaman (m) Salinitas (‰)
7 0 30
10 31
8 0 31
10 33
9 0 32
10 33

35
Hasil pengukuran salinitas yang dilakukan dengan menggunakan CTD
((Conductivity Temperature Depth) dengan sebaran menegak dan melintang dapat
dilihat pada Gambar 11 dan 12 di bawah ini.

Stasiun 7
Stasiun 8
Stasiun 9

Gambar 13. Diagram menegak salinitas

Gambar 14. Sebaran horizontal Salinitas


Salinitas di perairan Palabuhanratu secara umum berkisar antara 32,33‰
sampai 35,96‰ dengan tingkat tertinggi terjadi pada bulan Agustus, September, dan
Oktober, sedangkan terendahnya terjadi pada bulan Mei, Juni, dan Juli (Wahyudin,
2004). Dilihat dari tabel di atas yang diukur dari tiga stasiun yang berbeda di dapat
kisaran salinitas teluk Palabuhanratu pada kedalaman 0 meter (permukaan) berkisar
antara 25-30 ‰, sedangkan pada kedalaman 10 meter berkisar antara 33-34 ‰.

36
Berdasarkan sebaran vertikal kisaran salinitas pada stasiun 7, 8 dan 9 di
perairan Palabuhanratu, semakin dalam perairan salinitas juga semakin bertambah
dengan range 32 0/00 - 33 0/00. Pada stasiun 7 memiliki salinitas antara 32 0/00 – 33 0/00.
Pada stasiun 8 memiliki salinitas antara 32 0/00 - 33 0/00. Pada stasiun 9 memiliki
salinitas antara 32 0/00 - 33 0/00. Pada gambar diatas salinitas pada stasiun 9 tidak dapat
terlihat karena pada data GPS, garis bujur dan lintang sama. . Sebaran vertikal
salinitas dari 3 stasiun tersebut menghasilkan grafik yang tidak berbeda jauh untuk
setiap stasiun.
Berdasarkan sebaran horizontal salinitas, secara umum salinitas paling kecil
berada di sekitar daratan. Semakin ke laut lepas maka salinitasnya semakin besar. Hal
ini sebabkan karena di laut di sekitar daratan masih banyak pengaruh dari air tawar
sehingga salinitasnya kecil sedangkan semakin ke laut lepas semakin tidak dipengruhi
air tawar sehingga salinitas semakin besar. Dari gambar diatas dapat di lihat bahwa
perubahan salinitas di laut lepas relatif lebih kecil daripada di dekat daratan yang
perubahannya lebih besar karena terpengaruh oleh air tawar dari sungai.
Fakor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai salinitas yaitu air hujan yang
akan menyebabkan rendahnya salinitas. Faktor lain yang mempengaruhi distribusi
salinitas adalah suhu dimana semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi penguapan
sehingga garam penyebab salinitas tertinggal dan menyebabkan nilai salinitas tinggi
(Nybakken 1988).
Perbandingan perhitungan nilai salinitas menggunakan refraktometer dengan
menggunakan CTD pada kedalaman 0 dan 10 meter dapat dilihat pada grafik dibawah
ini.

37
Gambar 15. Grafik perbandingan nilai salinitas menggunakan refraktometer dan CTD
pada kedalaman 0 dan 10 meter

Penggunaan CTD dan refraktometer dalam pengukuran salinitas digunakan


untuk membandingkan hasil datanya. Berdasarkan hasil data pengukuran salinitas
dengan menggunakan CTD dan refraktometer memberikan hasil yang tidak jauh
berbeda dan bahkan ada yang memberikan hasil yang sama. Hal ini menunjukkan
bahwa data pengukuran salinitas ini cukup akurat. Grafik sebran menegak salinitas
terhadap kedalaman dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Bila kita lihat dari grafik sebaran menegak di atas, maka dapat dikatakan
bahwa dari setiap stasiun yang diamati, semakin kedalam pengukuran terhadap
salinitas suatu perairan maka nilai salinitasnya pun semakin bertambah besar. Dalam
hal ini sebenarnya terdapat tiga stasiun yang diamati, tetapi pada data yang diperoleh
koordinat dari stasiun 8 dan stasiun 9 sama, namun data salinitasnya berbeda dan bila
dilihat pada grafik telah terjadi akumulasi data salinitas dan warna stasiun 8 dan
stasiun 9 sama yaitu warna biru. Hal yang dapat dijadikan sebagai acuan dengan
semakin bertambahnya kedalaman kadar salinitas semakin bertambah adalah bahan
organik dan ion-ion garam yang terkandung di dalam laut akan mengendap yang
menyebabkan peningkatan salinitas pada daerah kedalaman yang semakin tinggi
(Hutabarat S, 2006).
Bila dilihat dari grafik sebaran melintang, dapat dikatakan bahwa semakin
menjauh dari daratan (semakin ke laut lepas) maka kadar salinitas semakin besar. Hal
ini dikarenakan pengaruh dari lingkungan sekitar perairan ataupun kondisi geografis

38
dilokasi tersebut. Nilai salinitas akan berkurang jika semakin dekat dengan pantai
(Hutabarat S, 2006). Daerah dengan kondisi seperti ini disebut dengan daerah
estuaria. Penyebab dari hal tersebut adalah karena adanya air tawar yang masuk ke
perairan laut dan juga karena adanya pasang surut sehingga kadar salinitas menjadi
berkurang. Selain itu berkurangnya salinitas juga disebabkan oleh besarnya curah
hujan. Hal ini tidak dapat terlihat dengan jelas pada grafik sebaran melintang salinitas
dikarenakan letak setiap stasiun yang jauh dari darat dan jarak stasiun yang saling
berdekatan antara stasiun 7, 8 dan 9.
Salinitas di perairan Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh keadaan musim
dengan faktor utama adanya masukan massa air sungai yang bermuara. Transpor
massa air sungai yang terutama pada musim barat mengakibatkan turunnya salinitas
perairan pantai Teluk Palabuhanratu.

4.3.2 Oksigen terlarut (DO)


Berdasarkan hasil analisis maka didapat bahwa hasil oksigen terlarut di
Teluk Palabuhanratu ialah sebagai berikut:
Tabel 12. Data Oksigen terlarut
Kedalaman Oksigen terlarut
Stasiun (m) (mg/L)
1 0 8
  10 10
2 0 7
  10 6
3 0 10
  10 10

Gambar 16. Oksigen terlarut

39
Dari data Oksigen terlarut (DO) diatas dapat diketahui bahwa DO pada
kedalaman 0 m stasiun 1 hingga stasiun 3 berkisar 7-10 mg/L. Dan kedalaman 10 m
stasiun 1 hingga stasiun 3 berkisar 6-10 mg/L.
Nilai oksigen terlarut di permukaan lebih tinggi daripada pada kedalaman 10
m. Hal ini disebabkan karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas
serta adanya proses fotosintesis. Hasil ini didukung oleh pernyataan Sanusi (2006)
bahwa dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen
terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada
banyak digunakan untuk pernafasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan
anorganik.
Sedangkan secara horizontal didapat bahwa oksigen terlarut semakin ke arah
laut semakin menurun. Hal ini didukung oleh pernyataan Nybakken, 1988 bahwa
secara horizontal diketahui bahwa oksigen terlarut semakin ke arah laut maka kadar
oksigen terlarut akan semakin menurun juga (Nybakken, 1988). Hal ini dikarenakan
Suhu dan salinitas, kelarutan oksigen bebas dalam air laut akan menurun dengan
meningkatnya suhu dan salinitas, aktivitas biologi yang berpengaruh nyata terhadap
konsentrasi oksigen dan karbondioksida, arus dan proses percampuran yang
cenderung mempengaruhi lewat gerakan massa air dan difusi (Sverdrup et al., 1972
dalam Sanusi (2006).

40
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini, parameter-parameter yang diamati adalah
parameter fisika dan kimia. Adapun parameter fisika yang diamati ialah suhu, arus,
gelombang, dan pasang surut. Sedangkan parameter kimia yang diamati adalah
salinitas dan oksigen terlarut (DO).
Posisi stasiun secara keseluruhan berdasarkan GPS terletak antara
6058'18,1" - 6°58’41,8” LS0 dan 106029'20,1" - 106°31’23,1” BT0 sedangkan
berdasarkan metode baringan didapat 6°58’10” - 6°59’59” LS0 dan 106027'55" -
106030'30" BT0.
Pada pengukuran tinggi gelombang diperoleh kisaran 40 – 100 cm.
Gelombang pada Teluk Palabuhanratu berkisar 2 – 3 meter. Pengukuran periode
gelombang, kisaran gelombang yang diperoleh adalah 3-9 detik. Secara umum tipe
gelombang di pantai selatan pulau Jawa terbentuk akibat kombinasi antara gelombang
pasang surut dan angin lokal yang bertiup kencang. Refraksi gelombang lebih dari 50
berarti gelombang yang terjadi sejajar dengan pantai. Berdasarkan pengamatan
refraksi gelombang di palabuhanratu berkisar lebih dari 50 sehingga dapat dikatakan
refraksi gelombang terjadi sejajar dengan pantai. Tipe pecah gelombang di Teluk
Palabuhanratu adalah plunging. Profil pantai menunjukkan kemiringan pantai
palabuhanratu, dari data praktikum diperoleh hasil perhitungan kemiringan pantai
4,210. Tipe pasang surut di daerah ini digolongkan kedalam tipe pasang surut
campuran dominan ganda. Arah arus pada setiap ulangan berbeda-beda, mulai dari
49º, 130º, hingga 345º. Mulai dari 0.0251 m/s, 0.0147 m/s, hingga 0.0342.
Salinitas secara vertikal mempunyai rentang sebesar 31-33 ‰, sedangkan
secara horisontal rentang salinitas 30-32 ‰. Kelarutan oksigen Teluk Palabuhanratu
pada kedalaman 0 m berkisar antara 7-10 mg/L sedangkan pada kedalaman 10 m
berkisar 6-10 mg/L.

41
5.2. Saran
Sebaiknya dalam pengadaan peralatan harus lebih terkontrol dan persediaan
alat-alat yang digunakan dalam praktikum dapat lebih sehingga tiap kelompok tidak
harus menunggu gilirannya lebih lama, dengan ketersediaan alat tersebut kita dapat
menghemat waktu.

42
DAFTAR PUSTAKA

Anonim a, 2009. http://id.wikipedia.org/wiki/Oksigen_terlarut [20 Desember 2009]

Anonim b, 2010. http://www.googlemap.com [21 Januari 2010]

Hutabarat S. dan Stewart M E. 2006. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia.

Pariwono et al. 1998. Studi Upwelling di Perairan Selatan Pulau Jawa. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Sanusi, H. S. 2006. Kimia Laut Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan
Lingkungan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Wahyudin Yudi. 2004. Karakteristik Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Teluk
Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Bogor: IPB

43
LAMPIRAN

1. Tabel Data Pasang Surut

Muka air
Waktu Waktu
(per 15 Tertinggi Terendah (per 15
No. menit) (cm) (cm) Rata-rata (cm) menit)
1 4.45 72 56 64 4.45
2 5 70 55 62.5 5
Senin, 28
3 5.15 70 56 63 5.15
Desember
2009 4 5.3 67 55 61 5.3
5 5.45 65 52 58.5 5.45

6 6 65 57 61 6
7 6.15 62 48 55 6.15
8 6.3 60 52 56 6.3
9 6.45 60 50 55 6.45
10 7 60 50 55 7
11 7.15 60 55 57.5 7.15
12 7.3 60 55 57.5 7.3
13 7.45 65 55 60 7.45
14 8 60 55 67.5 8
15 8.15 63 47 55 8.15
16 8.3 60 55 57.5 8.3
17 8.45 60 50 55 8.45
18 9 50 45 47.5 9
19 9.15 50 45 47.5 9.15
20 9.3 60 55 57.5 9.3
21 9.45 65 50 57.5 9.45
22 10 60 55 57.5 10
23 10.15 70 65 67.5 10.15
24 10.3 70 65 67.5 10.3
25 10.45 70 65 67.5 10.45
26 11 80 75 77.5 11
27 11.15 75 70 72.5 11.15
28 11.3 80 77 78.5 11.3
29 11.45 94 71 82.5 11.45
30 12 85 80 82.5 12
31 12.15 95 90 92.5 12.15

44
32 12.3 100 95 97.5 12.3
33 12.45 105 95 100 12.45
34 13 107 95 101 13
35 13.15 115 95 105 13.15
36 13.3 115 105 110 13.3
37 13.45 120 105 112.5 13.45
38 14 125 115 120 14
39 14.15 130 115 122.5 14.15
40 14.3 135 115 125 14.3
41 14.45 140 120 130 14.45
42 15 145 125 135 15
43 15.15 145 130 137.5 15.15
44 15.3 140 135 137.5 15.3
45 15.45 130 125 127.5 15.45
46 16.00 140 125 132.5 16.00
47 16.15 140 115 127.5 16.15
Selasa, 29
Desember 48 16.30 140 120 130 16.30
2009 49 16.45 140 115 127.5 16.45

50 17.00 130 115 122.5 17.00


51 17.15 130 115 122.5 17.15
52 17.30 130 115 122.5 17.30
53 17.45 130 110 120 17.45
54 18.00 125 105 115 18.00
55 18.15 120 105 112.5 18.15
56 18.30 120 100 110 18.30
57 18.45 110 100 105 18.45
58 19.00 110 95 102.5 19.00
59 19.15 105 85 95 19.15
60 19.30 100 85 92.5 19.30
61 19.45 100 80 90 19.45
62 20.00 90 80 85 20.00
63 20.15 95 75 85 20.15
64 20.30 85 70 77.5 20.30
65 20.45 80 75 77.5 20.45
66 21.00 75 65 70 21.00
67 21.15 75 65 70 21.15
68 21.30 70 60 65 21.30
69 21.45 65 55 60 21.45
70 22.00 60 50 55 22.00

45
71 22.15 70 50 60 22.15
72 22.30 60 50 55 22.30
73 22.45 55 45 50 22.45
74 23.00 55 50 52.5 23.00
75 23.15 55 45 50 23.15
76 23.30 55 50 52.5 23.30
77 23.45 50 40 40.5 23.45
78 - 55 45 50 -
79 0.15 50 45 47.5 0.15
80 0.30 52 40 46 0.30

81 0.45 62 47 54.5 0.45


82 1.00 55 48 51.5 1.00
83 1.15 64 50 57 1.15
84 1.30 65 50 57.5 1.30
85 1.45 64 50 57 1.45
86 2.00 65 60 62.5 2.00
87 2.15 65 55 60 2.15
88 2.30 67 50 58.5 2.30
89 2.45 65 55 60 2.45
90 3.00 70 60 65.5 3.00
91 3.15 70 65 67.5 3.15
92 3.30 70 65 67.5 3.30
93 3.45 72 68 70 3.45
94 4 75 70 72.5 4
95 4.15 80 70 75 4.15
96 4.3 70 55 62.5 4.3
97 4.45 75 60 67.5 4.45
98 5 80 60 70 5
99 5.15 75 65 70 5.15
100 5.3 80 60 70 5.3
101 5.45 75 60 67.5 5.45
102 6 75 55 65 6
102 6.15 75 60 67.5 6.15
104 6.3 70 55 62.5 6.3
105 6.45 65 60 62.5 6.45
106 7 70 65 67.5 7
107 7.15 70 65 67.5 7.15
108 7.3 65 55 60 7.3

46
109 7.45 70 55 62.5 7.45
110 8 70 50 60 8
111 8.15 70 43 56.5 8.15
112 8.3 70 40 55 8.3
113 8.45 65 45 55 8.45
114 9 75 40 57.5 9
115 9.15 60 35 47.5 9.15
116 9.3 55 45 50 9.3
117 9.45 70 40 55 9.45
118 10 65 40 52.5 10
119 10.15 65 40 52.5 10.15
120 10.3 65 45 55 10.3
121 10.45 65 50 57.5 10.45
122 11 70 55 62.5 11
123 11.15 76 55 65.5 11.15
124 11.3 75 50 62.5 11.3
125 11.45 70 60 65 11.45
126 12 85 70 77.5 12
127 12.15 94 61 77.5 12.15
128 12.3 96 75 85.5 12.3
129 12.45 100 75 87.5 12.45
130 13 105 80 92.5 13
131 13.15 110 90 100 13.15
132 13.3 105 95 100 13.3
133 13.45 110 105 107.5 13.45
134 14 115 105 110 14
135 14.15 120 105 112.5 14.15
136 14.3 120 105 112.5 14.3
137 14.45 140 115 127.5 14.45
138 15 135 115 125 15
139 15.15 145 120 132.5 15.15
140 15.3 140 125 132.5 15.3
141 15.45 145 130 137.5 15.45
142 16.00 145 135 140 16.00
143 16.15 135 130 132.5 16.15
Rabu, 30
Desember 144 16.30 145 130 137.5 16.30
2009 145 16.45 140 125 132.5 16.45
146 17.00 145 135 140 17.00
147 17.15 135 120 127.5 17.15

47
148 17.30 141 120 130.5 17.30
149 17.45 145 125 135 17.45
150 18.00 141 122 131.5 18.00
151 18.15 140 120 130 18.15
152 18.30 136 118 127 18.30
153 18.45 135 120 127.5 18.45
154 19.00 130 115 122.5 19.00
155 19.15 120 115 117.5 19.15
156 19.30 123 118 120.5 19.30
157 19.45 115 109 112 19.45
158 20.00 125 116 120.5 20.00
159 20.15 105 98 101.5 20.15
160 20.30 112 104 108 20.30
161 20.45 115 109 112 20.45
162 21.00 80 75 77.5 21.00
163 21.15 80 70 75 21.15
164 21.30 76 65 70.5 21.30
165 21.45 75 55 65 21.45
166 22.00 60 55 57.5 22.00
167 22.15 65 55 60 22.15
168 22.30 56 45 50 22.30
169 22.45 55 50 52.5 22.45
170 23.00 45 40 42.5 23.00
171 23.15 45 35 40 23.15
172 23.30 40 30 35 23.30
173 23.45 40 25 32.5 23.45
174 - 40 25 32.5 -
175 0.15 40 35 37.5 0.15
176 0.30 50 35 42.5 0.30
177 0.45 50 35 42.5 0.45
178 1.00 40 30 35 1.00
179 1.15 40 35 37.5 1.15
180 1.30 40 35 37.5 1.30
181 1.45 40 30 35 1.45
182 2.00 45 30 37.5 2.00
183 2.15 40 35 37.5 2.15
184 2.30 40 35 37.5 2.30
185 2.45 45 35 40 2.45
186 3.00 45 40 42.5 3.00

48
187 3.15 55 45 50 3.15
188 3.30 55 50 52.5 3.30
199 3.45 60 45 52.5 3.45
200 4 60 55 57.5 4
201 4.15 65 55 60 4.15
202 4.3 70 50 60 4.3
203 4.45 70 60 65 4.45
204 5 75 65 70 5
205 5.15 70 60 65 5.15
206 5.3 75 65 70 5.3
207 5.45 70 63 66.5 5.45
208 6 75 65 70 6
209 6.15 76 65 70.5 6.15
210 6.3 80 65 72.5 6.3
211 6.45 70 65 67.5 6.45
212 7 80 60 70 7
213 7.15 75 65 70 7.15
214 7.3 75 65 70 7.3
215 7.45 72.5 65 68.75 7.45
216 8 80 65 72.5 8
217 8.15 70 55 62.5 8.15
218 8.3 70 60 65 8.3
219 8.45 82 55 68.5 8.45
220 9 80 50 65 9
221 9.15 75 50 62.5 9.15
222 9.3 65 60 62.5 9.3
223 9.45 63 50 56.5 9.45
224 10 63 48 55.5 10
225 10.15 65 45 55 10.15
226 10.3 60 55 57.5 10.3
227 10.45 60 55 57.5 10.45
228 11 65 60 62.5 11
229 11.15 62 56 59 11.15
230 11.3 65 60 62.5 11.3
231 11.45 65 60 62.5 11.45
232 12 75 60 67.5 12
234 12.15 75 60 67.5 12.15
235 12.3 80 75 77.5 12.3
236 12.45 85 70 77.5 12.45

49
237 13 100 80 90 13
238 13.15 100 75 87.5 13.15
239 13.3 100 75 87.5 13.3
240 13.45 105 75 90 13.45
241 14 110 80 95 14
242 14.15 120 85 102.5 14.15
243 14.3 120 90 105 14.3
244 14.45 125 100 112.5 14.45
245 15 130 100 115 15
246 15.15 130 110 120 15.15
247 15.3 135 115 125 15.3
248 15.45 145 115 130 15.45

Alat dan Bahan

Gambar.1. GPS Sounder


Sumber : Anonim, 2009

Lampiran kegiatan pengamatan lapang


1. Pengukuran refraksi gelombang

50
2. Pengukuran tinggi gelombang

3. Papan pasut

4. Pengukuran DO

51
5. Botol nansen

6. CTD (Conductivity Temperature Depth)

7. Peta baringan

52
8. Kompas bidik

9. Floating Droadge

10. Pengukuran kemiringan pantai

53

You might also like