You are on page 1of 21

KIMIA ANALISA KUANTITATIF

CARA-CARA ANALISA TITRIMETRI

DISUSUN OLEH

AMELIN HARTATY

03091003023

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN AKADEMIK 2009/2010

KATA PENGANTAR
1
Rasa syukur yang dalam saya sampaikan ke hadiran Allah SWT,
karena berkat kemurahanNya ringkasan ini dapat saya selesaikan sesuai
yang diharapkan.Dalam ringkasan ini saya membahas “Cara-cara analisa
titrimetri”

Makalah ini dibuat dalam rangka tugas yang diberikan oleh dosen
Kimia Analisa dan mempermudah mempelajari cara-cara analisa titrimetri.

Demikian ringkasan ini saya buat semoga bermanfaat, jika ada


kesalahan dimohonkan kritik dan sarannya.

Prabumulih, 25 Maret 2010

Penyusun

CARA-CARA ANALISA TITRIMETRI

2
Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif
dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar)
yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang
dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.

Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui


konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam
satuan N (normalitas) atau M (molaritas).

Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir


titrasi telah di capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator
azo dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH.

Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara


stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar.

Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada
indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis
dan larutan standar.

Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan


dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat
mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis


volumetric adalah sebagai berikut :

1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan


persamaan reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.

3
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen
tercapai, baik secara kimia maupun secara fisika.

4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia


atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.

Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai


berikut :

1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan


pipet volume yang telah di kalibrasi.

2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti


atau baku primer dan sekunder dengan kemurnian tinggi.

3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi
telah di capai.

Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan


untuk membakukan larutan standar misalnya arsen trioksida pada
pembakuan larutan iodium.

Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh


baku primer, dan kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar,
misalnya larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium.

Penggolongan analisis titrimetri ini, berdasarkan ;

1. Reaksi Kimia :

· Reaksi asam-basa (reaksi netralisasi)

· Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)

· Reaksi Pengendapan (presipitasi)


4
· Reaksi pembentukan kompleks

2. Berdasarkan cara titrasi

· Titrasi langsung

· Titrasi kembali (titrasi balik/residual titration)

3. Berdasarkan jumlah sampel

· Titrasi makro

Jumlah sampel : 100 – 1000 mg

Volume titran : 10 – 20 mL

Ketelitian buret : 0,02 mL.

· Titrasi semi mikro

Jumlah sampel : 10 – 100 mg

Volume titran : 1 – 10 mL

Ketelitian buret : 0,001 mL

· Titrasi mikro

Jumlah sampel : 1 – 10 mg

Volume titran : 0,1 – 1 mL

Ketelitian buret : 0,001 mL

Analit adalah zat yang akan ditentukan konsentrasi/kadarnya. Titran


merupakan zat yang digunakan untuk mentitrasi.

5
Gambar 1. Peralatan yang dipergunakan dalam volumetri (Chang, 2005)

Gambar 1 menunjukkan peralatan sederhana yang diperlukan dalam


titrasi, yaitu buret untuk menempatkan larutan titran dan labu erlenmeyer
untuk menempatkan larutan analit.

Standar primer

Larutan titran haruslah diketahui komposisi dan konsentrasinya.


Idealnya kita harus memulai dengan larutan standar primer. Larutan standar
primer dibuat dengan melarutkan zat dengan kemurnian yang tinggi
(standar primer) yang diketahui dengan tepat beratnya dalam suatu larutan
yang diketahui dengan tepat volumnya. Apabila titran tidak cukup murni,
maka perlu distandardisasi dengan standar primer.

Standar yang tidak termasuk standar primer dikelompokkan sebagai


standar sekunder, contohnya NaOH; karena NaOH tidak cukup murni
(mengandung air, natrium karbonat dan logam-logam tertentu) untuk
digunakan sebagai larutan standar secara langsung, maka perlu

6
distandardisai dengan asam yang merupakan standar primer misal: kalium
hidrogen ftalat (KHP)

Persyaratan standar primer

1. Kemurnian tinggi

2. Stabil terhadap udara

3. Bukan kelompok hidrat

4. Tersedia dengan mudah

5. Cukup mudah larut

6. Berat molekul cukup besar

Contoh standar primer:

Kalium hidrogen ftalat (KHP) KHC8H4O4

- lebih sering digunakan


- berat ekuivalen tinggi (204,2 gram/ek)
- kemurnian tinggi
- stabilitas termal tinggi
- reaksi dengan NaOH / KOH cepat

2-Furanic acid

- lebih kuat dari asam kalium ftalat

Larutan standar yang ideal untuk titrasi

7
1. Cukup stabil sehingga penentuan konsentrasi cukup dilakukan sekali

2. Bereaksi cepat dengan analit sehingga waktu titrasi dapat dipersingkat

3. Bereaksi sempurna dengan analit sehingga titik akhir yang memuaskan


dapat dicapai

4. Melangsungkan reaksi selektif dengan analit

Keakuratan hasil metode titrasi amat bergantung pada keakuratan


penentuan konsentrasi larutan standar. Untuk menentukan konsentrasi
suatu larutan standar dapat digunakan 2 cara :

1. Dengan cara langsung, menimbang dengan tepat standar primer, melarutkannya dalam

pelarut hingga volume tertentu.

2. Dengan standarisasi, yaitu titran yang akan ditentukan konsentrasinya digunakan untuk

mentitrasi standar primer/sekunder yang telah diketahui beratnya

Titrasi balik (back-titration)

Terkadang suatu reaksi berlangsung lambat dan tidak dapat diperoleh


titik akhir yang tegas. Untuk itu metoda titrasi balik dapat digunakan untuk
mengatasinya. Caranya dengan menambahkan titran secara berlebih,
setelah reaksi dengan analit berjalan sempurna, kelebihan titran ditentukan
dengan menitrasi dengan larutan standar lainnya. Dengan mengetahui
mmol titran dan menghitung mmol yang tak bereaksi, akan diperoleh mmol
titran yang bereaksi dengan analit.

T (mmol titran yang bereaksi) = mmol titran berlebih - mmol titrasi


balik

8
mg analit = T x faktor (mmol analit/mmol titran yang bereaksi) x BM
analit

Contoh :

suatu sampel 0,500 g yang mengandung Na2CO3 dianalisa dengan


menambahkan 50 mL 0,100 M HCl berlebih, dididihkan untuk menghilangkan
CO2, kemudian dititrasi balik dengan 0,100 M NaOH. Jika 5,6 mL NaOH
diperlukan untuk titrasi balik, berapa persen Na2CO3 dalam sampel

Titer

Untuk titrasi yang bersifat rutin, lebih disukai untuk menghitung titer
dari titran. Titer adalah berat analit yang ekuivalen dengan 1 mL titran,
biasanya dinyatakan dalam mgram.

Satuannya= mg analit / mL titran

Contoh: dalam penentuan Na2CO3. Berat sampel 0,50 gram. Untuk


mencapai titik akhir diperlukan 22,12 mL 0,120 M HCl diasumsikan semua
karbonat adalah Na2CO3.

mgNa2CO3 = (1,0 mL HCl) x (0,120 mmol / mL HCl) x (1mmol Na2CO3 /


2mmol HCl) x (106 mg/mmolNa2CO3) = 6,36 mg

9
titer adalah 6,36 mg Na2CO3 / mL HCl

sehingga % dalam sampel adalah:

Penentuan titik akhir titrasi

10
Perubahan warna pada fenolftalien
Kur
• Perubahan warna terjadi pada pH 8,3 - 10

Perubahan warna pada biru bromtimol

• Perubahanwarnaterjadi padapH 6 - 7,6


pH
11
PERHITUNGAN VOLUMETRI

Molaritas
Perubahan warna pada merah metil

Hitung
molaritas suatu larutan
H2SO4 yang
• Perubahan warna terjadi pada pH 4,2 - 6,3 mempunyai
densitas 1,30 g/mL
dan mengandung
32,6% bobot SO3. BM SO3=80,06

jawab: 1 liter larutan mengandung

1,30 g/mL x 1000mL/L x 0,326 = 424 g SO3

Karena 1 mol SO3 menghasilkan 1 mol H2SO4 dalam air maka ada 5,3 mol/L
H2SO4 dalam larutan itu.

Normalitas

12
Berat Ekuivalen

untuk reaksi:

1. Asam-basa: berat (dalam gram) suatu zat yang diperlukan untuk bereaksi dengan 1 mol
(1,008 gram) H+
2. Redoks: berat (dalam gram) suatu zat yang diperlukan untuk
memberikan atau bereaksi

dengan 1 mol elektron.

Contoh :

Perhitungan berat ekuivalen

Berat ekuivalen SO3 dalam larutan air (aqueous solution)

SO3 + H2O → H2SO4 → 2H+ + SO42-

1 mol SO3 memberikan 2 mol H+

BE= BM/2 = 80,06/2 = 40,03 g/ek

Hitung berapa gram Na2CO3 murni diperlukan untuk membuat 250 mL


larutan 0,150 N.

natrium karbonat itu dititrasi dengan HCl menurut persamaan

CO32- + 2H+ → H2CO3

tiap Na2CO3 bereaksi dengan 2H+ , oleh itu berat ekuivalennya setengah
BMnya, 106/2 = 53 g/ek

jadi, banyaknya Na2CO3 yang diperlukan:

ek = g/BE
13
g = (0,15 ek/L) x (0,25 L) x (53 g/ek) = 1,99 g

Perhitungan Molaritas Larutan Standar

SOAL 1 : jelaskan pembuatan 5,0 L larutan 0,1 M Na2CO3 (105,99 g/mol) dari
padatan standar primer

jawab: mol Na2CO3 = volume larutan (L) x CNa2CO3 (mol/L)

Larutan disiapkan dengan melarutkan 53 g Na2CO3 dalam air hingga


volume larutan tepat 5L.

SOAL 2: 0,1M larutan standar Na+ diperlukan untuk mengkalibrasi metode


fotometri nyala.

Jelaskan bagaimana 500 mL larutan tersebut disiapkan dari standar primer


Na2CO3

jawab: karena satuan larutan dalam mL maka gunakan mmol

Larutan disiapkan dengan melarutkan 0,265 g Na2CO3 dalam air hingga


volume larutan tepat 500 mL.

SOAL 3: Hitung konsentrasi molar etanol dalam suatu larutan aqueous yang
mengandung 2,3 g C2H5OH (46,07 g/mol) dalam 3,5 L larutan. jawab:

14
SOAL 4: Hitung konsentrasi molar analitik dan kesetimbangan dari spesi
solut dalam suatu larutan aq yang mengandung 285 mg asam trikloro asetat
Cl3CCOOH (163,4 g/mol) dalam 10 mL (asam mengalami 73% ionisasi dalam
air)

jawab: Cl3CCOOH merupakan asam lemah, dinotasikan dg HA

dalam larutan ini 73% HA terdisosiasi menjadi H+ dan A-

molaritas spesi HA mjd 27%

[HA] = CHA x 0,27 = 0,174 x 0,27 = 0,047 mol/L

[A-] sebanding dengan 73% dari CHA

[H+] = [A-]

SOAL 5: Terangkan cara pembuatan 2 L larutan 0,108 M BaCl2 dari


BaCl2.2H2O (244,3g/mol)

jawab: untuk menghasilkan larutan tersebut berapa gram BaCl2.2H2O yang


diperlukan

15
Timbang dengan tepat 52,8 g BaCl2.2H2O larutkan dalam air, tambahkan air
hingga volume larutan mencapai 2 L

SOAL 6: Hitung molaritas K+ dalam larutan aq yang mengandung 63,3 ppm


K3Fe(CN)6 (329,2 g/mol)

jawab: larutan ini mengandung 63,3 g solut per 106 g larutan. Anggap
kerapatan larutan sama dengan kerapatan air murni yaitu 1 g/mL atau

1000g/L

SOAL 7: Hitung konsentrasi molar HNO3 (63,0 g/mol) dalam suatu larutan
dengan specific gravity 1,42 dan 70% HNO3 (w/w)

jawab: hitung dulu berapa g asam dalam 1 L larutan kemudian ubah g


asam/L _ mol asam/L

16
Perhitungan molaritas dari data standardisasi

SOAL 9 : 50 mL larutan HCl memerlukan 29,71 mL larutan Ba(OH)2 0,01963


M untuk mencapai titik akhir dengan indikator bromokresol hijau. Hitung
molaritas HCl.

Jawab: 2 mmol HCl ∞ 1 mmol Ba(OH)2

SOAL 10: Titrasi 0,2121 g Na2C2O4 ( 134,00 g/mol) murni memerlukan


43,31 mL KMnO4. Hitung molaritas larutan KMnO4.

Reaksi yang berlangsung:

2MnO4- + 5C2O42- + 16H+ → 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

jawab: dari reaksi di atas 2 mmol KMnO4 ∞ 5 mmol Na2C2O4

Perhitungan jumLah analit dari data titrasi

SOAL 11: suatu sampel bijih besi seberat 0,8040 g dilarutkan dalam asam.
Besi kemudian direduksi
menjadi Fe2+ dan dititrasi
dengan 0,02242 M

17
KMnO4 ternyata diperlukan 47,22 mL sampai tercapainya titik akhir. Hitung
a) %Fe (55,847 g/mol) dan b) %Fe3O4 (231,54 g/mol) di dalam sampel.
Reaksi analit dengan reagen adalah:

MnO4- + 5Fe2+ 8H+ → Mn2+ + 5Fe3+ + 4H2O

jawab: 1 mmol MnO4- ∞5 mmol Fe2+

1 mmol MnO4- α 5 mmol Fe2+

1 mmol Fe3O4 α 3 mmol Fe2+

5 mmol Fe3O4 α 3 mmol MnO4-

SOAL 12: suatu sampel bahan organik yang mengandung merkuri seberat
3,776 g diuraikan dengan HNO3. Setelah pengenceran, Hg2+ dititrasi
dengan 21,30 mL larutan NH4SCN 0,1144 M. Hitung %Hg (200,59 g/mol) di
dalam sampel.

Jawab: titrasi ini melibatkan pembentukan kompleks stabil Hg(SCN)2

Hg2+ + 2SCN- → Hg(SCN)2 (aq)

18
pada titik ekuivalen 1 mmol Hg2+ ∞ 2 mmol NH4SCN

SOAL 13: sampel seberat 0,4755 g mengandung (NH4)2C2O4 dilarutkan


dengan air kemudian ditambah KOH sehingga semua NH4+ berubah menjadi
NH3. Selanjutnya NH3 yang dilepaskan didistilasikan kedalam 50 mL 0,05035
M H2SO4. Kelebihan H2SO4 kemudian dititrasi balik dengan 0,1214 M NaOH
sebanyak 11,13 mL. Hitung :

a)%N (14,007 g/mol) dan

b) % (NH4)2C2O4 (124,10 g/mol) dalam sampel

jawab:

a) H2SO4 bereaksi dengan NH3 dimana H2SO4 + 2NH3 → 2NH4+ + SO42-

H2SO4 bereaksi dengan NaOH dimana H2SO4 + 2NaOH → Na2SO4 + 2H2O

1 mol H2SO4 ∞2 mol NH3 1 mol H2SO4 ∞ 2 mol NaOH

19
Maka mmol H2SO4 yang bereaksi dengan NH3 = 2,5175 - 0,6756 = 1,8419

mmol H2SO4

b) 1 mmol (NH4)2C2O4 menghasilkan 2 mmol NH3, sedangkan 2 mmol NH3


bereaksi dengan 1 mmol H2SO4 maka:

1 mmol (NH4)2C2O4 ∞1 mmol H2SO4

SOAL 14:
Gas CO dalam 20,3 L suatu sampel gas diubah mjd CO2 dengan melewatkan
sampel gas pada I2O5 dengan pemanasan 150oC. I2O5 (s) + 5CO (g) → I2 (g) +
CO2 (g) gas iodin yang dihasilkan didistilasi dan dikumpulkan pada suatu
absorber yang mengandung 8,25 mL 0,01101 M Na2S2O3 I2 (g) + 2S2O32-(aq) →
2I-(aq) + S4O62- (aq) kelebihan Na2S2O3 dititrasi balik dengan 2,16 mL larutan
0,00947 M I2.

Hitung mg CO (28,01 g/mol) dalam 1 liter sampel.

Jawab: 5 mol CO ∞ 1 mol I2 1 mol I2 ∞ 2 mol Na2S2O3

20
5 mol CO ∞ 2 mol Na2S2O3

mmol Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi balik

Maka mmol Na2S2O3 yang bereaksi dengan I2 = 0,09083 - 0,04091 mmol

21

You might also like