You are on page 1of 5

Sumber daya alam merupakan karunia dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang

dianugerahkan kepada bangsa Indonesia sebagai kekayaan yang tak ternilai harganya. Oleh
karena itu sumber daya alam wajib dikelola secara bijaksana agar dapat dimanfaatkan secara
berdaya guna, berhasil guna dan berkelanjutan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, baik
generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Ketersediaan sumber daya alam baik
hayati maupun nonhayati sangat terbatas, oleh karena itu pemanfaatannya baik sebagai modal
alam (stock resources) maupun komoditas (product) harus dilakukan secara bijaksana sesuai
dengan karakteristiknya. Sumber daya alam adalah kesatuan tanah, air, dan ruang udara,
termasuk kekayaan alam yang ada di atas dan di dalamnya yang merupakan hasil proses alamiah
baik hayati maupun nonhayati, terbarukan dan tidak terbarukan, sebagai fungsi kehidupan yang
meliputi fungsi ekonomi,sosial, dan lingkungan ;

Adapun asas-asas yang mencakup secara jelas mengenai sumber daya alam dalam hal
pengelolaan yaitu:

1. Asas tanggung jawab negara

Asas tanggung jawab negara merupakan perwujudan dari prinsip negara sebagai organisasi
kekuasaan (politik), berkewajiban melindungi warga negara atau penduduknya, teritorial dan
semua kekayaan alam serta harta benda dari negara dan penduduknya. Asas ini relevan dengan
pendapat pakar politik negara Adolf Markel yang mengatakan bahwa segala yang berbau
kepentingan umum harus dilindungi dan dijamin secara hukum oleh negara. Dewasa ini hampir
tidak ada suatu kekuasaan yang tidak diikuti oleh tanggung jawab dan kewajiban. Sebab bila
tidak, hal demikian mengarah kepada Negara totaliter. Dengan demikian kekuasaan akan diikuti
kemudian, baik dengan kewajiban maupun tanggung jawab, karena keduanya memiliki
hubungan konsekuensi. Dalam sistem pengelolaan lingkungan, negara memiliki kekuasaan atas
semua sumber daya alam, dengan kata lain negara melalui pemerintah berwenang mengatur,
mengendalikan, dan mengembangkan segala hal yang berkenaan dengan pengelolaan
lingkungan. Berangkat dari amanat konstitusi tersebut, telah terbit berbagai undang-undang yang
mengatur tentang pengelolaan sumber daya alam, diantaranya yaitu Undang-Undang Nomor 5
tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997
tentang pengelolaan lingkungan hidup, Undang-Undang Nomor 32 Tahun tentang pemerintahan

1
daerah, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, dan masih banyak lagi
aturan yang mengatur lebih terperinci mengenai pengelolaan sumber daya alam.

Sampai saat sekarang pengaturan tentang bagaimana pengelolaan sumber daya alam di Indonesia
sudah dilakukan sejak berdirinya Negara Republik Indonesia. Selain pasal 33 UUD 1945 yang
merupakan ketentuan pokok juga kita mempunyai seperangkat Undang-Undang yang mengatur
tentang hal tersebut Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria,
Undang-Undang No. 5 tahun 1967 tentang ketentuan pokok Kehutanan, kemudian dicabut dan
digantikan dengan Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang no.
11 Tahun 1967 tentang ketentuan pokok Pertambangan yang direncanakan akan diganti dalam
waktu yang segera, Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan, berikut seperangkat
ketentuan pelaksanaannya disamping peraturan Perundangundangan lingkungan yang telah kita
sebutkan diatas. Selain itu ditemukan pada seperangkat ketetapan MPR yang mengatur tentang
hal ini seperti TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang pembaharuan Agraria dan Pengelolaan
sumber daya alam.

Kekuasaan yang maha luas yang dimiliki oleh negara terhadap bumi, air, udara, dan segala
sesuatu yang terkandung di atasnya sesuai asas konstitusional, tentu pula mereflesikan adanya
tanggung jawab yang sangat besar pula, yang dimaksud dalam hal ini bukan berarti milik negara
melainkan untuk mengatur keadilan, keberlanjutan, dan fungsi sosial sumber daya alam untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyatt. Penguasaan negara juga dimaksudkan untuk
menghilangkan pemusatan penguasaan oleh seseorang atau sekelompok orang atas sumber daya
alam, yang dapat mengancam tercapainya kesejahteraan rakyatt dan hilangnya fungsi sumber
daya alam.

2. Asas manfaat

Asas manfaat, mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.


Asas manfaat ini diartikan sebagai sebuah upaya sadar dan terencana, yang memadukan
lingkungan hidup termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi kini serta generasi mendatang. Asas ini
bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang merata berdasarkan prinsip

2
kebersamaan dan keseimbangan untuk mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi, konflik
sosial, dan budaya.
Namun, dalam kemanfaatan dalam arti ekonomi dan politik berlum terlalu membawa
kemanfaatan bagi masyarakat khususnya masyarakat adat. Hal tersebut dibuktikan dengan
beberapa kebijakan ekonomi, khususnya dalam alokasi dan pengelolaan sumberdaya alam, yang
hanya memihak kepentingan modal ini nyata-nyata telah berdampak sangat luas terhadap
kerusakan alam dan kehancuran ekologis. Korban pertama dan yang utama dari kehancuran ini
adalah masyarakat adat yang hidup di dalam dan sekitar hutan, di atas berbagai jenis mineral
bahan tambang, mendiami pesisir dan mencari penghidupan di laut. Kebijakan sektoral yang
ekstraktif (kuras cepat sebanyak-banyaknya, jual murah secepatnya) tidak memberi kesempatan
bagi kearifan adat untuk mengelola sumberdaya alam secara berkelanjutan, sebagaimana yang
telah dipraktekkan selama ratusan atau bahkan ribuan tahun. Pengetahuan dan kearifan lokal
dalam mengelola alam sudah tidak mendapat tempat yang layak dalam usaha produksi, atau
bahkan dalam kurikulum pendidikan formal. Dunia farmakologi tidak mencoba mengangkat
kearifan masyarakat adat di bidang tumbuhan obat sebagai bagian utama bidang perhatiannya.
Ramuan tradisional, jamu dan sejenisnya dianggap sekunder atau malah diremehkan. Padahal
telah terbukti ketika sistem pengobatan modern gagal memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan, jamu dan teknik-teknik pengobatan tradisional lainnya lalu menjadi alternatif yang
dapat diandalkan.

Selain mengambil alih secara langsung sumberdaya ekonomi primer berupa tanah dan
sumberdaya alam di dalamnya, pemerintah melalui berbagai kebijakan perdagangan hasil bumi
secara sistematis mengendalikan kegiatan ekonomi masyarakat adat. Pemberian monopoli
kepada asosiasi atau perusahaan tertentu dalam perdagangan komoditas yang diproduksi
masyarakat adat, seperti rotan dan sarang burung walet, telah menempatkan pemerintah sebagai
"pelayan" bagi para pemilik modal untuk merampas pendapatan yang sudah semestinya
diperoleh masyarakat adat.

Di bidang politik, bila dibandingkan dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya sebagai


unsur pembentuk Bangsa Indonesia, masyarakat adat menghadapi situasi yang lebih sulit lagi.
Kondisi ini bermuara pada politik penghancuran sistem pemerintahan adat yang dilakukan secara
sistematis dan terus menerus sepanjang pemerintahan rejim Orde Baru. Upaya penghancuran ini

3
secara gamblang bisa dilihat dari pemaksaan konsep desa yang seragam di seluruh Indonesia
sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Sistem desa,
dengan segala perangkatnya seperti LKMD dan RK/RT, secara "konstitusional" menusuk
"jantung" masyarakat adat, yaitu berupa penghancuran atas sistem pemerintahan adat. Akibatnya
kemampuan (enerji dan modal sosial) masyarakat adat untuk mengurus dan mengatur dirinya
sendiri secara mandiri menjadi punah. Mekanisme pengambilan keputusan yang ada di antara
institusi-institusi adat digusur secara paksa sehingga yang tersisa ditangan para pemimpin adat
hanya peran dalam upacara seremonial semata-mata. Peran pinggiran ini, di hampir seluruh
pelosok nusantara, masih harus di atur, dan dikendalikan oleh Bupati dan Camat dengan
menerbitkan Surak Keputusan (SK). Kehancuran sistem-sistem adat ini menjadi lebih diperparah
lagi dengan kebijakan militerisasi kehidupan pedesaan lewat konsep pembinaan teritorial TNI
dengan masuknya Bintara Pembina Desa (BABINSA) sebagai salah satu unsur kepemimpinan
desa. Dengan kebijakan-kebijakan ini bisa dikategorikan bahwa negara telah melakukan
pelanggaran hak-hak sipil dan politik masyarakat adat selama lebih dari 20 tahun, termasuk hak
asal-usul dan hak-hak tradisional yang dilindungi oleh UUD 1945.

Dengan warisan rejim lama yang demikian maka dalam upaya melakukan revitalisasi nilai-nilai
lokal ini yang harus dilakukan adalah memulihkan kerusakan pranata-pranata sosial masyarakat
adat yang sedemikian parah, sebagai akibat dari sistem desa Orde Baru (UU No. 5 Tahun 1979).
Upaya-upaya pemulihan (recovery) terhadap pranata (kelembagaan) adat/lokal merupakan
tantangan terbesar yang harus menjadi prioritas utama bagi semua pihak yang berpihak pada
kearifan tradisional, baik di kalangan pemerintah maupun dalam elemen-elemen gerakan
masyarakat sosial, khususnya gerakan masyarakat adat di Indonesia.

3. Asas keadilan

Prinsip keadilan meliputi aspek-aspek kesejahteraan rakyat, pemerataan, pengakuan kepemilikan


masyarakat adat, pluralisme hukum, dan perusak membayar. Asas keadilan ini bertujuan untuk
perwujudan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya alam yang menjamin keadilan antar dan
intra generasi. Asas ini bertujuan untuk mewujudkan perlindungan hukum bagi masyarakat adat
dan masyarakat lainnya dalam pengelolaan sumber daya alam.

4
4. Asas keseimbangan

Pengelolaan lingkungan hidup berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan
seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan
kesejahteraan manusia. Pengertian pelestarian mengandung makna tercapainya kemampuan
lingkungan yang serasi dan seimbang dan peningkatan kemampuan tersebut. Hanya dalam
lingkungan yang serasi dan seimbang dapat dicapai kehidupan yang optimal.

5. Asas berkelanjutan

Asas berkelanjutan mengandung makna setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab
terhadap generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi, untuk terlaksananya
kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup, harus dilestarikan.
Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuannya dalam meningkatkan
pembangunan.Asas berkelanjutan (sustainable principle) diadopsi dari prinsip ekologi
pembangunan berkelanjutan (environmental sustainable development) yang dihasilkan oleh KTT
Rio. Prinsip keberlanjutan meliputi aspek-aspek kelestarian, kehatihatian, perlindungan optimal
keanekaragaman hayati, keseimbangan, dan keterpaduan. Asas ini betujuan untuk mewujudkan
kelestarian fungsi sumber daya alam yang berkelanjutan.

Konsideran UU No. 23 Tahun 1997 antara lain menjelaskan tentang mengapa kita harus
melaksanakan ‘Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan Lingkungan Hidup” seperti pada
pertimbangan huruf b, bahwa dalam rangka mendaya-gunakan sumberdaya alam untuk
memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UUD 1945 dan untuk mencapai
kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh
dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan.

You might also like