Professional Documents
Culture Documents
Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan
dengan Akte Notaris. Namun Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963,
telah membolehkan mengangkat anak perempuan.
Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan diajukan ke panitera. Permohonan diajukan dan
ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada
Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat .
3. Isi permohonan
Adapun isi Permohonan yang dapat diajukan adalah:
- motivasi mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut.
- penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.
Untuk itu dalam setiap proses pemeriksaan, Anda juga harus membawa dua orang saksi yang mengetahui seluk beluk
pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu harus pula orang yang mengetahui betul tentang kondisi anda (baik
moril maupun materil) dan memastikan bahwa Anda akan betul- betul memelihara anak tersebut dengan baik.
4. Yang dilarang dalam permohonan
Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan dalam permohonan pengangkatan anak, yaitu:
- menambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak.
- pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon.
Mengapa?
Karena putusan yang dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada permohonan lain dan hanya
berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat dari pemohon, atau berisi pengesahan saja.
Mengingat bahwa Pengadilan akan mempertimbangkan permohonan Anda, maka Anda perlu mempersiapkan segala
sesuatunya dengan baik, termasuk pula mempersiapkan bukti-bukti yang berkaitan dengan kemampuan finansial atau
ekonomi. Bukti-bukti tersebut akan memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan Anda dan
kemungkinan masa depan anak tersebut. Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji, Surat Kepemilikan Rumah, deposito
dan sebagainya.
a. Perwalian
Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat
tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi
anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah
orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.
b. Waris
Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris.
Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk
menentukan pewarisan bagi anak angkat.
· Hukum Adat:
Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi
keluarga yang parental, —Jawa misalnya—, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak
itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga
tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban
hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi
anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H,
Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).
· Hukum Islam:
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-
mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya
dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari
Segi hukum, AKAPRESS, 1991)
· Peraturan Per-Undang-undangan :
Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum
memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan
menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata,
yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.
ITERNET
Koran
Tentang Pengangkatan Anak/Adopsi
2006 SEPTEMBER 27
Adopsi anak itu dikenal dalam seluruh sistem hukum adat di Indonesia. Pengaturan tentang
penangkatan anak di atur antara lain di KUHPerdata (Untuk Golongan Tionghoa dan Timur Asing)
dan juga diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA). Selain itu
pengaturan teknisnya banyak tersebar dalam bentuk SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung)
Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali
yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan
anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau
Tetapi UU yang sama juga memberikan definisi tentang anak asuh yaitu
Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan,
pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang
tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar (Pasal 1 angka 10)
Prinsipnya adalah bahwa Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada
alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. (pasal 14)
Pasal 39
(1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah
(3) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
(4) Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
(5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas
penduduk setempat.
Pasal 40
(1) Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang
tua kandungnya.
(2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pasal 41
(1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
pengangkatan anak.
(2) Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
Lalu syarat dan prosedur apa yang mseti ditempuh untuk melakukan pengangkatan anak yang
Syarat calon orang tua angkat (pemohon)
Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antar orang tua kandung dengan orang tua angkat
Pengangkatan anak oleh orang yang sudah/belum menikah juga diperbolehkan (single parents
adoption)
Syarat calon anak angkat (bila dalam asuhan suatu yayasan sosial)
yayasan sosial harus mempunyai surat ijin tertulis dari Menteri Sosial bahwa yayasan yang
calon anak angkat harus punya ijin tertulis dari Menteri Sosial atau pejabat yang berwenang bahwa
Dan kalau ijin sudah lengkap baru deh mengajukan permohonan pengangkatan anak kepada Ketua
PN yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Tentang
Adopsi (pengangkatan anak)
Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia tahun 1984 yang berlangsung pada bulan Jumadil
Akhir 1405 H./Maret 1984 memfatwakan tentang adopsi sebagai :
1. Islam mengakui keturunan (nasab) yang sah, ialah anak yang lahir dari perkawinan
(pernikahan).
2. Mengangkat (adopsi) dengan pengertian anak tersebut putus hubungan keturunan (nasab)
dengan ayah dan ibu kandungnya adalah bertentangan dengan syari’ah Islam.
3. Adapun pengangkatan anak dengan tidak mengubah status nasab dan Agamanya, dilakukan
atas rasa tanggung jawab sosial untuk memelihara, mengasuh dan mendidik mereka dengan
penuh kasih sayang, seperti anak sendiri adalah perbuatan yang terpuji dan termasuk amal saleh
yang dilanjutkan oleh agama Islam.
4. Pengangkatan anak Indonesia oleh Warga Negara Asing selain bertentangan dengan UUD 1945
Pasal 34, juga merendahkan martabat bangsa.
Mengangkat Anak
Kami telah melangsungkan perkawinan beberapa tahun. Belum dikaruniai keturunan. Kebetulan kami
menemukan anak yang ditelantarkan dan kami bermaksud mengangkat anak tersebut. Mohon dijelaskan secara
singkat caranya, agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
Anom Sudarsana
Jalan Kamboja, Denpasar
Jawab:
Perkawinan, perceraian dan pengangkatan anak, termasuk perbuatan
hukum. Artinya, perbuatan yang patut dilaksanakan sesuai jalur hukum
yang berlaku dan memiliki akibat hukum. Kalau persyaratannya tidak
dipenuhi, perbuatan hukum yang dimaksud dikatakan mengandung "cacat
hukum". Ada dua kemungkinan yang akan terjadi bagi perbuatan hukum
yang mengandung "cacat hukum". "Dapat dibatalkan" atau "batal demi
hukum". Kapan sebuah perbuatan hukum dapat dibatalkan dan kapan dia
harus batal demi hukum, tergantung dari persyaratan yang dilanggar.
Dalam hubungan dengan perbuatan hukum pengangkatan anak bagi
warga Hindu, tata cara yang harus dilewati, secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut. Dimulai dari
rembug keluarga kecil (pasangan suami istri yang akan mengangkat anak), kemudian lanjutkan dengan
keluarga yan glebih luas, termasuk dengan orang tua atau keluarga yang anaknya akan diangkat. Sesudah itu
pengumuman (pasobyahan) dalam rapat desa atau banjar atau desa pakraman. Langkah selanjutnya adalah
melaksanakan upacara pamerasan, yang disaksikan keluarga dan perangkat pimpinan desa atau banjar adat.
Pengangkatan anak barulah dapat dipandang sah, sesudah dilakukan upacara pengangkatan anak yang disebut
upacara pamerasan. Itulah sebabnya anak angkat itu disebut pula dengan istilah sentana paperasan. Proses
berikutnya adalah pembuatan surat sentana. Lebih baik lagi bila dilakukan dengan mengajukan permohonan
penetapan pengangkan anak kepada Pengadilan Negeri dalam daerah hukum dimana pengangkatan anak itu
dilaksanakan.