You are on page 1of 24

MAKALAH

KONSTRUKSI TEORI PENELITIAN AGAMA ISLAM


Ditinjau Melalui

STUDI KEPUSTAKAAN

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS METODOLOGI STUDI ISLAM

DISUSUN OLEH

M. Amrullah (2008120020105)

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA ARAB


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ALI BIN ABI THOLIB SURABAYA
JL. SIDOTOPO KIDUL NO. 51 WEBSITE : www.stai.ali.ac.id
TAHUN AKADEMIK 1429-1430 H/2008-2009 M
KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Allah, Rabb pencipta alam semesta, pengatur segala urusan
makhluknya, raja segala raja, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada tuhan yang diibadahi dengan
benar kecuali Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah Rabb Yang menghiasi
bumi ini dengan kelemah lembutan dan menjadikan kelemah lembutan itu sebagai sebab
mendapat kelemah lembutan-Nya.

Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallohu
‘alaihi wasallam, keluarga, para shahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik hingga akhir zaman.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
proses penulisan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan izin Alloh Azza
wajalla. Dan kami berharap semoga bantuan-bantuan tersebut termasuk amal sholeh serta dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan khalayak umum.

Kami menyadari penyusunan makalah “Konstruksi Teori Penelitian Agama Islam ditinjau
melalui Studi Kepustakaan” ini tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu kami mengharap
dengan sangat saran dan kritik yang membangun demi perbaikan makalah ini dikemudian hari.

Surabaya, 19 Juni 2009

Penyusun

Metodologi Studi Islam


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................I

DAFTAR ISI..................................................................................................................................II

BAB 1................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN............................................................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................................................1


1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................................................1

BAB II...............................................................................................................................................2

PEMBAHASAN...............................................................................................................................2

2.1 PENGERTIAN KONSTRUKSI, TEORI DAN PENELITIAN...............................................2


2.2 PEMBAHASAN STUDI KEPUSTAKAAN..........................................................................3
2.2.1. PENGERTIAN KEPUSTAKAAN...........................................................................................3
2.2.2. CIRI-CIRI STUDI KEPUSTAKAAN.....................................................................................4
2.2.3. LANGKAH-LANGKAH DALAM RISET KEPUSTAKAAN......................................................5
2.3 KONSTRUKSI TEORI PENELITIAN AGAMA ISLAM DI TINJAU MELALUI
STUDI KEPUSTAKAAN DENGAN MELALUI BEBERAPA PENDEKATAN......................6
2.3.1. PENDEKATAN HISTORIS...................................................................................................6
2.3.2. PENDEKATAN FILOLOGI................................................................................................15

BAB III...........................................................................................................................................21

KESIMPULAN..............................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................22

ii

Metodologi Studi Islam


BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hampir semua penelitian memerlukan studi pustaka. Walaupun orang sering membedakan
antara riset kepustakaan dan riset lapangan, keduanya tetap memerlukan penelusuran pustaka.
Perbedaan utamanya hanyalah terletak pada fungsi, tujuan dan atau kedudukan studi pustaka
dalam masing-masing riset tersebut. Dalam riset pustaka, penelusuran pustaka lebih daripada
sekedar melayani fungsi-fungsi persiapan kerangka penelitian, mempertajam metodelogi atau
memperdalam kajian teoretis. Riset pustaka dapat sekaligus memanfaatkan sumber perpustakaan
untuk memperoleh data penelitiannya tanpa melakukan riset lapangan.

Kajian kepustakaan pada intinya dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang


hubungan topik penelitian yang akan diajukan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya sehingga tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu dan mubadzir.
Tinjauan pustaka ini juga berguna untuk mencari celah atau peluang dari suatu penelitian yang
akan dilakukan.

Pada makalah kami ini, kami telah mencoba untuk menjelaskan konstruksi teori yaitu
bagaimana cara membuat atau menyusun bangunan ataupun cara-cara dan aturan-aturan dalam
melakukan penelitian agama islam itu sendiri, dengan pendekatan historis dan filologi ditinjau
melalui studi kepustakaan. Yang dimana penelitian yang kami lakukan juga pernah dikaji oleh
peneliti-peneliti sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah


Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan tersebut maka kami menyusun
rumusan masalah sebagai berikut:

1. Pengertian konstruksi, teori, penelitian agama

2. Pengertian studi kepustakaan

3. Konstruksi teori penelitian agama islam melalui pendekatan:


a. Pendekatan historis
b. Pendekatan filologi

Metodologi Studi Islam


BAB II

PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KONSTRUKSI, TEORI Dan PENELITIAN

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta Mengartikan konstruksi


adalah cara membuat (menyusun) bangunan – bangunan (jembatan dan sebagainya); dan dapat
pula berarti susunan dan hubungan kata di kalimat atau di kelompok kata. Sedangkan teori
berarti pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa
(kejadian); dan berarti pula asas-asas dan hukum-hukum umum yang dasar suatu kesenian atau
ilmu pengetahuan. Selain itu, teori dapat pula berarti pendapat, cara-cara, dan aturan-aturan
untuk melakukan sesuatu1. Dari pengertian tersebut, kita dapat memperoleh suatu kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan konstruksi teori adalah susunan atau bangunan dari suatu
pendapat, asas-asas atau hukum – hukum mengenai sesuatu yang antara suatu dan lainnya saling
berkaitan, sehingga membentuk suatu bangunan.2

Adapun Penelitian berasal dari kata teliti, dalam Kamus Bahasa Indonesia, W.J.S.
Poerwadarminta berarti cermat atau seksama. Penelitian sama artinya dengan penyelidikan atau
pemeriksaan yang dilakukan secara teliti. Dalam ilmu pengetahuan penelitian bisa kita artikan
sebagai upaya menemukan jawaban yang bisa dipertanggungjawabkan atas sejumlah masalah
berdasarkan data-data yang terkumpul. Penelitian menuntut pada pelakunya agar proses
penelitian yang dilakukan bersifat ilmiyah, yaitu harus sistematis, terkontrol, bersifat empiris
(bukan spekulatif) dan harus kritis dalam menganalisis data-datanya sehubungan dengan dalil-
dalil hipotesis yang menjadi pendorong mengapa penelitian itu dilakukan3. Berkaitan kontruksi
teori peneltian agama islam yang kami lakukan ditinjau melalui studi kepustakaan, maka
selanjutnya kami akan mencoba mendefinisikan studi kepustakaan yang akan kami bahas lebih
jauh didepan.

1
http://sony-muhammadiyah.blogspot.com/2008/10/telaah-konstruksi-teori-penelitian.html
2
Idem.
3
Idem.
2

Metodologi Studi Islam


2.2 PEMBAHASAN STUDI KEPUSTAKAAN

2.2.1. Pengertian Kepustakaan


Yang dimaksud dengan studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh
peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau
sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian,
karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku
tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.1

Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu
penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat ditemukan
dengan melakukan studi kepustakaan. Selain itu seorang peneliti dapat memperoleh informasi
tentang penelitian-penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan penelitiannya. Dan
penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan melakukan studi kepustakaan,
peneliti dapat memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan
penelitiannya.

Jadi kajian kepustakaan pada intinya dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang
hubungan topik penelitian yang akan diajukan dengan penelitian sejenis yang yang pernah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu dan
mubadzir. Tak jarang terjadi seorang peneliti dengan sadar atau tidak, bertindak seakan-akan tak
ada tulisan-tulisan mengenai mengenai masalah-masalah yang ditelitinya, mungkin hal itu terjadi
karena tulisan-tulisan yang ada tertulis dalam bahasa yang tak dikuasainya ataupun tulisan-
tulisan itu tak dapat diperolehnya. Tinjauan pustaka ini juga berguna untuk mencari celah atau
peluang dari suatu penelitian yang akan dilakukan.

2.2.2. Ciri-Ciri Studi Kepustakaan


Setidaknya ada empat ciri utama studi kepustakaan:2

1
Purwono (Pustakawan Utama UGM) http://www.google.com/search?ie=UTF-8&oe=UTF-
8&sourceid=navclient&gfns=1&q=STUDI+KEPUSTAKAANOleh%3APurwono

2
Metode Penelitian Kepustakaan (Mestika Zed) http://history2001.multiply.com/journal/item/44 .
3

Metodologi Studi Islam


1. Peneliti berhadapan langsung dengan teks dan data angka dan bukannya dengan 
pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata berupa kejadian , orang atau benda-
benda lain.

2. Data pustaka bersifat siap pakai.

3. Data pustaka umumnya adalah sumber sekunder yang bukan data orisinil dari tangan
pertama di lapangan.

4. Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

Banyak yang menganggap bahwa riset perpustakaan identik dengan buku-buku. Anggapan
ini tidak salah namun selain buku-buku ada juga data yang berupa dokumen, naskah kuno dan
bahan non cetak lainnya. Jadi, perpustakaan juga menyimpan karya non cetak seperti
kaset,video, microfilm, mikrofis, disket, pita magnetik, kelongsong elektronik dan lainnya.
Berbagai jenis koleksi perpustakaan ini disimpan berdasarkan klasifikasi tertentu. Salah satu
sistem klasifikasi yang umum digunakan adalah Sistem Dewey1. Selain Sistem Dewey masih
ada lagi sistem Library of Congress2. Tetapi apapun sistem klasifikasi yang dipakai, peneliti
harus mengenal beberapa koleksi terpilih yang dalam studi pustaka sering disebut alat bantu
bibliografis3. Yang termasuk dan tabloid,indeks dokumen,indeks manuskrip, dan sumber-sumber
lainnya.

Juga untuk melakukan studi kepustakaan, perpustakaan merupakan suatu tempat yang
tepat guna memperoleh bahan-bahan dan informasi yang relevan untuk dikumpulkan, dibaca dan
dikaji, dicatat dan dimanfaatkan (Roth 1986). Seorang peneliti hendaknya mengenal atau tidak
merasa asing dilingkungan perpustakaan sebab dengan mengenal situasi perpustakaan, peneliti
akan dengan mudah menemukan apa yang diperlukan.

2.2.3. Langkah-Langkah Dalam Riset Kepustakaan


Dan adapun dalam melakukan riset kepustakaan, ada empat langkah yang biasa
dilakukan: 4

1
Pengklarifikasian data berdasarkan nama penulis atau nama penerbit
2
Perpustakaan atau system data yang berada dikantor DPR AS.
3
bibliografi; daftar buku atau karangan yg merupakan sumber rujukan dari sebuah tulisan atau karangan atau daftar
tertentut suatu subjek ilmu; daftar pustaka; sumber; (www.kbbi,com)
4
Metode Penelitian Kepustakaan (Mestika Zed) http://history2001.multiply.com/journal/item/44
4

Metodologi Studi Islam


1. Langkah pertama adalah menyiapkan alat perlengkapan berupa pensil, pulpen dan kertas
catatan.

2. Langkah kedua adalah menyusun bibliografi kerja.

3. Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengatur waktu penelitian.

4. Setelah itu yang perlu dilakukan adalah membaca dan membuat catatan penelitian.

Hampir semua jenis bahan bacaaan kepustakaan (buku, artikel atau essei) dikelompokkan
sebagai data sekunder. Namun dari sudut metodelogi sejarah, sejumlah bahan dokumen yang
diterbitkan atau buku yang diperoleh dari tangan pertama (pelaku sejarah) bisa dikategorikan
sebagai sumber primer. Membaca sambil mencatat bisa menjadi cara efektif mendapatkan data.
Di samping itu juga bisa dengan mengajukan daftar-daftar pertanyaan yang jawabannya akan
didapatkan dari bahan yang kita baca.

Tahap-tahap yang dilakukan dalam mencatat bahan penelitian adalah: mempersiapkan


peralatan pencatatan, membaca bagian kata pengantar , daftar isi dan pendahuluan. Semua jenis
catatan penelitian merupakan bahan mentah yang perlu diolah lebih lanjut pada tahap analisis 1
dan sintesis2. Sebagian analisis sifatnya cukup sederhana dan sebagian lainnya agak rumit.
Analisis biasanya dilakukan dengan menganalisis isi teks.

Setelah itu barulah memasuki tahap sintesis yaitu penggabungan-penggabungan hasil


analisis ke dalam struktur konstruksi yang mudah dimengerti secara utuh dan keseluruhan. Pada
akhirnya, riset pustaka tentu saja tidak sekedar urusan membaca dan mencatat literatur atau
buku-buku sebagaimana yang sering dipahami banyak orang selama ini melainkan suatu metode
yang lebih terperinci dan rumit.

2.3 KONSTRUKSI TEORI PENELITIAN AGAMA ISLAM DI TINJAU


MELALUI STUDI KEPUSTAKAAN DENGAN MELALUI BEBERAPA
PENDEKATAN
Adams mengemukakan bahwa tidak dapat dipungkiri pengetahuan yang paling produktif
dalam penelitian studi Islam adalah histories dan filologi.3

1
penyelidikan thd suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yg sebenarnya (sebab-
musabab, duduk perkaranya, dsb); (www.kbbi,com)
2
paduan (campuran) berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan yg selaras: (www.kbbi,com)
3
Pendekatan Normatif dan Deskriptif dalam Studi Islam (Telaah atas Karya Charles J. Adams) Written by
Muhammad Latif Fauzi,SHI, MSI http://cfis.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=32&Itemid=36
5

Metodologi Studi Islam


2.3.1. Pendekatan Historis
Dalam melakukan konstruksi teori penelitian agama melalui pendekatan historis ini, dapat
dilakukan dengan dua metode sebagai berikut1:

1. Metode Kritik Dan Pembuktian Kebenaran

a. Meneliti dan Mempelajari Sanad

Secara bahasa, kata al-isnad berarti yang dipegangi (almu’tamad).2 disebut demikian
karena matan itu merujuk dan bergantung kepadanya.3 Adapun secara istilah, al-isnad
merupakan rangkaian para periwayat yang menyampaikan suatu khabar, dari satu perawi kepada
perawi berikutnya secara berangkai, hingga sampai pada sumber khabar yang diriwatkan itu.4

Dalam metode keisalaman, sanad dipandang sebagai tulang punggung berita. Ia


merupakan media kritik terhadap suatu khabar, karena dengan diketahui siapa-siapa
periwayatnya maka akan dapat diktahui pula nilai khabar itu. Sanad yang bersambung lagi
sahih merupakan karakteristik umat islam. Kegunaannya ialah untuk memberikan rasa tenteram
dan percaya pada khabar yang diriwayatkan dengan cara seperti ini, karena didalamnya
terhimpun sejumlah bukti dan pendukung berupa perawi-perawinya bersifat ‘adil, tsiqah dan
dhobit. Dari sejumlah pendukung itulah kesahihan suatu khabar yang diriwayatkan menjadi
kokoh.

Kegunaan lainnya, bahwa riwayat-riwayat yang disandarkan pada sanad jauh lebih utama
dibandingkan riwayat atau khabar yang disampaikan dengan tanpa sanad, karena sanad dalam
suatu riwayat itu dapat digunakan untuk melacak otentisitas riwayat tersebut. Mekanisme kritik
dan pengujiannya juga dapat dilakukan dengan cara yang jauh lebih sempurna dibandingkan
dengan khabar-khabar yang tak bersanad.5 denagan demikian tujuan penetapan sanad adalah
memastikan kesahihan (kebenaran) suatu nash (teks) atau berita, serta melenyapkan kepalsuan
dan kebohongan yang mungkin ada padanya.

1
Fitnah Kubro, edisi Indonesia, oleh Muhammad Amhazun. cetakan 1, LP2I Haramain, Jakarta 1999. Hal 39-64 dengan sedikit
ringkasan.
2
Al-Fairuzabadi, Al-Qamus al-Muhith.
3
Mahmud al-Thahan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, hal. 157
4
Faruq Hamadah, al-Manhaj al-Islami fi al-Jahr wa al-Ta’dil, hal. 131
5
Akram, Dirasat Tarikhiyah, hal. 26.
6

Metodologi Studi Islam


Dalam bidang penelitian historis (sejarah), dengan penyebutan sanad akan membantu
pelacakan suatu riwayat dan kritik informasi. Maka oleh karena itu para ulama tetap
mempertahankan eksistensi sanad. Mereka para ulama salaf telah melakukan tugas
pengumpulan dan pengkodifikasian , baik dalam bidang sejarah hidup Nabi Shallallohu ’Alaihi
Wasallam (sirah nabawiyah), ataupun informasi historis lainnya.

Sungguh perhatian ulama terhadap persoalan sanad telah dimulai sejak periode yang
cukup awal, yaitu sesudah (akibat) peristiwa fitnah yang menimpa umat islam dizaman kholifah
Utsman radhiyallahi ánhu yang kemudian diikuti oleh kemunculan firqah-firqah yang masing-
masing mempunyai pandangan politis yang saling bertentangan, serta kelompok-kelompok yang
fanatis. Salah satu akibatnya tersebarlah kebohongan-kebohongan dan mulailah terjadinya
pemalsuan (riwayat). Dimana masing-masing firqah membuat hadits dan khobar palsu untuk
membenarkan pendapatnya. Latar belakang historis inilah yang menyebabkan ulama merasakan
semakin pentingnya penelitian terhadap sumber-sumber riwayat itu. Hal ini ditegaskan dalam
Al-Qurán, Allah berfirman:

“Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang-orang fasik membawa suatu berita,
maka periksalah dengan teliti, agar kami tdak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum
tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”1

Ibnu al-Mubarak berkata : “Sanad hadits (isnad) merupakan bagian dari agama, sekiranya
sanad itu tidak ada niscaya siapa saja akan bebas mengatakan apa saja yang dia kehendaki.”2

b. Meneliti dan Mempelajari Matan

Secara bahasa matan adalah sesuatu yang keras/terjal dan mencuat dari tanah. 3 sedangkan
secara istilah matan merupakan susunan kalimat yang tercantum pada akhir sanad, yang berarti
teks dari khabar itu sendiri. Yang dimaksudkan dengan studi matan di sini adalah mempelajari
nash dari berbagai seginya; diantaranya ada yang memfokuskan pada penelitian diseputar
kesahihannya, apabila tidak bertentangan dengan watak (alami) sesuatu dan informasi-informasi
kesejarahan yang sudah valid, atau tidak mengandung sesuatu yang tidak mungkin atau
kemustahilan, dan lain-lain. Diantaranya pula, studi matan itu ada yang difokuskan pada upaya

1
QS. Al-Hujuraat : 6.
2
Muslim, al-Jami’ al-Shahih., bab Bayan al-Isnad min al-Din, juz 1, hal. 87.
3
Al Fairuzabadi, al-qamus al muhith.
7

Metodologi Studi Islam


pemahaman (makna) nash itu sendiri, baik menyangkut pemahaman atas muatan hukumnya,
dalalah (konotasi) nya, atau pemahaman segi bahasa dan lafadznya.

Penting untuk ditegaskan sesungguhnya jerih payah ulama itu ternyata tak hanya
difokuskan pada upaya penelitian atau kritik sanad saja, tetapi juga berupa kritik (penelitian)
matan, karena ternyata illat (cacat)1 suatu riwayat itu tak hanya terjadi pada sanad, melainkan
boleh jadi juga pada matan.

Ini artinya bahwa para ulama hadits telah memberikan perhatian serius pada matan hadits
sebagaimana mereka juga memperhatikan sanadnya. Sebab penerimaan mereka terhadap suatu
matan padahal isnadnya mengandung cacat, hal itu jelas menunjukkan betapa dalamnya
penelitian mereka mengenai kritik nash (matan), dan bahwa sanad yang dho’if tidak mesti
menghalangi mereka untuk menerima matan yang sahih atau ma’ruf dari jalur sanad yang lain.2

Sungguh telah ada metode sahabat radiallahu ‘anhum untuk meneliti suatu riwayat dan
menyelidiki kesahihanya, bukan dalam pengertian mereka menuduh para perawinya berdusta.
Abu Bakar as-Siddiq radiallahu’anhu misalnya ketika ditanya tentang apakah seorang nenek itu
berhak memperoleh harta warisan? Al-Mughiroh Ibnu Syu’bah menjawabnya, “nenek
mendapatkan warisan seperenam”, maka Abu Bakar memerintah Al-Mughiroh agar
menghadirkan saksi. Maka Muhammad Ibn Maslamah radiallahu’anhu memberikan kesaksian
atas hal itu.3

Begitu pula Umar Ibn al-Khattab tidak menerima begitu saja ketika Ubay Ibn Ka’ab
menyampaikan sebuah hadits, dimana (dalam hal ini) dia menuntut Ka’ab agar mendatangkan
bukti atau hadits yang disampaikan tadi, maka ketika bukti (saksi) telah nyata berkatalah Umar
kepada Ka’ab: “sungguh aku tidak meragukan kamu, aku hanya menyelidiki kebenaran suatu
riwayat.”4

c. Syarat-Syarat Riwayat Yang Diterima.

DR. Akram Dhiya’ al-‘Umariy mengatakan : “sebagaimana kaidah-kaidah hadits yang


digunakan dalam kritik periwayatan, maka menyangkut berita-berita sejarah sebaiknya

1
Illat ialah faktor yang tersembunyi, merusak keshahihan hadits kendatipun dari luar kelihatan tidak bermasalah.
Lihat Ibn al-Madini. ”Illat al-hadits wa Ma’rifat al-Rijal” hal. 10.
2
Al-Damini, Maqayis Naqd Mutun al-sunah, hal. 113.
3
Al-Dzahabi, Tazkirat al-Huffazh, juz 1, hal. 2.
4
Op.cit., juz 1, hal. 8.
8

Metodologi Studi Islam


kekuatannya disesuaikan dengan materinya, sampai sejauh mana dia melibatkan hawa nafsu
pada perawinya . seperti kalau riwayat-riwayat itu menyentuh pada aqidah semisal fitnah-fitnah
yang terjadi diseputar sahabat, atau yang berhubungan dengan hukum-hukum agama
(syar‘iyyah) seperti persoalan-persoalan fiqh terdahulu, maka sesungguhnya bersikap ketat
dalam penerimaannya dengan menggunakan kaidah-kaidah kritik hadits dengan jeli terhadap
perkara, dalah sikap yang layak diterima”.1 Adapun bila khobar yang diriwayatkan itu tidak
berkaitan sedikitpun dengan hukum-hukum syar’iyah (agama) -sekalipun seyogyanya juga perlu
mendapatkan perhatian yang serupa- maka boleh bersikap longgar terhadapnya sebagai analogi 2
terhadap apa yang oleh ulama hadits diistilahkan dalam “Bab al-tasyaddud dalam hadist-hadits
tentang fadlail amal”.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal bahwasannya dia berkata : “Bila kami
meriwayatkan dari Rasulullah Shallallohu ’Alaihi Wa Sallam tentang hukum halal haram,
sunnah, maka kami bersikap ketat dalam sanad-sanadnya; dan bila kami meriwayatkan dari Nabi
Shallallohu ’Alaihi Wasallam tentang fadlail amal yang tidak menyangkut tentang penetapan
hukum dan pembatalan hukum, maka kami bersikap longgar (tasahhul) terhadap sanadnya”.3

Dalam hal ini al-Khafiji4 berkata : “seorang sejarahwan boleh meriwayatkan pendapat
yang lemah untuk tujuan targhib, tarhib, I’tibar (penguat), namun kelemahannya tetap diberi
catatan (reserve). Sikap tersebut tidak diperkenankan bila menyangkut dzat Sang Pencipta Azza
wa Jalla dan sifat-Nya. Juga tidak diperkenankan dalam masalah hukum.5

Dalam kaitan ini perbedaan sikap terhadap informasi sejarah, antara sikap ketat dan relatif
longgar, dapat kita lihat dengan nyata pada sikap al-Hafidz Ibnu Hajar ketika menggabungkan
sejumlah riwayat dalam kitabnya ”Fathul Bari”.

1
Akram dhiya’ al-‘Umari, Buhuts fi Tarikh al-Sunnah al-Musyarrafah, hal. 211.
2
persamaan atau persesuaian antara dua benda atau hal yg berlainan; kias; www.kbbi,com
3
Al-Khatib al-Baghdadi, al-Kifayah fi-‘ilm al-Riwayah, hal. 212.
4
Beliau adalah Muhammad Ibn Sulaiman al-Rumi al-Hanafi al-Khafiji. Gelar bermula dari kesibukannya dari
menekuni bidan “kaifiyah” dalam ilmu nahwu. Ia juga menguasai bahasa arab, sejarah, tafsir, dan ilmu-ilmu lainnnya.
Beliau adalah ”pendekar” madzhab fiqih dimesir. Di antara karangannya, ialah :’Anwar Al-Sa’adah fi syarh kalimatai
al-Syahadah”, ”Manazil al-Arwah”, ”al-Ilma bi ifadah lau lil-imtina”, dan lainnya. Ia meninggal tahun 879H.
(1474M). Lihat, al-Sakhawi, al-Dhau’ al-Lami’ li ahl al-qorn al-Tasi’, juz 7, hal. 259, al-Suyuthi, Bughyat al-Wi’ah fi
thoba1qat al-Lugowiyyin, hal.48, al-Laknawi, al-Fawa’id al-Bahiyyah fi tarajim al-Hanafiyyah, hal. 169.
5
Al-Kafiji, al-Mukhtashar fi ’ulum al-Tarikh, hal. 326.
9

Metodologi Studi Islam


Kendatipun Ibnu Hajar menegaskan penolakannya terhadap riwayat Muhammad Ibn
Ishaq1 -bila ia tidak menegaskan proses perolehan riwayat itu dengan secara langsung
mendengar (sama’), tetapi hanya dengan menyebut ’an (dari) seseorang- juga penolakan yang
sama terhadap riwayat Al-Waqidi, karena statusnya dimata ahli lmu Jarh wa Ta’dil sebagai
matruk (tidak terpakai), apalagi informan-informan selain mereka berdua yang sama sekali tidak
mempunyai riwayat-riwayat yang dapat dikutip dalam kitab-kitab hadits -semisal ’Awanah2 ,

al-Mada’iny3- kendatipun demikian, Ibnu Hajar mengambil riwayat-riwayat mereka itu sebagai
pendukung , dan informasi pelengkap untuk rincian peristiwa-peristiwa tertentu. Lalu
selanjutnya, ia berupaya mengkombinasikan antara riwayat-riwyat tertentu dengan riwyat lain
yang mempunyai sanad (sandaran) yang lebih kokoh.

Demikian juga dapat kita melihat Ibnu Hajar berkomentar tentang Ibnu Ishaq : “imam
dalam bidang al-maghazi tetapi shodiq yudallis (jujur tapi mau mentadlis) 4 juga beliau
berkomentar tentang al-Waqidi : “matruk (tidak terpakai), walaupun ilmunya luas“5 terhadap saif
Ibnu Umar, ia berkata , “ia dhoif dalam hadis, tapi bisa dijadikan pegangan dalam sejarah.6

1
Muhammad ibn Ishaq ibn yassar al-Muttalibi al-Madani al-Ikhbari, pakar siroh, memiliki banyak riwayat, dan
spesialis dalam ilmu al-Maghazi (peperangan) dan berita, sampai-sampai Imam Syafi’i berkata : ”Siapa yang ingin
memperdalam ilmu Maghazi, haruslah berhutang kepada Muhammad ibn Ishaq”. Sedangkan Ibn Hibban berkata :
”tak seorangpun di madinah yang dapat mendekati kualitas Ibn Ishaq dan dalam pengumpulan riwayat. Ia adalah
orang yang paling bagus meredaksikan berita”. Di antara kitab-kitabnya; ”al-Maghazi”, ”Tarikh al-Khulaa”, ”Kitab
al-Fututh”, ”Harb al-Basus bayna Bakr wa Taghlib”. Waat tahun 151H. (868M). Lihat, Ibn Sa’ad, al-Thabaqat, juz 7,
hal. 321, al-Fasawi, al-Ma’rifat wa al-Tarikh, juz 2, hal. 27, dll.
2
‘Awanah Ibn al-Hakam al-Kalbi al-Kufi, seorang ahli dibidang berita, atsar, sya’ir dan nasab (keturunan). Ia seorang
yang fasih tapi tidak dapat melihat. Muridnya antara lain al-Ashma’I, al-Haitsam Ibn ‘Adi dan al-Mada’iny. Karya-
karyanya ialah “al-Tarikh”, “Siyar Muayiah dan bBani Umayyah”. Wafat tahun 147H (764M). lihat, Ibn al-Nadim,
al-Fihrist, hal. 103, yaqut, Mu’jam al-Udaba’, juz 16. hal 134, al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, juz 7, hal. 201,
dan lain-lan.
3
‘Ali Ibn Muhammad Ibn Abdillah al-Mada’iny al-Ikhbari al-Haidz, penulis yang sangat produktif. Al-Dzahabi
berkata tentang beliau: “orang sangat dikagumi pengetahuannya tentang siyar (sejarah hidup), al-Maghazi
(peperangan ), al-Ansab (silsilah keturunan), sejarah Arab, jujur dalam beriota yang dinukilnya, dan isnadnya tinggi”.
Sedangkan Imam al-Thabari berkata: “ia banyak mengetahui hari-hari orang, dan bersiaft jujur”. Kitab-kitab
karangannya, antara lain: al-Maghazii”, “Akhbar al-Munafiqin”, “khutub al-Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam”,
Akhbar al-Khulafa”, “al-Jamal”, “Kitab al-Khawarij”, “al-Futuh”, Kitab al-Madinah”, “Buyutat al-Arab”, dan masih
banyak yang lain. Wafattahun 224H. (838M). lihat, Ibn al-Nadim, al-ihrits, hal. 147-152, al-Khatib, Tarikh Bagdad.
Juz 2, hal, 54, Yaqut, Mu’jam al-Udaba’, juz 14, hal. 124. al-Dzahabi, Mizan al-I’tidal, juz 3, hal. 153 dan Siyar
‘Alam al-Nubala’, juz 10, hal 400.
4
Ibn Hajar, Thabaqat al-Mudallisin.hal. 51.
5
Ibn Hajar, al-Taqrib, juz 2, hal. 194.
6
Op.cit. juz 1.hal. 344.
10

Metodologi Studi Islam


2. Metode Interpretasi Historis; Sumber-sumber dalam menafsirkan Peristiwa dan
Menilainya

Yang dimaksud dengan Interpretasi Histori adalah pengetahuan tentang benang merah
yang menghubungkan peristiwa dan kejadian yang berbeda untuk mengetahui motivasi tersebut,
titik tolak, konklusi, serta pelajaran yang dapat dipetik dibalik peristiwa itu.

Metode Interpretasi histori itu dibangun di atas pondasi konsep-konsep dan nilai-nilai,
yang bila mana ia benar, maka metode tersebut dengan sendirinya akan benar dan lurus.
Demikin pula sebaliknya jika konsep dan nilai itu rancu dan menyimpang maka hal yang sama
akan mempengaruhi sebuah metode. Dan seperti dimaklumi bahwa setiap umat memiliki konsep
tersendiri tentang manusia, kehidupan dan alam. Dan atas dasar konsep tersebut terbentuklah
nilai, kehidupan kemasyarakatan, politik dan ekonomi. Melalui konsep/pemahaman itu pula
manusia memandang berbagai persoalan, peristiwa-peristiwa dan manusia.

Sesungguhnya tafsir islam atas sejarah itu didasarkan pada asas bahwa manusia itu
memiliki tujuan dalam hidupnya, yakni tugas ” khilafah”: ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat, “ sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi”.1 Dan
Alloh yang maha Mulia dan maha Tinggi mempersyaratkan untuk kekhalifahan ini satu syarat
yaitu : “maka jika datang petunjuk dari pada-Ku ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan
barang siapa yang berpaling dari peringatakan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.2

Fungsi manusia bukan hanya sekedar mencari makan sebagaimana konsep interpretasi
materialistik dalam sejarah. Tetapi ia merupakan semua unsur yang tercakup dalam diri manusia,
seperti potensi, kekuatan dan aspirasi, di samping tuntutan-tuntutan fisik yang amat mendesak.
Juga upaya menerjemahkan ideologi (aqidah) yang dianut oleh manusia ke dalam realita
kehidupan, tindak tanduk, etika, dan hubungan kemanusiaan, yang berjalan diatas bumi. Dengan
realita tersebut, orang lain langsung dapat melihat sosok islam.3

Dibawah ini kami sajikan beberapa kaidah mengenai sumber-sumber yang sepatutnya
diperhatikan dalam meneliti historis islam, sebab histori islam merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari studi keislaman itu sendiri.

1
QS. Al-Baqarah: 30.
2
QS. Thoha: 123.
3
Muhammad Quthub, Hawla al tafsir al Islam li al Tarikh, hal.13.
11

Metodologi Studi Islam


A.Mempedomani Sumber-sumber Syari’ah (hukum) dan lebih mengutamakannya dari sumber-
sumber lain, dalam ketentuan yang telah digariskan menyangkut berita, parameter
(dhawabith) dalam persoalan ahkam.

Hal ini berdasarkan pada dua alasan:

Pertama: karena sumber-sumber syari’ah merupakan sumber yang paling valid dari semua
dokumen sejarah yang memuat berita. Ini disebabkan karena sumbernya yang pasti benar, ilmu
dan kekuasaannya. Sampai kepada kita melalui metode ilmiah yang paling terpercaya dimana
Al-Qurán disampaikan kepada kita dengan jalan mutawatir (diriwayatkan oleh sejumlah besar
orang secara turun-temurun). Sehingga menghasilkan ilmu yang qoth’I’(pasti benar). Demikian
pula sunnah yang shohih disampaikan kepada kita dengan metode ilmiah yang sangat rinci.

Kedua: petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh sumber-sumber syari’ah berupa ketentuan umum
sejarah, “hukum” robbani pandangan komprehensif terhadap sejarah kemanusiaan seluruhnya,
sepanjang zaman, masa lampau, sekarang dan masa depan, dapat memberikan kepada peneliti
keluasan pandangan yang menyeluruh dalam melihat sejarah dan mendalam dalam menganalisa
peristiwa. Hal-hal semacam ini telah menjadi perhatian ulama ahlus sunnah untuk dikumpulkan
dan mereka buat bab-bab khusus untuk itu dalam karangan mereka.1

B. Pemahaman Iman yang benar

Pemerhati historis islam yang tidak mengetahui peran iman dalam kehidupan umat islam,
niscaya tidak akan mampu memberikan penilaian ilmiah serta realistis atas peristiwa historis
islam.

Misalnya hijrahnya umat islam dari Makkah ke Madinah adalah hijrah (perpindahan)
karena mempertahankan prinsip keimanan yang bagi kaum muslimin, dianggap sebagai motivasi
yang mengarahkan individu dan kelompok untuk mencapai masa depan dan mengukir sejarah.

Perpindahan mereka bukan disebabkan karena tempat tinggal, harta dan kedudukan yang lebih
baik. Sebab mereka justru meninggalkan tanah air, harta, posisi dan kesenangan, lari membawa
agama menjauhi bencana dan mereka berkomitmen pada aqidah. Dengan demikian, mereka

1
Imam al-Bukhari dalam “Shahih”nya, membuat bab khusus tentang ini dalam judul ”Kitab al-Fitan” .demikian pula
Imam Muslim, dengan judul “Kitab al-Fitan wa asyrath al-Sa’ah”. Sementara Abu Dawud dalam kitab “Sunan”nya
membuat judul “al-Fitan wa al-Malahin”. Demikian juga ulama-ulama sunnah lainnya.
12

Metodologi Studi Islam


teladan menampilkan sosok keteladanan yang tinggi dalam hal pengorbanan dan keikhlasan
dalam menegakkan kalimat Allah.

Dengan demikian, adalah kesalahan dan ketidakjujuran, mengambil kesimpulan bahwa


setiap dinamika historis adalah dari konflik atau tujuan yang bersifat materialistik.

B. Mengetahui level dan kondisi suatu masyarakat

Allah Azza wa alla telah berfirman “Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu
orang-orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kami tdak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”1

Dalam kaitan ini Utsman Bin Affan radhiallohu ’anhu pernah berkomentar :
”perhatikanlah posisi setiap orang, berikan kepada mereka apa yang menjadi haknya secara
proporsional. Ketahuilah, bahwa dengan tingkat pengenalan terhadap masyarakat akan
mewujudkan keadilan.2

Atas dasar itu, perhatian para ulama ahlus sunnah diarahkan untuk menjelaskan orang-
orang yang layak dijadikan sebagai narasumber dalam hal periwayatan historis, dan orang-orang
yang tidak layak. Dalam pembahasan mereka, tercatat bab dengan judul ”Bab a-Nahyi ’an al-
Riwayat ’an al-Dhuafa’wal ihtiyath fii tahammuliha” 3 (bab tentang larangan meriwayatkan berita
dari orang-orang dhaif (lemah) dan berusaha menghindari berita dari mereka). Sebab penilaian
orang tidak dapat diterima melainkan dari seorang ahli yang matang, terpercaya, dan jeli melihat
hal ihwal kaum muslimin.

C. Mengetahui batas-batas informasi yang boleh diterima dari sumber-sumber penganut


paham/aliran yang memiliki ambisi-ambisi tertentu (ash-habul-ahwa’ wal-firaq).

Untuk tujuan ini, sebagian ulama menulis karya-karya secara khusus tentang ash-habul-ahwa’
wal-firaq, seperti Imam Abul Hasan al-Asy’ari4 dalam kitabnya ”maqalat al-Islamiyyin”, Abul
1
QS. Al-Hujuraat : 6.
2
At-Thobari, Tarikh al-Rusul, juz 4. Hal. 279
3
Lihat, Muslim, juz 1. Hal. 76.
4
Ali Bin Ismail Ibn Ishaq, Abul Hasan, pada awalnya menganut paham mu’tazilah. Kemudian belakangan dia keluar
dan menyalahi mereka secara vokal, lalu ia mendirikan madzhab Asy’ariyah yang terkenal iti, namun belakangan ia
meninggalkan faham ini dan kembali kepada madzhab ahlus sunnah wal-jama’ah. Lihat : “Al-Ibanah ‘an Ushul al-
Diyanah”, dan “Maqolat al-Aslamiyyin”. Kedua kitab ini merupakan buah tangan beliau. Juga lihat “Tabyin Kizb al-
muftary fii maa Nushibah ilaa al-Imam al-Asy’ari” oleh Ibn ‘Asakir. Menurut suatu sember, bahwa karya beliau
13

Metodologi Studi Islam


hasan la-Malthy1 dalam karyanya ”al-Tanbih wa al-Radd ’ala ahl al-ahwa’ wal bida’”, dan karya
ulama-ulama yang lainnya.

Untuk itu, seorang sejarawan muslim perlu mengenal aliran-aliran dan aqidah mereka.
Dengan demikian ia mampu berinteraksi dengan teks-teks yang mereka kemukakan dengan
dasar informasi yang terkumpul pada mereka. Untuk kemudian melakukan studi komparatif2
dengan informasi lain dari sejarawan-sejarawan terkemuka atau ulama yang adil dan terpercaya.

D. Mengetahui kriteria penggunaan literatur dari kalangan non-muslim.

Bila dalam disiplin ilmu historis islam dikenal kaedah, prinsip dan rambu-rambu syar’i
yang harus dipatuhi oleh seorang sejarawan muslim, maka diantara kaidah itu ialah yang
berkaitan dengan kewaspadaan dalam menggunakan sumber-sumber di luar islam sebagai
literatur. Mengingat kaum sekuler menggunakan ”kebebasan” menurut versi mereka yang tanpa
batas dan rambu-rambu yang mereka dapatkan di Barat atau diTimur dan mereka terapkan pada
kajian historis islam.

Perlu diingat bahwa dikalangan non-muslim tidak ada hambatan untuk berbuat dusta
sebagaimana itu terlarang dikalangan umat islam. Firman Allah : “sesungguhnya yang
mengadakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah.” 3

2.3.2. Pendekatan Filologi

Filologi4 merupakan studi kerohanian dengan menelaah karya sastra atau sumber-sumber
tertulis yang biasanya berhubungan dengan aspek bahasa agama. Tampaknya penelitian agama
memang tidak dapat dipisahkan dari aspek bahasa, karena manusia adalah makhluk berbahasa
sedangkan doktrin agama dipahami, dihayati dan disosialisasikan melalui bahasa. karena di
dalam bahasa agama banyak digunakan bahasa simbolik dan metaforik, maka kesalahpahaman

melebihi 300 kitab. Wafat pada tahun 324 H (936 M) lihat Ibn Kholikan, wafayat al-A’yan, juz 3. Hal 284, al-
Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, juz 15. Hal. 85, dan Ibn Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, juz 11 hal 187.
1
Muhammad Ibn Ahmad Ibn Abd al-Rahman, Abul Hasan Al-Malthy (sebutan ini dinisbahkan kepada Malthiyah al-
Asqolani). Beliau adalah ulama fiqh madzhab Syafi’i. ia alim dalam ilmu qira’at. Wafat tahun 377 H (987 M). lihat
al-Subki, Thobaqat al-Syafiíyyah juz 2, hal. 112, Ibn Al-Jauzi, Mir’atu al-Zaman juz 2, hal. 67, dan Ismail al-
Bagdadi, Idhah al-Maknun, juz 1, hal. 328.
2
berkenaan atau berdasarkan perbandingan; sumber (www.kbbi,com)
3
QS. An-Nahl : 105.
4
ilmu tentang bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat dalam bahan-bahan
tertulis (www.kbbi,com)
14

Metodologi Studi Islam


untuk menangkap pesan dasarnya mudah terjadi. Jadi Filologi berguna untuk meneliti bahasa,
meneliti kajian linguistik, makna kata-kata dan ungkapan terhadap karya sastra.1

Hasil dari studi dengan pendekatan filologis, menurut Adams, adalah sebuah sumber
pustaka (literatur) yang dapat menyentuh semua aspek kehidupan dan kesalihan umat Islam.
Tidak hanya menjadi rujukan pengetahun Barat tentang Islam dan sejarahnya, filologis juga
memainkan peranan penting di dunia Islam. Selain itu, filologi harus turut andil dalam studi
Islam. Hal terpenting yang dimiliki oleh mahasiswa Muslim adalah kekayaan literatur klasik
seperti sejarah, teologi, dan mistisisme. yang kesemuanya tidak mungkin dipahami tanpa
bantuan filologi2.

Penelitian agama dengan menggunakan filologi dapat dibagi dalam tiga pendekatan, yaitu
metode tafsir, pendekatan filologi terhadap As-Sunnah (Al-Hadits) dan pendekatan filologi
terhadap teks, naskah dan kitab (hermeneutika).3

1. Metode Tafsir
Pendekatan filologi terhadap Al-Qur'an adalah pendekatan atau metode tafsir. Metode
tafsir merupakan metode tertua dalam pengkajian agama. Sesuai dengan namanya, tafsir berarti
penjelasan, pemahaman dan perincian atas kitab suci, sehingga isi pesan kitab suci dapat
dipahami sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan.4

Secara etimologis, kata tafsir berasal dari bahasa arab, fassara, yang bermakna
menerangkan atau menjelaskan5. Secara terminologis, tafsir merujuk kepada ilmu yang
dengannya pemahaman terhadap kitab yang diturunkan kepada Rasululloh Shollallohu ’Alahi
wa Sallam, penjelasan mengenai makna-makna kitab Alloh dan penarikan hukum-hukum
beserta hikmahnya diketahui.6

1
Pendekatan Normatif dan Deskriptif dalam Studi Islam (Telaah atas Karya Charles J. Adams)
http://cfis.uii.ac.id/index.php?option=com _content&task=view&id=32&Itemid=36
2
Ibid.
3
Ibid.
4
Studi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya. Pengantar Studi Islam. (Surabaya; IAIN Sunan Ampel Press Surabaya.
2002). Hlm.152
5
Majalah Islamia, thn 1, no 1Muharram 1425/Maret 2004. Hal. 39.
6
Muhammad b. ‘Abdallah al-Zarkashi, al-Burhan I’Ulum al-Qur’an. Ediror Muhammad Abu al-adl Ibrohim (kairo:
Dar ‘Ihya’ al-Turoth al-‘Arabiyyah, 1957) cet.1, hlm. 13.
15

Metodologi Studi Islam


Tafsir Al-Qur’an terkait dengan apa yang telah disampaikan, diterangkan dan dijelaskan
oleh Rosululloh Shollallohu ’Alahi wa Sallam. Allah berirman; ”Telah Kami turunkan
kepadamu (Muhammad) kitab tersebut agar kamu jelaskan kepada manusia tentang apa yang
telah diturunkan (Allah) kepada mereka dan agar mereka memikirkannya”.1 Maksud yang sama
juga disebutkan di ayat yang lain. Allah berfirman: ”Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab
(al-Qur’an) ini, melainkan agar kamu menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.2

Adapun para sahabat mereka menafsirkan al-Qur’an dengan berpegang pada penafsiran
yang diberikan oleh Rosululloh. Karna mereka mengetahui asbaab-al-nuzuul (sebab-sebabyang
melatarbelakangi turunnya ayat al-Qur’an). ’Abdullah ibn Mas’ud mengatakan: ”Demi Allah
yang tiada Ilah yang haq di sembah kecuali Dia, tidak ada ayat dari kitab Allah melainkan aku
lebih mengetahui kepada siapa diturunkan. Seandainya aku tahu seseorang yang lebih
mengetahui dari padaku tentang cara-cara yang diterimanya kitab Allah, niscaya aku akan
mendatanginya”.3

2. Pendekatan Filologi terhadap As-Sunnah (Al-Hadits)


As-Sunnah secara etimologi berarti tradisi atau perjalanan. Sedangkan al-Hadits secara
etimologi berarti ucapan atau pernyataan dan sesuatu yang baru. Dalam arti teknis As-Sunnah
(Sunnatur Rasul) identik dengan Al-Hadits.

Selanjutnya dalam penulisan berikutnya memakai istilah Al-Hadits. Sebagaimana halnya


Al-Qur'an, Al-Haditspun telah banyak diteliti oleh para ahli, bahkan dapat dikatakan penelitian
terhadap Al-Hadits lebih banyak kemungkinannya dibanding penelitian terhadap Al-Qur'an. Hal
ini antara lain dilihat dari segi datangnya Al-Qur'an dan Hadits berbeda. Kedatangan (wurud)
atau turun (nuzul) nya Al-Qur'an diyakini secara mutawatir berasal dari Allah. Tidak ada satu
ayat Al-Qur'an pun diragukan sebagai yang bukan berasal dari Allah Subhanahu Wata’ala. Atas
dasar ini maka dianggap tidak perlu meneliti apakah ayat-ayat Al-Qur'an itu berasal dari Allah
atau bukan. Hal ini berbeda dengan Al-Hadits. Dari segi datang (al-wurud) nya hadits tidak
seluruhnya diyakini berasal dari nabi, melainkan ada yang berasal dari selain Nabi. Hal ini selain
disebabkan sifat dari lafadz-lafadz yang tidak bersifat mu'jizat

3. Pendekatan Filologi terhadap Teks, Naskah dan Kitab-Kitab : Hermeneutika

1
QS. An-Nahl: 44.
2
QS. An-Nahl; 64.
3
Ibnu Katsir, tafsir al-Qur’an al-Adzim (Kairo: Maktabah Dar al-Turath, Jil. 1). Hal. 5.
16

Metodologi Studi Islam


Hermenutika secara etimologi berasal dari kata kerja hermeneuias artinya menyampaikan
berita. Pengertian yang lebih lengkap dinyatakan Stephen WL bahwa hermeneutika adalah Studi
of understanding, especially by interpriting action and text. Al-Faroby (w. 339/950), seorang
ahli filsafat muslim terkemuka, sangat tepat mengalih bahasakan hermeneuias sebagai al-
ibaaroh (pengungkapan). Memang dari sisi etimologi kata hermeneutika jelas bukan berasal dari
tradisi pemikiran Islam, kesan adanya suatu upaya peniruan terhadap tradisi Kristen dan filsafat
barat sulit dipungkiri.1

Memang benar, Asumsi dari pemikiran hermeneutika ini, pada mulanya adalah metode
tafsir dari mitos Yunani, kemudian diadopsi pihak yahudi dan Kristen berwujud metode
menafsirkan Bible yang menimbulkan perpecahan didalam kristen, tetapi kemudian penggunaan
hermeneutika sebagai metode penafsiran semakin meluas dan berkembang, baik dalam cara
analisisnya maupun obyek kajiannya.2

Perlu ditegaskan3 para ahli teologi Yahudi dan Nasrani mereka mengkaji ulang secara
kritis teks-teks kitab suci mereka untuk mencari kebenaran dengan cara hermeneutika,
Sebaliknya islam tidaklah demikian. Encyclopaedia Britannica menyatakan dengan jelas bahwa
tujuan utama hermeneutika adalah untuk mencari ”nilai kebenaran Bible”.4

Mengapa dengan hermeneutika itu para teolog tersebut bertujuan mencari nilai kebenaran
Bible? Jawabannya adalah karena mereka memiliki sejumlah masalah dengan teks-teks kitab
suci mereka. Mereka mempertanyakan apakah secara harfiah Bible itu bisa dianggap Kalam
Tuhan atau perkataan manusia.

Sebagaimana kita ketahui gaya dan kosakata masing-masing pada pengarang yang
ditemukan mengenai Bible berbeda-beda. Maka adanya perbedaan pengarang itulah yang
menyebabkan Bible tidak bisa dikatakan Kalam Tuhan (the word of God) secara harfiah
(literal). Oleh sebab itulah para teolog kristen memerlukan hermeneutika untuk memahami
Kalam Tuhan yang sebenarnya. Mereka hampir bersepakat bahwa Bible secara harfiahnya bukan
Kalam Tuhan.5

1
Lihat majalah islamia, hlm. 2. thn 1, no 1 Muharram 1429/Maret 2004.
2
Hartono Ahmad Jaiz, Ada Permutadan di IAIN. Hal. 165.
3
Oleh Dr. Ugi Suharto. Lihat majalah islamia, hlm. 46-49. thn 1, no 1 Muharram 1429/Maret 2004.
4
Encyclopaedia Britannica,edisi ke 15 (1995), 5:874, 1c.
17

Metodologi Studi Islam


Keadaan itu berbeda dengan kaum Muslimin, yang bisa memahami Kalam Allah dari al-
Qur’an baik ”on the line” ataupun ”between the line”. Kaum muslimin sepakat bahwa al-Qur’an
itu adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ’Alaihi wa
Sallam. Kaum muslimin juga sepakat bahwa secara harfiah al-Qur’an itu Kalam Allah.1

Perbedaan yang lain adalah, bahwa Bible kini ditulis dan dibaca bukan lagi bahasa
asalnya. Bahasa asal Bible adalah Hebrew untuk Perjanjian Lama, Greek untuk Perjajian Baru,
dan Nabi Isa sendiri berbicara dengan bahasa Aramic. Berbeda dengan bahasa Arab, kita ketahui
bahwa bahasa Arab itu hidup karena pengaruh yang dihidupkan oleh al-Qur’an itu sendiri. Jadi
al-Qur’an lah yang menyelamatkan bahasa Arab, sedangkan dalam kasus Bible, mereka mesti
menyelamatkan dahulu bahasa Hebrew sebelum dapat menyelamatkan Bible. Maka wajarlah
apabila Bible yang dikarang banyak orang itu memerlukan hermeneutika untuk memahaminya
dengan cara yang lebih baik dari pengarang Bible itu sendiri. 2

Adapun al-Qur’an, bagaimana mungkin terfikir oleh kaum muslimin bahwa mereka dapat
memahami al-Qur’an lebih baik dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala, atau Rasulullah Shallallahu
’Alaihi wa Sallam.

Maka dapat disimpulkan dari uraian diatas, untuk teks-teks atau naskah-naskah atau yang
berkaitan dengan islam (al-Qur’an ataupun hadits-hadits dan yang lainnya) dalam penelitiannya
atau penafsirannya tidak perlu lagi mengadopsi metode-metode yang selain dari Islam, karena
semua yang berkaitan dengan Islam telah ada penjelasannya secara valid dari al-Qur’an ataupun
hadits-hadits dan penjelasan-penjelasan para ulama-ulama kaum muslimin, tanpa kekurangan
perangkat ilmu untuk mengkajinya karena sudah terbentuk secara rapi sejak dini bukan seperti
Bible dan kitab-kitab kaum Yahudi dan Nasrani..

5
Dr.Ugi Suharto dosen di International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC)-IIUM, Kuala Lumpur
mengatakan: “saya katakan “hampir sepakat” karena masih ada golongan kristen bahwa harfiah Bible itu juga adalah
Kalam Tuhan. Tapi golongan ini dianggap ekstrim. Encyclopaedia Britannica memasukkan golongan ini dalam
kelompok “Literal Hermeneutics”. Dari kelompok ini juga lahirnya golongan “fundamentalis kristen”. Dengan
menggunakan golongan ini juga dunia barat mengeksport perkataan “Fundamentalisme” untuk dunia islam. Dr.
Muhammad Imarah pernah menyatakan : ”prototipe pemikiran yang menjadi ciri khas fundamentalisme ini adalah
penafsiran injil dan seluruh teks agama secara literal dan menolak secara utuh seluruh bentuk penakwilan atas teks-
teks manapun, walaupun teks-teks itu berisikan metafor-metafor rohani dan simbol-simbol sufistik serta memusuhi
kajian-kajian kritis yang ditulis atas injil dan kitab suci”. Lihat, Muhammad Imarah, Fundamentalisme dalam
perspektif pemikiran barat dan islam (Jakarta : Gema Insani Press, 1999) 10-11.
1
Lihat majalah islamia, hlm. 48. thn 1, no 1 Muharram 1429/Maret 2004.
2
Ibid. hal. 48.
18

Metodologi Studi Islam


Maka untuk pendekatan yang ketiga ini tidak dapat diterapkan dalam mengkaji dan
meneliti teks-teks atau naskah-naskah kitab-kitab islam baik al-Qur’an atau yang selainnya,
karena dengan hermenutika justru akan merusak pengkajian dan penelitian teks-teks atau
naskah-naskah kitab-kitab islam, sebagaimana hal itu telah menghancurkan dan menimbulkan
perpecahan dikalangan kristen dalam menafsirkan Bible mereka.

BAB III

KESIMPULAN

19

Metodologi Studi Islam


Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Konstruksi Teori Penelitian Agama Islam
yang kami lakukan adalah ditinjau melalui studi kepustakaan, yakni penelitian yang menggunakan
bahan-bahan gerakan sebagai sumber rujukannya. Metode yang digunakan umumnya bersifat
deskriptif analitis yang bersifat ilmiah dengan penggabungan hasil data-data yang telah
dikumpulkan kedalam struktur konstruksi. Sedangkan pendekatan yang digunakan umumnya
pendekatan historis dan filologis yang bersifat kawasan dan substansial. Maka akan dapat
ditangkap dan dihayati makna substansial, hakikat ini, dan pesan spirit tehadap penelitian agama
itu sendiri.

Juga dari penelitian studi kepustakaan yang kami telah uraikan diatas, yaitu penelitian
yang mendasarkan pada data yang terdapat dalam berbagai sumber rujukan di bidang historis dan
filologi. Yang juga corak penelitiannya yaitu deskriptif, yaitu penelitian yang penekannya pada
kesungguhan dalam mendeskripsikan data selengkap mungkin.

Karya tulis ini memang bukanlah merupakan karya orisinal, tetapi kami banyak mengutip,
meramu, mengulas dan membandingkan serta menyimpulkan karya-karya dan pemikiran-
pemikiran para pakar terdahulu. Hal ini tercermin dalam buku-buku referensi yang kami gunakan
dalam penulisan ini. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan munculnya pemikiran dan visi
yang berbeda, bahkan mungkin berlawanan dengan pemikiran dan visi karya-karya yang
mendahuluinya. Dengan demikian, karya tulis ini akan bernilai dalam menambah dan
mengembangkan kepustakaan tentang studi Islam yang telah ada sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

20

Metodologi Studi Islam


Raza,, Nasrudin, Dienul (Bandung : Al-Ma’arif, 1977)
Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973)
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1998)
Studi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel
Press, 2004)
Studi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2002. Pengantar Studi Islam. Surabaya; IAIN Sunan
Ampel Press.
Al-Mas'udi, Hafizh Hasan. 1999. Ilmu Mustholah Hadis. Surabaya; Al-Hidayah.
Romdon. 1996. Metodologi Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta; Raja Grafindo Persada
Majalah islamia, Thn 1, no 1 Muharram 1425H/2004M. Jakarta; Khairul Bayan.
Muhammad Amhazun, Fitnah Kubro, edisi Indonesia, Cetakan 1, LP2I Haramain, Jakarta 1999
Hartono Ahmad Jaiz, Ada Permutadan Di IAIN. Jakarta; Pustaka al-Kautsar
http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/metodologi-memahami-islam/ - _ftn13

21

Metodologi Studi Islam

You might also like