You are on page 1of 26

Presentasi Kasus

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

Oleh :
Aprilia Ramandani Jamin
Julianti Mulya Utami
Zulfa Vinanta

Pembimbing : dr. Yahya, Sp.P

Kepaniteraan Klinik Paru


Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Rumah Sakit Bhayangkara tk. I R.S. Soekanto- Jakarta

BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medik

: 79 36 - 47

Nama

: Ny. E

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 67 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Kamp Dalam Cawang

Pendidikan terkahir

: SD

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status Pernikahan

: Janda

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 18 Januari 2015
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak napas semakin memberat sejak 1 hari SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS POLRI dengan keluhan sesak napas yang semakin berat
sejak 1 hari SMRS. Sesak sudah dirasakan oleh pasien sejak 1 minggu SMRS. Sesak
napas memberat pada saat beraktivitas seperti berjalan >10 meter. Sesak napas ini
dirasakan menetap sepanjang hari. Sesak napas tidak dipengaruhi cuaca dan posisi. Sesak
dirasakan semakin hari semakin memberat. Terkadang pasien mendengar bunyi ngik
saat bernafas.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak terus-menerus selama 2 bulan dan
bertambah berat. Batuk berdahak dengan dahak berwarna putih dan lengket susah
dikeluarkan tetapi tidak disertai darah. Batuk sering berulang. Cepat lelah dan penurunan
nafsu makan diakui pasien namun menyangkal adanya penurunan berat badan atau baju
yang terasa lebih longgar. Keringat berlebih pada malam hari (-). Pasien mengalami mual
namun tidak muntah. BAK dan BAB normal. Keluhan demam, pusing, nyeri tengkuk,
nyeri perut, dan nyeri dada saat bernapas disangkal.
Saat ini pasien merasakan keluhan sesaknya semakin berkurang. Pasien merasakan
lemas. Keluhan lain disangkal. Pasien sebelumnya tidak pernah berobat kedokter
1

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat minum OAT (-).


Riwayat asma (-).
Riwayat hipertensi, diabetes melitus, alergi, penyakit hati, jantung dan penyakit
kronik lainnya disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang mengalami keluhan sesak ataupun batuk lama seperti pasien di
keluarga. Riwayat penyakit jantung, hati, asma, hipertensi, diabetes melitus, alergi
disangkal.
e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien memiliki riwayat kebiasaan memasak menggunakan kayu bakar krtika
muda. Pasien tidak memiliki riwayat kebiasaan merokok, namun pasien mengaku sering
terkena pajanan asap rokok karena anak pasien sering merokok didalam rumah ( tidak ada
ventilasi). Riwayat narkoba dan alkohol disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik di ruangan tanggal 18 Jauari 2016.
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Kompos mentis
Tanda vital
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernapasan
: 24 x/menit
Suhu
: 36,5c
Kepala
Mata

Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorok
Leher

: Normosefal, rambut putih dan hitam, distribusi merata,


tidak mudah dicabut.
: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor +/+, refleks cahaya langsung +/+, refleks
cahaya tak langsung +/+, pandangan kabur (-/-),
berkunang-kunang (-).
: Normotia +/+, nyeri tekan tragus-/- , serumen-/: Deviasi septum -/-, sekret -/-, konka hiperemis -/: Mukosa basah
: Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
: Trakea lurus ditengah, tidak teraba pembesaran tiroid,
KGB tidak teraba membesar.

Thoraks Depan :
Paru

Inspeksi

:
2

Bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis,
pelebaran sela iga, penggunaan otot bantu pernapasan
Barrel chest (+)

Palpasi
:
Vokal fremitus simetris kanan dan kiri, tidak terdapat nyeri tekan,
krepitasi (-)
Perkusi
:
Sonor di kedua lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi :
Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-, ekspirasi memanjang.

Jantung

Inspeksi
:
Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
:
Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi
:
Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V clavicula sinistra
Pinggang jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi
:
BJ I & II reg, Gallop (-/-), Murmur (-/-)

ThoraksBelakang :
Paru

Abdomen

Inspeksi
:
Bentuk dada normal, bekas luka (-), benjolan (-), pergerakan dada simetris
saat statis dan dinamis, pelebaran sela iga, penggunaan otot bantu
pernapasan Barrel chest (+)
Palpasi
:
Vokal fremitus simetris kanan dan kiri, tidak terdapat nyeri tekan, krepitasi
(-)
Perkusi
:
Sonor di kedua lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi
:
Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki /-, ekspirasi memanjang.

Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: Datar, lemas, dinding perut sejajar dinding dada.


: Supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba.
: Timpani, shifting dulness (-)
3


Ekstremitas

Auskultasi
: Bising usus (+) normal.
: Akral hangat, edema (-), CTR < 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium
Pemeriksaan

Nilai rujukan

Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit

13-16

Leukosit

40 48

Trombosit

5,0 10,0

LED

150 400
Mm/jam

< 20

Fungsi Hati
SGOT
SGPT

< 31
< 31

Fungsi Ginjal
Ureum darah
Kreatinin darah

10 50
0,5 1,3

GDS
<200

BTA 3x
BTA Sewaktu

Negative

BTA Pagi

Negative

BTA Sewaktu

Negative

Negative
Negative
Negative

B. Pemeriksaan rontgen thoraks

Kualitas foto : Baik


1. Prosesus spinosus berjumlah lebih dari empat
2. Inpirasi dalam (Costae >6)
Tulang dan jaringan lunak dalam batas normal
Sinus costofrenikus tajam
Diafragma dalam batas normal
Corakan bronkovaskular meningkat
CTR >50%, calcifikasi arcus aorta
Fibrosis pada lapang kanan paru

V. RESUME
Ny. E, 67 tahun, sesak napas sejak 1 minggu SMRS. Sesak napas memberat pada
saat beraktivitas, menetap sepanjang hari. Sesak tidak dipengaruhi cuaca. Sesak dirasakan
semakin memberat.Pasien tidak bisa tidur.Batuk berdahak terus-terusan dan bertambah
berat.Batuk darah (-). Keringat berlebih pada malam hari (-).Penurunan BB (-).Mual (+),
muntah (-), cepat lelah, dan nafsu makan yang menurun. Pasien memiliki riwayat
memasak menggunakan kayu bakar ketika muda dan sering terpajan asap rokok. Riwayat
minum OAT (-), riwayat asma (-).
Pada PF didapatkan pelebaran sela iga, penggunaan otot bantu pernapasan, beserta
ekspirasi yang memanjang.Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil anemia.
Pemeriksaan radiologi corakan bronkovaskular meningkat, CTR > 50%, fibrosis pada
lapang paru kanan.
VI. DIAGNOSIS
a. Diagnosis Kerja
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
b. Diagnosis Banding
Asma
VII. RENCANA TATA LAKSANA
Terapi O2 3 lpm
IVFD RL 20 tpm makro IV
Injeksi Cefotaxime 3x1gr IV
5

Injeksi Rantin 2 x 1amp IV


Parasetamol 3x 500mg PO (K/P)
Propepsa syr 3 x II C PO
Asetyl sistein 3X I tab PO

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN :


Spirometri
Uji latih kardiopulmoner (sepeda statis, treadmill, uji jalan 6 menit lebih rendah dari
normal)
Analisa gas darah
EKG
IX. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik


2.1.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversible, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang berbahaya disertai efek ekstraparu yang
berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.1
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya 2 tahun berturutturut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema adalah kelainan
anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal disertai kerusakan dinding alveoli.2
2.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2002, bahwa PPOK
menempati urutan ke 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.1
Prevalensi PPOK tahun 2000 di Amerika dan Eropa berkisar 5% - 9%
pada individu usia >45 tahun. Sedangkan prevalensi di Asia Pasifik rata-rata
6,3%, yang terendah 3,5% di Hongkong dan Singapura dan tertinggi di 6,7% di
Vietnam.3
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM &PL di
5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK
menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%), diikuti asma
bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).4
2.1.3 Faktor Risiko
a. Asap rokok
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang terpenting,
jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Asap rokok mempunyai
prevalens yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru.
Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1.
Angka kematian pada perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan
dengan bukan perokok. Perokok dengan pipa dan cerutu mempunyai morbiditas

dan mortalitas lebih tinggi dibandingkan bukan perokok, tetapi masih lebih rendah
jika dibandingkan dengan perokok sigaret. Tipe lain dari jenis rokok yang populer
di berbagai negara tidak dilaporkan. Risiko PPOK pada perokok tergantung dari
dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun, dan
lamanya merokok. Tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara
klinis, karena dipengaruhi oleh faktor risiko genetik setiap individu. Perokok pasif
atau environmental tobacco smoke (ETS) dapat juga memberi kontribusi
terjadinya gejala respirasi dan PPOK, karena terjadi peningkatan jumlah inhalasi
partikel dan gas. Merokok selama kehamilan dapat berisiko terhadap janin,
mempengaruhi tumbuh kembang paru di uterus dan dapat menurunkan sistem
imun awal.1
1. Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam
tahun :
Ringan : 0 199
Sedang : 200- 599
Berat : >600
b. Polusi udara
Polusi udara terbagi menjadi :
1. Polusi di dalam ruangan
Asap rokok
Asap kompor
Polusi di dalam ruangan memberikan risiko lebih besar terjadinya
PPOK dibandingkan dengan polusi sulfat atau gas buang kendaraan.
Bahan bakar biomass yang digunakan untuk memasak sehingga
meningkatkan prevalens di Asia dan Afrika. Polusi di dalam ruangan
diperkirakan akan membunuh 2 juta perempuan dan anak-anak setiap
tahunnya.1
2. Polusi di luar ruangan
Gas buang kendaraan bermotor
Debu jalanan
Mekanisme polusi di luar ruangan seperti polutan di atmosfer dalam
waktu lama sebagai penyebab PPOK belum jelas, tetapi lebih kecil
prevalensinnya jika dibandingkan dengan asap rokok. Efek relatif jangka
pendek, puncak pajanan tertinggi dalam waktu lama, dan pajanan tingkat
rendah adalah pertanyaan yang harus di cari jawabannya.1
3. Polusi di tempat kerja
Bahan kimia
Zat iritasi
Gas beracun
8

c. Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen
timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan endogen dari
polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat elektron
mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme seluler signaling pathway. Sel
paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang berkembang secara sistem
enzimatik atau non enzimatik. Ketika keseimbangan antara oksidan dan
antioksidan berubah bentuk, misalnya ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan
akan menimbulkan stress oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek
kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal
inflamasi paru. Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan
memegang peranan penting pada PPOK.1
d. Infeksi saluran napas bawah berulang
infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas
PPOK. Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara
bermakna menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan
menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi pada saat
dewasa. Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab
keadaan ini. Karena seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai penyebab
dasar timbulnya hiperesponsif jalan napas yang merupakan faktor risiko pada
PPOK. Kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian emfisema. Riwayat
infeksi tuberkolosis berhubungan dengan obstruksi jalan napas pada usia lebih
dari 40 tahun.1
e. Sosial Ekonomi
Pajanan polusi didalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat, nutrisi
yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan status sosial ekonomi kemungkinan
dapat menjelaskan hal ini. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat
menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan massa otot
dan kekuatan serabut otot. Kelaparan dan status anabolik/katabolik berkembang
menjadi emfisema pada percobaan binatang. CT scan paru perempuan dengan
kekurangan nutrisi akibat anoreksia nervosa menunjukkan gambar emfisema.1
e. Tumbuh kembang paru
pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan,
kelahiran, dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru
seseorang adalah risiko untuk terjadinya PPOK. Studi menyatakan bahwa berat
lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.1
f. Asma
menurut The Tucson Epidemiological Study didapatkan bahwa orang
dengan asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK daripada bukan asma
meskipun telah berhenti merokok. Peneltian 20% dari asma akan berkembang
menjadi PPOK dengan ditemukannya obstruksi jalan napas ireversible.1
g. Gen
faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan -1
antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling

sering dijumpai pada individu yang berasal dari Eropa utara. Ditemukan pada usia
muda dengan kelainan emfisema panlobular dengan penurunan fungsi paru yang
terjadi baik pada perokok atau bukan perokok dengan kekurangan -1 antitrypsin
yang berat. Banyak variasi individu dalam hal beratnya emfisema dan penurunan
fungsi paru. Meskipun kekurangan -1 antitrypsin yang hanya sebagian kecil dari
populasi di dunia, hal ini menggambarkan interaksi antara gen dan pajanan
lingkungan yang menyebabkan PPOK. 1
Gambaran diatas menjelaskan bagaimana faktor risiko genetik
berkontribusi terhadap timbulnya PPOK. Risiko obstruksi aliran udara secara
genetik telah diteliti pada perokok yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik mempengaruhi kerentanan
timbulnya PPOK. Telah di identifikasi kromosom 2q7 terlibat dalam patogenesis
PPOK, termasuk TGF-1, mEPHX1, dan TNF. Gen gen diatas banyak yang belum
pasti kecuali kekurangan -1 antitrypsin.1
2.1.4 Patogenesis
Hubungan antara bronkitis kronis dan emfisema rumit, tetapi penggunaan
definisi yang tepat dapat menjadikan beberapa hal menjadi teratur. Sejak awal
perlu ditekankan bahwa definisi emfisema adalah definisi morfologik sedangkan
bronkitis kronis didefinisikan berdasarkan gambaran klinis seperti adanya batuk
kronis rekuren disertai pengeluaran mukus yang berlebihan. Meskipun bronkitis
kronis dapat timbul tanpa disertai emfisema yang nyata, sementara emfisema yang
hampir murni juga mungkin terjadi (terutama pada pasien dengan defisiensi
herediter -1 antitrypsin), kedua penyakit biasanya terjadi bersama-sama karena
mekanisme patogenik utama, merokok, umum ditemukan pada keduanya.5
Terjadinya kedua bentuk umum emfisema, sentriasinar dan panasinar
masih belum sepenuhnya dipahami. Emfisema terjadi akibat dua
ketidakseimbangan penting yaitu : ketidakseimbangan protease-antiprotease dan
ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan. Ketidakseimbangan ini hampir selalu
terjadi bersamaan, dan pada kenyataannya efek keduanya saling memperkuat
dalam menyebabkan kerusakan jaringan sebagai akibat akhir.5
Hipotesis ketidakseimbangan protease-antiprotease didasarkan pada
pengamatan bahwa pasien dengan defisiensi genetik antiprotease -1 antitrypsin
memperlihatkan kecendrungan besar mengalami emfisema paru yang diperparah
merokok. Sekitar 1% dari pasien emfisema menderita defisiensi ini. -1
antitrypsin yang secara normal terdapat dalam serum, cairan jaringan, dan
makrofag, merupakan inhibitor utama protease (terutama elastase) yang
dikeluarkan oleh netrofil sewaktu peradangan. Enzim tersebut dikode oleh gen
yang di ekspresikan secara kodominan di lokus inhibitor proteinase (Pi) pada
kromosom 14. Lokus Pi bersifat sangat polimorfik, dengan banyak alel yang
berlainan. Yang tersering adalah alel normal (M) dan fenotipnya PiMM.5
Dipostulasikan terjadi rangkaian berikut :5
1. Neutrofil (sumber utama protease sel) secara normal mengalami sekuestrasi di
kapiler perifer, termasuk paru, dan beberapa memperoleh akses ke rongga
alveolus.
2. setiap rangsangan yang meningkatkan, baik jumlah leukosit (netrofil dan
makrofag) diparu maupun pelepasan granula yang mengandung protease,
meningkatkan aktivitas proteolitik.

10

3. pada kadar -1 antitrypsin serum yang rendah, destruksi jaringan elastik


menjadi tidak terkendali dan timbul emfisema.
Oleh karena itu, emfisema dipandang sebagai efek destruktif peningkatan
aktivitas protease pada orang dengan aktivitas antitripsin yang rendah. Hipotesis
ini di dukung kuat oleh penelitian pada hewan percobaan yang penetesan enzim
proteolitik papainnya dan yang lebih penting, elastase neutrofil manusia
intratrakea menyebabkan degradasi elastin yang disertai dengan timbulnya
emfisema.5

Hipotesis ketidakseimbangan protease-antipreotease juga membantu


menjelaskan efek merokok dalam terjadinya emfisema, terutama bentuk
sentriasinar pada orang dengan kadar -1 antitrypsin yang normal.5
Pada perokok, neutrofil dan makrofag berkumpul di alveolus. Mekanisme
peradangan masih belum jelas, tetapi mungkin melibatkan efek kemoaktraktan
langsung dari nikotin serta efek spesies oksigen reaktif yang terdapat didalam asap
rokok. Hal ini mengaktifkan transkripsi nuclear factor (NF- ), yang
mengaktifkan gen untuk faktor nekrosis tumor (TNF) dan interleukin -8 (IL-8).
Hal ini kemudian menarik dan mengaktifkan neutrofil.5
Neutrofil yang berkumpul mengalami pengaktivan dan membebaskan granulnya
yang kaya akan beragam protease sel (elastase neutrofil, proteinase 3, dn katepsin
G) sehingga terjadi kerusakan jaringan.5
Merokok juga meningkatkan aktivitas elastase di makrofag, elastase makrofag
tidak dihambat oleh -1 antitrypsin, bahkan dapat secara proteolitis mencerna
antiprotease ini. Kini semakin banyak bukti bahwa selain elastase,
metaloproteinase matriks yang berasal dari makrofag dan netrofil juga berperan
pada kerusakan jaringan.5
Merokok juga mungkin berperan dalam memperpanjang ketidakseimbangan
oksidan-antioksidan. Dalam keadaan normal, paru mengandung sejumlah
antioksidan (superoksida dismutase, glutation) yang menekan kerusakan oksidatif
hingga tingkat minimum. Asap rokok mengandung banyak spesies oksigen reaktif
(radikal bebas), yang menghabiskan mekanisme antioksidan ini sehingga terjadi
kerusakan jaringan. Netrofil aktif juga menambah jumlah spesies oksigen reaktif
di alveolus. Akibat sekunder cedera oksidatif ini adalah inaktivasi antiprotease
yang terdapat dalam paru sehingga terjadi defisiensi -1 antitrypsin, bahkan
pasien yang tidak mengalami deffisiensi enzim.5

11

Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mukus, yang


dimulai di saluran napas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting adalah
merokok, polutan udara, seperti sulfur dioksida dan nitrogen dioksida. Berbagai
iritan ini memicu hipersekresi kelenjar mukosa bronkus, menyebabkan hipertrofi
kelenjar mukosa, dan menyebabkan pembentukan metaplastis sel goblet penghasil
musin di epitel permukaan bronkus. Selain itu zat tersebut juga menyebabkan
peradangan dengan infiltasi sel T CD8+, makrofag, dan neutrofil. Berbeda dengan
asm, pada bronkitis kronik eosinofil jarang ditemukan kecuali jika pasien
ditemukan bronkitis asmatik.5

2.1.5 Klasifikasi PPOK6


Gold 2010
Derajat

Klinis

Faat Paru

Gejala Klinis
(Batuk, produksi sputum

Normal

Derajat I :
PPOK
Ringan

Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada


tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering
tidak menyadari bahwa fungsi paru mulai menurun

VEP1 / KVP < 70%


VEP1 80% prediksi

Derajat II :
PPOK
Sedang

Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan


kadang ditemukan gejala batuk dan produksi
sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatannya

VEP1 / KVP <70%


50% < VEP1< 80% prediksi

Derajat III
PPOK
Berat

Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa


lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering dan
berdampak pada kualitas hidup pasien

VEP1 / KVP < 70%


30% < VEP1< 50% prediksi

Derajat IV
PPOK
Sangat berat

Gejala diatas ditambah tanda-tanda gagal napas


atau gagal jantung kanan dan ketergantungan
oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien
memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam
jiwa

VEP1 / KVP < 70%


VEP1< 30% prediksi atau
VEP1< 50% prediksi disertai
gagal napas kronik

2.1.6 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan
gejalaringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan
sampaiditemukan kelaianan yang jelas dan tanda inflasi paru. Gejala batuk
cenderungmeningkat bersifat kronik. Batuk bersifat hilang timbul dan mungkin
tidakberdahak. Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK.
Batukproduktif awalnya intermitten kemudian terjadi hampir tiap hari seiring
waktu.Sputum berwarna bening dan mukoid, namun dapat pula menjadi tebal,
kuning,bahkan kadang ditemukan darah selama terjadinya infeksi bakteri
respiratorik.1

12

Sesak bersifat progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannyawaktu).


Sesak napas bertambah berat setelah beraktivitas berat. Pada keadaanyang berat,
sesak napas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat
istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaranudara.1
Pada pemeriksaan fisik, PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.
Padainspeksi dapat ditemukan pursed-lips breathing, barrel chest, penggunaan
ototbantu nafas,hipertrofi otot bantu nafas, pelebaran sel iga, bila telah terjadi
gagaljantung kanan terlihat denyut vena jugularis dileher dan edema
tungkai,penampilan pink puffer atau blue bloater. Pada palpasi dapat
ditemukanfremitus melemah,sel iga melebar. Perkusi pada emfisema hipersonor
dan batasjantung mengecil, letak diapragma rendah,hepar terdorong ke bawah.
Padaauskultasi dapat ditemukan suara nafas vesikuler normal, atau
melemah,terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau ekspirasi
paksa, ekspirasi memanjang dan bunyi jantung terdengar jauh.1
2.1.7 Diagnosis1
Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan :
a. Gambaran klinis
1) Anamnesis
a) Keluhan
b) Riwayat penyakit
c) Faktor predisposisi
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan rutin
b) Pemeriksaan khusus
a. Gambaran Klinis
1) Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejalapernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badanlahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkunganasap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2) Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
a) Inspeksi:
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), yaknisikap
seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu danekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanismetubuh untuk mengeluarkan
retensi CO2 yang terjadi sebagaimekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadipada gagal napas kronik.
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversalsebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga

13

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan
edema tungkai.
- Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pink puffer merupakangambaran yang
khas pada emfisema, penderita kurus, kulitkemerahan dan pernapasan pursed
lips. Sedangkan blue bloateradalah gambaran khas pada bronkitis kronik,
penderita gemuksianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal
paru,sianosis sentral dan perifer.
b) Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
c) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letakdiafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah.
d) Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa ataupada ekspirasi
paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
b. Pemeriksaan Penunjang1
1) Pemeriksaan rutin
a) Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%). Obstruksi: % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakaiuntuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalananpenyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkindilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakaisebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagidan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak adagunakan APE
meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8hisapan, 15 - 20
menit kemudian dilihat perubahan nilaiVEP1 atau APE, perubahan VEP1
atau APE < 20% nilaiawal dan < 200 ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b) Darah rutin
Hemoglobin, hematokrit, dan leukosit
c) Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkanpenyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi

14

- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye
drop appearance)
Pada bronkitis kronik:
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
2) Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
a) Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional(KRF), Kapasiti Paru
Total (KPT), VR/KRF,
VR/KPT meningkat
DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik
Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b) Uji latih kardiopulmoner
Sepeda statis (ergocycle)
Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c) Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagiankecil PPOK
terdapat hipereaktivitastas bronkus derajat ringan.
d) Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroidoral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg perhari selama 2minggu
yaitu peningkatan VEP1pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada
PPOKumumnya
tidak
terdapat
kenaikan
faal
paru
setelah
pemberiankortikosteroid.
e) Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
f) Radiologi
CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajatemfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto torakspolos
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g) Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai olehPulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
h) Ekokardiografi
15

Menilai funfsi jantung kanan


i) Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kulturresistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untukmemilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulangmerupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderitaPPOK di Indonesia.
j) Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter(emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarangditemukan di Indonesia.

2.1.8 Tata Laksana1


Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualitas hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
a. Edukasi
b. Obat - obatan
c. Terapi oksigen
d. Ventilasi mekanik
e. Nutrisi
f. Rehabilitasi
PPOK
merupakan
penyakit
paru
kronik
progresif
dan
nonreversibel,sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan
pada keadaan stabil dan penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
a. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
padaPPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma
yaitumenyesuaikan keterbatasan aktivitas
dan mencegah kecepatan
perburukanfungsi paru.
Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasienPPOK,
memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasanaktivitas. Penyesuaian
aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu carauntuk meningkatkan kualiti
hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajatberat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisiekonomi
penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikanadalah:
1). Pengetahuan dasar tentang PPOK
2). Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3). Cara pencegahan perburukan penyakit
4). Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5). Penyesuaian aktivitas.
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan

16

ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut:


1) Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan
2) Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau
kalau perlu saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3) Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
- Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
6) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit:
1) Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,
antara lain berhenti merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
2) Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan
3) Berat
- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan
- Penggunaan oksigen di rumah
b. Obat - obatan
1) Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenisbronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.Pemilihan bentuk
obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkanpada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakanpemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang(long acting ).1
Macam - macam bronkodilator :

17

- Golongan antikolinergik
Digunakan
pada
derajat
ringan
sampai
berat,
disamping
sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kaliperhari).1
- Golongan agonis beta-2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlahpenggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagaiobat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefekpanjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip
untuk mengatasi eksaserbasi berat.1
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efekbronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yangberbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhanadan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangkapanjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasaatau
puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikanbolus atau drip
untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangkapanjang diperlukan
pemeriksaan kadar aminofilin darah.1
2) Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atauinjeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilihgolongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapijangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaituterdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% danminimal 250 mg.1
3) Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid
baru
4) Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,digunakan Nasetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK denganeksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.1
5) Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akanmempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronikdengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOKbronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.1
6) Antitusif
c. Terapi Oksigen
Pada PPOK
yangmenyebabkan
oksigenmerupakan

terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan


kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi
hal yang sangat penting untuk mempertahankan

18

oksigenasiseluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organorganlainnya. Indikasi terapi oksigen yaitu bila :
- PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor
Pulmonal,perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung
kanan,
sleep apnea, penyakit paru lain.
Macam terapi oksigen:
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit.Terapi
oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajatberat dengan
gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigendiberikan pada PPOK
eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawatataupun ICU.Pemberian
oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumahdibedakan :
- Pemberian oksigen jangka panjang (Long Term Oxygen Therapy =
LTOT)
- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah padakeadaan
stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15jam setiap hari,
pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapioksigen pada waktu
tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang seringterjadi bila penderita tidur.1
Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesaknapas
dan meningkatkan kemampuan aktivitas. Sebagai parameterdigunakan analisis gas
darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harusmencapai saturasi oksigen di
atas 90%.1
d. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengangagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasienPPOK
derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapatdigunakan di rumah
sakit di ruang ICU atau di rumah.1
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOKdengan
kondisi sebagai berikut:
- PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya
- Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan
- Aktivitas sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal
- Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik
- VAP (ventilator acquired pneumonia)
- Barotrauma
- Kesukaran weaning
e. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karenabertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yangmeningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadihipermetabolisme.

19

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOKkarena berkolerasi dengan


derajat penurunan fungsi paru dan perubahananalisis gas darah.1
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot
pipi)
- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidakakan
mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak
dapatmengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat.
Diperlukankeseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang
dibutuhkan, bilaperlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal
feedings)dengan pipa nasogaster.1
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendahkarbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapatmeningkatkan ventilasi
semenit oxygen comsumption dan respons ventilasiterhadap hipoksia dan
hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napaskelebihan pemasukan protein
dapat menyebabkan kelelahan.Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi
pada PPOK karenaberkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat
sekunder darigangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :1
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkanpemberian
nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil denganwaktu pemberian
yang lebih sering.1
f. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihandan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkanke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkanpengobatan optimal
yang disertai:1
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualitas hidup yang menurun
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisik,psikososial dan
latihan pernapasan.
1) Latihan Fisik
Ditujukan
untuk
memperbaiki
efisiensi
dan
kapasitas
sistem
transportasioksigen dan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan.
2) Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabiladiperlukan
dapat diberikan obat.
3) Latihan Pernapasan

20

Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak


napas.Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips
gunamemperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dantoraks.
Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot
ekstremitas.
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukandibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkaninfeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnyakomplikasi.1
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambahinfeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain,peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensipernapasan > 20% baseline, atau
frekuensi nadi > 20% baseline.
Penyebab eksaserbasi akut
Primer :
- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)
Sekunder :
- Pnemonia
- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
- Emboli paru
- Pneumotoraks spontan
- Penggunaan oksigen yang tidak tepat
- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
- Nutrisi buruk
- Lingkunagn memburuk/polusi udara
- Aspirasi berulang
Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)Penanganan
eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untukeksaserbasi yang ringan) atau
di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang danberat) Penatalaksanaan eksaserbasi
akut ringan dilakukan dirumah olehpenderita yang telah diedukasi dengan cara :1
Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk
bronkodilator yangdigunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk
nebuliser
Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
Menambahkan mukolitik
Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.

21

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan


secararawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di :
- Poliklinik rawat jalan
Indikasi :
Eksaserbasi ringan sampai sedang
Gagal napas kronik
Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik
Sebagai evaluasi rutin meliputi:
Pemberian obat-obatan yang optimal
Evaluasi progresifiti penyakit
Edukasi
- Unit gawat darurat
Tentukan masalah yang menonjol, misalnya infeksi saluran napas,gangguan
keseimbangan asam basa, gawat napas
Triase untuk ke ruang rawat atau ICU
- Ruang rawat inap
Indikasi rawat :
Eksaserbasi sedang dan berat
Terdapat komplikasi
Infeksi saluran napas berat
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Gagal jantung kanan
Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan :
Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan
cara evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat
Terapi oksigen dengan cara yang tepat
Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dannebuliser
Perhatikan keseimbangan asam basa
Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang
Rehabilitasi awal
Edukasi untuk pasca rawat
Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat
(belummemerlukan ventilasi mekanik)
Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser
Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask
Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas
Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasimekanik

2.1.9. Komplikasi1
a. Gagal nafas
1) Gagal nafas kronik
Ditandai dengan hasil analisi gas darah pO2 < 60 mmHg, pCO2 > 60mmHg,
dan pH normal.

22

2) Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik


Ditandai dengan sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, sputumbertambah
dan purulen, demam, dan kesadaran menurun.
b. Kor pulmonal
Ditandai dengan P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dan dapatdisertai
gagal jantung kanan.
c. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkanterbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang.Pada kondisi
kronik, hal ini akan menyebabkan imunitas menjadi lebihrendah yang ditandai
dengan menurunnya kadar limfosit darah.

2.1.10. Prognosis
Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit
komorbid lain.7

23

BAB III
ANALISA KASUS
Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Adapun dasar diagnosis pasien ini adalah :
Sesak napas (+), batuk berdahak (+), batuk berulang, riwayat kebiasaan memasak
menggunakan kayu bakar dan sering terpajan asap rokok. Riwayat minum OAT
(-), Riwayat asma (-). Pada PF didapatkan pelebaran sela iga, penggunaan otot
bantu pernapasan, beserta ekspirasi yang memanjang. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil anemia. Pemeriksaan radiologi corakan bronkovaskular
meningkat, Fibrosis pada lapang kanan paru. CTR > 50%.
Penyebab dari PPOK pasien ini kemungkinan besar yaitu adanya
kebiasaan memasak menggunakan kayu bakar dan terpajan asap rokok. Seperti
telah disebutkan dalam tinjauan pustaka asap rokok dapat menekan sistem
pertahan saluran napas, paralisis pada silia dan penurunan aktivitas makrofag
alveolus, dan produksi mukus yang berlebihan sehingga terjadi obstruksi saluran
napas.
Pada pasien ini diberi terapi Asetylsistein. Asetylsistein adalah derivat Hasetil dari asam amino L-sistein, digunakan dalam bentuk larutan atau aerosol.
Pemberian langsung ke dalam saluran napas melalui kateter atau bronksokop
memberikan efek segera, yaitu meningkatkan jumlah sekret bronkus secara nyata.
Efek samping berupa stomatitis, mual, muntah, pusing, demam dan menggigil
jarang ditemukan. Efek toksis sistemik tidak lazim oleh karena obat
dimetabolisme dengan cepat. Obat ini selain diberikan secara inhalasi dan oral,
juga dapat diberikan secara intravena. Pemberian aerosol sangat efektif dalam
mengencerkan mukus. Bila diberikan secara oral dalam jangka waktu yang lama
obat ini ditoleransi dengan baik dan tidak mempunyai efek toksik. Di samping
bersifat mukolitik, N-asetilsistein juga mempunyai fungsi sebagai antioksidan. Nasetilsistein merupakan sumber glutathion, yaitu zat yang bersifat antioksidan.
Pemberian N-asetilsistein dapat mencegah kerusakan saluran napas yang
disebabkan oleh oksidan. Penelitian pada penderita penyakit saluran napas akut
dan kronik menunjukkan bahwa N-asetilsistein efektif dalam mengatasi batuk,
sesak napas dan pengeluaran dahak. Perbaikan klinik pengobatan dengan Nasetilsistein lebih baik bila dibandingkan dengan bromheksin
Pasien ini diberikan terapi rantin. Rantin merupakan golongan obat
antihistamin reseptor 2 (AH2). Mekanisme kerja rantin adalah menghambat
reseptor histamin 2 secara selektif dan reversibel sehingga dapat menghambat
sekresi cairan lambung. Rantin mengurangi volume dan kadar ion hidrogen dai sel
parietal akan menurun sejalan dengan penurunan volume cairan lambung dan juga
mendapatkan terapi oksigen nasal kanul 3 lpm. Pasien ini mendapat terapi oksigen
karena pada PPOK dapat terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.
24

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta :Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
2. Price, Sylvia A. Patofisiologi, volume 2. Edisi 6.Jakarta : EGC.2006
3. Susanto AD, Prasenohadi, Yunus F. The Year of the lung. Deopartemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran FKUI-RS. Persahabatan. 2010.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik. 2008
5. Vinay,Kumar, Ramzi,S.Cotran, Stanley,L.Robbins. Buku Ajar Patologi
Robbins. Edisi 7. Volume 2. Jakarta: EGC, 2007
6. Global Initiative for Chronic Obstruktive Lung Disease (GOLD). Global
strategy for diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive
pulmonary disease. National Institute of Health. National Hearth, lung and
blood Institute, Update 2010.
7. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPDFKUI, 2006.

25

You might also like

  • Mata
    Mata
    Document5 pages
    Mata
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Oe
    Oe
    Document3 pages
    Oe
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Omxsk
    Omxsk
    Document4 pages
    Omxsk
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Kelompok 1 PH
    Kelompok 1 PH
    Document35 pages
    Kelompok 1 PH
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • MEKANISME ASI
    MEKANISME ASI
    Document37 pages
    MEKANISME ASI
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Preskas Anestesi - TURP
    Preskas Anestesi - TURP
    Document23 pages
    Preskas Anestesi - TURP
    nabila
    No ratings yet
  • Presentasi Kasus Paru
    Presentasi Kasus Paru
    Document26 pages
    Presentasi Kasus Paru
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Referat Fraktur
    Referat Fraktur
    Document18 pages
    Referat Fraktur
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Referat CPR
    Referat CPR
    Document16 pages
    Referat CPR
    Chyndita Arti Pranesya
    No ratings yet
  • Preskas Jiwa
    Preskas Jiwa
    Document15 pages
    Preskas Jiwa
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Presentasi Kasus Paru
    Presentasi Kasus Paru
    Document26 pages
    Presentasi Kasus Paru
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • CKD
    CKD
    Document16 pages
    CKD
    Nyndia Weri
    No ratings yet
  • Presentasi Kasus Paru
    Presentasi Kasus Paru
    Document26 pages
    Presentasi Kasus Paru
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Document4 pages
    Bab Iii
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Tugas Plant Survey
    Tugas Plant Survey
    Document8 pages
    Tugas Plant Survey
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • PBL 1
    PBL 1
    Document22 pages
    PBL 1
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Keratitis Jamur
    Keratitis Jamur
    Document13 pages
    Keratitis Jamur
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Gizi Dalam Kehamilan Ibu Hamil
    Gizi Dalam Kehamilan Ibu Hamil
    Document32 pages
    Gizi Dalam Kehamilan Ibu Hamil
    Isnan Wahyudi
    No ratings yet
  • Presentation Mata
    Presentation Mata
    Document8 pages
    Presentation Mata
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Contoh Ppok
    Contoh Ppok
    Document30 pages
    Contoh Ppok
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Keratitis Jamur
    Keratitis Jamur
    Document13 pages
    Keratitis Jamur
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Studi Kasus
    Studi Kasus
    Document23 pages
    Studi Kasus
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Osteomielitis
    Osteomielitis
    Document11 pages
    Osteomielitis
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Polio Pol
    Polio Pol
    Document10 pages
    Polio Pol
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Ileus Paralitik15
    Ileus Paralitik15
    Document10 pages
    Ileus Paralitik15
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • MEMAHAMI LIMBIK
    MEMAHAMI LIMBIK
    Document69 pages
    MEMAHAMI LIMBIK
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Lagu Yuni B
    Lagu Yuni B
    Document29 pages
    Lagu Yuni B
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • MEMAHAMI LIMBIK
    MEMAHAMI LIMBIK
    Document69 pages
    MEMAHAMI LIMBIK
    Julianti Mulya Utami
    No ratings yet
  • Skenario Stroke
    Skenario Stroke
    Document48 pages
    Skenario Stroke
    Regina Septiani
    No ratings yet