You are on page 1of 34

PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA GAGASAN TERTULIS

PEMANFAATAN MIKROORGANISME PADA SERASAH DAUN


BAMBU SEBAGAI BIODEKOMPOSER SAMPAH ORGANIK DALAM
UPAYA MENGURANGI MASALAH SAMPAH

OLEH:

RYAN FIRMAN SYAH A1I007004


SRI NOVIANTI A1I007017

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO

2009
PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA GAGASAN TERTULIS

PEMANFAATAN MIKROORGANISME PADA SERASAH DAUN


BAMBU SEBAGAI BIODEKOMPOSER SAMPAH ORGANIK DALAM
UPAYA MENGURANGI MASALAH SAMPAH

OLEH:
RYAN FIRMAN SYAH A1I007004
SRI NOVIANTI A1I007017

Diajukan untuk Mengikuti Lomba Program Kreatifitas Mahasiswa Gagasan


Tertulis

Tahun 2009

Disetujui dan disahkan

Pada tanggal ………….

Pembantu Rektor III Pembimbing


Universitas Jenderal Soedirman

Kusbiyanto, M.Si Ir. G.H. Sumartono,


MS
NIP. 131405822 NIP. 131417946
PRAKATA

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karuniaNya, maka penyusunan Program Kreatifitas Mahasiswa
Gagasan Tertulis dapat diselesaikan. Program Kreatifitas Mahasiswa Gagasan
Tertulis ini disusun sebagai pedoman dalam rangka menyelesaikan mengikuti
Lomba Program Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis.

Program Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis ini tidak akan terlaksana


tanpa bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah
penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Saparso, MP selaku Dosen Fakultas Pertanian Universitas Jenderal


Soedirman yang telah memberikan ijin melakukan penelitian ini.
2. Ir. G.H. Soemartono, MS selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan arahan dalam penelitian ini.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.

Tak ada gading yang tak retak. Itulah peribahasa yang menggambarkan
bahwa Program Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis ini masih jauh dari
sempurna sehingga dengan senang hati penyusun menerima saran dan kritik
terhadap tulisan ini. Penyusun berharap tulisan ini bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan semua pihak yang memerlukannya.

Purwokerto, Maret 2009

Penyusun
RINGKASAN

Sampah merupakan masalah yang klasik yang belum mendapatkan solusi yang
baik. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap sampah membuat masalah ini berlarut – larut. Sampah yang
terbanyak adalah sampah organik dengan komposisi 60-70% dari total
keseluruhan jenis sampah (Dephut, 2009). Sampah rumah tangga sebagian besar
merupakan bahan organik, termasuk sampah organik, misalnya sampah dari
dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun (Admin, 2008).

Jumlah sampah organik yang banyak ini dapat menyebabkan pencemaran


lingkungan karena air dari sampah organik ini bau dan estika ( PUSTEKKOM,
2005). Sampah yang dibiarkan menggunung dan tidak diproses dapat menjadi
sumber penyakit. Banyak penyakit yang ditularkan secara tidak langsung dari
tempat pembuangan sampah. Tercatat lebih dari 25 jenis yang disebabkan oleh
buruknya pengelolaan sampah, salah satunya diare (Setyo dan Nurhidayat, 2008).

Cara yang dilakukan pemerintah untuk penanganan sampah sampai saat ini adalah
dengan penimbunan sampah di daerah tertentu yang dijadikan lokasi TPA, dapat
dengan sistem open dumping maupun sanitary landfill. Pengelolaan sampah
secara terpusat mengarah pada sistem buang–angkut dan berakhir di tempat
pembuangan akhir (TPA) harus diubah ke arah meminimalisir buangan sampah.

Sampah organik dapat didaur ulang menjadi kompos. Proses pembentukan


kompos dilakukan oleh mikroorganisme sebagai dekomposer sampah organik.
Teknologi pengomposan sampah beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik,
dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Teknologi pengomposan dengan
aktifator akan mempercepat proses dekomposisi sampah menjadi kompos, namun
produk aktifator di pasaran relatif mahal dan diperlukan dalam jumlah banyak
sehingga biaya yang dikeluarkan besar. sedangkan jika tidak menggunakan
aktifator maka proses pengomposan akan berjalan lambat dan memakan waktu
sehingga membutuhkan alternatif lain untuk dapat mempercepat proses
pengomposan dengan waktu yang relatif singkat dengan biaya yang terjangkau
( Isroi, 2008).

Mikroorganisme pengurai bahan organik hidup pada sisa – sisa daun yang sudah
tua karena mikroorganisme ini akan mendekomposisi serasah daun sehingga
menjadi lapuk. Berdasarkan penelitian Agus Nurhayat (2007), bahan organik
(serasah daun bambu) yang banyak tersedia di Indonesia dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman lada dan panili. Jadi, serasah daun bambu terdapat
mikroorganisme sebagai dekomposer yang mampu mengurai bahan organik serta
menyuburkan tanah sehingga pertumbuhan tanaman akan baik.

Mikroorganisme pada serasah daun bambu dapat digunakan sebagai


biodekomposer dan aktifator untuk mempercepat pengomposan. Serasah daun
bambu mengandung bakteri Lactobacillus sp, Saccharomyces cerreviseae dan
jamur Aspergillus sp. Kumpulan bakteri dan jamur pada serasah daun bambu ini
dapat disebut sebagai Effective Mikroorganisme Bambu (EMB). Keberadaan
bakteri dan jamur tersebut dapat diketahui ketika melakukan percobaan dengan
menggunakan bola nasi yang ditutupi oleh serasah daun bambu. Nasi tersebut
berfungsi sebagai makanan, tempat berkembangnya bakteri dan tempat
tumbuhnya miselium dari jamur (OISCA, 1995).
I. PENDAHULUAN

A. Perumusan Masalah

Seiring meningkatnya jumlah penduduk di dunia, maka akan meningkatkan


aktifitas penduduk dalam memenuhi kebutuhannya dari mulai sandang,
pangan dan papan. Ini akan menimbulkan masalah karena sampah dari sisa
konsumsi masyarakat menyebabkan kerugian bagi lingkungan, Di negara-
negara berkembang komposisi sampah terbanyak adalah sampah organik,
sebesar 60 – 70%, dan sampah anorganik sebesar ± 30% (Dephut, 2009). Hal
ini didukung juga oleh penelitian oleh Outerbridge mengenai sampah padat di
Indonesia menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik, dan
diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan kembali.

Sampah organik dalam jumlah banyak dapat mencemari lingkungan karena air
sampah tersebut bau dan estika (PUSTEKKOM, 2005). Sebagian kota besar di
Indonesia, sampah merupakan masalah lingkungan yang belum dapat
terpecahkan, hal ini terjadi dikarenakan semakin meningkatnya volume
sampah yang harus diatasi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk
(Kabar Indonesia, 2008). Di lain pihak saat ini semakin sulit untuk mencari
ruang untuk membuang sampah (Tempat Pembuangan Akhir) (Suci Rahayu,
2009).

Sampah domestik merupakan bagian terbesar dari sampah perkotaan yang


berasal dari sampah rumah tangga dan aktifitas lingkungan sekitar. Komposisi
sampah bervariasi sebagaimana dapat dilihat pada tabel (lampiran 1) (Suci
Rahayu, 2009). Menurut Setyo dan Nurhayati (2008), di kota-kota besar setiap
individu menghasilkan sampah 0,50-0,65 kg/ hari, dengan kepadatan 200
kg/m3, maka dapat dihitung contoh dikota Jakarta sampah dihasilkan 6000
ton/hari setara dengan sekitar 25.687 m3. Hal yang sama terjadi di Yogyakarta,
menurut data DKKP pada tahun 2005 produksi sampah kawasan perkotaan
sebanyak 1.700 m3 per hari, namun yang dapat diangkut ke TPA Pinyungan-
Bantul baru sekitar 1300 m3 perhari, sehingga terjadi penumpukan sampah
sebanyak 400 m3 per hari dan tidak terangkut ke TPS atau TPA Piyungan.
Angka ini tidak sebanding dengan ketersediaan luas lahan yang semakin
terbatas untuk dijadikan sebagai TPA (tempat pembuangan akhir) sampah
(Walhi, 2006).

Saat ini, pengelolaan sampah belum dilaksanakan dengan baik sehingga


menjadi sumber masalah, baik sosial maupun lingkungan, yang muncul di
masyarakat. Munculnya berbagai penyakit akibat pencemaran air, tanah dan
polusi udara hanya sebagian kecil akibat dari buruknya pengelolaan sampah
tersebut. Jika tempat pembuangan sampah berada dekat dengan pemukiman
penduduk, resikonya sangat besar. Sampah yang dibiarkan menggunung dan
tidak diproses dapat menjadi sumber penyakit. Banyak penyakit yang
ditularkan secara tidak langsung dari tempat pembuangan sampah. Tercatat
lebih dari 25 jenis yang disebabkan oleh buruknya pengelolaan sampah, salah
satunya diare (Setyo dan Nurhidayat, 2008).

Akar dari permasalahan sebenarnya erat kaitannya dengan budaya masyarakat


dan didukung dengan lemahnya pengaturan (regulasi) pemerintah tentang
pengelolaan sampah dan pemanfaatan produk sampingan dari sampah. Budaya
masyarakat ini tercermin dari kurangnya disiplin dan masih rendahnya
kesadaran menjaga lingkungan hidup. Adapun kelemahan pengaturan
pemerintah bisa dilihat dari kurangnya koordinasi antar-instansi yang
berkaitan dengan hal ini. Disamping itu, aspek yang tak kalah pentingnya
adalah pola pikir masyarakat yang masih beranggapan bahwa mengelola
sampah merupakan kegiatan yang menghabiskan waktu, uang dan tenaga.
Padahal justru dengan mengabaikan hal ini maka biaya, waktu dan tenaga
yang dibutuhkan pasti akan lebih besar ketika dampak akibat pengelolaan
sampah yang buruk muncul di kemudian hari.

Selama ini cara yang dilakukan pemerintah untuk penanganan sampah adalah
dengan penimbunan sampah di daerah tertentu yang dijadikan lokasi TPA,
dapat dengan sistem open dumping maupun sanitary landfill. Cara pengurukan
atau penimbunan dianggap murah dan mudah. Sampah yang berasal dari
tempat-tempat penampungan sementara diangkut ke TPA dengan
menggunakan truk-truk pengangkut sampah dari PD Kebersihan lalu
ditimbun. Gunungan sampah yang baru datang lalu diratakan dengan
menggunakan alat-alat berat. Sebagai contoh, berdasarkan data dari BPLHD
Provinsi Jawa Barat tahun 2004, volume yang terangkut dari TPS ke TPA
sebanyak 50.07% dari keseluruhan sampah yang ada (lampiran 2) (Suci
Rahayu, 2009). Hal yang sama terjadi di Yogyakarta, pengelolaan sampah
bersifat terpusat. Misalnya saja, seluruh sampah dari kota Jogjakarta harus
dibuang di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Piyungan Bantul. Regulasi
dalam bentuk perda yang sekarang ada pun masih mengarah pada retribusi dan
pembuangan (Walhi, 2006).

Regulasi pengelolaan sampah secara terpusat mengarah pada sistem buang –


angkut dan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) harus diubah ke arah
meminimalisir buangan sampah. Pada prinsipnya pengelolaan sampah harus
dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya dengan membangun alternatif-
alternatif yang dapat menangani semua permasalahan pembuangan sampah
dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi
masyarakat atau ke alam. Sampah organik dapat didaur ulang menjadi
kompos. Ini merupakan solusi penanganan sampah organik, sampah organik
menjadi bahan atau materi yang dapat itu dapat dimanfaatkan sehingga dapat
meminimalkan jumlah sampah yang terbuang di Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) atau memperpanjang usia penggunaan TPA (Admin, 2008). Proses
pembentukan kompos dilakukan oleh mikroorganisme sebagai dekomposer
sampah organik. Di Belanda, industri pengolahan kompos merupakan industri
yang menguntungkan serta merupakan upaya menyelamatan lingkungan
(PLH_Spensa, 2007).

Proses pengomposan adalah proses bahan organik mengalami penguraian


secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan
mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat
( Isroi, 2008).

Pada kenyataannya, masyarakat umum belum dapat mengetahui bakteri


pengurai bahan organik ini ada yang bersifat menguntungkan dan merugikan.
Jika dalam hal pengelolaan sampah organik terdapat beberapa jenis bakteri
yang bersinergi satu sama lain membentuk sebuah komunitas yang disebut
effective mikroorganisme (EM), sedangkan jika bakteri merugikan melakukan
aktifitas dekomposisi menjadi bahan yang beracun bagi tanaman, hewan, dan
manusia (Setyo dan Nurhidayat, 2008).

Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun


anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktifator pengomposan
yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes),
OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organik
Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism) (Wikipedia,
2009a). Namun, aktifator ini memerlukan biaya yang besar karena harga
produk tersebut yang relatif mahal dan bahan yang dikomposkan banyak.
Sebagai contoh, Green Phoskko Activator Kompos (Phoskko A) [per pack,
250] gr disajikan dalam keadaan dorman dengan media serbuk atau powder,
produk ini harganya Rp 550.000,- per karton isi 20 pack x 250 gr (PT. Cipta
Visi Sinar Kencana, 2009) serta untuk EM4 di pasaran berkisar Rp. 15.000-
Rp.17.000/liter, sedangkan jika tidak menggunakan aktifator maka proses
pengomposan akan berjalan lambat dan memakan waktu sehingga
membutuhkan alternatif lain untuk dapat mempercepat proses pengomposan
dengan waktu yang relatif singkat dengan biaya yang terjangkau ( Isroi, 2008).

Mikroorganisme dapat tumbuh pada serasah – serasah daun yang akan


mengurai daun menjadi humus. Menurut Agus Nurhayat (2007), bahan
organik (serasah daun bambu) yang banyak tersedia di Indonesia dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman lada dan panili. Kesimpulannya pada
serasah daun bambu terdapat mikroorganisme yang mampu mengurai bahan
organik serta menyuburkan tanah sehingga pertumbuhan tanaman akan baik.
Ini adalah sebuah alternatif solusi dalam menyelesaikan permasalahan sampah
di Indonesia dengan biaya yang murah dan efisien.

Berdasarkan uraian tersebut maka masalah yang perlu dikaji lebih lanjut
adalah:

1. Bagaimana pemanfaatan mikroorganisme pada serasah daun bambu


sebagai biodekomposer sampah organik?
2. Bagaimana mikroorganisme tersebut dapat mengurangi masalah sampah?

B. Gagasan Kreatif

Suatu pemikiran muncul ketika mikroorganisme dari serasah daun bambu


tersebut dapat dikembangkan dan digunakan sebagai dekomposer sampah
organik menjadi pupuk organik yang dapat berguna untuk pertanian.
Pengembangan mikroorganisme pada serasah daun bambu ini dilakukan
karena selama ini masih sedikit orang mengetahui keberadaan
mikroorganisme tersebut serta kegunaannya untuk daur ulang sampah
organik.

Pemanfaatan mikroorganisme pada serasah daun bambu tersebut sangat


bermanfaat jika diterapkan pada sampah organik yang selama ini menjadi
permasalahan. Mikroorganisme pada serasah daun bambu dapa digunakan
sebagai biodekomposer dan aktifator untuk mempercepat pengomposan.
Serasah daun bambu mengandung bakteri Lactobacillus sp, Saccharomyces
cerreviseae dan jamur Aspergillus sp sebagai biodekomposer sampah organik.
Kumpulan bakteri dan jamur pada serasah daun bambu ini dapat disebut
sebagai effective mikroorganisme bambu (EMB). Keberadaan bakteri dan
jamur tersebut dapat diketahui ketika melakukan percobaan dengan
menggunakan bola nasi yang ditutupi oleh serasah daun bambu. Nasi tersebut
berfungsi sebagai makanan, tempat berkembangnya bakteri dan tempat
tumbuhnya miselium dari jamur (OISCA, 1995).

C. Tujuan Penulisan

Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Pemanfaatan mikroorganisme pada serasah daun bambu sebagai


biodekomposer sampah organik.
2. Seberapa besar pengaruh mikroorganisme tersebut dalam mengurangi
masalah sampah.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah:

1. Memberikan informasi ilmiah tentang pemanfaatan mikroorganisme pada


serasah daun bambu sebagai biodekomposer sampah organik.
2. Memberikan alternatif solusi dalam mengurangi masalah sampah.
3. Memberikan informasi manfaat mikroorganisme pada serasah daun bambu
di bidang pertanian.
II. TELAAH PUSTAKA

A. Telaah Sampah

Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk
maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau
bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak
atau buangan”. (Kamus Istilah Lingkungan, 1994). “Sampah adalah suatu
bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun
proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.” (Istilah Lingkungan untuk
Manajemen, Ecolink, 1996). “Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi,
dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula”. (Tandjung, 1982) “Sampah
adalah sumberdaya yang tidak siap pakai.” (Radyastuti, 1996).

Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan sebagai:

1. Sampah Organik
Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan
yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan
atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami.
Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk
sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit
buah, dan daun. Sampah organik mengandung senyawa organik atau
tersusun atas unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sedikit fosfat.
Sampah organik terdiri dari daun-daunan, sayur-sayuran dan buah-buahan
serta sampah dari bekas makanan (Admin, 2008).

2. Sampah Anorganik
Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti
mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini
tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik
secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya
hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada
tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan
kaleng (Ardan Sirodjuddin, 2008).

Sampah organik dapat diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat seperti kompos
yang akan berguna dalam memelihara kesuburan tanah, menambah lapisan
humus tanah, mengikat tanah dan sebagai pasokan hara atau nutrisi bagi
tanaman di sekitar lingkungan sendiri seperti taman di perumahan, hotel dan
restoran. Kompos dapat juga dijual ke petani, atau konsinyasi ke pedagang
tanaman hias sepanjang jalan di perkotaan, pemilik taman, kalangan hobies
tanaman dan bunga serta pengusaha perkebunan ( Saleh A Ibrahim, 2008).

B. Telaah Bambu

Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas, berbuku-


buku, berongga, mempunyai cabang; berimpang dan mempunyai daun buluh
yang menonjol (lampiran 3) .

Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Keluarga : Poaceae
Sub keluarga : Bambusoideae
Super tribus : Bambusodae
Tribus : Bambuseae
Kunth ex Dumort.

Bambu (Buluh, aur, eru) adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang


mempunyai batang berongga dan beruas-ruas, banyak sekali jenisnya dan
banyak juga memberikan manfaat pada manusia (Wikipedia, 2009b).

Bambu merupakan tanaman yang memiliki kekhasanan tersendiri. Secara


morfologi, bambu memiliki rimpang dengan 2 tipe, yaitu pakimorf dan
leptomorf. Tipe pakimorf mempunuyai ruas yang pendek dengan ujung tumbuh
terus dan menjadi buluh, sedangkan tipe leptomorf mempunyai rimpan yang
panjang dan ramping, biasanya cekung dan ujungnya meluas dan tumbuh
horizontal. Buluh dari bambu ini berbentuk silinder, beruas-ruas, berongga,
berdinding keras, dan terdapat tunas, berdiameter 20 cm. Daun bambu ini
muncul dari selubung buluh yang terdiri dari tangkai dan helaian daun, daun
bambu ini termasuk daun yang keras (Prosea, 1996).

Serasah daun bambu adalah daun bambu yang sudah tua dan gugur ke tanah.
Dalam waktu lama serasah ini akan terdekomposisi menjadi tanah kembali oleh
mikroorganisme pengurai.

C. Telaah Mikroorganisme

Jamur Aspergillus

Menurut Wordpress (Lampiran 4) (2008), klasifikasi dari Aspergillus sp,


adalah:

Superkingdom : Eukaryota
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Pezizomycotina
Class : Eurotiomycetes
Order : Eurotiales
Family : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus

Jamur ini ada yang hidup sebagai saprofit atau parasit. Jamur yang hidup
parasit dapat menimbulkan penyakit pada manusia, hewan, dan tumbuhan.
Penyakit yang disebabkan oleh Aspergillus sp disebut aspergilosis. Jamur ini
dapat tumbuh di daerah yang beriklim subtropis dan tropis. Bila dalam keadaan
lembab, maka dapat hidup pada makanan, pakaian, buku, dan kayu. Koloni
jamur ini biasanya berwarna hitam, abu-abu, kuning hingga coklat.

Jenis jamur yang berbahaya dan merugikan adalah Aspergillus flavus yang
menghasilkan racun aflatoksin. Racun ini dapat menyebabkan kematian pada
manusia atau ternak. Bahkan, racun jamur banyak disebut-sebut sebagai
penyebab penyakit kanker. Sebaliknya, ada juga jenis jamur yang dimanfaatkan
untuk meramu makanan seperti dalam pembuatan tape dan sake (minuman
khas Jepang),yaitu Aspergillus oryzae, sedangkan Aspergillus wentii
dimanfaatkan dalam pembuatan kecap dan tauco ( Anonim, 2009 ).

Aspergillus sp berperan sebagai pelarut unsur P, miroba ini akan melepas


ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Mikroba ini
selain berkemampuan tinggi untuk melarutkan P, tetapi juga umumnya dapat
melarutkan unsure K di dalam tanah (Isroi, 2008). Aspergillus sp juga berperan
dalam mengurai bahan organik dan mengubahnya menjadi alkohol, ester, dan
zat antimikroba, serta dapat menghilangkan bau (Setyo dan Nurhidayat 2008).

Bakteri Lactobacillus

Berdasarkan Wikipedia (Lampiran 5) (2009), klasifikasi bakteri lactobacillus


sp adalah:

Kingdom : Bacterium
Divisi : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Lactobacillales
Family : Lactobacillaceae
Genus : Lactobacillus

Bakteri ini berjasa dalam membantu mempercepat perombakan bahan organik


(seperti lignin dan selulosa). Selain itu, dapat menekan pertumbuhan
mikroorganisme jahat yang biasanya muncul dari pembusukan bahan organik.
Jadi, bakteri ini membantu membuat proses fermentasi di dalam kotak kompos
menjadi lebih "sehat" dan lebih cepat (yaitudeh, 2007).

Bakteri Saccharomyces

Menurut Wikipedia (Lampiran 6) (2009c), klasifikasi dari bakteri


Saccharomyces cerevisiae, yaitu:

Superkingdom : Eukaryota
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Saccharomycotina
Class : Saccharomycetes
Order : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Spesies : Saccharomyces cerevisiae

Sel memiliki ukuran yang bervariasi. Sel vegetatif yang berbentuk bulat.
Reproduksi dapat dengan pembelahan tunas, pembelahan sel, pertunasan sel,
atau dengan pembentukan spora aseksual yakni blastospora, khlamidospora,
arthospora. Saccharomyces bereproduksi dengan cara pertunasan, tempat
melekatnya tunas pada induk sel sedemikian kecilnya, sehingga seolah-olah
tidak terbentuk septa, karena septa yang terbentuk sangat kecil tidak dapat
terlihat dengan mikroskop biasa ( Hendra eka puspita, 2008).

Ciri umum Saccharomyces sp (ragi) tidak mempunyai hifa dan tubuh buah.
Jenis ragi yang dimanfaatkan untuk pem-buatan tape atau pengembang adonan
roti adalah Saccharo-myces cerevisiae. Jamur ini dapat memfermentasi glukosa
menjadi alkohol dan karbon dioksida. Reaksi kimianya adalah sebagai berikut.

C6H12O6 --> 2C2H5OH + 2CO2 + energi

(gkukosa) (alkohol)

Alkohol akan menguap habis ketika roti dibakar. Saccharomyces cerevisiae


yang dimanfaatkan dalam minuman beralkohol baru berhenti tumbuh
(berkembang biak) pada kadar alkohol mencapai 14-17%. (Anonim, 2009).
III. METODE PENULISAN

A. Objek Penulisan

Objek penulisan karya tulis ini adalah pemanfaatan mikroba dari serasah daun
bambu sebagai dekomposer pada sampah organik yang di ubah menjadi
kompos dalam upaya mengurangi permasalahan sampah.

B. Dasar Penulisan Objek

Objek penulisan tersebut didasarkan pada:

1. Semakin meningkatnya permasalahan sampah sebagai akibat kebutuhan


manusia yang semakin banyak dan tempat pembuangan sampah yang sedikit.
2. Sampah menjadi permasalahan besar yang dapat merusak lingkungan dan
terganggunya lingkungan yang sehat.

C. Waktu, Tempat dan Cara Kerja

Penulisan karya tulis ini dilaksanakan pada bulan Maret bertempat di kampus
Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto. Studi pustaka dilakukan di Pusat
Informasi Ilmiah Fakultas Pertanian, UPT Perpustakaan Pusat Unsoed
Purwokerto dan Internet.
Cara kerja penulisan adalah:

1. Persiapan penulisan yang meliputi pencarian tema, persiapan sarana dan


prasarana penulisan.
2. Pelaksanaan penulisan yang meliputi pencarian data dan fakta pendukung
karya tulis, pemilahan data, selanjutnya dilakukan analisis data. Penulisan
karya tulis ini berpedoman pada Program Kreatifitas Mahasiswa
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 2009.
3. Tahap akhir penulisan, yang meliputi perbaikan dan pengkajian ulang
terhadap materi tulisan.

D. Jenis Data

Data yang digunakan adalah data sekunder, yang bersumber dari jurnal ilmiah,
buku teks, artikel dan referensi pendukung yang lain.

E. Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari jurnal ilmiah, buku teks, artikel dan referensi
pendukung yang lain, untuk membahas alternatif pemecahan masalah.

F. Metode Penulisan

Metode yang dipakai adalah deskriptif, yaitu;

1. Mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada.


2. Menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung.
3. Mencari alternatif pemecahan masalah.

G. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ini mengacu pada Pedoman Penulisan


Program Kreatifitas Mahasiswa Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 2009.
IV. ANALISIS SINTESIS

A. Analisis Permasalahan

Kelebihan Mikroorganisme Serasah Daun Bambu

Mikroorganisme pada serasah daun bambu dapat dikembangkan sebagai


biodekomposer dari sampah organik. Mikroorganisme tersebut adalah
Saccharomyces cerrevisiae dan Lactobacillus sp serta jamur Aspergillus sp.
Mikroorganisme tersebut dapat mengurai sampah organik menjadi pupuk
organik yang dapat menyuburkan tanah. Pupuk ini hanya membutuhkan
waktu seminggu dalam pembuatannya karena mikroba ini mampu
memfermentasikan bahan organik dalam waktu cepat dan menghasilkan
senyawa organik, seperti protein, gula, asam laktat, asam amino, alkohol, dan
vitamin. ( Pikiran Rakyat, 2008).

Mikroorganisme tersebut mempunyai keunggulan masing – masing dalam


mengurai sampah organik maupun perannya untuk menyuburkan tanah.
Menurut Setyo dan Nurhidayat (2008), keunggulan dari mikroorganisme ini
adalah:

1. Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus sp)

a. Menghasilkan asam laktat dari gula

b. Menekan pertumbuhan jamur yang merugikan, seperti Fusarium sp.


c. Mempercepat penguraian bahan – bahan organik.

2. Saccharomyces cerrevisiae

a. Membentuk zat anti bakteri

b. Meningkatkan jumlah sel akar dan perkembangan akar.

3. Jamur Fermentasi (Aspergillus sp)

a. Menguraikan bahan organik (selulosa, karbohidrat) dan mengubahnya


menjadi alkohol, ester, dan antimikroba.

b. Dapat menghilangkan bau.

Perkembangbiakan mikroorganisme ini relatif mudah dilakukan merupakan


potensi untuk memanfaatkan organisme pada serasah daun bambu di
Indonesia secara optimal. Mikroorganisme pada serasah daun bambu juga
dapat dikomersilkan menjadi pupuk cair maupun kompos yang tentu dapat
menyuburkan tanah dan meningkatkan produktifitas komoditas pertanian
Indonesia. Perkembangbiakan mikroorganisme ini dapat dilakukan dengan
melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Nasi sebanyak 500 gram dibentuk bola menjadi bulatan sebesar kepalan
tangan.
2. Nasi tersebut diletakkan pada kotak dengan alas tanah dari bawah pohon
bambu dan ditutupi oleh serasah daun bambu sampai tertutup semuanya.
3. Nasi yang telah ditutupi oleh seresah itu didiamkan selama 3 hari sampai
nasi tersebut ditumbuhi jamur dan mempunyai bau yang khas mirip tape.
4. Nasi yang sudah ditumbuhi jamur dimasukkan ke dalam toples.
5. Toples yang berisi nasi yang sudah difermentasikan diberikan molase agar
mikroorganisme di dalam nasi dapat berkembang.
6. Toples tersebut didiamkan selama 6 - 7 hari
7. Indukan siap dipakai.
Indukan ini merupakan aktifator dalam mendekomposisi sampah organik.
Jika akan digunakan untuk bahan organik dalam jumlah banyak, indukan ini
dapat diperbanyak dengan menggunakan air dengan perbandingan 1: 20 yang
artinya 1 bola nasi yang berisi mikroorganisme dapat dilarutkan dengan air
sebanyak 20 liter.

EMB cair

Bahan yang dibutuhkan yaitu indukan EMB 500 gram, molase 150 cc/300
gram gula merah dan air 10 liter.
Cara pembuatannya yaitu:

1. Bahan-bahan langsung dicampurkan dan dimasukkan ke dalam wadah


tertutup/botol
2. Diamkan selama 6-9 hari (OISCA, 1996).

Aplikasi Pada Sampah Organik

1. Sampah organik dipotong – potong sampai menjadi kecil supaya


memudahkan mikroorganisme bambu dalam mendekomposisi bahan
organik tersebut.

2. EMB cair dimasukkan pada sampah organik yang telah dipotong – potong
dan mencampurnya sampai merata.

3. Campuran tersebut ditutup supaya udara tidak ada yang masuk.

4. Campuran tersebut dilakukan pembalikan sebanyak dua kali setiap hari


dalam satu minggu.

5. Kompos siap dipakai.

Pengomposan didefinisikan sebagai suatu proses dekomposisi (penguraian)


secara biologis dari senyawa-senyawa organik yang terjadi karena adanya
kegiatan mikroorganisme yang bekerja pada suhu tertentu. Pengomposan
merupakan salah satu metoda pengelolaan sampah organik menjadi material
baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.
Pengomposan dengan bahan baku sampah domestik merupakan teknologi
yang ramah lingkungan, sederhana dan menghasilkan produk akhir yang
sangat berguna bagi kesuburan tanah atau tanah penutup bagi landfill
( Anonim, 2009b).

Mekanisme Pengomposan

Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu
tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen
dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan
oleh mikroorganisme serasah daun bambu. Suhu tumpukan kompos akan
meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH
kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap
tinggi selama waktu tertentu. Pada suhu ini biasanya dilakukan pembalikan
sampah organik, supaya mikroorganismenya tidak mati dan dapat terus
mengurai sampah. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik
yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan
oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas.
Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur
mengalami penurunan (Lampiran 7). Pada saat ini terjadi pematangan kompos
tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses
pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan.
Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan
(Lampiran 8) (Wikipedia, 2008c).

Pengomposan dengan sampah perkotaan sebagai bahan baku mempunyai


banyak keuntungan dan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Membantu meringankan beban pengelolaan sampah perkotaan.


Komposisi sampah di Indonesia sebagian besar terdiri atas sampah organik,
sekitar 50% sampai 60% dapat dikomposkan. Apabila hal ini dapat
direalisasikan sudah tentu dapat membantu dalam pengelolaan sampah di
perkotaan, yaitu :
a. Meningkatkan efisiensi biaya pengangkutan sampah, disebabkan
jumlah sampah yang diangkut ke TPA semakin berkurang.
b. Meningkatkan efisiensi biaya pengangkutan sampah, disebabkan
jumlah sampah yang diangkut ke TPA semakin berkurang karena
berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dengan melakukan
kegiatan composting sampah organik yang komposisinya mencapai
70%, dapat direduksi hingga mencapai 25% (Dephut, 2009).
c.Meningkatkan kondisi sanitasi di perkotaan.
Semakin banyak sampah yang dibuat kompos, diharapkan semakin
sedikit pula masalah kesehatan lingkungan masyarakat yang timbul.
Dalam proses pengomposan, panas yang dihasilkan dapat mencapai
600C, sehingga kondisi ini dapat memusnahkan mikroorganisme
patogen yang terdapat dalam masa sampah.
2. Dari segi sosial kemasyarakatan, pengomposan dapat meningkatkan
peranserta masyarakat dalam pengelolaan sampah kota dan meningkatkan
pendapatan keluarga.
3. Pengomposan berpotensi mengurangi pencemaran lingkungan
perkotaan, karena jumlah sampah yang dibakar atau dibuang ke sungai
menjadi berkurang. Selain itu aplikasi kompos pada lahan pertanian berarti
mencegah pencemaran karena berkurangnya kebutuhan pemakaian pupuk
buatan dan obat-obatan yang berlebihan.
4. Membantu melestarikan sumber daya alam. Pemakaian kompos pada
perkebunan akan meningkatkan kemampuan lahan kebun dalam menahan
air, sehingga lebih menghemat kandungan air. Selain itu pemakaian humus
sebagai media tanaman dapat digantikan oleh kompos, sehingga
eksploatasi humus hutan dapat dicegah.
5. Pengomposan juga berarti menghasilkan sumberdaya baru dari
sampah, yaitu kompos, yang kaya akan unsur hara mikro.
B. Simpulan dan Saran

1. Simpulan

i. Mikroorganisme pada serasah daun bambu dapat bermanfaat


sebagai biodekomposer sampah organik menjadi pupuk kompos yang
kaya akan unsur hara dan berguna menyuburkan tanah.

ii. Pemanfaatan mikroorganisme serasah daun bambu dapat


membantu mengurangi masalah sampah di daerah perkotaan, karena
mikroorganisme ini terbukti dapat mendekomposisi sampah organik
sehingga sampah organik dapat tereduksi akibat interaksi
mikroorganisme tersebut.

2. Saran

i. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai jenis mikroorganisme pada serasah


daun bambu.
ii. Masyarakat supaya cermat dalam mengolah sampah supaya tidak aka
nada dampak yang tidak diignginkan dimasa yang akan datang.

V.
DAFTAR PUSTAKA

Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan


Indonesia, Bogor.

http://plhspensa.blogspot.com/2007/09/penanganan-
sampah.htmlhttp://plhspensa.blogspot.com/2007/09/penanganan-sampah.html

Oleh : Suci Rahayu *)

Penulis: Pemerhati Lingkungan , tinggal di Bandung

WALHI YOGYAKARTA, ALTERNATIF PENGELOLAAN SAMPAH

Daur Ulang, Alternatif Pengelolaan Sampah


Oleh admin
Senin, 14 Juli 2008 09:00:37
MENGOLAH SAMPAH UNTUK PUPUK DAN PESTISIDA ORGANIK.
SETYO PURWENDRO DAN NURHIDAYAT. 2008

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5_1_0604/isi_4.
htm

(http://isroi.wordpress.com/2008/02/25/aplikasi-trichoderma-harzianum-dan-
aspergillus-sp-pada-tanaman/#more-61)

PUSTEKKOM© 2005

http://balittro.litbang.deptan.go.id/pdf/edisikhusus/2007_01/edisi_khusus_2007_0
1_06.pdf. (agus nurhayat)

is r o i . o r g

http://id.wikipedia.org/wiki/Bambu

( Saleh A Ibrahim, 2008).( bio-phoskko®-bio-composter-me-1000-rotary-


klin-2.html)

http://72.14.235.132/search?
q=cache:LVNjUxVi2usJ:mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/poenya-
marvel.pdf+aspergillus+morfologi&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/mikrobiologi/morfologi-
mikrob-morfologi-mikroskopis-dan-makroskopis-jamur hendra_eka_puspita,
2008

( 118.98.216.59/subdom/modul/bahan/sma_bio_jamur_2008/bab2_B.htm ).

http://www.google.co.id/search?
hl=id&q=peran+mikroorganisme+dalam+pengomposan&btnG=Telusuri+dengan
+Google&meta=&aq=o&oq=
LAMPIRAN

Lampiran 1

Tabel : Komponen Sampah Kota di Indonesia (% Berat Basah)

Sumber : Data Statistik Lingkungan Hidup,1992


LAMPIRAN 2

Grafik : Timbulan Sampah di Bandung Raya

Sumber : LPPM ITB, 2005

Lampiran 3
Gambar 2. Bambu.
Lampiran 4
Gambar 1. Aspergillus sp dengan konidium

Lampiran 5

Gambar 3. Lactobacillus sp.


Lampiran 6

Gambar 2. Saccharomyces

Lampiran 7
Gambar profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan
Lampiran 8
Gambar proses pengomposan (Wikipedia, 2008c)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis I

1. Nama Lengkap : Ryan Firman Syah


2. NIM : A1I007004
3. Tempat, Tgl Lahir : Kuningan, 31 Maret 1989
4. Agama : Islam
5. Karya Ilmiah : Pemanfaatan Mikroorganisme pada Serasah
Daun
Bambu sebagai Biodekomposer Sampah
Organik dalam Upaya Mengurangi Masalah
Sampah

6. Pertemuan Ilmiah :
a. Kajian Ilmiah Prospek Hortikultura di Era Globalisasi 2008
b. Workshop Food Combining “Food For Life Style” 2008
c. Pelatihan Karya Tulis Mahasiswa Fakultas PertanianUniversitas
Jenderal Soedirman 2008
d. Pelatihan Keterampilan Manajerial Mahasiswa Tingkat (LKMM-
TD) Fakultas Pertanian Unsoed 2007
e. Seminar Kewirausahaan Fakultas Peternakan Unsoed 2008
f. Pelatihan Kewirausahaan Menghadapi Dunia Kerja oleh Biro
Administrasi Kemahasiswaan Universitas Jenderal Soedirman 2009
g. Seminar Nasional Pangan Halal “Kondisi, Prospek dan Regulasi
Pangan Halal Indonesia” 2008
7. Keorganisasian :
a. Talent and Development Departement Student English Group of
Agriculture periode 2008-2009
b. Lembaga Semi Otonom Pangan Halal GAMAIS periode 2008-
2009
c. Divisi Kekeluargaan HIMADIWA periode 2007-2008
d. Koordinator Divisi Pendidikan HIMADIWA periode 2008-2009
Penulis II

1. Nama : Sri Novianti


2. NIM : A!I007017
3. Tempat, Tgl Lahir : Bogor, 2 November 1989
4. Agama : Islam
5. Karya Ilmiah : Pemanfaatan Mikroorganisme pada Serasah
Daun
Bambu sebagai Biodekomposer Sampah
Organik dalam Upaya Mengurangi Masalah
Sampah

6. Pertemuan Ilmiah :
a. Kajian Ilmiah Prospek Hortikultura di Era Globalisasi 2008
b. Workshop Food Combining “Food For Life Style” 2008
c. Pelatihan Kewirausahaan Menghadapi Dunia Kerja oleh Biro
Administrasi Kemahasiswaan Universitas Jenderal Soedirman 2009
d. Pelatihan Kepemimpinan dan Manajerial Organisasi “PAMOR”
2008
e. Seminardan Lokakarya Nasional “Peran Perbankan Dalam
Mewujudkan Kedaulatan Pangan 2007”
7. Keorganisasian :
a. Bidang Intern HMPS Horti periode 2008-2009
b. Bidang Pengembangan Bisnis UKM “BIWARA” 2008-2009

You might also like