You are on page 1of 80

Teknologi Pengolahan Limbah

Padat

Retno Gumilang Dewi, Ir.,M.EngEnvSci.


Jenis limbah padat

 Municipal
 Limbah perkotaan yang pada umumnya dihasilkan oleh
perumahan dan perkantoran, biasa disebut sebagai
“sampah” (trash)
 Berupa : kertas, sampah taman, gelas, logam, plastik,
sisa makanan, serta bahan lain seperti karet, kulit, dan
tekstil

 Non-municipal
 Limbah yang berasal kegiatan industri, pertanian,
pertambangan, dengan jumlah yang jauh lebih besar
daripada sampah perkotaan
Sampah padat di Indonesia
 Sampah padat di kota-kota Indonesia pada umumnya
dibedakan atas sampah hayati (74%) dan non-hayati
 Sampah hayati : biomassa dari permukiman, pasar,

atau jalan
 Sampah non-hayati : kertas, plastik, kaleng, logam,

keramik, kaca, berangkal, tekstil, karet, batere, dll.

 Karakteristik dan jenis komponen yang terkandung di


dalam sampah padat kota bergantung pada sumber/asal
sampah itu sendiri (perumahan, perkantoran, pertokoan,
industri, pasar, taman kota). Hal ini sangat menentukan
sistem pengelolaan dan pemanfaatannya.
 Pemanfaatan sampah padat hayati pada
umumnya adalah :
 sampah biomassa untuk pembuatan kompos
 batok kelapa untuk bahan bakar, pembuatan arang dan
arang aktif
 sabut kelapa sebagai bahan bakar, bahan baku
pembuatan matras, jok mobil, keset, dll
 kayu sebagai bahan bakar atau barang-barang lain
yang mempunyai nilai tambah tinggi
 kulit telur sebagai bahan baku produksi bahan
bangunan
 tulang sebagai bahan baku pembuatan lem
 dan lain-lain
 Sampah padat non-hayati pada umumnya
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri :
 limbah plastik sebagai bahan baku industri plastik lain
 limbah aki dan batere kering sebagai sumber logam Pb
dan Hg
 limbah kertas sebagai bahan baku pembuatan pulp
 limbah karet sebagai barang-barang seni atau perabot
rumah tangga
 logam, gelas, dan masih banyak lagi sebagai bahan
industri lainnya
plastik industri plastik

Rumah tangga
kertas industri pulp

industri pulp
daur dan kertas
Pasar logam
ulang
bahan

karet industri
Pertokoan

gelas/kaca
Industri
pembuatan
kompos

Jalan/taman kota

land fill

Peta alur pemanfaatan sampah padat kota di Indonesia


Usaha pemanfaatan sampah
 Dalam upaya mendayagunakan kembali sampah padat
kota, usaha pertama tentunya adalah mengurangi jumlah
sampah yang terjadi dengan jalan pemanfaatan kembali
barang-barang yang masih dapat dipakai.
 Daur ulang sampah non-hayati sebagai sumber bahan
baku industri lain
 Sampah yang tidak dapat didaur ulang diolah secara
biologi (composting, biogas), proses termal (pembakaran,
insinerasi), maupun landfill.
 Dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi
adalah :
 proses biologis untuk menghasilkan gas bio

 proses termal yang menghasilkan panas


Gas Buang
Scrap Humus
Bahan Bersih
Bakar

Non-hayati

Limbah cair kota


Pengolahan Biogas Gas Metan
Secara
Biologi

Hayati
Hayati dan
Limbah Padat Kota non-hayati Pengolahan Thermal Energi Listrik
Awal RDF Gas Metan
Process Panas
Hayati dan
non-hayati Rejected
Pemanfaatan Daur Waste Abu

Kembali Ulang
Non-hayati
Rejected Waste Landfill

Gas Metan
Barang-barang Bahan baku
yang bermanfaat industri

Diagram pemanfaatan sampah kota sebagai sumber energi


dan daur ulang bahan secara terpadu
Potensi sampah padat perkotaan sebagai
sumber energi
 Sampah padat kota sebagian besar terdiri dari bahan-
bahan hayati, terutama biomassa sekitar 74% yang pada
umumnya dalam keadaan basah dengan kadar air 20
-40%, kandungan kertas 9 - 10% dalam keadaan basah
atau kering.
 Kedua komponen tersebut mudah terbakar, menentukan
jumlah kandungan karbon di dalam sampah dan sangat
menentukan dalam pemanfaatannya sebagai sumber
energi.
 Untuk kota Bandung dapat mencapai 5200 m3 biomassa
per hari dan kertas 700 m3/hari.
 Karakteristik lain yang ikut menentukan adalah nilai kalor.
Sampah padat kota di Indonesia memiliki nilai kalor rata-
rata sekitar 1750 – 2500 kkal/kg (HHV), dan kota Bandung
khususnya 1200 kkal/kg.
 Nilai kalor minimum yang diperlukan sebagai bahan baku
proses konversi sampah menjadi energi minimum adalah
sekitar 1300 – 1500 kkal/kg (HHV).
 Pemanfaatan bergantung pada jenis teknologi yang
digunakan.
 Pada proses biologis, jumlah kandungan karbon dan
nitrogen sangat menentukan keberhasilan proses konversi
 Pada proses termal, nilai kalor sangat menentukan
keberhasilan proses
Potensi sampah padat perkotaan sebagai
sumber daur ulang bahan

Pabrik
Limbah kertas Bandar Suplier
Kertas
Limbah
Pemulung Pelapak
Kertas
Plastik
Pabrik Pabrik
Limbah plastik Penggiling Suplier
Bijih Plastik Plastik

 Untuk mengetahui lebih lanjut potensi pemanfaatan limbah


plastik dan kertas, sebelumnya perlu diketahui jenis-jenis
limbah kertas dan plastik yang terdapat di dalam campuran
sampah padat kota yang masih dapat dimanfaatkan
 Limbah kertas dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kelas berdasarkan nilai dan mutunya :
 limbah percetakan dan tulisan
 limbah karung kraft
 limbah kardus berombak
 limbah karton
 limbah kertas koran
 kertas bekas
 kertas pengemas dan pembungkus
 Kendala yang perlu diperhatikan adalah bahan lain yang
tidak dapat dimanfaatkan sebagai daur ulang kertas :
 semua jenis kertas yang mengandung campuran plastik
berikut : polyethylene, expanded polystyrene foam,
cellophane, ABS
 perlengkapan bayi yang terbuat dari kertas
 campuran benang, lem, bahan-bahan kimia, dan tali
pada kertas
 kertas amplas, kertas dengan lapisan zat aspal (tarred),
kertas minyak, kertas bitumen, roofing, dll.
 Limbah plastik dapat dikelompokkan berdasarkan sifat-sifat
mendasar yang dimiliki plastik (termoplastik, termoset, dan
elastomer)

 Termoplastik
Jenis polimer yang mempunyai struktur rantai molekul
lurus, baik dengan rantai cabang atau tidak. Dapat
dilelehkan melalui pemanasan dan dapat dicetak
berulang-ulang menjadi produk tertentu. Plastik yang
termasuk ke dalam jenis ini adalah : PP (polypropylene),
PE (polyethylene), PS (polystryrene), PVC (polyvinyl-
chloride), PC (polycarbonate), PET (polyethylene
terephtalate), dan PA (polyamide).
 Thermoset
Jenis polimer yang mempunyai struktur model 3
dimensi. Setelah terbentuk menjadi produk tertentu,
tidak dapat dapat dilelehkan dan dibentuk kembali.
Plastik yang termasuk dalam kelompok ini adalah : UF
(urea formaldehida), MF, PF, epoxy, polyurethane,
unsaturated PS (Polystyrene).

 Elastomer
Jenis polimer yang pada temperatur ruang bersifat
seperti karet alam. Plastik yang termasuk ke dalam
kelompok ini adalah : SBR, chloroprene rubber, nitrile
rubber, buthyl rubber, dll.
Limbah Plastik

Daur Ulang Tak


Langsung Langsung

Potong & Campur


Pemotongan dengan Limbah Pabrik

Injection
Separasi
Moulding
PVC PP

Pencucian Pencucian
Air : Alkohol = 1 : 1 Air : Alkohol = 2 : 3
LDPE

Pengeringan

Pelletizing

Moulding
Injection & Compressing

HDPE

Pemanfaatan plastik sebagai sumber daur ulang bahan


Karakterisasi limbah
 Karakterisasi limbah mempunyai 3 tujuan :
 sebagai dasar perencanaan analisa ekonomi,
perancangan, dan selanjutnya pengoperasian serta
manajemen sistem pengelolaan.
 rehabilitasi atau retrofit sistem pengelolaan yang ada

 mempermudah optimasi sistem pengelolaan yang ada,

monitoring emisi, atau analisa ketidakberfungsian piranti


limbah-ke-energi
 Melalui karakterisasi limbah, dapat diketahui konstituen
utama sampah, karakter yang berhubungan dengan nilai
kalor bakar, dan parameter-parameter lain yang
berpengaruh pada pembakaran dan karakter emisi gas.
 Keanekaragaman karakteristik sampah kota menuntut cara
pemisahan/daur ulang yang beraneka ragam pula.
Teknologi pemisahan
 Berbagai sistem pengelolaan sampah mempunyai
persyaratan tertentu dalam hal sifat atau kualitas sampah
yang akan diolahnya.
 Penanganan awal yang paling umum adalah pemisahan
limbah berdasarkan jenis dan ukurannya.
 Selanjutnya limbah diolah dengan sistem pengecilan
ukuran.
 Beberapa alat pemroses awal limbah padat di antaranya
adalah shredder, ayakan trommel, pemisah magnetis, air
classifier, dan baling.
 Pemilahan dimulai oleh kerja pemulung yang sering kali
telah mengambil sebagian dari sampah di bak sampah
rumah tangga, TPS, dan TPA, berupa kertas, plastik,
karton, logam, dan karet. Sisanya adalah limbah yang
pada saat ini tidak mempunyai pasar daur ulang.
 Shredding
 Operasi shredding tidak hanya bertujuan untuk
mengecilkan ukuran sampah dan membuat sampah
menjadi lebih seragam, tetapi juga melibatkan proses
pencampuran sampah.
 Contoh mesin shredder adalah flail-mill dan hammer-

mill
 Ayakan trommel
 Bekerja berdasarkan perbedaan ukuran partikel.

 Berupa ayakan berbentuk silinder terbuka pada kedua

ujungnya yang bergerak secara rotary pada sumbunya.


Silinder dipasang horisontal dengan sedikit kemiringan.
 Limbah masuk pada ujung silinder yang lebih tinggi dan

oleh gerakan silinder, limbah dengan ukuran lebih besar


daripada ukuran lubang ayakan keluar pada ujung lain.
 Pemisah magnetis
 Bekerja berdasarkan sifat magnetik suatu bahan
terhadap medan magnet.
 Sampah diangkut dengan konveyor dan dilewatkan

sebuah medan magnet. Limbah yang bersifat


feromagnetis akan tertahan oleh medan magnet,
sedangkan bahan yang tidak feromagnetis akan terus
terbawa konveyor
 Air classifier
 Bekerja berdasarkan densitas bahan dalam sampah.

 Limbah dimasukkan dalam suatu arus udara di mana

sampah akan terfluidisasi. Fraksi bahan yang ringan


akan terbawa oleh arus udara dan fraksi berat akan
jatuh dan terkumpul di bagian bawah alat.
 Sampah dapat dipilah menjadi 2 atau 3 kelompok
 Baling
 Bertujuan untuk mengatur dimensi limbah sedemikian
rupa sehingga memudahkan penanganan lebih lanjut.
 Sampah dipres hingga kerapatan dan dimensi tertentu.
 Baling tidak merubah sifat fisik maupun kimia sampah.
 Proses ini menghasilkan pengurangan volume sampah,
yaitu dengan memperkecil rongga-rongga tumpukan
sampah.
 Baling juga memperkecil terjadinya gas metan
 Biasanya tidak ditujukan untuk proses pembakaran dan
menghasilkan air lindi yang tidak pekat.
Teknologi Pengelolaan Limbah Padat

 Insinerasi
 Pirolisa dan Gasifikasi
 Pemadatan / Densifikasi
 Proses Biologis : Biogas dan Pengomposan
 Lahan Urug
Insinerasi
 Proses oksidasi bahan organik menjadi bahan anorganik.
 Insinerasi adalah sistem pembuangan sampah dengan cara
mengurangi volume dan massa sampah.
 Sebenarnya bukan suatu solusi dari sistem pengelolaan sampah
karena sistem ini pada dasarnya hanya memindahkan sampah
dari bentuk padat yang kasat mata menjadi sampah yang tidak
kasat mata (gas).
 Banyak difungsikan sebagai sistem pembangkit energi.
 Jika berlangsung secara sempurna, komponen utama penyusun
bahan organik (C dan H) akan dikonversi menjadi gas karbon
dioksida dan uap air. Unsur penyusun lain (S dan N) dioksidasi
menjadi oksida dalam fasa gas (SOx dan NOx), sedangkan
unsur inert tetap berada pada fasa padat atau teruapkan dan
terbawa oleh gas-gas.
 Untuk mengurangi pencemaran lingkungan, insinerator
dilengkapi sistem pengendalian polusi udara.
 Sistem insinerasi dapat mengurangi volume dan berat padatan
hingga masing-masing 90% dan 75%.
 Proses insinerasi menghasilkan energi panas yang dapat
digunakan untuk pembuatan kukus, proses pengeringan, dan
pembangkit listrik.
 Insinerasi limbah padat akan menyisakan residu yang beratnya
kira-kira sama dengan kandungan bahan inert. Discrepancy
berat residu dari berat yang diperkirakan dapat terjadi karena :
 penguapan atau entrainment sebagian bahan inert
 proses oksidasi dari bahan-bahan logam
 pembakaran bahan organik yang tidak sempurna
 Umpan limbah perkotaan biasanya mempunyai densitas 13 – 17
lb/cuft, sedangkan residu 110 lb/cuft.
 Kandungan energi (heating value)
 menentukan kemampuan dalam mempertahankan
keberlangsungan proses pembakaran dan banyaknya
energi yang mungkin diperoleh dari sistem insinerasi
 Kebutuhan udara pembakar
 komponen utama penyusun limbah padat adalah
karbon, hidrogen, dan oksigen
 kebutuhan udara dapat dihitung secara kasar dengan
cara bahwa 1 cuft udara pada STP diperlukan untuk
setiap 94 Btu energi netto yang dilepas dalam
pembakaran (dengan asumsi bahwa air hasil proses
pembakaran berada dalam keadaan uap.
 walaupun dalam memperkirakan produksi panas dan
kebutuhan udara pembakar cukup dilakukan dengan hanya
mempertimbangkan unsur-unsur pentingnya saja, batasan-
batasan lingkungan dalam hal polusi udara didasarkan
pada produk-produk pembakaran dari unsur-unsur
minoritas yang terkandung dalam limbah padat.
 Kriteria desain insinerator
 mewadahi limbah yang sedang terbakar
 memasok udara dalam jumlah yang cukup untuk terjadinya
proses pembakaran
 mencampur udara pembakar dan gas hasil proses pirolisa
untuk menjamin terjadinya pembakaran sempurna sebelum
gas-gas hasil pembakaran didinginkan
 mengatur suhu gas hasil insinerasi sehingga tidak merusak
refraktori dan peralatan pembersih gas
 menghilangkan partikulat dan gas pencemar dari gas buang
 memasukkan umpan dan mengeluarkan residu tanpa
terjadinya pelepasan gas hasil pembakaran
 mencapai persyaratan di atas secara ekonomis dan bebas
masalah
 memenuhi standar-standar estetika, untuk penempatan di
lingkungan perumahan
 Tingkat kemungkinan suatu bahan dapat diinsinerasi
bergantung pada faktor-faktor berikut :
 Kandungan air
 Nilai kandungan panas
 Garam-garaman anorganik
 Kandungan sulfur dan halogen
 Jenis-jenis insinerator :
 open burning
 single chamber incinerator
 open pit incinerator
 multiple chamber incinerator
 starved air unit
 aqueous waste injector
 multiple heart
 rotary kiln
 incinerator unggun pancar (fluidized bed incinerator)
 Open Burning
 Adalah teknik insinerasi sampah yang paling tua
 Terdiri dari tumpukan sampah di atas tanah dan dibakar
tanpa menggunakan bantuan peralatan pembakaran
khusus
 Single chamber incinerator
 Limbah padat pada sistem ini diletakkan di atas grid
kemudian dibakar.
 Sistem ini dapat dilengkapi peralatan penyalaan atau
tidak.
 Pada sistem ini upaya mengendalikan emisi dilakukan
dengan menambahkan afterburner dan damper,
keduanya dimaksudkan untuk mengendalikan proses
pembakaran.
 Sebagian besar emisi yang dihasilkan disebabkan oleh
proses pembakaran yang tidak sempurna.
 Open Pit Insinerator
 Insinerator jenis ini dikembangkan untuk mengendalikan
insinerasi bahan-bahan eksplosif, limbah yang akan
menghasilkan bahaya ledakan atau pelepasan panas
yang tinggi pada insinerator tertututp biasa
 Udara pembakar disemprotkan ke dalam ruang bakar
dari bagian atas insinerator dengan kecepatan tinggi
sehingga menciptakan turbulensi.
 Temperatur pembakaran dapat mencapai 2000 °F dan
menghasilkan gas dengan asap dan emisi partikulat
yang rendah
 Multiple chamber incinerator
 Dalam upaya untuk mencapai pembakaran bahan
secara sempurna dan mengurangi partikulat yang
terbawa gas buang, insinerator dengan banyak ruang
bakar telah dikembangkan.
 Ruang bakar utama digunakan untuk membakar
padatan. Ruang bakar kedua memperpanjang waktu
tinggal produk gas yang tidak terbakar dan merupakan
tempat masuk bahan bakar tambahan guna
pembakaran produk gas yang belum terbakar dan
padatan-padatan yang terbawa aliran gas buang yang
keluar dari ruang bakar utama.
 Pada insinerator jenis ini, baffle-baffle didesain untuk
mengarahkan aliran gas hingga membuat belokan 90°
dalam arah horisontal maupun vertikal sehingga
memungkinkan terjadinya pengendapan padatan yang
terbawa aliran gas.
 Pada jenis in-line insinerator arah belokan gas hanya
vertikal. Jenis in biasanya dilengkapi dengan sistem
pengeluaran abu otomatis atau konveyor pembuang
debu dan beroperasi secara kontinu.
 Starved Air Unit (SAU)
 Dalam upaya mengurangi emisi partikulat, laju udara
pembakar yang masuk melalui grid dapat dikurangi.
Sebagai akibatnya pembakaran sempurna gas-gas hasil
proses pirolisa dan gasifikasi padatan tidak terjadi di
atas unggun. Gas-gas tersebut dibakar di ruang yang
terpisah dari ruang insinerasi yaitu di ruang bakar kedua
(secondary).
 Limbah padat ditempatkan dalam ruang bakar primary
dan dibakar dengan udara yang jumlahnya kurang dari
volume stoikiometrinya, biasanya sekitar 70-80% dari
volume stoikiometri.
 Gas hasil pembakaran ini akan berupa gas-gas bakar
yang selanjutnya dialirkan ke ruang bakar kedua. Ke
dalam ruang bakar kedua ini udara dimasukkan secara
terkendali untuk membakar gas dari ruang bakar
pertama.
 Ruang bakar kedua didesain sedemikian rupa sehingga
gas mempunyai waktu tinggal yang cukup untuk
terjadinya pembakaran total zat-zat organik dalam gas
hasil proses di ruang bakar pertama.
 Untuk mencapai pembakaran sempurna, jumlah udara
yang dimasukkan cukup berlebih yaitu sekitar 140-
200% dari volume stoikiometri.
 Salah satu sifat yang menonjol dari proses SAU adalah
turbulensi umpan limbahnya minimal. Bahan-bahan yang
proses pembakaran efektifnya mensyaratkan turbulensi
seperti karbon bubuk atau limbah pulp tidak cocok untuk
diolah dengan SAU.
 Dibandingkan metoda insinerasi lainnya, udara di ruang
bakar utama SAU rendah dalam jumlah maupun
kecepatannya. Kecepatan yang rendah dan hampir tidak
adanya turbulensi bahan limbah menyebabkan jumlah
particulate yang terbawa oleh aliran gas minimum.
 Gas panas yang keluar dari ruang bakar kedua relatif bersih,
oleh karena itu permukaan boiler ataupun sistem-sistem
penukar panas lainnya yang ditempatkan dalam aliran gas
tersebut akan mengalami permasalahan minimal dalam hal
erosi dan penyumbatan yang disebabkan oleh partikulat.
 Aqueous waste injector
 Aqueous Waste injection terdiri dari sebuah nozel yang
berguna untuk mengatomisasi limbah yang akan
dibakar, dan alat penunjang lainnya.
 Jenis-jenis nozel: mechanical atomizing nozzles, rotary
cap burners, external low-pressure air atomizing burner,
external high-pressure two-flow burner, internal mix
nozzles, dan sonic nozzles.
 Limbah yang dapat diolah dengan sistem ini adalah
limbah cair dan lumpur yang dapat dipompa.
 Temperatur pembakaran yang digunakan antara 1300-
3000 °F (700-1650 °C).
 Limbah yang akan dibakar diatomisasi dengan ukuran
partikel antara 40-100 m dan disemburkan ke dalam
ruang bakar.
 Efisiensi destruksi ditentukan oleh banyaknya
pengembunan dan uap yang bereaksi.
 Turbulensi sangat diinginkan untuk mendapatkan
destruksi limbah organik setinggi mungkin.
 Penempatan dan peletakan alat pembakar (fuel burner)
serta nozel penginjeksi akan tergantung pada aliran
cairan yang akan diinsinerasi (aksial, radial ataupun
tangensial).
 Multiple heart
 Multiple-hearth furnace terdiri dari sebuah rak baja,
tungku berbentuk lingkaran yang disusun seri, satu di
atas yang lainnya dan biasanya berjumlah 5-8 buah,
shaft rabble arms beserta rabble teeth-nya dengan
kecepatan berputar ¾ – 2 rpm.
 Temperatur pembakaran 1400-1800 °F (760-980 °C).
 Umpan dimasukkan dari atas tungku secara terus
menerus dan abu dari proses dikeluarkan melalui silo.
 Limbah yang dapat diproses dalam multiple-hearth
furnace memiliki kandungan padatan minimum antara
15-50 %-berat.
 Limbah yang kandungan padatannya di bawah 15 %-
berat padatan mempunyai sifat seperti cairan daripada
padatan. Limbah semacam ini cenderung untuk
mengalir di dalam tungku dan manfaat rabble tidak akan
efektif.
 Jika kandungan padatan di atas 50 % berat, maka
lumpur bersifat sangat viscous dan cenderung untuk
menutup rabble teeth.
 Udara dipasok dari bagian bawah furnace dan naik
melalui tungku demi tungku dengan membawa produk
pembakaran dan partikel abu. Sebagian udara
pembakar yang tidak sempat memasuki rabble arms
didaur ulang.
 Multiple-heart furnace terdiri dari tiga zona, yaitu zona
pengeringan, zona pembakaran, dan zona pendinginan.

 Zona pengeringan
 terletak di bagian atas furnace
 gunanya untuk memanaskan dan menguapkan
kandungan air (moisture) yang dikandung oleh
umpan sekaligus mendinginkan gas panas yang
akan keluar dari furnace.
 Zona pembakaran
 terletak di bagian tengah furnace
 limbah lumpur yang memasuki zona ini
dipanaskan sampai terbakar (temperatur
pembakaran)
 jika lumpur terlalu kering (berisi lebih dari 25 %-
berat padatan) atau kandungan minyak dalam
limbah tinggi maka sebuah afterburner perlu
ditambahkan. Afterburner ini berguna untuk
menjaga kalau ada senyawa volatil yang tidak
terbakar yang menyebabkan asap dan bau
emisi. Letak afterburner yang efektif adalah pada
aliran sebelum gas keluar dari insinerator
 Zona pendinginan
 terletak di bagian bawah furnace

 untuk mendinginkan abu sisa pembakaran

dengan cara memindahkan panas sensibelnya


pada udara pembakar yang diumpankan dari
bawah furnace.
Multiple Heart
 Rotary Kiln
 Sistem insinerator jenis rotary kiln merupakan sistem
pembuangan limbah yang paling universal dari segi
jenis dan kondisi limbah yang dikelola.
 Insinerator jenis ini dapat digunakan untuk mengolah
berbagai jenis limbah padat dan sludge, cair maupun
limbah gas.
 Perangkat insinerator jenis rotary kiln biasanya terdiri
dari sistem pengumpan, injeksi udara, kiln atau silinder
horisontal yang dapat berputar pada sumbunya,
afterburner, sistem pengumpul dan pengambilan abu,
dan sistem pengendali pencemaran udara
 Limbah dimasukkan di salah satu ujung dan dibakar
pada ujung lainnya dengan waktu tinggal tertentu.
 Putaran silinder bervariasi antara ¾ sampai 4 rpm.
 Kiln biasanya dipasang dengan kemiringan tertentu
terhadap horisontal dengan ujung yang lebih tinggi
merupakan tempat masuk bahan dan ujung lainnya
tempat keluar abu.
 Sumber panas biasanya diperlukan untuk meningkatkan
dan mempertahankan suhu kiln hingga temperatur
operasinya. Bahan bakar tambahan biasanya
diinjeksikan melalui burner konvensional atau suatu
burner jenis cincin jika bahan bakar tersebut berupa
gas.
 Beberapa variasi desain kiln diantaranya, adalah:
 aliran paralel (co-current) atau berlawanan (counter
current)
 slagging atau non-slagging
 dengan atau tanpa refractory
 Sistem kiln mempunyai banyak titik-titik sumber
kebocoran gas. Agar kebocoran tersebut mengarah ke
dalam kiln, sistem kiln dioperasikan dengan aliran draft
negative yaitu dengan menggunakan ID-fan. ID fan
dipasang di sistem pengendali pencemaran untuk
menghisap gas dari kiln melalui equipment line dan
mengeluarkannya melalui cerobong ke atmosfir.
 Untuk memulihkan energi dari aliran gas buang
insinerator kiln dapat dilengkapi dengan waste heat
boiler yang dipasang diantara afterburner dan scrubber.
Waste heat boiler menurunkan temperatur gas sehingga
memungkinkan digunakannya fabric filter, baghouse,
dan pengendali partikulat
 Keunggulan rotary kiln :
 mampu membakar berbagai variasi aliran limbah
 limbah mengalami perlakuan awal yang minimum
 dapat membakar berbagai macam limbah (padatan atau
cair) pada waktu bersamaan
 tersedia dalam berbagai macam jenis mekanisme
pengumpan (ram feeder, screw, injeksi langsung, dan
lain-lain)
 waktu tinggal limbah dalam kiln mudah dikendalikan
 mempunyai turbulensi yang tinggi dan kontak yang
efektif dengan udara di dalam kiln.
 Kelemahan rotary kiln
 partikulat yang terbawa oleh aliran gas relatif tinggi
 diperlukannya after-burner yang terpisah untuk
menghancurkan senyawa-senyawa volatil
 kondisi di sepanjang tanur (kiln) sulit dikontrol
 jumlah udara berlebih (excess) yang dibutuhkan relatif
besar yaitu sekitar 100 % dari stoikiometri
 seal tanur yang efektif sulit diperoleh
 jumlah panas yang hilang (pada abu buangan) cukup
berarti
Rotary Kiln
 Fluidized bed incinerator
 Limbah yang dapat diolah adalah cairan organik, gas
dan butiran atau padatan dari proses sumur minyak.
 Penghancuran limbah terjadi di mana bahan berada
dalam keadaan terfluidakan.
 Proses pembakaran terjadi pada temperatur sekitar
1400-2000 °F (760-1100 °C).
 Di dalam tungku terdapat suatu media padat granular
yang berfungsi sebagai penyimpan panas, biasanya
berupa pasir.
 FBI menggunakan forced draft fan untuk menggerakkan
unggun maupun untuk mengalirkan gas hasil insinerasi
dalam sistem.
 Limbah dimasukkan dari bagian samping insinerator
sehingga proses pengeringannya otomatis seketika
 Kandungan air di-flash-kan menjadi steam begitu
memasuki unggun pasir.
 Unggun yang panas terfluidisasi membuat kontak
maksimum antara permukaan limbah dengan udara
yang berarti memaksimumkan efisiensi pembakaran.
 Pengumpanan bahan bakar digunakan start-up dan
reheat, bergantung pada nilai kalor bahan yang
diinsinerasi, untuk mempertahankan temperatur proses.
 Bahan yang digunakan sebagai unggun biasanya
berupa pasir silika tetapi dapat juga limestone, alumina
atau bahan keramik.
 Unggun akan mengembang sekitar 30-60% dari volume
unggun dalam keadaan dingin jika difluidakan dengan
laju udara sekitar 2-3 ft/detik
 Salah satu kelebihan sistem FBI adalah dimungkinkan-
nya penggunaan limestone atau batu alkali lainnya
dalam unggun yang dapat berguna juga sebagai
penangkap zat-zat halogen dan senyawa-senyawa lain
sehingga dapat mengurangi kandungan asam dalam
gas buang
 Untuk dapat diproses dengan FBI limbah harus
dibersihkan dari bahan-bahan kaca dan logam-logam
dengan bertitik didih rendah (aluminium) karena
senyawa -senyawa ini walaupun dalam jumlah sedikit
akan menimbulkan slag pada unggun
 Ukuran umpan harus tertentu dan homogen
 Udara masuk ke wind box kemudian ke tuyere plate dan ke
unggun pasir. Udara ini menciptakan derajat keturbulenan
yang tinggi dalam unggun pasir sehingga bagian atas pasir
seperti fluida.
 Abu hasil proses insinerasi ikut keluar bersama-sama
dengan gas buang yang selanjutnya dibersihkan di sistem
scrubber abu.
 Pencampuran antara udara dan bahan yang diinsinerasi
dalam FBI cukup efektif sehingga kebutuhan akan udara
pembakar tidak terlampau besar, biasanya sekitar 40% di
atas stoikiometri.
 Suhu ruangan di atas unggun terfluidakan dipertahankan
sekitar 1500 °F dan waktu tinggal bahan di dalam ruangan ini
biasanya cukup untuk mencapai pembakaran sempurna
Fluidized Bed Incinerator
Pirolisa dan Gasifikasi
 Pirolisa adalah proses konversi bahan organik atau
dekomposisi limbah padat melalui jalur pemanasan tanpa
kehadiran oksigen
 Dengan adanya proses pemanasan pada temperatur
tinggi, molekul bahan organik besar diurai menjadi molekul
organik yang lebih kecil dan lebih sederhana
 Proses pirolisa menghasilkan produk fasa gas, tar, larutan
asam asetat, metanol, dan padatan char dan inert dari
sampah
 Komposisi produk pirolisa bervariasi dan bergantung pada
laju pemanasan dan temperatur akhir ruang pirolisa
 Gas yang dihasilkan dimanfaatkan untuk :
 menghasilkan udara panas
 menggerakkan motor (menghasilkan energi mekanis)
 membangkitkan tenaga listrik
 Bahan organik yang dapat dikonversi adalah bahan
dengan kandungan selulosa tinggi (kertas) dan
berkelakuan mirip dengan kayu
 Dalam proses gasifikasi, suatu gas reaktif dimasukkan ke
dalam reaktor untuk bereaksi dengan produk-produk
pirolisa dan menghasilkan produk-produk gas yang lebih
banyak.
 Gas reaktif yang biasa digunakan dalam gasifikasi adalah
oksigen, kukus, dan terkadang hidrogen.
 Gas-gas hasil pirolisa juga akan bereaksi dengan arang
dan tar dan menghasilkan tambahan gas jika temperatur
pirolisanya tinggi.
 Produk padat pirolisa berupa arang tidak murni dengan
berat 17 – 25 % berat umpan dan kandungan panas
11.000 – 12.000 Btu/lb arang.
 Produk fasa cair mengandung 70 – 80 % air dengan
kandungan panas 1000 – 2000 Btu/lb
 Gasifikasi adalah proses konversi termokimia padatan
organik menjadi gas yang melibatkan proses perengkahan
dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur tinggi,
yaitu 900 – 1000 °C
 Gas produk pirolisa dapat dibakar dengan nilai kalor 4000
kJ/Nm3
 Keuntungan proses pirolisa/gasifikasi (dibandingkan
dengan insinerator) :
 volume gas yang perlu dibersihkan lebih sedikit,

meskipun gas produk pirolisa dan gasifikasi dibakar


 udara berlebih yang dibutuhkan untuk membakar gas

produk pirolisa dan gasifikasi jauh lebih sedikit


 memungkinkan untuk dipasang di lokasi yang relatif

jauh dari instalasi pengolahan limbah. Arang dan tar


dapat disimpan hingga dibutuhkan
 biaya pemasangan lebih sederhana

 dapat menangani berbagai jenis limbah seperti karet,

plastik, dan kertas yang biasanya menyebabkan


permasalah pada insinerator
 peluang pemanfaatan produk-produk energi sistem

pirolisa lebih bervariasi


Pemadatan/Densifikasi

 Merupakan proses pemanfaatan limbah selulosik


halus yang melibatkan kegiatan pemanasan dan
pemadatan dengan tujuan untuk meningkatkan
nilai kalor per satuan volum.
 Proses densifikasi dapat meningkatkan densitas
bahan sampai 10 kali
Proses Mikrobiologis
 Biogas
 Adalah teknologi konversi biomassa menjadi gas yang
kaya akan metana dan slurry dengan bantuan mikroba
anaerob.
 Gas metana digunakan untuk berbagai sistem
pembangkitan energi sedangkan slurry digunakan
sebagai kompos.
 Dua jenis teknologi biogas untuk MSW, yaitu :
 sistem basah : umpan limbah berupa slurry dengan
kandungan padatan < 10%
 sistem kering : umpan limbah dengan kandungan
padatan hingga 35%
 Pada sistem biogas yang mengolah limbah yang telah
disortir, sisa limbah organik dicampur dengan air hingga
diperoleh lumpur dengan kandungan padatan 30–35%,
lumpur selanjutnya difermentasi oleh bakteri mesofilik
dalam digester dengan waktu tinggal 3 minggu,
perolehan gas mencapai 145 m3/ton limbah organik
 Campuran limbah padat kota, limbah cair kota, dan
kotoran ternak dapat pula diproses menjadi biogas
 Kapasitas sistem pengolahan limbah padat dengan
digester gas bio antara 20.000 – 55.000 ton/tahun
 Produk digestion berupa gas dengan nilai kalor 6500
kJ/Nm3
 Terdapat juga proses konversi 2 tahap yang melibatkan
bakteri mesofilik dan termofilik.
 Pertama
Enzim ekstraseluler mengkonversi bahan organik tak
larut menjadi bahan yang larut dalam air, sementara
bakteri anaerobik fakultatif mengkonversi bahan organik
kompleks menjadi asam dan alkohol sederhana
 Kedua
Acetobacter anaerobik melanjutkan proses asidifikasi
bahan organik menjadi asam asetat dan selanjutnya
bakteri metanogenik asam asetat mengkonversi metana
dan karbondioksida.
Proses ini mengolah umpan dengan kandungan
padatan sekitar 10 %. Waktu tinggal bahan pada tiap
tahap mencapai 7 hari
 Pengomposan
 Adalah proses terkendali penguraian bahan hayati
sampah secara biologi.
 Kompos merupakan sejenis pupuk organik dan baik
sebagai bahan tambahan dalam memperbaiki struktur
dan kinerja tanah.
 Berbeda dengan pupuk buatan, kandungan unsur N, P,
dan K dalam kompos tidak tinggi, tetapi kompos
mengandung unsur hara mikro (Fe, B, S, dan Ca) yang
diperlukan oleh tanaman.
 Proses pengomposan mereduksi volum timbunan
sampah hingga 75%.
 Proses pengomposan bergantung pada temperatur,
jumlah oksigen, kandungan air, dan rasio antara karbon
dan nitrogen dalam sampah
 Populasi mikroorganisme berubah terus seiring dengan
waktu.
 Pada saat temperatur berubah dari ambien ke
temperatur mesofilik, jumlah bakteri akan berlipat
mencapai beberapa juta per gram.
 Jika panas tetap di dalam sistem, temperatur akan terus
meningkat sampai tingkat termofilik. Pada tahap ini,
bakteri mesofilik diganti oleh bakteri termofilik. Sebagian
besar proses dekomposisi sampah terjadi pada tahap ini.
 Setelah beberapa minggu, temperatur kompos akan
turun dan pada akhirnya bakteri mesofilik kembali
berfungsi menggantikan bakteri termofilik
 Proses pengomposan dapat berlangsung dalam kondisi
aerobik dan anaerobik. Proses aerobik berlangsung
lebih cepat dan tidak menimbulkan bau.
 Oksigen optimum adalah 5 – 15%
 Oksigen di bawah 5% mengakibatkan proses
berlangsung secara anaerobik dan memperlambat
dekomposisi serta menimbulkan bau.
 Oksigen di atas 15% mengakibatkan kehilangan panas
pada tumpukan sampah dan memperlambat proses
dekomposisi
 Kadar air optimum adalah 50 – 60%
 Kelebihan air akan menghalangi pergerakan udara
dalam tumpukan dan hal ini akan menyebabkan bakteri
aerobik mati sehingga proses berlangsung secara
anaerobik
 Kekurangan air akan mengganggu perkembangan jasad
renik dan hal ini akan memperlambat proses
dekomposisi
 Rasio C : N yang ideal adalah 20 : 1 sampai 40 : 1
 Rasio C : N yang tinggi mengakibatkan proses
dekomposisi berlangsung lama
 Rasio C : N yang rendah, proses dekomposisi pada
awalnya berlangsung cepat, namun akan segera
menjadi lambat karena kekurangan unsur C
Jenis Bahan Rasio C : N

Sisa dapur/makanan 10 : 1
Rumput 15 : 1
Kotoran sapi 19 : 1

Jerami 80 : 1
Perdu/semak 40-80 : 1
Kertas 170 : 1
Kayu 700 : 1

Jenis bahan organik yang dapat dikomposkan


dan rasio kandungan C : N
Sanitary land fill (lahan urug)

 Sampah dimasukkan ke dalam lubang, dipadatkan


(compacted), dan ditutup dengan tanah
 Mengurangi jumlah tikus, lalat, dan vermin lain
 Mengurangi bahaya kebakaran
 Mengurangi bau
 Mengurangi bahaya pencemaran air permukaan dan air
tanah
 Sistem baru dilengkapi dengan pengumpul air lindi
(leachate) dan gas yang dihasilkan selama dekomposisi
 Pemilihan lokasi lahan urug :
 lahan bukan merupakan daerah bajir
 permeabilitas tanah maksimum 10 -7 cm/detik
 sesuai dengan rencana tata ruang
 merupakan daerah yang stabil secara geologi
 bukan merupakan daerah resapan air tanah
 ketebalan lapisan tanah liat minimum 1 meter

 Rekayasa dan konstruksi


 sistem pelapisan
 sistem pengaturan aliran air permukaan
 sistem pengumpulan air lindi
 sistem pengolahan air lindi
 sistem sumur pemantauan
 Pengoperasian lahan urug
 manajemen air lindi
 manajemen air tanah
 manajemen air permukaan

 Manajemen pasca operasi


 monitoring
 securing
 Permasalahan lahan urug
 Gas metana
Dapat terkumpul di dalam lubang dalam tanah dan
menyebabkan terjadinya ledakan
 Air lindi
Kontaminasi air permukaan dan air tanah oleh air lindi
dari lahan urug yang tidak dilengkapi dengan sistem
saluran yang baik
 Waktu operasi
Lahan urug bukanlah cara penanganan sampah untuk
jangka panjang karena ada saatnya di mana lahan urug
akan terisi penuh oleh sampah, dan tidak ada tempat
lain untuk digunakan sebagai lahan urug baru

 NIMBY (not in my back yard !!!)


 Pasca operasi
 pengawasan harus tetap dilakukan untuk mencegah
kontaminasi air permukaan dan air tanah serta
bahaya ledakan
 rumah atau bangunan lain tidak boleh dibangun di
atas lahan dan sekitar lahan urug untuk jangka
waktu yang lama

Namun, lahan urug tetap diperlukan untuk menimbun


sampah atau limbah yang tidak dapat dibakar atau yang
tidak dapat digunakan lagi
Recycling
 Recycle (daur ulang) lebih disukai daripada lahan urug
atau insinerasi karena dapat menghemat sumber daya
alam dan lebih ramah lingkungan (environmentally benign)
 Proses daur ulang dapat menciptakan lapangan kerja
 Satu hal yang perlu digarisbawahi agar proses daur ulang
dapat dilaksanakan adalah tersedianya pasar yang
menjual barang-barang hasil daur ulang, dan bahan daur
ulang harus lebih disukai daripada bahan awal
ENVIRONMENT

RM ANTHROPOSPHERE

Industry G
G RM
RM
Transfer
Vr W
Recycling
W
RM
Household RM W W

RM C
Compost
C

W Incinerator
W
W

W Landfill

G : Manufactured goods
VR : Virgin materials
RM : Recycled materials
C : Compost
W : Urban solid waste

Urban solid waste management system


At Transfer
Building Transfer Energy
Materials Pyrolysis
Rubble to Sea Recovery
Recovery

Other At Sources Transfer to


Incineration
Industrial Materials Rail
Recovery Post
Generation & Storage

Refuse Multiple Treatment

Processing
Contracted Transfer Sites
Derived Materials
Industrial to road
Collection

Transport
Fuel Recovery
Landfill

Transfer
Municipal
Composting Single
Garbage
Site
Other
Residential Baling

Disposal
Refuse

Garden
Pulverising
Refuse

Alternatives for components of


solid waste management system
FORMULATION sawdust, sludge, sawdust, drums,
whiterag, packaging whiterag, paper
PLANT packaging,
RECYCLE
LABORATORY etc
sludge
crusher
dewatering
paper,
cartoon sludge SMELTER
OFFICE drums, tins

leaves, sawdust,
plastic,
woods
GARDEN paper, sludge, INCINERATOR
wood,
whiterag,
etc
etc

INDUSTRIAL
foods
LANDFILL
CARTEEN garden, PUBLIC
canteen RUBISH
DISPOSAL

Flow diagram of solid waste disposal

You might also like