You are on page 1of 10

Psikologi Remaja, Karakteristik dan Permasalahannya

Masa yang paling indah adalah masa remaja.

Masa yang paling menyedihkan adalah masa remaja.

Masa yang paling ingin dikenang adalah masa remaja.

Masa yang paling ingin dilupakan adalah masa remaja.

Remaja

Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk
(2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock,
2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan
para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja
sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan
remaja yang diperpendek.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh
pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall.
Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan
(storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.

Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas
diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat
status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan
identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988).
Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering
menimbulkan masalah pada diri remaja.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai
permasalahan pada diri remaja, yaitu:

1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.


2. Ketidakstabilan emosi.
3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang
dengan orang tua.
6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi
semuanya.
7. Senang bereksperimentasi.
8. Senang bereksplorasi.
9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-
perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan
pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun
beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial.
Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik
yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami
oleh remaja.

Permasalahan Fisik dan Kesehatan

Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka
mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan
akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka
terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang
diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-
idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine
& Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada
dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha.
Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami
ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini
sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi,
rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice
& Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda
awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999;
Thompson et al).

Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang
banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang.
Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik
mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.
Permasalahan Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang

Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan.
Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba
ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza
yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang
dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba
yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan
lingkungan, maupun untuk kompensasi.

 Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua,
supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah,
perceraian dan perpisahan orang tua.
 Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan
sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka
pendek dan kepuasan hedonis, dll.
 Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang
memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk,
dll.
 Cinta dan Hubungan Heteroseksual
 Permasalahan Seksual
 Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua
 Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama

Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006), menurutnya kebanyakan
remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari proses perkembangan yang
normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok,
alkohol dan narkoba (Rey, 2002). Tiga jenis pengaruh yang memungkinkan munculnya
penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja:

Salah satu akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik yang diproduksi oleh kelenjar
hypothalamus adalah munculnya perasaan saling tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan
tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love)
yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.

Santrock (2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan para remaja
dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa. Cinta romantis meliputi sekumpulan
emosi yang saling bercampur seperti rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa
cemburu. Tidak semua emosi ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid &
Fei ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami
depresi dibandingkan dengan permasalahan dengan teman.

Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love) atau yang sering disebut cinta
kebersamaan yaitu saat muncul keinginan individu untuk memiliki individu lain secara dekat dan
mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk orang tersebut. Cinta kasih sayang ini lebih
menandai masa percintaan orang dewasa daripada percintaan remaja.
Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan munculnya
dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada remaja adalah berkisar masalah
bagaimana mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan
mana yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya berkaitan dengan
organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual, homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan
sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991).

Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja yang dapat mempengaruhi
hubungan orang tua dengan remaja adalah : pubertas, penalaran logis yang berkembang,
pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman
sebaya, persahabatan, pacaran, dan pergaulan menuju kebebasan.

Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya berkisar masalah
kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian, merapikan kamar tidur.
Konflik-konflik seperti ini jarang menimbulkan dilema utama dibandingkan dengan penggunaan
obat-obatan terlarang maupun kenakalan remaja.

Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka yang otoriter,
atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami kepentingan remaja.

Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak
mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri juga sering
dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa bingung terhadap keputusan-
keputusan moral yang harus diambilnya. Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan
nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai
tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di
lingkungan yang berbeda.

Pengawasan terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah sulit dilakukan terhadap remaja
karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan terhadap hati nurani sebagai pengendali
internal perilaku remaja menjadi sangat penting agar remaja bisa mengendalikan perilakunya
sendiri ketika tidak ada orang tua maupun guru dan segera menyadari serta memperbaiki diri
ketika dia berbuat salah.

Dari beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang
menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih memahami karakteristik
anak remaja mereka dan perubahan perilaku mereka. Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari
masa kanak-kanak. Hal ini terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh
karenanya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita
kelak menghadapi masa dewasanya.

REFERENSI :

Choate, L.H. (2007). Counseling Adolescent Girls for Body Image Resilience: Strategi for
School Counselors. Profesional School Counseling. Alexandria: Feb 2007. Vol. 10, Iss. 3; pg.
317, 10 pgs. Diakses melalui http://ezproxy.match.edu/menu pada 9 Mei 2008
Fagan, R. (2006). Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other Substance Use
Problems and their Family. The Family Journal: Counseling therapy For Couples and Families.
Vol.14. No.4.326-333. Sage Publication diakses melalui
http://tfj.sagepub.com/cgi/reprint/14/4/326 pada 18 April 2008

Gunarsa, S. D. (1989). PsikologiPperkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung


Mulia.

Hurlock, E.B. (1991). Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan
(Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Mongks, F. J. , Knoers, A. M. P. , & Haditono, S. R. (2000). Psikologi Perkembangan:


Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Muss, R. E. , Olds, S. W. , & Fealdman (2001). Human Developmen. Boston: McGraw-Hill


Companies.

Rey, J. (2002). More than Just The Blues: Understanding Serious Teenage Problems. Sydney:
Simon & Schuster.

Rini, J.F. (2004). Mencemaskan Penampilan. Diakses dari e-psikologi.com pada tanggal 22
April 2006.

Santrok, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit


Erlangga.

Setiono, L.H. (2002). Beberapa Permasalahan Remaja. Diakses dari www.e-psikologi.com pada
tanggal 22 April 2006.

Tambunan, R. (2001). Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22 April 2006.

Mitos-mitos Seputar “Gak Bakal Hamil”. Diakses dari www.e-psikologi.com pada tanggal 22
April 2006.
Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa
Posted on Februari 11th, 2010 in Psikologi Remaja by Fitri

Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar
siswa, sebagai berikut:

a. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar seharusnya
terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan
dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.

b. Hadiah. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka
untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi
untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.

c. Saingan atau kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan atau kompetisi di antara
siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang
telah dicapai sebelumnya.

d. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian.
Tentunya pujian yang bersifat membangun.

e. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar
mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan
berusaha memacu motivasi belajarnya.

f. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah dengan
memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.

g. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.


h. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
i. Menggunakan metode yang bervariasi.
j. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Berbagi

 Leave a comment... (4)

Perkembangan Psikologis Remaja


Posted on Januari 8th, 2010 in Psikologi Remaja by Fitri

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan topan”, suatu masa dimana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Ciri
perkembangan psikologis remaja adalah adanya emosi yang meledak-ledak, sulit
dikendalikan, cepat depresi (sedih, putus asa) dan kemudian melawan dan memberontak. Emosi
tidak terkendali ini disebabkan oleh konflik peran yang senang dialami remaja. Oleh karena itu,
perkembangan psikologis ini ditekankan pada keadaan emosi remaja.

Keadaan emosi pada masa remaja masih labil karena erat dengan keadaan hormon. Suatu saat
remaja dapat sedih sekali, dilain waktu dapat marah sekali. Emosi remaja lebih kuat dan lebih
menguasai diri sendiri daripada pikiran yang realistis. Kestabilan emosi remaja dikarenakan
tuntutan orang tua dan masyarakat yang akhirnya mendorong remaja untuk menyesuaikan diri
dengan situasi dirinnya yang baru. Hal tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh
Hurlock (1990), yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi akan mempengaruhi cara
penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Bertambahnya ketegangan emosional yang disebabkan
remaja harus membuat penyesuaian terhadap harapan masyarakat yang berlainan dengan dirinya.

Menurut Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau begitu saja
menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan alasan mengapa sesuatu
perintah dianjurkan atau dilarag, remaja tidak mudah diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang
logis. Dengan perkembangan psikologis pada remaja, terjadi kekuatan mental, peningkatan
kemampuan daya fikir, kemampuan mengingat dan memahami, serta terjadi peningkatan
keberanian dalam mengemukakan pendapat.

Kunjungi terus blog dunia psikologi, blog kumpulan artikel psikologi

Berbagi

 Leave a comment... (2)

Pentingnya Kontrol Diri


Posted on September 1st, 2009 in Psikologi Remaja by Fitri

Perubahan-perubahan sosial yang cepat (rapid sosial change) sebagai konsekuensi modernisasi,
industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi telah mempengaruhi perilaku, nilai-
nilai moral, etika, dan gaya hidup (value sistem and way of life).

Keberadaan hawa nafsu disamping memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, juga dapat
melahirkan madlarat (ketidaknyamanan, atau kekacauan dalam kehidupan, baik personal maupun
sosial). Kondisi ini terjadi apabila hawa nafsu tidak dikendalikan atau dikontrol, karena memang
sifat yang melekat pada hawa nafsu adalah mendorong (memprovokasi) manusia kepada
keburukan atau kejahatan (dalam Psikologi Belajar Agama, 2003).

Menurut Fachrurozi (dalam Jawa Pos, 2004) kegilaan masyarakat saat ini adalah personifikasi
atas kegilaan yang dialami sebagai implikasi dari modernitas, bahwa modernitas, disamping
melahirkan kemajuan dalam berbagai aspek (teknologi informasi, ekonomi, politik, sosial, dan
budaya), ternyata juga melahirkan kegilaan atau gangguan kejiwaan. Diharapkan setiap individu
mampu mengontrol diri terhadap setiap perubahan yang terjadi.
Tindakan-tindakan tidak terkontrol sering dikaitkan dengan remaja, karena seringkali bentuk
perkelahian dilakukan oleh para remaja, sehingga perkelahian antar remaja sudah menjadi
fenomena yang biasa di masyarakat luas terutama di kota-kota besar, perkelahian ini biasanya
dipicu oleh masalah-masalah yang sepele, seperti bersenggolan di jalan, atau saling pandang
yang ditafsirkan sebagai bentuk menantang, dan biasanya berakhir dengan perkelahian,
perkelahian antar remaja pada awalnya hanya melibatkan dua individu kemudian berkembang
menjadi perkelahian antar kelompok.

Menurut Lewin (dalam Winarno, 2003) kondisi tersebut dikarenakan dalam kelompok terdapat
sifat interdependen antar anggota dan kondisi seperti itu berpeluang menjadi konflik SARA,
dikarenakan Indonesia terdiri berbagai macam suku, agama, ras, yang berbeda-beda, sehingga
individu akan merasa cemas, tidak aman, dan mudah tersulut emosi bila kontrol diri individu
kurang. Oleh karena itu, kontrol diri diperlukan untuk mengontrol emosi yamg berasal dari
dalam dan luar individu sebagai bentuk sosialisasi yang wajar.

Menurut Drever, kontrol diri adalah kontrol atau pengendalian yang dijalankan oleh individu
terhadap perasaan-perasaan, gerakan-gerakan hati, tindakan-tindakan sendiri, sedangkan
Goleman (dalam Sarah, 1998) mengartikan bahwa kontrol diri sebagai kemampuan untuk
menyesuaikan dan mengendalikan dengan pola sesuai dengan usia. Bander (dalam Sarah, 1998)
menyatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam mengendalikan tindakan
yang ditandai dengan kemampuan dalam merencanakan hidup, maupun frustasi-frustasi dan
mampu menahan ledakan emosi. Masa-masa remaja ditandai dengan emosi yang mudah meletup
atau cenderung untuk tidak dapat mengkontrol dirinya sendiri, akan tetapi tidak semua remaja
mudah tersulut emosinya atau tidak mampu untuk mengkontrol dirinya, pada remaja tertentu
juga sudah matang dalam artian mampu mengkontrol setiap tindakan yang dilakukannya.

Berbagi

 Leave a comment... (6)

Penyesuaian Diri pada Remaja


Posted on April 21st, 2009 in Psikologi Remaja by Fitri

Akhirnya jadi juga pergi ke warnet untuk ngupdate blog, seperti tulisan sebelumnya kesulitan
mengakses blog gara-gara lemot nya indosat gprs, tapi mau tidak mau aktivitas nge-blog di
duniapsikologi harus tetap jalan. Nah pada kesempatan kali ini dunia psikologi menuliskan
artikel psikologi yang berkaitan dengan remaja, dengan judul Penyesuaian diri pada remaja.
Nah begini ceritanya
Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain, dibutuhkan adanya
keselarasan diantara manusia itu sendiri. Agar hubungan interaksi berjalan baik diharapkan
manusia mampu untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik maupun
lingkungan sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian dari lingkungan tanpa menimbulkan
masalah pada dirinya. Dengan kata lain berhasil atau tidaknya manusia dalam menyelaraskan diri
dengan lingkungannya sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.

Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi yang kontinyu antara diri individu sendiri,
dengan orang lain dan dengan dunia luar. Ketiga faktor ini secara konstan mempengaruhi
individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik (Calhoun dan Acocella,1976). Dari diri
sendiri yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada diri individu, tubuh, perilaku dan
pemikiran serta perasaan. Orang lain yaitu orang-orang disekitar individu yang mempunyai
pengaruh besar dalam kehidupan individu. Dunia luar yaitu penglihatan dan penciuman serta
suara yang mengelilingi individu.

Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal ini karena didalam kehidupannya
manusia terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru.
Periode penyesuaian diri ini merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup
manusia. Manusia diharapkan mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan
sikap-sikap sosial baru dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi
(Hurlock,1980).

Disebutkan juga oleh Hurlock (1980) bahwa seperti halnya proses penyesuaian diri yang sulit
yang dihadapi manusia secara umum, para remaja juga mengalami proses penyesuaian diri
dimana proses penyesuaian diri pada remaja ini merupakan suatu peralihan dari satu tahap
perkembangan ketahap berikutnya. Dalam periode peralihan ini terdapat keraguan akan peran
yang akan dilakukan, namun pada periode ini juga memberikan waktu kepada remaja untuk
mencoba gaya baru yang berbeda, menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai
dengan dirinya. Dengan kata lain hal ini merupakan proses pencarian identitas diri yang
dilakukan oleh para remaja.

Untuk menjadikan remaja mampu berperan serta dan melaksanakan tugasnya, baik sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat tidaklah mudah, karena masa remaja merupakan
masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini dalam diri remaja terjadi
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada fisik, psikis, maupun sosial. Salah satu tugas
perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial.
Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam berhubungan yang belum pernah ada
dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga. Untuk mencapai
tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak penyesuaian baru.

Agar penyesuaian diri yang dilakukan terhadap lingkungan sosial berhasil (well adjusted), maka
remaja harus menyelaraskan antara tuntutan yang berasal dari dalam dirinya dengan tuntutan-
tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya, sehingga remaja mendapatkan kepuasan dan
memiliki kepribadian yang sehat. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui bahwa para
remaja tersebut memakai model pakaian yang sama denga pakaian anggota kelompok yang
populer, maka kesempatan untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Untuk itu remaja
harus mengetahui lebih banyak informasi yang tepat tentang diri dan lingkungannya.

You might also like