Professional Documents
Culture Documents
Untuk poin 1, definisi 2004 sudah lebih spesifik karena menekankan pada studi &
etika praktek. Poin 2, definisi 2004 memiliki kekurangan karena tidak mencakup
untuk penilaian. Poin 3 sudah berkenaan dengan perubahan paradigma, dimana
teknologi pembelajaran hanya memfasilitasi pembelajaran – artinya faktor-faktor lain
dianggap sudah ada. Poin 4, definisi 2004 sudah lebih luas karena yang dikelola
bukan hanya semata proses dan sumber belajar, tetapi lebih jauh sudah mencakup
proses dan sumber daya teknologi.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa definisi 2004 sudah mencakup aspek etika
dalam profesi , peran sebagai fasilitator, dan pemanfaatan proses dan sumber daya
teknologi.
Pendekatan Filsafati
Setiap pengetahuan, mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang penyangga
tubuh pengetahuan yang didukungnya (Suriasumantri). Ketiga komponen tersebut
yaitu ontologi (apa), epistimologi (bagaimana), dan aksiologi (untuk apa).
Suriasumantri mengemukakan bahwa ontologi merupakan asas dalam menetapkan
ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelahaan, serta penafsiran tentang hakikat
realitas dari objek tersebut. Epistimologi merupakan asas mengenai cara bagaimana
materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan.
Sedangkan aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah
diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut.
Serangkaian pertanyaan yang timbul adalah: “Apa yang menjadi objek penelaahan
dalam teknologi pendidikan? Sampai mana ruang lingkup wujud objek yang ditelaah
itu? Bukankah pendidikan sudah seusia hidup itu sendiri? Dan karena itu apakah
masih mungkin adanya objek telaah baru?”
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka terlebih dulu dikutip
pernyataan Sir Eric Ashby tentang terjadinya empat revolusi dalam dunia pendidikan.
Revolusi-revolusi ini terjadi karena adanya masalah yang tak teratasi dengan cara
yang ada sebelumnya, yaitu masalah “belajar”.
Revolusi pertama, terjadi karena orang tua atau keluarga tidak mampu lagi
membelajarkan anak-anaknya sendiri sehingga menyerahkan tanggung jawab itu
kepada orang lain yang secara khusus diberi tanggung jawab untuk mendidik.
Revolusi kedua, karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak
didik dengan cara yang lebih cepat sehingga kegiatan pendidikan dilembagakan
dengan berbagai ketentuan yang dibakukan.
Revolusi ketiga, ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya
informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku dan media cetak lain, sehingga guru
dapat membelajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi. Buku hingga saat ini
masih dianggap sebagai media utama di samping guru untuk kegiatan pendidikan.
Revolusi keempat, berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang
elektronik. Dalam revolusi ini, mulai disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru
untuk memberikan semua ajaran yang diperlukan, karena yang lebih penting adalah
mengajar anak didik tentang bagaimana belajar. Belajar tersebut dapat menggunakan
berbagai sumber sebagai “akibat” dari perkembangan media elektronik, seperti radio,
televisi, tape, dan lain-lain, yang mampu menembus batas geografis, sosial, dan politis
secara lebih intens lagi daripada media cetak. Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih
bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna bagi si penerima.
Pada awalnya, guru menghadapi anak didiknya dengan bertatap muka langsung dan
bertindak sebagai satu-satunya sumber untuk belajar. Perkembangan berikutnya, ia
menggunakan sumber lain berupa buku sehingga membagi perannya kepada media
lain dalam menyajikan ajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, media komunikasi
mampu menyalurkan pesan yang dirancang khusus agar dapat diterima langsung
kepada anak didik tanpa dapat dikendalikan oleh guru.
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan adanya masalah-masalah baru, yaitu :
1. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang, pesan, media, alat,
cara-cara tertentu dalam mengolah atau menyajikan pesan, serta lingkungan di mana
proses pendidikan itu berlangsung.
2. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun
secara faktual.
3. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber belajar agar
dapat digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan belajar.
Ketiga masalah di atas merupakan ruang lingkup wujud objek penelaahan (ontologi)
teknologi pendidikan.
Ciri-ciri pendekatan baru landasan epistimologi teknologi pendidikan adalah :
1. Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya dielaah secara simultan.
2. Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu roses kompleks
secara sistemik untuk memecahkan masalah.
3. Penggabungan ke dalam proses yang kompleks atas gejala secara menyeluruh.
Sedangkan kegunaan potensial teknologi pendidikan (aksiologi), antara lain
meningkatkan produktivitas pendidikan, memberikan kemungkinan pendidikan yang
sifatnya lebih individual, memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiah, lebih
memantapkan pembelajaran, memungkinkan belajar lebih akrab, serta memungkinkan
penyajian pendidikan lebih luas dan merata.