Professional Documents
Culture Documents
(1)
Penulis: KH Abdullah Gymnastiar
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Suatu hal yang pasti tidak akan luput dari keseharian kita adalah
yang disebut masalah atau persoalan hidup, dimanapun, kapanpun,
apapun dan dengan siapapun, semuanya adalah potensi masalah.
Namun andaikata kita cermati dengan seksama ternyata dengan
persoalan yang persis sama, sikap orangpun berbeda-beda, ada
yang begitu panik, goyah, kalut, stress tapi ada pula yang
menghadapinya dengan begitu mantap, tenang atau bahkan malah
menikmatinya.
Berarti masalah atau persoalan yang sesungguhnya bukan terletak
pada persoalannya melainkan pada sikap terhadap persoalan
tersebut. Oleh karena itu siapapun yang ingin menikmati hidup ini
dengan baik, benar, indah dan bahagia adalah mutlak harus terus-
menerus meningkatkan ilmu dan keterampilan dirinya dalam
menghadapi aneka persoalan yang pasti akan terus meningkat
kuantitas dan kualitasnya seiring dengan pertambahan umur,
tuntutan, harapan, kebutuhan, cita-cita dan tanggung jawab.
Kelalaian kita dalam menyadari pentingnya bersungguh-sungguh
mencari ilmu tentang cara menghadapi hidup ini dan kemalasan
kita dalam melatih dan mengevaluasi ketrampilan kita dalam
menghadapi persoalan hidup berarti akan membuat hidup ini hanya
perpindahan kesengsaraan, penderitaan, kepahitan dan tentu saja
kehinaan yang bertubi-tubi. Na'udzubillah.
1. Siap
Siap apa? Siap menghadapi yang cocok dengan yang diinginkan dan
siap menghadapi yang tidak cocok dengan keiinginan.
Kita memang diharuskan memiliki keiinginan, cita-cita, rencana
yang benar dan wajar dalam hidup ini, bahkan kita sangat
dianjurkan untuk gigih berikhtiar mencapai apapun yang terbaik
bagi dunia akhirat, semaksimal kemampuan yang Allah Swt berikan
kepada kita.
Namun bersamaan dengan itu kitapun harus sadar-sesadarnya
bahwa kita hanyalah makhluk yang memiliki sangat banyak
keterbatasan untuk mengetahui segala hal yang tidak terjangkau
oleh daya nalar dan kemampuan kita.
Dan pula dalam hidup ini ternyata sering sekali atau bahkan lebih
sering terjadi sesuatu yang tidak terjangkau oleh kita, yang di luar
dugaan dan di luar kemampuan kita untuk mencegahnya, andaikata
kita selalu terbenam tindakan yang salah dalam mensikapinya maka
betapa terbayangkan hari-hari akan berlalu penuh kekecewaaan,
penyesalan, keluh kesah, kedongkolan, hati yang galau, sungguh
rugi padahal hidup ini hanya satu kali dan kejadian yang tak
didugapun pasti akan terjadi lagi.
Ketahuilah kita punya rencana, Allah Swt pun punya rencana, dan
yang pasti terjadi adalah apa yang menjadi rencana Allah Swt.
Yang lebih lucu serta menarik, yaitu kita sering marah dan kecewa
dengan suatu kejadian namun setelah waktu berlalu ternyata
"kejadian" tersebut begitu menguntungkan dan membawa hikmah
yang sangat besar dan sangat bermanfaat, jauh lebih baik dari apa
yang diharapkan sebelumnya.
Alkisah ada dua orang kakak beradik penjual tape, yang berangkat
dari rumahnya di sebuah dusun pada pagi hari seusai shalat
shubuh, di tengah pematang sawah tiba-tiba pikulan sang kakak
berderak patah, pikulan di sebelah kiri masuk ke sawah dan yang di
sebelah kanan masuk ke kolam. Betapa kaget, sedih, kesal dan
merasa sangat sial, jualan belum, untung belum bahkan modalpun
habis terbenam, dengan penuh kemurungan mereka kembali ke
rumah. Tapi dua jam kemudian datang berita yang mengejutkan,
ternyata kendaraan yang biasa ditumpangi para pedagang tape
terkena musibah sehingga seluruh penumpangnya cedera bahkan
diantaranya ada yang cedera berat, satu-satunya diantara kelompok
pedagang yang senantiasa menggunakan angkutan tersebut yang
selamat hanyala dirinya, yang tidak jadi berjualan karena
pikulannya patah. Subhanalloh, dua jam sebelumnya patah pikulan
dianggap kesialan besar, dua jam kemudian patah pikulan dianggap
keberuntungan luar biasa.
Oleh karena itu "fa idzaa azamta fa tawaqqal alalloh" bulatkan
tekad, sempurnakan ikhtiar namun hati harus tetap menyerahkan
segala keputusan dan kejadian terbaik kepada Allah Swt. Dan
siapkan mental kita untuk menerima apapun yang terbaik menurut
ilmu Allah Swt.
Allah Swt, berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 216,
"Boleh jadi engkau tidak menyukai sesuatu padahal bagi Allah Swt
lebih baik bagimu, dan boleh jadi engkau menyukai sesuatu padahal
buruk dalam pandangan Allah Swt."
Maka jikalau dilamar seseorang, bersiaplah untuk menikah dan
bersiap pula kalau tidak jadi nikah, karena yang melamar kita
belumlah tentu jodoh terbaik seperti yang senantiasa diminta oleh
dirinya maupun orang tuanya. Kalau mau mengikuti Ujian Masuk
Perguruan Tinggi Negeri, berjuanglah sungguh-sungguh untuk
diterima di tempat yang dicita-citakan, namun siapkan pula diri ini
andaikata Allah Yang MahaTahu bakat, karakter dan kemampuan
kita sebenarnya akan menempatkan di tempat yang lebih cocok,
walaupun tidak sesuai dengan rencana sebelumnya.
Melamar kerja, lamarlah dengan penuh kesungguhan, namun hati
harus siap andaikata Allah Swt, tidak mengijinkan karena Allah Swt,
tahu tempat jalan rizki yang lebih berkah.
Berbisnis ria, jadilah seorang profesional yang handal, namun ingat
bahwa keuntungan yang besar yang kita rindukan belumlah tentu
membawa maslahat bagi dunia akhirat kita, maka bersiaplah
menerima untung terbaik menurut perhitungan Allah Swt.
Demikianlah dalam segala urusan apapun yang kita hadapi.
2.Ridha
Siap menghadapi apa pun yang akan terjadi, dan bila terjadi, satu-
satunya langkah awal yang harus dilakukan adalah mengolah hati
kita agar ridha/rela akan kenyataan yang ada. Mengapa demikian?
Karena walaupun dongkol, uring-uringan dan kecewa berat, tetap
saja kenyataan itu sudah terjadi. Pendek kata, ridha atau tidak,
kejadian itu tetap sudah terjadi. Maka, lebih baik hati kita ridha saja
menerimanya.
Misalnya, kita memasak nasi, tetapi gagal dan malah menjadi bubur.
Andaikata kita muntahkan kemarahan, tetap saja nasi telah menjadi
bubur, dan tidak marah pun tetap bubur. Maka, daripada marah
menzalimi orang lain dan memikirkan sesuatu yang membuat hati
mendidih, lebih baik pikiran dan tubuh kita disibukkan pada hal
yang lain, seperti mencari bawang goreng, ayam, cakweh, seledri,
keripik, dan kecap supaya bubur tersebut bisa dibuat bubur ayam
spesial. Dengan demikian, selain perasaan kita tidak jadi sengsara,
nasi yang gagal pun tetap bisa dinikmati dengan lezat.
Kalau kita sedang jalan-jalan, tiba-tiba ada batu kecil nyasar entah
dari mana dan mendarat tepat di kening kita, hati kita harus ridha,
karena tidak ridha pun tetap benjol. Tentu saja, ridha atau rela
terhadap suatu kejadian bukan berarti pasrah total sehingga tidak
bertindak apa pun. Itu adalah pengertian yang keliru. Pasrah/ridha
hanya amalan, hati kita menerima kenyataan yang ada, tetapi
pikiran dan tubuh wajib ikhtiar untuk memperbaiki kenyataan
dengan cara yang diridhai Allah Swt. Kondisi hati yang tenang atau
ridha ini sangat membantu proses ikhtiar menjadi positif, optimal,
dan bermutu.
Orang yang stress adalah orang yang tidak memiliki kesiapan
mental untuk menerima kenyataan yang ada. Selalu saja pikirannya
tidak realistis, tidak sesuai dengan kenyataan, sibuk menyesali dan
mengandai - andai sesuatu yang sudah tidak ada atau tidak
mungkin terjadi. Sungguh suatu kesengsaraan yang dibuat sendiri.
Misalkan tanah warisan telah dijual tahun yang lalu dan saat ini
ternyata harga tanah tersebut melonjak berlipat ganda. Orang-
orang yang malang selalu saja menyesali mengapa dahulu tergesa-
gesa menjual tanah. Kalau saja mau ditangguhkan, niscaya akan
lebih beruntung. Biasanya, hal ini dilanjutkan dengan bertengkar
saling menyalahkan sehingga semakin lengkap saja penderitaan
dan kerugian karena memikirkan tanah yang nyata-nyata telah
menjadi milik orang lain.
Yang berbadan pendek, sibuk menyesali diri mengapa tidak
jangkung. Setiap melihat tubuhnya ia kecewa, apalagi melihat yang
lebih tinggi dari dirinya. Sayangnya, penyesalan ini tidak menambah
satu senti pun jua. Yang memiliki orang tua kurang mampu atau
telah bercerai, atau sudah meninggal sibuk menyalahkan dan
menyesali keadaan, bahkan terkadang menjadi tidak mengenal
sopan santun kepada keduanya, mempersatukan, atau
menghidupkannya kembali. Sungguh banyak sekali kita temukan
kesalahan berpikir, yang tidak menambah apa pun selain
menyengsarakan diri.
Ketahuilah, hidup ini terdiri dari berbagai episode yang tidak
monoton. Ini adalah kenyataan hidup, kenanglah perjalanan hidup
kita yang telah lalu dan kita harus benar-benar arif menyikapi setiap
episode dengan lapang dada, kepala dingin, dan hati yang ikhlas.
Jangan selimuti diri dengan keluh kesah karena semua itu tidak
menyelesaikan masalah, bahkan bisa jadi memperparah masalah.
Dengan demikian, hati harus ridha menerima apa pun kenyataan
yang terjadi sambil ikhtiar memperbaiki kenyataan pada jalan yang
diridhai Allah swt. *** (bersambung, bagian 1 dari 2 tulisan)