You are on page 1of 18

”Deteksi Dini Penyakit Pada Tanaman Vanili

Kasus Penyakit Busuk Sclerotium”


BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Penyakit busuk sclerotium disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii (Cortisium
rolfsii). Penyakit ini pernah menyerang tanaman di Bali dan Lampung dengan luas
serangan mencapai 8-20 % dari pertanaman. Gejala penyakit ini agak sulit dibedakan
dengan gejala penyakit BBP, terutama pada gejala lanjut dimana batang sudah
mengering. Gejala khasnya adalah busuk berwarna coklat dan basah. Pada keadaan
lembab di sekitar tanah atau batang sakit ditemukan butir-butir mirip pasir yang
disebut sclerotia. Penyakit ini dapat disebarkan melalui bahan tanaman. Penularan
bisa terjadi melalui tanah, air atau binatang yang dilewati tanaman sakit.
Penyakit ini dapat diatasi dengan mengumpulkan tanaman yang terserang
berikut sclerotia dan memusnahkannya. Untuk keberhasilannya, diperlukan
pengamatan sedini mungkin dan dengan teratur di kebun. Tanaman yang terserang
terutama batang bawah disemprot dengan fungisida. Pengendalian secara hayati
dengan menggunakan Trichoderma spp pernah dilaporkan cukup berhasil namun
untuk pemakaiannya di lapangan masih memerlukan beberapa pengkajian.

I.2. Tujuan Praktikum


 Untuk mengetahui tehnik deteksi dini propagul patogen BBP dalam tanah
dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan pada tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Perkebunan Vanili
Subsektor perkebunan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian
nasional. Sektor ini berperan cukup besar dalam memberi kontribusi penyediaan
lapangan kerja dan sumber devisa. Pada tahun 1999, subsektor perkebunan menyerap
17,1 juta tenaga kerja atau 1,03% angkatan kerja. Di samping minyak bumi yang
menjadi sumber utama devisa negara, sektor perkebunan juga menyumbangkan
devisa yang cukup besar. Nilai produksi nasional subsektor perkebunan pada tahun
yang sama sebesar Rp 18,3 trilyun dengan rata-rata nilai devisa per tahun yang
dihasilkan sebesar 3,9 milyar US$ atau 47,44% dari ekspor sektor pertanian.
Di samping itu, subsektor perkebunan mempunyai keunggulan komparatif
jika dibandingkan dengan subsektor lainnya antara lain disebabkan oleh tersedianya
lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal dan berada di kawasan dengan iklim
menunjang, ketersediaan tenaga kerja yang banyak, serta adanya pengalaman selama
krisis ekonomi yang membuktikan ketangguhan subsektor perkebunan dengan
pertumbuhan ekonomi yang selalu bernilai positif (3,1%). Kondisi ini merupakan hal
yang dapat memperkuat daya saing harga produk perkebunan Indonesia di pasaran
dunia dan menjadi alasan kuat untuk selalu mengembangkan produk perkebunan.
Salah satu komoditi perkebunan yang cukup penting dengan nilai ekonomi
yang cukup tinggi dan telah mempunyai nama cukup baik di pasaran internasional
adalah tanaman vanili dengan produk Java Vanilla Beans. Vanili termasuk dalam
komoditi non tradisional artinya komoditi yang memiliki volume ekspor masih
rendah tetapi memiliki nilai tinggi. Pada tahun 1988, kontribusi ekspor Indonesia
sekitar 0,5% dari total ekspor pertanian, kemudian meningkat pada tahun 1991
menjadi 0,9% dari total ekspor pertanian Indonesia.
Tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman
rempah yang termasuk dalam famili anggrek (Orchidaceae). Di Indonesia, tanaman
ini banyak dikembangkan di Daerah Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa
Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, dan sebagian kecil di Papua. Pengusahaan perkebunan
vanili di Indonesia sampai saat ini sebagian besar dilakukan dalam bentuk
perkebunan rakyat dan sebagian kecil dalam bentuk perkebunan swasta nasional.
Data Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian tahun 2002 (angka
estimasi) menunjukkan luas areal penanaman vanili di seluruh Indonesia berjumlah
12.222 ha yang terdiri atas 12.101 ha perkebunan rakyat dan 97 ha perkebunan swasta
nasional.
Komoditi ini ditujukan untuk pasar ekspor dan kebutuhan dalam negeri.
Berdasarkan data ekspor tahun 2001, komoditi vanili Indonesia diekspor dalam
bentuk buah utuh kering dan vanili bentuk lainnya yang berjumlah 469 ton dengan
nilai ekspor sebesar US$ 19.309.437 (BPS, 2001), sedangkan untuk kebutuhan
industri dalam negeri berdasarkan proyeksi kebutuhan pada tahun 2001 tidak lebih
dari 630 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 1986). Peluang pasar komoditi ini
masih terbuka baik di dalam maupun luar negeri, karena jumlah permintaan dunia
akan vanili untuk tahun 1998 sebesar 2.500 – 3.000 metrik ton per tahun dengan
pasar utama di Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Swiss, dan Australia. Dengan
bertambahnya jumlah penduduk dunia, permintaan vanili ini pun diperkirakan terus
meningkat (Agribusiness Development Centre, 2000).
Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor vanili dunia mengalami
perkembangan ekspor dari tahun ke tahun yang fluktuatif antara lain akibat adanya
penanganan pascapanen dan pengelolaan budidaya yang kurang memadai. Oleh
karena itu sudah sewajarnya jika tanaman ini dikembangkan dan diperhatikan secara
intensif khususnya sistem pengolahan, budidaya dan penanganan pascapanennya.
Dengan demikian, peningkatan produksi vanili untuk ekspor tidak hanya akan
mencakup segi kuantitas, tetapi juga segi kualitasnya. Sehingga perkembangan ekspor
vanili Indonesia tidak akan mengalami kecenderungan (trend) yang tidak menentu
melainkan akan selalu meningkat.
Vanili banyak digunakan sebagai bahan pembantu industri makanan dan
pewangi obat-obatan, (flavour and fragrance ingredients). Industri makanan yang
banyak menggunakan vanili sebagai bahan bakunya adalah industri biskuit, gula-gula,
susu, roti, dan industri es krim. Industri makanan menggunakan vanili sebagai
penyedap atau penambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai
pembunuh bakteri dan untuk menutupi bau tidak sedap bahan-bahan lain seperti obat
pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan
insektisida.
Salah satu sentra perkebunan vanili di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah
Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Borong. Di kecamatan tersebut
terdapat sebanyak 203 kepala keluarga yang membudidayakan tanaman vanili dengan
luas lahan sebanyak 107 ha yang terdiri atas 25 ha tanaman belum menghasilkan, 62
ha tanaman menghasilkan, dan 20 ha tanaman tua atau rusak. Tingkat produktivitas
tanaman vanili di Kecamatan Borong sekitar 177,42 kg/ha. Hampir semua komoditi
hasil tanaman vanili yang diperdagangkan di tingkat petani adalah buah vanili segar
yang baru dipetik dari pohon, (Dinas Perkebunan dan Hortikultura Kabupaten
Manggarai, 2005).
Alasan petani memilih budidaya tanaman vanili di wilayah Kecamatan
Borong adalah adanya harga jual buah vanili yang cukup mahal, kemudahan dalam
pemeliharaan, dan agroklimat yang cocok. Berdasarkan in-depth interview yang
dilakukan dengan petani setempat, penanaman vanili dilakukan sebagai kesenangan
yang dapat mendatangkan pendapatan cukup besar karena tidak memerlukan
perawatan yang rumit serta tidak ada hama dan penyakit yang susah untuk
ditanggulangi. Bahkan untuk petani vanili di Kabupaten Manggarai sebagian besar
tidak tahu bagaimana cara memberi pupuk, jenis dan jumlah pupuk yang digunakan,
waktu pemupukan dilakukan serta tatacara melakukan pencegahan hama dan penyakit
tanaman secara kimiawi.
Perhatian pemerintah daerah terhadap budidaya vanili ini cukup baik.
Pemerintah melalui Dinas Perkebunan dan Holtikultura Kabupaten Manggarai telah
memberikan penyuluhan secara langsung kepada petani tentang teknik penyerbukan
atau perkawinan tanaman vanili dan himbauan untuk melakukan pemetikan buah
yang sudah tua. Selain itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan pelatihan
dan pemberian bantuan sarana pengolahan buah vanili segar menjadi buah vanili
kering guna meningkatkan pendapatan petani.
Budidaya tanaman vanili ini tidak saja menghasilkan buah vanili kering
sebagai komoditi ekspor yang menghasilkan devisa, tetapi juga menyerap tenaga
kerja setiap ha sekitar 4 orang. Walaupun usaha budidaya tanaman vanili ini
menyerap tenaga kerja relatif sedikit, namun setidaknya dapat memberikan
kesempatan kerja bagi para pemuda yang sebelumnya kurang produktif di wilayah
Kabupaten Manggarai.
Perkebunan vanili di Kabupaten Manggarai sampai saat ini belum pernah ada
yang mendapat pembiayaan dari pihak perbankan, karena sifat pengusahaannya yang
masih sederhana dan dengan melakukan budidaya vanili secara bertahap sesuai
dengan kemampuan tenaga kerja dan modal. Sebetulnya, pihak perbankan (Bank
Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur dan PT Bank Rakyat Indonesia) siap
untuk membantu penambahan modal bagi petani yang memerlukannya, baik
pembiayaan untuk modal investasi maupun modal kerja. Kantor Unit PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero), Tbk dapat memberikan pembiayaan modal sampai Rp.
25 juta berdasarkan skim Kupedes.
BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN

III.1. Pemeriksaan di Lapangan, Isolasi dan Inokulasi


Penyakit busuk Sclerotium mudah dikenali di lapangan jika keadaan tanah agak
lembab. Adanya benang-benang putih di sekitar tanaman sakit yang dapat dilihat
dengan mata langsung, apabila adanya bulatan-bulatan mirip pasir pada miselia atau
pangkal batang di permukaan tanah, merupakan identitas khas dari jamur ini. Gejala
penyakit amat jarang ditemukan di bagian atas tanaman. Hal ini merupakan salah satu
pembeda jelas dengan penyakit busuk batang vanili yang disebabkan oleh Fusarium
oxysporum f.sp. vanillae.
Visualisasi keberadaan jamur sclerotium ini dapat didorong dengan
menempatkan pangkal batang bergejala dalam box plastik yang dilembabkan. Namun
sebelumnya permukaan batang sebaiknya dicuci dan dibebashamakan dengan
melapkan kertas tisu yang dibasahi oleh etanol 70%. Benang-benang putih yang
kemudian muncul jelas terlihat oleh mata, merayap sepanjang batang vanili.
Munculnya benang-benang tersebut antara 2-3 hari setelah pelembaban. Jika
dibiarkan, maka akan terbentuk butir-butir mirip pasir yang dinamakan sclerotia.
Sclerotia ini dapat digunakan langsung untuk menginokulasi batang atau daun vanili
guna mengetahui apakah jamur tersebut patogen bagi vanili atau tidak. Caranya,
ambil sclerotia tadi dengan pinset atau pencukil gigi yang telah dibebashamakan
dengan etanol 70% lalu tempatkan sclerotia tadi pada batang atau daun vanili sehat.
Simpan dalam box lembab.
Dengan cara isolasi :
1. Isolasi asal tanaman sakit
 Contoh tanaman sakit dipotong kecil-kecil antara bagian bergejala dengan
bagian sehat.
 Cuci dalam air keran mengalir selama 15 menit.
 Keringkan diatas kertas tisu.
 Rendam dalam larutan Benzalkhlorium (Bayclin) atau 0,1 % penggelantang
selama 10 menit.
 Pindahkan potongan tadi ke dalam air steril, biarkan beberapa saat.
Kemudian keringanginkan seperti pada langkah sebelumnya (diatas kertas
tisu).
 Tempatkan potongan tadi ke dalam petri yang berisi media agar air (0,2%)
yang telah diberi asam laktat 10% 1 ml tiap 200 ml media agar.
 Biarkan pada keadaan terang selama 2-3 hari. Pindahkan miselia ke media
kentang dekstrose agar. Biarkan tumbuh antara 5 hari. Miselia khas akan
mudah dikenali. Sclerotia biasanya muncul setelah 1 minggu pada keadaan .
strain-strain tertentu sedikit membentuk sclerotia.

2. Isolasi langsung dari Sclerotia


 Kumpulkan sclerotia dari lapangan
 Kocok dalam air steril dengan 2 atau 3 kali penggantian diselingi
pengeringan seperti pada cara isolasi sebelumnya (yaitu dikeringanginkan
diatas kertas tisu)
 Rendam dalam larutan Benzalkhlorium (Bayclin) atau 0,1 % penggelantang
selama 10 menit
 Pindahkan potongan tadi ke dalam air steril, biarkan beberapa saat.
Kemudian keringanginkan seperti pada langkah sebelumnya (diatas kertas
tisu)
 Tempatkan potongan tadi ke dalam petri yang berisi media agar air (0,2%)
yang telah diberi asam laktat 10% 1 ml tiap 200 ml media agar.
 Biarkan pada keadaan terang selama 2-3 hari. Pindahkan miselia ke media
kentang dekstrose agar. Biarkan tumbuh antara 5 hari. Miselia khas akan
mudah dikenali. Sclerotia biasanya muncul setelah 1 minggu pada keadaan .
strain-strain tertentu sedikit membentuk sclerotia.

3. Dengan cara inokulasi :


Inokulasi jamur ini dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu mengoinokulasikan
langsung miselia atau sclerotia pada bagian tanaman vanili, mencampurkan sclerotia
dengan tanah kemudian menanami tanah tersebut dengan stek vanili atau dengan
membuat biakan jamur pada media yang terdiri dari tanah dan bubuk oat meal (bubuk
havermout) sebanyak 2,5% dari bobot tanah. Media tanah havermout ini harus
disterilisasikan terlebih dahulu kemudian ditanami miselia jamur dan diinkubasi
selama paling tidak 4 minggu. Biakan jamur dalam media ini dicampurkan dengan
tanah dengan perbandingan 2-5% dari bobot tanah. Kemudian tanaman/stek vanili
ditanam. tanaman yang terkena penyakit dapat diamati pada 2 atau 3 minggu
kemudian. Namun pada inokulasi langsung pada bagian tanaman vanili dengan
miselia atau slerotia, gejala dapat terlihat dalam lima hari. Keuntungan dengan
menggunakan cara inokulasi langsung adalah gejala yang cepat, namun cukup repot
untuk inokulasi jumlah tanaman banyak dan kurang alamiah. Sedangkan pada metode
pembiakan dengan media tanah-havermout dapat dilaksanakan untuk inokulasi
jumlah banyak dan lebih alamiah.
BAB IV
HASIL PELAKSANAAN

A. Deteksi Dini Propagul Patogen


Untuk mengetahui secara dini patogen BBP dalam tanah dapat dilakukan secara
langsung dan pengamatan laboratorium sebagai berikut:
1. Deteksi Langsung
a. Kalau lahan tersebut sudah ada tanaman vanili maka contoh tanah
sebaiknya diambil dari sekitar tanaman pada beberapa tanaman contoh
yang ditentukan secara sistem diagonal. Apabila lahan itu belum ada
tanaman vanili, maka contoh tanah diambil pada beberapa titik pada
kedalaman 10-15 cm. masing-masing 1 kg dari contoh tanah itu
dimasukkan ke dalam pot plastik dan selanjutnya ditanami setek vanili
sehat 2 buku.
b. Untuk lahan seluas 1 hektar diusahakan mengambil 25 contoh tanah. Pot
tanaman tersebut disimpan pada tempat yang teduh dan agak lembab
dan dipelihara sesuai dengan tehnik pembibitan. Gejala penyakit BBP
akan muncul antara 1 minggu sampai tanaman berumur 1 bulan, jika
tanaman itu mengandung patogen.
c. Setek vanili sehat dapat diperoleh dengan cara sbbL Setek diambil dari
tanaman yang belum berproduksi dan bebas gejala penyakit, kemudian
dicelupkan ke dalam larutan fungisida (Benlate, Topsin M, Dithane M-
45) selama 30 menit kemudian dkeringanginkan.

2. Deteksi Laboratorium
Kegiatan ini dapat dilaksanakan jika fasilitas laboratorium sederhana
tersedia. Menurut pengamatan kami bahwa laboratorium lapang (LL) yang
dimiliki oleh Dinas Perkebunan Dati I Bali dapat digunakan untuk kegiatan
ini.
a. Contoh tanah diambil sesuai dengan prosedur pada (1), selanjutnya
dikerjakan di laboratorium. Sebanyak 10 gram contoh tanah dicampur
dengan 100 ml air steril kemudian dikocok. Suspensi tanah itu
diencerkan secara bertingkat dengan menggunakan air steril sampai
mencapai konsentrasi 104.
b. Sebanyak 0,5 ml suspensi yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam
media selektif Fusarium. Suspensi tanah tersebut dicampur merata
dengan media pada saat suhu media itu berkisar 400 C dan
diinkubasikan pada suhu kamar.
c. Koloni Fusarium oxysporum akan dapat dideteksi 4-7 hari setelah
perlakuan. Sebanyak 10 koloni F. oxysporum dalam petri dari masing-
masing contoh diambil dan dibiakkan pada AKD miring, kemudian
diinokulasi pada tanaman vanili untuk mengetahui persentase F.
oxysporum f.sp. vanillae dari populasi F. oxysporum yang ada dalam
contoh yang dianalisa.

B. Penilaian Tingkat Kerusakan Tanaman/Kebun


Tehnik penilaian tingkat kerusakan tanaman/kebun akibat serangan penyakit
dapat dilakukan dengan simulasi percobaan antara lain dengan percobaan
inokulasi dan pengendalian.
1. Percobaan Inokulasi
Percobaan inokulasi untuk mendeteksi kerusakan tanaman oleh patogen
dapat dilakukan pada tingkat rumah kaca. Dalam hubungannya dengan
deteksi dini maka perlakuan yang diberikanadl perbedaan kepadatan
populasi spora patogen. Percobaan ini dapat dilaksanakan dengan
memproduksi konidia di laboratorium dengan media sederhana yang
sederhana.
a. Produksi Konidia: F. oxysporum dibiakkan pada media AKD/KD pada
suhu kamar selama 4 hari, selanjutnya konidia dipanen dan dihitung
dengan hemacytometer. Konsentrasi konidia yang digunakan adalah
102, 103, 104 dan 105/gram tanah.
b. Inokulasi: Sebanyak 1 kg tanah dicampur dengan suspensi konidia
F.o.f.sp. vanillae sesuai dengan konsentrasi diatas. Tnaah yang telah
mengandung patogen selanjutnya ditanami setek batang vanili sehat,
selanjutnya dipelihara di rumah kaca atau sejenisnya.
c. Penilaian Kerusakan: Pengamatan dilakukan terhadap masa inkubasi,
perkembangan gejala dan nilai kerusakan tanaman. Nilai kerusakan
tanaman dilakukan dengan sistem skoring indeks sebagai berikut:
0 = tidak ada gejala penyakit
1 = tanaman terinfeksi pada pangkal batang
2 = 30 % bagian tanaman terinfeksi
3 = 31 – 60 % bagian tanaman terinfeksi
4 = 61 – 80 % bagian tanaman terinfeksi
5 = 81 – 100 % bagian tanaman terinfeksi atau tanaman mati

Tingkat kerusakan pada tiap perlakuan dinilai dengan menggunakan rumus


sebagai berikut:
Jumlah tanaman pada tiap skoring x (0-5)
NK = ————————————————— x 100 %
Jumlah tanaman yang diamati x 5

2. Percobaan Lapang
Penilaian tingkat kerusakan kebun akibat serangan patogen penyakit dapat
dilakukan dengan melaksanakan percobaan pengendalian. Lahan percobaan
dapat dipilih berdasarkan deteksi dini setelah terinfeksi patogen. Komponen
pengendalian yang digunakan antara lain:
a. Bibit sehat (BS), b. daun cengkeh (DC), c. gagang cengkeh (GC), d.
Fungisida (FS) dan e. pupuk kandang (PK). Kombinasi perlakuan sebagai
berikut:
BS + DC
BS + GC
BS + PK
BS + FS
Tanpa perlakuan (K)

Penilaian kerusakan kebun dilaksanakan sesuai dengan percobaan 1. kalau


plot percobaan dalam skala kecil 25-50 tanaman, maka penggunaan sistem skoring
dilakukan setiap individu tanaman. Tetapi jika dalam skala luas maka dapat dilakukan
dengan memilih plot pengamatan berdasarkan sistem diagonal. Setiap plot
pengamatan dapat terdiri dari 10-15 tanaman contoh. Rancangan yang digunakan
adalah ACAK KELOMPOK dengan 3 ulangan. Untuk mengetahui nilai proteksi dari
setiap perlakuan yang diberikan dilakukan dengan sistem skoring sama seperti pada
percobaan rumah kaca ditambah dengan rumus sebagai berikut:
NK
NP = 1 - ———- x 100 %
K

NP = Nilai Proteksi
NK = Nilai Kerusakan
K = Kontrol (tanpa perlakuan)
Jadwal Kegiatan
Jenis Kegiatan Bulan
  7 8 9 10 11 12 1 2 3
Pelatihan x x              
deteksi dini                  
Langsung   x x            
Laboratorium     x x          
Percobaan Inokulas     x x x x x    
Percobaan Lapang       x x x x x  
Pemeliharaan x x x x x x x x  
Pengamatan x x x x x x x x  
Pembuatan
Laporan               x x

Gambar : Tehnik Pengambilan contoh tanah


Gambar : Tehnik Pengenceran Bertingkat

Gambar : Tehnik Pemilihan Contoh Tanaman

No Tanaman Indeks Serangan


1 0
2 0
3 1
4 1
5 3
6 4
7 3
8 2
9 2
10 5

(0×2) + (1×2) + (2 x 2 ) + (3 x 2) + (4 x 1) + (5 x 1)
NK = —————————————————————- x 100 %
10 x 5
21
= —— x 10 %
50
= 42 %

BAB VI
Kesimpulan

1. Tanaman vanili mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan mempunyai
nama cukup baik dipasaran Internasional.
2. Tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman
rempah yang termasuk dalam famili anggrek (Orchidaceae).
3. Komoditi vanili Indonesia diekspor dalam bentuk buah utuh kering dan vanili
bentuk lainnya yang berjumlah 469 ton.
4. Nilai kerusakan dari cara penilaian tingkat kerusakan kebun dari 10 tanaman
sebesar 42 %.
5. Penilaian tingkat kerusakan kebun akibat serangan patogen penyakit dapat
dilakukan dengan melaksanakan percobaan pengendalian.
6. Penyakit busuk Sclerotium mudah dikenali di lapangan jika keadaan tanah agak
lembab. Adanya benang-benang putih di sekitar tanaman sakit yang dapat
dilihat dengan mata langsung
7. Apabila adanya bulatan-bulatan mirip pasir pada miselia atau pangkal batang di
permukaan tanah, merupakan identitas khas dari jamur ini.
8. Inokulasi jamur ini dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu mengoinokulasikan
langsung miselia atau sclerotia pada bagian tanaman vanili, mencampurkan
sclerotia dengan tanah kemudian menanami tanah tersebut dengan stek vanili
atau dengan membuat biakan jamur pada media yang terdiri dari tanah dan
bubuk oat meal (bubuk havermout) sebanyak 2,5% dari bobot tanah.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1996. Materi Pelatihan Deteksi Dini Penyakit Tanaman Perkebunan.
Kerjasama Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Bina Perlindungan Tanaman
dan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Juli 1996.

Karden Mulya (2010). Deteksi Dini Penyakit Pada Tanaman Vanili Kasus Penyakit
Busuk Sclerotium. From
http://erlanardianarismansyah.wordpress.com/2010/01/18/deteksi-dini-penyakit-pada-
tanaman-panili-kasus-penyakit-busuk-sclerotium/

Karden Mulya (2010). Petunjuk Pelaksanaan Deteksi Dini dan Penilaian Kerusakan
Akibat Serangan Penyakit Busuk Batang Pada Tanaman Vanili. From
http://erlanardianarismansyah.wordpress.com/2010/01/20/petunjuk-pelaksanaan-
deteksi-dini-dan-penilaian-kerusakan-akibat-serangan-penyakit-busuk-batang-pada-
tanaman-panili/

You might also like