You are on page 1of 7

Batik Banten: Kain yang Bisa

Bercerita

Ditulis oleh Pratimiranti


Selasa, 06 Oktober 2009 23:06

Dunia internasional menjulukinya ”The cloth style stories”, atau kain yang bisa bercerita.
Julukan yang unik, juga amat menggoda. Tapi, alasannya jelas: di setiap warna dan motif Batik Banten, selalu bercerita
tentang sejarah Banten, utamanya pada masa kejayaan Sultan Maulana Hassanudin.
Itulah ciri khas Batik Banten yang tak ada pada batik mana pun. Sampai-sampai ada yang berani mengungkap: kalau ingin
mempelajari sejarah Banten, kenali saja batiknya.
Budidaya Sang Gubernur
Dibanding ”rekan-rekannya”, asal-usul batik Banten lebih banyak terlacak. Bahkan, melalui Surat Keputusan Gubernur
Banten, pada Oktober 2003, tentang pembentukan panitia peneliti batik Banten, pembudidayaan batik langka ini terus
dilakukan.

Dan, bicara mengenai Batik Banten, sulit melepaskan diri dari sosok Uke Kurniawan, mantan pejabat Dinas Pekerjaan
Umum yang kini memfokuskan diri pada pengembangan batik serta ragam hias tradisional Banten.
Uke bercerita. Tahun 2002, ia bersama Hasan M Ambary, arkeolog yang banyak meneliti dan menulis tentang Banten,
melakukan penelitian di situs Banten Lama. Dari situ, mereka menemukan sekitar 75 ragam hias artefak langka.
Agar bisa segera memasyarakatkan ragam hias artefak tersebut, mereka memilih media yang paling akrab dan paling
mudah dipahami: batik. Maka, “lahirlah” Batik Banten, dengan tampilan warna yang sangat meriah; gabungan dari warna-
warna pastel yang berkesan ceria namun lembut. Transformasi tersebut juga merupakan upaya-upaya menghidupkan
kembali seni hias Banten yang telah hilang sejak abad ke-17.

Pembuatan Batik Banten pada dasarnya hampir sama dengan pembuatan batik tulis dan batik cetak lainnya; yang
kemudian beralih ke proses pencetakan, pewarnaan, penghilangan warna dan lilin, hingga pengeringan.

Namun, warna Batik Banten sulit ditiru pembatik daerah lain, kecuali dengan memakai air Banten yang dipercaya
mempunyai karakter khusus dalam menguatkan warna. Percaya atau tidak, tapi ke khasan inilah yang membuat Batik
Banten sering dijadikan oleh-oleh para pendatang yang berkunjung ke Banten, dan bahkan diminati para eksportir dari
negara asing, terutama Jerman dan Perancis.
Karakter & Ekspresi Banten
Paduan warna Batik Banten dipengaruhi oleh air dan tanah; yang dalam proses pencelupannya mereduksi warna-warna
terang menjadi warna pastel akibat kandungan yang ada di dalamnya. Warna-warna tersebut, konon, cocok betul
menggambarkan karakter orang Banten yang memiliki semangat dan cita-cita tinggi, ekspresif, tapi tetap rendah hati.
Masing-masing motif batik kemudian diberi nama-nama khusus, yang diambil dari nama tempat, ruangan, maupun
bangunan dari situs Banten Lama, serta nama gelar di masa Kesultanan Banten. Dan, sampai sekarang, sudah lebih dari 50
ragam hias yang dituangkan dalam bentuk kain batik, bahkan 12 diantaranya telah dipatenkan sejak tahun 2003.

Motif yang mengambil nama tempat, diantaranya, Pamaranggen (tempat tinggal pembuat keris), Pancaniti (bangsal
tempat Raja menyaksikan prajurit berlatih), Pasepen (tempat Raja bermeditasi), Pajantren (tempat tinggal para penenun),
Pasulaman (tempat tinggal pengrajin sulaman), Datulaya (tempat tinggal pangeran), Srimanganti (tempat Raja bertatap
muka dengan rakyat), dan Surosowan (Ibukota Kesultanan Banten).
Sementara motif dari nama gelar, antara lain, Sabakingking (gelar dari Sultan Maulana Hasanudin), Kawangsan
(berhubungan dengan Pangeran Wangsa), Kapurban (berhubungan dengan gelar Pangeran Purba), serta Mandalikan
(berhubungan dengan Pangeran Mandalika).
Namun, yang menjadi ciri khas utama Batik Banten adalah motif Datulaya, yang namanya diambil dari tempat tinggal
pangeran. “Datu itu artinya pangeran, laya tempat tinggal," jelas Uke.
Motif Datulaya memiliki dasar belah ketupat berbentuk bunga dan lingkaran dalam figura sulur-sulur daun. Warna yang
digunakan adalah motif dasar biru, dengan variasi motif pada figura sulur-sulur daun abu-abu di dasar kain kuning.

Batik Nusantara
Penggunaan Batik Banten kini kian memasyarakat. Beberapa sekolah di kota Serang sudah memakainya untuk seragam.
Bahkan, dalam pelaksanaan MTQ Nasional lalu, Batik Banten juga dikenakan oleh seluruh delegasi, dan dipakai menghias
panggung MTQ beserta bangunan Masjid Agung.
Dibuat sepenuhnya dengan tangan dan dikerjakan secara teliti, Batik Banten menandakan semangat kebantenan yang
tidak pernah luntur untuk terus dikumandangkan hingga ke mancanegara. Siapa pun yang memakainya akan merasakan
kebesaran Banten masa lalu.

Sejak ditetapkan menjadi satu-satunya batik nusantara yang benar-benar memiliki karakter unik, Batik Banten merupakan
batik paten pertama yang setiap motifnya menandakan garis-garis semangat kebantenan. Bahkan, di mancanegara, batik
ini tampil sebagai juara dari 52 negara peserta pameran di Malaysia tahun 2005.
Harga Batik Banten saat ini berkisar Rp 75.000 hingga jutaan rupiah. Sebagian besar diantaranya diekspor ke Malaysia,
Finlandia, serta Korea.
Namun, tantangan ke depan bagi produsen Batuk Banten adalah memproduksi bahan baku sendiri. Sampai kini bahan
baku Batik Banten masih diambil dari Solo dan Pekalongan.

Motif Batik Banten: Sejarah, Cerita dan Kecintaan akan Banten

Mempertanyakan Sejarah Motif Batik Banten


Banten merupakan sebuah provinsi yang terletak di paling barat pulau Jawa, berbatasan langsung dengan DKI
Jakarta di sebelah barat. Dahulu kala, Banten merupakan salah satu kerajaan Islam di Nusantara yang terletak di muara
Sungai Cibanten dan memiliki pelabuhan yang besar dan sibuk di Selat Sunda pada abad ke 16. Banyak pendatang dari
luar Nusantara yang datang ke Banten untuk berdagang rempah-rempah, sehingga Banten menjadi terbuka dengan
berbagai kebudayaan asing yang masuk. Dengan banyaknya kontak dengan pendatang dari berbagai daerah, maka
peradaban di Banten menjadi maju dan kebudayaannya menjadi maju pula. Salah satu contohnya, yaitu pada motif khas
yang kini dihadirkan melalui media batik Banten.

Menurut Harih Budiarto, batik adalah salah satu jenis tekstil hasil karya bangsa Indonesia yang sudah dikenal
sejak dahulu dan sampai sekarang terus bertahan. Jasper dan Pirngadie membuat batasan yang lebih detil, yaitu suatu
cara atau teknik penutupan bagian-bagian tertentu pada kain untuk memperoleh gambar atau motif hiasan yang
berwarna setelah proses pencelupan. Pengertian Motif dalam Kamus Ilmiah Populer yaitu dasar warna; warna dasar; latar
belakang warna; ragam; bentuk; pola; corak. Jadi motif batik merupakan dasar (baik dasar warna ataupun dasar pola atau
corak) yang menutupi kain batik.

Seperti pengertian batik menurut Hari Budianto di atas, maka motif batik Banten merupakan salah satu hasil karya
masyarakat Banten yang sudah dikenal semenjak masa kerajaan Banten berdiri. Suatu warisan budaya yang harus
dilestarikan dan dipelajari agar kelak dapat menjadi identitas bahwa bangsa ini dahulu dan sekarang merupakan bangsa
yang maju tidak hanya dalam pelayaran namun juga maju dalam pertekstilan.
Sebuah keterangan dihimpun dari Ir. Uke Kurniawan (pemilik serta pengembang Sentral Pelatihan dan Industri
Batik Banten), bahwa pada masa kerajaan Banten ada sebuah selimut batik yang dikenal oleh orang-orang Belanda
sebagai Brooven Rim Rood, atau biasa dikenal dengan istilah SIMBUT atau Selimut Van Bantam pada abad ke 17. Namun,
dengan berakhirnya kejayaan Banten maka hilanglah keberadaan selimut batik dan tradisi membatik di Banten ini.

Ketika kegiatan ekskavasi situs Keraton Surosowan sekitar tahun 1976 dilangsungkan, terdapat temuan-temuan
gerabah bermotif yang sangat khas Banten dan tidak ditemukan di tempat lainnya. Motif-motif inilah yang pada akhirnya
digunakan sebagai motif asli batik Banten sebagai hasil rekonstruksi arkeologi keberadaan budaya materi masyarakat
Banten. Maka dari itu, tujuan penulisan artikel ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan:

Apa saja jenis motif batik Banten dan apa yang menjadi latar belakang motif tersebut kaitannya dengan
sejarah masyarakat Banten?

Penulisan artikel ini menggunakan konsep etnoarkeologi. Ada banyak pengertian etnoarkeologi dari berbagai ahli,
salah satunya pengertian etnoarkeologi menurut Colin dan Paul Bahn (1991), etnoarkeologi merupakan studi yang
mencakup penggunaan maupun makna artefak, bangunan, dan struktur-struktur masa kini dalam suatu masyarakat yang
masih hidup, dan bagaimana barang-barang itu tergabung dalam catatan arkeologi. Pengertian ini pula dijadikan landasan
teori bagi penulis karena penulisan artikel ini berusaha menganalogikan motif yang dibuat pada masa sekarang dengan
masa lalu, ketika motif ini pertama kali digunakan, lalu terkubur ratusan tahun menjadi benda arkeologis hingga saat ini
menjadi sebuah tradisi baru yang memiliki unsur lama dan sarat dengan unsur sejarah.

Sebuah Cerita di balik Motif Batik Banten

Tahun 1976, ketika Pusat Penelitian Arkeologi mengadakan penelitian dan ekskavasi di Situs Keraton Surosowan
yang merupakan Situs Keraton Kesultanan Banten, ditemukan sejumlah gerabah dan keramik lokal yang berpola hias.
Penelitian dan pengamatan yang dilakukan dalam mengungkap keberadaan gerabah dan keramik memperlihatkan adanya
pola hias yang dikerjakan dengan beberapa teknik dekorasi. Teknik dekorasi yang diterapkan pada gerabah dan keramik
lokal Banten ini antara lain teknik gores, teknik pukul (tatap berukir), teknik tekan (cap dan bukan cap), teknik cubit, dan
teknik tempel (dengan cetakan dan tidak dengan cetakan). Lalu pola hias yang ditemukan dari rekonstruksi gerabah dan
keramik lokal Banten ini berjumlah 75 pola hias yang merupakan pola hias tunggal dan pola hias gabungan (Hasan Muarif
Ambary, dalam artikel Pakaian Tradisional di Daerah Banten).

Peranan gerabah dan keramik lokal Banten ini sangatlah penting bagi masyarakat kala itu. Kegunaannyalah yang
menjadikan gerabah dan keramik ini sangat berguna bagi kehidupan keseharian masyarakat Banten sekitar abad ke-18
dan ke-19 M. Sebagai barang kegiatan rumah tangga dan kegiatan industri seperti pembuatan alat logam perunggu dan
besi.

Dari ke-75 motif hias yang terdapat dalam temuan gerabah dan keramik hasil penelitian arkeologis di situs Keraton
Surosowan inilah, Ir. Uke Kurniawan seorang “Wong Banten” yang perduli terhadap kebudayaan daerahnya mengangkat
motif-motif tersebut menjadi motif batik khas Banten dan “menghidupkan” kembali tradisi membatik di daerah Banten
yang telah hilang selama lebih dari 200 tahun.

Motif-motif Batik Banten

Hasil rekonstruksi ke-75 motif hias yang berasal dari temuan gerabah dan keramik dari situs Keraton Surosowan
tersebut dipadukan satu sama lainnya dan diambil kesimpulannya menjadi 12 macam motif batik Banten. Ke-12 motif
tersebut antara lain sebagai berikut:

• Motif Sabakingking

Motif dasar berupa segi empat dengan tumpulan dan sisi-sisinya yang berbulu, diberi variasi 3 warna, motif dasar
berwarna coklat, variasi warna motif pada daun bersegi empat berwarna biru dengan dasar kain berwarna krem dan
booh (motif batik yang berjajar dan berukuran lebih kecil dari motif utama di sisi-sisi bawah, atas, samping kiri dan
kanan kain batik (lihat keterangan gambar di lampiran)) tumpal bergerigi warna coklat tua. Nama Sabakingking
diambil dari nama gelar Panembahan Sultan Maulana Hasanudin, raja pertama kerajaan Banten (1552-1570).

• Motif Mandalikan

Motif dasar berupa belah ketupat dengan bentuk bunga berada di tengah-tengah dalam sebuah bintang. Variasi
motif bintang dalam kontak rantai dan booh motif dasarnya bebentuk segi tiga bergerigi berlapis tiga. Variasi warna
menggunakan tiga warna yaitu dasarnya barwarna krem, pada motif bintangnya berwarna abu-abu, pada rantai dan
booh berwarna coklat tua. Nama Mandalikan diambil dari nama gelar bagi pangeran Banten, yaitu Pangeran
Mandalika.

• Motif Srimanganti

Motif dasar berbentuk tumpal bergerigi ganda dan ceplok lingkaran serta setengah bulatan dalam lingkaran.
Variasi motif berupa pigura berbentuk segi empat, pada sudut-sudutnya yang berbentuk setengah lingkaran terdapat
cecep dan booh dengan motif dasar segitiga daun. Memiliki variasi warna coklat yang dominan. Nama Srimanganti
diambil dari nama ruang di keraton (Sri = Raja, Manganti = menanti) jadi yang dimaksud yaitu pintu gerbang yang
beratap yang menghubungkan keraton.

• Motif Pasepen

Motif dasar persegi empat berbentuk bunga dan lingkaran polos berjajar empat buah. Motif dasar booh berupa
tumpal. Variasi warna pada motif dasar berwarna kuning muda, pada dasar kain berwarna abu-abu, dan booh
berwarna biru. Nama Pasepen diambil dari nama sebuah ruang di keraton tempat Sultan bersemedi.

• Motif Pejantren

Motif dasar berupa bunga cengkeh dalam lingkaran denagn variasi motif bunga-bunga setengah lingkaran dari
motif dasar. Variasi warnanya yaitu warna dasar kain biru, merah dan pada booh berwarna merah tua. Nama
Pejantren diambil dari nama pemukiman masyarkat Banten yang berprofesi sebagai penenun.

• Motif Pasulaman

Motif dasar berupa belah ketupat lingkaran yang berada dalam lingkaran segi empat. Variasi motif berbentuk
lingkaran segi empat, variasi garis berombak dan ilumunisasi bersulur-sulur daun pada pigura segi empat dan motif
dasar booh berupa ranting. Motif dasar berwarna merah, pada pigura berwarna abu-abu dan pada booh berwarna
hijau. Nama Pasulaman diambil dari nama pemukiman masyarakat Banten yang berprofesi sebagai penyulam.

• Motif Kapurban

Motif dasar berbentuk ketupat dengan hiasan berupa bunga, variasi motif berupa pigura berbentuk spiral dan
booh segitiga berbentuk bunga. Warna pada pinggir motif dasar pigura hitam dan jingga, pada booh berwarna hitam.
Nama Kapurban diambil dari nama gelar pangeran Banten, yaitu Pangeran Purba.

• Motif Kawangsan

Motif dasar berupa bunga bergerigi, variasi motif berbentuk daun dan buah dengan motif dasar berupa belah
ketupat dan lingkaran polos. Warna yang digunakan pada motif ini antara lain warna biru pada motif dasar, warna
coklat pada motif daun dan coklat muda pada booh. Nama Kawangsan diambil dari nama gelar pangeran Banten,
yaitu Pangeran Wangsa.

• Motif Pamaranggen

Motif dasar belah ketupat dengan bunga yang berada di tengah-tengahnya, memiliki variasi motif semacam sayap
kupu-kupu. Variasi garis-garis spiral dan booh dari motif dasar berbentuk spiral. Berwarna merah pada dasar
motifnya, coklat muda pada motif sayap kupu-kupunya, dan hitam pada boohnya. Nama Pamaranggen diambil dari
nama pemukiman masyarakat Banten yang berprofesi sebagai pembuat keris.

• Motif Surosowan

Motif dasar tumpul bergerigi dengan hiasan bunga. Variasi motif berupa daun dan motif dasa pada booh
berbentuk belah ketupat dan lingkaran polos. Pada motif dasar berwarna kuning, variasi motif pada dasar kain
berwarna biru dan pada booh berwarna kuning. Nama Surosowan diambil dari nama keraton kesultanan Banten,
Keraton Surosowan yang berasal dari kata Suro (Pa) Sowan yang berarti tempat untuk menghadap.

• Motif Pancaniti

Motif dasar belah ketupat berbentuk bunga dan lingkaran polos yang berada di tengah-tengah bunga matahari.
Variasi motif bunga matahari dalam lingkaran berbentuk segi delapan, berornamen daun dan sulur-sulur daun,
sedangkan motif dasar booh berbentuk ranting. Variasi warna pada motif dasar berwarna biru, pada variasi motif
bunga matahari berwarna abu-abu dan biru, ornamen daun berwarna merah dan pada sulur-sulur daun berwarna biru.
Nama Pancaniti diambil dari nama tata ruang keraton dalam lingkungan istana tempat raja menyaksikan pelatihan
para prajurit.

• Motif Datu Laya

Motif dasar belah ketupat berbentuk bunga dan lingkaran dalam pigura sulur-sulur daun. Pada booh motif
dasarnya berupa topeng manusia yang sudah disetelir. Warna biru digunakan pada motif dasarnya, pada pigura sulur-
sulur daun berwarna abu-abu, dasar kain berwarna kuning dan pada booh berwarna biru. Nama Datu Laya diambil
dari nama tempat tinggal pangeran yang berasal dari kata Datu = pangeran dan Laya = residen.

Banten dalam Motif Batik

Seperti yang telah dijelaskan pada deskripsi motif-motif di atas, makna yang ada di balik penamaan motif-motif
batik tersebut menunjukan ke-Banten-an yang sangat kental. Nama toponim enam desa, enam gelar dan nama tata ruang
keraton Kesultanan Banten digunakan sebagai nama motif batik Banten.
Dalam perjalanannya mencintai kebudayaan leluhur dan usahanya mengembangkan nilai-nilai seni hias dari masa
lalu, para putra daerah Banten menghadirkan sebuah upaya untuk memunculkan ragam jenis hiasan tersebut yang
kemudian disebut sebagai Batik Banten Mukarnas. Batik Banten Mukarnas merupakan desain dari motif dasar yang
terdapat dalam ragam hias fragmen gerabah dan keramik Banten Lama. Kesinambungan dari masa prasejarah hingga ke
masa Islam menghasilkan ragam hias berbentuk tumpal atau pucuk rebung, yang berubah interpretasi pemaknaannya,
pada masa Islam diisi dengan makna Mukarnas (perukunan). Ragam hias Mukarnas tidak hanya ditemukan pada fragmen
gerabah dan keramik saja, namun juga ditemukan pada ornamen masjid Agung Banten pada bagian sisi-sisi atapnya dan
pada nisan-nisan kubur, juga pada iluminasi naskah-naskah kuno Banten. Kemampuan lokal dalam menyerap dan
mengolah kebudayaan luar menurut H.G. Quaritch Wales disebut sebagai Local Genius. Karakteristik Local Genius menurut
Soerjanto Poespowardojo antara lain mampu bertahan terhadap budaya luar, mempunyai kemampuan mengakomodasi
unsur-unsur budaya luar, mempunyai kemampuan mengandalikan dan mampu memberikan arah pada perkembangan
budaya. Seperti contoh, keterbukaan rakyat Banten masa lalu terhadap kebudayaan luar (dalam hal ini kebudayaan yang
berasal dari Eropa yang berupa arsitektural), bangunan menara Masjid Agung Banten dan bangunan Tiamah bergaya
arsitektur Indis. Menara Masjid Agung Banten berbentuk seperti mercusuar khas Eropa. Kedua bangunan berarsitektur
Eropa itu dirancang oleh Hendrik Lucas Caardel, seorang Belanda yang memeluk Islam pada masa Sultan Ageng Tirtayasa
berkuasa (Juliadi, 2007). Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa rakyat Banten pada masa itu mempunyai kemampuan
mengakomodasi, mengendalikan dan memanfaatkan budaya asing untuk perkembangan budayanya sendiri.

“...lain urang Banten, ari teu ngaleeut ciBanten mah...”

Kalimat di atas mengandung arti “bukanlah orang Banten, kalau dia tidak minum air dari Banten”. Inilah yang
menjadi dasar warna pada batik Banten yang cenderung berwarna abu-abu agak lembut. Alasan itu dikemukakan oleh Uke
Kurniawan. Air yang digunakan dalam meramu warna untuk batik Banten adalah air yang berasal dari tanah Banten dan
hasilnya juga akan berwarna cenderung abu-abu agak lembut, berbeda dengan warna-warna batik lain di Indonesia. Lagi
pula, Uke Kurniawan menambahkan, bahwa telah dicoba-coba menggunakan air dari tanah Pekalongan, Yogyakarta, dan
beberapa daerah penghasil batik di Jawa Tengah, namun warnanya akan berbeda dengan warna yang menggunakan air
dari tanah Banten. Penulis belum yakin apa yang menyebabkan perbedaan warna akibat perbedaan air tersebut, namun
menurut beliau, hal itu disebabkan oleh perbedaan kandungan mineral yang ada dalam air tanah di setiap daerah di
manapun. Meskipun begitu, tanpa dilakukan penelitian yang akurat mengenai hal ini, keterangan dari Uke Kurniawan itu
dapat dikatakan bias.

Warna abu-abu agak lembut juga merupakan simbol perwatakan orang Banten. Warna ini mengandung makna
bahwa orang Banten adalah orang yang memiliki cita-cita tinggi, selalu tinggi dalam segalanya, wataknya yang keras,
tetapi pembawaannya sederhana. Mungkin watak seperti ini sudah dikenal oleh masyarakat luas sebagai watak khas
Banten dan karenanya orang Banten disegani. Maka dipilihlah warna abu-abu agak lembut ini menjadi warna dasar dari
batik Banten.

Sebuah Warisan Masa Lalu dalam Dimensi Kekinian

Masyarakat Banten memiliki kebiasaan menghadirkan tradisi baru dengan konsep tradisi lama yang telah ada dan
menghidupkannya kembali sebagai tradisi masyarakat Banten. Seperti yang terdapat pada kesenian Rampak Bedug,
mula-mula kesenian Rampak Bedug ini merupakan kebiasaan yang dilakukan untuk menyambut bulan Ramadhan.
Rampak Bedug merupakan seni bedug yang menggunakan waditra berupa banyak bedug yang yang ditabuh secara
serempak sehingga mengahasilkan irama khas yang enak didengar (Siti Ifat, 2008. artikel Rampak Bedug dalam
Bantencommunity’s Weblog). Kesenian ini dipadukan dengan gerakan Pencak Silat khas Banten dan Shalawatan. Pencak
Silat yang digunakan merupakan seni bela diri masyarakat Banten dan Shalawat merupakan pujian-pujian terhadap Nabi
Muhammad SAW yang keduanya adalah tradisi masyarakat Banten yang sudah ada dari masa Kesultanan Banten berdiri.

Hal inilah yang juga terlihat dalam Motif Batik Banten, motif-motif yang telah ada pada masa lalu coba dihidupkan
kembali saat ini dengan media yang berbeda. Motif-motif yang terdapat pada gerabah dan keramik masa Kesultanan
Banten terungkap ketika dilakukannya penelitian arkeologis di situs Keraton Surosowan. Motif-motif tersebut lalu
direkonstruksi dalam media pakaian tradisional Indonesia, yaitu batik. Tidak hanya itu, untuk lebih memaknai batik Banten
ini, para putra daerah Banten lalu menamai motif-motif ini dengan nama toponim desa-desa di Banten Lama, nama gelar
pangeran dan sultan, juga nama tata ruang keraton Kesultanan Banten. Dalam pewarnaan pun, ciri ke-Banten-an jelas
terlihat dengan corak warna yang cenderung abu-abu agak lembut yang mencerminkan watak Wong Banten yang
memiliki cita-cita tinggi, selalu tinggi dalam segalanya, wataknya yang keras, tetapi pembawaannya sederhana.

Sebuah interelasi gagasan masa kini dengan budaya bendawi masa lalu. Semangat inilah barangkali yang coba
dihadirkan pada motif batik Banten. Pemaknaan pada ke-75 motif yang berasal dari masa lalu yang diangkat dalam
sebuah media batik pada masa kini dengan nama-nama ke-Banten-an adalah salah satu bentuk mediasi untuk
menceritakan kembali sejarah kejayaan Banten pada generasi kini dan mendatang. Rasa hormat, kecintaan pada leluhur
yang telah mewariskannya mendorong para penerus daerah mengembangkan motif batik Banten ini agar anak cucu di
tanah Banten dapat mengenal karya-karya leluhurnya sebagai bekal dalam mengukir karya cipta generasi mendatang.
Sebab, pentingnya sejarah leluhur masa lalu dapat membentuk identitas jati diri masyarakat saat ini dan yang akan
datang agar tradisi yang baik ini tetap lestari sebagai warisan nenek moyang yang berharga.

BATIK BANTEN

Banten punya batik?. Mungkin begitu yang terlintas di benak banyak orang ketika mendengar tentang batik banten.
Memang kerajinan ini belum banyak terdengar dan terlihat penggunaannya di keseharian kita. Tapi ternyata, pada saat
mengunjungi pusat kerajinan batik banten, kita disuguhi pemandangan ratusan kain aneka warna dengan motif motif
geometris yang sangat menarik.

Sungguh kebetulan, pada saat berkunjung kesana ,saya berkesempatan untuk bertemu langsung dengan pemilik pusat
kerajinan batik banten, Bapak Uke Kurniawan, SE, seorang mantan pejabat Dinas Pekerjaan Umum yang sekarang
memfokuskan diri pada pengembangan batik dan ragam hias tradisional banten.
Beliau bercerita mengenai asal muasal dari batik banten. Dimulai di tahun 2002, ketika beliau dan salah seorang arkeolog
yang banyak sekali meneliti dan menulis tentang banten, Bpk (alm) Hasan M. Ambary mencoba untuk memperkenalkan
ragam hias yang di dapat selama penelitian arkeologi di situs banten lama. Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan lebih
kurang 75 ragam hias. Untuk lebih memperkenalkan ragam hias tersebut, dipilihlah media batik sebagai sarana yang
paling mudah untuk memasyarakat. Sampai sekarang ini, sudah lebih dari 50 ragam hias yang dituangkan dalam bentuk
kain batik, bahkan 12 diantaranya telah dipatenkan di tahun 2003.

Yang sangat menarik, batik banten memiliki tampilan warna yang sangat meriah, gabungan dari warna warna pastel yang
berkesan ceria namun juga lembut. Yang menurut Pak Ambhary (Alm), sangat cocok dalam menggambarkan karakter
orang banten yang memiliki semangat tinggi, cita-cita tinggi, karakter yang ekspresif namun tetap rendah hati. Dan
berdasarkan penjelasan lebih lanjut dari Pak Uke, paduan warna tersebut ternyata sangat dipengaruhi oleh air tanah, yang
dalam proses pencelupan, mereduksi warna warna terang menjadi warna pastel karena kandungan yang ada di dalamnya.

Masing masing motif batik tersebut juga diberikan nama nama khusus yang diambil dari nama tempat, bangunan, maupun
ruang dari situs Banten Lama dan juga dari nama gelar di masa Kesultanan Banten. Motif yang mengambil nama tempat
diantaranya adalah : Pamaranggen (tempat tinggal pembuat keris), Pancaniti (Bangsal tempat Raja menyaksikan prajurit
berlatih), Pasepen (Tempat Raja bermeditasi), Pajantren (Tempat tinggal para penenun), Pasulaman (Tempat tinggal
pengrajin sulaman), Datulaya (tempat tinggal pangeran), Srimanganti (tempat raja bertatap muka dengan rakyat),
Surosowan (Ibukota Kesultanan Banten). Motif yang mengambil nama gelar diantaranya : Sabakingking (gelar dari Sultan
Maulana Hasanudin), Kawangsan (berhubungan dengan Pangeran Wangsa), Kapurban (berhubungan dengan gelar
Pangeran Purba), Mandalikan (berhubungan dengan Pangeran Mandalika).
Penggunaan batik banten sekarang ini sudah mulai memasyarakat, terutama penggunaan di kota Serang. Beberapa
sekolah sekarang ini sudah menggunakan batik banten untuk seragam sekolah, dan bahkan dalam menyambut
pelaksanaan MTQ Nasional tanggal 17-24 Juni nanti sedang disiapkan batik banten untuk digunakan seluruh delegasi pada
saat hajatan nasional tersebut berlangsung. Selain itu, ragam hias bangunan artifak banten lama yang dijadikan motif
batik tersebut kini juga kembali digunakan dalam ragam hias panggung MTQ dan bangunan Masjid Agung di Kawasan
Pusat Pemerintahan Propinsi Banten.
Dengan mulai digunakannya batik Banten dalam acara berskala nasional, semoga dapat menjadikan kekayaan ragam hias
khas Banten tersebut lebih memasyarakat lagi. Bahkan, bukan tidak mungkin untuk ragam hias tersebut menjadi ciri khas
dari Banten yang tidak hanya digunakan pada media kain namun juga pada media lainnya.

Batik Banten
Batik Banten? Agak aneh mungkin mendengarnya,
Karena yang selama ini kita tahu adalah batik merupakan kain dari jawa, khususnya Yogyakarta, Surakarta, Solo dan
Pekalongan yang paling terkenal.
Konon SEBELUM batik seperti yang sekarang dikenal ada, yaitu teknik menghias dengan menahan warna memakai lilin
malam, di Indonesia sudah dikenal "batik" dengan teknik lebih sederhana. Yaitu Kain simbut di Banten, dan kain ma'a dari
Toraja, Sulawesi Selatan, memakai teknik menahan warna juga. Sebagai penahan warna pada kain simbut dipakai nasi
pulut yang dilumatkan dan dicampur air gula. Kain lalu dicelupkan ke dalam cairan pewarna yang terbuat dari tumbuh-
tumbuhan. Kemudian nasi pulut dikerok dan bagian yang ditutupi nasi pulut tetap tinggal putih seperti warna asli kain.

meskipun tidak ada contoh kain yang tertinggal saat ini kecuali kain dari abad ke-19. Salah satunya adalah kain simbut
yang terdapat di Museum Nasional.

yang menjadi ciri khas utama batik Banten adalah motif datulaya. Motif ini memiliki dasar belah ketupat berbentuk bunga
dan lingkaran dalam figura sulur-sulur daun. Warna yang digunakan, motif dasar berwarna biru, variasi motif pada figura
sulur-sulur daun berwarna abu-abu, pada dasar kain berwarna kuning. "Nama datulaya ini diambil dari tempat tinggal
pangeran. Datu itu artinya pangeran, laya artinya tempat tinggal," jelas Uke.

Uke kurniawan adalah pengusaha batik banten yang merupakan wakil ketua dalam penelitian batik banten.

Sekarang tinggal bagaimana pemerintah memelihara, mengembangkan dan mengedukasi kepada masyrakat banten
khusunya, dikarenakan sebagian besar masyrakat Banten tidak mengetahui bahwa daerahnya pun memiliki Kain
tradisonal Batik yaitu kain simbut yang terus terang sayapun tidak pernah melihat dan bahkan baru pertama kali
mendengar kain tersebut.
Dengan harapan dimasa yang akan datang Budaya dan Peninggalan Banten dapat terus digali dan dipelajari lebih jauh
untuk kemaslahatan kita bersama.

You might also like