You are on page 1of 12

PERILAKU KONSUMEN

“Pengaruh Budaya Terhadap Perilaku Konsumen”

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2009

DISUSUN OLEH :
JOJOR DE’LYMA (0716051008)
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana kita ketahui, bahwa selain factor internal, seorang konsumen dalam
memutuskan membeli sebuah produk dan jasa juga dipengaruhi oleh factor eksternal .
Diantara ketiga pengaruh yaitu :

1. Pengaruh budaya terhadap perilaku konsumen


2. Peran anggota keluarga dalam pengambilan keputusan pembelian
3. Peranan kelompok acuan dalam keputusan pembelian.

Diantara ketiga factor tersebut saya ingin memilih yang nomor satu yaitu
“Pengaruh Budaya Terhadap Perilaku Konsumen” hal ini dikarenakan memang
dilingkungan sekitar saya bahkan diri saya sendiri, saya akui memang factor budaya
cukup berpengaruh besar dalam proses pembelian, untuk itulah saya lebih memilih judul
ini daripada factor yang lainnya.

Menurut saya, penelitian mengenai budaya menjadi sangat penting karena budaya
mempengaruhi keseluruhan masyarakat itu sendiri. Dalam makalah ini akan dibahas
penerapan budaya serta pengaruhnya terhadap perilaku konsumen,misalnya dalam
pembelian suatu produk atau jasa.

Dalam kaitannya dengan perilaku konsumen, budaya dapat didefinisikan sebagai


sejumlah total dari beliefs, values, dan customs yang dipelajari yang ditujukan pada
perilaku konsumen dari anggota masyarakat tertentu.

Lebih luas lagi, baik values maupun beliefs merupakan konstruk mental yang
mempengaruhi sikap yang kemudian berpengaruh terhadap kecenderungan seseorang
untuk bertindak terhadap perilaku tertentu.Contohnya : seseorang memilih antara merk
jam GUESS atau Alexander Christtie ketika memilih, dia akan menggunakan values dan
beliefs yang berupa persepsi terhadap kualitas yang akan didapat dan persepsi mengenai
seberapa terkenal dan banyaknya orang yang menggunakan produk tersebut.

Berbeda dengan values dan beliefs yang menjadi pedoman berperilaku, customs atau
kebiasaan terdiri dari perilaku rutin sehari-hari yang merupakan cara berilaku yang dapat
diterima. Contohnya : memberikan bubuk sirup kedalam gelas berisi air putih.

Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat  membantu penjual
atau produsen dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap produk mereka. Mulai dari
bagaimana tanggapan konsumen, reaksi konsumen, ataupun kritik dari konsumennya.

Pengaruh budaya sangat alami dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku
sering diterima begitu saja, atau dalam kata lainnya pengaruh ini sangat tidak disadari oleh
masyarakat, barulah ketika kita berhadapan dengan masyarakat yang memiliki budaya, nilai dan
kepercayaan yang berbeda dengan kita, kita baru menyadari bagaimana budaya telah membentuk
perilaku kita. Yang kemudian akan muncul apresiasi terhadap budaya kita sendiri bila kita
berhadapan dengan budaya yang berbeda. Misalnya, di budaya yang bisa melakukan pernikahan
sesame jenis tentu akan merasa bahwa itu budaya yang tidak masuk akal dan merupakan hal
yang tidak baik dibandingkan dengan budaya yang memang melarang keras hubungan sesama
jenis.

Konsumen melihat diri mereka sendiri dan bereaksi terhadap lingkungan mereka, karena
setiap individu mempersepsikan dunia dengan pendapat dan cara pandang masing-
masing.Singkatnya, budaya dapat memuaskan kebutuhan, budaya bisa dipelajari, dan yang
paling penting adalah budaya berkembang, karena semakin berkembangnya budaya atau yang
biasa kita dengar dengan istilah Up To Date maka akan semakin berkembang pula daya beli
seseorang, untuk itu saya lebih memilih untuk membahas tema yaitu “pengaruh budaya terhadap
perilaku konsumen”.
BAB II

KAJIAN TEORITIS

Teori adalah sebagai suatu unsur penelitian mempunyai peranan yang sangat besar, sebab
dengan menggunakan unsur ilmu inilah peneliti melakukan penjelasan atau menerangkan tentang
penomena sosial maupun penomena alami yang menjadi pusat penelitianya dan tanpa teori maka
yang hanya ada pengetahuan saja tanpa suatu ilmu pengetahuan. Hal tersebut menurut Iskandar
( 1999 ; 318 )

Pada bab ini akan membahas tentang rumusan kerangka teoritik dalam suatu kegiatan
Perencanaan Strategis menurut sistimatika sebagai berikut :

1) Sejumlah tentang budaya menurut para ahli

  Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan


Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Untuk dapat
berkomunikasi secara efektif dengan konsumen, produsen atau penjual sebaiknya menggunakan
simbol untuk menyampaikan citra dari suatu produk atau jasa. Simbol ini bisa berarti verbal
maupun nonverbal. Simbol yang verbal biasanya menggunakan televisi, pengumuman atau iklan
di majalah. Simbol nonverbal biasanya menggunakan warna, bentuk,dll. Namun simol memiliki
beberapa arti sehinggan kita harus benar-benar meyakinkan bahwa simbol itu dapat mewakili
gambaran tentang produk tersebut atau citra.

Sedangkan menurut Herskovits, beliau memandang bahwa kebudayaan sebagai sesuatu


yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic.

Dan yang terakhir yaitu menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai
anggota masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah
sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain,
yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:

 Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret.
Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari
suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya.
Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang,
stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

 Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke
generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:

 Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)


Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara


segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia
mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau
dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

 Sistem mata pencaharian hidup

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah
mata pencaharian tradisional saja.

Untuk itulah menurut pengamatan saya, budaya sangat berpengaruh besar terhadap perilaku
konsumen untuk membeli sesuatu, hal ini dapat kita lihat bersama yaitu dari pernyataan bahwa
wujud dari budaya adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia, benda-benda yang bersifat
nyata contohnya adalah produk yang dibeli oleh konsumen, dan budaya bisa berupa perilaku,
pola-pola perilaku yaitu keputusan untuk membeli atau tidaknya suatu produk maupun
jasa.Budaya memang erat hubungannya dengan keputusan pembelian konsumen, karena budaya
itu dapat diibaratkan sebagai sesuatu yang memang kita jalani setiap harinya, seperti tekhnologi
seperti televisi ataupun media lainnya yang berpengaruh besar dalam mempromosikan suatu
produk, melalui televisi seseorang bisa tergoda untuk melakukan suatu pembelian produk dan
jasa. Dan masih banyak lagi contoh yang selanjutnya akan dibahas.

2) Negara Jepang sebagai tolak ukur tentang budaya

Mengetahui budaya Jepang, terdiri dari sedikit subkultur baik agama, suku, daerah, ras
dan kelompok ekonomi yang masing-masing memiliki interpretasi dan respon tersendiri terhadap
kepercayaan dan nilai-nilai sosial. Jepang merupakan Negara dengan kehidupan social yang
dinamis. Perubahan sosial ini disebabkan oleh berkembang pesatnya perkembangan teknologi
baru mulai dari gadget, fashion, hingga pola makan yang dari hari ke hari semakin berkembang
seiring budaya yang juga semakin berkembang.
BAB III

PEMBAHASAN

Untuk lebih memahami tentang tema ini, berikut saya akan menjelaskan 5 aspek
tentang Negara Jepang sebagai tolak ukur bahwa budaya memanglah sangat berpengaruh
pada perilaku konsumen.

1. Health ( segi kesehatan)


2. Youthfulness (segi keawetmudaan)
3. Freedom ( kebebasan )
4. Efficien dan practice ( daya guna dan praktis )
5. Activity ( aktivitas)

Berikut ini akan dibahas 7 aspek negara Jepang tersebut beserta contoh bahwa budaya
luar masuk ke Indonesia sehingga memperngaruhi dalam perilaku konsumen :

1. Health ( segi kesehatan)

Orang-orang di Jepang sangat memperhatikan kesehatan dan kebugaran tubuhnya,


bahkan untuk para wanita nya tubuh kurus langsing merupakan hal yang mutlak dimilik oleh
setiap wanita dan ini telah dianggap sebagai suatu nilai inti. Nilai inti pada masyarakat
Jepang terutama wanita ini tergambarkan melalui berbagai cara misalnya saja olahraga
seperti fitness dan jogging.

Karena hal itulah maka adanya peningkatan dalam penjualan alat-alat olahraga dan tablet
pelangsing tubuh atau bahkan tea yang bisa melangsingkan tubuh serta adanya peningkatan
dalam penjualan vitamin. Berdasarkan trend atau budaya ini, berkembang suatu pendapat
bahwa memang budaya lah yang menyebabkan pola perilaku masyarakat jepang berubah
dan meningkatkan daya beli produk-produk yang sifatnya melangsingkan atau menyehatkan
tubuh.
Contoh : budaya Jepang tentang bahwa wanita langsing itu lebih menarik pun telah
masuk ke Indonesia, untuk itulah banyak produk-produk cina yang menjual alat-alat
olahraga seperti : JACO, DRTV dan masih banyak alat pelangsing lainnya,hal ini
menyebabkan wanita Indonesia membeli alat tersebut karena factor budaya yang
mengatakan bahwa perempuan langsing itu lebih menarik daripada yang tidak langsing.

Serta adanya penigkatan penjualan produk tea pelangsing tubuh seperti “slimming
tea” yang iklannya sangat memperlihatkan wanita-wanita cantik itu pasti bertubuh
langsing, dan “thermolyte pluss” yaitu tablet pelangsing dan tablet kesehatan yang dapat
digunakan baik pria maupun wanita.

2. Youthfulness (segi keawetmudaan)

Keawetmudaan (youthfulness) sangat berbeda dengan pemuda (youth) yang


merupakan suatu tingkatan umur. Orang Jepang sangat terobsesi untuk terlihat muda dan
berperilaku seperti orang yang muda, meskipun berlawanan dengan usia mereka
sebenarnya. Bagi masyarakat jepang, selain melalui pikiran-pikiran keawetmudaaan juga
terpancarkan dari perilaku mereka., yang kadang-kadang diekspresikan melalui kata-kata
seperti “berjiwa muda”, “bersemangat muda”, dan “berpenampilan muda” atau biasa
disebut dengan up to date sehingga produsen kosmetik berbondong-bondong
menciptakan produk yang menggambarkan betapa banyak wanita yang berperang
melawan penuaan dini.

Perusahaan-perusahaan periklanan memanfaatkan ketakutan penuaan terutama bagi


kaum wanita ini untuk menciptakan suatu trend di masyarakat mengenai pentingnya
menjaga kemudaan dan menanamkan rasa takut akan penuaan. Tema-tema iklan dibuat
dengan mengumbar janji bahwa konsumen akan memperoleh keuntungan bila terlihat
awet muda dan tentu akan lebih menyenangkan jika “tua” itu datangnya sangat lama.

Contoh : banyak film-film jepang yang memang menampilkan bahwa gadis-gadis


disana sangatlah mempunyai kulit yang cantik,putih dan kenyal, sebenarnya budaya ini
bertolak belakang dengan warna kulit wanita Indonesia yaitu coklat atau biasa disebut
dengan istilah sawo matang, tapi dengan banyaknya produk dan iklan yang masuk ke
Indonesia menunjukkan bahwa orang berkulit putih terlihat lebih menarik, untuk itulah
ada banyak produk yang beredar di Indonesia bahkan produk Jepang pemutih kulit seperti
“SHINZUI” menampilkan iklan bahwa gadis Indonesia dengan memakai produk itubisa
terlihat seputih gadis-gadis di Jepang. Dan produk Olay Total Effect yang juga secara
terang-terangan mengumbar janji bahwa dengan menggunakan produk tersebut kerutan
dan tanda-tanda penuaan lainnya bisa dicegah, hal inilah yang mengubah perilaku
masyarakat untuk kemudian membeli produk-produk tersebut.

3. Freedom ( kebebasan )

Seperti kita ketahui bahwa banyak Negara-negara luar penganut budaya


kebebesan, dan salah satunya adalah Negara Jepang, dalam sejarah seperti kita ketahui
Jepang selalu berpendapat bahwa kebebasan berbicara, kebebasan pers,  sebagai nilai
utama. Perkembangan dari kepercayaan akan kebebasan ini, Jepang percaya bahwa
mereka punya kebebasan untuk memilih. Hal ini dapat terlihat dari bebasnya gaya
berpakaian mereka, mulai dari pejalan kaki yang bisa menggunakan jas, sangat berbeda
dengan di Indonesia, jika ada pejalan kaki yang menggunakan jas pasti terlihat aneh,
hingga seragam sekolah di Jepang yang sangat unik menurut saya. Hal ini direfleksikan
dengan kompetisi dari merk dan variasi produk. Pada banyak pilihan produk baik ukuran,
warna, gaya, sehingga masyarakat Jepang terlihat lebih fashionable ketimbang di
Indonesia.  Ini juga menjelaskan kenapa banyak perusahaan menawarkan konsumen
banyak pilihan.

Contoh : budaya berpakaian yang sangat trend di Jepang dengan mudahnya


merambat ke Indonesia melalui media massa ataupun cetak tren yang dinamakan
Harajuku pun masuk dengan mudahnya, budaya bebas ekspresi dari Jepang ini mau tidak
mau sangat mempengaruhi perilaku masyarakat Indonesia, dengan berbondong-bondong
ikut membeli produk yang meniru gaya pakaiannya agar sama dengan orang Jepang dan
terlihat lebih trendy.
4. Efficien dan practice ( daya guna dan praktis )

Efisien merupakan sesuatu yang hemat waktu dan usaha. Sedangkan praktis berhubungan
dengan produk baru yang membuat pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan
memecahkan masalah.

Ilustrasi yang mudah menggambarkan hal ini adalah banyaknya makanan dan minuman
cepat saji yang tersedia di berbagai tempat di Jepang, mulai dari mie instan, bubur instan,
berbagai minuman botol isntan, hingga bumbu untuk memasak pun isntan. Karena memang
kita tahu bahwa masyarakat Jepang sangat menghargai waktu, dan tekhnologi pula lah yang
membuat semua menjadi serba efektif dan lebih praktis.

Contoh : masyarakat Indonesia pun sangat menyukai masakan-masakan cepat saji yang
ditawarkan berbagai merek, mulai dari Indomie, Sardencis, dan masih banyak makanan
lainnya, budaya luar, Jepang contohnya yang membiasakan diri untuk menikmati makanan
cepat saji ini pun masuk ke Indonesia dan terbawa kesini. Hal inilah yang membuat
masyarakat Indonesia pun jadi terbiasa dengan makanan-makanan cepat saji tersebut.

5. Activity ( aktivitas)

Menjadi sibuk merupakan bagian dari gaya hidup masyarakat Jepang. Gaya hidup ini
seringkali dikomentari oleh pendatang dari luar negri, kenapa orang-orang Jepang selalu
’berlari” dan sepertinya tidak pernah menjadi relax. Aktivitas ini memiliki dampak pada
konsumsi barang.

Contoh : di Indonesia budaya aktifitas yang padat seperti ini pun sangat terlihat bahwa
waktu adalah uang, Contohnya di McDonald’s dan KFC, banyak orang yang menginginkan
untuk dilayani dengan cepat, ketimbang mempersiapkan makanan ketika mereka sedang
dalam rumah pada pagi hari karena menurut mereka itu hanya akan menghabiskan waktu
dan tenaga saja.
BAB V

KESIMPULAN

Dari 5 aspek tolak ukur budaya Jepang yang masuk ke Indonesia sudah bisa terlihat jelas
bahwa budaya memang sangat mempengaruhi perilaku konsumen, mulai dari pola hidup yang
mungkin secara tidak sadar terpengaruh yang memungkinkan adanya daya beli dalam pengaruh
budaya tersebut.

Memang betul perilaku konsumen bisa dari gaya hidup contoh nyata yang mungkin dapat
lebih memperjelasnya adalah “Starbuck Café” . Jika kita lihat, buat apa buka kedai kopi? Di
pinggir jalan juga banyak tersedia warung kopi. Nah, budaya masyarakat kota metropolitan
itu selalu mengikuti tren yang memang sedang berlaku. Oleh karena itu, ketika tren muncul
adanya kedai kopi yang cozy, tempatnya menyenangkan bisa hotspot gratis atau ketemu sama
teman-temang maupun rekan bisnis lainnya tempat itu bisa sangat nyaman dijadikan tempat
ngobrol ataupun bertransaksi, lalu ditambah ada hotspot area yg membuat pengunjung bisa
internet scara gratis (yang masih budaya Indonesia) membuat kedai tersebut bisa mendatangkan
pengunjung yang banyak, kita tahu semua bahwa kedai kopi itu memang berasal dari luar negeri.

Jadi kesimpulan terakhir menurut saya adalah bahwa memang benar budaya sangat
memperngaruhi perilaku manusia, tidak hanya dari segi aspek pola hidup saja tetapi dari daya
belinya juga, untuk itu kita harus pintar menyaring budaya-budaya luar yang bisa kapan saja dan
melalui apa saja masuk ke Indonesia, budaya positif dapat kita tiru atau ambil, dan sebaliknya
ketika budaya itu buruk dan kita semua sebagai masyarakat Indonesia tidak bisa menolaknya,
maka bangsa ini pun akan semakin terpuruk.
DAFTAR PUSTAKA

Hurriyati, Ratih. 2005. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung: Alfabeta.

Umar, Husein.2005. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Peter. J Paul, dan Jerry C olson.2000. Consumer Behavior Perilaku Kpnsumen dam
Strategi Pemasaran. Jakarta: Erlangga

Sumber lain :

www.scribd.com

You might also like