You are on page 1of 18

TUGAS KELOMPOK :

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

STRATEGI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL

A. Pendahuluan

Pada pasal 26 ayat 1, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia


dinyatakan bahwa:
"Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus
dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah
rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan.
Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi
semua orang dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan
cara yang sama, berdasarkan kepantasan. 1 "
Pernyataan tersebut terlihat sangat ideal dimana kebutuhan
pendidikan (educational need) yang merupakan kebutuhan dasar
manusia (human basic need) diakomodir dengan sangat sempurna dan
sangat jelas memperlihatkan kondisi sempurna tentang bagaimana
seharusnya pendidikan dijalankan dan bagaimana semua orang akan
didorong untuk masuk dan mengambil keuntungan darinya.
Kebutuhan pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Malcolm
S Knowless (Knowless; 1977:85) 2 adalah "An educational need is
something a person ought to learn for his own good, for the good of
an organization, or for the good of society (kebutuhan pendidikan
adalah sesuatu yang harus dipelajari seseorang untuk kebaikan
dirinya sendiri, organisasi atau sebuah masyarakat)". Menurut
pengertian tersebut maka kebutuhan pendidikan adalah sesuatu yang
harus dipelajari oleh seseorang guna kemajuan kehidupan dirinya,
lembaga yang ia masuki, dan atau untuk kemajuan masyarakat.
Secara umum kebutuhan pendidikan adalah jarak atau
perbedaan antara perolehan tingkat pendidikan seseorang atau
kelompok pada saat ini dengan tingkat pendidikan yang ingin dicapai
oleh orang atau kelompok tersebut. Batasan tentang kebutuhan
pendidikan mengandung dua implikasi.
1). Pertama, bahwa seseorang yang merasakan dan menyatakan
keinginan untuk memiliki atau meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan aspirasi hanya dapat dicapai melalui

1
Sigiro, Atnike Nova, Kebutuhan Pendidikan Masa Depan, Media Indonesia, 20 Desember 2002
2
Materi Mata Kuliah Pendidikan Luar Sekolah, Bab 4 Asas Kebutuhan, Pendidikan Non Formal..

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [1]


kegiatan belajar yang terencana dan disengaja.
2). Kedua, bahwa kebutuhan pendidikan yang dirasakan dan
dinyatakan oleh seseorang merupakan ekspresi dari kebutuhan
diri seseorang (individual need), kebutuhan lembaga
(institutional need), atau kebutuhan masyarakat (community
need); bahkan mungkin merupakan manifestasi ketiga macam
kebutuhan tersebut. Kebutuhan perorangan, kebutuhan lembaga,
dan kebutuhan masyarakat dapat saling melengkapi antara satu
dengan yang lainnya.

B. Tantangan dalam Penyelenggaraan Pendidikan


Terpenuhinya kebutuhan pendidikan sebagaimana secara jelas
dinyatakan dalam deklarasi tersebut memang merupakan cita-cita
atau niat luhur yang diinginkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia tersebut harus berhadapan dengan problem yang sangat
kompleks, tidak hanya kendala teknis pelaksanaan, tetapi juga
kendala sistemik. Kendala sistemik inilah yang justru merupakan
faktor utama yang tidak memungkinkan terjadinya pemerataan
kesempatan pendidikan dan dunia kerja yang seluas-luasnya.
Problem ini terjadi di seluruh negara di dunia, pun di Indonesia,
dengan berbagai karakteristik yang dipengaruhi kondisi masing-
masing.
Di Indonesia, mahalnya harga bangku sekolah telah menjadi
'teror' yang biasa dihadapi masyarakat sehari-hari di tengah gembar-
gembor program Wajib Belajar Sembilan Tahun, Gerakan Nasional
Orang Tua Asuh (GNOTA), dan yang terbaru Gerakan Komite Sekolah
yang ramai diiklankan media massa. Biaya pendidikan yang harus
ditanggung untuk memasuki sistem sekolah sangatlah beragam, tentu
jumlahnya pun sangat besar, mulai uang bangunan, uang buku, uang
seragam, uang ujian, belum lagi pungutan-pungutan temporer
lainnya. Dengan jumlah pengangguran yang tinggi dan pendapatan
sebagian besar penduduk yang rendah, besarnya biaya yang harus
ditanggung untuk bersekolah tidak dapat ditanggulangi sendiri oleh
masyarakat. Sementara alokasi anggaran pemerintah untuk bidang
pendidikan masih rendah.
Menurut data Departemen Pendidikan Nasional, angka putus
sekolah di Indonesia cukup tinggi. Pada tahun ajaran 1999/2000
lulusan pendidikan tingkat SD yang tidak melanjutkan ke tingkat
SLTP mencapai 770.500 anak, dari SLTP ke SLTA adalah 956.400
anak, dan dari SLTA ke pendidikan tinggi adalah 814.300 anak, belum
termasuk yang drop out (DO) sebelum menyelesaikan jenjang
pendidikannya. Penyebab utama tingginya putus sekolah ini adalah
ketidakmampuan ekonomi keluarga, sekaligus waktu si anak yang
digunakan untuk mencari nafkah, sehingga tidak bisa secara reguler
mengikuti pelajaran di sekolah.

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [2]


Pemerintah dan parlemen untuk saat ini belum
memprioritaskan bidang pendidikan --dibanding rekapitulasi
perbankan, Pemilu 2004, dan isu lain semisal antiterorisme.
Pendidikan sejak dulu belum dilihat negara sebagai problem penting
yang harus disikapi secara struktural sehingga setiap tahun di saat
peringatan Hari Pendidikan Nasional, pemerintah selalu
memperbarui komitmennya dan selalu melupakannya di keesokan
hari.
Sementara itu, sekolah sebagai bentuk legitimasi atas
kemampuan intelektual, skill, maupun prestise semakin mendapat
legitimasi dengan munculnya berbagai jenis sekolah, baik dari
metode maupun isinya, dan tentu harganya. Sekolah adalah salah
satu variabel yang menentukan status seseorang. Mereka yang tidak
dapat mengakses bangku sekolah memiliki posisi yang rendah dalam
masyarakat, dengan berbagai julukan: 'bodoh', 'tidak terdidik', 'buta
huruf', 'tidak pernah makan bangku sekolahan', dan lain sebagainya.
Telah menjadi rahasia umum bahwa untuk mendapatkan pekerjaan,
kemampuan menjadi urutan kesekian setelah koneksi, uang pelicin,
dan lainnya, tetapi toh masyarakat tetap menerima gagasan bahwa
sekolah adalah jalan satu-satunya untuk persaingan memperoleh
lapangan pekerjaan.
Pada akhirnya, di dalam masyarakat terbangun kesadaran
manipulatif untuk menerima kondisi pendidikan yang carut-marut
sebagai tanggung jawab mereka sendiri. Akibatnya, hanya mereka
yang mampu secara ekonomilah yang berhak mengakses setiap
jenjang pendidikan. Mereka yang tak mampu cukup menikmati
pendidikan seadanya. Pendidikan yang rendah sama dengan
pengetahuan dan kemampuan yang rendah dan sama artinya dengan
upah yang rendah pula. Seolah-olah telah menjadi rumus baku bahwa
orang miskin karena tidak sekolah; supaya tidak miskin, orang harus
sekolah; karena orang miskin tidak bisa sekolah maka itulah nasib
yang harus ia jalani. Di sini kita temukan kenyataan bahwa pada
akhirnya sekolah itu sendiri menjadi pabrik daur ulang ketidakadilan
sosial dalam masyarakat.

C. Pendidikan Non Formal sebagai Jawaban Terhadap Kebutuhan


Pendidikan
Proses belajar bagi anak (manusia) sebetulnya tidak dibatasi
hanya oleh institusi sekolah. Sejak dilahirkan, anak mengalami
proses belajar bersama dengan lingkungannya. Institusi sekolah
seharusnya berfungsi sebagai sarana atau alat dalam proses belajar.
Namun, dalam kenyataan, sekolah justru mendominasi gagasan
tentang pendidikan bagi masyarakat. Gagasan dan praktik sekolah
tersebut telah melahirkan ketidaksetaraan (inequality) ketika tidak
semua orang bisa mengakses pendidikan sekolah.

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [3]


Bentuk-bentuk pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal)
telah dikenal sejak lama. RA Kartini, misalnya, memulai pendidikan
kepada kaum perempuan di luar sekolah dengan materi pendidikan
selain baca-tulis, juga keterampilan yang dibutuhkan kaum
perempuan saat itu. Ki Hajar Dewantara bahkan secara keras
menentang stigmatisasi pemerintah kolonial Belanda terhadap
sekolah-sekolah pergerakan yang dicap sebagai sekolah liar. Karena
itu, dia membangun Taman Siswa sebagai suatu proses belajar
bersama kaum pribumi yang saat itu tidak bisa mengakses pendidikan
formal, dengan mengembangkan nilai-nilai nasionalisme
antipenjajahan yang dibutuhkan masyarakat terjajah pada saat itu.
Sekarang kebutuhan masyarakat Indonesia tentu tidak sama
persis dengan kondisi pada masa Kartini dan Ki Hajar, tapi ada satu
kondisi yang sama: ada sekelompok masyarakat yang tidak dapat
melakukan satu proses emansipatoris yang dimiliki manusia, yaitu
belajar dengan bebas.
Bagaimana seorang anak yang harus mencari nafkah, semisal
pedagang koran, pengamen, pemulung, dan buruh jermal, tetap
dapat belajar? Materi pelajaran apa yang dibutuhkan mereka?
Bagaimana anak di daerah konflik yang sekolah-sekolahnya terbakar,
guru-gurunya pergi, dan orang-orang bersenjata berkeliaran, di Aceh
misalnya, dan pengungsi di Ambon, Poso, dan Madura tetap dapat
belajar? Materi pelajaran apa yang dibutuhkan mereka?
Soal-soal semacam ini belum bisa dijawab dengan sistem
pendidikan sekolah formal. Ada banyak orang dan kelompok yang
saat ini mengembangkan bentuk-bentuk pendidikan nonformal untuk
menjawab kebutuhan tersebut. Saat ini sudah berkembang bentuk-
bentuk pendampingan kepada kelompok masyarakat marginal, tidak
semata-mata untuk keperluan karitatif, tapi juga mengembangkan
model pendidikan yang baru (alternatif) semisal rumah singgah bagi
anak-anak jalanan, teater bagi anak-anak miskin perkotaan, sanggar
seni anak jalanan, bengkel besi bagi anak pemulung, universitas akar
rumput, dan lain sebagainya.

D. Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat sebagai Salah Satu


Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal

1. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat


Pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan
demokratisasi pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan
untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat
menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar
sepanjang hayat dalam mengsi tantangan kehidupan yang berubah-
ubah.

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [4]


Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah
model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari
masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”. Pendidikan
dari masyarakat artinya pendidik memberikan jawaban atas
kebutuhan masyarakat. pendidikan oleh masyarakat artinya
masyarakat ditempatkan sebagai subyek/pelaku pendidikan, bukan
objek pendidikan. Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan
partisipasi aktifnya dalam setiap program pendidikan. Adapun
pengertian pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat
diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk
menjawab kebutullan mereka. Secara singkat dikatakan, masyarakat
perlu diberdayakan, diberi Peluang dan kebebasan untuk
merddesain, merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai
sendiri apa yang diperlukan secara spesifik di dalam, untuk dan oleh
masyarakat sendiri.
Di dalam Undang-undang no 20/2003 pasal 1 ayat 16, arti dari
pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi
masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk
masyarakat. Dengan demikian nampak bahwa pendidikan berbasis
masyarakat pada dasarnya merupakan suatu pendidikan yang
memberikan kemandirian dan kebebasan pada masyarakat untuk
menentukan bidang pendidikan yang sesuai dengan keinginan
masyarakat itu sendiri.
Sementara itu dilingkungan akademik para akhli juga
memberikan batasan pendidikan berbasis masyarakat. Menurut
Michael W. Galbraith, community-based education could be defined
as an educational process by which individuals (in this case adults)
become more corrtpetent in their skills, attitudes, and concepts in
an effort to live in and gain more control over local aspects of their
communities through democratic participation (pendidikan berbasis
masvarakat dapat diartikan sebagai proses pendidikan di mana
individu-individu atau orang dewasa menjadi lebih berkompeten
dalam ketrampilan, sikap, dan konsep mereka dalam upaya untuk
hidup dan mengontrol aspek-aspek lokal dari masyarakatnya melalui
partisipasi demokratis).

2. Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat sebagai Model


Model pendidikan berbasis masyarakat untuk konteks Indonesia
kini semakin diakui keberadaannya pasca pemberlakuan UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Keberadaan lembaga
ini diatur pada 26 ayat 1 s/d 7. jalur yang digunakan bisa formal dan
atau nonformal.
Dalam hubungan ini, pendidikan nonformal berbasis
masyarakat adalah pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [5]


warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan
berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan
nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak
usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan
pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, majelis
taklirn serta satuan pendidikan yang sejenis.
Dengan demikian, nampak bahwa pendidikan nonformal pada
dasarnya lebih cenderung mengarah pada pendidikan berbasis
masyarakat yang merupakan sebuah proses dan program, yang secara
esensial, berkembangnya pendidikan nonformal berbasis masyarakat
akan sejalan dengan munculnya kesadaran tentang bagaimana
hubungan-hubungan sosial bisa membantu pengembangan interaksi
sosial yang membangkitkan concern terhadap pembelajaran
berkaitan dengan masalah yang dihadapi masyarakat dalam
kehidupan sosial, politik,, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor
lain. Sementara pendidikan berbasis masyarakat sebagai program
harus berlandaskan pada keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif dari
warga masyarakat adalah hal yang pokok. Untuk memenuhinya, maka
partisipasi warga harus didasari kebebasan tanpa tekanan dalam
kemampuan berpartisipasi dan keingin berpartisipasi.

3. Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat


Menurut Michael W. Galbraith pendidikan berbasis masyarakat
memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
• Self determination (menentukan sendiri). Semua anggota
masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat
dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi
sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk
merumuskan kebutuhan tersebut.
• Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani
dengan baik ketika kemampuan mereka untuk menolong diri
mereka sendiri telah didorong dan dikembangkaii. Mereka
menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih
baik bukan tergantung karena mereka beranggapan bahwa
tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.
• Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para
pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai ketrampilan untuk
memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [6]


sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-
menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat.
• Localization (lokalisasi). Potensi terbesar untuk tingkat
partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi
kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat
dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup.
• Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian
pelayanan) Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat
dan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam
memenuhi tujuan dan pelayanan publik yang lebih baik.
• Reduce duplication of service. Pelayanan Masyarakat seharusnya
memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan
sumber dava manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir
usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan.
• Accept diversity (menerima perbedaan) Menghindari pemisahan
masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis
kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi
pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berarti
pelibatan warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan
mereka dosorong/dituntut untuk aktif dalam pengembangan,
perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan aktifitas-
aktifitas kemasyarakatan.
• Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan)
Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara
terus-menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik
sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat. Lembaga
harus dapat dengan cepat merespon berbagai perubahan yang
terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terus
dapat dirasakan.
• Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatan
pembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggota
masyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latar
belakang masyarakat.

Dalam perkembangannya, community-based education


merupakan sebuah gerakan nasional di negara berkemang seperti
Indonesia. community-based education diharapkan dapat menjadi
salah satu fondasi dalam mewujudkan masyarakat madani (civil
society). Dengan sendirinya, manajemen penndidikan yang
berdasarkan pada community-based education akan menampilkan
wajah sebagai lembaga pendidikan dari masyarakat.
Untuk melaksanakan paradigma pendidikan berbasis
masyarakat pada jalur nonformal setidak-tidaknya mempersyaratkan
lima hal (Sudjana. 1984) yaitu:

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [7]


1). Pertama, teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan
kondisi dan situasi nyata yang ada di masyarakat. Teknologi yang
canggih yang diperkenalkan dan adakalanya dipaksakan sering
berubah menjadi pengarbitan masyarakat yang akibatnva tidak
digunakan sebab kehadiran teknologi ini bukan karena
dibutuhkan, melainkan karena dipaksakan. Hal ini membuat
masyarakat menjadi rapuh;
2). Kedua, ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki
atau dipinjam, dikelola, dan dikembangkan oleh masyarakat. Di
sini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam peencanaan,
pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar
sekolah;
3). Ketiga, program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial
atau harus bermakna bagi kehidupan peserta didik atau warga
belajar dalam berperan di masyarakat. Oleh karena itu,
perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan
berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik semata;
4). Keempat, program belajar harus menjadi milik masyarakat,
bukan milik instansi pemerintah. Hal ini perlu ditekankan karena
bercermin pada pengalaman selama ini bahwa lembaga
pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum
mampu membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi
hanyalah pemaksaan program, karena semua program pendidikan
dirancang oleh instansi yang bersangkutan. Kelima, aparat
pendidikan luar sekolah/nonformal tidak menangani sendiri
programnya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi
kemasyarakatan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini yang
menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan
sumber-sumber pendukung program.

4. Pendidikan Berbasis Masyarakat untuk Pembangunan Masyarakat


Dalam upaya mendorong pada terwujudnya pendidikan
nonformal berbasis masyarakat, maka diperlukan upaya untuk
menjadikan pendidikan tersebut sebagai bagian dari upaya
membangun masyarakat. Dalam hal ini diperlukan pemahaman yang
tepat akan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Pembangunan/pengembangan masyarakat, khususnya
masyarakat desa merupakan suatu fondasi penting yang dapat
memperkuat dan mendorong makin meningkatnya pembangunan
bangsa, oleh karena itu pelibatan masyarakat dalam mengembangkan
pendidikan nonformal dapat menjadi suatu yang memberi makna
besar bagi kelancaran pembangunan.

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [8]


Pengembangan masyarakat, pengembangan sosial atau
pembangunan masyarakat sebagai istilah-istilah yang dimaksud
dalam pembahasan ini mengandung arti yang bersamaan.
Pengembangan masyarakat, terutama di daerah pedesaan, bila
dibandingkan dengan daerah perkotaan jelas menunjukan suatu
ketimpangan, sehingga memerlukan upaya yang lebih keras untuk
mencoba lebih seimbang diantara keduanya. pengembangan
masyarakat, pengembangan sosial atau pembangunan masyarakat
tersebut menunjukkan suatu upaya yang disengaja dan diorganisasi
untuk memajukan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya yang
dilakukan di dalam satu kesatuan Wilayah. Kesatuan wilayah itu bisa
terdiri dari daerah pedesaan atau daerah perkotaan.
Upaya pembangunan ini bertujuan untuk terjadinya perubahan
kualitas kehidupan manusia dan kualitas wilayahnya atau
lingkungannya ke arah yang lebih baik. Agar pembangunan itu
berhasil, maka pembangunan haruslah menjadi jawaban yang wajar
terhadap kebutuhan perorangan, masyarakat dan Pemerintah baik di
tingkat desa, daerah ataupun di tingkat nasional. Dengan demikian
maka isi, kegiatan dan tujuan pengembangan masyarakat akan erat
kaitannya dengan pembangunan nasional.
TR Batten menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat ialah
proses yang dilakukan oleh masyarakat dengan usaha untuk pertama-
tama mendiskusikan dan menentukan kebutuhan atau keinginan
mereka, kemudian merencanakan dan melaksanakan secara bersama
usaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka itu (Batten,
1961). Dalam proses tersebut maka keterlibatan masyarakat dapat
digambarkan dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:
1). Tahap pertama, dengan atau tanpa bimbingan fihak lain,
masyarakat melakukan identifikasi masalah, kebutuhan,
keinginan dan potensi-potensi yang mereka miliki. Kemudian
mereka mendiskusikan kebutuhan-kebutuhan mereka,
menginventarisasi kebutuhan-kebutuhan itu berdasarkan tingkat
keperluan, kepentingan dan mendesak tidaknya usaha
pemenuhan kebutuhan. Dalam identifikasi kebutuhan itu
didiskusikan pula kebutuhan perorangan, kebutuhan masyarakat
dan kebutuhan Pemerintah di daerah itu. Mereka menyusun
urutan prioritas kebutuhan itu sesuai dengan sumber dan potensi
yang terdapat di daerah mereka;
2). Tahap kedua, mereka menjajagi kemungkinan-kemungkinan
usaha atau kegiatan yang dapat mereka lakukan, untuk
memenuhi kebutuhan itu. apakah sesuai dengan sumber-sumber
yang ada dan dengan mempertimbangkan kemungkinan-
kemungkinan hambatan yang akan dihadapi dalam kegiatan itu.
Selanjutnya mereka menentukan pilihan kegiatan atau usaha
yang akan dilakukan bersama;

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [9]


3). Tahap ketiga, mereka menentukan rencana kegiatan, yaitu
program yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa memiliki
dikalangan masyarakat. Rasa pemilikan bersama itu menjadi
prasarat timbulnya rasa tanggung jawab bersama untuk
keberhasilan usaha itu;
4). Tahap keempat ialah melaksanakan kegiatan. Dalam tahap
keempat ini motivasi perlu dilakukan. Di samping itu komunikasi
antara pelaksana terus dibina. Dalam tahap pelaksanaan ini akan
terdapat masalah yang menuntut pemecahan. Pemecahan
masalah itu dilakukan setelah dirundingkan bersama oleh
masyarakat dan para pelaksana;
5). Tahap kelima, penilaian terhadap proses pelaksanaan kegiatan,
terhadap hasil kegiatan dan terhadap pengaruh kegiatan itu.
Untuk kegiatan yang berkelanjutan, hasil evaluasi itu dijadikan
salah satu masukan untuk tindak lanjut kegiatan atau untuk
bahan penyusunan program kegiatan baru.
Semua tahapan kegiatan itu dilakukan oleh masyarakat secara
partisipatif. Pengembangan masyarakat yang bertumpu pada
kebutuhan dan tujuan pembangunan nasional itu memiliki dua jenis
tujuan. Tujuan-tujuan itu dapat digolongkan kepada tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umum dengan sendirinya mengarah dan
bermuara pada tujuan nasional, sedangkan tujuan khusus yaitu
perubahan-perubahan yang dapat diukur yang terjadi pada
masyarakat. Perubahan itu menyangkut segi kualitas kehidupan
masyarakat itu sendiri setelah melalui program pengembangan
masyarakat. Perubahan itu berhubungan dengan peningkatan taraf
hidup warga masyarakat dan keterlibatannya dalam pembangunan.
Dengan kata lain tujuan khusus itu menegaskan adanya
perubahan yang dicapai setelah dilakukan kegiatan bersama, yaitu
berupa perubahan tingkah laku warga masyarakat. Perubahan
tingkah laku ini pada dasarnya merupakan hasil edukasi dalam makna
yang wajar dan luas, yaitu adanya perubahan pengetahuan,
ketrampilan, sikap dan aspirasi warga masyarakat serta adanya
penerapan tingkah laku itu untuk peningkatan kehidupan mereka dan
untuk peningkatan partisipasi dalam pembangunan masyarakat.
Partisipasi dalam pembangunan masyarakat itu bisa terdiri dari
partisipasi buah fikiran, harta benda, dan tenaga (Anwas Iskandar,
1975). Dalam makna yang lebih luas maka tujuan pengembangan
masyarakat pada dasarnya adalah pengembangan demokratisasi,
dinamisasi dan modernisasi (Suryadi, 1971).
Prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang dikemukakan di
sini ialah keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan
sendiri (swadaya dan gotong royong), dan kaderisasi. Prinsip
keterpaduan memberi tekanan bahwa kegiatan pengembangan
masyarakat didasarkan pada program-program yang disusun oleh

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [10]


masyarakat dengan bimbingan dari lembaga-lembaga yang
mempunyai hubungan tugas dalam pembangunan masyarakat. Prinsip
berkelanjutan memberi arti bahwa kegiatan pembangunan
masyarakat itu tidak dilakukan sekali tuntas tetapi kegiatannya terus
menerus menuju ke arah yang lebih sempurna. Prinsip keserasian
diterapkan pada program-program pembangunan masyarakat yang
memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan
Pemerintah. Prinsip kemampuan sendiri berarti dalam melaksanakan
kegiatan dasar yang menjadi acuan adalah kemampuan yang dimiliki
oleh masyarakat sendiri.
Prinsip-prinsip di atas memperjelas makna bahwa program-
program pendidikan nonformal berbasis masyarakat harus dapat
mendorong dan menumbuhkan semangat pengembangan masyarakat,
termasuk keterampilan apa yang harus dijadikan substansi
pembelajaran dalam pendidikan nonformal. Oleh karena itu, upaya
untuk menjadikan pendidikan nonformal sebagai bagian dari kegiatan
masyarakat memerlukan upaya-upaya yang serius agar hasil dari
pendidikan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya
peningkatan kualitas hidup mereka
Dalam hal ini perlu disadari bahwa pengembangan masyarakat
itu akan lancar apabila di masyarakat itu telah berkembang motivasi
untuk membangun serta telah tumbuh kesadaran dan semangat
mengembangkan diri ditambah kemampuan serta ketrampilan
tertentu yang dapat menopangnya, dan melalui kegiatan pendidikan,
khususnya pendidikan nonformal diharapkan dapat tumbuh suatu
semangat yang tinggi untuk membangun masyarakat desanya sendiri
sabagai suatu kontribusi bagi pembangunan bangsa pada umumnya.

E. Bagaimana agar Proses Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal


Efektif

Keberhasilan pelaksanaan pendidikan baik formal maupun non formal


sangat ditentukan oleh suasana ”tempat belajar/kelas”. Profesor
Sudjarwo, Guru Besar Pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung, menjelaskan mengenai rambu-rambu umum
yang dapat dijadikan acuan baik pada konsep pengajaran maupun
pendidikan:

1. Kelas dikelola dengan pola ”semua keperluan”.


Maksudnya bahwa kelas di seting sedemikian rupa untuk dapat
melayani semua kepeluan dari para pengguna kelas. Model kelas
serupa ini banyak dijumpai pada tempat pendidikan negara-
negara berkembang. Kelas seolah ”ruang swalayan”atau one stop
service, semua keperluan untuk guru dan murid ada di sana.

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [11]


Kelas seperti ini jika diperuntukkan kelas lembaga kursus
memang menjadi idaman bagi para muridnya, karena merasa
dimanjakan untuk mendapatkan pelayanan. Bahkan konsep
pelayanan prima sering disalahartikan bahwa kelas serupa inilah
yang ideal. Jika konsep ruang kelas sebagai proses pendidikan,
maka tidak semua kepentingan guru dan murid harus ada di sana.
India salah satu negara yang menganut paham ruang kelas adalah
ruang penyelenggaraan pendidikan mandiri. Oleh sebab itu
keperluan-keperluan pribadi murid tidak selamanya ada dan
tersedia di kelas.

2. Pencahayaan dan Kebisingan


Kedua hal di atas pada akhir-akhir ini sering diabaikan oleh
pengelola sekolah dalam menata kelas sebagai tempat belajar.
Banyak tempat-tempat pendidikan pencahayaan ruang tidak
menjadi prioritas. Di samping aspek cahaya juga aspek sirkulasi
udara. Akibatnya para siswa yang belajar cepat merasa lelah
karena pengaruh dari pendengaran dan penglihatan.

Hambatan-hambatan fisik serupa ini banyak sekali terjadi di


kota-kota besar, akibatnya kita sering melihat pelajar begitu
selesai jam belajar, tampak di raut wajahnya tanda-tanda
kelelahan yang begitu penat. Hal ini di samping beban pelajaran
yang diperoleh, juga karena faktor sanitasi lingkungan kelas yang
tidak mendukung. Akibatnya semua itu menumpuk pada diri siswa
sebagai peserta didik. Akibat lanjut dapat dibayangkan
bagaimana lelahnya para siswa, dan ini tampak pada raut wajah
mereka masing-masing pada saat selesai proses pembelajaran.

Kelelahan ini semakin menjadi-jadi jika beban pembelajaran


tidak sebanding dengan kemampuan tubuh menerima tekanan
akibat dari ketidak sehatan lingkungan.

Kondisi lingkungan yang ideal memang sulit diperoleh di daerah


kota-kota besar, akan tetapi paling tidak ada upaya teknologi
yang dapat dilakukan agar dampak dari lingkungan dalam arti
fisik dapat dikurangi resikonya. Sebagai contoh untuk mengurangi
tingkat kebisingan suara pada kelas tertentu dapat digunakan
dinding peredam, atau gerahnya suatu ruang dapat ditanggulangi
dengan pemasangan AC, dlsbnya. Tampaknya aspek teknologi
menjadi hal yang penting sebagai jalan keluar untuk menghadapi
tantangan alam.

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [12]


3. Tata letak pengaturan kursi
Jarak antara kursi satu dengan kursi untuk siswa tidak ada aturan
baku, hanya pada konsep psikologi sosial disinggung bahwa setiap
manusia memiliki teritori atau wilayah pribadi. Beberapa
penelitian yang dilakukan Morgan (1970) ditemukan bahwa orang
merasa aman jika wilayah sekitarnya memiliki jarak lingkar
sekitar 0,5 s/d 1,00 m. Sedangkan jika lebih dari itu mereka akan
merasa tersingkirkan dari lingkungan.

Berdasarkan itu kita harus berhati-hati dalam menyusun kursi.


Kita harus mengetahui susunan kursi itu untuk keperluan apa.
Jika untuk kepentingan belajar, maka wilayah privacy harus
diciptakan, sebab banyak diantara siswa merasa tidak nyaman
karena tidak memiliki wilayah privacy. Sebaliknya jika itu untuk
diskusi, maka jarak antar kursi harus sedikit rapat guna
memudahkan mereka membangun wilayah bersama.

Oleh sebab itu tempat belajar ideal bagi siswa ialah apabila
tempat duduk mereka dapat dengan mudah dipindahkan sesuai
kebutuhan. Cara ini memang sudah banyak dilakukan di tempat-
tempat belajar, akan tetapi untuk kelas permanen seperti
sekolah sangat berbeda dibandingkan dengan tempat kursus.
Tempat kursus lebih leluasa dalam mengatur tempat duduk,
karena itu kita harus memahami jika tempat kursus akan
mendapat perhatian dari pelanggan, penyusunan kursi merupakan
skala prioritas yang harus tetap diperhatikan dan mampu menarik
minat pelanggan.

4. Dinding dan Papan Tulis


Dinding dimaksud dalam hal ini adalah warna dinding ruang
belajar atau kelas. Banyak penelitian menyatakan bahwa warna
ini mempengaruhi kondisi psikologis dari orang yang berada di
ruangan tersebut. Untuk kelas belajar sangat disarankan warna
yang dipilih adalah lembut, bukan cerah atau gelap.

Papan di atas dapat diadakan sesuai dengan kebutuhan proses


pembelajaran didalam kelas. Namun perlu diingat keberadaan
papan tersebut haruslah sesuai dengan fungsi. Amat tidak bijak
apabila kita membentang semua papan itu di dalam ruang kelas,
karena di samping mempersempit ruang juga mengganggu
pemandangan.

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [13]


F. Kesimpulan

1). Pada pasal 26 ayat 1, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia


dinyatakan bahwa: "Setiap orang berhak memperoleh pendidikan.
Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk
tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan
rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara
umum harus terbuka bagi semua orang dan pendidikan tinggi
harus dapat dimasuki dengan cara yang sama, berdasarkan
kepantasan;
2). Pada kenyataannya tidak semua orang mendapatkan hak atas
kebutuhan pendidikan yang menjadi kebutuhan dasarnya yang
seringkali disebabkan oleh kendala teknis operasional maupun
kendala sistemik.
3). Pendidikan Non Formal sebagai Jawaban Terhadap Kebutuhan
Pendidikan dan bentuk pendidikan formal yang dapat
dikembangkan adalah pendidikan non formal berbasis masyarakat
dimana masyarakat dilibatkan secara aktif dalam proses
pendidikan dan pembelajaran yang disesuaikan dengan situasi
dan kondisi setempat sehingga diharapkan tercapai harapan yang
dikehendaki.

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [14]


DAFTAR PUSTAKA

Sigiro, Atnike Nova, Kebutuhan Pendidikan Masa Depan, Media Indonesia,


20 Desember 2002;

Materi Mata Kuliah Pendidikan Luar Sekolah, Bab 4 Asas Kebutuhan,


Pendidikan Non Formal..;

Suharsaputra, Uhar, ”Pendidikan Non Formal”,


http://uharsputra.wordpress.com/ , (4 April 2010);

Sudjarwo, Prof., ”Bahan - Bahan Pendidikan Non Formal”, Semarang, 28


April 2009, http://profsudjarwo.blog.com/2009/04/20/bahan-
bahan-pendidikan-non-formal/ , (4 April 2010).

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [15]


KATA PENGANTAR

Sesungguhnya, segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon


pertolongan-Nya, memohon ampunan-Nya, dan kami memohon
perlindungan kepada Allah dari keburukan dan kejahatan amal perbuatan
diri sendiri.

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, kami telah
berhasil menyelesaikan makalah untuk Matakuliah Pendidikan Luar
Sekolah dengan tema “Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal”.

Tulisan ini kami buat sesuai dengan pemahaman kami terhadap materi
yang diberikan dalam mata kuliah ini dimana dijelaskan mengenai asas
kebutuhan. Dalam pandangan kami, dari keseluruhan pembahasan maka
poin pokok yang sesuai dengan bidang yang pendidikan adalah yang
berkaitan dengan “kebutuhan pendidikan”.

Kami sadar bahwa “tak ada gading yang tak retak”, bahwa dalam tulisan
ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan baik dari segi
redaksional maupun ketajaman materi. Untuk itu kami mengharapkan
masukan-masukan yang konstruktif baik dari Dosen maupun rekan-rekan
mahasiswa.

Sawangan, April 2010

PENYUSUN

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [i]


DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................ i

Daftar Isi ................................................................................ ii

A. Pendahuluan..................................................................... 1

B. Tantangan dalam Penyelenggaraan Pendidikan......................... 2

C. Pendidikan Non Formal sebagai Jawaban Terhadap Kebutuhan

Pendidikan........................................................................ 3

D. Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat sebagai Salah

Satu Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal.............. 4

1. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat........................... 4

2. Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat sebagai Model. . . 5

3. Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat................... 6

4. Pendidikan Berbasis Masyarakat untuk Pembangunan

Masyarakat................................................................. 8

E. Bagaimana agar Proses Penyelenggaraan Pendidikan Non

Formal Efektif................................................................... 11

F. Kesimpulan....................................................................... 14

Daftar Pustaka......................................................................... 15

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [ii]


TUGAS KELOMPOK : ................................................................................1
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH....................................................................1
STRATEGI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL.....................1
A. Pendahuluan........................................................................................1
B. Tantangan dalam Penyelenggaraan Pendidikan.................................2
C. Pendidikan Non Formal sebagai Jawaban Terhadap Kebutuhan
Pendidikan...............................................................................................3
D. Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat sebagai Salah Satu
Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal..................................4
1. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat............................................4
2. Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat sebagai Model................5
3. Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat...................................6
4. Pendidikan Berbasis Masyarakat untuk Pembangunan Masyarakat....8
E. Bagaimana agar Proses Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal
Efektif....................................................................................................11
F. Kesimpulan........................................................................................14

Tugas Kelompok: Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal [i]

You might also like