Professional Documents
Culture Documents
ACARA I
Disusun oleh :
NIM : 08/265164/KU/12665
Kelompok :4
Shift :I
FAKULTAS KEDOKTERAN
YOGYAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
Metode Percobaan
Bahan
B. Cara kerja
1. Pengamatan Pisang
Pisang
2. Pengamatan Apel
Apel
x
x
3. Pengamatan Nanas
Nanas
5 gr daun singkong
A. Hasil
1. Pisang Ambon
Tabel 1.1
Warna : Tekstur
+ = kuning + = keras
kehijauan ++ = agak lunak
++ = kuning +++ = lunak
+++ = kuning ++++= sangat lunak
kecoklatan (lembek)
++++= coklat Tingkat kematangan
Rasa : + = agak mentah
+ = agak sepat ++ = matang
++ = manis +++ = lebih matang
+++ = lebih manis ++++= hampir
++++= sangat manis busuk
2. Buah Apel
Tabel 2.1
3. Buah Nanas
Tabel 3.1
Jenis Nanas Rasa Tekstur Kenampakan
Nanas segar ++ + + (segar)
Nanas kaleng ++++ +++ +++ (agak layu)
Keterangan :
Kenampakan + = masam
(Warna) : ++ = agak masam
+ = kuning pucat +++ = manis
++ = kuning cerah ++++= sangat manis
+++ = kuning Tekstur
kusam + = keras
++++= kuning ++ = agak lunak
kecoklatan +++ = lunak
Rasa : ++++= sangat lunak
(lembek)
4. Daun Singkong
Tabel 4.1
Kenampakan
Perlakuan Warna Warna Air Bau Tekstur
Daun
Direbus dalam 100 ml air + tidak ditutup +++ ++ +++ ++
Direbus dalam 100 ml air + ditutup + ++++ ++++ ++++
Direbus dalam 200 ml air + tidak ditutup ++++ + + +
Direbus dalam 200 ml air + ditutup ++ +++ ++ +++
Keterangan :
B. PEMBAHASAN
1. Pengamatan Pisang
Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan tanaman buah-buahan yang tumbuh dan
tersebar di seluruh Indonesia. Negara Indonesia merupakan negara penghasil pisang
terbesar di Asia. Pisang dapat dikonsumsi secara langsung dan ada yang diolah dulu.
Pisang merupakan buah klimakterik yaitu buah yang dalam proses pematangannya disertai
dengan peningkatan respirasi dan produksi etilen secara cepat. Perhatian para peneliti zat
pengatur tumbuh tanaman akhir-akhir ini difokuskan pada peran poliamin sebagai faktor
pertumbuhan yang esensial (Apelbaum,1981). Mereka melaporkan bahwa poliamin
mempunyai peran penting dalam menghambat proses senesen pada jaringan tanaman.
Sementara itu etilen telah lama diketahui sebagai hormon tanaman yang berperan untuk
mempercepat pemasakan buah dan senesen (Abeles et al., 1992).
Pisang memiliki tingkat kematangan yang berbeda. Dari tabel 1.1 diatas dapat
disimpulkan bahwa pisang yang layak dikonsumsi adalah pisang yang kuning karena sudah
memiliki tingkat kematangan yang optimal, warna kuning yang segar, agak harum,manis,dan
daging yang empuk. Pisang yang agak hijau mempunyai rasa sedikit sepet, belum manis
atau agak manis dan agak padat karena belum matang.
Pisang yang kuning dengan noda coklat mempunyai rasa yang sangat manis, harum,
ada astringent, empuk dan lunak. Ini menandakan bahwa pisang ini terlalu matang dan mulai
membusuk. Pada pisang overripe sudah tidak layak dikonsumsi karena teksturnya lembek,
sangat lunak, sangat harum dan sangat manis. Pisang ini mulai mengalami pembusukan dan
menjalankan proses kematangan yang disebabkan oleh akumulasi produk contohnya etilen
sehingga menyebabkan tekstur menjadi sangat empuk dan lembek. Aroma pisang
ditentukan oleh peningkatan isoamil asetat, isoamil butirat, isobutil butirat, isoamil alkohol,
dan butil butirat (Suhardiman, 1997).
Pencoklatan pada buah pisang dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh pengaruh
aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO) dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus
monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon.
Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat. Quinon yang bersifat tidak stabil akan
mengalami polimerasi menjadi pigmen warna gelap, pigmen ini dikenal sebagai melanin
(Suhardiman, 1997).
a. Tingkat pertama : berwarna hijau, rasanya sepet, tidak manis dan belum wangi .
b. Tingkat kedua : warna hijau tetapi sudah ada bintik kuning, rasa sepet masih ada, agak
manis dan agak wangi.
c. Tingkat ketiga : warna kuning sudah banyak, tetapi hijau masih dominan. Kemudian
warna kuning lebih dominan, sudah merata, dengan sedikit hijau di ujungnya. Pisang
yang telah mencapai kematangan optimum seluruh kulitnya berwarna kuning. Ketika
proses pematangan telah selesai dan memasuki pembusukan, bercak coklat akan
muncul pada kulit pisang (Suhardiman, 1997).
2. Pengamatan Apel
Dalam praktikum ini dilakukan percobaan dengan cara memotong buah apel dengan
2 jenis pisau yaitu jenis pisau stainless steel dan jenis pisau besi, di dapat hasil bahwa buah
apel akan mengalami pencoklatan (browning) lebih lama jika kita memotong dengan
menggunakan pisau stainless steel (12:06) dibandingkan dengan menggunakan pisau besi
(1:58), hal itu karena pisau stainless steel adalah jenis pisau besi yang dilapisi baja tahan
asam dan basa sehingga tidak mudah berkarat karena tidak mudah mengalami oksidasi.
Pada umumnya proses pencoklatan ada dua macam yaitu pencokaltan enzimatis dan
non enzimatis. Pencoklatan pada apel tergolong pada pencoklatan enzimatis, hal ini di
karenakan buah apel atau pada buah-buahan pada umumnya banyak mengandung substrat
senyawa fenolik. Ada banyak sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat
dalam proses pencoklatan enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Di samping katekin
dan turunannya seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin dapat
menjadi substrat proses pencoklatan (Kusmiadi,2007).
Pencoklatan pada buah apel dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh
pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO) dengan bantuan oksigen akan
mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi
menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat. Quinon yang
bersifat tidak stabil akan mengalami polimerasi menjadi pigmen warna gelap, pigmen ini
dikenal sebagai melanin. Dengan adanya kontak logam dengan daging buah apel yang
mengandung tannin yang semula tidak berwarna, menyebabkan perubahan warna yang
lebih gelap. Kontak dengan besi akan memudahkan terjadinya oksidasi yang berujung pada
pencoklatan atau browning. Selain itu, kecepatan browning juga dipengaruhi olrh luas
permukaan pemotongan apel. Pada saat percobaan, apel yang dipotong dengan pisau besi
permukaannya lebih luas sehingga browning lebih lambat (Lilian, 1973). Untuk mencegah
proses pencoklatan pada apel dapat dilakukan melalui proses blancing. Blanching
merupakan perlakuan panas terhadap bahan dengan cara merendam bahan dalam air
mendidih/ pemberian uap air panas terhadap bahan dalam waktu singkat. Tujuan blanching
itu sendiri adalah untuk menginaktifkan enzim terutama enzim peroksidase dan katalase.
Selain itu ada beberapa manfaat lain yang dapat diambil dari proses blanching yaitu :
1) Membunuh mikrobia terutama yang tidak tahan terhadap panas.
2) Untuk menghilangkan gas-gas yang ada dalam sel/ jaringan bahan sehingga akan
menaikkan kualitas hasil akhir.
3) Untuk menghilangkan senyawa - senyawa lilin pada permukaan bahan.
4) Untuk mengerutkan bahan (menaikan isi kaleng dan memudahkan memasukkan
bahan kedalam kaleng dalam proses pengalengan)
5) Untuk mempertajam flavor dan warna.
Proses blancing dapat dilakukan dengan cara; setelah dikupas dan dipotong, apel
direndam dalam air panas (82-93ºC) atau dikenai uap panas selama 3 menit.
Selanjutnya, direndam dalam larutan Vitamin C dengan ukuran 200 mg per liter
(dalam I liter air diberi tablet kecil Vit C). Maksudnya untuk menonaktifkan enzim
penyebab pencolatan itu (Lilian, 1973).
Dalam sebuah penlitian yang dilakukan oleh AmeriKen Nature selain proses
blanching, blanching dapat dicegah dengan pemberian air jeruk lemon pada buah
apel yang telah dipotong. Berikut adalah tabel hasil dari percobaan yang dilakukan
oleh periset di AmeriKen Nature:
Zat yang diberikan Setelah 27 menit Setelah 42 menit Setelah 2 jam 2
pada apel menit
Lemon juice Daging buah tetap 3% dari daging buah 10% dari daging
berwarna putih kecoklatan buah kecoklatan
Orange juice 8% dari daging buah 15% dari daging Kecoklatan
kecoklatan buah kecoklatan
Air Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan
Control 35% dari daging 50% dari daging Kecoklatan
buah kecoklatan buah kecoklatan
(Sumber: AmeriKen Nature, 2007)
3. Pengamatan Nanas
Dalam praktikum pada kali ini dilakukan pengamatan terhadap nanas segar dan
nanas kaleng diketahui bahwa rasa nanas kaleng lebih manis daripada nanas segar,
tekstur nanas kaleng lebih lunak daripada nanas segar, dan kenampakan nanas
segar adalah masih segar sedangkan nanas kaleng agak layu karena warnanya tidak
kuning segar. Hal itu karena nanas kalengan telah mengalami berbagai proses
sebelum pengalengan seperti pencucian dan pemanasan yang berulang kali
sehingga pigmennya banyak yang hilang dan tekstur menjadi lembek serta zat-zat
gizi seperti vitamin dan mineral hilang. Sebelum dimasukkan dalam kaleng, nanas
harus melewati tahap blansir yang bertujuan untuk inaktifasi enzim peroksida,
pengeluaran udara, perbaikan warna, pengempukan, dan pelayuan sehingga
mempermudah panataan didalam kaleng dengan tekstur yang lunak. Selain itu,
didalam kaleng nanas direndam dalam larutan gula untuk memberi ruang kosong
pada kaleng agar tidak cepat rusak atau menggembung akibat gas yang dihasilkan
dan mencegah berkembangnya mikrobia (Buckle, 1987).
Tingkat kematangan buah nanas yang baik untuk dikonsumsi dapat dilihat dari
warna buahnya yaitu bila warna kuning telah mencapai 25 % (dari total permukaan
buah). Pada tingkat ini buah mempunyai total padatan terlarut yang tinggi dan
keasamannya rendah. Demikian pula tingkat kematangan buah dapat dilihat dari
warna pada mata dan kulit buah yaitu tidak kurang dari 20 % tetapi tidak lebih dari 40
% mata mempunyai bercak kuning (Nurchasanah,2008).
Nanas tidak tahan lama disimpan. Nanas yang dipanen pada tingkat setengah
matang dapat disimpan pada suhu 7-13oC selama 2 minggu. Buah yang telah matang
sebaiknya disimpan pada suhu sekitar 7oC, buah nanas dapat mengalami kerusakan
dingin pada suhu lebih rendah dari 7 oC (Suteja,2006). Oleh karena itu untuk
membuat nanas menjadi lebih tahan lama dapat dilakukan dengan proses
pengalengan.
Penyiapan Wadah
Jika dilihat dari perbandingan nilai gizi nanas segar dan nanas kaleng diketahui bahwa
kalori dan karbohidrat dari nanas kaleng lebih besar daripada nanas segar. Pada nanas
kaleng tidak terdapat kadar lemak sedangkan pada nanas segar terdapat kadar lemak
sebanyak 0,2 gram. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengalengan mempengaruhi zat gizi
pada nanas. Jika dalam referensi di atas di tunjukkan bahwa dalam beberapa zat gizi nanas
kaleng lebih unggul daripada nanas segar namun yang perlu kita ingat adalah penggunaan
zat – zat artificial pada nanas kaleng (zat non gizi) akan mempengaruhi kesehatan.
Perebusan dilakukan dengan menggunakan beaker glass yang di taruh di atas panci yang
berisi air mendidih, untuk perlakuan yang digunakan penutup, penutupan dilakukan dengan
menggunakan alumunium foil.
Dari tabel 4.1 diatas dapat disimpulkan bahwa daun singkong yang direbus
dengan air yang banyak dan ditutup akan lebih lunak, begitu juga daun yang direbus
dengan air yang sedikit dan ditutup lunak dan mudah disobek serta bau daun
singkong lebih menyengat. Perubahan warna daun singkong disebabkan karena
perubahan klorofil saat perebusan. Pemasakan dapat merusak permeabilitas
membran sel sayuran sehingga kontak antara asam dan pigmen klorofil dapat terjadi.
Klorofil sangat tidak stabil sehingga cepat berubah warna menjadi hijau olive atau
coklat (Lilian, 1973).
Sedangkan daun singkong yang direbus dengan air yang banyak atau sedikit dan
tidak ditutup menghasilkan daun yang masih keras sehingga sulit disobek dan warna
daunnya tetap hijau tua. Didalam daun singkong mengandung asam karboksilat
termasuk asam volatil dan nonvolatil yang mampu mendegradasi klorofil. Asam volatil
ini merupakan asam yang dapat menguap saat direbus sehingga apabila daun
singkong yang direbus dalam keadaan terbuka maka asamnya akan menguap
sehingga klorofil berubah menjadi pheophytin melambat (sayur tetap hijau). Asam
nonvolatil merupakan asam yang larut air pada saat perebusan sehingga apabila
daun singkong direbus dengan air banyak atau sedikit dan tidak ditutup warna
daunnya akan tetap hijau tua (Lilian, 1973).
Dari tabel diatas dapat disimpulkan, buncis segar mempunyai warna yang hijau
segar, teksturnya keras dan mudah dipatahkan serta berbau segar,sedangkan buncis
beku berwarna hiaju gelap, teksturnya lunak dan agak berair, terlihat layu serta
berbau kurang segar. Wortel segar mempunyai warna orange segar, teksturnya
keras, berbau wortel segar (langu) dan terlihat segar sedangkan wortel beku
berwarna orange pucat, teksturnya empuk/lunak, berair dan terlihat layu serta berbau
kurang segar.
Menurut Buckle (1987), proses pembekuan pada buah dan sayuran untuk
memperpanjang daya simpan. Perlakuannya antara lain : blansir (untuk inaktifasi
enzim peroksida, pengeluaran udara, perbaikan warna, pengempukan, dan
pelayuan), penambahan larutan asam askorbat/larutan sulfurdioksida untuk
mempertahankan warna dan mengurangi kecoklatan), pengemasan buah dalam gula
kering/sirup untuk mengurangi pencoklatan dan penurunan pH untuk menurunkan
reaksi pencoklatan.
6. Pengamatan Strawberry
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap buah strawberry segar, buah
strawberry yang segar dan sudah masak memiliki warna merah mengkilap dan teksturnya
tidak lembek dan tidak keras, buah strawberry segar memiliki rasa manis-asam, dan memiliki
aroma yang segar khas aroma strawberry. Dalam praktikum kali ini seharusnya dilakukan
pula pengamatan terhadap strawberry bubuk namun hal tersebut tidak dapat dilakukan
karena tidak tersedianya bahan.
Proses pembuatan bahan makanan ke dalam bentuk bubuk ada beberapa langkah
yaitu buah dibersihkan terlebih dahulu, kemudian diremas-remas, ditiriskan, dikeringkan, dan
yang terakhir ditumbuk. Perlakuan diatas dapat menyebabkan buah kehilangan kesegaran
dan air yang terkandung didalamnya. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan aroma khas
yang terkandung pada jaringan mentah atau buah segar yaitu metil, etil asetat propinat,
butirat, dan asetal 1,1-dioksietana karena aroma bersifat tidak stabil. Proses pengeringan
yang lama menyebabkan flavor mudah menguap sehingga tingkat kecerahan buah rendah
dan terlihat pucat sedangkan warna merahnya kemungkinan didapat dari efek pewarna
tambahan misalnya karmosin (Budiaman, 2007).
Jika dibandingkan dari segi nilai gizi maka strawberry segar akan lebih unggul
dibandigkan strawberry bubuk hal ini dikarenakan proses pengolahan dalam pembuatan
strawberry powder akan menghilangkan zat – zat gizi tertentu.
BAB IV
A. KESIMPULAN
1. Pisang yang sudah matang adalah pisang yang berwarna kuning, teksturnya
agak lunak, dan memiliki rasa yang manis. Tingkat kematangan pisang
dipengaruhi oleh : etilen yang akan mempengaruhi teksturnya, isoamil asetat,
isoamil butirat, isobutil butirat, isoamil alkohol, dan butil butirat yang akan
mempengaruhi aroma pisang.
2. Penggunaan peralatan untuk memotong bahan makanan seperti buah dapat
menyebabkan perubahan organoleptik misalnya pencoklatan sehingga harus
dipilih dengan baik atau tidak merusak bahan makanan tersebut.
3. Proses pengalengan akan membuat daya simpan nanas dan buah – buahan
kaleng lainya menjadi lebih lama, namun dapat menyebabkan perubahan
organoleptik baik warna, rasa, aroma, tekstur maupun kenampakan. Dalam
praktikum ini nanas kaleng berwarna lebih pucat daripada nanas segar, tekstur
nanas kaleng juga lebih lembut daripada nanas segar.
4. Proses perebusan pada bahan makanan dapat menyebabkan perubahan sifat
organoleptik dan sifat kimia yang terkandung didalamnya. Selain itu, dengan
proses perebusan bahan makanan dapat dicerna dan diserap dengan mudah
oleh tubuh. Daun singkong yang direbus dengan sedikit air dan ditutup akan lebih
empuk daripada daun singkong yang direbus dengan banyak air dan tidak
ditutup.
5. Pengaruh pembekuan pada buncis dan wortel akan membuat kenampakan
buncis dan wortel menjadi kurang segar, hal ini karena hilangnya beberapa zat
gizi seperti karoten, serta proses kimiawi yang terjadi akibat pembekuan
(misalnya denaturasi protein).
6. Strawberry segar memiliki warna yang merah mengkilap, rasa manis asam dan
teksturnya yang tidak keras dan tidak begitu lembek.
DAFTAR PUSTAKA
Abeles, F.S, P.W. Morgan, and M.E. Saltveit 1992. Ethylene in Plant Biology Second Ed.
New York: Academic Press.
Apelbaum, A., A.C. Burgoon, J.D. Anderson,M.Liebcrman, R. Ben-Arie, and A.K. Mattoo.
1981.Polyamines Inhibit Biosynthesis of Ethylene in Higher Plant Tissue and Fruit
Protoplasts Plant Physiol.68:453-456.
Lilian,Holland Mayer. 1973. Food Chemistry. East West Press PVT.LT : New Dehli.