You are on page 1of 157

Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi

Peneliti Pemula

Bab  Membangun
Kerangka Dasar
Pemikiran

1.1.
CERITA GIGI OMPONG DI KAMPUNG NELAYAN

S eorang pemuda sedang mengunjungi sebuah kampung nelayan di sebuah


pulau yang cukup terpencil. Sebagai orang baru di kampung itu, dia pun
mencoba untuk mengenal orang-orang kampung dan berusaha untuk akrab
dengan masyarakat, terutama para pemuda dan pemimpin-pemimpin di kampung
itu. Singkat cerita, sang pemuda kemudian bisa mencuri hati masyarakat karena
sifat ramah-tamah dan lelucon yang sering ia ceritakan saat kumpul-kumpul di
kedai kopi, depan rumah kepala desa maupun di depan masjid.
Suatu hari ia pun pergi beli sabun, dan bertanya kepada pemilik kedai yang
seorang ibu-ibu muda. Sang pemuda pun bertanya kepada pemilik kedai tentang
sabun yang akan dibelinya. Proses jual beli pun lancar, namun ketika sabun sudah
di tangan, ucapan terimakasih dan senyum pun terlempar dari si pemuda dan ibu
penjaga warung. Oppsss….barulah terlihat pemandangan yang kurang enak.
Ternyata gigi ibu-ibu muda itu banyak yang hilang alias sudah ompong. Ketika
beranjak dari kedai itu, si pemuda pun berfikir, sayang…masih muda, tetapi gigi
sudah ompong.
Esok hari si pemuda bersiap untuk ikut dengan seorang nelayan untuk
menjaring ikan di tepi-tepi bakau. Persiapan pun sudah lengkap, siap menemui si
teman. Tatkala berjumpa, ia pun menyapa (dan seperti biasa) ia pun tersenyum.
Ketika temannya tersenyum, ia pun kembali melihat pemandangan yang familiar.
Teman nya yang baru di kenalnya beberapa minggu itu ternyata juga giginya
ompong. Tapi…ya, seperti biasa ia pun melupakan pemandangan tak sedap tadi.
Mereka pun berangkat.
Beberapa hari kemudian si pemuda mengajak beberapa pemuda untuk
ngobrol-ngobrol di kedai kopi. Ada kira-kira 8 orang yang berkumpul. Kopi dan
teh pun disediakan pemilik warung. Sapa-menyapa, guyonan pun meluncur dari
mulut mereka. Ketika semuanya tertawa, terlihatlah pemandangan seperti yang
dilihatnya beberapa hari lalu, ternyata sebahagian besar dari mereka giginya
ompong! Si pemuda pun mulai heran. Ia berfikir dalam hati, kenapa mereka
banyak yang ompong? Sepulang dari kedai, si pemuda pun mulai berfikir. Kok
banyak warga kampung ini yang giginya ompong? Padahal mereka masih muda,
paling-paling berumur 23 sampai 35 tahun! Hm…cukup aneh!
Sudah 3 bulan si pemuda berada di kampung itu. Fikiran tentang gigi
ompong pun terus mengikutinya di perjalanan dan sampai ke rumahnya. Baru
beberapa hari ia sampai, tidak sabar si pemuda pun mencari beberapa informasi

1
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

tentang penyebab gigi ompong. Dari beberapa buku dan tanya kesana kemari, ia
dapat beberapa teori, katanya, gigi yang ompong itu karena rapuh. Rapuhnya gigi
karena kekurangan zat kapur. Hm…fikir si pemuda.
Tidak lama ia pun kembali ke kampung nelayan. Seperti biasa, ia pun
kumpul-kumpul dengan masyarakat. Setelah beberapa hari, ia pun mulai kembali
dengan kebiasannya, kumpul-kumpul dengan warga. Ia bermaksud bertanya,
kenapa banyak warga kampung yang ompong? Namun ia segan dan merasa tidak
enak jika bertanya langsung…takut mereka tersinggung. Ia pun kemudian
melupakan rencana untuk mencari tau mengapa banyak masyarakat yang giginya
ompong.
Beberapa lama berselang, si pemuda pergi ke rumah warga yang sedikit
jauh dari rumah pemondokannya. Setelah bincang-bincang, hujan pun datang.
Waktu yang tepat untuk minum teh panas, fikir si pemuda. Setelah minum
beberapa teguk, ia pun permisi ke sumur di belakang rumah. Hujan masih deras,
sehingga ia harus cepat-cepat buang air kecil. Saat itulah ia melihat sesuatu yang
cukup menarik. Sumur di rumah itu berada di luar, tidak memiliki atap sehingga
air hujan langsung naik. Cepat-cepat ia mengintip ke dalam sumur, ternyata air
sumur sudah sangat tinggi.
Si pemuda pun kemudian berfikir sepulangnya dari rumah warga kampung
tadi. Tapi dia tidak tau apa hubungan gigi ompong dengan sumur tadi.
Sesampainya di rumah pondokan, ia pun pergi ke sumur di belakang rumah untuk
mencuci kaki yang kotor karena lumpur. Ternyata di sana ia menemukan
pemandangan yang sama. Air hujan masuk langsung ke sumur.
Malam hari ia pun mulai berfikir. Apakah ada hubungan air sumur dengan
gigi ompong? Dibukanya buku yang dibawanya. Dalam buku itu dia membaca,
jika salah satu penyebab gigi menjadi rapuh adalah kekurangan zat kapur. Ia juga
membaca bahwasannya air hujan adalah salah satu jenis air yang minim zat
kapur. Jika terus-menerus dikonsumsi maka akan menyebabkan gigi orang yang
mengkonsumsi akan kekurangan zat kapur, yang kemudian menyebabkan gigi
rapuh, dan akhirnya…bisa dihubungkan dengan gigi gigi ompong di kampung
itu.
Nah…ketemu sudah jawabannya. Esoknya ia pun bertemu dengan
beberapa orang. Ia mulai diskusi dengan mereka dan secara sopan mulai bertanya
kenapa banyak orang yang ompong. Ia pun permisi untuk melihat beberapa
sumur warga. Ternyata hampir seluruh sumur warga tidak punya penutup, alias
kalau hujan air akan langsung masuk ke sumur.
Tapi ada juga warga yang tidak ompong. Tanya sana-sini, ternyata warga
yang tidak ompong itu adalah pendatang. Mereka paling lama baru 5 sampai 10
tahun tinggal di desa itu. Sedangkan yang penduduk asli rata-rata punya masalah
dengan giginya. Perlahan ia pun mulai mendiskusikan hal itu dengan beberapa
warga. Masyarakat sendiri tidak tau mengapa gigi mereka banyak ompong. Si
pemuda pun mulai menjelaskan tentang hubungan antara gigi ompong dan sumur.
Sebelum ia pulang, si pemuda pun membuat beberapa kesimpulan. 1. rata-
rata warga yang giginya ompong adalah masyarakat yang minim air hujan dari

2
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

sumur; 2. warga yang tidak ompong adalah warga pendatang yang belum begitu
lama mengkonsumsi air hujan dari sumur. Si pemuda pun melenggang pulang ke
rumah nya yang jauh, dengan membawa catatan-catatannya tentang gigi ompong
di kampung nelayan.

1.2. Apa itu Penelitian?


Cerita seorang pemuda di atas merupakan salah satu contoh tentang betapa
mudahnya melakukan penelitian. Pertama, pemuda tersebut melihat sesuatu yang
cukup unik dan berbeda dengan apa yang dilihatnya sehari-hari, yakni tentang
gigi ompong. Ia kemudian bertanya. Mengapa bisa begitu? Saat ada kesempatan
ia pun mencari beberapa pandangan, teori, penelitian orang lain dalam bentuk
buku, tulisan, paper dan lain-lain yang menyinggung tentang penyebab gigi
ompong. Salah satu buku itu menyebutkan gigi ompong karena konsumsi
makanan dan air yang minim zat kapur. Di kampung kemudian ia mencari tau
kira-kira apakah ada faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat kekurangan zat
kapur? Walau tak sengaja, ia pun mendapati penyebabnya, yakni sumur yang
terbuka. Si pemuda pun keliling kampung, melihat beberapa sumur warga yang
giginya ompong. Hasilnya cukup membenarkan teori dan pemikirannya, bahwa
air sumur yang bersumber dari air hujanlah yang menyebabkan banyak
masyarakat yang ompong.
Apa yang dilakukan oleh seorang pemuda di kampung nelayan tersebut
sebenarnya sudah dapat dikatakan sebagai sebuah penelitian. Memang bukan
sebuah penelitian yang ilmiah versi dunia kampus, namun paling tidak si pemuda
sudah bisa menjawab sebuah pertanyaan (masalah) yang selama beberapa waktu
terus terfikir olehnya. Dengan metode yang sangat sederhana dan bantuan buku
yang minim, ia pun bisa menjelaskan realitas di kampung nelayan.
Pada prinsipnya, penelitian adalah sebuah proses menjawab permasalahan
(sosial dan ilmu alam) yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan
metode tertentu. Ada juga yang menyatakan, penelitian adalah upaya mencari
tahu suatu keadaan yang dilakukan secara ilmiah dengan teori-teori tertentu.
Bahkan ada kalangan yang beranggapan, sebuah upaya dikatakan sebagai sebuah
penelitian jika bertujuan mencari jawaban atas sebuah permasalahan dengan
pendekatan ilmiah bagi pengembangan ilmu dan masyarakat.

1.3. Mencari Kebenaran


Tidak ada yang salah dari seluruh definisi tersebut. Bahkan penelitian juga
tidak sekedar merupakan sebuah kegiatan sistematis menyelesaikan masalah
dengan menggunakan metode-metode tertentu bagi kepentingan orang atau
organisasi yang melakukan penelitian. Sama dengan hakikat ilmu, yakni dalam
sebagai sarana mencari kebenaran, penelitian juga dilandasi filosofi mencari
kebenaran melalui cara berfikir yang logis, sistematis, dan metodologis karena
dengan melakukan penelitian, maka akan berkembang pula ilmu pengetahuan.

3
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka tentunya akan berkontribusi


terhadap kehidupan masyarakat.
Tentu saja kebenaran yang dimaksud dalam pengembangan ilmu
pengetahuan lewat ikhtiar-ikhtiar penelitian adalah kebenaran yang paling
diyakini berdasarkan nilai dan kepercayaan, sistem sosial yang berlaku, maupun
aturan-aturan yang semuanya itu disebut dengan paradigma yang berlaku pada
saat penelitian dilakukan. Misalnya saja ketika seorang peneliti sedang
melakukan penelitian tentang fenomena atau realitas “menikah di usia dini”. Di
masyarakat mungkin realitas ini sudah biasa dan tidak menimbulkan masalah.
Namun seorang peneliti terkadang harus melihat aturan yang ada di atasnya,
yakni aturan dari negara (pemerintah) dimana perkawinan di bawah usia 18 bagi
perempuan merupakan hal yang dilarang. Dari aturan inilah kemudian si peneliti
meletakkan landasan norma dari penelitiannya.
Ketika landasan, batasan atau standar pernikahan dari pemerintah harus di
atas usia 18 tahun, sedangkan di masyarakat banyak terjadi pernikahan di bawah
usia tersebut, maka hal itulah yang kemudian dianggap permasalahan oleh
peneliti. Kemudian si peneliti akan mencari kebenaran tentang beberapa hal,
antara lain tentang latar belakang mengapa masyarakat masih menikah di usia
muda, bagaimana prosesnya, apa alasannya, masyarakat atau individu seperti apa
yang masih melakukannya, apa motivasinya, kapan pernikahan itu sering
berlangsung, dalam kondisi apa dan apa kira-kira dampak yang muncul akibat
terjadinya pernikahan di usia dini.
Kebenaran yang sedang diupayakan oleh si peneliti tersebut dapat
dikatakan merupakan kebenaran formal (terutama dari negara). Dengan
melakukan penelitian seperti itu, maka dengan kata lain si peneliti menganggap
apa yang berlaku di masyarakat merupakan masalah, terutama bermasalah dengan
aturan, standar, hukum maupun budaya yang di syaratkan oleh masyarakatnya.
Namun ada juga pandangan yang menyatakan, ilmu pengetahuan tidak boleh
berlandaskan pada kebenaran. Seperti dalam ilmu Sosiologi. Ilmu Sosiologi
memiliki prinsip value free, yang artinya bebas nilai. Karena berprinsip bebas
nilai, maka Sosiologi tidak mengenal “apa yang benar dan apa yang salah”, atau
“apa yang baik dan apa yang buruk”, ataupun “mana yang positif dan mana
yang negatif”. Berdasarkan prinsip tersebut, Sosiologi beranggapan ilmu
pengetahun tidak boleh melakukan penilaian terhadap sebuah fenomena, realitas
ataupun fakta yang terjadi di masyarakat. Tugas Sosiologi hanya mengangkat
realitas yang ada di masyarakat, terlepas fenomena atau realitas tersebut bersifat
positif atau negatif, baik atau buruk dari sisi pemerintah, agama maupun budaya.

1.4. Secara Logis


Salah satu ciri sebuah penelitian dan ilmu pengetahuan adalah
berlandaskan cara berfikir yang logis. Apa maksudnya? Sebuah pemikiran
dikatakan logis jika si peneliti memiliki cara berfikir yang dapat diterima akal.
Sama dengan 4 x 5 = 20. secara akal perkalian itu dapat diterima dengan akal.
Begitu pula dengan melakukan penelitian. Berfikir logis artinya apa yang sedang

4
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

diteliti harus dapat diterima secara akal. Bayangkan jika seorang peneliti sedang
melakukan penelitian tentang “alam lain” yang bersifat mistis. Metode yang
digunakan adalah kontemplasi, meditasi, bakar menyan dan sebagainya. Selain
menjadi persoalan di masyarakat, cara-cara mencari kebenarannya pun tidak
dianggap logis oleh masyarakat maupun ilmu pengetahuan. Ini artinya, yang
dianggap tidak logis adalah sesuatu yang “belum bisa” diterima oleh akal
manusia.
Logis atau tidak nya sebuah penelitian juga dapat ditilik dari teknik
seorang peneliti dalam melakukan penelitian. Misalnya seorang peneliti sedang
mengangkat permasalahan pola konsumsi masyarakat di Kota Mataram. Ia
berencana melakukan penelitian pada seluruh masyarakat kota Mataram yang
berjumlah puluhan ribu. Namun penelitian tersebut dilakukan dalam 2 minggu
saja. Melihat keterbatasan waktu, besarnya jumlah masyarakat yang akan diteliti,
maka dapat dikatakan penelitian tersebut tidak lah logis.
Penelitian juga dapat dikatakan tidak logis jika antara teknik pengambilan
data dengan data yang akan diperoleh tidak sesuai. Misalnya saja, seorang
penelitia akan mengangkat fenomena pelacuran terselubung di salon-salon yang
ada di suatu kota. Si peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengambilan
data. Berdasarkan pengalaman peneliti-peneliti dan karakteristik fenomena
pelacuran yang sangat bersifat tertutup, maka kuesioner dapat dikatakan tidaklah
logis.

1.5. Sistematis
Penelitian (khususnya penelitian sosial) juga harus bersifat sistematis. Bisa
dibayangkan ketika seorang peneliti pemula langsung ke lapangan (masyarakat)
tanpa membekali diri dengan alat atau instrumen pengambilan data seperti
kuesioner, panduan wawancara, panduan observasi dan sebagainya. Ketika di
lapangan, si peneliti bingung data apa yang akan diperolehnya. Akhirnya ia pun
hanya ngobrol ngalor-ngidul tentang hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan
penelitiannya.
Begitu juga ketika seorang peneliti tidak kemudian langsung mengambil
data tanpa punya kerangka berfikir atau teknik analisis yang digunakannya.
Ketika data sudah terkumpul, maka kemudian ia pun pulang dan membaca buku-
buku yang terkait dengan penelitiannya. Ternyata ketika membaca buku tersebut,
ia melihat beberapa pandangan bahwasannya berbeda dengan teori yang ada.
Contohnya, peneliti akan mengangkat faktor-faktor pendorong warga Lombok
Timur menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke luar negeri. Di lapangan ia
mengumpulkan semua faktor-faktor yang ada sehingga begitu banyak yang ia
peroleh. Setelah ia pulang dan membaca buku, beberapa hasil penelitian dan teori
yang ada, hanya 10 faktor yang mendorong orang menjadi TKI, namun data yang
diperoleh si peneliti sampai 20 faktor. Tentu saja si peneliti kemudian merasa
bingung. Mana data yang dominan, mana yang tidak! Jika ia memaksakan diri
untuk mendalami seluruh faktor, maka ia akan kehabisan waktu.

5
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Untuk itulah diperlukannya sebuah proses yang sistematis. Sebelum ke


lapangan, ia harus membaca beberapa tulisan atau teori tentang faktor-faktor
pendorong menjadi TKI. Jika sebelumnya ia sudah membaca, maka ketika di
lapangan ia hanya memfokuskan diri pada beberapa faktor tersebut, tidak pada
seluruhnya. Dalam hal pengambilan data juga perlu seorang peneliti untuk
melakukan proses yang sistematis. Harus ada alasan, kapan seorang peneliti
melakukan wawancara terlebih dahulu di sebuah desa, kapan kuesioner akan
disebar, kapan akan mengamati, dan sebagainya. Kesalahan menetapkan waktu
yang tepat untuk menggunakan alat pengumpulan data, maka akan berdampak
pada tidak efektifnya data yang terkumpul, bahkan bukan tidak mungkin ia akan
mendapat penolakan atau perlawanan dari masyarakat yang sedang diteliti.
Secara umum, yang dikatakan penelitian yang sistematis tersebut harus
memenuhi tahapan sebagai berikut:
Gambar Bagan
Sistematika Penelitian
Rencana:
Rencana: Pada saat ini peneliti
Kerangka membuat seluruh
berfikir perencanaan yang
Metode diperlukan, terkait
Cara analisis dengan kerangka
berfikir/teori yang
mendukung tema
penelitiannya,
metode/cara/teknik
yang digunakan
maupun teknik analisis
Pengumpula yang akan digunakan
n Data Peneliti mengumpulkan
data berdasarkan alat
yang telah disediakan

Peneliti kemudian
merapikan data agar
Analisis dan
mudah dianalisis,
Pembuatan
kemudian
Laporan
menggunakan
teori/teknik analisis
yang telah digunakan,
dan kemudian
membuat laporan
penelitian 6
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Tentu saja apa yang disebut dengan sistematis tidak sekedar dalam tahapan
proses penelitian. Peneliti juga harus sistematis dalam merumuskan kerangka
pemikiran, tahapan pengumpulan data maupun sistematika penulisan laporan.
Berdasarkan gambar di atas, antara pengumpulan data dan analisis terdapat tanda
timbal balik. Ini artinya, ketika pengumpulan data telah dilakukan belum tentu
proses pengumpulan data dapat dikatakan selesai. Pada saat melakukan analisis,
ada beberapa data yang kemungkinan tidak diperoleh, kurang tajam, tidak tepat
dan sebagainya. Untuk itu si pada saat menganalisis, si peneliti kadang harus ke
lapangan kembali untuk memenuhi data/informasi yang penting dalam analisis
dan pembuatan laporan.

1.6. Ilmiah (Empirik)


Di dalam dunia perguruan tinggi, salah satu syarat tentang apa yang
disebut dengan ilmiah tentu saja berbeda dengan pandangan ilmiah seperti yang
dianut oleh para ilmuan di luar kampus yang mencoba mengkritik ke-ilmiahan
kalangan universitas. Salah satu kritik yang disampaikan adalah, empirisme yang
dibangun di universitas bersifat terlalu formal sehingga meminggirkan kebenaran
dan ke ilmiahan yang ada di luar kampus. Pada tulisan ini tentu saja kita tidak
akan mendalami apa yang terjadi di masyarakat dan peng-kritik perguruan tinggi,
karena bangunan ilmu pengetahuan universitas masih menjadi mainstream (arus
utama) yang masih dijalankan.
Dalam melakukan sebuah penelitian, seorang mahasiswa sering dibuat
bingung ketika seorang dosen, pembimbing skripsi ataupun dosen penguji yang
menyatakan karya ilmiah sang mahasiswa tidak ilmiah, padahal mahasiswa
tersebut sudah berusaha menjadikan penelitiannya se-ilmiah mungkin. Jika
demikian, apa sebenarnya yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan atau
penelitian yang memenuhi syarat ilmiah?
Sebuah penelitian tidak serta-merta dianggap ilmiah jika telah mengutip
teori-teori besar yang mendasari pemikiran peneliti. Sesuatu juga belum tentu jika
hanya menggunakan metode-metode penelitian yang digunakan oleh para
profesor-profesor di perguruan tinggi atau pun mengikuti aturan penulisan
laporan penelitian yang ditetapkan oleh fakultas maupun universitas.
Puluhan bahkan ratusan buku, jurnal, tulisan ilmiah yang dikutip dalam
sebuah penelitian juga tidak menjamin sebuah penelitian bersifat ilmiah. Apalagi
jika standar yang digunakan adalah sekedar mengutip atau menggunakan kata dan
frase (ungkapan/susunan kata) dari kamus-kamus ilmu sosial. Semua yang
dijabarkan di atas jelas bukan menjadi tanda ke-ilmiahan sebuah penelitian, baik
itu dalam bentuk skripsi, tesis maupun desertasi doktoral. Dengan kata lain,
sesuatu yang ilmiah bukanlah semua yang lahir dan berkembang di dunia
perguruan tinggi. Malah kini banyak hal-hal yang tidak ilmiah keluar dari
universitas-universitas.

7
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Agar tidak salah kaprah tentang apa yang disebut dengan ilmiah, mudah-
mudahan gambaran selintas seperti di bawah ini ini cukup membantu.
Misalkan ada 4 (empat) orang yang sedang duduk-duduk di sebuah teras
rumah, memandang ke arah jalan. Mereka berdiskusi tentang seringnya
kecelakaan di tikungan yang persis berada di depan rumah tersebut. Menurut
pendapat si A, daerah tersebut sering terjadi kecelakaan karena dahulu di daerah
ini pernah terjadi kecelakaan hebat, beberapa orang meninggal dalam satu
kecelakaan. Roh mereka gentayangan dan penasaran, sehingga meminta korban
lain. Berbeda dengan yang pertama, si B berpendapat kecelakaan di tikungan
tersebut tidak ada alasan khusus, hanya kebetulan saja kecelakaan banyak terjadi
di tempat tersebut. Sedangkan si C berpandangan, kecelakaan tersebu terjadi
karena tikungan tersebut terlalu sempit dan adanya pepohonan yang menutupi
jalur di depannya. Namun orang terakhir memiliki pandangan, kecelakaan terjadi
selain karena jalanan sempit dan tertutupi pepohonan, juga dikarenakan
permukaan jalan yang tidak rata. Ia malah pernah juga hampir jatuh karena
sewaktu membelok, steer motor menjadi tidak stabil sehingga hampir saja
membuatnya celaka.
Dari cerita di atas, mana dari ke empat orang yang memberi alasan paling
ilmiah? Pendapat pertama jelas kurang dapat diterima akal dan tidak dapat
dibuktikan bahwasannya da roh gentayangan yang membuat terjadinya
kecelakaan. Pendapat kedua juga hampir sama, karena sebenarnya dalam dunia
pengetahuan tidak ada sesuatu yang kebetulan. Pendapat ketiga lah cukup ilmiah
karena ia memberikan beberapa alasan yang cukup dapat diterima akal. Memang
jalan tersebut terlalu sempit/kecil sehingga menyulitkan pengemudi. Namun
orang ketiga ini hanya punya pandangan ilmiah. Ia memiliki argumen yang bisa
diterima akal. Namun pihak terakhir dapat disebut sebagai orang dengan
pengalaman ilmiah, karena ia pernah mengalami secara langsung dan landasan
pemikiran yang didasari oleh pengalamannya. Ditilik dari cerita itu, sejatinya,
orang terakhirlah yang memiliki pemikiran ilmiah. Selain karena ia mengalami
langsung, ia juga bisa menjelaskan alasan yang dapat diterima akal.
Berdasarkan cerita dan penjelasan di atas, maka ada dua prinsip dari
sesuatu yang dianggap ilmiah. Pertama; dapat diterima akal, yang kedua, dialami
secara langsung. Namun mengalami satu saja dari dua prinsip tersebut belum
tentu memenuhi syarat keilmiahan. Pemikiran tanpa pengalaman akan melahirkan
orang dengan pandangan ilmiah. Namun orang yang mengalami langsung tapi
tidak dapat menjelaskan pengalaman tersebut sehingga dapat diterima akal, maka
unsur ke-ilmiahannya tidak lengkap.
Prinsip lainnya adalah yang terkait dengan unsur obyektivitas dan
subyektivitas. Sebahagian ilmuan sosial beranggapan, sesuatu yang ilmiah adalah
yang sesuatu yang berada di luar diri/fikiran manusia, atau sesuatu yang dapat
berwujud materi, dimana materi tersebut dapat disentuh, dilihat, dirasakan dengan
indera manusia. Sebaliknya, pihak lain beranggapan, selain materi,
ide/pemikiran/gagasan juga dianggap ilmiah. Pihak pertama adalah mereka yang
menganut paham materialisme, sedangkan pihak kedua adalah berasal dari paham
idealisme.

8
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Semua yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera adalah sesuatu yang
tidak ilmiah. Dua paham tersebut kemudian mengalami perkembangan. Ada yang
menganut paham obyektivisme dan subyektivisme. Obyektivisme adalah sebuah
paham yang menyatakan, sesuatu dianggap ilmiah jika berada di luar pemikiran
manusia, berjarak dengan manusia dan dapat diamati, dirasakan dan sebagainya.
Sedangkan paham subyektivisme menyatakan, manusia tidak bisa dipisahkan
dengan materi atau obyeknya, sehingga pemikiran/pandangan yang berasal dari
diri manusia tanpa kehadiran obyek atau benda juga memenuhi syarat ke-
ilmiahan.
Pada perkembangan selanjutnya ilmu pengetahuan kemudian
mengakomodir dua pandangan tersebut. Sesuatu yang ilmiah dapat lahir dari
pemikiran subyektif, maupun obyektif asalkan muncul dari proses yang sistematis
dan dapat dipertanggungjawabkan melalui cara-cara tertentu. Namun realitanya,
sesuatu yang dianggap ilmiah itu sering mengalami benturan. Satu pihak
(terutama perguruan tinggi dan pemerintah) cenderung menggunakan pendekatan
yang obyektif lebih ilmiah dibandingkan yang subyektif, dan di sisi lain (LSM,
pekerja sosial) menganggap pandangan subyektif dari seorang peneliti dalam
menganalisis informasi juga ilmiah.
Kalangan dunia pendidikan formal (terutama perguruan tinggi)
menganggap sesuatu yang subyektif itu dapat merusak ke ilmiahan hasil
penelitian, karena peneliti memasukkan pengalaman, pengetahuan dan
kepentingannya dalam menganalisis data. Sebaliknya, menurut pekerja sosial,
penelitian juga harus memiliki manfaat untuk masyarakat, salah satunya dengan
cara memasukkan kepentingan si peneliti yang bersifat memihak terhadap suatu
pandangan tertentu. Kini walaupun sering juga mendapatkan tentangan,
penelitian yang bersifat subyektif sudah mulai mendapat tempat.

1.7. Mulailah dari Sebuah Permasalahan


Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu dihadapi dengan permasalahan,
baik itu di dalam keluarga, kelompok permainan, lingkungan kerja atau
lingkungan kampus maupun masalah yang tidak terkait secara langsung dengan
seseorang namun cukup menarik perhatian kita. Bisa saja sebuah permasalahan
muncul ketika kita sedang berada di sebuah gedung bioskop, dalam sebuah
antrian Bank, di sebuah keramaian konser atau pasar, sebuah kantor pemerintah,
di perjalanan, ataupun ketika kita berwisata di sebuah desa.
Ada sebahagian orang beranggapan, sesuatu menjadi permasalahan ketika
antara harapan dengan kenyataan atau realitas terdapat kesenjangan (das sollen
dan das sein). Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan, menyimpang dari
norma, nilai atau kebiasaan juga sering juga kita anggap permasalahan. Jika
pandangan kita seperti itu, maka kita masuk pada kelompok orang yang
berpandangan normatif terhadap sesuatu, karena kita selalu mempersoalkan
penyimpangan terhadap norma-norma tertentu.
Namun ada juga orang yang beranggapan, permasalahan tidak harus
berupa ketimpangan antara norma, nilai, kebiasaan, peraturan dan perundangan

9
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

dengan realitasnya. Seseorang yang berfikir secara kritis tidak cukup hanya
melihat norma dan realitas sebagai permasalahan. Seseorang yang berfikir kritis
memandang sebuah permasalahan bukan hanya disebabkan oleh ketimpangan
antara norma dengan realitasnya, namun lebih dari sekedar itu. Jika pelayanan di
sebuah kantor lurah tidak sesuai dengan peraturan yang ada dan hal itu dianggap
sebuah masalah, maka orang cenderung berfikiran normatif. Namun jika
seseorang yang berfikir kritis, sesuatu yang sudah dianggap normal oleh orang
lain dapat dianggap orang lain sebagai sebuah masalah.
Orang yang berfikir kritis tidak terlalu terikat dengan aturan-aturan dan
norma, namun yang ia berfikir terlepas dari batasan-batasan aturan dan norma
yang ada. Banyak orang berfikir proses belajar mengajar di sekolah berdasarkan
kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah sudah mencukupi. Namun seorang
yang berfikir kritis melihat dari sisi lain, antara lain, proses belajar mengajar yang
berlangsung di sekolah-sekolah formal tidak menjadikan murid sebagai manusia
yang kreatif. Untuk itulah peneliti yang berfikir kritis kemudian memandang hal
itu sebagai sebuah masalah yang ingin diangkatnya dalam sebuah penelitian,
yakni tentang proses belajar mengajar yang tidak membangun kreativitas anak
didik.

1.8. Mengidentifikasi Variabel Penelitian


Dua pola fikir tersebutlah yang paling banyak digunakan mahasiswa atau
peneliti untuk mengangkat sebuah permasalahan penelitian. Setelah seorang
mahasiswa atau peneliti menentukan permasalahan yang akan diangkat menjadi
tema penelitiannya, maka kemudian ia harus mengidentifikasi variabel-variabel
penelitian berdasarkan tema yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan
contoh di atas, setelah mahasiswa atau peneliti akan mengangkat tema proses
belajar mengajar dalam membangun kreativitas siswa, maka ia harus menetapkan
variabel dari penelitiannya.
Sekedar mengingatkan, variabel adalah Konsep yang Memiliki Variasi
Nilai. Ini artinya, variabel sebenarnya adalah sebuah konsep. Namun konsep
tersebut harus memiliki variasi makna, nilai dan lain-lain yang memungkinkan
untuk di ukur, di boboti, ataupun di jabarkan menjadi beberapa indikator.
Sebagai contoh sederhana, anggaplah seseorang berencana ke suatu
tempat, yakni dari kota A ke kota B. Namun ia belum begitu paham tentang dua
hal, yakni jalur dari kota A ke kota B dan jalan di kota B. Dari contoh ini, ada
variabel yang akan diketahui oleh orang tersebut, yakni jalur dari kota A ke kota
B dan jalan-jalan di kota B. Berdasarkan contoh di atas, maka yang menjadi
variabel adalah konsep utama yang akan dicari tau oleh si peneliti, yakni:

10
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Gambar
Identifikasi Variabel

Proses Belajar Kreativitas


Mengajar Siswa

Variabel
Variabel A
B

Contoh di atas adalah contoh dengan dua variabel. Namun tidak semua
penelitian berisi dua atau lebih variabel. Ada banyak penelitian yang hanya berisi
satu variabel, yakni jenis penelitian deskriptif satu variabel. Sah-sah saja jika
seorang peneliti hanya menggambarkan satu variabel yang akan diangkat dalam
penelitiannya sepanjang tema yang dipilih benar-benar memenuhi syarat
akademis yang ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.

1.9. Menentukan Bentuk Hubungan Antar


Variabel
Setelah peneliti menentukan variabel-variabel yang akan diteliti, kemudian
langkah selanjutnya adalah menentukan atau memperjelas hubungan antar
variabel tersebut. Ada beberapa cara yang bisa ditempuh oleh seorang peneliti
untuk menentukan jenis atau bentuk hubungan antar variabel, antara lain:
• Melakukan studi atau kajian teoritis
Melalui kajian teoritis, maka peneliti melihat apakah ada literatur maupun
wacana yang berhubungan dengan tema yang akan di angkat oleh peneliti,
baik dalam bentuk hasil penelitian orang lain, dari teori, maupun pendapat
atau pandangan ilmiah dari orang yang memiliki pemahaman terhadap tema
ataupun variabel yang akan diteliti. Pada saat melakukan kajian teoritis,
peneliti bisa saja menemukan beberapa kajian dari orang lain yang
menyatakan ada hubungan saling pengaruh antar variabel yang akan diteliti.
Hubungan saling pengaruh tersebut bisa saja berbentuk negatif maupun
positif. Jika penelitian hanya mengandung satu variabel, maka peneliti tidak
terlalu memusingkan diri untuk mencari hubungannya, karena variabel yang
diteliti bersifat tunggal. Kajian teoritis yang dilakukan hanya bersifat
menjabarkan indikator-indikator dari variabel tersebut berdasarkan
penelitian-penelitian orang lain.

• Melakukan pengamatan terhadap fakta/realitas


Ada dua alasan mengapa seorang peneliti harus melakukan pengamatan
terhadap fakta untuk menentukan hubungan variabel yang akan diteliti,

11
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

yakni; dikarenakan ketiadaan literatur yang terkait dengan hubungan antar


variabel yang sebelumnya telah dilakukan orang lain, ataupun yang kedua;
ketika peneliti ingin melihat bagaimana pengaruh antar variabel tersebut
berlangsung di lapangan. Metode yang digunakan cukup sederhana, yakni
dengan melakukan observasi singkat ataupun melakukan wawancara secera
sederhana kepada beberapa orang yang sedikit memahami tentang realitas
yang akan diteliti.
• Melakukan Konsultasi dengan ahli
Jika dua cara di atas cukup sulit dilakukan, maka ada cara lainnya, yakni
dengan melakukan konsultasi dengan ahli. Jika di perguruan tinggi, adalah
lebih baik jika melakukan diskusi dengan dosen pembimbing, atau pun staff
pengajar lainnya yang memiliki pengalaman ataupun pengetahuan terkait
dengan tema penelitian.

1.10.Merumuskan Latarbelakang Penelitian


Untuk seorang peneliti pemula, mahasiswa yang belum mendapatkan
materi kuliah metodologi penelitian sosial secara mencukupi atau pun mahasiswa
yang belum pernah melakukan penelitian, membuat latarbelakang penelitian atau
latarbelakang permasalahan menjadi salah satu beban besar dalam menyusun
rancangan sebuah penelitian.
Salah satu permasalahan klasik dalam menyusun latarbelakang
permasalahan penelitian adalah dalam menyusun rangkaian kalimat, data, teori,
fakta, literatur lainnya dengan permasalahan yang akan diangkat sebagai tema
penelitian.
Secara garis besar, latarbelakang penelitian memuat beberapa hal, yakni;
a. Gambaran secara umum tentang fakta atau realitas
yang terkait dengan permasalahan.
Gambaran tentang fakta atau realitas yang dimaksud adalah yang terkait
secara langsung maupun tidak langsung, fakta atau realitas yang bersifat
global atau pun hal-hal yang bersifat umum namun memiliki benang merah
dengan masalah penelitian. Jika menggunakan contoh di atas, maka
gambaran umum tentang realitas proses belajar mengajar dan kreativitas
siswa adalah; situasi pendidikan di Indonesia, situasi yang terkait dengan
kreativitas siswa di Indonesia maupun di tingkat lokal, sistem pengajaran
yang berlaku, dan sebagainya. Untuk menggambarkan hal tersebut, peneliti
bisa mengutip undang-undang atau peraturan tentang pendidikan, data
statistik pendidikan, pernyataan-pernyataan penyelenggara negara tentang
kondisi pendidikan maupun kreativitas siswa, pandangan ahli dan
sebagainya.
b. Gambaran secara khusus tentang fakta atau realitas
dalam konteks lokasi penelitian

12
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Setelah adanya gambaran secara umum, maka kemudian peneliti memberi


gambaran secara khusus terkait dengan fakta dan realitas yang terkait dengan
permasalahan penelitian sesuai dengan konteks lokasi penelitian. Jika
penelitian dilakukan di sebuah kabupaten, kecamatan, atau desa, maka
peneliti sudah mulai memberi gambaran tentang permasalahan yang akan
diteliti sesuai dengan konteks lokasi dimana penelitian dilakukan. Terkait
dengan contoh di atas, jika penelitian dilakukan di sebuah kota, maka fakta
atau realitas yang dijabarkan harus terkait dengan permasalahan yang ada di
kota tersebut. Namun jika di sebuah kecamatan, maka dalam konteks
kecamatan pula realitas dan fakta tersebut digambarkan. Namun tentu saja
hal itu tergantung dari ketersediaan data awal. Jika data tentang fakta atau
realitas yang sesuai dengan konteks lokasi tidak/sulit ditemukan, maka
peneliti bisa menjabarkan fakta atau realitas yang lebih umum. Misalnya jika
penelitian dilakukan di sebuah desa, maka gambaran bisa tentang kecamatan.
Jika di kecamatan kekurangan referensi, maka fakta atau realitas di tingkat
kabupaten bisa di ungkap, demikian seterusnya.
c. Pernyataan ketertarikan peneliti
Point ini salah satu yang paling penting, karena jika hanya memberi
gambaran secara umum dan khusus namun tidak disertai dengan ungkapan
atau pernyataan peneliti tentang mengapa ia tertarik mengangkat tema ini,
maka latarbelakang permasalahan penelitian menjadi tidak menarik. Dalam
banyak presentasi rancangan penelitian, seperti ujian atau seminar proposal,
hal ini yang paling banyak ditanyakan oleh penguji atau audience. Jika
peneliti tidak memberikan pernyataan yang menguatkan atau membuat orang
lain tertarik atau menganggap penelitian ini penting dilakukan, maka
rancangan penelitian atau proposal dianggap hambar, bahkan bisa saja dinilai
tidak layak untuk dilakukan. Untuk itulah seorang peneliti harus mampu
meyakinkan orang lain, melalui pernyataan-pernyataan yang membuat orang
yakin dan tertarik, bahwasannya penelitian layak untuk dilakukan. Namun
pernyataan peneliti tidak hanya bersifat retorika belaka, jika memungkinkan,
harus juga disertai dengan data-data yang mendukung.
d. Identifikasi Permasalahan
Sebagai penutup dari latarbelakang masalah, peneliti harus bisa membuat
pembaca ataupun pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penelitian
memahami mengapa peneliti mengambil tema yang akan diteliti. Pada poin
ini, peneliti tinggal membuat sebuah proses berfikir melalui rangkaian
kalimat yang mengarah pada permasalahan penelitian. Dengan kata lain,
kalimat-kalimat yang dituliskan oleh peneliti berisi rangkaian pemikiran si
peneliti sehingga bisa mengkerucutkan seluruh gambaran yang telah
dijabarkan sebelumnya dalam beberapa kalimat yang berisi variabel
penelitian maupun hubungan antar variabel yang membentuk permasalahan
penelitian.

13
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

1.11.Merumuskan Tujuan Penelitian


Perumusan tujuan penelitian adalah tahapan yang cenderung lebih mudah
disusun oleh peneliti. Namun ternyata hal itu tidak menjamin tidak ditemukannya
kesalahan dalam melakukannya. Dalam banyak kasus, peneliti sering menjadi
tidak fokus dalam membuat tujuan. Di perguruan tinggi, aturan membuat tujuan
penelitian sangat tegas. Jika ada satu permasalahan, maka tujuannya pun satu.
Jika dua permasalahan, maka tujuannya pun dua, begitu seterusnya. Aturan
seperti itu dibuat bukan sekedar dilandasi konsistensi, namun untuk membuat
penelitian menjadi fokus. Bayangkan jika seorang peneliti membuat satu
permasalahan, namun dengan dua tujuan. Ini artinya, peneliti melakukan satu hal,
namun menghasilkan beberapa hal. Secara singkat, dalam penelitian tidak ada
istilah “sambil menyelam minum air”. Tidak ada istilah sambilan dalam
melakukan penelitian.

1.12.Manfaat Penelitian
Setiap penelitian tentu saja harus memiliki manfaat bagi pihak-pihak
tertentu. Dalam penelitian-penelitian di perguruan tinggi hal ini sering menjadi
persoalan. Manfaat penelitian sering kali diabaikan dan atau ditulis sekedar syarat
formal dari proposal maupun laporan hasil penelitian. akibatnya, banyak hasil
penelitian yang diproduksi oleh dunia kampus kemudian hanya menjadi barang
penghias perpustakaan yang sesekali dibuka hanya ketika ada mahasiswa lain
yang akan menyusun skripsi dan sebagainya.
Sudah sangat lama hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi diabaikan dan
tidak bermanfaat bagi pihak lain di luar perguruan tinggi, terutama bagi
masyarakat. Salah satu faktor penyebabnya adalah, mahasiswa yang melakukan
penelitian dalam bentuk skripsi, tesis maupun desertasi hanya berorientasi
menjadikan hasil karya ilmiahnya sebagai syarat kelulusan. Sangatlah kerdil jika
sebuah penelitian yang dilakukan dengan dana yang tidak sedikit, menghabiskan
waktu berbulan-bulan bahkan tahunan kemudian hanya menjadi penghias
perpustakaan kampus ataupun sekedar menjadi syarat menjadi seorang sarjana,
master ataupun doktor. Untuk itu, seorang yang akan melakukan penelitian harus
benar-benar membuat rancangan penelitian yang bermanfaat bagi pihak lain di
luar kampus, terutama bagi masyarakat.
Perumusan manfaat penelitian diupayakan tidak asal-asalan atau pun
sekedar menambah bobot dari proposal atau hasil penelitian. Harus ada di benak
seorang peneliti, terutama mahasiswa, bahwasannya cepat atau lambat, langsung
ataupun tidak langsung, penelitian yang dihasilkannya bisa berkontribusi
terhadap pengembangan ilmu maupun dapat digunakan bagi perbaikan nasib
masyarakat.
Bagi beberapa jenis penelitian, seperti penggunaan metode Participation
Action Research (PAR), manfaat dari penelitian sangat memungkinkan untuk
dirasakan masyarakat, karena proses penelitian dilakukan secara paralel dengan
aksi-aksi pengembangan masyarakat, namun penelitian di perguruan tinggi hal

14
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

seperti itu sulit dilakukan karena tujuan skripsi, tesis maupun disertasi adalah
kelulusan itu sendiri tanpa harus menggaransi apakah hasil penelitian tersebut
dapat digunakan oleh si peneliti maupun pihak lain bagi pengembangan
masyarakat.
Atas dasar itulah, seorang peneliti di perguruan tinggi harus benar-benar
memiliki nilai-nilai bahwasannya penelitian yang dilakukannya bukan sekedar
konsisten dengan permasalahan dan tujuan, namun yang paling penting adalah
bagaimana hasil penelitian tersebut, selain berkontribusi terhadap pengembangan
ilmu, juga memungkinkan untuk dilaksanakan, oleh dirinya maupun oleh orang
lain. Dengan demikian, manfaat penelitian yang dicantumkan dalam proposal
maupun hasil penelitiannya memiliki bobot nilai dan moral yang tinggi.

1.13.Merumuskan Kerangka Pemikiran


Penelitian
Salah satu faktor yang sangat menentukan berkualitasnya sebuah proposal
ataupun hasil penelitian adalah adanya kerangka pemikiran yang jelas dari
seorang peneliti. Kerangka pemikiran penelitian sebenarnya dapat juga disebut
sebagai sebuah logika berfikir dari si peneliti terkait dengan variabel-variabel
yang akan ditelitinya.
Kerangka pemikiran dalam sebuah proposal maupaun laporan penelitian
sampai saat ini memang masih terus menjadi perdebatan bagi beberapa pihak. Di
satu sisi, khususnya bagi para peneliti dan ahli-ahli metodologi penelitian,
kerangka pemikiran atau yang juga sering mereka namakan sebagai kerangka
teori maupun tinjuan pustaka adalah suatu keharusan. Mereka berpendapat
demikian dikarenakan adanya sebuah prinsip bahwasannya ilmu pengetahuan
harus bersifat kumulatif. Artinya, dalam setiap tahapan sejarah, ilmu akan selalu
mengalami perkembangan dari masa-masa sebelumnya. Dengan kata lain, teori
yang ada sekarang harus tumbuh dan berkembang dengan pijakan atau berbasis
teori yang ada sebelumnya. Tanpa hal seperti itu, ilmu tidak akan mengarah
kepada perkembangan yang sesuai dengan perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Untuk itulah menurut mereka suatu ilmu pengetahuan harus berdiri
di atas bangunan ilmu pengetahuan yang sebelumnya, atau suatu teori harus
muncul berlandaskan teori sebelumnya. Singkat kata, dalam sebuah penelitian,
kerangka pemikiran atau kerangka teori dalam sebuah penelitian harus didasarkan
pemikiran atau teori-teori yang telah ada sebalumnya dan terkait dengan variabel-
variabel yang akan diteliti.
Sebagai contoh, jika seorang peneliti akan mengangkat pengaruh proses
belajar mengajar terhadap kreativitas siswa, maka dalam kerangka pemikiran di
dalam proposal atau hasil penelitian, peneliti tersebut harus mendasari teori atau
pemikiran penelitiannya berdasarkan teori-teori maupun pemikiran-pemikiran
tentang pengaruh proses belajar mengajar dan kreativitas siswa yang telah
dilakukan atau dikembangkan oleh pihak lain.
Jika seorang peneliti tidak mengutip pandangan-pandangan, teori, hasil
penelitian orang lain sebelumnya ataupun menjadikan teori-teori lain yang telah

15
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

ada menjadi dasar pemikirannya, maka dianggap akan melakukan sebuah proses
penelitian yang tanpa arah. Jelas pandangan seperti itu kemudian mendapat
sanggahan dari beberapa pakar penelitian dan ilmu pengetahuan yang meyakini
bahwasannya fakta, realitas dan informasi di masyarakat adalah yang utama,
sedangkan teori dianggap sebagai bentuk obyektivisme yang dapat mengganggu
dan mempengaruhi analisis. Realitas di masyarakat tidak bisa dipandang dengan
kacamata teori karena setiap realitas adalah khas, sehingga masuknya teori akan
membuat analisis data menjadi bias.
Perbedaan perspektif antara dua kubu tersebut sudah tidak menjadi
persoalan lagi karena masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan masing-
masing. Perguruan tinggi sendiri sampai saat ini masih memegang prinsip
perlunya kerangka teori atau kerangka pemikiran, sedangkan para pekerja sosial
dan pakar penelitian yang menguatamakan pendekatan subyektif juga tetap
melakukan riset sosial yang dikombinasikan dengan aksi-aksi pemberdayaan
masyarakat.

1.14.Teknik Perumusan Kerangka


Pemikiran/Teori
Pada umumnya penelitian yang menggunakan kerangka pemikiran atau
kerangka teori lebih banyak dilakukan pada penelitian-penelitian dua atau lebih
variabel, sedangkan penelitian yang hanya menggunakan satu variabel biasanya
hanya memakai tinjauan pustaka sebagai acuan-acuan utama yang menjelaskan
kerangka berfikir peneliti.
Kerangka teori pada prinsipnya merupakan logika berfikir yang terkait
dengan hubungan-hubungan variabel yang akan diteliti. Logika berfikir yang
dikandung di kerangka teori tersebut tujuannya adalah mempertegas hubungan
antar variabel yang akan di uji keterhubungannya melalui teknik-teknik tertentu.
Tentu saja dasar pencarian hubungan tersebut tidak dilakukan sembarangan.
Seperti yang telah di jabarkan pada sub bab sebelumnya, ada beberapa cara yang
dapat dilakukan oleh peneliti untuk mencari hubungan antar variabel yang akan
diteliti.
Sebagai contoh, jika peneliti akan menangkat tema proses belajar mengajar
dengan kreativitas siswa. Dari tema tersebut, dapat diidentifikasi ada dua
variabel, yakni; proses belajar mengajar dan kreativitas siswa. Hal pertama yang
dapat dilakukan peneliti adalah mencari literatur yang terkait dengan proses
belajar mengajar, tentang kreativitas, bahkan jika ditemukan, lebih baik jika
literatur pendukung tersebut berisi teori, hasil penelitian, maupun pandangan-
pandangan ilmiah yang terkait dengan hubungan antara proses belajar mengajar
terhadap kreativitas.
Dalam proses penelusuran literatur, seorang peneliti terkadang tidak
menemukan referensi yang terkait dengan tema atau variabel penelitian. Hal itu
terjadi bisa disebabkan masih minimnya teori, penelitian maupun pandangan-
pandangan ilmiah yang terkait dengan tema atau variabel penelitian yang akan
diteliti. Sesuai dengan apa yang telah di jabarkan dalam sub bab sebelumnya,

16
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

maka penentuan hubungan variabel tersebut bisa saja diperoleh dengan


melakukan konsultasi pada ahli, terutama kepada dosen pembimbing atau pihak-
pihak yang capable di luar perguruan tinggi. Jika di universitas dimana penelitian
dilakukan tidak terdapat ahli tentang proses belajar mengajar dan kreativitas,
maka peneliti bisa melakukan observasi dan wawancara kepada institusi-institusi
pendidikan di pemerintahan, maupun ahli psikologi pendidikan. Dua sumber itu
tentu saja hanya contoh, realitas nya, ada banyak sumber yang bisa dijadikan
acuan oleh peneliti untuk memperkuat atau mempertegas hubungan antar variabel
di dalam kerangka teori.
Misalnya saja, peneliti mendapat sebuah literatur dalam bentuk buku.
Dalam buku tersebut tertulis bahwasannya dari hasil penelitian seorang pakar
pendidikan, proses belajar mengajar sangat berhubungan secara positif terhadap
pengembangan kreativitas siswa. Tidak persoalan apakah penelitian yang
dilakukan tersebut dilakukan dimanapun, yang penting dua variabel yang akan
diteliti telah dilakukan sebelumnya dan dapat dijadikan acuan membangun
hubungan variabel di kerangka teori.
Sering juga ditemukan bahwasannya ada beberapa teori atau pun hasil
penelitian sekaligus dari hasil penelusuran literatur. Namun masing-masing teori
atau hasil penelitian tersebut memiliki perbedaan pandangan. Dari penelitian A
dinyatakan variabel proses belajar mengajar berpengaruh sangat kuat terhadap
tumbuhnya kreativitas siswa, namun dari penelitian pihak lain dinyatakan
bahwasannya antara proses belajar mengajar dengan kreativitas sama sekali tidak
berhubungan.
Dua penelitian yang berbeda tersebut tentu saja tidak harus membuat
bingung peneliti. Langkah selanjutnya peneliti hanya perlu mengambil sikap
terhadap perbedaan tersebut berdasarkan pengamatannya di lokasi penelitian atau
pun berdasarkan konsultasi dengan pembimbing penelitian. Namun yang perlu
diperhatikan disini, peneliti tidak boleh ragu, karena keraguan akan hubungan
variabel tersebut nantinya berpengaruh terhadap rencana analisis data.
Perlu diingat bahwasannya dalam menentukan hubungan variabel tersebut,
dalam penyusunan kerangka teori seorang peneliti harus mencantumkan nama
peneliti yang teorinya dijadikan oleh acuan penetapan hubungan antar variabel.
Tentu saja dalam penulisan kerangka teori, ada satu atau lebih teori yang dikutip.
Semua nama penemu atau pengembang teori tersebut harus dicantumkan nama
orangnya, dan jika memungkinkan harus diungkapkan juga alasan-alasan
mengapa ia memberikan kesimpulan terkait dengan variabel yang ditelitinya.
Walaupun peneliti mengutip beberapa teori, tetap saja harus ada bahasa yang
tegas dari peneliti, mana teori yang dipilih dan dijadikan acuan utama kerangka
teori dalam penelitiannya.
Ada juga kemungkinan bahwa peneliti tidak memilih salah satu teori yang
dikutip, namun si peneliti menemukan sendiri berdasarkan analisisnya terhadap
beberapa teori yang digabungkan dengan analisis peneliti terhadap konteks lokasi
maupun kecenderungan faktual di lapangan penelitian. Pilihan seperti ini boleh-
boleh saja dilakukan sepanjang si peneliti tidak menemukan referensi yang tepat.
Misalnya saja, dalam kerangka teori disinggung tentang hasil penelitian beberapa

17
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

pihak bahwasannya kreativitas siswa dapat berkembang melalui proses


pengasuhan anak oleh orang tua mereka di rumah. Dari literatur lain peneliti
membaca bahwasannya ada beberapa ahli atau peneliti yang menyimpulkan
bahwasannya kreativitas siswa dipengaruhi oleh faktor lain yang sama sekali
tidak ada hubungannya dengan proses belajar di sekolah.
Bagaimana peneliti melihat kondisi seperti itu? Pada saat berhadapan
dengan beberapa referensi yang saling berbeda satu sama lain tersebutlah
dibutuhkan sikap tegas dari seorang peneliti. Ketegasan dalam memilih hubungan
variabel yang tepat tersebut tentu saja harus beralasan. Ada dua teknik yang dapat
dilakukan oleh peneliti, yakni; melakukan konsultasi dengan pembimbing atau
ahli atau menyesuaikan dengan konteks sosial dan lokasi penelitian.
Begitu pentingnya kerangka teori penelitian, maka peneliti harus benar-
benar membuat kerangka teori tersebut se sederhana mungkin, sehingga bisa
benar-benar menjadi panduan bagi peneliti dalam proses penggambaran variabel
maupun pengujian hubungan antar variabel tersebut. Ada beberapa cara yang
dapat dilakukan oleh peneliti untuk membuat kerangka teori tersebut menjadi
sederhana, salah satu yang paling banyak dilakukan adalah dengan membuat flow
chart atau diagram hubungan antar variabel.
Seperti yang telah disebutkan pada awal-awal penjelasan tentang
penyusunan kerangka teori, penelitian yang menggunakan kerangka teori
biasanya lebih banyak atau lebih tepat jika dilakukan pada jenis penelitian
kuantitatif yang bertujuan untuk menguji atau menjelaskan hubungan antar
variabel, atau dengan kata lain, akan tidak tepat jika digunakan pada penelitian
yang hanya menggambarkan satu variabel atau pun penelitian yang bersifat
menggali seperti yang banyak dilakukan pada jenis penelitian kualitatif.
Penelitian yang bersifat eksplanatif atau menjelaskan sebuah realitas yang
mengandung hubungan antar variabel tersebut menggunakan logika berfikir
deduktif, dimana seorang peneliti harus berfikir dari pandangan atau teori-teori
yang umum untuk menjelaskan hal-hal yang khusus. Dalam membuat sebuah
kerangka teori tersebutlah logika deduktif tersebut bisa diketahui, dimana peneliti
menggunakan teori-teori yang bersifat umum, dimana teori-teori tersebut
mengandung hubungan-hubungan antar variabel yang akan di uji dalam
penelitiannya. Dikarenakan bertujuan menguji hubungan antar variabel, maka
peneliti harus membuat sebuah logika berfikir yang sederhana, sehingga
hubungan-hubungan antar variabel tersebut mudah untuk di uji atau dijelaskan.
Misalnya saja seorang peneliti akan mengangkat tema tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi sikap pemilih dalam Pemilu. Setelah melakukan
beberapa penelusuran terhadap beberapa teori, kemudian peneliti menetapkan
beberapa faktor yang mempengaruhi sikap pemilih dalam Pemilu, yakni tingkat
pendidikan, pengetahuan tentang politik dan pengaruh keluarga (peer group)
terhadap pilihan masyarakat. Dari hasil penelusuran, peneliti menemukan
beberapa faktor yang mempengaruhi. Untuk menyederhanakannya, tentu saja
seorang peneliti harus memilih, mana faktor yang menurutnya paling tepat untuk
di uji dalam penelitiannya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti bisa

18
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

menentukan pilihan variabel tersebut berdasarkan pengamatannya di lokasi


penelitian, maupun melalui konsultasi dengan ahli.
Setelah variabel ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah menyusun
kerangka teori. Kerangka teori bisa disusun dengan membuat narasi yang
menjabarkan hubungan antar variabel tersebut yang dengan mencantumkan
beberapa sumber-sumber teori tersebut beserta nama penemu teori tersebut.
Namun satu hal yang perlu diperhatikan adalah, mengutip teori yang terkait
dengan variabel-variabel yang akan diteliti tanpa mempertegas bagian hubungan
variabel mana yang akan diteliti dapat membuat kerangka teori menjadi kabur.
Misalkan saja seorang peneliti menuliskan di dalam kerangka teori,
seorang peneliti atau sebuah teori menyatakan, faktor terbesar yang menentukan
sikap pemilih adalah tingkat pengetahuannya tentang partai tertentu. Namun ada
juga teori atau penelitian lain yang menyatakan, sikap pemilih ditentukan oleh
tingkat pendidikannya. Jika seperti itu saja yang dijabarkan oleh peneliti, maka
tidaklah jelas mana variabel yang akan di uji oleh peneliti. Untuk itu peneliti bisa
membuat sebuah diagram hubungan yang mempermudah si peneliti maupun
pihak lain yang coba memahami proposal penelitian tersebut.
Berikut digambarkan contoh diagram hubungan variabel yang bisa
dimasukkan dalam kerangka teori.
Bagan
Contoh Hubungan Variabel dalam Kerangka Teori

Pendidikan

Sikap Pemilih
Pemahaman
tentang
Partai
Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwasannya dari berbagai teori
maupun hasil penelitin sejenis, peneliti kemudian memberanikan diri untuk
menguji pengaruh variabel pendidikan dan pemahaman tentang partai terhadap
sikap pemilih dalam Pemilu. Dengan demikian menjadi semakin jelas lah bagi
siapapun yang membaca rancangan atau proposal penelitian ini, bahwasannya ada
dua variabel pengaruh (Variabel Independen) yang dihubungkan dengan satu
variabel dependen, yakni sikap pemilih.
Tentu saja dalam diagram hubungan ini belum tergambar bentuk hubungan
seperti apa yang berusaha di uji oleh peneliti. Untuk itu diperlukan narasi
tambahan agar hubungan tersebut semakin jelas. Misalnya saja apakah hubungan
tersebut hanya mencari ada hubungan atau tidak, menguji kuatnya hubungan,
bentuk hubungan (negatif atau positif) dan sebagainya.

19
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Keberadaan diagram hubungan tersebut jelas sangat membantu peneliti


maupun pihak-pihak yang membaca dan menilai maksud dan tujuan dari
penelitian. Karena sifatnya membuat kerangka pemikiran menjadi lebih
sederhana, tentu saja peneliti harus jelas dalam membuat narasi atau keterangan
dari diagram hubungan tersebut. Jangan ada lagi disinggung variabel-variabel lain
yang akan membuat logika pemikiran peneliti maupun pembaca rangcangan
penelitian menjadi tidak fokus.

1.15.Menyusun Tinjauan Pustaka


Selain kerangka teori, penelitian-penelitian di perguruan tinggi juga
mencantumkan tinjauan pustaka dalam rancangan atau proposal penelitiannya.
Apa perbedaan tinjauan pustaka dan kerangka teori? Mengapa ada orang yang
menggunakan kerangka teori saja, tinjauan pustaka saja, bahkan mengapa ada
peneliti yang memasukkan kedua-duanya dalam rancangan penelitian atau
proposal penelitian? Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang akan dijawab
dalam penjabaran berikut ini.
Beberapa ahli penelitian atau pengajar-pengajar penelitian di perguruan
tinggi menyatakan, kerangka teori digunakan dalam penelitian-penelitian yang
bersifat kuantitatif yang menggunakan metode penelitian ber tipe eksplanatif.
Alasannya, penelitian yang bersifat eksplanatif bertujuan mengkaji atau menguji
hubungan antar variabel. Hubungan antar variabel memerlukan kerangka teori,
karena logika berfikir yang digunakan dalam sebuah penelitian adalah logika
deduktif, dimana peneliti menggunakan pandangan-pandangan atau teori yang
bersifat umum untuk menjelaskan atau mengetahui yang bersifat khusus. Artinya,
teori atau pandangan-pandangan yang bersifat umum (general) tersebut
digunakan untuk mengungkap hubungan antar variabel yang akan diteliti
(khusus).
Dalam filsafat ilmu, pendekatan atau logika berfikir deduktif tersebut
dilandasi metodologi filsafat ilmu, yakni aposteori. Dalam filsafat ilmu,
metodologi aposteori merupakan sebuah pandangan yang menyatakan,
pengetahuan dikembangkan dengan menarik kesimpulan berdasarkan ide,
definisi, maupun teori yang telah ada (Suriasumantri, 1978). Ini artinya, landasan
seorang ilmuan (termasuk dalam melakukan penelitian) dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan adalah dengan memanfaatkan atau menggunakan pemikiran-
pemikiran, ide, atau teori yang telah ada. Peneliti tidak harus mencari tahu dari
awal, cukup dengan menggunakan teori-teori yang ada saja untuk digunakan
dalam mengungkap sebuah permasalahan penelitian yang akan dilakukan.
Namun ada aliran lain yang menyatakan ilmu pengetahuan tidaklah harus
menggunakan teori-teori atau ide-ide yang telah ada sebelumnya. Ilmu
pengetahuan dapat dikembangkan dengan pendekatan induktif. Berbeda dengan
logika berfikir deduktif yang menggunakan teori-teori umum, maka pendekatan
induktif mendasarkan diri pada pengalaman-pengalaman empiris dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan (termasuk dalam melakukan penelitian).
Dalam filsafat ilmu, logika berfikir induktif ini didasari oleh metodologi

20
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

aposteriori, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman


empiris di lapangan.
Menurut metodologi aposteriori yang kemudian diterjemahkan dalam
logika berfikir induktif, ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui berbagai
kegiatan ilmiah, seperti penelitian harus mendasarkan diri dari pengalaman
empiris/ilmiah. Ini artinya, penelitian yang menggunakan cara berfikir induktif
tidak perlu mendasarkan diri pada teori-teori atau ide-ide yang telah ada
sebelumnya. Yang paling penting dan utama dalam pendekatan induktif adalah
pengalaman lapangan, atau fakta lapangan.
Fakta, data, atau realitas yang diperoleh melalui kerja-kerja lapangan
adalah yang paling penting untuk mengembangkan ilmu, teori, ataupun
pemikiran-pemikiran ilmiah. Karena mendasari pada fakta yang diperoleh dari
pengalaman lapangan, maka teori atau ide-ide sebelumnya tidak boleh
mempengaruhi penelitian yang akan dilakukan.
Mengapa teori tidak perlu? Dalam logika berfikir deduktif, teori memang
digunakan untuk memberi penjelasan tentang hal-hal khusus atau fakta-fakta
khusus yang akan diteliti. Karena itu, teori sudah pasti akan mempengaruhi
jalannya penelitian atau kesimpulan dari penelitian. Misalnya saja, anggaplah
teori dalam pendekatan deduktif tersebut sebuah kacamata berwarna merah.
Maka ketika seseorang melihat sesuatu dengan kacamata tersebut, maka segala
sesuatu yang dilihat akan berwarna merah pula. Demikian juga dalam melakukan
penelitian. Jika pada penelitian atau teori sebelumnya sikap memilih dipengaruhi
oleh faktor pendidikan, pengetahuan dan pengalaman tentang partai, maka dalam
penelitian yang akan dilakukan, variabel-variabel tersebutlah yang akan
digunakan.
Berbeda dengan pendekatan induktif yang mendasari pada pengalaman
sebagai faktor penentu proses penelitian. Pengalaman atau fakta dan data dari
lapanganlah yang menentukan arah penelitian, analisis terhadap data maupun
dalam mengambil kesimpulan. Penggunaan teori dalam sebuah penelitian yang
bersifat induktif dianggap membuyarkan fakta atau mempengaruhi data, sehingga
dapat menghilangkan atau bahkan membelokkan hasil penelitian.
Pendekatan induktif pada kebanyakan kasus penelitian digunakan jika
permasalahan, tema penelitian, ataupun variabel-variabel penelitian yang akan
diteliti belum banyak diangkat oleh orang lain dalam penelitian, atau pun belum
ada teori yang bisa menjelaskan tema atau permasalahan penelitian tersebut.
Ibaratnya, seorang peneliti yang menggunakan logika berfikir induktif adalah
seseorang yang memasuki sebuah hutan belantara yang belum pernah tersentuh
atau sebuah gua alami yang belum pernah dimasuki oleh orang lain. Karena
belum ada teori atau pemikiran yang bisa menuntunnya, maka peneliti harus
memegang data/fakta atau informasi dari lapangan lah yang menuntunnya dalam
melakukan analisis data maupun mengambil kesimpulan dari penelitiannya.
Logika berfikir induktif banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian
yang bersifat kualitatif. Sesuai dengan namanya, maka penelitian kualitatif
bertujuan untuk melihat kualitas datanya, bukan data-data yang bersifat di

21
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

permukaan. Untuk mengambil kesimpulan yang bersifat kualitatif tersebut, maka


tugas peneliti adalah menggali informasi atau fakta dengan sebanyak mungkin
mendasari penelitiannya dari fakta-fakta atau data-data lapangan.
Dalam rancangan atau proposal penelitian kualitatif, seorang peneliti tidak
harus menggunakan kerangka teori, karena ia tidak membutuhkan teori-teori
pendukung atau pemikiran-pemikiran ilmiah yang telah ada sebelumnya. Namun
peneliti bisa mengganti kerangka teori dengan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka
artinya adalah; peneliti melakukan penelusuran dai berbagai literatur yang terkait
dengan lapangan penelitiannya. Literatur yang dimuat oleh seorang peneliti
dalam tinjauan pustaka berbeda dengan tipe literatur yang dikutip dalam
penelitian kuantitatif. Literatur yang dimasukkan ke dalam tinjauan pustaka
adalah terkait dengan hasil penelitian, data, informasi, pernyataan ilmiah, yang
bersumber dari buku, majalah, jurnal, data badan statistik, pernyataan ahli,
transkrip wawancara, dokumen dalam bentuk foto dan sebagainya yang
berhubungan dengan tema penelitian.
Tidak seperti kerangka teori yang sebahagian besar mengumpulkan teori-
teori yang mendukung penelitian, maka informasi yang dijabarkan oleh peneliti
dalam tinjuan pustaka berisi hal-hal yang tidak harus terkait dengan teori.
Namun dalam beberapa penelitian, seorang peneliti ada juga yang mencantumkan
teori dalam tinjauan pustaka, namun teori yang dikutip tersebut tidak dijadikan
sebagai panduan atau dasar pemikiran dalam melakukan penelitian, namun hanya
dijadikan sebagai perbandingan, atau sekedar memperkaya pemikiran peneliti
tentang tema yang diangkat dalam penelitian.
Jika seorang peneliti akan mengangkat tema penelitian tentang sumber
kekuasaan atau sumber otoritas tradisional pemerintahan desa di sebuah
kelompok etnis, maka dalam tinjauan pustaka, seorang peneliti bisa memasukkan
referensi dari beberapa sumber tentang hasil penelitian orang lain tentang sumber
otoritas tradisional di tempat lain. Bisa juga peneliti mengutip beberapa
pandangan ahli dari sumber majalah, jurnal, surat kabar dan sebagainya tentang
tema otoritas tradisional. Bisa juga peneliti memasukkan foto, transkrip
wawancara, data skunder dari lembaga-lembaga pemerintah, LSM, dan
sebagainya yang berhubungan dengan otoritas tradisional. Bisa saja memang
peneliti memasukkan adanya teori-teori tertentu, atau hasil-hasil penelitian orang
lain, namun tujuan memasukkan teori tersebut sekedar memberi gambaran
bahwasannya otoritas tradisional pada sebuah kelompok masyarakat lain. Dalam
kasus-kasus tertentu, seorang peneliti bisa juga mendapat data-data awal di lokasi
dimana penelitian akan dilakukan. Namun jika data-data sementara tidak
ditemukan tidak terlalu menjadi persoalan, karena yang terpenting peneliti bisa
memberi gambaran selintas tentang informasi-informasi yang memiliki kemiripan
dengan realitas di lokasi penelitian.
Berdasarkan terminologinya, tinjauan pustaka berarti berisi tentang
pustaka-pustaka yang memiliki kemiripan dengan tema atau permasalahan yang
akan diungkap dalam penelitian. Cara menuliskannya pun tidak terlalu sistematis
seperti dalam menyusun kerangka teori. Peneliti memiliki kebebasan dalam
menuliskan tinjauan pustaka, karena yang paling penting peneliti bisa

22
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

menggambarkan bahwasannya ada data atau informasi yang memiliki kesamaan


dengan tema yang akan diangkatnya dalam penelitiannya.
Hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam membuat tinjauan pustaka
adalah bagaimana dalam membuat narasi tinjauan pustaka tersebut bisa dipahami
oleh pembaca lainnya. Pada banyak kasus, peneliti sering sekali membuat
tinjauan pustaka terkesan asal jadi. Kalimat-kalimat yang disusun oleh peneliti
dalam tinjauan pustaka tidak teratur, sehingga orang lain yang membacanya tidak
mengerti pemikiran yang ingin disampaikan oleh peneliti. Untuk itu penting bagi
peneliti untuk mengatur alinea demi alinea yang ada di tinjauan pustaka agar
tetap membentuk sebuah rangkaian yang dapat dimengerti oleh orang lain dan
juga peneliti sendiri.

------------------------₪₪₪₪------------------------

23
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Bab  Metode-Metode
Penelitian

2.1.

Menyusun Metodologi Penelitian

B agi sebahagian peneliti, aspek paling penting dalam sebuah penelitian


adalah terkait dengan kerangka berfikir dari sebuah penelitian, dalam hal
ini bagaimana peneliti bisa merumuskan permasalahan yang tepat dan
kerangka berfikir yang sistematis dalam latar belakang masalah, perumusan
masalah maupun kerangka teori atau tinjauan pustaka. Ketika seorang peneliti
sudah menentukan permasalahan penelitian secara tepat dan layak untuk diangkat
sebagai permasalahan yang diangkat dalam penelitian dan menjabarkannya dalam
sebuah kerangka pemikiran yang baik, maka sebahagian besar rencana,
rancangan atau proposal penelitian sudah hampir selesai. Tentang metodologi dan
metode yang digunakan maka peneliti tinggal memilih salah satu metode yang
pernah ada.
Ada juga peneliti atau pun orang-orang di dunia pendidikan tinggi yang
beranggapan, menentukan metodologi adalah persoalan mudah, karena sudah
banyak tersedia metode-metode yang bisa digunakan oleh seorang peneliti untuk
menjawab permasalahan penelitian. Bahkan ada juga yang beranggapan, semakin
sulit metode yang digunakan, maka sebuah penelitian menjadi semakin baik.
Apalagi jika menggunakan teknik-teknik statistik dengan hitung-hitungan yang
kadang kala si peneliti sendiri tidak bisa memahaminya.
Sebelum kita menjelaskan tentang jenis-jenis metode penelitian, ada
baiknya kita menjelaskan terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud dengan
metodologi dan metode. Sebahagian besar penelitian di perguruan tinggi memang
lebih banyak menggunakan istilah Metode Penelitian. Ada juga kemudian yang
menamakannya Metodologi Penelitian. Mana sebenarnya yang benar? Atau
apakah kedua-duanya bisa dianggap benar? Tentu saja tidak!
Dalam ilmu filsafat kita banyak membaca istilah metodologi, dan cukup
sedikit kita mendengarnya dari cabang-cabang ilmu sosial lainnya. Berdasarkan
perspektif ilmu filsafat, apa yang dimaksud dengan metodologis menyangkut 3
(tiga) hal, yakni; Ontologis, Epistimologis dan Aksiologis. Secara sederhana,
ontologis adalah sebuah terkait dengan bagaimana sebuah ilmu pengetahuan, cara
berfikir, teori, konsep, atau sebuah cabang disiplin ilmu ditemukan atau muncul.
Epistimologis adalah tentang bagaimana ilmu pengetahuan, cara berfikir, teori,
konsep atau sebuah cabang ilmu pengetahuan mengalami perkembangan,
kemajuan, perubahan dan sebagainya. Sedangkan Axiologis atau aksiologis
adalah bagaimana sebuah ilmu pengetahuan, cara berfikir, teori, konsep atau
sebuah cabang disiplin ilmu diaplikasikan atau diterapkan.

24
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Tentu saja pendeskripsian di atas belumlah cukup dan sulit untuk dipahami
bagi mahasiswa atau orang-orang yang tidak mendalami ilmu filsafat. Mari kita
ambil contoh. Dalam ilmu Sosiologi ada beberapa aliran yang secara metodologis
berbeda satu sama lain, salah satunya adalah aliran positivisme yang
menggunakan metodologi positivisme dalam kajian-kajian sosialnya. Apa arti
dari istilah metodologi positivisme atau metodologi positivistik tersebut?
Berdasarkan definisi yang telah dijabar kan di atas, maka yang dimaksud dengan
metodologi positivistik adalah terkait dengan bagaimana atau landasan seperti
apa yang menyebabkan aliran positivisme muncul (aspek ontologis), kemudian
bagaimana positivisme berkembang (aspek epistemologis) dan bagaimana
implementasi aliran positivisme dalam mengembangkan ilmu Sosiologi ataupun
berwacana tentang masyarakat (aspek aksiologis).
Dalam ilmu Sosiologi, masing-masing aliran, seperti aliran behavioris,
positivis dan kritis memiliki metodologis tersendiri, khas dan konsisten. Jika
menggunakan metodologi positivisme, maka segala sesuatunya bersumber dari
pemahaman-pemahaman atau landasan-landasan teori positivisme, demikian juga
dengan aliran atau paradigma kritis dan behavioris.
Berdasarkan contoh di atas, ada beberapa hal yang bisa kita tarik
kesimpulan. Pertama, bicara tentang metodologi, maka terkait dengan tiga hal,
yakni bagaimana suatu ilmu muncul, bagaimana ia berkembang dan bagaimana
implementasinya. Kedua, ketika kita menyinggung metodologi, maka antara
aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis haruslah konsisten atau ada
kesesuaian dari ketiganya. Tidak boleh ada penyimpangan atau pun menukar
makna maupun batas-batas ketiga aspek tersebut. Ketika kita yakin bagaimana
ilmu tersebut muncul, maka kita akan mengembangkan ilmu tersebut dengan
cara-cara khas ilmu tersebut. Demikian juga ketika kita melakukan penelitian
ataupun pada tahapan menyusun rancangan/proposal penelitian.
Berdasarkan pemahaman di atas, yang dimaksud dengan metodologi
penelitian adalah konsistensi dari latarbelakang permasalahan penelitian, teori-
teori yang digunakan maupun teknik-teknik penelitian yang akan dilakukan.
Walaupun posisi metodologi tidak di bagian-bagian awal dari proposal, namun
ketika seorang peneliti mencantumkan metodologi, maka ia harus menyesuaikan
seluruh latarbelakang, kerangka pemikiran dengan metodenya.
Tentu saja dalam menyusun metodologi penelitian, seorang peneliti tidak
harus mengulang kembali secara keseluruhan tentang latarbelakang dari
penelitian maupun kerangka pemikiran (kerangka teori dan tinjauan pustaka)
yang telah ia susun sebelumnya. Yang paling penting adalah, metode dan teknik-
teknik yang digunakan memang sesuai dan masalah yang akan diangkat dalam
penelitian. Sebagai ilustrasi, bayangkan saja jika seorang peneliti akan menggali
benda terpendam di dalam tanah. Ada benda terpendam yang harus diangkat, dan
tujuannya adalah mengetahui apa yang ada di dalam tanah. Untuk menggali
benda tersebut, tentu saja seseorang tidak mungkin menggunakan sendok atau
periuk, dia harus memakai pacul/cangkul atau alat-alat lain yang bisa dipakai
untuk menggali. Begitulah kira-kira logika berfikir seorang peneliti. Jika ia ingin
sekedar menggambarkan realitas yang akan diteliti, maka metode penelitian,

25
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

teknik pengumpulan data, analisis dan sebagainya haruslah yang sesuai dengan
tujuan penelitian yang akan menggambarkan atau mendeskripsikan sebuah
realitas.
Memang tidak semua peneliti mencantumkan metodologi penelitian dalam
rancangan atau proposal penelitiannya. Ada juga yang menggunakan terminologi
“metode penelitian”. Sah-sah saja jika peneliti hanya mencantumkan metode,
namun kesannya peneliti terlalu menyederhanakan makna metodologi yang
sebenarnya cukup luas dan tidak bisa hanya digantikan dengan metode.
Untuk tujuan praktis, dalam buku ini tidak terlalu mempersoalkan
perbedaan atau sempit atau luasnya makna metodologi dan metode. Untuk
mempermudah pemahaman mahasiswa, maka dalam buku ini disamakan
pemahaman antara metodologi dengan metode.
Secara umum dalam metode atau metodologi penelitian mengandung
beberapa hal, yakni;
1. Jenis atau tipe penelitian (sering juga dimaknai dengan metode
penelitian)
2. Lokasi penelitian
3. Unit penelitian
4. Populasi dan atau sampel penelitian
5. Hipotesis penelitian
6. Teknik pengumpulan atau koleksi data
7. Metode analisis data

2.2. Jenis atau Tipe Penelitian


Penentuan atau penetapan jenis/tipe atau metode penelitian dapat
dikatakan merupakan tahapan paling krusial yang dihadapi oleh peneliti dalam
merumuskan atau menyusun rancangan/proposal penelitian. Bayangkan saja jika
seseorang ingin melihat mikroba namun menggunakan teropong atau sekedar
mata telanjang, maka alat yang digunakan tidak akan mampu menggambarkan
seperti apa kondisi mikroba tersebut. Begitu juga ketika seseorang ingin melihat
sebuah lokasi dari jarak jauh, namun menggunakan mikroskop atau hanya sebuah
kaca mata. Maka orang tersebut tidak akan atau sangat terbatas dalam
menggambarkan lokasi tersebut.
Dalam konteks penelitian, alat yang digunakan sangatlah menentukan
kemampuan dalam menjawab permasalahan penelitian. Untuk menggambarkan
sebuah realitas, maka metode atau jenis penelitian yang digunakan haruslah
handal (valid) atau mampu menggambarkan/mendeskripsikan realitas tersebut.
Jika peneliti ingin menguji sebuah hubungan antara gejala-gejala yang ada di
masyarakat, maka alat atau metode yang digunakan haruslah mampu menjawab
keingintahuan peneliti tentang hubungan antar gejala tersebut. Demikian juga
seterusnya, ketika ingin mengungkap sesuatu yang sama sekali baru dan belum
pernah diteliti oleh orang lain, maka metode yang digunakan haruslah metode
atau jenis penelitian yang efisien dan efektif mampu mengungkap sesuatu
tersebut.

26
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, jelaslah bahwasannya seorang


peneliti tidak boleh sembarangan menentukan atau menetapkan metode penelitian
yang akan dipakainya. Harus ada beberapa pertimbangan yang akan
mempengaruhi pilihan metode atau jenis penelitian yang akan digunakan. Secara
umum ada beberapa prinsip yang bisa dijadikan pertimbangan oleh peneliti dalam
menentukan pilihan metode penelitian, yakni;

2.2.1. Kaitan dengan latarbelakang masalah.


• Apakah tema atau realitas yang akan diteliti sudah banyak diteliti oleh pihak
lain?
Jika banyak diteliti, maka pilihannya adalah metode-metode yang hanya
mengangkat realitas secara permukaan saja, atau tidak mendalam. Jika belum
banyak atau sama sekali belum pernah diteliti, maka metode yang digunakan
haruslah metode-metode penelitian yang sifatnya menggali (mendalam).
• Apakah realitas yang akan diteliti banyak didukung oleh data-data?
Jika memiliki banyak data pendukung, maka metode yang digunakan adalah
jenis penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau melakukan pengujian.
Jika tidak banyak didukung data, maka lebih baik menggunakan penelitian
yang sifatnya menggali sebuah gejala masyarakat
• Apakah tema atau realitas yang akan diteliti sensitif?
Jika permasalahan bersifat sensitif, maka lebih tepat jika metode yang
digunakan adalah metode yang sifatnya kasus dan mengungkap
gejala/realitas secara mendalam dan khusus.
• Apakah realitas tersebut berlangsung umum (oleh seluruh masyarakat) atau
pun sekelompok masyarakat di lokasi-lokasi tertentu?
Jika realitas/gejala sosial bersifat umum, maka jenis-jenis penelitian survey
yang bertujuan menguji atau menggambarkan/deskriptif adalah lebih tepat.
Jika bersifat khusus pada lokasi-lokasi tertentu, maka pendekatan studi kasus
yang sifatnya mendalam perlu dipilih.
• Apa yang menjadi landasan peneliti tertarik mengangkat tema penelitian
tersebut?
Jika peneliti tertarik dengan tema tersebut karena gejala atau realitas tersebut
unik, maka lebih baik menggunakan metode-metode studi kasus yang
sifatnya menggali/mendalam. Jika ketertarikan dikarenakan ingin menguji
hubungan beberapa gejala ataupun dari penelitian orang lain, maka lebih baik
penelitian yang bersifat eksplanatif atau menjelaskan, adalah pilihan paling
tepat.

27
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

2.2.2. Kaitan dengan Permasalahan dan tujuan


penelitian
• Berapa variabel dalam penelitian yang dirumuskan dalam
permasalahan penelitian?
Jika hanya satu variabel, maka penelitian hanya bersifat deskriptif atau
penggambaran dari sebuah gejala. Jika lebih dari satu variabel, maka
kemungkinan penelitian yang bersifat eksplanatif lebih tepat digunakan.

• Bagaimana bentuk hubungan variabel tersebut? Apakah saling pengaruh?


(searah atau timbal balik).
o Apakah menjabarkan saling hubungan yang telah terjadi?
Jika hubungan antar gejala yang ada di masyarakat atau lokasi
penelitian sudah berlangsung, dan tugas peneliti hanya bersifat
menggambarkan hubungan yang telah terjadi, maka pilihannya
adalah penelitian yang bersifat deskriptif
o Apakah menguji hubungan tersebut?
Jika ingin menguji hubungan antar variabel dalam gejala-gejala
sosial tersebut, maka pilihan paling sesuai adalah metode-
metode penelitian eksplanatif, seperti korelasi dan sejenisnya.
o Apakah meramalkan?
Jika sifatnya ingin meramalkan hubungan antar gejala atau
variabel, maka ada baiknya peneliti menggunakan metode-
metode penelitian yang bersifat eksplanatif dengan teknik
analisa data regresif
• Kaitannya dengan Kerangka Teori atau Tinjauan Pustaka
o Banyak, sedikit atau tidak adakah sama sekali teori
pendukung?
Biasanya, banyaknya teori-teori pendukung yang dimasukkan
dalam kerangka teori, maka penelitian lebih mengarah pada
jenis metode-metode eksplanatif, seperti pengujian atau
peramalan. Jika sangat sedikit didukung teori, atau hanya
beberapa hasil penelitian dan referensi yang tidak terlalu bisa
menjelaskan gejala yang akan diteliti, maka arah metode
penelitiannya adalah metode penelitian yang menggunakan
analisis kualitatif, seperti; studi kasus, etnografi, survey
deskriptif yang berusaha menggali gejala sosial.
o Bagaimana kerangka pemikirannya? Deduktif atau induktif?
Kerangka pemikiran yang bersifat deduktif mengarahkan pada
bentuk metode-metode penelitian survey deskriptif, dan
eksplanatif, dengan menggunakan teknik-teknik kuantitatif.

28
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Jika bersifat induktif, maka pendekatan/metode yang bersifat


kualitatif atau studi kasus yang mendalam menjadi pilihan
paling sesuai.
Cukup banyak memang pertimbangan yang harus dijadikan pertimbangan
oleh peneliti dalam merumuskan metode penelitian. Namun semua prinsip
tersebut bisa disederhanakan. Tidaklah sulit untuk menentukan metodologi
penelitian yang tepat. Namun tentunya seorang peneliti setidaknya memiliki
sedikit pemahaman tentang metode penelitian. Jika tidak, maka lebih baik
lakukan konsultasi dengan pembimbing, ahli atau teman-teman (peer group
discussion).

2.3. Jenis-Jenis Metode Penelitian


Seperti yang telah dijelaskan seperti di atas, metode penelitian adalah suatu
cara atau pendekatan yang dilakukan oleh peneliti dalam menjawab
keingintahuan peneliti yang telah dirumuskan dalam permasalahan dan tujuan
penelitian. Untuk menjawab permasalahan penelitian sehingga diperoleh hasil
yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka seorang peneliti harus menggunakan
cara atau metode yang tepat. Mengapa harus menggunakan metode yang tepat?
Jika tidak, maka bisa saja permasalahan penelitian tidak terjawab, dan juga tujuan
dari penelitian tidak akan tercapai. Untuk itulah diperlukan cara-cara yang tepat
dan sesuai sehingga maksud dan tujuan peneliti dapat tercapai. Selain perlunya
kesesuaian penggunaan metode, tentu saja ada berbagai pertimbangan subyektif
yang biasanya menentukan pilihan metode, seperti kecukupan waktu, biaya,
maupun alasan-alasan akademis, seperti kesesuaian dengan pemahaman peneliti
tentang teknis penelitian (misalnya pemahaman peneliti belum dalam tentang
metode penelitian, atau pun instruksi atau petunjuk-petunjuk dari dosen
pembimbing.
Dalam bagian ini akan dijabarkan tentang beberapa metode penelitian yang
kerap dipilih oleh mahasiswa maupun peneliti. Tentu saja metode yang akan di
jabarkan dalam buku ini hanya metode-metode yang bersifat umum, karena
sebenarnya ada banyak variasi-variasi metode penelitian lain yang sudah sangat
maju dan rumit. Namun untuk kepentingan praktis dan mempertimbangkan
tingkat pemahaman mahasiswa tentang metodologi penelitian, maka cukuplah
dengan mengangkat beberapa metode yang umum dipakai oleh peneliti, termasuk
mahasiswa.
Pada banyak kasus penelitian, mahasiswa ataupun peneliti sering bingung
dan salah dalam mencantumkan metode penelitian dalam rancangan atau
proposal penelitian. Kebingungan dan kesalahan tersebut terjadi karena para
penulis buku-buku metode penelitian tidak memberi gambaran yang jelas tentang
bagaimana mencantumkan metode yang tepat dalam rancangan penelitian. Para
penulis lebih banyak menyerahkan pemahaman tentang istilah-istilah metode
penelitian kepada pembaca, hal itulah yang kemudian mendorong terjadinya
kesalahan-kesalahan penggunaan.

29
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Dalam buku ini diupayakan penggunaan istilah-istilah tersebut menjadi


lebih tegas, sehingga mahasiswa bisa memahami atau mencantumkan metode
yang dipilih dengan tepat.
Sebelum memasuki ranah tentang jenis-jenis metode penelitian, mungkin
ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu beberapa klasifikasi jenis penelitian.
Walaupun kita sepakat bahwasannya dalam buku ini jenis penelitian kita samakan
artinya dengan metode, namun agar tidak menyalahi kaidah-kaidah umum atau
standar akademik tentang apa yang dimaksud dengan jenis dan metode penelitian,
maka ada baiknya kita bicarakan yang lebih umum.
Menurut beberapa pihak, khususnya kalangan perguruan tinggi, jenis-jenis
penelitian bisa dibedakan berdasarkan beberapa hal, yakni :

2.4. Penelitian berdasarkan tujuan


Penelitian berdasarkan tujuan dibagi atas dua jenis, yakni penelitian murni
dan penelitian terapan. Penelitian yang bersifat murni adalah penelitian yang
hanya bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, mengembangkan
teori-teori maupun wacana-wacana ilmu (dalam hal ini ilmu-ilmu sosial). Dengan
kata lain, penelitian murni tidak bertujuan agar hasilnya dapat diterapkan,
digunakan, diimplementasikan ataupun memiliki tujuan-tujuan praktis. Basa
sederhananya, penelitian murni hanya menerapkan ilmu pengetahuan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan semata. Tidak ada bicara tentang tindakan-
tindakan praktis atau yang dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan pemecahan
masalah di masyarakat.
Sebaliknya penelitian terapan adalah penelitian yang ditujukan untuk
diimplementasikan atau diterapkan dengan tindakan-tindakan praktis yang
berguna dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat.
Penelitian terapan bukan hanya untuk pengembangan ilmu, tapi menurut pihak-
pihak yang banyak menggunakan penelitian terapan, ilmu harus berguna,
terutama berguna untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di
masyarakat. Dengan begitulah ilmu pengetahuan bisa berguna bagi
lingkungannnya.

2.5. Penelitian berdasarkan Metode atau


Pendekatan
Penelitian berdasarkan metode, artinya penelitian berdasarkan cara-
cara/pendekatan yang dilakukan. Tidak seperti pada jenis penelitian berdasarkan
tujuan, maka jenis penelitian berdasarkan metode menggunakan istilah-istilah
yang sedikit kaku atau boleh dikatakan harus sesuai dengan terminologi-
terminologi yang sudah baku. Jika penelitian berdasarkan tujuan peneliti bisa saja
membuat alternatif baru, seperti mengatakan, “selain bersifat murni dan terapan,
ada juga penelitian fungsional, teoritis” dan sebagainya. Namun dalam jenis
penelitian berdasarkan metode atau pendekatan biasanya sudah strict atau saklek

30
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

dalam istilah-istilahnya, sehingga kalau bisa, jangan menggunakan istilah-istilah


lain yang akan membuat rancu atau bingung orang lain.
Ada beberapa jenis penelitian yang sering digunakan dan merupakan
metode-metode yang umum dipakai dalam penelitian-penelitian skripsi, tesis
maupun disertasi di perguruan-perguruan tinggi, yakni;

31
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

2.5.1. Metode Penelitian Survey


Metode penelitian survey merupakan salah satu metode penelitian yang
paling sering dan banyak dilakukan oleh perguruan-perguruan tinggi maupun
pemerintahan. Jenis metode penelitian seperti ini banyak digunakan karena
berupaya memberi gambaran dan penjelasan fakta atau realitas atau pun gejala
sosial, politik, ekonomi, budaya yang didasarkan pada data-data yang bersifat di
permukaan. Metode penelitian ini berkembang dari sebuah pandangan filosofis
atau paradigma ilmu sosial positivis yang beranggapan sesuatu yang obyektif atau
ilmiah adalah hal-hal yang berjarak dengan peneliti. Artinya, sesuatu yang
bersifat ilmiah adalah hal-hal yang dianggap obyektif. Sedangkan yang disebut
dengan obyektif adalah hal-hal yang tidak mendapat pengaruh, penilaian atau
interpretasi dari seorang peneliti.
Misalnya saja ketika seorang peneliti akan mengangkat tema tentang
tingkat kedisiplinan dalam sebuah kantor pemerintahan. Untuk meneliti hal
tersebut, seorang peneliti yang menggunakan metode survey hanya mendasari
pada data-data yang bersifat permukaan, seperti; frekuensi absensi di kantor, lama
kerja seorang karyawan, umur, tingkat pendidikan, gaji yang diterima, dan
sebagainya. Peneliti tidak akan mencari data-data yang bersifat mendalam dan
membutuhkan interpretasi lebih dalam, karena jika ia melakukan interpretasi
lebih dalam, maka peneliti dianggap mempengaruhi pandangan maupun sikap
dari orang yang akan diteliti.
Untuk menjaga keobyektifan atau ke ilmiahan dari penelitiannya, seorang
peneliti yang menggunakan metode survey mengutamakan cara-cara
pengembilan data dengan alat-alat atau instrumen yang telah dipersiapkan
sebelumnya, seperti kuesioner, daftar wawancara dan sebagainya. Dengan
demikian, ketika seorang peneliti telah membuat instrumen atau alat
pengambilan/pengumpulan data, maka fungsi peneliti akan beralih ke instrumen
atau alat yang telah disusun sebelumnya.
Metode penelitian survey biasanya menggunakan populasi yang cukup
besar karena salah satu tujuan dari penelitian survey adalah men-generalisasi atau
mengambil kesimpulan dari realitas sosial atau gejala sosial yang dilakukan oleh
banyak orang atau populasi yang besar. Namun populasi yang besar tersebut tidak
diambil secara keseluruhan karena adanya beberapa keterbatasan. Untuk itu
metode penelitian survey akan mengambil sampel. Sampel adalah sebahagian
populasi yang dianggap mewakili (representative) populasi secara keseluruhan.

2.5.2. Metode Penelitian Eksperimen


Metode penelitian eksperimen adalah sebuah metode penelitian yang
banyak digunakan pada penelitian-penelitian ilmu eksak, seperti Kedokteran,
biologi, pertanian, fisika, kimia, farmasi dan sebagainya. Metode ini banyak
dilakukan ilmu-ilmu eksak karena beberapa alasan. Alasan pertama, penggunaan
metode penelitian eksperimen mengharuskan adanya manipulasi, kontrol atau
rekayasa terhadap sampel. Misalnya saja seorang peneliti akan mengangkat tema

32
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

tentang pengaruh sebuah jenis pupuk terhadap sebuah tanaman. Peneliti


kemudian akan mencoba menggunakan pupuk A pada sebuah tanaman jenis B
(tanaman pertama). Pada saat yang sama si peneliti kemudian tidak menggunakan
apapun pada jenis tanaman B (tanaman kedua), atau memasukkan jenis pupuk C
pada pada jenis tanaman B (tanaman kedua). Setelah beberapa lama, kemudian
peneliti mengevaluasi atau menilai tingkat pertumbuhannya. Mana tanaman B
(tanaman pertama atau kedua) yang lebih cepat tumbuh atau tumbuhnya lebih
besar.
Demikian juga pada penelitian sosial, ekonomi, budaya atau politik.
Namun metode ini tidak terlalu banyak digunakan pada penelitian sosial, budaya,
ekonomi dan politik, karena sulit mengontrol, merekayasa atau memanipulasi
sampel yang berupa manusia. Walaupun cukup banyak dilakukan pada
penelitian-penelitian psikologi dan pendidikan, namun masih cukup minim.
Sampel pada penelitian eksperimen biasanya sangat kecil. Misalnya saja
peneliti akan mengangkat pengaruh penggunaan sebuah metode pengajaran
tertentu di sekolah terhadap peningkatan prestasi belajar. Untuk itu peneliti
membutuhkan dua kelas, misalnya kelas A dan B pada semester yang sama di
sebuah SMA. Satu kelas menggunakan metode pengajaran tersebut, satu kelas
lagi tidak. Setelah satu semester, kemudian peneliti melakukan penilaian. Apakah
di kelas A terjadi peningkatan prestasi belajar dibandingkan kelas B, atau
sebaliknya? Begitulah kira-kira penelitian jenis eksperimen.
Penelitian eksperimen banyak menggunakan teknik-teknik analisis data
secara statistik, karena semua hasil penelitian kebanyakan diukur menggunakan
angka-angka, atau pernyataan yang kemudian dirubah (di konversi) menjadi
angka yang kemudian dihitung dengan menggunakan teknik-teknik statistik
manual maupun menggunakan software program komputer, seperti SPSS,
MATLAB, AMOS, dan sebagainya.

2.5.3. Metode Penelitian Naturalistik/Kualitatif


Selain metode survey, salah satu metode penelitian yang juga banyak
digunakan oleh banyak peneliti di perguruan tinggi maupun di dunia organisasi
non pemerintah (LSM) adalah metode penelitian naturalistik atau kualitatif.
Metode penelitian kualitatif atau naturalistik adalah metode yang digunakan
untuk mengangkat kualitas dari sebuah realitas, gejala, maupun fenomena sosial.
Karena ingin mengangkat sebuah kualitas, maka hal yang ingin di ungkap oleh
seorang peneliti adalah substansi, inti atau esensi yang mendasari, atau
menyebabkan, mengembangkan, merubah sebuah realitas, gejala, fakta maupun
fenomena sosial, politik, budaya dan politik.
Berbeda dengan jenis penelitian kuantitatif, seperti survey, eksperimen dan
penelitian non kualitatif lainnya, penelitian kualitatif atau naturalistik mencoba
mengungkap sesuatu yang tidak dapat diamati secara kasat mata oleh manusia,
termasuk seorang peneliti. Berdasarkan hal itulah jenis metode penelitian
kualitatif memiliki karakter khusus yang membedakan dengan jenis penelitian

33
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

lainnya, karena penelitian kualitatif berusaha mencari makna di sebalik data


(Moehadjir, 2000).
Untuk mengungkap fakta, realitas, gejala dan fenomena tersebut, maka
kemudian peneliti menggunakan teknik-teknik pengumpulan data yang bisa
mengungkap kualitas-kualitas tersebut. Biasanya peneliti yang menggunakan
metode penelitian kualitatif/naturalistik adalah teknik-teknik pengumpulan data,
seperti; wawancara mendalam (indepth interview), oral history, partisipasi
observasi, tinggal bersama dengan informan/responden (live in), dan sebagainya.
Demikian juga dengan analisis data yang digunakan. Agar data-data yang
diperoleh tersebut kemudian dapat menjawab permasalahan penelitian, kemudian
peneliti akan menggunakan teknik-teknik analisis data kualitatif, dimana si
peneliti (pemikiran, pengetahuan, nilai-nilai, pandangan, ideologi) yang dimiliki
si peneliti lah yang kemudian menentukan proses analisisnya.
Berbeda dengan metode penelitian survey yang menggunakan analisis
statistik atau hitungan-hitungan manual dalam menganalisis data, maka metode
penelitian naturalistik/kualitatif lebih menggutamakan kemampuan personal
peneliti. Kemampuan peneliti dalam hal ini adalah terkait dengan pengetahuan
dan penguasaan data, pengalamannya dalam melakukan penelitian, khususnya
pengalaman penelitian tentang tema penelitian terkait, pengetahuannya terhadap
teori-teori atau pun referensi-referensi yang terkait dengan tema penelitian dan
sebagainya.
Sebagai tambahan, seorang peneliti yang menggunakan metode penelietian
kualitatif juga harus memiliki sikap empati terhadap situasi yang diteliti. Empati
di sini bukan dalam artian kasihan, tapi juga seorang peneliti harus menganalisis
dari perspektif informan, atau dalam bahasa penelitian disebut dengan pendekatan
emic. Pendekatan emic mengharapkan dari si peneliti untuk melihat sesuatu dari
sisi orang yang di teliti, bukan dari sisi si peneliti sebagai orang luar. Peneliti
harus bisa mengidentifikasi diri sebagai informan atau responden, sehingga hasil
analisisnya tidak memunculkan jarak atau gap antara si peneliti dengan yang di
teliti.
Berbeda dengan penelitian yang menggunakan metode penelitian survey
dimana peneliti harus mengambil jarak atau bersikap obyektif, maka peneliti
yang menggunakan metode kualitatif/naturalistik harus melihat atau menganalisis
sesuatu secara subyektif. Sah-sah saja dalam metode ini peneliti menggunakan
perspektifnya dalam menganalisis data. Dalam perspektif ilmu Sosiologi, hal
seperti inilah yang disebut dengan pendekatan atau analisis kritis.
Dalam penelitian kualitatif/naturalistik tidak membutuhkan sampel yang
banyak. Malah sebutan yang tepat bagi orang yang akan diteliti bukanlah sampel,
namun lebih tepat menggunakan istilah informan atau responden, karena yang
diperoleh dari orang yang akan diteliti bukanlah data-data di permukaan, namun
data dan informasi yang bersifat substantif atau menyangkut kualitas dari sebuah
informasi atau data.
Karena ingin mengungkap kualitas dari sebuah gejala, fakta, realitas atau
fenomena sosial, maka peneliti yang menggunakan metode penelitian naturalistik

34
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

atau kualitatif tidak harus mencari banyak informan. Malah pada kasus-kasus
penelitian tertentu, peneliti bisa saja mewawancarai atau mengobservasi secara
langsung 2 atau 3 orang, dengan alasan dari 2 atau 3 orang tersebut peneliti sudah
bisa mengungkap informasi tentang sebuah fenomena yang di telitinya.
Misalnya saja, seorang peneliti akan meneliti tentang kehidupan pemulung
di kota Mataram. Untuk menggambarkan kehidupan pemulung, peneliti
menganggap tidak perlu mencari sebanyak mungkin pemulung, karena hanya
dengan mewawancarai kehidupan 3 keluarga pemulung saja ia merasa sudah bisa
menggambarkan kehidupan sehari-hari pemulung, baik dari sisi ekonomi
keluarganya, bagaimana gaya hidupnya, latarbelakangnya, bagaimana menjalani
hidup dan sebagainya.

2.5.4. Metode Penelitian Sejarah (History


Research)
Metode penelitian sejarah adalah sebuah metode yang banyak dilakukan
oleh ilmu-ilmu sejarah. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan disiplin
ilmu lain juga menggunakan metode penelitian sejarah dalam mengungkap
realitas sejarah.
Secara umum metode penelitian sejarah digunakan untuk mengungkap
atau merekonstruksi kejadian-kejadian masa lalu dengan teknik-teknik tertentu.
Melalui penggunaan metode ini, peneliti berusaha membangun atau
merekonstruksi kembali fakta-fakta, realitas yang pernah terjadi pada masa lalu
sehingga bisa mendekati kebenaran sesuai dengan konteks dan setting (keadaan)
sosial, politik, ekonomi dan budaya pada masa lalu.
Penelitian sejarah sebenarnya hampir sama dengan tujuan dari penelitian
yang dilakukan untuk mengungkap realitas pada masa kini, namun yang
membuatnya berbeda adalah, realitas, fakta dan gejala sosial yang akan diteliti
tersebut sudah terjadi. Karena sudah terjadi dan lewat beberapa tahun, maka
proses pengungkapan menjadi lebih sulit. Beberapa bukti atau sumber data yang
membentuk gejala yang pernah terjadi pada masa lalu tersebut sangatlah terbatas,
mengalami perubahan makna, ter-dekonstruksi akibat kepentingan-kepentingan
kekuasaan, hilangnya sumber informasi (pelaku-pelaku sejarah), kerusakan data
dan sebagainya. Semua persoalan-persoalan tersebut membuat penelitian sejarah
menjadi lebih rumit dan cenderung mendapat banyak kritikan dan memunculkan
perdebatan dari banyak pihak.
Berdasarkan sumber data, penelitian sejarah memiliki dua jenis sumber
data, yakni sumber data primer (primary sources) dan sumber sekunder
(secundary sources). Yang dimaksud dengan smber data primer adalah saksi
mata atau pelaku sejarah dari suatu peristiwa. Bentuk sumber data primer dapat
berbentuk orang atau benda (tape recorder, kamera) yang ada dan hadir pada
peristiwa yang akan diteliti. Sedangkan sumber data primer dibedakan menjadi
dua jenis pula, yakni; record dan relics. Records adalah kesaksian mata yang
disengaja, dapat berbentuk dokumen, rekaman lisan, atau karya seni. Sedangkan
relics adalah rekaman peristiwa yang tidak dimaksudkan atau tidak ditujukan

35
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

untuk merekam peristiwa sejarah tertentu, seperti neraca keuangan, bahasa,


tradisi masyarakat, artifak, dan sebagainya (Rahmat, 2007).
Seperti yang disebutkan di atas, pada hakekatnya penelitian sejarah
hampir sama dengan penelitian non sejarah lainnya, yang membedakannya
adalah, penelitian sejarah dilakukan untuk merekonstruksi kejadian atau peristiwa
pada masa lalu. Untuk mengungkap atau merekonstruksi kejadikan pada masa
lalu tersebut digunakan teknik-tekni seperti penelitian non sejarah lainnya. Ada
penelitian sejarah yang tujuannya hanya ingin menggambarkan peristiwa tunggal
yang terjadi pada masa lalu, misalnya penelitian tentang proses penyebaran
Agama Islam di Lombok Timur, atau sistem penguasaan lahan di masa kerajaan
di Pulau Lombok.
Dua contoh tema penelitian di atas hanya berusaha mengungkap sebuah
variabel, yakni penyebaran agama Islam dan sistem penguasaan lahan. Tema
penelitian seperti itu tidak berusaha membuktikan hubungan variabel-variabel
tersebut dengan variabel lainnya, namun sekedar menggambarkan fakta atau
realitas yang terkait dengan penyebaran agama dan sistem penguasaan lahan.
Namun ada juga penelitian sejarah yang tujuannya ingin mencari
keterhubungan antar peristiwa (gejala sosial atau variabel) yang terjadi pada masa
lalu. Misalnya saja, peneliti bisa mengangkat tema penelitian yang berusaha
mengangkat hubungan antara masuknya sistem hukum dan aturan Islam terhadap
perubahan sistem pemerintahan lokal di Pulau Lombok. Atau bisa juga penelitian
yang berusaha mengungkap bagaimana pola komunikasi yang dibangun oleh
Tuan Guru-Tuan Guru pada masa awal bangkitnya Agama Islam terhadap
luasnya penyebaran Agama Islam di Pulau Lombok.
Karena tujuannya ingin mencari hubungan antara beberapa gejala sosial
atau variabel, maka sangatlah memungkinkan penelitian historis/sejarah
menggunakan hipotesis yang akan dibuktikan keterhubungannya. Namun
penelitian yang sifatnya mencari hubungan gejala sosial tersebut cenderung lebih
sulit. Selain karena keterbatasan bukti atau sumber data, juga memungkinkan
terjadinya perdebatan yang hampir tidak pernah terselesaikan.
Untuk itulah untuk peneliti-peneliti pemula, seperti mahasiswa, dalam
melakukan penelitian sejarah adalah lebih baik untuk menggunakan satu variabel.
Selain kecil kemungkinan menimbulkan perdebatan, penelitian deskriptif dapat
memperkaya aspek kesejarahan dari disiplin ilmu tertentu.

2.5.5. Metode Penelitian Tindakan (Action


Research)
Metode penelitian tindakan atau action research method adalah sebuah
metode penelitian yang cukup jarang dilakukan di perguruan-perguruan tinggi,
terutama bagi mahasiswa. Hal ini dikarenakan jenis metode penelitian ini dalam
banyak segi memiliki banyak perbedaan dengan jenis penelitian lainnya.
Salah satu pembeda paling besar dari penelitian tindakan dibandingan
metode lainnya adalah adanya tindakan atau aksi dalam melaksanakan penelitian.
Berbeda dengan penelitian lain dimana peneliti bersifat pasif atau hanya

36
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

bertujuan mengungkap, mengangkat, menjelaskan atau menjabarkan sebuah


gejala, realitas, fakta maupun fenomena sosial, maka penelitian tindakan harus
mengandung unsur aksi atau tindakan.
Aksi yang dimaksud dalam metode penelitian ini adalah, seorang peneliti
harus ikut serta menjadi bagian atau peran dalam menyelesaikan masalah,
mengatasi sebuah persoalan, merubah atau membangun sebuah tatanan yang
baru. Peneliti harus terlibat secara langsung dalam tindakan-tindakan
penyelesaian masalah, bukan hanya duduk di belakang meja, menyusun
instrumen atau alat pengumpulan data, melakukan koleksi atau pengumpulan
data, menganalisis kembali di belakang meja dan membuat laporan. Peneliti ikut
serta bersama masyarakat, atau bersama dengan informan maupun responden
penelitian dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat
menuntaskan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat maupun
informan/responden.
Pertanyaannya, mengapa peneliti harus terlibat atau ikut serta dalam
melakukan kegiatan-kegiatan atau tindakan penyelesaian masalah atau pun harus
ikut serta dalam melakukan pengembangan dalam sebuah masyarakat? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, maka kita harus menelusuri akar teori dan filsafat
ilmu sosial. Hampir mirip dengan penelitian kualitatif/naturalistik, metode
penelitian aksi/tindakan juga berakar dari pemikiran bahwasannya ilmu
pengetahuan tidak mungkin untuk berlaku obyektif terhadap realitas. Dalam
kasus ilmu-ilmu sosial, obyektivisme ilmu sosial, secara khusus metode
penelitian sosial telah dianggap menjauhkan ilmu sosial terhadap realitas.
Obyektifisme telah melahirkan jarak sehingga ilmu sosial tidak berkontribusi
terhadap pengembangan masyarakat.
Ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sosial yang dikembangkan di
perguruan tinggi kemudian menjelma menjadi sebuah menara gading yang
eksklusif sehingga penelitian-penelitian yang dihasilkan hanya menjadi hiasan
perpustakaan-perpustakaan dan bagi kepentingan syarat-syarat formal. Atas dasar
itulah kemudian muncul pemikiran, ilmu sosial juga harus memiliki keberpihakan
terhadap masyarakat. Pemikiran keberpihakan tersebut salah satunya lahir dari
teori-teori kritis yang lahir dari kalangan ilmuan yang tergabung dalam mazhab
Frankfurt. Para ahli pada mazhab itu menyatakan, rasio yang berkembang dalam
ilmu pengetahuan kemudian menumbuhkembangkan obyektifisme di kalangan
ilmuan sosial. Segala sesuatu yang dianggap ilmiah kemudian selalu terkait
dengan pandangan obyektifisme, sehingga mematikan atau menghancurkan
paham-paham alternatif.
Salah satu pandangan yang berkembang dari ilmuan yang tergabung dalam
mazhab Frankfurt adalah pemikiran kritis dalam penelitian sosial. Dalam
pemikiran kritis, selain menyodorkan analisis kritis terhadap realitas sosial, juga
menawarkan pendekatan kritis dalam melakukan riset-riset sosial. Salah satu
konsekuensi dari pendekatan kritis tersebut adalah dengan cara memadukan
antara penelitian dengan keberpihakan terhadap masyarakat. Peneliti sosial
jangan hanya menjadi pengamat terhadap masalah-masalah sosial yang ada,
namun juga harus turut memecahkannya.

37
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Paham kritis dalam penelitian sosial tersebut kemudian mengalami


perkembangan sehingga melahirkan metode penelitian tindakan. Metode ini
sebagai bentuk dari keberpihakan ilmu sosial, terutama ilmu sosial yang beraliran
kritis untuk mengungkap sekaligus melakukan perubahan di masyarakat.
Menurut Tobias Denkus (2008; 10) dalam sebuah review tentang tulisan
Ernest T Stringer mengenai penelitian tindakan, penelitian tindakan didasari
pada sebuah pandangan bahwasannya solusi atau kesimpulan-kesimpulan umum
yang dihasilkan dalam penelitian-penelitian konvensional sering sekali tidak
cocok atau sesuai dengan konteks/situasi lokal sebuah masyarakat. Untuk
mengatasi kelemahan dari penelitian-penelitian lainnya, maka diperlukan sebuah
penelitian yang dapat melahirkan solusi atau yang mampu membantu
penyelesaian masalah-masalah lokal dan sebuah penelitian yang dilandasi
kemampuan komunitas/masyarakat lokal.
Ada beberapa perbedaan yang cukup besar antara menggunakan metode
penelitian tindakan (action research) dengan metode lainnya. Selain
mensyaratkan adanya tujuan dalam rangka melakukan perubahan melalui
tindakan-tindakan praktis bagi masyarakat atau komunitas yang diteliti, action
research juga harus menerapkan beberapa hal. Pertama, penelitian aksi harus
dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang akan diteliti atau menggunakan
teknik-teknik partisipatif seperti FGD, PRA (Participation Rural Appraisal) atau
PAR (Participation Action Research), kedua; dilakukan dalam waktu yang cukup
panjang dan berjalan secara berkesinambungan. Untuk yang disebut terakhir,
penelitian tindakan dapat dikatakan hampir tidak memiliki batasan waktu dan
berkelanjutan, karena sekaligus bertujuan untuk melakukan pemberdayaan
masyarakat.
Penelitian aksi/tindakan ini memang cukup jarang dilakukan oleh
mahasiswa, selain karena sering kali berbiaya sangat besar, juga memakan waktu
yang panjang. Metode ini banyak dilakukan oleh kalangan LSM maupun
lembaga-lembaga penelitian di perguruan tinggi dalam rangka menjalankan
peran-peran pemberdayaan masyarakat.
Salah satu akar filsafat yang mendasari metode penelitian kaji tindak
(research action) adalah seperti yang diungkap oleh filsuf Jerman Wilhelm
Dilthey melalui filsafat Hermeneutika nya. Dalam filsafat Hermeneutik tersebut
Wilhelm Dilthey beranggapan bahwasannya untuk menafsirkan legenda, artefak
atau naskah kuno dalam penelitian sejarah, sejarawan harus didasarkan pada
perspektif terkini. Demikian juga seorang tafsir agama yang harus berusaha
menelaah makna kitab-kitab suci dan memberi makna berdasarkan kondisi yang
berkembang (Eichelberger, 1989).
Pemahaman Hermeneutik tersebut kemudian mengalami perkembangan
dalam kaitannya pada bidang penelitian. Dalam melakukan penelitian, seorang
peneliti yang menganut paham Hermeneutik harus melakukan pendekatan
sinkretik, yakni memadukan pendapat yang berlawanan (tesis dan antitesis). Juga
harus dilakukan secara interpretatik, yakni melakukan penafsiran realitas
berdasarkan keyakinan tertentu. Dan satu lagi yang terkait dengan metode
penelitian kaji tindak (research action) adalah bersifat sinkretik, yakni

38
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

memadukan pandangan/pemahaman dengan praktek. Untuk yang disebutkan


terakhir, filsafat hermeneutik merekomendasikan seorang peneliti tidak
menafsirkan sesuatu/realitas dari hal-hal legal atau menafsir realitas dari sisi
pengamatan semata, namun harus memiliki pandangan empatik atau kepedulian
terhadap kebenaran yang sedang diteliti.
Melalui pendekatan Hermeneutik, peneliti disarankan untuk memiliki
keperdulian terhadap realitas atau fenomena yang sedang diteliti. Keperdulian
atau empati tersebut tentu saja jangan disalahpahami, karena keperdulian belum
berarti memihak. Yang dimaksud dengan empati adalah perduli terhadap
kebenaran yang ada pada realitas. Untuk itu peneliti disarankan untuk memiliki
prasangka sebelum meneliti. Sikap seperti itu sah-sah saja dalam penelitian
research action. Dengan kata lain, peneliti jangan mengambil jarak dengan apa
yang akan diteliti. Malah sebelum melakukan penelitian (tentu saja sebelum
meneliti, peneliti harus memiliki pengetahuan dan pemahaman sedikit tentang
yang akan diteliti), peneliti disarankan untuk memiliki penilaian awal yang
bersifat empatik atas kebenaran yang ada dalam realitas yang diteliti.

2.6. Penelitian berdasarkan tingkat eksplanasi


(penjelasan)
Secara sederhana, penelitian yang bersifat eksplanasi atau penjelasan
adalah jenis penelitian yang bertujuan menjelaskan variabel-variabel atau gejala-
gejala yang ada terjadi di dalam masyarakat. Jenis penelitian eksplanatif berusaha
memberi penjelasan gejala-gejala atau variabel-variabel yang berlangsung dalam
lingkungan sosial.
Penelitian penjelasan didasari oleh sebuah pandangan bahwasannya gejala,
realitas, fenomena dan fakta sosial yang terjadi di masyarakat saling kait
mengkait atau saling berhubungan satu dengan lainnya. Orang menjadi miskin
disebabkan oleh beberapa hal, seperti tingkat pendidikannya, pola konsumsi,
nilai-nilai yang di anutnya, dan sebagainya. Demikian juga tentang efektivitas
pelayanan birokrasi di pemerintahan desa. Efektivitas pelayanan di pemerintahan
desa dipengaruhi oleh satu atau beberapa variabel. Bisa saja dipengaruhi oleh
tingkat kesejahteraan aparat desa, budaya yang ada di desa, perhatian
pemerintahan di atasnya, dan sebagainya. Begitu juga dengan prestasi belajar
mahasiswa. Ada banyak faktor atau variabel yang mempengaruhi. Pengaruh bisa
berasal dari ketepatan silabus, metode mengajar staff pengajar, lingkungan ilmiah
yang ada di perguruan tinggi, tingkat ekonomi mahasiswa dan sebagainya.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, bisa dikatakan seluruh gejala,
fenomena, realitas dan fakta yang terjadi di dalam masyarakat selalu
berhubungan sebab akibat dengan variabel atau gejala sosial lainnya. Atau
dengan kata lain, tidak ada variabel yang berdiri sendiri tanpa ada pengaruh dari
variabel lainnya. Karena setiap variabel saling berhubungan satu sama lain, maka
kemudian diperlukan sebuah metode yang bisa menjelaskan seperti apa hubungan
yang terjadi antar variabel tersebut.

39
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Metode-metode penelitian yang tergolong dalam jenis penelitian


eksplanatif memiliki kesamaan pandangan dengan jenis penelitian survey dalam
memandang realitas. Kedua jenis penelitian tersebut sama-sama memandang
masyarakat atau sistem sosial layaknya berjalan sesuai dengan hukum alam.
Artinya, proses, dinamika, perubahan dan struktur sosial berlangsung seperti
berjalannya dinamika, perubahan maupun struktur yang ada di alam. Seperti pada
umumnya hukum alam, maka segala sesuatu yang berlangsung di alam sangat
dipengaruhi oleh paham materialisme, dimana alam mengalami perubahan dan
berdinamika secara independen.
Segala sesuatu yang ada di alam akan mengalami perubahan (walau tanpa
pengaruh manusia) yang berlangsung secara alamiah. Seperti hal nya sepotong
kayu yang terletak di jalan. Dalam jangka waktu tertentu, potongan kayu tersebut
akan mengalami pembusukan dan pada suatu saat akan hilang, melebur dengan
tanah dan lingkungan di sekitarnya. Proses pembusukan dan hancurnya potongan
kayu tersebut dapat diamati secara langsung oleh indera manusia. Manusia dapat
mengamati bagaimana air, cuaca, mikro organisme dan faktor alam lainnya
mempengaruhi hancurnya potongan kayu tersebut.
Sama hal nya dengan pandangan alamiah terhadap hancurnya potongan
kayu tersebut, kejadian yang sama juga terjadi mana dunia sosial atau
masyarakat. Untuk mengetahui masyarakat, maka cukup dilakukan proses
pengamatan dan teknik penelitian yang hampir sama ketika kita ingin meneliti
atau mengamati benda-benda fisik yang ada di alam. Seperti halnya pandangan
alamiah terhadap benda bio fisik, manusia harus menganggap masyarakat sebagai
sebuah obyek layaknya sebuah benda. Tanpa ada campur tangan manusia, maka
dapat diketahui bagaimana perubahan yang terjadi pada masyarakat. Begitu juga
dalam konteks penelitian. Seorang peneliti bidang fisika atau biologi harus
berpandangan obyektif terhadap apa yang diteliti. Ketika meneliti pengaruh
intensitas hujan di suatu daerah terhadap erosi lahan, maka peneliti akan
kejadian-kejadian yang berlangsung (hujan dan erosi) harus dibiarkan
berlangsung. Tugas peneliti adalah mencatat dan mengukur intensitas hujan dan
tingkat erosi yang berlangsung.
Dalam perspektif alamiah, peneliti ilmu sosial juga harus menjalankan
proses yang sama dengan seorang peneliti biofisik. Peneliti ilmu sosial yang
menggunakan metode-metode yang tergolong jenis eksplanatif akan melakukan
pencatatan dan perhitungan-perhitungan atas berlangsungnya gejala-gejala sosial
yang terjadi di masyarakat. Misalnya saja seorang peneliti ingin meneliti tentang
bagaimana pengaruh keefektifan pelayanan administrasi di kantor pajak terhadap
peningkatan penerimaan pajak penghasilan. Dalam penelitian tersebut, peneliti
akan menggunakan beberapa instrumen atau alat yang bisa mengukur dua hal,
yakni pengukuran terhadap efektifitas pelayanan dan penerimaan pajak
penghasilan dari masyarakat. Setelah masing-masing variabel di ukur (efektifitas
pelayanan dan penerimaan pajak), kemudian peneliti akan menggunakan teknik
analisis statistik yang membantu peneliti dalam membuktikan hubungan dua
variabel tersebut.

40
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Memang tidak semua metode penelitian yang bersifat menjelaskan


(eksplanatif) selalu bertujuan untuk mengetahui hubungan antar dua atau lebih
variabel (gejala sosial). Ada juga metode penelitian yang hanya bersifat
menjelaskan satu variabel, yakni yang disebut dengan metode penelitian
deskriptif. Seperti yang telah dijelaskan pada sub judul metode penelitian survey,
metode penelitian deskriptif hanya berusaha menjabarkan sebuah realitas/gejala
dan sebuah fakta atau pun variabel penelitian. Walaupun kemungkinan
mengandung dua atau lebih variabel, namun metode penelitian deskriptif tidak
berusaha membuktikan hubungan antar variabel tersebut. Peneliti hanya
bermaksud untuk menjabarkan bagaimana kaitan-kaitan antar variabel tersebut.
Sebagai contoh, seorang peneliti akan mengangkat tema penelitian tentang
bentuk-bentuk hubungan kelembagaan eksekutif dan legislatif dalam sistem
politik lokal di sebuah kabupaten atau kota. Ada beberapa variabel yang bisa
terkait dengan tema tersebut, antara lain; relasi/hubungan penetapan perundang-
undangan, penetapan anggaran (APBD), relasi politik kedua lembaga dan
sebagainya. Dengan mengangkat tema tersebut belum tentu seorang peneliti ingin
menguji keeratan hubungan, positif atau negatifnya sebuah hubungan dan
sebagainya. Berdasarkan tema tersebut, peneliti yang menggunakan pendekatan
deskriptif hanya berupaya memberi gambaran bagaimana hubungan tersebut
terjalin.
Berdasarkan sifat penjelasan (sisi eksplanatif) dari sebuah penelitian,
terdapat beberapa metode penelitian, yakni;

2.6.1. Penelitian Deskriptif


Sudah cukup banyak metode penelitian deskriptif dijelaskan pada sub
judul sebelumnya. Pada intinya, penelitian deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan sebuah realitas/fenomana, fakta, gejala sosial atau variabel.
Dikarenakan hanya bersifat menggambarkan atau mendeskripsikan variabel,
maka tidak ada proses pengujian atas variabel-variabel tersebut. Selain biasanya
hanya meneliti satu variabel, pengujian tidak memungkinkan atau tidak perlu
dilakukan (walaupun ada lebih dari satu variabel), karena hanya dengan memberi
gambaran atau deskripsi saja permasalahan penelitian bisa dijawab. Untuk lebih
jelasnya, di bawah ini akan diberikan beberapa contoh permasalahan dan tujuan
permasalahan yang menggunakan metode penelitian deskriptif.

Tabel
Contoh Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Dalam Metode Penelitian Deskriptif

Perumusan Masalah Penelitian Tujuan Penelitian


Apa faktor-faktor yang Untuk mengetahui faktor-faktor
menyebabkan terjadinya yang menjebabkan terjadinya
penurunan pelayanan ke penurunan pelayanan keimigrasian
imigrasian di Kantor Imigrasi di Kantor Imigrasi Propinsi Nusa

41
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Propinsi Nusa Tenggara Barat? Tenggara Barat.


Bagaimana sikap masyarakat Untuk mengetahui sikap
terhadap pemberlakuan retribusi masyarakat terhadap
parkir di Kota Mataram? pemberlakukan Perda retribusi
parkir di Kota Mataram?
Bagaimana pengaruh keberadaan Untuk mengetahui pengaruh
Badan Usaha Milik Desa keberadaan Badan Usaha Milik
(BumDes) di Desa Suele terhadap Desa (BUMDes) di Desa Suele
tingkat kesejahteraan terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat? masyarakat.

Berdasarkan contoh-contoh di atas dapat terlihat bahwasannya penelitian


yang menggunakan metode penelitian deskriptif tidak hanya melakukan
penelitian terhadap satu variabel, namun juga memungkinkan untuk melakukan
lebih dari satu variabel. Namun dari bentuk kalimat perumusan masalah dan
tujuan penelitian tidak ada makna bahwasannya pelitian bertujuan membuktikan
hubungan beberapa variabel tersebut. Peneliti hanya bermaksud menggambarkan
bagaimana hubungan variabel tersebut telah berlangsung dalam realitas
masyarakat.
Salah satu karakteristik dari metode penelitian deskriptif adalah tidak
mencantumkan hipotesis dalam rancangan/proposal penelitiannya. Hal itu
dikarenakan penelitian tidak bermaksud melakukan pengujian terhadap sebuah
hubungan antar variabel. Kesalahan seperti ini kerap terjadi dalam rancangan atau
proposal penelitian. Beberapa pihak di perguruan tinggi menyatakan, sebuah
penelitian dapat dikatakan bersifat ilmiah jika menggunakan hipotesis. Keharusan
seperti itu jelas sangat keliru. Tidak ada hubungan antara hipotesis dengan ke
ilmiahan sebuah penelitian. Hipotesis adalah anggapan atau pernyataan sementara
terhadap sebuah realitas yang akan diteliti. Selain itu, ketika seorang peneliti
mencantumkan hipotesis dalam rancangan penelitiannya, maka hipotesis tersebut
harus dibuktikan, sedangkan dalam metode penelitian deskriptif, tidak ada hal
yang harus dibuktikan, karena penelitian deskriptif hanya melakukan
penggambaran atau pendeskripsian terhadap variabel penelitian.
Ada juga pihak yang menyatakan, hipotesis bukan sekedar untuk
dibuktikan, namun dapat dijadikan sebagai panduan dalam melakukan penelitian.
Pada satu sisi pernyataan tersebut benar, karena dalam sebuah penelitian
dibutuhkan panduan dalam bentuk sebuah pernyataan. Namun panduan tersebut
sebenarnya sudah tercantum dalam permasalahan dan tujuan penelitian. Jika
peneliti memaksakan diri untuk menambah sebuah pernyataan panduan lagi,
selain permasalahan dan tujuan penelitian, maka lebih baik mengganti hipotesis
dengan asumsi penelitian. Pada dasarnya asumsi memiliki makna yang hampir
sama dengan hipotesis. Namun dalam konteks penelitian ilmiah, yang disebut
dengan hipotesis memang harus dibuktikan atau di uji, sehingga ada baiknya
untuk menghindari kesalahan pemahaman orang lain yang membaca rancangan
proposal penelitian, maka lebih baik hipotesis diganti dengan pernyataan asumsi.

42
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Dengan mencantumkan asumsi dalam rancangan penelitian, maka tidak


ada keharusan dari seorang peneliti untuk melakukan pengujian atau pembuktian.
Asumsi hanya dijadikan panduan bagi peneliti, sehingga arah penelitian tetap
fokus dalam menjawab permasalahan, dan tidak melebar pada variabel-variabel
lain yang tidak berhubungan dengan tema penelitian. Berikut digambarkan di
bawah, perbedaan antara hipotesis dengan asumsi.

Tabel
Contoh Perbedaan Hipotesis dan Asumsi

Hipotesis Asumsi
Semakin tinggi tingkat pendidikan Tingkat pendidikan seorang caleg
seorang caleg mempengaruhi mempengaruhi strategi-strategi
secara positif terhadap semakin kampanye yang dijalankan dalam
rasionalnya strategi-strategi Pemilu legislatif
kampanye yang dijalankan dalam
Pemilu legislatif
Berdasarkan contoh di atas dapat terlihat bahwasannya ada perbedaan yang
jelas antara hipotesis dengan asumsi. Pada contoh hipotesis, peneliti nantinya
akan melakukan pengujian atau pembuktian terhadap hubungan antara tingkat
pendidikan seorang caleg terhadap rasional nya strategi-strategi yang dijalankan.
Pada akhir penelitian, bisa saja kesimpulan peneliti menyatakan, bahwasannya
“semakin tinggi tingkat pendidikan caleg maka strategi-strategi kampanye yang
dijalankan akan semakin rasional”. Atau bisa saja pengujian hipotesis
menyatakan, bahwa ternyata “tingkat pendidikan caleg tidak menentukan
semakin rasionalnya strategi-strategi kampanye”.
Berbeda dengan asumsi. Berdasarkan pernyataan di atas, tidak ada maksud
dari peneliti untuk melakukan hubungan terhadap tingkat pendidikan dengan
strategi kampanye ataupun rasional nya strategi kampanye yang dijalankan oleh
seorang caleg. Peneliti sudah memiliki pemahaman sebelumnya, bahwasannya
tingkat pendidikan caleg berpengaruh terhadap strategi kampanye. Namun
peneliti tidak membuat pernyataan yang tegas, apakah semakin rasional, efektif,
dan sebagainya. Peneliti membuat pernyataan yang agak umum, sehingga
membuka peluang untuk mencari bentuk-bentuk atau strategi kampanye yang
dijalankan seorang caleg. Dalam hipotesis, peneliti sudah memiliki pemahaman
yang lebih dalam dan jelas, bahwasannya dari penelusuran literur, baik itu
berdasarkan teori, penelitian orang lain, dan sebagainya ada dinyatakan
bahwasannya tingkat pendidikan berpengaruh terhadap rasionalnya cara-cara atau
strategi kampanye. Tugas peneliti yang menggunakan hipotesis adalah menguji
hubungan tersebut di lokasi penelitiannya.
Salah satu ciri khas lainnya dari penelitian deskriptif adalah tidak
menggunakan sampel yang representatif dari populasi. Dalam bahasa statistik,
representativeness adalah sebuah pernyataan yang artinya; secara statistik atau
melalui hitungan matematis sampel mewakili populasi. Dalam bahasa awam tentu

43
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

saja kita sulit untuk mengukur berapa jumlah yang disebut mewakili dan mana
yang tidak. Untuk itu harus ada perhitungan-perhitungan tertentu, atau batasan-
batasan tertentu tentang jumlah sampel yang dianggap mewakili populasi.

Gambar
Hubungan Penarikan Kesimpulan dengan Populasi dan Sampel

Dalam penelitian deskriptif, representativeness atau keterwakilan sampel


dari populasi tidak dianjurkan, malah tidak terlalu penting. Andaikan saja seorang
peneliti ingin meneliti tentang sikap pemilih pemula dalam Pemilu legislatif di
kota Mataram. Di kota Mataram sendiri (misalnya) terdapat 100 ribu pemilih
pemula. Tidaklah mungkin seluruh populasi tersebut harus ditanya satu persatu,
karena jika dilakukan, maka hal itu sudah dikategorikan sebagai sensus, bukan
penelitian. Untuk meneliti sikap pemilih pemula, maka dalam penelitian
deskriptif cukup mengambil sampel saja dari seluruh populasi tersebut. Namun
jumlah sampel yang diambil tidak harus mewakili populasi. Dalam penelitian
sosial dan eksak, biasanya ada standar yang digunakan jika tidak melakukan
perhitungan dengan rumus-rumus tertentu. Agar mewakili/representatif, maka
peneliti cukup mengambil kurang lebih 11% saja dari seluruh populasi. Dalam
penelitian survey, sampel harus mewakili karena kesimpulan dari penelitian akan
di generalisasi terhadap seluruh populasi. Ketika peneliti mengambil 11% dari
100 ribu (11 ribu), maka ketika penelitian berakhir peneliti dapat mengambil
kesimpulan yang menyatakan 11 ribu pemilih pemula tersebut sudah mewakili
100 ribu orang. Namun dalam penelitian deskriptif tidak ada tujuan melakukan
generalisasi terhadap populasi. Dari populasi sebanyak 100 ribu orang, peneliti
bisa saja mengambil sampel sebanyak 500, 1000, 2000, bahkan lebih kecil dari
itu.
Gambar di atas mungkin dapat membantu bagaimana perbedaan antara
penelitian survey/eksplanatif dan deskriptif dalam mengambil sampel dari
populasi. Dari seluruh populasi () kemudian diambil sejumlah sampel yang
juga berisi . Kemudian dari sampel yang ada peneliti mengambil
kesimpulan yang terkait dengan . Dalam proses pengambilan kesimpulan

44
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

tentang , peneliti menyatakan bahwasannya kesimpulan tersebut sudah


mewakili seluruh populasi tentang . Tidak demikian dengan penelitian
deskriptif. Populasi yang terkait dengan  kemudian diambil sebahagian
untuk dijadikan sampel. Ketika mengambil kesimpulan yang terkait dengan
, peneliti hanya mengambil kesimpulan tentang sampel yang telah diambil,
bukan dari kesimpulan dari populasi. Walaupun sama-sama mengambil
kesimpulan tentang , namun kesimpulan penelitian deskriptif hanya terkait
dengan sampel, sedangkan penelitian survey, seperti penelitian eksplanatif,
kesimpulan yang diambil adalah terkait dengan seluruh populasi.
Untuk menggambarkan realitas sosial yang diteliti, ada beberapa metode
yang kerap digunakan dalam metode penelitian deskriptif. Dikarenakan hanya
bersifat mendeskripsikan realitas atau variabel yang diteliti, maka metode-metode
pengumpulan data yang digunakan juga cukup sederhana. Ada beberapa metode
yang sering digunakan dan dianggap bisa menjawab permasalahan penelitian,
antara lain; wawancara, kuesioner, observasi, studi dokumentasi, dan beberapa
metode pengumpulan data lainnya.
Untuk menyusun teknik pengumpulan atau pengambilan data dalam
metode penelitian deskriptif tentu saja harus memperhatikan beberapa hal, seperti
level kedalaman data. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian
deskriptif hanya bertujuan melakukan deskripsi atau gambaran realitas yang akan
diteliti. Karena hanya ingin mendeskripsikan realitas, maka data-data yang
dikumpulkan hanya berupa data dan informasi permukaan saja.
Sebagai ilustrasi anggaplah realitas, variabel atau fakta seperti sebuah
pohon. Ada dua bagian besar dari pohon, yakni akar (yang tersembunyi di bawah
tanah) dan bagian pohon yang muncul di
permukaan tanah. Apa yang ada di permukaan
tanah adalah obyek dari penelitian deskriptif,
sehingga peneliti yang menggunakan metode
penelitian deskriptif harus memusatkan diri
untuk memperoleh data dan informasi yang
ada di permukaan tanah.
Demikian juga dalam melakukan
penelitian dengan menggunakan metode
penelitian deskriptif. Peneliti tidak disarankan
untuk melakukan penggalian terhadap
informasi dan data yang tidak berada di
permukaan. Dalam realitas sosial, bagian
pohon yang berada di atas tanah tersebut
adalah data dan informasi yang dapat dengan
cepat diperoleh atau direspon oleh informan atau responden penelitian. Misalnya
saja seorang peneliti akan melakukan wawancara dengan seorang petani terkait
dengan kondisi sosial ekonominya. Informasi dan data yang berada di permukaan
sekaligus menjadi pusat perhatian peneliti dalam mendeskripsikan realitas petani
tersebut antara lain;

45
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

1. umur,
2. jenis
3. kelamin,
4. tempat tinggal petani,
5. luas lahan yan dimiliki,
6. perlengkapan pertanian,
7. penghasilan yang diperoleh,
8. kelengkapan rumah tangga yang dimiliki
9. jumlah anak
10. jumlah pengeluaran petani
11. sumber modal petani
12. kondisi rumah/tempat tinggal
13. dsb

Informasi dan jenis-jenis data yang dicontohkan di atas merupakan data


dan informasi yang biasanya menjadi fokus perhatian peneliti yang menggunakan
metode penelitian deskriptif. Tentu saja data dan informasi tersebut dapat
diperluas dan diperdalam. Namun perluasan dan pendalaman data yang akan
dikumpulkan oleh peneliti masih pada taraf data dan informasi yang ada di
permukaan. Artinya, peneliti tidak disarankan untuk menggali data secara lebih
mendalam, karena instrumen/teknik pengumpulan data yang digunakan tidak
diperuntukkan menggali data dan informasi yang sifatnya tersembunyi.
Dalam menyusun panduan wawancara, kuesioner, panduan observasi dan
teknik-teknik lainnya, peneliti harus memahami bahwasannya data dan informasi
yang diperoleh nantinya merupakan data dan informasi yang memang dapat
dipercaya. Dengan teknik yang ada, data yang terkumpul nantinya menjadi data
yang akan di analisis dan menjadi bagian dari laporan penelitan. Peneliti tidak
diharapkan untuk menganalisis apa makna yang ada di sebalik data dan
informasi. Sebagai contoh, dalam quesioner peneliti mendapatkan fakta
bahwasannya uang yang diperoleh petani dari 1 are lahan sawah adalah 1 juta
dalam sekali panen. Mau tidak mau peneliti harus yakin memang seperti itulah
data yang sebenarnya. Peneliti tidak harus dipusingkan apakah data tersebut
benar atau hanya karangan petani. Untuk meneliti apakah data tersebut benar atau
tidak, maka hal itu bukan menjadi bagian dari tugas-tugas peneliti yang
menggunakan metode penelitian deskriptif.

2.6.2. Penelitian Asosiatif/Hubungan


Berbeda dengan penelitian deskriptif, metode penelitian asosiatif atau
hubungan merupakan metode penelitian yang bertujuan mengangkat hubungan
atau pengaruh gejala-gejala sosial atau variabel-variabel yang membentuk realitas
sosial politik, ekonomi dan budaya. Pada bab sebelumnya juga sudah dijelaskan
bahwasannya seperti halnya pada penelitian survey, metode-metode penelitian
yang termasuk dalam jenis penelitian asosiatif atau hubungan didasari pada suatu
pandangan atau paradigma penelitian positivisme. Menurut pandangan Taylor
dan Bogdan (Taylor, 1984), ada dua paradigma yang membantu peneliti atau

46
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

ilmuan sosial dalam memahami realitas atau fenomena sosial maupun dalam hal
pengembangan ilmu pengetahuan, yakni paradigma positivisme dan
fenomenologis. Paradigma positivis berisi pandangan bahwasannya pemahaman
tentang permasalahan sosial didasari pada pengujian teori yang disusun dari
berbagai variabel, pengukuran yang melibatkan angka-angka dan dianalisis
dengan menggunakan prosedur statistik. Paradigma ini sejalan dengan salah satu
jenis penelitian, yakni pendekatan kuantitatif yang bertujuan melakukan
generalisasi sebuah teori.
Berdasarkan penjabaran di atas, jelaslah bahwasannya metode-metode
penelitian yang tergolong dalam jenis penelitian asosiatif menjadi salah satu jenis
penelitian yang didasari pada paradigma positivis. Seperti halnya pada penelitian
survey, metode-metode penelitian asosiatif juga memandang realitas secara
obyektif. Sesuai dengan paradigma positivis, ilmu pengetahuan harus dipandang
sebagai sebuah jalan untuk mencapai kebenaran, untuk itu diperlukan cara-cara
yang mampu memprediksi dan mengontrolnya. Dunia merupakan sebuah
kenyataan yang bersifat deterministik dan berjalan melalui metode-metode
ilmiah. Untuk itu diperlukan cara-cara penjelasan yang bersifat deduktif untuk
merumuskan dan melakukan pengujian atas teori-teori (http://www.
socialresearchmethods.net).
Basis paradigma positivistik dari metode-metode penelitian asosiatif
tersebut kemudian membawa konsekuensi pada cara pandang peneliti terhadap
realitas, fenomena, fakta dan gejala-gejala sosial. Seperti halnya ilmu-ilmu eksak,
ilmu sosial memandang realitas secara obyektif. Artinya, lingkungan biofisik
maupun lingkungan sosial, budaya, politik dan ekonomi memiliki jarak dengan
individu atau manusia. Untuk memahami realitas sosial, maka manusia, termasuk
peneliti harus mengambil jarak dengan realitas, karena dengan cara seperti itulah
hasil-hasil penelitian atau teori-teori yang dihasilkan dapat dikatakan ilmiah.
Pada praktek-praktek penelitian di perguruan tinggi maupun di luar
lembaga pendidikan, penelitian asosiatif banyak dilakukan pada penelitian-
penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, seperti ilmu ekonomi,
pendidikan dan psikologi, sedangkan untuk ilmu-ilmu sosial lainnya cukup jarang
digunakan. Beberapa disiplin ilmu yang banyak menggunakan pendekatan
kuantitatif tersebut sering sekali meng-klaim sebagai disiplin ilmu paling ilmiah,
karena teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan atau teknik analisis data
yang digunakan lebih banyak memakai perhitungan-perhitungan statistik. Tentu
saja anggapan seperti itu salah kaprah. Ke ilmiahan sebuah disiplin ilmu sangat
tidak tergantung dari kecenderungannya menggunakan statistik. Teknik-teknik
statistik hanya sebagai instrumen yang mendukung, bahkan mempermudah
proses analisis, sehingga tidak menjamin keilmiahan sebuah penelitian.
Seperti apa sebenarnya yang disebut dengan penelitian asosiatif atau
hubungan? Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian asosiatif adalah
penelitian yang bertujuan menjalin hubungan-hubungan antar variabel yang
membentuk sebuah realitas. Misalnya saja tentang tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap sistem politik dengan golput (golongan putih) atau
masyarsakat yang tidak menyalurkan suaranya pada proses pemilihan umu

47
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

(Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Ada dua variabel dari contoh
di atas. Seorang peneliti kemudian mengangkat dua variabel tersebut dan
mencoba membuktikan hubungan atau asosiasi dari dua variabel tersebut.
Berdasarkan tema dan dua variabel tersebut, kemudian peneliti mengajukan
sebuah permasalahan penelitian, yakni; “Apakah ada hubungan antara tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik terhadap golput?” Berdasarkan
permasalahan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwasannya tujuan dari
penelitian tersebut adalah; “untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik terhadap golput”.
Langkah selanjutnya adalah, peneliti kemudian membuat hipotesis.
Hipotesis dibuat karena tujuan dari penelitian asosiatif adalah melakukan
pengujian atas hubungan antar variabel tersebut. Setelah hipotesis disusun,
barulah kemudian peneliti merumuskan teknik-teknik pengambilan/pengumpulan
data dan metode analisis data yang akan digunakan atas data dan informasi yang
telah dikumpulkan.
Sama halnya dengan metode penelitian deskriptif, metode-metode
penelitian eksplanatif juga berurusan dengan data dan informasi yang bersifat
permukaan, bukan data dan informasi yang tersembunyi, bersifat mendalam atau
pun yang bermakna ganda. Bicara tentang statistik, atau pendekatan kuantitatif,
data yang dianalisis atau dihitung dengan teknik-teknik statistik adalah data dan
informasi yang dengan cepat dapat terkumpul dari banyak sumber data (sampel,
obyek maupun unit penelitian). Untuk itulah kerap kali penelitian sosial yang
menggunakan metode asosiatif banyak menggunakan teknik kuesioner dalam
mengumpulkan data dan atau informasi.
Terkadang juga penelitian asosiatif menggunakan observasi, wawancara
ataupun studi dokumentasi. Namun teknik kuesioner tetap menjadi data utama,
sedangkan data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi
hanya menjadi data tambahan yang berguna melengkapi atau memperkaya
analisis hasil penelitian.
Sesuai dengan istilahnya, yakni penelitian asosiatif atau hubungan, maka
tugas dari peneliti yang menggunakan metode asosiatif tidak sekedar mencari ada
tidaknya hubungan antar variabel. Berikut digambarkan beberapa bentuk
hubungan yang biasanya akan di uji oleh peneliti;
1. Ada tidaknya hubungan,
2. Kuatnya hubungan
3. Positif atau negatifnya sebuah hubungan
4. Hubungan yang bersifat searah, atau
5. Hubungan yang bersifat dua arah (timbal balik)
6. Hubungan parsial dari beberapa variabel terhadap variabel lainnya
7. Hubungan yang bersifat meramalkan atau prediksi,
8. dan sebagainya
Berdasarkan beberapa jenis hubungan yang dijabarkan di atas, dapat
disimpulkan bahwasannya penelitian asosiatif cukup bervariasi, namun tetap
dinamakan sebagai metode penelitian asosiatif. Dalam bahasa statistik jenis-jenis

48
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

hubungan tersebut biasannya menggunakan istilah-istilah khusus. Untuk mencari


hubungan biasanya menggunakan istilah korelasi, regreasi untuk prediksi
(peramalan), korelasi parsial untuk hubungan sebahagian variabel dan
sebagainya. Namun semua teknik tersebut pada prinsipnya adalah sebagai
konsekuensi dari keterhubungan antar variabel. Dalam buku ini tentu saja penulis
tidak bermaksud menjelaskan secara teknis metode-metode statistik yang
digunakan untuk menguji hubungan antar variabel penelitian1. Adan begitu
banyak buku dan panduan yang bisa dijadikan acuan untuk memahami statistik
dalam penelitian, khususnya dalam penelitian-penelitian sosial.
Untuk memudahkan mahasiswa maupun peneliti dalam memahami jenis-
jenis hubungan yang biasanya digunakan dalam penelitian asosiatif, berikut ini
diberikan beberapa contoh penggunaannya berdasarkan tema penelitian bidang
sosial.
Tabel
Contoh Permasalahan dan Hipotesis Berdasarkan
Tema Penelitian
Bentuk Hubungan Contoh Contoh Hipotesis
Permasalahan Penelitian
Penelitian
Ada tidaknya Apakah ada hubungan Ada hubungan antara
hubungan antara pemahaman pemahaman UU
UU Otonomi daerah Otonomi Daerah
terhadap efektivitas terhadap efektivitas
penggunaan anggaran penggunaan anggaran
di Kantor Dinas di Kantor Dinas
Pendidikan Kota Pendidikan Kota
Mataram? Mataram
Kuatnya hubungan Bagaimana pengaruh Pemahaman UU Otda
pemahaman UU Otda berpengaruh kuat
terhadap efektivitas terhadap efektivitas
penggunaan anggaran penggunaan anggara
di Kantor Dikpora di Kantor Dikpora
Kota Mataram? Kota Mataram
Positif atau Apakah peningkatan Peningkatan
negatifnya sebuah pemahaman UU Otda pemahaman UU Otda

1
Untuk mendalami teknik-teknik penggunaan statistik dalam
pengujian hubungan antar variabel, mahasiswa maupun peneliti
pemula disarankan untuk mempelajari buku-buku atau panduan
penggunaan statistik dalam penelitian ilmu sosial, baik dalam
hal statistik non parametrik maupun statistik parametrik. Agar
lebih mudah memahaminya, maka lebih baik membaca buku-
buku statistik level pemula atau level dasar.

49
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

hubungan berkorelasi positif berkorelasi positif


terhadap penggunaan terhadap efektivitas
anggaran di Kantor penggunaan anggaran
Dikpora Kota di Kantor Dikpora
Mataram? Kota Mataram
Hubungan yang Apakah peningkatan Peningkatan
bersifat searah, pemahaman UU Otda pemahaman UU Otda
mempengaruhi mempengaruhi
efektivitas efektivitas
penggunaan anggaran penggunaan anggaran
di Kantor Dikpora di Kantor Dikpora
Kota Mataram? Kota Mataram
Hubungan yang Apakah terdapat Terdapat saling
bersifat dua arah saling pengaruh pengaruh antara
(timbal balik) antara pemahaman pemahaman UU Otda
UU Otda dengan dengan efektivitas
efektivitas penggunaan anggaran
penggunaan anggaran di Kantor Dikpora
di Kantor Dikpora Kota Mataram
Kota Mataram?
Hubungan parsial Apakah pemahaman Pemahaman tentang
dari beberapa tentang UU Otda UU Otda berpengaruh
variabel terhadap berpengaruh lebih lebih besar
variabel lainnya besar dibandingkan dibandingkan faktor-
faktor-faktor lainnya faktor lainnya
terhadap efektivitas terhadap efektivitas
penggunaan anggaran penggunaan anggaran
di Kantor Dikpora di Kantor Dikpora
Kota Mataram? Kota Mataram
Hubungan yang Apakah semakin tinggi Semakin tinggi tingkat
bersifat meramalkan tingkat pemahaman pemahaman UU Otda
atau prediksi tentang UU Otda akan akan meningkatkan
meningkatkan efektivitas
efektivitas penggunaan anggaran
penggunaan anggaran di Kantor Dikpora
di Kantor Dikpora Kota Mataram.
Kota Mataram?

Bentuk-bentuk hubungan seperti yang dicontohkan di atas adalah


sebahagian dari hubungan saling pengaruh-mempengaruhi antar variabel.
Hubungan-hubungan seperti itulah yang kemudian akan di uji oleh peneliti, dan
dalam metode penelitian asosiatif atau eksplanatif, proses pengujian dilakukan

50
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

dengan menggunakan teknik-teknik statistik. Walaupun dalam penelitian ini


proses pengujuan tidak akan dijelaskan secara teknis perhitungan statistik
pengujiannya, namun bisa digambarkan logika pengujian statistik yang
digunakan, sehingga mahasiswa maupun peneliti bisa mendapatkan bagaimana
fungsi statistik menguji hubungan antar variabel.
Secara sederhana proses pengujian statistik didasari oleh pandangan
bahwasannya berdasarkan tradisi positivistik, kalau sesuatu itu ada, maka sesuatu
itu mengandung besaran yang dapat diukur (Eichelberger, 1989). Ini artinya, baik
fakta-fakta dalam bentuk variabel-variabel sosial semuanya bisa diukur dan di
hitung. Dalam proses penelitian asosiatif, semua variabel bisa diukur. Pengukuran
itulah yang kemudian saling dihubungkan di uji berdasarkan rumus-rumus
statistik.
Untuk lebih bisa menggambarkan bagaimana hubungan tersebut bisa di uji
melalui proses perhitungan statistik, contoh sederhana akan ditampilkan di bawah
ini.
Misalkan saja ada 10 orang mahasiswa yang mengikuti sebuah mata kuliah
semester tertentu di sebuah perguruan tinggi. Peneliti ingin meneliti tentang
bagaimana intensitas atau lama waktu membaca buku-buku yang terkait dengan
perkuliahan dengan nilai akhir semester mata kuliah tersebut. Kemudian si
peneliti membuat kerangka pemikiran yang menghubungkan dua variabel
tersebut.
Gambar
Hubungan Variabel Independen Dan Dependen

Variabel
Variabel Pengaruh
terpengaruh
(Independen)
(Dependen)

Lama waktu
membaca buku-
Nilai Akhir
buku teks
Semester
kuliah

Dalam proses pengumpulan data kemudian peneliti membuat kuesioner


tentang lama masing-masing mahasiswa dalam membaca dan nilai semester
masing-masing mahasiswa. Lama membaca kemudian di ukur dengan berapa jam
per hari atau per minggu, sedangkan nilai akhir semester diperoleh dari nilai
score mahasiswa sebelum dirubah menjadi huruf.
Setelah melalui proses tabulasi dan editing data, muncullah data sebagai
berikut:
Tabel

51
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Hubungan Lama Baca dengan Nilai Akhir

No Lama Nilai Akhir


Baca Semester/score
buku/jam
1 5 80
2 6 85
3 5 83
4 7 87
5 6 86
6 4 79
7 8 90
8 7 88
9 6 84
10 7 87

Setelah dianalisis menggunakan rumus statistik tertentu, diperoleh hasil


0,963. Dalam standar statistik korelasi, angka tersebut sudah tergolong sangat
tinggi bahkan menunjukkan hubungan yang hampir sempurna. Dengan demikian,
peneliti kemudian mengambil kesimpulan, bahwasannya lama membaca buku
memang berpengaruh terhadap nilai akhir semester, dan hubungan tersebut
sangatlah kuat. Angka tersebut juga bisa dikuatkan dengan menampilkan grafik.
Berdasarkan angka-angka lama waktu membaca dengan nilai akhir semester dari
contoh di atas, grafik nya sebagai berikut;
Gambar
Grafik Scatter Hubungan Antara
Variabel Lama Membaca Dengan Nilai Akhir
92

7
90

8
88
4
5
86
2
9
84
3

82

1
80
6

78
B

3 4 5 6 7 8 9

52
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Gambar
Grafik Scatter Hubungan Eksponensial
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
B

0 2 4 6 8 10 12

Contoh di atas memperlihatkan bagaimana dua variabel saling


berhubungan. Dalam ilmu statistik, hubungan yang sempurna salah satunya dapat
diukur dari jenis grafik kedua yang bersifat eksponensial. Artinya, antara angka
atau bobot di variabel independen dengan bobot di variabel dependen terjalin
hubungan meningkat ataupun menurun. Contoh sederhana, jika seorang yang
buruh lajang mendapatkan 30 kg beras per bulan. Jika buruh berkeluarga tanpa
anak, mendapat 60 kg, ditambah anak satu menjadi 90 kg, anak dua, menjadi 120
kg dan seterusnya. Jika seperti itu hubungan bobotnya, maka dapat dikatakan
hubungan antar variabel berlangsung sempurna atau bersifat eksponensial.
Hubungan antar variabel dalam penelitian eksplanatif asosiatif juga tidak
selamanya simetris dan atau positif. Ada juga hubungan yang bersifat a simetris
dan atau negatif. Misalnya saja, hubungan antara tingkat pendidikan seseorang
terhadap agresivitas. Dalam hipotesis, peneliti membuat sebuah pernyatan
bahwasannya semakin tinggi (positif) tingkat pendidikan seseorang, maka
semakin rendah agresivitasnya. Pola hubungan yang asimetris dan negatif
tersebut lumrah saja terjadi dalam penelitian eksplanatif asosiatif.
Hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti yang menggunakan metode
penelitian asosiatif/hubungan/korelasi adalah, keberhasilan sebuah penelitian
tidak ditentukan oleh terbuktinya sebuah hipotesis. Seperti contoh tentang lama
membaca buku dengan nilai akhir semester, dapat saja kemudian hasil penelitian
menyatakan tidak ada hubungan antara lama membaca dengan nilai akhir
semester. Bagaimanapun hasil yang diperoleh tersebut merupakan akhir dari
proses penelitian yang ilmiah. Peneliti jangan memaksakan diri (atau bahkan
merekayasa) data terjadi hubungan positif antar variabel tersebut. Jika memang
hasilnya tidak menunjukkan adanya hubungan, maka itu lah yang menjadi hasil
penelitian.

53
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Pada beberapa penelitian, variabel yang akan diteliti bisa lebih dari dua.
Misalnya saja penelitian tentang preferensi khalayak dalam memilih jenis
tontonan televisi. Tentu saja untuk menentukan pilihan terhadap jenis tontonan
televisi terdapat beberapa faktor pengaruh, mulai dari tingkat pendidikan, umur,
jenis pekerjaan dan sebagainya. Pada kasus seperti itu, satu variabel (variabel
dependen/terpengaruh) dipengaruhi oleh dua atau lebih variabel (variabel
independen/pengaruh). Analisis penelitian seperti itu dalam ilmu statistik dikenal
dengan istilah analisis statistik multivariat. Atau juga bisa sebaliknya. Seorang
peneliti akan mencari hubungan satu variabel terhadap beberapa variabel lainnya.
Selain penelitian asosiatif, jenis penelitian eksplanatif juga mengenal
metode penelitian komparatif. Prinsip paradigma penelitian komparatif hampir
sama dengan penelitian eksplanatif pada umumnya, yakni didasari oleh
paradigma positivis. Perbedaannya adalah, penelitian komparatif didasarkan pada
dua atau lebih sampel yang akan di perbandingan. Dua sampel tersebut bisa
berasal dari satu populasi maupun lebih dari satu populasi. Berdasarkan
istilahnya, metode penelitian “komparatif”, artinya melakukan perbandingan.
Perbandingan yang dimaksud adalah perbandingan dalam hal variabel maupun
populasi atau sampel penelitiannya.
Apa sebenarnya kegunaan dari penelitian komparatif? Dibandingkan
dengan penelitian eksplanatif yang bersifat asosiatif, penelitian komparatif
memiliki kelebihan, antara lain dapat menggambarkan realitas atau gejala sosial
yang sama dari beberapa masyarakat, juga membantu banyak pihak dalam
menganalisis gejala-gejala sosial berbeda pada lokasi atau sampel penelitian yang
sama. Salah satu contohnya dapat dijabarkan di bawah ini. Misalnya saja seorang
peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang membuat adanya perbedaan tingkat
kedisiplinan antar tiga kantor dinas, yakni Dinas Pendapatan Daerah, Dinas
Pendidikan dan Olah raga dan Dinas Kesehatan di sebuah Kabupaten. Pada
contoh ini, peneliti ingin membandingan tiga sampel atau unit penelitian tentang
satu variabel (tingkat kedisiplinan).
Pada kasus lain, seorang peneliti ingin melakukan penelitian tentang
penggunaan dua metode pengajaran terhadap peningkatan kreativitas siswa kelas
VII di sebuah sekolah menengah atas. Pada penelitian ini, peneliti melakukan
perbandingan variabel metode pengajaran dan pengaruhnya terhadap kreativitas
siswa. Populasi dan sampel pada penelitian ini satu, yakni siswa kalas VII SMA,
namun peneliti melakukan perbandingan terhadap penggunaan metode
pengajaran tertentu terhadap peningkatan kreativitas siswa. Dari penelitian
tersebut nantinya dapat menghasilkan kesimpulan bahwasannya salah satu dari
dua metode tersebut ternyata lebih bisa meningkatkan kreativitas siswa
dibandingkan metode pengajaran lainnya.
Hal yang perlu di perhatikan dalam penelitian komparatif ini adalah,
penelitian harus dijalankan dalam situasi normal. Seperti pada contoh terakhir,
penggunaan metode pengajaran dijalankan pada awal semester, dimana pada saat
bersamaan peneliti mengukur kreativitas siswa di awal proses. Setelah 6 (enam)
bulan, kemudian peneliti mengambil data kembali tentang kreativitas siswa. Data
sebelum dan sesudah proses pembelajaran tersebutlah yang kemudian di uji

54
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

dengan statistik, sehingga diperoleh kesimpulan tentang pengaruh dua metode


tersebut terhadap kreativitas siswa.
Berbeda dengan penelitian eksperimental, penelitian komparatif tidak
mengandung unsur pengkondisian sebuah realitas. Pada penelitian eksperimental,
variabel atau sampel di manipulasi sedemikian rupa sehingga tercipta sebuah
situasi atau realitas yang berbeda dengan kondisi alamiah atau normal. Seperti
dalam contoh tadi, dalam metode eksperimental, metode pembelajaran secara
sengaja digunakan walaupun sekolah tersebut tidak memiliki rencana
menggunakannya. Jadi, peneliti menjadi aktor yang mempengaruhi realitas dan
mendorong dimasukkannya sebuah variabel. Selain itu, dalam penelitian
eksperimental biasanya menggunakan sampel yang dijadikan kontrol atau
pembanding dari sampel yang diperlakukan secara khusus. Sampel yang
digunakan sebagai kontrol tersebut dibiarkan berjalan secara alamiah, sehingga
nantinya akan di uji apakah ada pengaruh masuknya sebuah variabel terhadap
variabel lainnya. Sedangkan pada penelitian komparatif, peneliti sama sekali
tidak melakukan perubahan atau merekayasa situasi. Kondisi atau realitas
memang dibiarkan berjalan secara alamiah tanpa ada intervensi apapun dari
peneliti.

2.7. Penelitian Berdasarkan Jenis Data dan


Analisis
Pembagian metode penelitian yang juga paling banyak digunakan oleh
ilmuan-ilmuan sosial di perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga pendidikan
adalah metode penelitian yang didasarkan jenis data dan jenis analisis yang
digunakan. Bahkan, sebenarnya perdebatan yang paling sering muncul oleh ahli-
ahli penelitian sosial adalah pembagian penelitian berdasarkan jenis data dan
analisis, karena kedua penelitian tersebut memiliki ciri khas tersendiri dalam
mengungkap realitas sosial.
Pada bagian-bagian sebelumnya sudah dijelaskan, bahwasannya metode
penelitian terbagi-bagi dalam beberapa jenis. Jenis-jenis penelitian tersebut
kemudian digolong-golongkan dalam beberapa kategori. Ada yang berdasarkan
tujuannya, berdasarkan metode, berdasarkan tingkat penjelasannya dan yang
terakhir adalah berdasarkan jenis analisis data dan jenis data nya. Penjabaran
seperti di atas mungkin saja masih membingungkan para pembaca buku ini dan
kemudian bertanya; “Apa-apa saja sebenarnya metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian sosial?”. Jawabannya adalah; semua yang telah
dijabarkan pada bagian-bagian sebelumnya adalah metode penelitian. Namun
yang harus dicermati oleh seorang peneliti adalah bagaimana menggunakan
istilah-istilah metode penelitian tersebut secara tepat dan sesuai dengan posisinya.
Dalam menyusun rancangan atau proposal penelitian, peneliti harus bisa
membedakan mana yang disebut dengan metode penelitian dalam artian
pendekatan atau cara melakukan penelitian, tipe penelitian dan metode penelitian
dalam artian landasan filosofisnya atau paradigma maupun metode dalam konteks
analisis data. Seperti yang terlihat pada bagan di atas, yang disebut dengan

55
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

metode penelitian dalam artian pendekatan atau cara dalam melakukan penelitian
adalah jenis penelitian yang berada bagian baris, yakni; eksplanatif (asosiatif,
komparatif), eksperimen, survey, sejarah, naturalistik dan research action (kaji
tindak atau penelitian tindakan). Sedangkan yang berada di judul kolom yakni
Kualitatif dan kuantitatif adalah metode penelitian dalam arti paradigma atau
landasan filosofis. Pada bagian baris kanan, yakni eksplanatif dan deskriptif dapat
dikatakan sebagai metode dalam artian tipe penelitian.
Gambar
Posisioning Metode-Metode Penelitian

Masing-masing metode yang disebutkan di atas jangan dipahami secara


kaku. Artinya, beberapa metode yang disebutkan di atas pada prakteknya dapat
bertukar-tukar posisi sesuai dengan peruntukkannya. Untuk itu diperlukan
kemampuan dari seorang peneliti untuk memberi penjelasan di
rancangan/proposal, maupun pada laporan penelitiannya. Tanpa ada penjelasan
lebih dari peneliti, maka bisa saja kemudian pencantuman metode penelitian
tersebut bisa membuat kebingungan dari para pembaca rancangan/proposal
maupun laporan penelitian.
Agar tidak membuat bingung, mari kita beri beberapa contoh
mencantumkan metode penelitian dalam rancangan/proposal penelitian.
Seorang peneliti berencana melakukan penelitian tentang peran pemimpin-
pemimpin informal dalam mendorong kebijakan pembangunan di sebuah desa.
Berdasarkan tema tersebut, kemudian peneliti menyusun latarbelakang yang
mendasarinya mengangkat tema penelitian tersebut, kemudian peneliti membuat
perumusan, tujuan dan manfaat penelitian, yakni;
Perumusan Masalah:

56
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Bagaimana peran pemimpin informal desa dalam mendorong kebijakan-


kebijakan pembangunan di desa Lantan, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten
Lombok Tengah?
Tujuan Penelitian:
Mengetahui peran pemimpin informal desa dalam mendorong kebijakan-
kebijakan pembangunan di Desa Lantan, Kecamatan Batukliang Utara,
Kabupaten Lombok Tengah.
Manfaat Penelitian:
Menjadi landasan peningkatan peran pemimpin-pemimpin informal desa dalam
pembangunan di wilayah perdesaan di Kabupaten Lombok Tengah
Tinjauan Pustaka:
Berisi tentang apa yang dimaksud dengan pemerintahan desa, pemimpin
informal, hasil-hasil penelitian tentang kebijakan/aturan yang mendukung
pembangunan desa, Undang-Undang Otonomi Desa, dan sebagainya.
Metode Penelitian:
Untuk mengungkap peran-peran pemimpin informal desa dalam mendorong
kebijakan-kebijakan pembangunan desa, maka peneliti menggunakan metode
penelitian deskriptif. Tujuan dari metode penelitian deskriptif yang digunakan
dalam penelitian ini adalah, peneliti hanya ingin menggambarkan keberadaan
pemimpin-pemimpin informal dan peran mereka dalam mendorong keluarnya
kebijakan-kebijakan pembangunan di Desa Lantan. Data-data utama adalah
berupa pernyataan-pernyataan para pemimpin informal dan pemerintah desa,
termasuk juga beberapa orang warga yang memiliki kapasitas memberikan
informasi tentang tema penelitian. Data dan informasi yang bersifat kualitatif
tersebut akan dijadikan bahan analisis untuk mendeskripsikan peran-peran yang
dijalankan pemimpin informal desa Lantan.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat dilihat bahwasannya
pencantuman metode penelitian saja tidaklah cukup. Peneliti harus bisa memberi
gambaran tentang apa alasan menggunakan metode penelitian tertentu dalam
hubungannya dengan permasalahan penelitian. Tanpa ada alasan tersebut, maka
orang lain yang membaca rencana atau laporan penelitian tidak bisa memahami
mengapa peneliti memilih menggunakan metode penelitian tertentu. Karena perlu
diketahui oleh para mahasiswa dan para peneliti, ada banyak faktor yang
mempengaruhi peneliti untuk menentukan pilihan pada salah satu metode
penelitian. Satu tema penelitian bisa cocok dengan beberapa metode penelitian.
Untuk itulah peneliti harus memberi alasan mengapa menggunakan sebuah
metode penelitian.
Pada banyak kasus rancangan/proposal dan laporan penelitian, peneliti
terlalu banyak mengutip pandangan atau definisi para ahli tentang metode
penelitian. Boleh-boleh saja peneliti mengutip pandangan ahli tentang apa yang
misalnya disebut dengan penelitian deskriptif, eksplanatif, dan sebagainya.
Namun definisi yang dikutip dari ahli dan diperoleh dari literatur metode
penelitian harus disesuaikan dengan konteks dimana penelitian dilakukan.
Misalnya saja ketika peneliti memilih metode asosiatif/hubungan. Selain
mendefinisikan apa yang dimaksud metode penelitian eksplanatif dari para ahli

57
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

yang diperoleh dari literatur pendukung, peneliti harus juga memberi penjelasan
mengapa penelitian tersebut dipilih berdasarkan kondisi lokasi penelitian,
variabel yang digunakan dan lain sebagainya. Dengan demikian, orang-orang
yang membaca rancangan/proposal atau laporan penelitian tersebut memahami
maksud dan tujuan peneliti dalam menggunakan metode tertentu.
Seperti telah dijabarkan sebelumnya, metode penelitian juga dapat dibagi
menjadi dua berdasarkan jenis analisis dan jenis data, yakni metode penelitian
kuantitatif dan kualitatif. Pembagian metode penelitian seperti itu didasarkan oleh
beberapa hal. Pertama, antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif
memiliki dasar filosifis yang cukup ekstrim. Dengan landasan yang berbeda,
maka antara kedua metode tersebut memiliki cara pandang yang berbeda terhadap
realitas/fakta/fenomena/gejala sosial. Kedua, atas dasar perbedaan cara pandang
terhadap realitas tersebut, maka jenis data yang diperoleh juga berbeda. Ketiga,
dikarenakan cara pandang terhadap realitas saling berbeda yang menyebabkan
berbedanya jenis data yang di angkat dalam penelitian, maka akhirnya berbeda
pula cara menganalisisnya.
Secara sederhana berikut ini akan diberi penjelasan secara sederhana
tentang perbedaan antara metode penelitian kuantiatif dan kualitatif. Metode
penelitian kuantitatif muncul karena adanya pandangan tentang paradigma ilmu
pengetahuan positivis. Paradigma positivis beranggapan bahwasannya realitas,
fakta dan gejala sosial dipandang sebagai benda/materi atau sesuatu yang
dijadikan seperti benda/materi. Sama seperti sebuah benda (misalnya meja atau
kursi), maka pandangan positivis menganggap keluarga, lembaga pendidikan,
kelompok sosial juga seperti sebuah benda. Sebuah benda/materi bisa di ukur
tingginya, lebarnya, suhunya, besarnya, panjangnya, dan sebagainya. Demikian
juga dengan masyarakat. Pandangan positivis bisa mengukur kriminalitas,
mengukur kemiskinan, mengukur solidaritas, mengukur kerjasama, intelegensi
dan sebagainya.
Untuk meneliti lebarnya tanah, maka bisa diukur dengan menggunakan
beberapa alat pengukur sehingga diperoleh data tentang ukuran luas tanah.
Demikian juga dalam pandangan positivis yang bisa mengukur kecemburuan,
prasangka, kesetiaan, pengetahuan, kecerdasan dan sebagainya. Intinya,
paradigma positivis menganggap semua realitas masyarakat bisa dihitung, diukur,
diperkirakan kuantitasnya sama seperti mengukur dan menghitung kuantitas
benda-benda yang bersifat fisik. Sedangkan metode penelitian kualitatif
didasarkan pada paradigma interpretatif. Paradigma interpretatif beranggapan
realitas berbeda dan tidak bisa disamakan dengan sebuah benda atau materi,
karena realitas, fakta, gejala dan fenomena sosial tidak memiliki nilai tunggal.
Realitas di masyarakat ada dalam bentuk-bentuk ide, pemikiran, nilai, norma
berkembang dan berubah melalui proses yang tidak kompleks. Untuk memahami
realitas, gejala, fenomena dan fakta sosial, manusia tidak dapat hanya
mengandalkan indera yang ada.
Menurut pandangan paradigma interpretatif, seseorang tidak bisa
memahami sebuah realitas hanya dengan melihat atau menyentuh. Untuk
memahami realitas, maka seseorang harus mendalami pemikiran orang-orang

58
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

yang ada dan membentuk realitas tersebut. Untuk itulah muncul metode
penelitian kualitatif. Artinya, metode penelitian kualitatif tidak berurusan dengan
data-data dalam bentuk angka-angka, namun ide-ide, pemikiran, dan nilai-nilai
yang ada di masyarakat. Pada umumnya, nilai, ide, dan pemikira-pemikiran yang
ada dalam masyarakat tersebut bersifat tersembunyi atau tidak bisa diamati secara
kasat mata dan menggunakan indra manusia. Untuk mengungkapnya, diperlukan
cara-cara yang bersifat interpretatif (pemahaman).
Ada sebuah perumpamaan yang sering dikemukakan oleh pemikir-pemikir
interpretatif yang merekomendasi metode penelitian kualitatif, yakni; “Things are
not what they seems”. Secera sederhana, arti dari kalimat tersebut adalah,
“Sesuatu yang tampak tidaklah menunjukkan apa sebenarnya”. Atau dengan kata
lain, apa yang terlihat oleh indra manusia, dapat diamati oleh manusia belum
tentu itulah yang sebenarnya. Begitu juga dalam metode penelitian kualitatif.
Metode ini tidak yakin sesuatu hanya bisa diketahui hanya dengan mengamati,
melihat atau menyentuhnya dengan indra manusia. Sesuatu (realitas) hanya dapat
diketahui hanya melalui kegiatan-kegiatan yang bisa mengungkap secara
pemahaman (interpretasi) secara mendalam.
Begitulah secara sederhana perbedaan antara metode penelitian kuantitatif
dan kualitatif. Jika ditelusuri secara ilmiah, pemikiran yang mendasari metode
penelitian kualitatif dan kuantitatif sudah berlangsung sejak 400 SM. Pada saat
itu Plato beranggapan, sesuatu tidak dapat dipahami menggunakan indra manusia,
karena indra manusia tidak dapat dipercaya (reliable) dalam mencari dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Pandangan Plato ini menjadi dasar metode
penelitian kualitatif. Berbeda dengan Plato adalah Aristoteles yang beranggapan
bahwa dunia berjalan atas dasar hukum yang tetap, sehingga dapat dipahami
melalui observasi dan pemikiran, sehingga wajar saja jika untuk mengungkap
kebenaran dapat menggunakan logika formal dan operasi matematika atau
statistik.
Pandangan Plato kemudian berkembang, salah satunya oleh Auguste
Comte seorang ilmuan pendiri Ilmu Sosiologi. Menurutnya, ilmu sosial/Sosiologi
harus meniru model hard sciences yang mempelajari social statics (statistik sosial
atau struktur sosial) dan dinamika sosial (Ritzer, 2003). Sama dengan
ditemukannya hukum alam, Comte berusaha mengembangkan ilmu sosial dengan
cara menemukan atau merumuskan hukum-hukum alam yang bisa dipahami
melalui teknik-teknik statistik sosial.
Paham positivistik yang dikembangkan oleh Auguste Comte dan kemudian
menginspirasi lebih lanjut metode penelitian kuantitatif tersebut kemudian
mendapat tandingan. Salah satunya adalah dengan kemunculan filsafat
fenomenologi yang dikembangkan oleh Edmund Husserl (1850-1938). Seperti
yang dikutip oleh John W. Cresswell (1998; 52), bahwa filsafat fenomenologik
berupaya untuk memahami makna yang sesungguhnya atas suatu pengalaman
dan menekankan pada kesadaran yang disengaja (intentionallity of conciousness)
atas pengalaman, karena pengalaman mengandung penampilan ke luar dan
kesadaran ke dalam, yang berbasis pada ingatan, gambaran dan makna. Dengan
kata lain Husserl ingin mengatakan bahwasannya untuk memahami masyarakat,

59
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

maka harus dilakukan melalui pemahaman terhadap pengalaman dari manusia-


manusianya. Melalui pemahaman terhadap manusianya, maka akan diperoleh
kesadaran yang ada pada manusia tersebut, karena kesadaran manusia diperoleh
melalui pengalaman-pengalaman yang dialami. Untuk itu, cara mengungkap
kesadaran manusia tersebut harus dengan cara memahami gambaran pengalaman
yang ada pada manusia, makna yang dipahami oleh manusia dan ingatan-ingatan
yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman hidup manusia.
Pernyataan tersebut jelas mendukung cara-cara atau teknik-teknik
penelitian kualitatif, karena pandangan Husserl menekankan perlunya
mengungkap kesadaran dan makna-makna yang ada pada manusia. Dalam
mengungkapkannya maka diperlukan metode-metode yang bisa mengangkat dan
memahami (interpretasi) realitas makna, kesadaran dan gambaran-gambaran
pengalaman manusia, yakni yang sekarang dikenal dengan metode penelitian
kualitatif.
Sudah sejak lama terjadi perdebatan antara ahli dan peneliti metode
penelitian kuantitatif dan kualitatif. Walaupun pertentangan tersebut tidak
dijabarkan dalam buku ini, namun perdebatan tersebut semakin tajam ketika
banyak hasil-hasil penelitian kuantitatif mendominasi dunia pendidikan dan
pemerintah. Ketika hasil-hasil penelitian tersebut menjadi dasar perumusan
kebijakan-kebijakan negara, barulah pertentangan antara kedua metode tersebut
semakin tinggi, karena penelitian-penelitian yang didasarkan paradigma positivis
dianggap tidak mampu menjelaskan realitas-realitas dan mengungkap kebenaran-
kebenaran yang berlangsung di masyarakat.
Agar pemahaman pembaca semakin jelas tentang kedua jenis penelitian
tersebut, di bawah ini digambarkan ciri-ciri metode penelitian kuantitatif dan
kualitatif.
Tabel
Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif
1 Dilandasi kekuatan angka 1 Dilandasi oleh kekuatan
narasi
2 Mengambil jarak dari situasi 2 Kajian dalam situasi alamiah
alamiah
3 Menjaga jarak dari yang 3 Kontak langsung di
diteliti lapangan
4 Cara berfikir deduktif 4 Cara berfikir induktif
5 Perspektif reduktif 5 Perspektif holistik
6 Perspektif keajegan 6 Perspektif perkembangan
dinamis
7 Orientasi pada jumlah, 7 Orientasi pada kasus unik
generalisasi dan universalitas
8 Perolehan data menjaga 8 Perolehan data netral
obyektivitas empatis

60
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

9 Desain tegas, ketat, 9 Desain fleksibel/luwes


ditetapkan sejak awal
1 Linear 10 Sirkuler
0
1 Peneliti: satu aspek diantara 11 Peneliti: Instrumen kunci
1 yang lain
Ada beberapa hal yang kemungkinan perlu dijelaskan dari beberapa
perbedaan di atas. Salah satunya adalah pada point 9, yakni dari sisi perolehan
data. Pada penelitian kuantitatif, desain penelitian bersifat tegas, ketat dan telah
disusun dari awal. Artinya, dalam penelitian kuantitatif rancangan atau proposal
penelitian telah disusun dari awal secara tegas dan ketat. Baik dari sisi kerangka
berfikir/teori dan metode penelitian sudah dirumuskan dan kemudian dijadikan
panduan dalam melakukan penelitian. tidak ada kemungkinan untuk melakukan
perubahan di tengah-tengah penelitian atau pada saat penelitian berjalan. Peneliti
harus benar-benar menjalankan penelitian sesuai dengan rancangan yang telah
disusun sebelumnya. Kalau pun terjadi perubahan, hanya pada sisi tertentu tanpa
merubah kerangka besar penelitian. Dengan kata lain, dalam melakukan
penelitian, peneliti harus konsisten dengan kerangka berfikir/teori, metode
penelitian maupun tahapan-tahapan yang ada.
Berbeda dengan penelitian kualitatif yang fleksibel/luwes. Bagi penelitian
kualitatif, rancangan atau proposal penelitian itu perlu, namun yang lebih utama
adalah kondisi lapangan. Jika kondisi lapangan mengharuskan penyesuaian, maka
bisa saja rancangan atau proposal penelitian yang telah disusun mengalami
perubahan. Pada beberapa kasus bahkan penelitian kualitatif hanya berlandaskan
pada rancangan penelitian sesederhana mungkin. Peneliti hanya memuat garis-
garis besar yang dijadikan panduan penelitian tanpa harus disertai dengan
panduan-panduan teknis yang kemungkinan bisa berubah. Namun tentu saja di
perguruan tinggi hal itu tidak memungkinkan untuk dilakukan, karena mahasiswa
harus membuat proposal lengkap sebagai bagian dari proses belajar. Hanya saja
mahasiswa dan para pembimbing harus memahami, jika menggunakan penelitian
kualitatif, maka penyesuaian-penyesuaian hal-hal yang tidak tepat berdasarkan
fakta lapangan sangat diperlukan. Peneliti -termasuk mahasiswa- bisa memahami
bahwasannya menggunakan metode yang ketat akan mengganggu pencapaian
tujuan penelitian.
Karakter pembeda lainnya adalah pada point 11, yakni tentang posisi
peneliti. Pada penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Artinya,
peneliti (individu) atau orang yang meneliti adalah alat atau instrumen utama
dalam proses penelitian. Peneliti adalah pihak yang punya otoritas utama untuk
memutuskan dan melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, mulai dari merancang
penelitian, melakukan pengambilan data, menganalisis data dan menulis laporan.
Sedangkan pada penelitian kuantitatif, posisi peneliti hanya menjadi salah satu
bagian dari instrumen penelitian. Penelitian kuantitatif sangat tergantung dengan
instrumen lainnya, seperti daftar wawancara atau kuesioner, panduan observasi,
alat-alat dokumentasi (foto, recorder) maupun instrumen menganalisis data,

61
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

seperti kalkulator sebagai alat hitung menganalisis data maupun


program/software olah data (antara lain SPSS, Matlab, Amos, dan lainnya).
Dalam penelitian kualitatif, peneliti memiliki kebebasan melakukan
analisis secara subyektif dan tidak tergantung dengan instrumen lain. Nilai,
pengetahuan, pemahaman, pengalaman dari si peneliti secara leluasa bisa
mempengaruhi proses penelitian maupun dalam menganalisis hasil penelitian.
sedangkan pada penelitian kuantitatif hal tersebut tidak dapat terjadi. Untuk
mengambil data, peneliti harus konsisten dengan kuesioner, daftar wawancara
dan sebagainya. Demikian juga dalam menganalisis, peneliti harus menggunakan
alat-alat atau instrumen yang ada. Tidak lah boleh peneliti memasukkan nilai,
norma, pengalaman, pengetahuan subyektif dalam mengerjakan setiap proses
penelitian.
Sisi lainnya adalah terkait dengan point 5 (lima). Penelitian kuantitatif
cenderung memilih realitas yang akan diteliti secara spesifik, atau dengan kata
lain mereduksi hal-hal lain yang dianggap terlalu luas. Misalnya saja jika peneliti
akan kondisi kemiskinan di sebuah desa, maka peneliti harus mengambil
beberapa variabel saja yang bisa diteliti. Ada banyak faktor yang membentuk
kemiskinan masyarakat desa, seperti tingkat pendidikan, degradasi lahan
pertanian, rendahnya teknologi pertanian, ketiadaan kebijakan desa yang dapat
mendorong pembangunan, nilai dan norma lokal yang menjadi penghalang
pembangunan desa dan sebagainya. Semua faktor-faktor tersebut menjadikan
kemiskinan di sebuah desa sangatlah kompleks. Penelitian kuantitatif kemudian
menggunakan sebahagian, bahkan hanya beberapa dari variabel-variabel tersebut
yang akan diangkat dalam penelitiannya. Misalnya saja, peneliti hanya
mengambil variabel tingkat pendidikan dan penggunaan teknologi pertanian
terhadap kemiskinan desa. Hal inilah yang disebut ber perspektif reduktif.
Sebaliknya, penelitian kualitatif memandang realitas secara utuh atau
holistik. Terhadap contoh di atas, penelitian kualitatif disarankan untuk melihat
kemiskinan di desa secara secara utuh. Hal ini dilakukan karena dalam paradigma
yang menjadi landasan penelitian kualitatif, realitas sosial (termasuk kemiskinan)
dibentuk oleh secara kompleks oleh banyak faktor. Untuk melihatnya secara
lengkap sekaligus menentukan faktor yang paling besar dan berpengaruh
terhadap kemiskinan (tentunya tanpa mengecilkan faktor/variabel lain), maka
penelitian kualitatif adalah metode yang cukup sesuai untuk diterapkan.
Aspek lain yang akan dijelaskan terakhir adalah pada point 7 (tujuh). Pada
penelitian kualitatif penelitian lebih tepat dilakukan pada kasus-kasus unik dan
spesifik. Mengapa demikian? Karena penelitian kualitatif menggunakan teknik-
teknik pengumpulan data yang bertujuan menggali realitas-realitas yang
tersembunyi, sehingga cara pengambilan data yang dipakai adalah metode yang
mampu menggali informasi-informasi tersebut. Untuk melakukan penggalian
informasi dan data yang tersembunyi dibutuhkan instrumen atau alat yang khusus
pula, sehingga situasi-situasi yang tidak tampak di permukaan akan diperoleh
peneliti.
Penelitian kuantitatif adalah kebalikannya. Sering digunakan pada realitas-
realitas umum dan gejala-gejala sosial yang ada di permukaan. Untuk itulah

62
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

penelitian kuantitatif menggunakan instrumen yang bisa mengangkat informasi


dan data yang dapat diperoleh tanpa harus melakukan penggalian secara
mendalam. Realitas yang diteliti oleh penelitian kualitatif lebih tepat digunakan
pada komunitas, kelompok, lokasi penelitian yang mikro atau kecil. Misalnya
saja penelitian tentang gaya hidup komunitas profesional muda di Kota Mataram,
atau fenomena anak punk. Penelitian kualitatif tidak mempersoalkan berapa
jumlah informan atau responden, karena yang dipentingkan adalah kedalaman
dan bagaimana agar fenomena yang diteliti dapat digambarkan secara
menyeluruh atau holistik. Nantinya, kesimpulan yang diambil dari hasil
penelitian hanya terkait dengan komunitas atau kelompok responden/informan
yang diteliti. Dengan kata lain, peneliti ayng menggunakan metode kualitatif
tidak disarankan untuk mengambil kesimpulan terhadap informan lain yang tidak
diteliti, meskipun antar informan tersebut memiliki kesamaan identitas. Misalnya
saja peneliti mengangkat tema kusir Cidomo di Kota Mataram. Peneliti
mengambil 5 kusir Cidomo dalam penelitiannya. Ketika penelitian selesai, maka
kesimpulan atau garis-garis besar dari hasil penelitian yang akan dirumuskan
peneliti hanya menyangkut lima informan tersebut, tidak terhadap kusir Cidomo
lain yang tidak menjadi informannya.
Berbeda dengan penelitian kualitatif, penelitian kuantitatif cenderung
mengutamakan jumlah responden. Jumlah sangat penting dalam penelitian
kuantitatif, karena salah satu tujuan dari penelitian adalah mengambil kesimpulan
secara umum dari sejumlah responden penelitian. Misalnya saja terkait dengan
tema penelitian kusir Cidomo tadi. Misalnya saja di Kota Mataram terdapat 500
kusir Cidomo. Kemudian diambil lah 100 orang responden yang mewakili.
Ketika penelitian selesai, maka dengan mengatasnamakan 100 orang responden
tersebut peneliti mengambil kesimpulan (menggeneralisasi) untuk 500 orang
kusir Cidomo yang ada di Kota Mataram.

2.8. Penyusunan Definisi Operasional


Konsep (DOK)
Salah satu bagian dari langkah penelitian yang tidak kalah penting, baik
dalam merencanakan penelitian maupun hubungannya dengan laporan penelitian
adalah adanya definisi konsep dan atau definisi operasional. Perumusan definisi
konsep dan atau definisi operasional dalam penelitian memang tidak menjadi
kewajiban dalam setiap penelitian, karena lebih banyak dilakukan pada
penelitian-penelitian di lingkungan perguruan tinggi. Istilah nya pun cukup
berbeda. Pada satu universitas istilah ini dikenal dengan definisi konsep, di
tempat lain disebut dengan definisi operasional, namun ada juga yang
menyebutnya dengan batasan konsep atau batasan istilah. Namun untuk
mempermudah, pada buku ini akan digunakan istilah definisi operasional konsep.
Pada prinsipnya definisi operasional konsep (DOK) berhubungan dengan
variabel penelitian. Secara definitif, variabel adalah konsep yang memiliki variasi
nilai. Dengan demikian, sesuatu dianggap variabel jika memiliki variasi nilai.
Contohnya adalah pendidikan. Jika hanya pendidikan, maka belum bisa dikatakan

63
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

sebagai variabel. Namun jika pemahaman orang yang menyebutkan pendidikan


adalah adanya tingkatan Sekolah Dasar, SMP, SMA, Perguruan Tinggi, Lembaga
pendidikan informal dan sebagainya, barulah dapat dikatakan sebagai sebuah
variabel. Demikian juga dengan solidaritas atau kreativitas. Dua konsep tersebut
tidak bisa dikatakan sebagai variabel jika tidak memiliki indikator. Seperti sebuah
konsep kursi. Sebuah kursi dapat menjadi variabel jika dibuat beberapa
indikatornya, seperti; memiliki sandaran, tinginya 40 cm, beratnya 20 Kg,
warnanya coklat, terbuat dari kayu, dan sebagainya. Sama dengan konsep kursi
tadi, solidaritas juga harus memiliki indikator, seperti; tingkat kepercayaan,
kepatuhan, kolektivitas, saling berbagi, adanya tujuan bersama, dan sebagainya.
Jika konsep tersebut memiliki indikator-indikator seperti itu, maka konsep
solidaritas dan kreativitas sudah menjadi sebuah variabel.
Kemudian muncul pertanyaan lain. Darimana seorang peneliti membuat
indikator dari variabel tersebut? Ada dua cara yang bisa digunakan. Jika memang
ada referensi atau literatur yang mendukung, seperti teori, hasil penelitian, jurnal
ilmiah, pernyataan ilmiah dan sebagainya, maka indikator variabel tersebut dapat
di adopsi atau di tiru dari referensi tersebut. Jika tidak ada, maka peneliti bisa
membuat indikator sendiri dengan melakukan pengamatan secara langsung
ataupun bertanya kepada orang-orang yang memiliki pemahaman tentang
variabel tersebut.
Setelah indikator dari variabel yang akan diteliti telah terjabarkan, barulah
peneliti membuat definisi operasional konsep. Seperti contoh di atas tentang
konsep/variabel solidaritas atau kreativitas. Setelah diperoleh indikator-
indikatornya dari beberapa referensi dan atau pengamatan langsung maupun
pandangan ahli, peneliti mulai membuat definisi operasional konsep. Langkah
selanjutnya adalah, peneliti membuat indikator-indikator variabel/konsep yang
sesuai dengan konteks/lokasi/masyarakat yang akan diteliti.
Misalnya saja tentang kreativitas. Dalam teori atau hasil penelitian yang
dirujuk oleh peneliti, yang disebut dengan kreativitas adalah; kemampuan
membuat alternatif solusi, inovasi dalam melakukan sebuah kegiatan, memiliki
pemikiran-pemikiran yang maju, dan lain sebagainya. Karena indikator ini
berasal dari teori hasil penelitian atau jurnal ilmiah orang lain dan di lokasi lain,
tentu saja tidaklah cocok jika diterapkan untuk lokasi/masyarakat atau konteks
yang akan diteliti. Untuk itulah peneliti membuat beberapa penyesuaian. Untuk
membuat penyesuaian tersebut ada beberapa cara yang dilakukan oleh peneliti,
yakni dengan mengamati atau melakukan studi lapangan secara singkat,
melakukan studi literatur/referensi yang terkait dengan konteks/masyarakat/lokasi
yang akan diteliti atau pun bertanya kepada para ahli atau orang bukan ahli yang
memiliki pemahaman tentang kreativitas di lokasi/masyarakat atau konteks
penelitian. Setelah informasi yang terkait dengan indikator konsep/variabel
tersebut diperoleh, barulah peneliti menyusun definisi operasional konsepnya.
Berikut ringkasan tahapan membuat definisi operasional konsep;

64
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

1. Menentukan konsep/variabel yang akan diteliti. Misalnya saja konsep


atau variabel kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota
Mataram.
2. Melakukan penelusuran (studi literatur) atau referensi-referensi umum
yang terkait dengan variabel/konsep KDRT, baik dari teori, jurnal
ilmiah, hasil penelitian, dan teks-teks ilmiah lainnya.
3. Setelah diperoleh indikator dari sumber literatur, kemudian peneliti
melakukan;
4. Studi literatur/referensi bersumber dari teori, hasil penelitian, jurnal
ilmiah, pandangan ahli, teks ilmiah dan lain sebagainya tentang
KDRT di Kota Mataram. Jika tidak ditemui pada literatur, maka
dilanjutkan dengan;
5. Mengamati secara langsung kejadian-kejadian KDRT yang ada di Kota
Mataram, atau bertanya kepada pihak-pihak yang memahami
peristiwa KDRT di Kota Mataram
6. Menyusun indikator-indikator definisi operasional konsep KDRT di kota
Mataram. Misalnya saja, setelah dilakukan penelusuran (baik melalui
literatur, pengamatan langsung atau wawancara), KDRT di Kota
Mataram adalah:
a. Melakukan tindakan kekerasan fisik oleh suami kepada istri
atau sebaliknya
b. Menghalang-halangi pendidikan istri, anak atau suami
c. Tidak memberi nafkah hidup
d. Berkata-kata kasar (membentak, memaki, menghina atau
ejekan-ejekan yang menyentuh nilai-nilai kepercayaan)
e. Kecemburuan secara berlebihan
f. Dan sebagainya.
Begitu pentingnya definisi operasional konsep, sehingga dalam penelitian-
penelitian di perguruan tinggi, keberadaan definisi operasional konsep tersebut
sangat menentukan hasil penelitian. jika salah mendeskripsikan indikator-
indikator konsep atau variabel, maka akan salah atau menyimpang pula hasil
penelitian. Dapat dibayangkan jika peneliti menetapkan indikator konsep atau
variabel kreativitas pada sebuah penelitian yang akan dilakukan di Kota
Mataram, namun sumber pembuatan indikator tersebut dikutip langsung dari
indikator kreativitas hasil penelitian di Jepang. Jika yang dijadikan ukuran adalah
Jepang, maka bisa saja hasil penelitian menyatakan, sama sekali tidak ada
kreativitas (misalnya siswa) di Kota Mataram.
Definisi operasional konsep (DOK) inilah kemudian yang akan menjadi
dasar penyusunan beberapa instrumen pengambilan data, seperti kuesioner,
wawancara, pengamatan (observasi), maupun dalam menganalisis data. Untuk itu
peneliti harus benar-benar menyusun indikator-indikator pada definisi
operasional konsep secara baik dan sesuai dengan konteks lokal, kemudian
menterjemahkannya dalam teknik pengumpulan data dan analisis, sehingga akan

65
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

seluruh variabel yang diteliti dapat terkumpul dari proses pengumpulan data yang
ada untuk kemudian di analisis.

------------------------₪₪₪₪------------------------

66
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Bab  Mengumpulkan
Data dan Informasi

3.1.

Metode/Teknik Pengumpulan Data

M etode atau teknik pengumpulan/pengambilan data merupakan tahapan


paling melelahkan sekaligus sebenarnya paling menarik jika seorang
peneliti bisa benar-benar menikmatinya. Tahapan ini pula yang paling rentan
dengan tindakan-tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh peneliti. Dikatakan
paling rentan akan terjadinya penyimpangan, karena pada tahapan inilah para
peneliti harus bisa memegang prinsip-prinsip sebagai peneliti yang baik. Pada
tahapan ini juga lah sikap seorang peneliti di uji, karena minimnya kontrol atau
pengawasan dari pihak lain terhadap proses pengumpulan data yang dijalankan
oleh peneliti sosial.
Di lingkungan perguruan tinggi, tahap pengumpulan data sering dianggap
paling berat, karena selain memerlukan waktu yang cukup panjang, juga
mengeluarkan dana yang relatif cukup besar dibandingkan tahapan-tahapan
lainnya. Karena dua alasan tersebutlah kemudian sering sekali mahasiswa
mengambil jalan pintas untuk memotong proses pengambilan data yang pada
beberapa mahasiswa dianggap melelahkan.
Pada tahapan ini jugalah sebenarnya mahasiswa benar-benar di uji
kemampuannya dalam berinteraksi dengan masyarakat. Interaksi dan komunikasi
dengan masyarakat merupakan satu sisi terpenting bagi seorang mahasiswa
maupun peneliti lain, karena pada tahap ini kemampuan mengenali dan
memahami masyarakat dapat dipraktekkan. Pada tahapan-tahapan sebelumnya,
maupun tahapan setelahnya mahsiswa maupun peneliti banyak menghabiskan
waktu di belakang meja, berhadapan dengan literatur-literatur guna merangkai
kerangka berfikir dan menyusun rancangan/proposal penelitian. Selain
kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan penelitian di belakang meja,
mahasiswa dan peneliti harus juga memiliki kemampun-kemampuan teknis
lapangan dalam rangka pengumpulan data.
Sebelum dijabarkan tentang jenis-jenis metode/teknik pengumpulan data,
perlu juga dijelaskan dalam buku ini tentang kesulitan-kesulitan dan
penyimpangan-penyimpangan yang sering terjadi dalam tahapan pengumpulan
data.
Permasalahan-permasalahan dan penyimpangan yang kerap terjadi dalam proses
pengumpulan data.

67
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Tabel
Permasalahan dan Penyimpangan dalam Pengumpulan Data

Permasalahan Penyimpangan
1 Kurangnya pemahaman Peneliti/mahasiswa meniru
tentang metode/teknik teknik/metode yang telah dilakukan
pengumpulan data orang lain tanpa melihat apakah
metode tersebut sesuai untuk
konteks penelitiannya
Peneliti mengambil metode yang
paling mudah dan sederhana untuk
dilaksanakan
Peneliti secara asal menentukan
metode (sering kali memilih
metode yang rumit namun ternyata
tidak dipahami)

2 Antara permasalahan, Salah menggunakan metode


kerangka berfikir, metode pengumpulan data
penelitian dan teknik
pengumpulan data tidak
konsisten
3 Tidak melakukan penjelasan Setelah di lapangan,
secara teknis cara peneliti/mahasiswa bingung mau
menggunakan metode memulai darimana
pengumpulan data tertentu Proses pengumpulan data tidak
fokus, sehingga melebar ke hal-hal
lain yang tidak berhubungan
dengan tujuan
Peneliti terpengaruh pendapat-
pendapat dari luar sehingga
merubah teknis pengumpulan data
(Perubahan diperbolehkan jika
dipengaruhi oleh kondisi/temuan
lapangan, khususnya untuk
penelitian kualitatif)
4 Waktu pengumpulan data Data dan informasi yang diperoleh

68
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

terlalu pendek dari lapangan asal-asalan


Mengambil jalan pintas, dengan
cara; mengarang data, meniru
penelitian lain, atau data menjadi
sangat umu
Agar cepat, peneliti memakai orang
lain yang tidak paham tujuan
penelitian
5 Frekuensi/intensitas ke Minimnya intensitas ke lapangan
lapangan membuat peneliti sering
mengarang/mengembangkan
sendiri data

Permasalahan-permasalahan yang dijabarkan di atas hanya sebahagian


kecil saja dari bentuk-bentuk kesalahan peneliti dalam proses pengumpulan data.
Untuk mengatasinya tentu saja diperlukan banyak faktor. Di lingkungan
perguruan tinggi, perbaikan kemampuan pengumpulan data tentu saja dapat
dilaksanakan melalui peningkatan kualitas perkuliahan metode penelitian sosial
di kelas. Namun langkah itu tidak akan efektif jika mahasiswa tidak banyak
melakukan latihan-latihan, baik didasarkan instruksi pengajar maupun yang
dilakukan secara mandiri. Latihan-latihan secara langsung tersebut tidak harus
dilakukan di luar kampus, namun bisa juga dilaksanakan dengan melakukan
teknik-teknik pengambilan data di internal kampus sendiri.
Metode atau teknik pengumpulan data dalam penelitian sosial sangat
bervariasi. Untuk menentukan metode atau teknik apa yang paling tepat, maka
peneliti harus melihat beberapa pertimbangan, antara lain;

1. Jenis penelitian yang digunakan2


2. Besarnya sampel, informan atau responden
3. Karakteristik unit penelitian (masyarakat atau lokasi dimana penelitian
dilakukan)
4. Sensitifitas isu/tema yang diteliti
5. Lamanya waktu penelitian
6. Ketersediaan sumber dana penelitian
7. Kemampuan/penguasaan teknik pengumpulan data oleh peneliti
8. Faktor keamanan/keselamatan peneliti

2
Terutama dipengaruhi oleh dua jenis penelitian, yakni kuantitatif dan kualitatif.
Penggunaan salah satu jenis penelitian tersebut berhubungan dengan jenis
variabel yang akan diteliti, jenis data yang akan diperoleh, hipotesis atau asumsi
penelitian, kerangka teori, ciri khas metode pengumpulan data dari jenis
penelitian kuantitatif dan kualitatif, dan rencana analisis data.

69
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Faktor utama dalam menentukan teknik pengumpulan data adalah jenis


penelitian (terutama kualitatif dan kuantitatif), sedangkan faktor-faktor lainnya
hanya menjadi pertimbangan tambahan bagi peneliti. Antara metode penelitian
kuantitatif dan kualitatif terdapat perbedaan dalam penggunaan teknik
pengumpulan data. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, masing-masing
dilandasi oleh akar filosofi yang berbeda. Metode penelitian kualitatif didasari
filosofi dan paradigma interpretatif, fenomenologis dan hermeneutik, sedangkan
metode penelitian kuantitatif berasal dari pemikiran dan paradigma positivistik.
Hal yang perlu dipahami oleh peneliti adalah, ketika memilih satu jenis
penelitian (kualitatif atau kuantitatif), maka teknik pengumpulan data yang
digunakan pun mengikuti jenis penelitian yang dipilih tersebut 3. Tidak disarankan
kepada peneliti ketika memilih metode penelitian kualitatif, namun menerapkan
teknik-teknik pengumpulan data jenis penelitian kuantitatif dan juga sebaliknya.
Konsistensi antara jenis penelitian (kuantitatif dan kualitatif) terutama harus
dijalankan di lingkungan perguruan tinggi, karena penelitian-penelitian yang
dijalankan di perguruan tinggi, terutama oleh mahasiswa tidak berorientasi hasil,
namun harus mengutamakan proses penelitian. Agar proses belajar meneliti
mencapai sasaran, diharapkan kepada mahasiswa untuk memilih metode
pengumpulan data yang sesuai dengan jenis penelitiannya.
Terlepas dari jenis-jenis penelitian yang ada, secara umum ada 8 (delapan)
jenis teknik/metode pengumpulan data/informasi. Penjabaran berikut adalah
tentang jenis-jenis metode pengumpulan yang paling sering diterapkan dalam
penelitian-penelitian ilmu sosial. Agar tidak membuat pembaca bingung maka
penjelasan terhadap teknik-teknik pengumpulan di bawah tidak didasarkan pada
jenis penelitian tertentu. Pada akhir penjelasan tiap-tiap teknik pengumpulan data
nantinya akan dikaitkan posisi teknik pengumpulan data tersebut dalam kaitannya
dengan jenis penelitian tertentu.

3.1.1. Metode/Teknik Wawancara


Ada beberapa definisi tentang wawancara. Salah satunya adalah menyatakan,
wawacara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yng dilaksanakan
dengan tanya jawab secara lisan, sepihak, berhadapan muka dan dengan arah
tujuan yang telah ditentukan. Namun ada juga yang menyatakan, wawancara
adalah teknik pengambilan data melalui pertanyaan yang diajukan secara lisan
kepada responden atau informan.
Berdasarkan dua definisi tersebut dapat dirumuskan bahwasannya wawancara
adalah sebuah teknik atau metode pengumpulan/pengambilan data atau informasi
dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang dilaksanakan secara lisan, yang
dilaksanakan secara terencana maupun tidak terencana, berlangsung secara
3
Belakangan ini juga sudah banyak diterapkan penelitian
campuran, yakni gabungan antara jenis penelitian kualitatif dan
kuantitatif. Penelitian campuran ini muncul karena dianggap bisa
melengkapi beberapa kelemahan dari metode penelitian
kualitatif dan kuantitatif.

70
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

langsung melalui tatap muka maupun secara tidak langsung melalui beberapa
media wawancara, yang dilakukan oleh peneliti dari responden atau informan.
Mengikuti definisi di atas, maka ada beberapa komponen yang terkait dengan
wawancara, yakni;

• Peneliti yang berfungsi sebagai pewawancara


• Responden atau informan sebagai sumber data atau infomasi
• Proses dan teknik wawancara
• Data dalam bentuk pertanyaan
• Rencana wawancara

Peneliti adalah aktor utama yang harus menjalankan wawancara karena
dialah yang memahami keseluruhan penelitian. Dalam penelitian kualitatif,
peneliti ada instrumen terpenting dalam pengambilan data dan tidak dapat
digantikan dengan instrumen-instrumen lain betapapun akuratnya alat atau
instrumen lain tersebut. Untuk itu si peneliti harus memiliki penguasaan terhadap
materi yang akan ditanyakan kepada informan atau responden.
Data atau informasi yang diperoleh dalam proses wawancara umumnya
adalah dalam bentuk pernyataan atau kalimat-kalimat yang keluar dari informan
atau responden. Kalimat atau pernyataan dari informan/responden bisa saja
memuat data angka, waktu kejadian, tempat, latarbelakang sebuah peristiwa,
cerita yang menyangkut proses sebuah peristiwa, dasar-dasar nilai atau norma
yang mendasari sebuah peristiwa, gambaran tentang sesuatu, pandangan
subyektif informan dan sebagainya. Walaupun informan/responden
mengungkapkan data berupa angka-angka, tetap saja semua informasi tersebut
tidak dapat dikatakan sebagai data statistik, karena tidak dihasilkan dari sebuah
proses analisis. Data berupa angka tersebut tetap dianggap sebagai pernyataan-
pernyataan.
Dalam proses wawancara, biasanya data dan informasi yang diperoleh
sangatlah beragam, mulai dari informasi-informasi yang sangat umum sampai ke
hal-hal yang sangat khusus, spesifik atau tersembunyi. Agar proses wawancara
berjalan sesuai dengan tujuannya, adalah lebih baik jika wawancara digunakan
untuk mengungkap informasi dan data-data yang sifatnya tersembunyi. Untuk itu,
proses wawancara akan lebih bermanfaat jika dilakukan secara mendalam dalam
rangka menggali informasi-informasi yang tidak dapat diperoleh melalui metode
lainnya.
Misalnya saja seorang peneliti sedang mewawancarai seorang pegawai
pemerintah. Peneliti ingin memperoleh data total penghasilan, baik dari gaji
maupun pendapatan-pendapatan lain di luar gaji. Tentu saja data seperti itu tidak
akan didapat jika menggunakan kuesioner atau dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang tidak bersifat menggali. Sia-sia jika peneliti melakukan
wawancara hanya ingin memperoleh gaji resmi, karena data tersebut bisa
diperoleh dari kantor dimana informan tersebut bekerja. Agar wawancara
mencapai tujuan, maka pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih baik ditujukan
pada hal-hal yang sifatnya tersembunyi.

71
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Untuk sampai pada pertanyaan yang tujuannya menggali informasi-


informasi yang tersembunyi tentu saja tidaklah mudah. Peneliti harus memulai
dengan pertanyaan-pertanyaan umum untuk kemudian mengarahkan pada hal-hal
yang bersifat tertutup atau berusaha ditutup-tutupi oleh informan.
Berdasarkan jenisnya, wawancara dibagi dua, yakni;

• wawancara terpimpin (guided interview) atau disebut juga


dengan wawancara terstruktur atau wawancara sistematis
• wawancara tidak terpimpin (un guided interview) atau
disebut juga dengan wawancara sederhana atau wawancara bebas.

Wawancara terstruktur atau guided interview adalah wawancara yang


dilakukan secara terencana, dimana peneliti membuat pedoman sebelum
wawancara dilakukan. Ada beberapa alasan mengapa perlu melakukan
wawancara secara terstruktur dan dipersiapkan terlebih dahulu. Pertama, dengan
adanya pedoman, proses wawancara dapat berjalan secara teratur dan tetap dalam
kerangka tujuan data yang ingin didapat oleh peneliti. Kedua, dengan adanya
panduan wawancara, maka proses tanya jawab antara pewawancara (interviewer)
dengan informan akan berjalan secara sistematis dan terfokus, sehingga
mengurangi penyimpangan-penyimpangan yang dianggap tidak perlu.
Sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah proses wawancara dimana
peneliti tidak melakukan persiapan matang terhadap wawancara yang akan
dilaksanakan. Ini artinya, cukup bagi peneliti untuk mengingat dan memahami
secara utuh kerangka berfikir dan tujuan penelitian, tanpa harus membuat daftar
pertanyaan. Teknik seperti ini tentu saja punya kelemahan. Salah satunya adalah
kemungkinan terjadinya penyimpangan atau melebarnya proses wawancara
sehingga keluar dari tema atau variabel penelitian. Namun kelemahan tersebut
sekaligus menjadi kelebihan teknik wawancara yang tidak terstruktur. Bagi
peneliti yang menggunakan teknik ini, seorang peneliti (khususnya yang
meyakini jenis penelitian naturalistik dan atau kualitatif) harus membuka selebar
mungkin masuknya informasi dan data, walaupun data dan informasi yang
diperoleh dianggap tidak berhubungan dengan tema penelitian.4
Asumsi dari wawancara tidak terstruktur adalah, peneliti tidak mungkin
memiliki pemahaman yang utuh terhadap kondisi lapangan, termasuk informasi
apa yang kemungkinan akan diperoleh. Kedua, pewawancara atau peneliti tidak
mungkin melakukan pengarahan (melalui pendoman wawancara), karena dengan
adanya panduan data menjadi terlalu terfokus, padahal dalam penelitian kualitatif,

4
Pada proses wawancara tidak terstruktur sering kali peneliti
memperoleh data dan informasi yang pada awalnya dianggap
tidak berhubungan dengan tema penelitian. Namun ketika
wawancara selesai dan proses analisis data dilakukan, ternyata
data yang informasi yang dianggap tidak berhubungan tersebut
memiliki kaitan dengan tema penelitian.

72
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

seorang peneliti harus fleksibel atau luwes dengan kondisi lapangan, khususnya
informasi dan data yang kemungkinan muncul pada saat wawancara berlangsung.
Sebaliknya, wawancara terstruktur didasari pada asumsi bahwasannya
proses wawancara harus berjalan secara sistematis sehingga data dan informasi
yang diperoleh benar-benar berhubungan atau relevan dengan tema penelitian.
tanpa adanya panduan wawancara atau terstrukturnya proses wawancara, maka
data yang diperoleh akan menyimpang dari tujuan semula. Kadangkala, ketika
proses wawancara selesai dan pewawancara kembali dari lokasi wawancara,
ternyata ada informasi-informasi yang dibutuhkan tidak tergali. Untuk itulah
diperlukan pedoman dalam melakukan wawancara.
Berdasarkan jenis pedomannya, wawancara juga dapat dibagi dua (Arikunto,
1987), yakni;
• Pedoman wawancara tidak terstruktur.
Pedoman wawancara tidak terstruktur adalah pedoman wawancara
yang hanya berisi hal-hal penting, umum atau garis-garis besar
pertanyaan. Dengan kata lain, peneliti atau pewawancara hanya
memiliki pertanyaan-pertanyaan kunci yang kemudian nantinya akan
dikembangkan ketika proses wawancara berjalan.
• Pedoman wawancara terstruktur.
Berbeda dengan pedoman wawancara tidak terstruktur, pedoman
wawancara terstruktur dengan sengaja membuat pendoman pertanyaan
secara rinci, sehingga dapat memandu proses wawancara agar berjalan
secara efektif. Pedoman wawancara terstruktur dibuat dengan tujuan;
memberikan panduan tentang apa yang akan ditanyakan;
mengantisipasi kelupaan terhadap pokok-pokok persoalan yang akan
ditanyakan dan agar proses wawancara berlangsung secara efektif dan
efisien.
Dalam melakukan wawancara tentu saja sering sekali terjadi beberapa
permasalahan yang kemungkinan dapat mengganggu jalannya proses wawancara.
Agar gangguan dan kekeliruan proses wawancara dapat dihindari,
peneliti/pewawancara harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
komunikasi yang berlangsung dalam proses wawancara. Menurut Donald P
Warwick (Dalam Singarimbun, 1989), ada beberapa faktor yang turut
mempengaruhi komunikasi dalam kegiatan wawancara, yakni;

73
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Gambar
Faktor-Faktor Pengaruh dalam Wawancara

Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan, ada empat faktor yang


mempengaruhi proses wawancara, yakni situasi wawancara, responden,
pewawancara, dan isi pertanyaan. Salah satunya adalah situasi wawancara. Dalam
proses wawancara, situasi dapat mengganggu atau memuluskan jalannya
komunikasi antara pewawancara dengan responden. Ketika wawancara dilakukan
di lokasi keramaian tentu saja wawancara akan semakin sulit, karena biasanya
pewawancara dan responden/informan menjadi kurang konsentrasi. Demikian
juga dengan keberadaan orang ketiga. Ketika wawancara terjadi, orang ketiga
bisa menjadi penghalang karena turut mempengaruhi jawaban-jawaban
responden.
Faktor lainnya adalah dari sisi pewawancara. Salah satu yang terpenting
adalah karakter pewawancara. Berdasarkan pengalaman banyak peneliti, seorang
pewawancara yang terlalu agresif malah membuat informan/responden menjadi
enggan memberikan informasi lebih dalam tentang apa yang dipertanyakan oleh
pewawancara. Sama halnya dengan faktor ketrampilan pewawancara. Peneliti
atau pewawancara yang tidak mahir dalam menggunakan teknik wawancara
sering membuat proses komunikasi menjadi kaku, sehingga informan bersikap
tertutup. Untuk mengatasi itu, sebelum melakukan wawancara, seorang peneliti
harus lebih banyak melakukan latihan guna mengasah ketrampilan (khususnya
ketrampilan dalam berkomunikasi).
Selain faktor pewawancara dan situasi wawancara, turut pula
mempengaruhi isi pertanyaan. Pertanyaan yang terlalu peka atau sensitif dapat
berpengaruh terhadap keterbukaan informan terhadap informasi atau data yang
ingin diperoleh pewawancara. Hal yang sama juga dapat terjadi ketika pertanyaan

74
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

yang diajukan terlalu sulit. Hal ini sering dijumpai pada penelitian-penelian yang
dilakukan oleh mahasiswa. Agar pertanyaan dengan mudah dapat dijawab, maka
pewawancara harus membuat pertanyaan se sederhana mungkin dan tidak
disarankan untuk menggunakan istilah-istilah ilmiah dalam mengajukan
pertanyaan. Apalagi yang di wawancarai adalah masyarakat awam seperti petani,
nelayan dan responden yang dari sisi pendidikan masih rendah.
Ada juga kemungkinan wawancara menjadi terkendala diakibatkan faktor
informan/responden. Peneliti atau pewawancara harus benar-benar
memperhatikan faktor ini, karena informan/responden memiliki tingkat
pemahaman dan pandangan yang berbeda terhadap tema yang diteliti, sehingga
bisa menyulitkan penggalian data. Peneliti harus bisa menyelami fikiran
informan, sehingga lemahnya daya tangkap dan daya jawab informan tidak
mempengaruhi proses komunikasi. Demikian juga dengan karakter informan.
Adakalanya pewawancara menemui informan yang bersikap acuh atau tidak
merespon secara positif maksud dan tujuan peneliti dalam melakukan wawancara.
Untuk mengatasinya, jika memang informan tersebut benar-benar vital dan
menjadi sumber utama atau informan kunci (key informan) data dan informasi,
maka mau tidak mau peneliti harus menggunakan pendekatan-pendekatan lain
yang lebih bersifat personal. Bahkan jika mengalami kebuntuan, bukan tidak
mungkin pewawancara harus menyesuaikan diri (untuk sementara) dengan
karakter informan.
Aspek lain yang juga harus menjadi perhatian seorang peneliti dalam
melakukan wawancara adalah style atau gaya dalam melakukan wawancara.
Berdasarkan pengalaman dalam melakukan wawancara, gaya dari seorang
pewawancara memang cukup berpengaruh dalam memperoleh informasi dan data
yang dibutuhkan peneliti. Menurut Rob McBride dan John Schostak (http://www.
Enquirylearning.net, 2008), terdapat 4 style atau gaya dalam melakukan
wawancara, yakni;

• The Provocative style atau gaya provokatif; yakni melakukan


wawancara dengan menyerang (memprovokasi) informan melalui
pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan yang memancing respon
secara cepat dari seorang informan. Walaupun cukup efektif untuk
mempercepat proses wawancara, namun gaya ini bisa menimbulkan
penurunan tingkat kepercayaan antara responden dengan
pewawancara dan akhirnya menutup respon dari informan/responden.

• The I’m on your side style atau gaya berpihak; Gaya ini
menyarankan pewawancara untuk menyesuaikan diri dengan citra dari
orang yang diwawancarai. Dengan kata lain, pewawancara bersikap
seakan-akan memihak atau berada di pihak orang yang diwawancarai.
Walaupun cukup baik dalam membangun keterbukaan dari informan,
namun sering sekali jika si pewawancara berlaku tidak meyakinkan
orang yang diwawancari, maka hal sebaliknya akan timbul.

75
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

• The Laid back style atau gaya santai; Gaya ini mensyaratkan
seorang pewawancara untuk bersikap tenang, rileks atau santai dalam
melakukan wawancara. Melalui gaya ini, pewawancara tidak
diperbolehkan melakukan penilaian terhadap informan, tidak boleh
menunjukkan rasa marah, namun terkesan tertarik5 dengan respon
yang diungkapkan oleh informan tanpa sedikitpun menunjukkan raut
muka bosan. Namun kelemahannya, gaya santai yang ditunjukkan
oleh pewawancara bisa ditiru oleh informan, sehingga jawaban yang
dikemukakan oleh informan terkesan asal-asalan.

• The social worker/encounter therapy style atau gaya pekerja


sosial; Gaya ini menuntut seorang pewawancara untuk memandang
serius terhadap semua yang dikemukakan oleh informan.
Pewawancara memiliki rasa ingin tau yang besar terhadap respon dari
informan, sehingga informan bersedia membeberkan informasi secara
terbuka kepada pewawancara. Gaya ini bisa membangun rasa saling
percaya antara pewawancara dengan informan dan pada akhirnya
informan akan secara sukarela menceritakan hal-hal yang terkait
dengan informan.

Membuat Daftar Wawancara (Panduan Wawancara)


Sumber daftar pertanyaan yang diajukan dalam proses wawancara tentu
saja permasalahan dan tujuan dari penelitian yang berisi variabel-variabel
penelitian. Namun akan sangat sulit jika seorang peneliti langsung menjabarkan
variabel penelitian tersebut menjadi bentuk pertanyaan wawancara. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya, seorang peneliti harus terlebih dahulu membuat definisi
operasional konsep (operasional variabel) dalam bentuk indikator-indikator
variabel atau indikator-indikator konsep.
Misalnya saja peneliti akan mengangkat tema penelitian tentang
“pembangunan ekonomi desa melalui usaha-usaha mandiri berbasis sumberdaya
lokal”. Berdasarkan tema ini dapat disimpulkan ada beberapa variabel dalam
penelitian tersebut, yakni; pembangunan ekonomi desa dan usaha-usaha mandiri
berbasis sumberdaya lokal. Walaupun berisi lebih dari satu variabel, namun
penelitian ini tidak berupaya melakukan pengujian, namun hanya
mendeskripsikan bagaimana usaha-usaha mandiri berbasis sumberdaya lokal
dapat meningkatkan pembangunan ekonomi desa.
Setelah menetapkan variabel penelitian, tugas peneliti adalah
mendeskripsikan indikator-indikator masing-masing variabel. Dalam contoh ini
akan dideskripsikan indikator usaha mandiri berbasis sumberdaya lokal. Adapun
indikator dari usaha-usaha mandiri berbasis sumberdaya lokal adalah;

5
Bahkan pada kondisi-kondisi tertentu, pewawancara bisa saja
bersikap pura-pura tertarik dengan apa yang dikemukakan oleh
informan

76
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

• Kegiatan usaha yang dikembangkan masyarakat dan


pemerintah desa
• Usaha ekonomi yang dilaksanakan secara kolektif
• Dilindungi oleh aturan pemerintahan desa
• Diperuntukkan bagi kepentingan pembangunan desa
• Memanfaatkan potensi sumberdaya alam desa
• Modal bersumber dari keuangan pemerintahan desa dan masyarakat
• Dijalankan dengan manajemen usaha campuran (profesional dan nilai-nilai lokal)
• Dll
Setelah peneliti merampungkan indikator-indikator variabel (definisi
operasional konsep), barulah peneliti bisa membuat daftar pertanyaan
wawancara6. Namun satu hal yang perlu diketahui oleh peneliti adalah, semakin
rinci/detail sebuah definisi operasional konsep (indikator variabel) maka semakin
baik, karena peneliti akan semakin mudah dalam membuat daftar pertanyaan.
Untuk itu disarankan kepada peneliti untuk berusaha se optimal mungkin dengan
beberapa cara (studi literatur, kunjungan lapangan maupun wawancara) agar
indikator-indikator variabel/konsep tersebut semakin lengkap dan detail.
Diharapkan indikator-indikator tersebut bukan hanya memuat indikator-indikator
yang terlalu umum atau jauh di luar konteks lokasi penelitian7, namun akan lebih
tepat jika indikator yang disusun memiliki keterkaitan atau kedekatan dengan
konteks lokal dimana penelitian dilakukan.
Langkah selanjutnya, peneliti akan membuat daftar pertanyaan
berdasarkan indikator-indikator tersebut. Misalnya saja terkait dengan indikator
“diperuntukkan bagi kepentingan pembangunan desa”. Peneliti harus membuat
dafatar pertanyaan yang dijadikan panduan dalam wawancara terkait dengan
indikator tersebut. Misalnya saja dengan membuat sebuah pertanyaan;
“Bagaimana proses pembagian hasil keuntungan dari usaha mandiri tersebut
bagi kepentingan pembangunan desa?” atau juga bisa membuat pertanyaan;
“Berapa dana yang diperoleh dari usaha mandiri desa bagi kepentingan
6
Indikator-indikator tersebut bukan hanya menjadi sumber
pembuatan daftar pertanyaan wawancara, juga menjadi dasar
penyusunan instrumen pengumpulan data/informasi lainnya,
seperti panduan observasi, kuesioner, oral history, dan
sebagainya.
7
Adalah lebih baik jika indikator-indikator tersebut memiliki
relevansi dengan konteks lokasi penelitian. Indikator yang di
adopsi jauh dari konteks penelitian akan membuat hasil
penelitian menjadi bias. Misalnya saja penelitian dilakukan di
sebuah desa di Lombok Timur. Namun indikator-indikator
tersebut diambil dari sebuah penelitian tentang tema yang sama
di luar negeri atau di Pulau Sumatera. Mengukur tema yang
sama namun dengan indikator yang diambil dari tempat yang
sangat berjauhan akan membuat data dan informasi yang
dihasilkan menjadi sangat bias.

77
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

pembangunan?”. Begitulah seterusnya. Peneliti membuat daftar pertanyaan-


pertanyaan lain yang terkait dengan indikator-indikator yang telah dibuat.

78
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Teknik Merekam Wawancara


Hal lain yang juga harus dipahami oleh peneliti dalam melakukan
wawancara adalah dalam hal kemampuan merekam informasi dan data yang
diperoleh dari proses wawancara. Arti merekam di sini bukan hanya dalam hal
mendokumentasikan proses wawancara dengan menggunakan alat-alat seperti
tape recorder maupun digital recorder, namun dalam artian yang lebih luas,
yakni bagaimana seluruh informasi dan data yang muncul pada saat wawancara
dapat terkumpul dengan baik.
Selama ini, ciri khas dari seorang peneliti dalam melakukan wawancara
adalah mirip dengan seorang wartawan yang membawa buku kecil sebagai
catatan, ataupun tape recorder. Bak seperti wartawan, peneliti mondar-mandir di
sebuah tempat dan sibuk melakukan pencatatan pada saat proses wawancara
berlangsung. Atau jika menggunakan tape recorder, peneliti meletakkan tape
recorder tersebut di atas meja dan sibuk memperhatikan apakah kaset rekaman
sudah habis atau belum dan sebagainya.
Penggunaan tape rekaman atau buku catatan memang diperbolehkan dalam
melakukan wawancara. Namun penggunaan alat-alat tersebut tentu saja hanya
bisa dipakai dalam wawancara-wawancara formal, dimana antara peneliti dengan
orang yang diwawancarai memang sudah sama-sama memahami dan sepakat
untuk tidak terganggu dengan keberadaan alat-alat tersebut. Namun pada jenis-
jenis wawancara tertentu, pada tema-tema yang sangat sensitif, pada informan
atau responden yang tidak terbiasa diwawancarai atau takut dengan simbol-
simbol alat-alat tersebut sebaiknya tidak menggunakan instrumen-instrumen yang
mengganggu wawancara.
Terganggunya proses wawancara akibat keberadaan/pemakaian alat-alat
(buku catatan, tape rekaman, lembaran check list dan sebagainya) sangatlah
awam terjadi. Salah satu penyebabnya adalah pemahaman luas di masyarakat,
bahwasannya yang sering menggunakan alat-alat tersebut adalah wartawan.
Sedangkan sosok wartawan dipahami oleh masyarakat sebagai sosok yang identik
dengan masalah atau kasus. Akibatnya, seorang peneliti (walaupun bukan
wartawan) juga terkena imbas dari pemahaman tersebut, sehingga pada saat
mengeluarkan alat-alat tersebut, informan atau responden menjadi takut atau
menyembunyikan informasi-informasi yang sebenarnya penting bagi peneliti.
Untuk itulah disarankan kepada para peneliti untuk sedapat mungkin tidak
menggunakan alat-alat tersebut. Baik dalam proses wawancara secara formal
maupun informal diupayakan pewawancara/peneliti menyembunyikan alat atau
simbol-simbol yang dapat mengganggu proses keterbukaan informan dalam
menyampaikan informasi dan data.
Tentu saja peneliti akan mengalami kesulitan jika tidak menggunakan alat-
alat tersebut. Karena biasanya dalam proses wawancara, informasi keluar seperti
air bah yang susah dibendung. Bayangkan saja jika proses wawancara
berlangsung 1 (satu) jam. Begitu banyak kalimat yang keluar dari informan atau
responden. Akan sulit bagi peneliti untuk mengingat semua informasi yang

79
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

terungkap dalam proses wawancara. Namun begitulah memang situasi yang harus
dihadapi oleh pewawancara. Jika menggunakan alat, maka informan akan
tertutup, namun jika tidak memakai alat-alat tersebut, maka informasi cenderung
melimpah. Berdasarkan pengalaman, pilihan kedua masih lebih baik daripada
pilihan pertama, karena yang dipentingkan adalah bagaimana wawancara bisa
menggali informasi-informasi yang tersembunyi. Sehingga adalah sia-sia jika
wawancara yang menggunakan alat hanya bisa mengungkap informasi atau data
yang bersifat umum atau di permukaan.
Cara mengatasi ketiadaan penggunaan alat tersebut adalah dengan
mempertajam daya ingat seorang peneliti atau pewawancara. Tentu saja daya
ingat masing-masing orang sangat berbeda-beda. Namun hal itu tidak menjadi
masalah, yang penting peneliti berusaha semaksimal mungkin konsentrasi dalam
proses wawancara, sehingga informasi-informasi yang penting dapat terekam
dalam fikiran si pewawancara.
Cara lainnya adalah dengan melakukan pencatatan setelah wawancara
berakhir. Dengan secepat mungkin melakukan pencatatan setelah wawancara
berakhir, maka berbagai informasi yang diperoleh masih segar dalam ingkatan si
pewawancara, sehingga dengan mudah dapat dituliskan kembali dalam sebuah
buku catatan. Berdasarkan pengalaman, waktu jeda paling lama antara kegiatan
wawancara dengan proses pencatatan kembali adalah 12 jam. Jika lewat dari 12
jam, maka tingkat kelupaan akan semakin besar, sehingga kehilangan informasi
akan semakin tinggi pula.
Jika seorang peneliti melakukan wawancara pada pagi hari, siang atau sore
hari, maka waktu yang paling tepat melakukan pencatatan adalah 1 (satu) jam
setelah wawancara berakhir. Misalnya saja peneliti melakukan wawancara di
kediaman bapak Lalu Agus di Dusun Cempaka, Desa Suele. Setelah wawancara
berakhir, secepatnya pewawancara mencari sebuah tempat yang tenang sehingga
proses mengingat kembali dapat berjalan lancar. Setelah pencatatan selesai,
barulah pewawancara melakukan wawancara ke informan lain. Sangat tidak
disarankan kepada pewawancara untuk melakukan wawancara sekaligus terhadap
2 atau lebih dari 3 orang dan melakukan pencatatan beberapa jam kemudian. Jika
hal itu terjadi, berdasarkan pengalaman, akan terjadi ketidaksesuaian antara
informasi dengan informan. Peneliti akan mengalami kesulitan untuk
menempatkan informasi apa, dan siapa yang mengungkapkan. Bisa saja
kemudian akhirnya informasi dan informan menjadi terbalik-balik. Dan hal ini
tidaklah baik dalam proses analisis data pada tahapan selanjutnya.
Ketika seorang peneliti sudah menyempatkan waktu melakukan pencatatan
kembali informasi dan data 1 jam setelah wawancara selesai, kemudian
melakukan wawancara dan pencatatan kembali pada informan lainnya, maka
hilangnya data akan semakin kecil. Namun adalah lebih baik kemudian peneliti
melakukan review seluruh proses wawancara yang dilakukan pada satu hari
tersebut. Waktu yang paling tepat adalah pada malam hari. Peneliti kemudian
membuka catatan-catatan yang telah dibuatnya di siang hari, kemudian
menambah hal-hal yang belum dicantumkan. Dipilih malam hari, karena pada
saat itulah suasana mulai agak tenang. Disarankan kepada peneliti untuk tidak

80
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

menunda pada keesokan harinya, karena biasanya setelah tidur malam hari,
banyak informasi yang telah hilang.
Aspek terakhir adalah terkait dengan gaya bahasa dan gaya berpakaian
peneliti. Ada baiknya peneliti melakukan penyesuaian bahasa dan penampilan
pada saat melakukan wawancara. Berpakainlah yang sederhana ketika
berhadapan dengan nelayan, petani, ibu-ibu pedagang di pasar dan masyarakat
marginal. Namun ketika mewawancarai pejabat, pegawai pemerintah, pegawai
swasta, kepala desa dan sebagainya, seorang pewawancara harus bisa
berpenampilan yang sedikit rapi. Penyesuaian ini bukan persoalan penghormatan,
namun yang lebih penting adalah bagaimana informan merasa dihormati
(terutama pejabat) dan tidak memunculkan ke seganan (terutama bagi masyarakat
marginal) terhadap informan. Begitu juga dengan gaya bahasa. Hindari
penggunaan bahasa yang rumit, istilah-istilah yang ilmiah, bahasa Indonesia yang
terlalu baku maupun ke inggris-inggrisan ketika melakukan wawancara kepada
masyarakat marginal. Namun diperbolehkan ketika melakukan wawancara
kepada orang yang berpendidikan.

3.1.2. Metode/Teknik Kuesioner


Kuesioner merupakan sebuah teknik pengambilan data yang paling banyak
digunakan dalam jenis penelitian kuantitatif, khususnya dalam metode-metode
penelitian survey, deskriptif, dan eksplanatif. Teknik ini dianggap paling tepat
dalam penelitian kuantitatif, sebab bertujuan melakukan pengukuran atas
variabel. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jenis penelitian kuantitatif
dilandasi paradigma ilmu pengetahuan yang beranggapan, realitas sosial adalah
sama dengan realitas alam yang bisa diukur. Seperti mengukur sebuah lahan,
begitu jugalah dalam mengukur realitas atau gejala sosial. Karena sifatnya
mengukur (bukan menggali), maka data dan informasi yang diperoleh melalui
teknik kuesioner adalah data dan informasi yang bersifat permukaan.
Sama dengan wawancara, teknik kuesioner disusun berlandaskan
indikator-indikator yang ada dalam definisi operasional konsep atau indikator
variabel. Berdasarkan indikator-indikator tersebutlah kemudian peneliti membuat
daftar-daftar pertanyaan yang akan diisi oleh responden. Sebelum dijelaskan lebih
lanjut tentang cara menyusun kuesioner, berikut dijabarkan beberapa jenis
kuesioner.
Teknik kuesioner atau juga sering disebut dengan angket adalah salah satu
metode pengambilan data yang cukup efektif, berlangsung cukup singkat dan
tergolong formal. Dikatakan formal, karena teknik ini menggunakan alat-alat
(lembaran kuesioner) yang diajukan kepada responden. Teknik ini juga dianggap
salah satu teknik pengambilan data yang efektif dan berlangsung cepat, karena
responden hanya mengisi jawaban atas daftar pertanyaan tanpa harus
memberikan informasi-informasi yang mendalam kepada peneliti.
Secara umum teknik kuesioner/angket dibagi atas dua jenis, yakni;

81
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

• Kuesioner/Angket Terbuka
Sebuah angket dikatakan terbuka jika tidak disediakan jawaban atas
pertanyaan, sehingga responden yang harus mengisi sendiri
Contoh angket terbuka:
Pihak mana saja yang selama ini dianggap menjadi penghambat keluarnya
peraturan desa tentang pemeliharaan hutan di desa anda?

• Kuesioner/Angket Tertutup
Yakni alternatif jawaban atas pertanyaan telah disediakan, sehingga
responden tinggal memilih diantara jawaban tersebut.
Contoh angket tertutup
Jenis pekerjaan:
a. Pegawai negeri sipil
b. Karyawan/pegawai swasta
c. TNI/Polri
d. Wiraswasta
Selain angket tertutup dan terbuka, juga terdapat varian/jenis lain dari
kuesioner/angket, yakni:
• Kuesioner/angket setengah tertutup.
Yakni jenis kuesioner dimana terdapat pilihan jawaban, namun juga
dibuka satu alternatif jawaban dimana responden harus mengisi sendiri.
Contoh:
Sebutkan pihak yang dianggap bertanggungjawab atas tidak optimalnya
pelaksanaan Otonomi Daerah di propinsi NTB.
a. Menteri Dalam Negeri
b. Gubernur Propinsi NTB
c. Dinas-dinas di Propinsi NTB
d. Kabupaten-kabupaten di Propinsi NTB
e. Lain-lain,
sebutkan_________________________________________

• Kuesioner tertutup dan setengah tertutup (jawaban “ya” dan


“tidak”)
Yakni jenis kuesioner tertutup/setengah tertutup dimana hanya tersedia dua
jawaban, yakni “ya” dan “tidak” (untuk kuesioner tertutup) dan dua
jawaban tersebut ditambah dengan pilihan yang harus diisi sendiri oleh
responden.
Contoh
Apakah anggota DPRD di Kabupaten anda telah anda anggap berpihak
kepada masyarakat?
a. Ya

82
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

b. Tidak, bila tidak berikan alasannya________________________

• Kuesioner tertutup dengan jawaban bertingkat


Yakni jenis kuesioner dengan pilihan tertutup dimana telah tersedia
jawaban yang bersifat kesesuaian pilihan bertingkat.
Contoh:
Bagaimana pendapat saudara tentang perlunya pelayanan administrasi
investasi di Kabupaten Lombok Barat dalam satu atap?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Kurang setuju
4. Setuju
5. Sangat setuju
• Kuesioner dengan jawaban bertingkat dan berbobot (score)
Yakni kuesioner yang memiliki jawaban tertutup, namun pada masing-
masing jawaban diberi score sesuai dengan tingkat favorability atau
unfavourability. Kuesioner seperti ini biasanya digunakan untuk
pengkuran variabel nominal (kategorial). Seperti pada contoh di atas. Jika
peneliti mengukur favourabilitas variabel, maka yang lebih fovourable
diberi score lebih tinggi. Misalnya saja secara sederhana, sangat tidak
setuju diberi score 1, tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4) dan
sangat setuju (5).

Jenis-jenis kuesioner yang dicontohkan di atas hanyalah sebahagian dari


begitu banyak jenis pertanyaan yang dapat disusun seorang peneliti. Salah satu
penghambat yang sering dihadapi oleh peneliti dalam membuat kuesioner adalah
ketiadaan keberanian membuat kuesioner. Peneliti, terutama para mahasiswa
terlalu terpaku dengan standar penyusunan kuesioner yang ada di buku-buku.
Padahal, kuesioner hanyalah salah satu alat/instrumen pengumpulan data. Sebagai
sebuah instrumen, tentu saja haruslah memudahkan, dan bukan mempersulit
seorang peneliti. Untuk itu dibutuhkan keberanian dari seorang peneliti (jangan
takut salah), karena kreativitas juga sangat dibutuhkan dalam menyusun
kuesioner.
Kreativitas yang dimaksud tentu saja bukan dalam artian melanggar batas-
batas-batas atau prinsip-prinsip membuat pertanyaan-pertanyaan dalam sebuah
kuesioner.

3.1.3. Metode/Teknik Observasi


Observasi merupakan salah satu metode penelitian yang cukup banyak
dilakukan dalam penelitian-penelitian. sesuai dengan namanya, observasi adalah
melakukan pengamatan dalam rangka memperoleh data dan informasi. Observasi
bukan sekedar memandang dan melihat, namun lebih dari itu, yakni upaya dalam
rangka menampilkan suasana (social scene) . ada juga pandangan yang

83
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

menyatakan bahwasannya observasi adalah sebuah proses pencatatan terhadap


gekala sosial yang diteliti sesuai dengan konteks atau setting sosialnya.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka observasi menyangkut dua hal,
yakni pencatatan dan gejala sosial berdasarkan konteksnya. Ini artinya, dengan
melakukan pengamatan, maka seorang peneliti harus berada pada sebuah
konteks/suasana/situasi sosial tertentu dan melakukan pencatatan atas apa yang
terjadi dan berlangsung pada sebuah realitas/gejala tertentu. Melalui proses
pengamatan, seorang peneliti sebenarnya berusaha untuk memahami
berlangsungnya sebuah gejala. Gejala yang diamati atau di observasi tersebut bisa
saja dalam keadaan statis maupun dinamis atau sedang berproses. Dengan
menggunakan instrumen-instrumen tertentu, baik yang sebelumnya telah
dipersiapkan maupun tidak, seorang peneliti berusaha menangkap realitas yang
sedang terjadi untuk kemudian dijadikan data dalam rangka menjawab
permasalahan penelitian.
Secara filosifis, melakukan pengamatan atau observasi mengandung arti
usaha manusia dalam mengenali atau mengungkap alam, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial. Dengan melakukan pengenalan atau mengungkap
realitas, maka manusia bisa mengerti bagaimana realitas bisa berlangsung
maupun bagaimana realitas tersebut membentuk realitas atau gejala sosial
lainnya. Dan yang tidak kalah penting adalah bagaimana realitas tersebut
berpengaruh terhadap manusia.
Ada yang beranggapan, teknik observasi adalah teknik pengumpulan data
paling valid dari seluruh teknik yang ada, karena peneliti secara langsung dapat
menggali informasi yang sangat dalam terhadap perilaku tertentu yang sedang di
observasi (Brown, 1999). Namun untuk melakukan observasi, ada beberapa
pertanyaan yang harus dijawab oleh peneliti, yakni:
1. Apakah tema atau topik penelitian bersifat
sensitif?
Apakah responde/informan bersedia menjawab beberapa pertanyaan
tentang topik-topik tertentu? Contohnya, banyak orang yang tidak
nyaman jika menyangkut hal-hal yang bersifat prasangka. Jawaban
yang bersifat prasangka dapat membuat jawaban informan menjadi
bias. Pada kasus-kasus yang sensitif dan menyangkut prasangka,
observasi merupakan teknik yang sesuai untuk digunakan.
2. Apakah peneliti mampu mengobservasi
fenomena tersebut?
Observasi dapat dilakukan jika berhubungan atau relevan dengan
penelitian. Sangatlah tidak disarankan untuk melakukan observasi,
namun informasi yang ditargetkan untuk diperoleh tidak mampu
dikumpulkan. Jika kondisi seperti ini terjadi, lebih baik gunakan
teknik lainnya.
3. Apakah peneliti memiliki cukup waktu untuk
melakukan observasi?

84
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Banyak peneliti yang tidak menyadari bahwasannya penelitian


observasi menghabiskan banyak waktu. Agar data dan informasi
yang diperoleh memenuhi syarat reabilitas, maka observasi harus
dilakukan beberapa kali. Kadangkala juga kehadiran peneliti ketika
melakukan observasi dapat merubah sikap/perilaku pihak yang di
observasi. Adalah lebih baik agar pihak yang di observasi bersikap
biasa/normal atas kehadiran peneliti. Agar hal ini terjadi, maka
peneliti harus melakukan observasi dalam jangka panjang.
4. Apakah peneliti tidak yakin dengan yang dicari?
Tidak terlalu masalah jika dalam penelitian deskriptif peneliti belum
menentukan jenis informasi yang ingin diperolehnya, karena dengan
melakukan observasi maka peneliti dapat mendapatkan hal-hal
menarik yang bisa diangkat untuk diteliti.

Seperti yang dijabarkan pada point 4, peneliti dapat menggunakan


observasi dalam menentukan tema yang akan diangkat dalam penelitian. Tentu
saja hal itu bisa dijalankan sepanjang penelitian bersifat deskriptif, karena di
tengah-tengah penelitian peneliti bisa melakukan perubahan berdasarkan temuan-
temuan lapangan. Namun dalam jenis penelitian lainnya tentu saja hal itu sulit
untuk dilakukan. Sebelum melakukan penelitian seorang peneliti sudah memiliki
kejelasan tentang informasi dan data apa yang ingin diperolehnya ketika
melakukan observasi. Namun keuntungannya, ketika melakukan observasi,
peneliti tidak harus membuat panduan yang lengkap atua terstruktur seperti dalam
melakukan wawancara atau kuesioner.
Berdasarkan tipe nya, observasi dibagi beberapa jenis, yakni:

1. Observasi langsung (direct or reactive observation)


Pada observasi langsung, masyarakat mengetahui/sadar sedang
diobservasi. Sisi negatif dari cara ini adalah, masyarakat bisa ber
reaksi atas observasi yang dilakukan. Kondisi seperti ini kerap
terjadi, karena seseorang yang sedang diamati biasanya tidak
menunjukkan seperti apa sebenarnya orang tersebut. Agar dampak
negatif tersebut bisa dikurangi, maka dibutuhkan observasi dalam
jangka panjang, sehingga orang-orang yang sedang di observasi
mulai terbiasa dan menunjukkan kebiasaan/tingkah mereka yang
sesungguhnya. Masalah lain yang bisa muncul adalah terkait dengan
generalisasi dari hasil observasi. Observasi yang dilakukan pada
seseorang tentu saja tidak mewakili orang-orang lainnya. Untuk
mengatasinya, maka lakukan observasi dalam waktu yang lebih
lama, dengan begitu peneliti akan memperoleh informasi dari
orang-orang lainnya, sehingga generalisasi hasil observasi dapat
dicapai. Aspek negatif lain dari observasi secara langsung adalah
terkait dengan masalah etika. Karena orang-orang yang di observasi
dapat melihat si peneliti yang mengobservasi, maka dapat saja
mereka memerintahkan peneliti untuk berhenti mengamati mereka.

85
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Observasi langsung juga dibagi atas dua tipe, yakni:

• Monitoring secara terus-menerus/Continuos


Monitoring (CM).
Continuos monitoring dilakukan untuk mengobservasi perilaku
obyek atau subyek. Teknik ini banyak digunakan terhadap
situasi organisasi dan juga evaluasi terhadap prestasi. Namun
teknik ini punya kelemahan yang disebut Hawthorne Effect.
Hawthorne Effect adalah kondisi dimana orang-orang yang
diobservasi (dan sadar sedang di observasi) biasanya akan
menunjukkan reaksi yang berlebihan, misalnya ketika observasi
terhadap para pekerja. Ketika di observasi, produktivitas
pekerja bisa meningkat. Teknik CM ini kerap menggunakan
alat rekam elektonik, manual ataupun penggunaan kedua-
duannya).

• Alokasi Waktu (Time Allocation).


Pada teknik ini, peneliti membuat rencana observasi pada
waktu dan tempat tertentu untuk kemudian merekam apa yang
dilakukan orang pada saat peneliti pertama kali bertemu dengan
orang yang di observasi. Teknik ini berguna untuk mengetahui
apa lama waktu orang melakukan sesuatu. Ada kalanya peneliti
yang menggunakan teknik ini menentukan tempat observasi
secara sengaja (non random), namun melakukan kunjungan
dalam rangka observasi selama beberapa kali.

2. Observasi tersembunyi (Unobtrusive Observation)


Pada teknik ini, yang di observasi tidak sadar/tahu kalau sedang
diamati. Teknik ini digunakan agar orang yang di observasi tidak
merubah perilakuknya pada saat di amati. Namun teknik ini punya
beberapa kelemahan, antara lain terkait dengan eksternal validitas,
informed consent dan pelanggaran hak privasi (invasion of privacy).
Karena dilakukan tersembunyi maka orang lain yang menilai hasil
observasi kita akan sulit percaya (eksternal validity). Demikian juga
dengan perlunya pandangan pihak lain tentang informasi yang
diperoleh (informed consent) dan kemungkinan terjadinya
pelanggaran hak pribadi orang lain (privacy).
Teknik observasi tersembunyi juga dapat dijalankan dengan dua
metode, yakni:

• Studi Jejak Perilaku (Behavior Trace Studies)


Yakni teknik pengamatan dengan tujuan memahami apa yang
pernah dilakukan oleh masyarakat/kelompok yang diamati pada
waktu sebelumnya. Teknik ini pernah dilakukan oleh
Universitas Arizona yang meneliti tentang perilaku makan dan

86
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

jenis makanan yang dikonsumsi orang dengan mengamati


sampah yang di buang oleh masyarakat tersebut.

• Observasi Penyamaran (Distinguished Field


Observation)
Peneliti pada teknik ini berpura-pura bergabung dengan
kelompok masyarakat yang sedang di observasi dan melakukan
perekaman terhadap proses yang terjadi, dan kelompok yang di
observasi tidak sadar sedang diamati.

3. Partisipasi Observasi (Pengamatan terlibat)


Selain teknik-teknik di atas, ada juga teknik observasi yang kerap
dilaksanakan oleh peneliti-peneliti ilmu antropologi atau peneliti-
peneliti di kalangan organisasi non pemerintah (LSM), yakni yang
disebut dengan Partisipasi Observasi. Pada teknik ini, peneliti secara
sengaja dan terencana melakukan observasi pada sebuah kelompok
masyarakat yang sedang di observasi dan turut dalam aktivitas yang
berlangsung di dalam kelompok tersebut. Ada dua pilihan bagi
seorang peneliti dalam melakukan teknik ini, pertama; kelompok
masyarakat yang mengenal secara baik peneliti beserta maksud dan
tujuan si peneliti, dan yang kedua; peneliti menyamarkan diri
sehingga kelompok orang yang di observasi tidak menyadari
maksud dan tujuan peneliti. Tujuan dari teknik ini bukan sekedar
mendapatkan informasi, namun juga dalam rangka mengembangkan
nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, seperti dalam membangun
solidaritas, integritas, dan kesatuan kelompok masyarakat dalam
menyelesaikan sebuah masalah dan sebagainya.
Ketika melaksanakan teknik ini, peneliti disarankan untuk bisa
benar-benar bersikap dan berperilaku selayaknya sebagai kelompok
masyarakat yang diamati, atau bisa mengidentifikasi diri menjadi
bagian dari kelompok masyarakat tersebut, dan yang lebih penting,
tidak bersikap seperti orang luar yang sedang mengamati perilaku
masyarakat.

3.1.4. Focused Group Discussion (FGD)


Focused Group Discussion (FGD) atau diskusi kelompok terfokus adalah
sebuah teknik pengumpulan data dan informasi yang sangat efektif dalam
penelitian-penelitian kualitatif. Walaupun belum banyak diterapkan oleh
perguruan tinggi, namun di kalangan LSM dan pekerja sosial lainnya, teknik ini
cukup populer karena mampu menghasilkan data dan informasi yang dibutuhkan
oleh peneliti.
Focused Group Discussion (FGD) adalah sebuah diskusi yang dilakukan
oleh beberapa orang dengan latarbelakang yang sama untuk mendiskusikan
sebuah tema yang tertentu yang disediakan oleh peneliti. Proses diskusi dilakukan

87
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

oleh seorang fasilitator atau moderator yang memperkenalkan topik diskusi dan
mendorong peserta diskusi untuk berpartisipasi dalam proses diskusi yang
berjalan alamiah antar mereka. Sebuah FGD bukanlah sebuah kelompok orang
yang diwawancarai oleh moderator dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Kesuksesan dari sebuah proses diskusi adalah jika seluruh orang yang
berpartisipasi mampu mengeluarkan pendapatnya tentang topik tertentu. Dengan
demikian, dalam proses diskusi tersebut, seluruh partisipan diperbolehkan untuk
setuju atau tidak setuju atas tentang sebuah tema.
Dalam sebuah FGD, peserta diharapkan untuk memberikan pandangan
atau pendapatnya tentang sebuah isu yang disodorkan peneliti melalui moderator
atau pun oleh peneliti secara langsung. Melalui FGD para peserta memberikan
variasi pendapat mereka masing-masing, terkait dengan pengalaman,
kepercayaan dan praktek-praktek yang telah mereka lakukan. Biasanya FGD
difokuskan pada sebuah tema penting (area of interest). Diharapkan tema yang di
diskusikan tidaklah luas, sehingga peneliti bisa mengeksplorasi tema tersebut
secara lebih mendalam.
Peserta yang terlibat dalam FGD biasanya tidaklah banyak, maksimal 8
orang. Diupayakan proses diskusi berjalan secara alamiah (tidak dibuat-buat).
Dalam proses diskusi tersebut moderator atau fasilitator dapat menyusun
beberapa pertanyaan-pertanyaan umum untuk dipertanyakan kepada peserta
diskusi. Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan umum tersebut, maka ketika tema
diskusi berjalan menyimpang dan lari dari topik diskusi dapat di luruskan
kembali.
Jenis data dan informasi yang ditargetkan untuk didapat dari proses FGD
adalah; kepercayaan masyarakat (beliefs), sikap (attitudes) dan opini. Namun
peneliti tidak bisa mengharapkan para peserta untuk memberikan informasi
detail, karena bisa saja para peserta sekedar memberikan informasi-informasi
umum yang kemudian bisa ditindaklanjuti oleh peneliti pada proses pengumpulan
data lainnya. Adakalanya para peserta tidak memberikan informasi yang ditail
atau rinci, namun opini atau pendapat yang diperoleh hanya berupa informasi-
informasi dasar yang penting bagi kelanjutan penelitian.

Keuntungan Melakukan FGD:


Adapun keuntungan-keuntungan atau manfaat yang bisa diperoleh dengan
melakukan FGD adalah,
1. Focused Group Discussion (FGD) dapat menghasilkan informasi dan
data yang cukup banyak dan cepat, sehingga bisa menghemat biaya jika
dilakukan dengan proses wawancara.
2. Cukup baik dalam mendapatkan informasi dari masyarakat atau orang-
orang yang belum bisa menulis dan membaca (illeterate communities)
3. Dapat dikerjakan oleh peneliti-peneliti yang belum terlalu memahami
metode penelitian kualitatif
4. Teknik FGD dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
yang tidak dicantumkan dalam teknik pengumpulan lain, seperti
kuesioner dan wawancara

88
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

5. Dalam proses diskusi, peneliti bisa membuat rencana tindak lanjut


bersama dengan para peserta FGD
6. Teknik FGD lebih mudah diterima oleh masyarakat karena merupakan
media komunikasi yang awam dilaksanakan masyarakat
7. Merupakan teknik yang menyenangkan (http://www.unu.edu ).

Seperti yang diungkapkan di atas, teknik pengumpulan melalui FGD


memiliki keuntungan dalam memperoleh data secara cepat dan dalam jumlah
yang cukup besar. Dibandingkan dengan melakukan wawancara, maka teknik
FGD cukup efektif dalam penelitian-penelitian kualitatif. Sayangnya metode
penelitian ini belum banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian di perguruan
tinggi, sehingga patut direkomendasikan kepada para mahasiswa-mahasiswa
dalam menyusun skripsi atau bagi peneliti lainnya.
Dalam pelaksanaannya juga cukup sederhana. Karena hanya melibatkan
sedikit orang, FGD cukup mudah untuk dilaksanakan. Pertama yang harus
dilakukan oleh peneliti adalah mempersiapkan tema diskusi yang akan
didiskusikan kepada para peserta. Usahakan tema yang akan didiskusikan
tidaklah banyak dan terlalu umum. Peneliti cukup membuat pertanyaan-
pertanyaan dasar saja yang dapat memancing reaksi dari para peserta FGD.
Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan para peserta diskusi. Peserta
diskusi yang harus terlibat adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang topik diskusi. Untuk itu peneliti harus terlebih dahulu
mengidentifikasi orang-orang tersebut. Setelah itu barulah mengundang mereka
dan mempersiapkan tempat diskusi. Upayakan diskusi dilakukan di tempat-
tempat yang tidak formal sehingga para peserta diskusi dapat secara terbuka
mengemukakan pandangannya. Berdasarkan pengalaman, melakukan FGD
dengan tema-tema yang sensitif dan serius sangat tidak efektif dilakukan di
tempat-tempat formal (seperti kantor atau ruang pertemuan), sehingga lebih baik
menggunakan tempat-tempat santai.
Dalam FGD seorang peneliti bisa sekaligus menjadi fasilitator atau
moderator. Namun kelemahannya, peneliti akan sulit merekam seluruh
pernyataan-pernyataan yang keluar dari peserta diskusi. Namun jika hanya
menjadi peserta atau pengamat, maka peneliti tidak punya keleluasaan mengatur
arah diskusi.
Akan lebih baik jika peneliti menggunakan alat rekam dalam diskusi.
Namun bisa juga memanfaatkan seorang notulen yang mencatat seluruh
informasi yang diperoleh. Namun seorang notulen harus benar-benar orang yang
terlatih, sehingga tidak ada informasi penting yang hilang.

3.1.5. Oral History


Hampir sama dengan teknik FGD, teknik oral history juga cukup jarang
digunakan di perguruan tinggi, khususnya dalam penelitian-penelitian ilmu sosial
dan politik, kecuali ilmu sejarah. Padahal, berdasarkan pengalaman, teknik ini

89
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

sangat perlu dilakukan, malah kerap menghasilkan penelitian-penelitian yang


berkualitas.
Dalam buku kecil ini tampaknya teknik oral history perlu diperhatikan
secara lebih serius, selain tidak terlalu sulit dilakukan, juga punya kontribusi
besar terhadap pengembangan ilmu, khususnya dalam penelitian-penelitian yang
mencoba merekonstruksi sejarah masa lalu.
Teknik oral history didasarkan pada sebuah pandangan bahwasannya
setiap orang memiliki cerita tentang hal-hal unik yang pernah mereka alami.
Banyak orang yang pernah terlibat pada momentum-momentum penting pada
masa lalu, ada juga yang tidak. Pengalaman masa lalu tersebut sangatlah penting
untuk dibagikan dan diceritakan kembali pada saat ini. Dan yang lebih penting
lagi, dokumen-dokumen sejarah dan buku-buku tidak banyak memberikan
informasi kepada kita tentang apa yang pernah terjadi pada masa lampau. Karena
banyak sejarah yang hanya didasarkan pada kejadian-kejadian penting dan besar,
namun melupakan atau meninggalkan kejadian-kejadian biasa (ordinary events)
maupun cerita tentang komunitas-komunitas yang kurang diperhatikan, seperti
para pengangguran dan sebagainya. Untuk itulah penelitian oral history
dilakukan, yakni mengangkat peristiwa-peristiwa masa lalu, terlepas dari penting
atau tidaknya masa lalu tersebut.
Setiap orang akan melupakan masa lalu selaras dengan berjalannya waktu,
dan masing-masing orang punya kemampuan yang berbeda dalam mengingat
sesuatu. Ada sebahagian orang yang memiliki ingatan yang lebih baik, sedangkan
yang lain cenderung cepat melupakan. Untuk itulah teknik oral history dilakukan,
karena semua memori atau ingatan dari seseorang adalah merupakan kumpulan
fakta dan pandangan/opini yang keduanya sangatlah penting. Jadi, ketika
penelitia mewawancarai seseorang, adalah lebih baik jika informasi yang kita
dapatkan adalah pengalaman langsung dari orang yang diwawancarai, cerita dari
seorang saksi mata, sedangkan cerita-cerita lain di luar dua jenis informasi
tersebut tidak disarankan untuk dicatat, karena kemungkinan merupakan
informasi yang didengar dari pihak lain (second hand information).

Persiapan melakukan Oral History


Sebelum melakukan wawancara, seorang peneliti harus terlebih dahulu
memahami latarbelakang penelitiannya, dengan cara menelusuri literatur-literatur
yang berhubungan, seperti buku-buku, peta, majalah atau surat kabar, dari
perpustakaan lokal atau kantor arsip. Selanjutnya peneliti membuat daftar
pertanyaan yang nantinya akan diajukan kepada informan. Namun dalam
membuat pertanyaan tersebut haruslah hati-hati, jangan sampai terlalu kaku
karena malah nantinya akan mempersempit perolehan informasi. Namun daftar
pertanyaan tersebut haruslah runtut atau tidak melompat-lompat. Usahakan
membuat format pertanyaan secara sistematis, sehingga proses wawancara
berjalan sesuai dengan alur sejarah yang diteliti. Untuk menyusun format
pertanyaan tersebut, seorang peneliti bisa membuatnya secara logis, malah jika
memungkinkan harus sesuai dengan struktur kronologis sejarah.

90
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Berbeda dengan dalam proses wawancara biasa, teknik oral history adalah
wawancara yang dilakukan dengan sangat pribadi, karena apa yang akan
diungkapkan oleh seorang informan adalah merupakan pengalaman langsung.
Untuk itu, adalah lebih baik bagi seorang peneliti untuk terlebih dahulu membuat
pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan informasi-informasi individu
informan, seperti tentang; tempat dan tanggal lahir, sejarah keluarganya, masa
muda mereka, pekerjaa-pekerjaan mereka masa lalu dan sebagainya. Setelah
pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan, barulah peneliti bisa masuk pada
pertanyaan-pertanyaan lain yang menyangkut pengalaman pelaku/informan
terhadap tema yang sedang diteliti. Agar wawancara berlangsung lancar, peneliti
harus mengkondisikan proses wawancara berjalan secara alamiah. Usahakan
tidak terlalu berlebihan dalam mempersiapkan proses wawancara, minimalkan
penggunaan catatan-catatan, dan usahakan gunakan tape recorder yang
tersembunyi.
Dalam melakukan wawancara, sering kali seorang peneliti mendapatkan
informasi-informasi yang tidak terduga sebelumnya. Jadi, adalah lebih baik bagi
seorang peneliti untuk menyediakan banyak ruang kepada informan untuk
menceritakan hal-hal lain di luar yang ditanyakan oleh peneliti. Namun tetap saja
peneliti harus jeli dan memandu proses wawancara.
Cara yang paling baik dalam menemukan atau menentukan informan yang
akan diwawancarai dalam teknik oral history adalah dengan pendekatan pribadi
(personal contact). Hindari menggunakan surat atau telepon, karena dengan
bertemu secara langsung, peneliti juga dapat sekaligus memperkenalkan diri
kepada informan, sehingga bisa mencairkan suasana dan membangun kedekatan.
Sebelum wawancara dilakukan, katakan ke informan bahwasannya peneliti ingin
membicarakan masa lalu atau cerita tentang hidup si informan. Demikian juga
dengan pada proses wawancara berlangsung. Adalah lebih baik melakukan
wawancara tatap muka empat mata, dan buat suasana wawancara dimana terdapat
kepercayaan dan kejujuran antara pewawancara dengan yang di wawancarai. Dan
yang juga tidak kalah penting adalah, hindari kehadiran orang lain, karena akan
mengganggu keleluasaan proses wawancara.
Pilih tempat yang sepi dalam melakukan wawancara. Hindari tempat-
tempat yang ramai, seperti yang berada dekat dengan jalan umum. Jika mungkin
juga jauh dari kebisingan alat elektronik seperti radio dan televisi. Demikian juga
dalam hal sikap peneliti. Peneliti atau pewawancara harus tetap sadar
bahwasannya mereka adalah tamu, sedangkan orang yang diwawancarai adalah
orang yang lebih tua.
Hal terakhir adalah mengenai prinsi-prinsip dalam mengajukan pertanyaan. Ada
beberapa prinsip yang harus diperhatikan (http://www.ohs.org.uk, 2008), yakni;

• Jangan meng interupsi, jangan terlalu banyak


bertanya. Tujuan peneliti adalah membuat informan bercerita,
bukan si peneliti yang harus bercerita. Tunggu sampai ada jeda
waktu barulah mengajukan pertanyaan lain. Dengar cerita

91
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

informan dengan seksama dan juga dengan tetap berlangsung


tatap mata dengan informan.
• Membuat bahasa tubuh yang positif. Bahasa
tubuh seperti senyum dan anggukan adalah lebih baik daripada
menggunakan suara seperti “ohh…”, “hmmm…” dan lainnya.
• Bersikaplah santai, tidak tergesa-gesa dan
simpatik
• Jangan membuat pernyataan-pernyataan
kontradiktif atau membangun debat dengan informan
• Jangan takut mengajukan pertanyaan
selanjutnya, namun jangan membuat pertanyaan yang
melompat-lompat. Untuk mengeksplorasi atau menggali lebih
dalam, ajukan pertanyaan dengan kata awal seperti “mengapa?”
atau “bagaimana perasaanmu pada saat itu?”
Setelah semua proses dan prinsip yang dijabarkan di atas dapat dijalankan,
maka langkah selanjutnya adalah menjamin seluruh data dan informasi tersebut
dapat terdokumentasi dengan baik, sehingga bisa dijadikan bahan dalam
menganalisis tema/topik penelitian. Namun bagi peneliti pemula, teknik oral
history ini bisa dilakukan kepada orang-orang terdekat, seperti orang tua, tokoh-
tokoh tua di desa dan sebagainya. Dengan melakukan latihan kepada orang
terdekat, maka akan semakin lancarlah peneliti dalam menggunakan teknik ini.

3.1.6. Live In
Live in atau tinggal bersama adalah sebuah teknik pengumpulan data yang
berakar dari paradigma interpretatif yang kemudian mendasari jenis penelitian
kualitatif. Inti dari teknik ini adalah upaya memahami atau mendalami sebuah
realitas (hidup manusia atau masyarakat) berdasarkan kondisi alamiahnya.
Tidak seperti teknik kuesioner yang dengan sengaja membangun jarak
dengan realitas/orang yang di teliti, maka teknik live ini diterapkan secara sangat
dekat dengan pihak yang diteliti, bahkan seorang peneliti harus bisa juga
mengidentifikasi sebagai orang yang diteliti. Teknik kuesioner atau wawancara
memiliki kelemahan, dimana informasi dan data yang diperoleh hanya berada di
permukaan, sehingga informasi yang tersembunyi dan mendalam tidak mungkin
diperoleh dengan cara tersebut. Namun teknik live in memang disengaja
dilaksanakan dalam rangka mengungkap realitas yang biasanya banyak ditutup-
tutupi atau berada di balik kesadaran informan.
Misalnya saja jika seorang peneliti ingin mengungkap realitas kehidupan
seorang sales promotion girl di sebuah plaza atau mall. Jika menggunakan teknik
wawancara atau kuesioner, maka data yang diperoleh hanya tentang umur, lama
bekerja, pendidikan, pengalaman kerja, upah yang diperoleh per bulan,
pengeluaran dalam satu bulan, kondisi keluarga, dan sebagainya. Namun teknik
itu tidak akan bisa mengungkap perasaan si SPG. Demikian juga ketika
melakukan observasi. Peneliti hanya dapat menilai, seorang SPG adalah orang

92
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

yang dituntut harus berpakaian rapi, bersih, cantik atau cakep dan sebagainya.
Jika didasarkan pada data-data seperti itu, peneliti mungkin mengambil
kesimpulan bahwasannya SPG tersebut merasa berkecukupan dan puas dengan
jenis pekerjaannya.
Jika menggunakan teknik live in, maka peneliti bisa mengungkap hal-hal
sangat tersembunyi dari seorang informan. Bukan hanya tentang kondisi
keluarganya, namun juga tentang kesedihan-kesedihan, impian seorang SPG di
masa depan, keluhan-keluhan yang tersimpan di hatinya, dan sebagainya.
Teknik live in memang banyak dilakukan kalangan penggerak LSM
maupun pekerja sosial yang berkecimpung dalam bidang penguatan masyarakat.
Teknik ini sangat tepat dilakukan, karena peneliti bisa membangun kedekatan
yang sempurna dengan seorang informan, sehingga informasi-informasi paling
tersembunyi pun bisa diperoleh.
Langkah pertama yang dilakukan seorang peneliti dalam menggunakan
teknik ini adalah mempersiapkan point-point informasi yang ingin diperolehnya.
Selanjutnya, peneliti mencari informan, mengidentifikasi calon informan dan
membangun kedekatan. Dalam mengidentifikasi atau membangun kedekatan,
peneliti bisa melakukan dua cara. Cara pertama adalah secara purposive, yakni
menentukan kriteria informan untuk kemudian mendekati informan yang sesuai
dengan kriteria-kriteria tersebut. Cara kedua adalah dengan teknik accidental,
dimana peneliti secara tidak sengaja atau kebetulan bertemu dengan seorang
informan dan mencoba membangun hubungan komunikasi yang intens.
Setelah hubungan komunikasi terjalin dengan baik, maka langkah
selanjutnya adalah mulai membangun kedekatan personal. Kedekatan personal ini
bisa dalam beberapa bentuk, seperti mengidentifikasi sebagai kakak, abang, adik,
saudara atau pacar. Tentu saja dalam sebuah penelitian cara-cara itu sah untuk
dilakukan. Namun peneliti juga harus mempertimbangkan aspek etika maupun
resiko psikologis yang mungkin akan terjadi jika hubungan dengan informan
terjalin secara sangat dekat.
Langkah selanjutnya setelah hubungan personal terjalin adalah mencoba
untuk tinggal bersama dengan informan. Tentu saja jika harus tinggal dengan
informan, maka pertimbangan jenis kelamin harus dipegang oleh peneliti. Aspek
norma mungkin harus dipertimbangkan, sehingga adalah lebih tepat jika penili
laki-laki tinggal dengan informan laki-laki dan juga bagi peneliti perempuan
untuk informan perempuan.
Tinggal bersama yang direkomendasikan pada teknik ini tentu saja bukan
tinggal dalam artian selamanya. Tinggal bersama ditujukan agar proses
komunikasi bisa berlangsung sangat terbuka, sehingga tidak ada lagi informasi
yang tersembunyi dari informan. Bisa saja proses tinggal bersama itu hanya
berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu. Setelah informasi yang
diperoleh dirasakan cukup, maka peneliti bisa mengambil keputusan untuk
berhenti dan melanjutkan dengan informan lain atau langsung melakukan
analisis.

93
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Teknik ini cukup efektif untuk tema-tema penelitian yang sensitif, seperti
perilaku sex remaja, kehidupan petani miskin, buruh kasar atau kisah buruh
perempuan, pola hidup masyarakat miskin kota atau desa dan sebagainya. Ketika
proses live in dijalankan, peneliti bisa memperoleh banyak sekali informasi.
Informasi tersebut bisa diperoleh ketika peneliti dan informan makan bersama
dengan keluarga informan, obrolan menjelang tidur, obrolan ketika bekerja di
sawah dan sebagainya. Bahkan dari pengalaman, peneliti juga bisa ikut dalam
pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh informan. Bahkan ada peneliti yang
pernah menjadi penjual bakso bersama dengan informan.
Teknik ini biasanya tidak digunakan untuk jenis penelitian dengan banyak
informan. Karena sifatnya menggali dan mendalami kehidupan seseorang, maka
teknik ini cukup dilakukan pada 3 atau 5 informan saja. Namun data dan
informasi yang diperoleh tidak bisa digeneralisir terhadap seluruh masyarakat
yang memiliki karakter serupa dengan informan. Misalnya saja penelitian tentang
kisah supir angkot. Peneliti mendalami kehidupan 3 orang supir angkot.
Informasi tentang 3 keluarga supir angkot tersebut bukan merupakan
representasi/keterwakilan dari seluruh sopir angkot di sebuah kota.
Hal yang patut diperhatikan juga adalah bagaimana peneliti bisa mengingat
atau merekam seluruh proses yang dilakukan pada saat live in. peneliti harus bisa
membuat gambaran lengkap tentang banyak hal yang terkait dengan kondisi
informan. Misalnya saja, walaupun tidak menggunakan kamera, peneliti harus
bisa menggambarkan bagaimana kondisi rumah informan, dengan begitu orang
lain akan tau, seperti apa kehidupan para supir angkot.

3.1.7. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dalam penelitian sosial adalah teknik yang kerap
sekali tidak digunakan secara tunggal. Sesua dengan asal katanya, teknik
dokumentasi adalah pengambilan data berupa barang-barang tertulis. Teknik ini
cenderung lebih mudah dilakukan dibandingkan teknik pengumpulan data lainnya
karena peneliti tidak diharuskan mengambil data secara langsung dari responden
atau informan. Peneliti hanya melakukan pencatatan terhadap data yang sudah
ada dalam dokumen-dokumen yang sudah ada untuk kemudian menyatukannya
dalam sebuah format data dokumen yang mendukung proses analisis lebih lanjut.
Teknik pembuatan panduan pelaksanaan metode dokumentasi pun cukup
sederhana, dimana peneliti membuat instrumen dalam bentuk panduan yang
berisi variabel-variabel terpilih dan menyusunnya dalam sebuah daftar check list
yang sesuai dengan kebutuhan penulis dan keperluan analisis data. Menurut Guba
dan Lincoln (1985), dokumen dapat digunakan untuk keperluan penelitian karena
memenuhi kriteria atau alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti:
1. Dokumen merupakan sumber yang stabil
2. Berguna sebagai bukti untuk pengujian
3. Sesuai untuk penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah
4. Tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi

94
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

5. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas


tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

Lima point di atas perlu mendapat perhatian dari peneliti, karena sering
sekali kemudian data-data dan informasi yang diperoleh melalui teknik
dokumentasi kemudian tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga kemudian
dapat mempengaruhi data lainnya. Seperti pada point satu, yakni kestabilan data
dokumen. Ada banyak data-data dokumen yang sukar dipertanggungjawabkan
karena sumbernya sangat tidak jelas. Untuk itu seorang peneliti harus hati-hati,
jangan sampai sumber tersebut dibuat atau disusun oleh pihak-pihak yang dengan
sengaja memanipulasi kejadian masa lalu atau disusun secara minimal.
Seorang peneliti sejarah mungkin sangat berkepentingan terhadap data-
data dalam bentuk dokumen. Namun data-data tersebut harus terlebih dulu
ditelusuri, apakah memang muncul sesuai dengan konteks lahirnya realitas atau
pada realitas lainnya, kemudian dianggap (dimanipulasi) menjadi terkait dengan
konteks tema penelitian. Untuk itu peneliti harus jeli dan melakukan pengujian,
seperti bertanya kepada pihak yang paham tentang asal-usul dokumen tersebut.
Demikian juga hal nya dengan data dalam bentuk dokumen statistik. Ada banyak
data statistik yang sangat minimal bahkan mengalami perubahan terus-menerus,
atau bisa juga data yang dibuat asal-asalan atau di rekayasa. Untuk dokumen jenis
itu peneliti disarankan untuk tidak menggunakannya, sehingga nantinya tidak
kontrakdiktif dengan data-data lainnya.
Pada point ke dua juga harus menjadi perhatian dari peneliti. Dalam
banyak penelitian, seorang peneliti sering sekali tidak fokus dengan data yang
ingin diperolehnya. Dikarenakan terlalu bersemangat atau menganggap semuanya
penting, sehingga beberapa data dokumen yang tidak diperlukan dalam proses
analisis juga dicatat oleh peneliti. Tentu saja tindakan ini tidaklah terlalu
merugikan, namun dengan melakukan hal tersebut peneliti menghabiskan banyak
waktu dan biaya yang tidak perlu. Salah satu cara yang bisa meminimalisasi
mubazir nya data adalah dengan membuat check list. Namun check list tersebut
juga kadang-kadang dilanggar ketika peneliti dihadapkan dengan banyaknya data,
sehingga beberapa dokumen yang hanya sedikit memiliki keterkaitan atau tidak
terkait secara langsung juga dicatat atau didokumentasi oleh peneliti.
Menurut Lexy Moleong, dokumen dapat dibagi atas dua jenis, yakni
dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi adalah berisi catatan-
catatan yang bersifat pribadi, seperti buku harian, catatan-catatan lepas, foto
pribadi, film, dan sebagainya, sedangkan dokumen resmi adalah berisi catatan-
catatan yang bersifat formal, seperti data statistik, dokumen aturan dan
perundangan, resi-resi seperti kuitansi dan sebagainya, foto dan film yang dibuat
secara resmi, peta yang disusun oleh lembaga-lembaga dan sebagainya.
Pembagian jenis dokumen seperti yang dijabarkan oleh Moleong tersebut
tentu saja pada prakteknya agak sulit dipisahkan di lapangan. Agar tidak men sia-
siakan waktu, apalagi jika data dan informasi dalam bentuk dokumen terlalu
minim, disarankan kepada peneliti untuk tidak terlalu kaku dalam mengumpulkan

95
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

data tersebut. Namun ketika data yang tersedia terlalu banyak, maka peneliti
harus lebih selektif.
Pada sisi selektivitas memilih dokumen, peneliti juga harus memiliki
kriteria yang harus dijalankan. Untuk jenis penelitian sosial yang non sejarah,
adalah lebih baik menggunakan dokumen terbaru, karena yang ingin berguna
dalam proses analisis data bukanlah informasi-informasi masa lalu yang sudah
out of date. Misalnya saja dalam melakukan penelitian tentang kebijakan-
kebijakan pemerintah kabupaten/kota dalam membangun kemandirian keuangan
daerah. Peneliti harus mengutamakan dokumen-dokumen terbaru terkait dengan
kebijakan-kebijakan maupun program-program pembangunan terbaru yang
dikeluarkan dan dilaksanakan oleh kabupaten/kota. Kemudian jika data tersebut
mencukupi, barulah peneliti mengkonsentrasikan diri untuk menelusuri dokumen-
dokumen yang lebih lama. Tapi tetap dalam melakukan analisis, peneliti harus
tetap fokus pada dokumen-dokumen terbaru yang pernah ada, sehingga derajad
kekinian hasil penelitian tidak diragukan.

3.1.8. Test
Salah satu jenis pengumpulan data yang juga sering dilakukan di
perguruan tinggi, terutama ilmu psikologi dan pendidikan adalah teknik test.
Teknik ini pada hakekatnya bersumber dari paradigma penelitian behavioristik,
dimana peneliti melakukan pengukuran terhadap variabel, terutama variabel-
variabel sikap dan opini yang terkait dengan komponen kognitif, afektif dan
perilaku manusia (Azwar, 1998). Teknik test banyak dimanfaatkan oleh ilmu
psikologi dan pendidikan karena pada dua ilmu tersebut peneliti banyak
melakukan studi perbandingan (komparasi) dan eksperimen terhadap variabel.
Teknik test sebenarnya hampir mirip dengan sebuah kuesioner, namun
jawaban-jawaban yang ditentukan oleh peneliti (biasanya teknik kuesioner
tertutup) kemudian diberi bobot nilai atau score oleh peneliti. Namun pada teknik
ini peneliti sangat bersifat teoritik dan matematis, karena untuk menentukan score
tersebut peneliti kemudian harus mengacu pada pola pemberian score yang telah
dilakukan sebelumnya. Sangat jarang peneliti yang menggunakan teknik ini
membuat pola score atau pembobotan yang sama sekali berbeda dengan yang
telah dilakukan sebelumnya, karena variabel yang diteliti pun biasanya sudah
banyak diteliti oleh orang lain.
Secara formal, teknik atau metode test digunakan untuk memperoleh
informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin
seseorang dengan menggunakan pengukuran yang menghasilkan deskripsi
kuantitatif tentang aspek yang diteliti. Misalnya saja seorang peneliti
menggunakan teknik test untuk mengukur kemampuan bersosialisasi seorang
mahasiswa. Kemampuan bersosialisasi adalah sebuah variabel penelitian yang
akan di ukur sehingga diperoleh gambaran secara kuantitatif (kemampuan
sosialisasi berdasarkan angka atau nilai) pada beberapa orang mahasiswa yang
dijadikan responden atau obyek penelitian. Dengan menggunakan teknik ini,
peneliti tidak berurusan dengan pernyataan-pernyataan dari obyek tentang apa
yang dimaksud dengan kemampuan sosialisasi. Peneliti secara obyektif membuat

96
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

beberapa instrumen (dalam bentuk pertanyaan dengan jawaban tertutup yang


telah diberi score) untuk direspon oleh obyek penelitian. Dalam penelitian ini
responden atau obyek penelitian tidak memberikan respon yang panjang, namun
biasanya diharuskan membuat respon singkat dalam bentuk pilihan-pilihan
jawaban.
Misalnya saja ketika peneliti membuat sebuah pernyaan yang harus
dijawab oleh obyek penelitian seperti di bawah ini:

97
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Untuk meningkatkan keakraban di kampus, perlu dilakukan kegiatan-


kegiatan di luar kampus.
Setuju . . . . . . . Tidak setuju

Berdasarkan contoh di atas, tugas dari seorang responden atau obyek


penelitian aralah membuat tanda tentang (check list) pada bagian-bagian kosong
di dalam kotak-kotak tersebut. Tentu saja sepertinya respon tersebut sangat
abstrak, karena hanya ada dua jenis jawaban, yakni setuju dan tidak setuju, dan
responden diharapkan mengisi derajad kesetujuan dan ketidaksetujuan
berdasarkan pandangan, penilaian, sikap dan perasaan dari obyek penelitian.
Namun begitulah dalam melakukan test. Yang diutamakan dari seorang
responden atau informan adalah memilih jawaban yang abstrak. Namun
sebenarnya bagi peneliti atau orang yang membuat pernyataan dan sikap tersebut,
di dalam kolom-kolom kosong tersebut sudah terdapat bobot atau score tertentu.
Misalnya saja di kolong paling tengah ada nilai 0 (nol) atau pun 4 (empat),
sedangkan di kolom lainnya terdapat score 1-7 (atau 7-1), sesuai dengan
kepentingan peneliti.
Ketika responden telah mengisi kolom-kolom tersebut, barulah kemudian
peneliti akan melakukan pengukuran. Pengukuran tersebut secara sederhana
adalah menjumlahkan angka atau bobot yang ada dan telah di isi oleh masing-
masing responden, untuk kemudian di analisis. Tentu saja contoh di atas adalah
salah satu bentuk test yang sering digunakan oleh peneliti. Masih banyak pola
lain yang kerap digunakan oleh peneliti, namun pada prinsipnya setiap jawaban
dari seorang responden memiliki bobot tersendiri yang menggambarkan sikap
seorang responden terhadap sebuah pernyataan.
Perlu dipahami juga, teknik test dibuat dengan tidak dalam bentuk
pertanyaan, namun dibuat dalam bentuk pernyataan sikap (attitude statements).
Bentuk pernyataan dibuat agar responden atau obyek penelitian memilih respon
yang sesuai dengan aspek kognitif, afektif dan perilakunya, tanpa disertai dengan
respon lanjutan. Namun pembuatan pernyataan sikap tersebut harus dilakukan
hati-hati, karena harus menyangkut salah satu dari ketiga aspek (kognitif, afektif
dan konatif). Seperti yang dicontoh kan di bawah ini.

• Korupsi melanggar hak orang lain (aspek afektif) emosi dan perasaan
• Korupsi dapat merugikan negara dan menghancurkan ekonomi bangsa
(aspek kognitif) atau pengetahuan/pengalaman
• Andai saya berwenang, saya akan mengeluarkan kebijakan hukuman
mati bagi koruptor (aspek konatif) atau perilaku seseorang

Seperti halnya dalam membuat kuesioner, panduan wawancara, observasi


maupun teknik pengambilan data lainnya, maka sumber utama pembuatan teknik
test adalah variabel penelitian. Teknik test biasanya dilakukan pada penelitian
ekspertimental maupun komparatif dimana peneliti akan melakukan pengukuran

98
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

terhadap variabel. Misalnya saja peneliti mengangkat penelitian tentang


kepemimpinan terhadap kepuasan kerja di sebuah instansi pemerintah. Ada dua
variabel dalam penelitian tersebut, yakni kepemimpinan dan kepuasan kerja.
Dalam melakukan penelitian tersebut, seorang peneliti ingin mengukur tingkat
kepuasan kerja di sebuah unit kerja dengan sampel sebanyak 30 orang. Selama
kurang lebih 3 bulan peneliti melakukan pengamatan terhadap pola
kepemimpinan yang dijalankan oleh kepala unit kerja. Dengan teknik wawancara
dan observasi peneliti bertanya kepada kepala unit tentang sistem kerja yang
diterapkan oleh pemimpin tersebut. Selama 3 bulan pula peneliti tersebut
melakukan pengamatan terhadap jalannya sistem kerja dan implementasi oleh
para 30 orang karyawan.
Menjelang 3 bulan berakhir, kemudian peneliti membuat instrumen test
yang didasarkan pada variabel penelitian (kepemimpinan dan kepuasan kerja)
yang dikombinasikan dengan temuan-temuan pada saat melakukan observasi dan
wawancara. Akhirnya peneliti pun merampungkan instrumen test tersebut. Kira-
kira ada 30 pernyataan yang akan diajukan kepada para pewagai, antara lain;

1. Kedisiplinan pegawai sangat dipengaruhi oleh kedisiplinan pimpinan.


Setuju ……. ……. ……. ……. ……. ……. Tidak setuju
2. Kepemimpinan yang arogan berdampak terhadap motivasi kerja pegawai
Setuju ……. ……. ……. ……. ……. ……. Tidak setuju
3. dan seterusnya

Disebalik titik-titik tersebut peneliti sudah memiliki score tertentu.


Biasanya, yang favourable (positif/baik) memiliki score yang lebih tinggi,
sedangkan yang un favorable (negatif/buruk) dinilai rendah atau negatif. Namun
score tersebut tidak ditampilkan, karena hanya peneliti yang tau. Jika score
ditampilkan, maka ada kemungkinan responden akan merekayasa isiannya. Bisa
saja kerja takut dengan atasan, kemudian responden mengisi pada kolom-kolom
yang favourable, sehingga tidak disalahkan oleh atasan. Hal seperti ini sekaligus
menjadi kelemahan dari teknik test. Memang ada cara yang bisa digunakan untuk
mengurangi kelemahan tersebut, salah satunya adalah dengan tidak
mencantumkan nama responden, sehingga responden yakin bahwa apa yang di
isinya tidak akan berdampak negatif terhadap dirinya.
Setelah semua terisi, langkah selanjutnya adalah melakukan cek data.
Mungkin ada beberapa pernyataan yang tidak diisi oleh responden. Sebelum
peneliti pulang, ada baiknya ia memeriksa terlebih dahulu isian tersebut. Jika ada
yang masih kosong atau tidak terisi, maka menjadi tugas peneliti untuk
mengembalikan lembaran isian test tersebut kepada responden yang
bersangkutan. Setelah semua lembaran isian test selesai di isi dan di re check
ulang, barulah kemudian peneliti malakukan perhitungan statistik untuk
mengukur tingkat kepuasan kerja pegawai terhadap pola kepemimpinan tertentu.
Metode atau teknik test ini tidak dapat digunakan dalam metode penelitian
kualitatif, seperti research action, atau deskriptif, karena dalam penelitian
kualitatif tidak dimaksudkan melakukan pengukuran atas variabel. Tetap saja data

99
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

yang diperoleh melalui teknik test ini merupakan data permukaan. Metode test
tidak dapat menyentuh informasi yang bersifat mendalam atau tersembunyi dari
seorang informan atau responden.

------------------------₪₪₪₪------------------------

100
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Bagian  Sampling dan


Informan Penelitian

4.1.

Metode Penentuan Responden/Informan dan


Metode Sampling

S ecara umum, metode penentuan obyek atau subyek penelitian dibagi atas
dua, yakni metode penentuan responden yang digunakan untuk penelitian
kualitatif dan metode sampling yang digunakan untuk penelitian
kuantitatif. Dalam hal ini peneliti harus hati-hati dalam menggunakan beberapa
istilah tersebut. Jika menyebut soal sampling, maka berhubungan dengan sampel.
Sedangkan jika kita menyebut sampel, maka sudah pasti terkait dengan populasi,
sedangkan populasi dan sampel hanya digunakan untuk penelitian yang bersifat
kuantitatif. Demikian juga ketika peneliti menyebut istilah informan dan
responden. Responden adalah orang (disebut juga subyek) yang memberikan
respon secara ringkas kepada peneliti tentang data maupun informasi yang
dibutuhkan. Sedangkan informan merupakan subyek yang memberikan informasi
secara mendalam tentang sebuah informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.
Dengan demikian, peneliti diharapkan tidak menggunakan istilah informan pada
penelitian kuantitatif, dan tidak menggunakan istilah sampel atau populasi dalam
penelitian kualitatif. Berikut dijabarkan beberapa batasan penggunaan istilah
yang kerap dipakai dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif.

Tabel
Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
dalam Pengumpulan Data

Karakteristik Kualitatif Kuantitatif


Siapa yang diteliti Kelompok masyarakat, Populasi
orang/individu
Orang yang Responden dan informan sampel
memberikan
data/informasi
Pendekatan Subyektif Obyektif
Jenis data kualitas kuantitas
Variabel Nominal dan ordinal Ordinal, Interval
dan Rasio
Penentuan pihak Purposive Random sampling

101
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

yang diteliti
Analisis Interpretatif/pemahaman statistik

Untuk itulah diharapkan peneliti bisa konsisten dalam menggunakan


istilah-istilah tersebut. Hal ini penting agar peneliti bisa memahami bahwasannya
perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif bukanlah sekedar perbedaan,
namun sudah menyangkut persoalan filosofis dan paradigma penelitian.
Perbedaan filosofis tersebut kemudian membuat dua metode tersebut memiliki
dasar, karakter dan proses yang berbeda (Faisal, 1990). Ketika menggunakan
penelitian kualitatif, maka akan banyak aspek yang harus mengikuti, demikian
juga pada saat memilih penelitian kuantitatif.
Salah satu perbedaan yang cukup besar antara penelitian kualitatif dengan
kuantitatif adalah dalam hal penentuan subyek atau obyek
masyararakat/orang/kelompok yang diteliti. Penelitian kuantitatif cenderung
melakukan penelitian pada jumlah orang yang banyak, atau dalam istilahnya
melakukan penelitian pada jumlah sampel yang besar dari sebuah populasi. Besar
kecilnya populasi tersebut tentu saja sangat relatif. Pada penelitian eksperimental
(percobaan), jumlah 30 atau 100 orang sudah cukup banyak, namun dalam
penelitian survey atau eksplanatif, jumlah tersebut tergolong sedikit, tergantung
dari jumlah populasinya.
Salah satu alasan mengambil jumlah sampel yang besar tersebut juga
adalah didasarkan pada tujuan dari penelitian kuantitatif yang ingin men-
generalisir atau mengambil kesimpulan secara umum atas sampel yang diteliti.
Misalnya saja peneliti meneliti 100 (sampel) dari 900 orang (populasi) pegawai
pemerintah yang ada di Kabupaten Lombok Tengah. Ketika mengambil
kesimpulan terhadap 100 orang tersebut, sebenarnya kesimpulan tersebut bukan
hanya untuk yang 100 orang, namun untuk seluruh populasi (900 orang pegawai).
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dijabarkan teknik sampling yang kerap
dilakukan dalam penelitian kuantitatif.

4.1.1. Teknik Sampling Metode Penelitian


Kuantitatif
Apa yang disebut dengan Populasi dan Sampel?
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan (Sugiono,
2002), sedangkan sampel adalah sejumlah obyek atau orang-orang ataupun benda
yang merupakan sebahagian dari populasi tersebut. Definisi seperti ini cukup
mudah dipahami, namun pada prakteknya kadang-kadang sulit, bahkan dipersulit
oleh peneliti sendiri.
Menggunakan sampel atau sebahagian dari populasi dalam penelitian
dilatarbelakangi oleh adanya keterbatasan. Selain dikarenakan keterbatasan dana,
waktu dan tenaga, pilihan menggunakan sampel dalam penelitian juga
dimungkinkan karena adanya landasan teori maupun praktek yang mendukung.

102
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Misalnya saja kita ingin mengetahui kandungan gizi dalam buah pisang. Tidaklah
perlu mengambil seluruh pisang yang ada di pasar. Pisang adalah sebuah varietas
tanaman buah yang jenisnya tidak terlalu banyak. Tidaklah efektif jika untuk
meneliti kandungan gizi dalam pisang diketahui dengan cara mengambil seluruh
pisang yang ada di pasar-pasar maupun di kebun warga. Cukup ambil beberapa
jenis pisang, dimana setiap jenis di ambil satu atau dua buah saja. Dengan cara
begitu kita bisa mengetahui kandungan gizi apa saja yang ada di dalamnya.
Begitu juga dengan penelitian sosial. Tidaklah harus bertanya kepada
seluruh tukang yang ada di Kota Mataram untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan mereka. Cukup ambil sejumlah tukang ojek yang dianggap
mewakili seluruh populasi tukang ojek di Kota Mataram. Tentu saja untuk
menentukan representatif/keterwakilan populasi pada sampel ada hitung-
hitungannya, terutam hitungan yang menggunakan statistik.
Sebelum dijelaskan tentang beberapa jenis penentuan dan atau teknik
pemilihan sampel, ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu tentang beberapa
kriteria sampel yang baik, terutama dalam penelitian kuantitatif.
Secara umum ada 4 kriteria dalam menentukan sampel, yakni;
a. Obyektif; sampel yang telah ditentukan atau dipilih sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya, atau berdasarkan kondisi sebenarnya
b. Representatif; maksudnya bahwa sampel yang terkumpul harus
dapat mewakili obyek yang diamati
c. Standar error yang kecil; yakni tingkat ketelitian dalam penetapan
jumlah sampel harus tinggi atau tingkat kesalahan pengambilan
sampel sangat kecil.
d. Relevan; dimana sampel yang terkumpul memiliki hubungan
dengan masalah yang diselesaikan.
Ke empat kriteria tersebut dapat dikatakan sebagai standar penentuan
sampel, jika keluar dari prinsip-prinsip tersebut, ada kemungkinan penelitian
kuantitatif yang dilakukan akan mendapat kritikan bahkan penolakan dari banyak
pihak.
Menurut Achmad Zanbar Soleh (2005; 256), teknik sampling dibagi ke
dalam dua pendekatan, yakni probability sampling dan non probability sampling.
Untuk menentukan jenis sampling yang akan digunakan oleh peneliti, maka ada
beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Berikut uraian tentang hal tersebut.

103
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Gambar
Bagan Perbedaan Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan diagram di atas, data yang akan dianalisis terbagi dua bentuk,
yakni data kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif juga dapat dirubah menjadi
data kuantitatif melalui proses kuantifikasi. Untuk menentukan apakah data
tersebut tergolong data kuantitatif atau kualitatif, maka ditentukan oleh sifat
datanya (skala nominal, ordinal, rasio dan interval). Data kuantitatif dan kualitatif
tersebut bersumber dari data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data.
Sedangkan teknik pengumpulan data hanya bisa dilakukan ketika peneliti sudah
bisa melakukan penentuan jumlah sampel dan memilih sampel. Teknik penentuan
jumlah sampel dan pemilihan sampel tersebutlah yang dikatakan sebagai teknik
sampling yang digunakan terhadap sebuah populasi. Ada dua cara yang
digunakan dalam menentukan jumlah sampel dan pemilihan sampel, yakni teknik
probability dan nonprobability.
Ada beberapa penjelasan dari beberapa istilah di atas, antara lain;
Probability sampling; yakni suatu teknik menentukan jumlah sampel dan
pemilihan sampel dengan memperkirakan kemungkinan atau peluang dari setiap
anggota populasi yang terpilih menjadi anggota sampling. Ini artinya, setiap unit
atau anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel
penelitian.
Nonprobability sampling; yakni teknik menentukan jumlah sampel dan
pemilihan anggota sampel tanpa melalui perhitungan nilai peluang atau
kemungkinan terpilihnya setiap anggota populasi. Ini artinya, setiap unit atau
anggota populasi belum tentu memiliki peluang yang sama.

104
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Sampel yang terpilih menggunakan teknik probability sampling adalah


sampel diteruskan dengan pengambilan data. Data yang diperoleh dari sampel
tersebut kemudian dianalisis dengan teknik analisis data secara kuantitatif.
Sedangkan data yang diperoleh dari sampel yang dipilih dengan menggunakan
teknik nonprobability sampling nantinya akan dianalisis secara kualitatif. Namun
data yang bersifat kualitatif tersebut dapat juga dianalisis dengan teknik
kuantitatif setelah melalui proses kuantifikasi atau disebut juga dengan teknik
scoring, yakni dengan melakukan perubahan data skala nominal menjadi ordinal
atau interval.

Pengambilan Sampel Acak (Random Sampling)


Salah satu teknik penentuan jumlah sampel dan pemilihan sampel paling
dasar adalah dengan menggunakan teknik sampel acak (random sampling).
Secara sederhana, pengambilan sampel secara acak atau random sampling adalah
teknik sampling yang memberikan peluang sama kepada setiap anggota populasi
untuk terpilih menjadi anggota sampel. Misalnya saja jika banyaknya unit dalam
populasi adalah N dan ukuran sampel adalah n, maka besarnya probabilitas setiap
n
unit untuk terpilih menjadi sampel adalah N . Ini artinya, setiap unit atau
anggota yang ada dalam populasi berkesempatan menjadi anggota sampel, namun
dengan digunakannya teknik perhitungan matematis, maka hanya sebahagian
sampel (yang mewakili) akan dijadikan sampel.
Pengambilan sampel secara acak (random sampling) terbagi atas beberapa jenis,
yakni:

Sampling Acak Sederhana (Simple Random Sampling).


Teknik sampling acak sederhana adalah yang paling sederhana, karena
proses yang dilakukan juga tidaklah rumit. Sampling acak sederhana digunakan
jika populasi yang akan diteliti bersifat homogen, atau karakteristiknya hampir
sama satu sama lainnya. Misalnya masyarakat di sebuah desa (penelitian tentang
pandangan masyarakat desa tentang partai politik). Peneliti memiliki asumsi
bahwasannya yang disebut dengan masyarakat desa adalah homogen atau
dianggap homogen. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara satu dusun
dengan dusun lainnya.
Secara umum, teknik yang digunakan dalam menentukan jumlah sampel
adalah menggunakan beberapa rumus statistik. Untuk tidak terlalu disibukkan
dengan hitung-hitungan statistik, dengan memilih >12% (12 % lebih) dari
populasi sudah dianggap memenuhi syarat. Jika peneliti ingin menggunakan
rumus penentuan jumlah sampel, maka ada beberapa pilihan yang dapat dipakai,
antara lain dengan menggunakan pendekatan proporsi populasi. Untuk
menggunakan pendekatan tersebut peneliti harus menentukan tingkat
kepercayaan, misalnya 99% atau 95%, Bound of error (BE), mencari nilai tabel Z

105
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

(Zα / 2 ) 2
berdasarkan nilai ά, menghitung n0 dengan rumus n0 = untuk
4 x( BE ) 2
kemudian mencari hasil ukuran minimum sampel dengan rumus:
n0 n
n= Rasio = 0
 n  (jika nilai rasio ≤ 0.05) dan N (jika nilai rasio >
1 −  0−1 
 N 
0.05.

Rumus di atas mungkin relatif rumit. Ada juga rumus lain yang bisa
digunakan oleh peneliti, antara lain
N
n=
1 + Ne 2
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = batas kesalahan
Misalnya saja peneliti akan mengambil sampel dari 1500 orang (populasi).
Dengan jumlah populasi tersebut peneliti kemudian menetapkan derajat batas
kesalahan sebesar 5%. Berdasarkan rumus tersebut kemudian dihitung jumlah
sampel yang akan diambil oleh peneliti.
1500
n=
1 + 1500.5% 2
n = 316 orang. (dari 1500 orang populasi, peneliti menentukan jumlah sampel
sebanyak 316 orang)
Demikian juga dengan teknik pemilihan sampel. Cara paling sederhana
yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan teknik penarikan undian.
Teknik ini dilakukan dengan memberikan nomor pada kertas sebanyak anggota
populasi. Jika populasinya sebanyak 1000 orang, maka kertas yang disediakan
juga 1000 buah. Kemudian peneliti melakukan pengundian satu per satu tanpa
mengembalikan nomor yang telah diambil. Demikian proses tersebut berlangsung
sehingga diperoleh jumlah yang telah ditentukan. Jika jumlah sampel yang
ditentukan adalah 120 orang, maka lakukan proses tersebut sebanyak 120 kali
sehingga diperoleh 120 anggota sampel. Namun ada syarat menggunakan teknik
tersebut, yakni hanya jika peneliti memiliki kerangka sampling atau daftar
sampling. Daftar sampling secara sederhana adalah nama semua populasi (pada
penelitian sosial), nama semua benda yang ada pada populasi dan sebagainya.
Tanpa daftar sampling maka teknik ini tidak akan dapat dilakukan.
Cara kedua yang bisa digunakan dalam melakukan pemilihan sampel
adalah dengan teknik Sampling Sistematis. Cara ini digunakan populasi
berjumlah sangat besar namun sudah tersusun secara sistematis atau tersusun
menurut pola dan aturan tertentu dalam bentuk daftar dan sebagainya. Jika data

106
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

tersusun sistematis dan dalam jumlah besar, maka cara simple random sampling
tidaklah efektif untuk digunakan. Sistematik random sampling adalah metode
pemilihan sampel dimana peneliti menentukan unsur pertama sebagai patokan
pemilihan sampel selanjutnya. Setelah ditentukan sampel pertama, kemudian
peneliti memilih sampel selanjutnya secara sistematik, tentunya dengan pola
secara terpola.
Secara teoritis, teknik pemilihan sampel/pengambilan sampel secara
sistematik random dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalnya saja jumlah
populasi adalah N dan ukuran sampel yang di inginkan adalah n. Maka peneliti
membagi N dengan n, dan hasilnya disimbolkan dengan k. Misalnya saja seorang
peneliti akan mengambil 100 sampel dari 980 orang (populasi). Hasil bagi antara
980
= 9,8 atau digenapkan menjadi 10. Dengan demikian, nilai k = 10.
100
Kemudian peneliti memilih nomor 1 sampai 10, dan misalnya saja dipilih nomor
7. Nomor 7 tersebut dijadikan sampel pertama. Untuk menentukan sampel
selanjutnya, maka peneliti menggunakan rumus:
Sampel I = 7
Sampel II = 7 + 10
Sampel III = 7 + 2 x 10
Sampel IV = 7 + 3 x 10
Dan seterusnya sampai mendapatkan jumlah sampel sebanyak 100
orang.
Teknik lainnya adalah menggunakan cara Sampling Berstrata atau
Straitified Sampling. Teknik ini dilakukan jika populasi bersifat tidak homogen,
atau bertingkat-tingkat. Populasi seperti ini sangat tidak memungkinkan untuk
dilakukan teknik simple random sampling atau sampling secara sistematis. Oleh
karena itu, populasi kemudian diklasifikasi atau dibagi-bagi ke dalam sub-sub
populasi atau kelompok-kelompok populasi, dengan asumsi bahwasannya
pengkelasan atau pengelompokan tersebut sudah membuat sub populasi tersebut
menjadi homogen. Setelah sub populasi atau kelompok populasi tersebut
homogen, barulah peneliti melakukan pemilihan sampel secara random (seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya).
Untuk melakukan teknik tersebut, peneliti harus memperhatikan beberapa hal,
yakni;

1. Terdapat kriteria yang jelas/tegas dalam membuat


pengelompokan atau pengklasifikasian populasi menjadi
beberapa sub populasi.
2. Kriteria atau dasar pengelompokan tersebut harus didasarkan
pada data yang telah diambil (dicuplik) sebelumnya. Artinya,
sebelum melakukan pengklasifikasian, peneliti disarankan
untuk memahami karakter data (karakter perbedaan populasi).

107
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

3. Peneliti harus mengetahui jumlah sub-sub atau kelompok-


kelompok sampel yang diperoleh dari jumlah populasi
sebelumnya.

Cara lain yang dapat digunakan oleh peneliti adalah menggunakan teknik
sampling Sampling Klaster (Cluster Sampling). Ada salah satu keuntungan yang
dalam menggunakan teknik ini, yakni peneliti tidak harus memiliki kerangka atau
daftar sampling. Pada teknik-teknik sebelumnya, peneliti harus memiliki
kerangka sampling atau daftar-daftar nama atau bisa juga disebut dengan daftar
populasi secara jelas. Namun jika tidak memiliki daftar sampling, maka pilihan
yang dapat digunakan adalah cluster sampling.
Cluser sampling dilakukan dengan mengelompokkan sampel ke dalam
beberapa kelompok atau kategori. Tentu saja jumlah sampel yang dikelompok-
kelompokkan dalam beberapa kategori tersebut belum diketahui jumlahnya
karena populasi nya pun belum diperoleh peneliti. Secara sederhana,
pengelompokan tersebut masih bersifat hayalan si peneliti. Misalnya saja peneliti
akan meneliti tentang pandangan warga Kota Mataram berpendidikan tinggi
terhadap tayangan-tayangan mistik di televisi. Jika peneliti sulit memperoleh data
masyarakat Kota Mataram yang berpendidikan tinggi, maka cara cluster sampling
dapat digunakan.
Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah membagi
masyarakat Kota Mataram dalam beberapa wilayah, antara lain berdasarkan
kecamatan. Misalnya saja ada 10 kecamatan. Dari 10 kecamatan tersebut peneliti
mengundi (teknik random) dan diperoleh 2 kecamatan. Dari dua kecamatan
tersebut kemudian peneliti membagi masing-masing kecamatan berdasarkan
kelurahan. Misalnya saja dari 2 kecamatan tersebut terdapat 20 kelurahan. Setelah
diperoleh 20 keluarahan tersebut, barulah peneliti melakukan teknik random
kembali, sehingga diperoleh 10 kelurahan yang akan diteliti. Akhirnya peneliti
mengambil kesimpulan akan mengambil sampel masyarakat berpendidikan tinggi
dari 10 kelurahan yang telah ditentukan.

4.1.2. Teknik Penentuan Informan/Responden


Penelitian Kualitatif.
Teknik penentuan atau pemilihan informan/responden dalam jenis
penelitian kualitatif adalah menggunakan cara non probalilitas. Teknik non
probabilitas adalah teknik dimana peneliti tidak harus menentukan jumlah
informan (sampel) secara acak atau random, karena informan yang dipilih tidak
harus representasi dari populasi atau masyarakat. Peneliti memiliki kebebasan
untuk menentukan jumlah informan, karena kesimpulan-kesimpulan yang
diperoleh dari data dan informasi yang berasal dari informan tidak dimaksudkan
untuk di generalisir (ditarik kesimpulan secara umum) atas seluruh populasi.
Misalnya saja peneliti mengambil 10 orang informan atau responden 20 orang
informan/responden pegawai negeri sipil yang ada di jajaran pemerintahan
Kabupaten Lombok Barat. Ketika peneliti mengambil kesimpulan pada akhir
penelitian, hasil kesimpulan tersebut tidak mewakili seluruh pegawai negeri sipil

108
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

yang ada di Kabupaten Lombok Barat, namun kesimpulan tersebut terbatas untuk
10 orang informan tersebut.
Teknik pertama dalam kelompok penentuan informan secara non
probabilitas adalah teknik Sampling Purposive (Purposive Sampling). Sesuai
dengan namanya, penentuan jumlah maupun memilih informan/informan atau
sampel didasarkan pada purposiveness atau sesuai dengan
tujuan/kehendak/keinginan dan sebagainya. Berbeda dengan teknik probabilitas
dimana peneliti hanya menetapkan kriteria-kriteria umum dalam memilih sampel,
maka purposive sampling memiliki banyak syarat atau kriteria dalam menentukan
dan memilih informan. Ini artinya, dalam penelitian kualitatif yang menggunakan
teknik purposive sampling, peneliti memiliki beberapa syarat dalam memilih
informan sesuai dengan kepentingannya. Peneliti tidak secara sembarangan
dalam menentukan informan, namun melakukan penyaringan atas dasar tujuan
penelitiannya.
Misalnya saja peneliti mengangkat tema tentang pemerintahan desa
sebelum adanya Undang-Undang Pemerintahan Desa di beberapa desa di
Lombok Timur. Tentu saja tidak mungkin untuk bertanya kepada semua orang
tentang sejarah pemerintahan desa di masa lalu. Untuk itulah kemudian peneliti
membuat beberapa kriteria, misalnya;
a. Berumur lebih dari 60 tahun
b. Pernah menjabat sebagai elit atau tokoh desa
c. Dan sebagainya
Tiga kriteria tersebut dijadikan syarat oleh peneliti untuk menentukan
informan atau responden yang akan dijadikan sumber informasi atau data.
Mungkin saja peneliti pada suatu saat di lapangan bertemu dengan beberapa
orang tua, namun jika orang tua tersebut tidak memiliki jabatan penting pada
masa lalu atau bukan tokoh penting pada jamannya, maka orang tersebut tidak
dapat dijadikan informan atau responden.
Saat peneliti menemui seseorang yang memenuhi kriteria tersebut, barulah
dijadikan informan dan proses wawancara atau teknik pengambilan data lainnya
dilakukan. Begitu juga selanjutnya dalam memilih informan lainnya. Peneliti
memegang kriteria tersebut agar informan yang terpilih sesuai dengan
kepentingan peneliti. Pada akhirnya tentu saja peneliti harus berhenti dalam
mencari data/informasi. Memang tidak ada batasan jumlah dalam teknik
penentuan informan ini. Untuk itu peneliti bisa menggunakan satu cara, yakni
dengan mempertimbangkan kejenuhan (aspek rendundancy data).
Misalnya saja peneliti sudah melakukan wawancara pada 5 orang
informan. Setelah dilakukan review terhadap kelima informan tersebut, peneliti
memutuskan untuk menambah informan, karena informasi atau data yang
diperoleh masih dirasakan kurang. Kemudian peneliti pun melakukan
pengambilan data dari sumber lain. Setelah sampai pada informan ke 7, informan
merasa informasi yang diperoleh sudah jenuh. Salah satu kriteria kejenuhan data
adalah;

109
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

a. Informasi yang diperoleh sudah mengalami pengulangan


b. Tidak ada informasi baru yang diperoleh dari informan
c. Informasi dan data yang diperoleh sudah dapat menjawab tujuan
penelitian
Teknik selanjutnya dikenal dengan teknik Sampling Kuota (Quota
Sampling). Teknik ini pada dasarnya tidak terlalu jauh berbeda dengan teknik
purposive, karena peneliti tetap memiliki kriteria-kriteria tertentu dalam memilih
informan. Namun yang menjadi pembedanya adalah, peneliti mengelompokkan
informan/responden berdasarkan beberapa kategori. Tentu saja kategori tersebut
tidak di buat-buat, namun memang berdasarkan kondisi lapangan. Misalnya
peneliti akan mengangkat tema penelitian tentang pandangan mahasiswi di
sebuah perguruan tinggi terhadap kualitas belajar mengajar. Ada 4 fakultas di
perguruan tinggi tersebut, dengan proporsi jumlah mahasiswi yang berbeda,
misalnya di fakultas A, B, C dan D sebanyak 20%, 24%, 30% dan 45%. Untuk
memilih informan, peneliti tetap menggunakan kriterita-kriteria tertentu. Tidak
seluruh mahasiswi di satu fakultas yang dipilih, namun mahasiswi yang
memenuhi syaratlah yang akan dijadikan sumber informasi/data. Namun peneliti
bisa menentukan jumlah informan secara subyektif tanpa harus memikirkan
apakah jumlah tersebut mewakili seluruh mahasiswi atau tidak. Misalnya saja
peneliti berencana mengambil 10 orang saja. Berdasarkan komposisi yang di
sebut di atas, peneliti mengambil informan di tiap-tiap fakultas. Tentu saja dalam
memilih informan tersebut peneliti tetap berpegang pada kriteria-kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Teknik Snow Ball merupakan salah satu teknik yang banyak digunakan
oleh peneliti-peneliti kualitatif. Teknik ini banyak digunakan karena disamping
cukup mudah untuk diterapkan, juga cukup efektif dalam mendapatkan informan-
informan yang qualified atau layak dan memiliki pemahaman, pengalaman dan
pengetahuan yang cukup sebagai sumber informasi.
Dalam menerapkan teknik ini, peneliti tetap menggunakan beberapa
kriteria yang dipakai untuk menyaring informan/responden. Langkah awal yang
dilakukan oleh peneliti adalah mencari satu orang informan berdasarkan kriteria-
kriteria tertentu. Setelah diperoleh informan pertama, kemudian peneliti bertanya
kepada informan pertama tentang siapa orang lain yang memiliki pemahaman
atau pengetahuan yang diharapkan oleh peneliti. Pada saat bertanya bisa saja
informan pertama tersebut menyatakan tidak mengenal atau tidak memberi
rekomendasi nama yang akan diwawancarai oleh peneliti. Jika hal itu yang
terjadi, terpaksa peneliti harus mencari sendiri informan lainnya. Namun jika
informan pertama memberi rekomendasi informan lain, maka peneliti harus
menindaklanjuti rekomendasi tersebut dan menemui informan yang
direkomendasikan informan pertama. Namun peneliti tidak boleh serta-merta
melakukan wawancara kepada informan tersebut. Peneliti harus tetap
menggunakan kriteria yang telah ditentukannya. Setelah dirasakan sesuai dengan
kriteria, maka barulah peneliti melakukan wawancara atau teknik pengambilan
data lainnya.

110
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Ada juga teknik Accidental Sampling atau bisa disebut penentuan


informan/responden secara kebetulan dan penentuan informan berdasarkan
kemudahan (Available sampling). Cara penentuan secara kebetulan adalah teknik
penentuan atau pemilihan informan yang sangat sederhana namun sering sangat
meragukan. Dalam teknik ini peneliti dapat memiliki kriteria ataupun tidak. Jika
peneliti memiliki kriteria, maka informan yang ditemui secara sengaja atau pun
tidak sengaja harus diseleksi lagi apakah sesuai atau tidak dengan kriteria yang
telah ditentukan. Namun jika peneliti tidak memiliki kriteria, maka orang yang
ditemui akan dijadikan informan.
Bisa juga peneliti dengan sengaja mengunjungi lokasi-lokasi potensial
bertemunya peneliti dengan informan yang sesuai dengan kepentingannya.
Misalnya saja peneliti mengangkat tema perilaku manfaat berorganisasi bagi
terhadap peningkatan intelektualitas. Untuk mendapatkan informan, peneliti bisa
berkunjung ke tempat-tempat mahasiswa berkumpul, atau dengan sengaja
mengunjungi kampus-kampus, terutama pada saat dilaksanakannya kegiatan-
kegiatan organisasi mahasiswa. Peneliti dapat berbaur dengan kumpulan orang
dan mulai berkenalan. Pada saat berkenalan tersebutlah peneliti kemungkinan
menemukan orang yang cocok dijadikan informan.
Sedangkan teknik pemilihan informan berdasarkan kemudahan (Available
Sampling) adalah suatu teknik yang digunakan atas landasan kemudahan mencari
informan. Langkah yang dilakukan oleh peneliti adalah berkunjung ke lokasi-
lokasi dimana calon informan potensial berada atau mencari tempat dimana calon
informan mudah ditemui. Peneliti tidak harus memiliki kriteria, karena dengan
berkunjung ke lokasi-lokasi tertentu maka peneliti akan dengan mudah
mendapatkan informan.
Catatan terakhir dari teknik pemilihan/penentuan informan dalam
penelitian kualitatif yang menggunakan prinsip non probabilitas adalah tidak
mengutamakan jumlah. Karena mengutamakan kualitas dari sebuah penelitian,
maka jumlah informan yang sangat sedikit pun diperbolehkan. Peneliti tidak
harus disibukkan dengan jumlah informan atau sampel yang besar karena peneliti
tidak bermaksud mengambil kesimpulan atas informasi yang diperoleh dari
sedikit informan. Yang dipentingkan adalah bagaimana informan/responden yang
dipilih benar-benar cocok dan bisa mengungkap informasi yang dibutuhkan oleh
peneliti dalam menjawab atau mengungkap masalah penelitian.

------------------------₪₪₪₪------------------------

111
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Bagian  Teknik Analisis Data

5.1.

Data

S etelah data dan informasi diperoleh melalui tahapan pengumpulan data,


maka langkah selanjutnya dalah melakukan analisis data. Dapat dikatakan
tahapan ini adalah tahapan akhir (selain penulisan laporan) dalam sebuah
penelitian. Tahapan analisis data menjadi penentu dari seluru proses sebelumnya.
Sebaik apapun tahapan yang sebelumnya dilaksanakan oleh peneliti namun tidak
diikuti dengan proses analisis data yang benar/sesuai, maka seluruh proses
lainnya akan sia-sia. Begitu pentingnya tahapan analisis data sehingga peneliti
harus benar-benar memilih teknik yang digunakan, sehingga data dan informasi
yang diperoleh bisa menjawab permasalahan penelitian, membuktikan hipotesis
(jika penelitian memakai hipotesis) dan yang lebih penting dapat dipahami oleh
orang lain yang membaca hasil penelitian.
Secara garis besar ada dua jenis paradigma dalam melakukan analisis data,
yakni paradigma analisis data bersifat kualitatif dan kuantitatif. Seperti yang telah
dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya, dua paradigma penelitian tersebut
didasari oleh dua paradigma ilmu sosial (khususnya Sosiologi), yakni paradigma
ilmu positivistik dan interpretatif. Dalam hubungannya dengan teknik analisis
data, dua paradigma tersebut memiliki perbedaan-perbedaan khas. Paradigma
penelitian kuantitatif yang didasarkan paradigma positivistik menganggap
realitas/fakta yang terwujud dalam variabel bisa diukur atau dikuantifikasi,
sedangkan paradigma interpretatif (juga hermeneutik) menganggap realitas atau
fakta tidak bisa diukur, namun harus dijelaskan melalui proses pemahaman secara
subyektif oleh peneliti maupun oleh para pelaku-pelaku yang membentuk realitas
tersebut.
Salah satu aspek yang harus dipahami oleh peneliti dalam rangka memilih
atau menggunakan paradigma analisis data kuantitatif dan kualitatif adalah
dengan memahami terlebih dahulu beberapa jenis atau tipe data.
Dalam penelitian sosial dikenal 4 type data, yakni:
1.Nominal atau kategorial
2.Ordinal
3.Interval
4.Rasio
Data Nominal adalah jenis data yang paling tidak memungkinkan untuk diukur,
atau data yang paling sulit untuk dikuantifikasi. Ada juga pihak yang menyatakan
data nominal adalah data yang paling rendah tingkat pengukurannya, karena data
nominal merupakan jenis data kategorial/kategoris. Andai saja dalam sebuah
kumpulan orang terdapat 30 orang, dari 30 orang tersebut 25 di antaranya dalah

112
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

jenis kelamin perempuan dan 5 orang laki-laki. Begitu juga ketika kita melihat
kumpulan benda di sebuah mini market. 100 item benda-benda tersebut adalah
benda-benda pecah belah, 100 item elektronik, 150 item kosmetik dan
sebagainya. Pembagian-pembagian tersebutlah yang disebut dengan pembagian
berdasarkan kategorial/kategoris. Ciri utama dari pembagian atau pengelompokan
maupun pembedaan kategoris adalah;
a. Hanya berfungsi sebagai pembeda
b. Tidak didasarkan pada urutan (tinggi-rendah, berat-ringan,
besar-kecil, dan sebagainya)
Berdasarkan dua prinsip tersebut, data nominal adalah data yang hanya
didasarkan pada adanya perbedaan, dan perbedaan tersebut tidak menunjukkan
adanya urutan atau tingkatan. Dengan kata lain, data dalam bentuk tinggi badan
(160 cm, 156 sm, 175 sm dsb), luas lahan (10 m2, 50 m2, 1 Ha, dsb), pandangan
(setuju-tidak setuju, suka-tidak suka, dsb) bukanlah data nominal, karena
memiliki urutan.
Jenis data kedua adalah Data Ordinal. Data ordinal secara sederhana
merupakan jenis data yang tidak didasarkan pada perbedaan, namun didasarkan
pada adanya urutan atau tingkatan antar data tersebut. Namun urutan atau
tingkatan yang dimaksud dalam data ordinal ini tidak memiliki jarak yang pasti.
Misalnya saja antara suka dengan tidak suka; marah dengan senang, gembira
dengan sedih, setuju dengan sangat setuju dan sebagainya. Antara setuju dengan
tidak setuju memiliki makna tingkatan. Mungkin saja kita menganggap setuju
lebih baik atau lebih tinggi dari tidak setuju, namun kita tidak akan bisa tau
berapa jarak antara setuju dengan tidak setuju. Begitu juga sering-jarang-dan
tidak pernah. Memang antara sering, jarang dan tidak pernah terdapat tingkatan,
namun antara sering dengan jarang, antara jarang dengan tidak pernah ataupun
antara sering dengan tidak pernah tidak diketahui berapa jaraknya. Data seperti
itulah yang disebut dengan data ordinal.
Tipe data ketiga adalah Data Interval. Data tipe ordinal adalah jenis data
yang memiliki tingkatan atau urutan, dapat diketahui berapa jarak antar data
tersebut, namun tidak memiliki nilai mutlak atau nilai nol. Contohnya adalah
tingkat pendidikan (SD, SMP, SMA, PT), golongan pada jabatan, tingkatan
dalam sebuah organisasi, nilai mata kuliah, dan sebagainya. Data yang memiliki
tingkatan dan terdapat jarak, namun jarak antar data tersebut tidak memiliki nilai
mutlak nol adalah data jenis ordinal.
Data jenis terakhir adalah Data Rasio. Data rasio adalah data yang
memiliki tingkatan atau urutan, memiliki jarak antar data yang pasti dan jarak
tersebut dapat dihitung dari nilai nol mutlak. Contohnya berat badan, jarak, lama
waktu, luas lahan, tinggi badan, panjang, lebar, dan sebagainya. Misalnya saja
kita mengukur tinggi badan si A 160 cm dan si B 170 cm. Antara si A dan si B
ada urutan/tingkatan, antara si A dan B memiliki jarak (si A lebih pendek 10 cm
dibandingkan si B), tinggi badan si B lebih tinggi 0,0625 atau 6,25% dari si A
(dihitung dari titik nol). Atau misalnya berat badan si A 50 kg, sedangkan si B 86
kg. Ada tingkatan dan jarak antar keduanya (35 kg). Namun juga jarak keduanya

113
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

dihitung dari titik nol dapat dihitung, yakni berat si A hanya adalah 0,7 point atau
70% dari berat si B. Demikian pada contoh-contoh lainnya.
Pembagian data nominal, ordinal, interval dan rasio seperti yang dijelaskan
di atas tentu saja merupakan pembagian data dari sudut penelitian kuantitatif.
Kepentingan penelitian kuantitatif adalah melakukan pengukuran atas data-data
yang ada. Menurut penelitian kuantitatif, untuk mengkuantifikasi atau mengukur
data-data penelitian tidaklah bisa digunakan metode karena tidak seluru data
berjenis sama. Data nominal dan ordinal hanya bisa di deskripsikan atau
dijabarkan. Misalnya saja 100 orang mahasiswa menyatakan tidak setuju dengan
diberlakukannya UU Badan Hukum Pendidikan, dan 50 orang menyatakan
setuju. Begitu pula ketika peneliti mendapatkan data bahwasannya 40% remaja
usia 15 sampai 20 tahun sudah pernah berpacaran, dan 20% menyatakan tidak
ingin pacaran 40% menyatakan tidak pernah berpacaran. Artinya, data seperti ini
hanya bisa disajikan secara tunggal saja tanpa bisa di analisis lebih dalam secara
kuantitatif atau statistik.
Lain halnya dengan data berjenis interval dan rasio. Dua jenis data ini
bukan hanya bisa di deskripsikan, namun juga bisa dianalisis lebih jauh dengan
menggunakan teknik-teknik statistik maupun teknik lainnya. Misalnya saja ketika
peneliti memperoleh informasi seperi di bawah ini:

Tabel
Contoh Data Interval dan Rasio
Tentang Lama kuliah dan Indeks Prestasi

Responden Lama kuliah Indeks Prestasi


Ridwan 3,5 thn 3,7
Anto 4 thn 3,3
Muklas 5 thn 3,02
Pinto 4,5 thn 3,5
Akhsan 5 thn 3,4
Wyta 7 thn 3,3
Sri 6 thn 2,85
Rizka 5,4 thn 2,98
Roy 3.7 thn 3,21
Romlah 6 thn 3,22

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwasannya data kedua


variabel (lama kuliah dan indeks prestasi) tersebut adalah ber tipe rasio. Tentu
saja data tersebut bisa dianalisis lebih jauh lagi, misalnya saja dengan mencari
rata-data lama kuliah 10 mahasiswa tersebut, rata-rata indeks prestasi (mean =
nilai rata-rata), mahasiswa yang paling lama tamat, paling cepat tamat, IP
tertinggi dan terrendah, berapa rata-rata perbedaan IP atau lama kuliah 10
mahasiswa tersebut. Selain itu dengan data-data tersebut peneliti juga dapat
menghubungkan kedua data-data dari variabel lama kuliah dan IP tersebut,

114
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

ataupun jika memenuhi syarat, peneliti bisa melakukan prediksi. Jika ingin
melakukan hubungan (korelasi), maka peneliti dapat mencari apakah semakin
cepat mahasiswa tamat akan semakin tinggi IP mahasiswa (korelasi positif). Atau
terbuka kemungkinan melakukan prediksi, yakni jika lama kuliah dipercepat akan
meningkatkan sejumlah point pada nilai IP?
Selain untuk kepentingan mengkuantifikasi atau mengukur variabel
berdasarkan data-data yang telah diperoleh dari hasil pengumpulan data,
informasi atau data yang diperoleh oleh peneliti juga tidak keseluruhannya
bersifat nominal, ordinal, interval maupun rasio. Ada juga data dan informasi
yang berupa pernyataan-pernyataan (dari hasil wawancara), data berbentuk
catatan sejarah, foto, peta, hasil observasi, film, kliping surat kabar, dokumen
perjanjian dan sebagainya. Tentu saja data dan informasi seperti itu agak sulit
untuk dikategorikan berjenis nominal, ordinal, interval atau rasio.
Misalnya saja dalam sebuah wawancara kepada seorang informan, peneliti
mencatat sebuah pernyataan penting;
“…saya merasa kebijakan-kebijakan pemerintah yang dijalankan di desa-desa
selama ini kurang mendukung pembangunan desa. Pemerintah desa tidak diberi
kewenangan untuk membuat peraturan-peraturan desa yang bisa membuat
ekonomi desa menjadi mandiri. Semua-semuanya harus menurut pemerintah,
bupati, kepala dinas dan sebagainya. Bagaimana desa mau maju kalau begitu
caranya?...”
Jelas data dan informasi seperti ini akan sulit untuk di ukur atau
dikuantifikasi. Tidaklah mungkin peneliti mengukur apakah pernyataan informan
tersebut 20% lebih baik dari pernyataan informan lainnya, atau lebih jelek dari
informan lainnya. Tidaklah mungkin juga peneliti bisa menyatakan bahwasannya
pernyataan informan tersebut dua kali lebih negatif dari pernyataan informan
lainnya. Jelas hal-hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan oleh peneliti.
Dalam penelitian yang bersifat kualitatif dan juga metode-metode
penelitian lainnya yang didasarkan pada paradigma ilmu sosial interpretatif atau
hermeneutik peneliti tidak melakukan pengukuran atas realitas atau variabel yang
diteliti. Misalnya saja penelitian dilakukan terhadap variabel pelecehan seksual.
Menurut mereka yang meyakini paradigma penelitian kualitatif, sangatlah sulit
atau malah cenderung tidak memungkinkan seorang peneliti untuk mengukur
seperti apa yang disebut dengan pelecehan seksual. Dalam persepektif penelitian
kuantitatif, apapun bisa diukur, termasuk pelecehan seksual. Bisa saja setelah di
kuantifikasi, maka peneliti yang menggunakan paradigma kuantitatif membagi
apa yang disebut dengan pelecehan seksual dibagi atas tiga, yakni tinggi, sedang,
rendah dan tidak. Namun dalam penelitian kualitatif hal itu tidaklah
dimungkinkan. Mengapa demikian?
Dalam penelitian kualitatif yang dibutuhkan adalah melakukan
pemahaman atau interpretasi terhadap variabel atau terhadap informasi data yang
diperoleh dari informan atau responden, atau dalam istilah Stringer (2007; 279)
menghasilan deskripsi yang bermakna melalui proses interpretasi/pemahaman
terhadap realitas-realitas sosial. Senada dengan pandangan Stringer tersebut
adalah seperti yang diungkapkan oleh Paul Atkinson (2005; 25), bahwasannya

115
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

realitas sosial dan budaya tidak boleh di reduksi dengan hanya menggunakan satu
teknik tunggal, namun harus dilandasi pada pemahaman dan fungsi-fungsi sosial
budaya pada realitas tersebut.
Berdasarkan penjabaran Stringer dan Atkinson, realitas sosial harus
dipahami dengan menggunakan cara-cara yang sesuai dengan konteks sosial
budaya dimana realitas tersebut berlangsung. Realitas tidak bisa dijelaskan hanya
dengan menggunakan teknik tunggal (terutama dengan menggunakan teknik
pengukuran), namun dilandasi kondisi sosial budaya dan bagaimana realitas
sosial dan budaya tersebut berfungsi sesuai dengan kondisinya.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dijelaskan beberapa jenis teknik
analisis data berdasarkan dua paradigma analisis data kualitatif dan kuantitatif.

5.2. Teknik-Teknik Analisis Data Kualitatif


Sederhananya, penelitian kualitatif atau pun paradigma analisis data secara
kualitatif adalah mencari kualitas dari informasi atau realitas yang diteliti. Seperti
yang telah dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya, penelitian kualitatif bukan
melihat fakta atau realitas yang ada di permukaan, namun menggali makna,
kenyataan, nilai, motif, dan sebagainya yang tersembunyi, tertutup, tidak tampak
secara jelas dalam sebuah realitas. Penelitian kuantitatif melihat hubungan antara
pemberian insentif terhadap peningkatan produktivitas seorang karyawan. Namun
penelitian kualitatif tidak cukup hanya melihat pemberian insentif semata, namun
melihat lebih ke dalam lagi, setelah mendapatkan insentif, apa kemudian yang
difikirkan atau dilakukan oleh seorang karyawan agar produktivitasnya
meningkat.
Berbeda dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif juga membeda-
bedakan teknik analisis yang ada di dalam paradigma analisis kualitatif.
Paradigma ini menawarkan beberapa prinsip yang bisa diterapkan oleh seluruh
jenis metode penelitian dalam menganalisis data yang telah diperoleh. Salah satu
prinsip dalam menganalisis data dalam penelitian kualitatif adalah menggunakan
pendekatan induktif.
Pendekatan induktif adalah sebuah cara analisis yang didasarkan pada cara
berfikir dimana peneliti menggunakan data dan informasi yang bersifat mikro
untuk kemudian mengambil kesimpulan atau penilaian. Contohnya, peneliti
menemukan beberapa data dan informasi di suatu tempat bahwasannya
perkawinan usia muda disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga perempuan.
Tanpa menggunakan teori apapun (pendekatan apriori) meneliti kemudian
mengambil kesimpulan atau penilaian bahwasannya kemiskinan yang kemudian
berdampak pada rendahnya pemahaman keluarga-keluarga mempelai perempuan
(termasuk si anak perempuan) tentang resiko yang ditimbulkan akibat
perkawinan muda, aspek-aspek hukum perkawinan usia muda, maupun dampak
psikologis bagi si anak. Akhirnya kemudian peneliti mengambil kesimpulan atau
penilaian bahwasannya pernikahan usia muda memiliki dampak psikologis dan
biologis yang besar terhadap anak, walaupun secara ekonomi dapat sedikit
mengangkat kondisi ekonomi keluarga.

116
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Prinsip kedua adalah bersifat subyektif. Yang dimaksud pendekatan


subyektif adalah, peneliti memiliki kebebasan dalam menganalisis data.
Pemikiran, pengetahuan, ideologi, nilai dan norma, kepentingan dari si peneliti
bisa dijadikan bahan dalam menganalisis data. Antara peneliti dengan yang di
teliti (realitas) tidak ada jarak, bahkan peneliti diharapkan untuk terinternalisasi
atau menyatu dengan realitasnya, sehingga si peneliti ber posisi sama dengan
orang-orang atau masyarakat yang diteliti. Karena ia sudah dalam posisi yang
sama dengan pelaku realitas tersebut, maka peneliti memiliki kebebasan
melakukan penilaian terhadap realitas yang diteliti.
Misalnya saja dalam melakukan penelitian tentang pemberlakukan aturan-
aturan yang lebih ketat dalam membangun kedisiplinan para pegawai negeri sipil
di sebuah instansi pemerintah. Peneliti kebetulan adalah seorang pegawai negeri
sipil di instansi tersebut. Ketika melakukan analisis terhadap data dan informasi
yang diperoleh, maka peneliti memiliki hak dan kebebasan untuk menganalisis
informasi tersebut. Contohnya, ada informan yang menyatakan bahwasannya
aturan yang ketat tidak menjamin kedisiplinan seorang pegawai. Atas dasar
informasi tersebut peneliti bisa memiliki pandangan yang berbeda dengan
informan tersebut, ataupun mendukung pernyataan tersebut. Tentu saja proses
mendukung atau menolak informasi tersebut harus memiliki dasar yang kuat.
Sebagai salah satu pegawai di instansi tersebut, tentu saja peneliti memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang sama dengan informan, sehingga ia berhak
memberi pandangan dalam menganalisis data.
Prinsip selanjutnya adalah, dalam penelitian kualitatif peneliti sebagai
instrumen utama. Artinya, peneliti tidak tergantung dengan instrumen-instrumen
pendukung seperti alat-alat analisis data, seperti program statistik dan sebagainya.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti berfungsi sebagai orang yang paling
menentukan bagaimana data dan informasi dianalisis. Tidak seperti dalam
penelitian kuantitatif dimana peneliti mengandalkan alat-alat pendukung analisis,
penelitian kuantitatif tidak menggunakan alat-alat pendukung tersebut. Salah satu
latarbelakang mengapa peneliti menjadi instrumen utama analisis data adalah
terkait dengan aspek subyektifitas yang telah dijelaskan di atas. Antara peneliti
dengan realitas yang diteliti (individu atau kelompok masyarakat yang diteliti)
tidak berjarak, sehingga pola fikir, sistematika berfikir, pengetahuan,
pengalaman, kepentingan dan ideologi/nilai-nilai penelitilah yang menjadi
landasan melakukan analisis data.
Misalnya saja ketika peneliti mendapatkan informasi atau data dari
sejumlah informan bahwasannya efektivitas pelayanan di sebuah kantor desa
disebabkan oleh perilaku masyarakat, khususnya dalam hal kebiasaan masyarakat
dalam mengambil jalan pintas pengurusan surat-surat di kantor desa. Untuk
membuktikan hal tersebut peneliti tidak perlu melakukan pengujian dengan
statistik. Peneliti bisa menggunakan data dan informasi yang diperolehnya
melalui proses observasi dan juga wawancara kepada masyarakat, sehingga
diperoleh fakta yang sebenarnya. Jika data observasi dan wawancara tidak cukup,
maka peneliti dapat membuktikan secara langsung, misalnya saja dengan

117
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

mencoba mengurus surat di kantor desa. Dengan begitu peneliti dapat mengetahui
kebenaran dari informasi tersebut.
Prinsip lainnya yang bisa dilakukan dalam proses analisis data adalah
Triangulasi. Selain berfungsi sebagai instrumen pengujian validitas data
kualitatif, triangulasi juga dapat digunakan dalam melakukan analisis data.
Triangulasi adalah sebuah proses analisis yang memanfaatkan, membandingkan,
melengkapi maupun meng cross check data dari beberapa sumber data, terutama
data dari hasil wawancara, observasi, studi kepustakaan atau dokumentasi dan
data lainnya (Harris, 1993). Teknik ini digunakan dengan beberapa alasan.
Pertama, bisa saja data dan informasi yang diperoleh kurang jelas jika
hanya berdasarkan dari satu jenis sumber data. Misalnya saja peneliti
memperoleh sebuah informasi dari hasil wawancara bahwasannya salah satu
faktor minimnya penghasilan petani tembakau di Pulau Lombok Adalah
disebabkan oleh keberadaan perusahaan-perusahaan besar yang menanamkan
modalnya kepada petani, sehingga petani mengalami kesulitan untuk
mendapatkan keuntungan setelah dipotong dana yang di suntikkan oleh
perusahaan-perusahaan tersebut. Peneliti tidak langsung mempercayai, atau
merasa informasi dari wawancara tersebut belum terlalu kuat. Untuk itu
kemudian peneliti melakukan observasi bagaimana proses suntikkan dana dari
perusahaan penampung tembakau kepada petani. Setelah mendapatkan informasi
dari hasil observasi tersebut barulah peneliti mengambil kesimpulan. Begitu juga
sebaliknya. Data dan informasi yang diperoleh dari hasil observasi maupun
diskusi (FGD) masih meragukan untuk dijadikan landasan mengambil
kesimpulan. Untuk memperkuat data observasi tersebut kemudian peneliti
melakukan wawancara atau melakukan studi dokumentasi dari hasil-hasil
penelitian sejenis tentang kebenaran dari informasi tersebut.

5.3. Langkah-Langkah Melakukan Analisis


Salah satu prinsip lain yang digunakan dalam menganalisis data dalam
jenis penelitian kualitatif adalah terkait dengan pendekatan siklus. Dapat
dikatakan tahapan-tahapan dalam penelitian kualitatif tidaklah linear, dimana ada
tahapan awal dan akhir. Setiap tahapan dalam penelitian kualitatif adalah sebuah
rangkaian yang sambung menyambung. Tidak ada tahapan dimana penyusunan
rencana telah selesai, pengumpulan data telah selesai ataupun analisis data telah
selesai. Dengan kata lain, tidak ada satu tahapan yang benar-benar tuntas untuk
kemudian dilanjutkan dengan tahapan lainnya. Tahapan penyusunan rancangan
penelitian berhubungan dengan tahap pengumpulan data. Namun juga sebaliknya,
pada saat melakukan pengumpulan data, peneliti harus melihat kembali tahapan
rancangan penelitian (proposal). Demikian juga pada saat melakukan analisis
data. Dalam penelitian kualitatif analisis data tidak hanya dilakukan di belakang
meja melakukan pengetikan pembuatan laporan dan sebagainya. Ketika
melakukan analisis, peneliti juga kerap juga harus melakukan pengambilan data
kembali. Demikian juga ketika melakukan pengumpulan data. Peneliti tidak
sekedar mengumpulkan atau mengambil data melalui proses wawancara,

118
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

observasi, dokumentasi dan sebagainya, namun pada saat itu juga peneliti bisa
melakukan analisis terhadap data yang diperoleh.
Misalnya saja pada suatu saat peneliti baru saja melakukan wawancara.
Dalam wawancara tersebut peneliti menemukan informas-informasi yang sangat
penting. Selama di lapangan, peneliti kemudian melakukan pemilahan-pemilahan
(kategorisasi) data dalam beberapa kelompok untuk memudahkan proses analisis.
Pada saat pemilahan tersebut kemudian peneliti mendapati ada beberapa
informasi yang kurang. Ketika itu terjadi, maka peneliti secepatnya melakukan
pengumpulan data kembali.
Namun dalam dunia perguruan tinggi, khususnya dalam penelitian-
penelitian skripsi, karena ada beberapa aturan yang mengharuskan mahasiswa
untuk melaksanakan penelitian dengan tahapan yang baku. Dalam buku ini tentu
saja akan dijelaskan tahapan analisis yang dilakukan di perguruan tinggi, untuk
kemudian mahasiswa dan peneliti bisa mengembangkannya sesuai dengan prinsip
penelitian kualitatif yang sebenarnya.

• Menelaah/mempelajari seluruh data


Langkah pertama yang harus dikerjakan oleh peneliti setelah
proses pengumpulan data dianggap tuntas adalah menelaah atau
mempelajari kembali. Penelaahan data tersebut tentu saja akan
sulit dilaksanakan jika peneliti tidak membuat dokumen-
dokumen data, seperti; catatan-catatan atau transkrip
wawancara, hard copy atau soft copy dokumen data skunder,
catatan hasil observasi, notulensi hasil FGD dan lainnya secara
baik. Untuk itulah dalam proses pengumpulan data peneliti
harus membuat seluruh data yang diperoleh terdokumentasi
dengan baik sehingga bisa ditelaah atau dipelajari kembali.

• Reduksi Data
Langkah selanjutnya adalah melakukan reduksi data. Apa
sebenarnya yang disebut mereduksi data? Reduksi data
dilakukan dengan tujuan agar seluruh data dan informasi yang
beraneka ragam tersebut bisa disederhanakan. Selain
menyederhanakan, reduksi juga dilakukan untuk melihat mana
data dan informasi yang memiliki kaitan dengan tema atau
variabel penelitian dan mana data dan informasi tidak
berhubungan atau pun memiliki kaitan tidak secara langsung
bagi kepentingan analisis data. Hal itu dilakukan karena dalam
proses pengambilan data dan informasi biasanya data sangat
melimpah. Untuk mengantisipasi kekurangan data, peneliti
sering melakukan pencatatatan atau mengumpulkan data yang
diperoleh dari lapangan. Atau juga ketika di lapangan, peneliti
merasa data dan informasi yang diperoleh adalah sangat
penting dan berhubungan dengan variabel atau tema penelitian.

119
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Namun kenyataannya tidak semua data dan informasi tersebut


bisa dipakai untuk di analisis.
Selain itu, reduksi data juga dibuat dalam rangka membangun
rangkuman dari seluruh data dan informasi yang ada sehingga
peneliti bisa secara jelas mengetahui mana data dan informasi
yang penting untuk proses analisis. Pembuatan rangkuman atau
abstraksi tersebut harus juga disesuaikan dengan rancangan
penelitian awal, seperti terhadap permasalahan, tujuan, maupun
variabel penelitian. Dengan adanya rangkuman tersebut,
peneliti juga bisa merancang-rancang seperti apa analisis yang
akan dilakukan nantinya.

• Kategorisasi/Pengelompokan Data
Setelah adanya rangkuman atau abstraksi, maka tahapan
selanjutnya adalah membuat kategorisasi data dan informasi.
Proses ini sama dengan pengelompokan barang-barang di
sebuah supermarket. Barang-barang pecah belah diletakkan
pada satu tempat, pakaian di satu tempat, barang elektronik di
satu tempat dan sebagainya. Demikian juga dalam proses
kategorisasi/pengelompokan data. Dari beberapa jenis data
yang ada dan diperoleh melalui beberapa sumber, peneliti
kemudian melakukan pengelompokkan berdasarkan
kepentingan analisis.
Namun perlu diketahui bahwasannnya pengelompokkan atau
kategorisasi data ini bukanlah pengelompokkan dalam artian
membagi-bagi data berdasarkan sumber pengumpulannya,
seperti menyatukan data observasi, wawancara, dokumentasi,
catatan lapangan peneliti dan sebagainya. Yang dimaksud
dengan kategorisasi adalah pengelompokan data berdasarkan
indikator dari variabel yang diteliti.
Misalnya saja seorang peneliti mengangat tema penelitian
tentang pandangan pasien miskindi rumah sakit umum tentang
sistem pelayanan bagi keluarga miskin. Ada beberapa variabel
dalam penelitian tersebut, yakni pandangan pasien miskin dan
pelayanan bagi keluarga miskin (di rumah sakit). Setelah
dilakukan wawancara, observasi, dokumentasi, FGD dan
sebagainya, kemudian peneliti melakukan kategorisasi terhadap
seluruh data tersebut. Kita contohkan untuk variabel pandangan
pasien miskin. Dari wawancara, peneliti mendapat informasi
bahwasannya pasien merasa kurang mendapat respon yang baik
dari pihak rumah sakit, salah satunya terkait dengan kesulitan
(berbelit-belit) untuk mengurus surat-surat yang dibutuhkan.
Dalam proses observasi peneliti mendapatkan data pengamatan
langsung bahwasannya untuk mengurus surat-surat dibutuhkan
waktu satu hari. Dalam proses kategorisasi, data wawancara

120
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

tentang pandangan bahwasannya sulit mengurus surat-surat


dengan hasil observasi langsung tersebut dijadikan satu. Begitu
juga untuk data-data lainnya.
Kategorisasi tersebut bertujuan untuk memudahkan proses
analisis data. Jika data observasi dijadikan satu namun jenis
informasinya berbeda, maka analisis tetap sulit untuk
dilakukan, jadi kategorisasi dilakukan terhadap jenis data dan
informasi yang sejenis (satu warna), memiliki makna yang
sama itulah yang kelompokkan, sehingga ketika melakukan
analisis akan lebih mudah dan terfokus.

• Penafsiran/Pemaknaan data (tahap


interpretasi)
Tahapan selanjutnya setelah kategorisasi dilakukan adalah
melakukan penafsiran. Data dan informasi yang telah di
kategorisasi tersebut tentu saja sudah cukup sederhana untuk di
analisis. Secara sederhana, di depan peneliti sudah tersedia data
dan informasi yang telah berkelompok. Ibaratnya data-data
yang telah dikelompokkan tersebut adalah tumpukan kayu
sesuai dengan ukuran dan jenisnya. Tugas peneliti adalah
merangkai berbagai jenis kayu berdasarkan kualitas dan
ukurannya tersebut untuk membuat sebuah benda (misalnya
meja atau kursi). Data-data tersebut adalah bahan material
utamanya, sedangkan paku, pasak, cat dan sebagainya adalah
pemikiran, pengalaman, pengetahuan, nilai/ideologi maupun
kepentingan si peneliti.
Tabel
Interpretasi dalam Penelitian Kualitatif

121
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Berdasarkan bagan di atas, antara peneliti, proses interpretasi, data dan


informasi maupun hasil interpretasi berada dalam satu ruang, yang artinya,
seluruh elemen-elemen tersebut tidak dapat dipisahkan. Ini artinya interpretasi
yang dilakukan peneliti terhadap informasi/data dan hasil interpretasi/analisis
bukan sebuah proses yang terlepas. Peneliti tidak memiliki instrumen lain sebagai
penengah antara si peneliti dengan data/informasi yang ditafsirkan atau dimaknai.
Pemikiran, pengetahuan, pengalaman dan nilai-nilai yang dimiliki oleh peneliti
dapat mempengaruhi bagaimana data dan informasi tersebut dianalisis.
Memang dari proses analisis di atas ada kemungkinan data yang di
interpretasi oleh peneliti akan bias, namun begitulah dalam sebuah penelitian
kualitatif. Peneliti memang tidak bebas nilai dalam melakukan analisis, sehingga
hasil interpretasi atau hasil analisis data memang mengandung unsur nilai-nilai,
pengetahuan bahkan pengalaman peneliti. Ibaratnya penggabungan warna, maka
warna yang dari si peneliti mempengaruhi proses analisis data sehingga
membentuk warna yang berbeda.

5.4. Bagaimana melakukan interpretasi


data/informasi?
Seperti yang telah diungkapkan di atas, tugas dari seorang peneliti dalam
menganalisis data dalam penelitian kualitatif adalah melakukan interpretasi data.
Menurut Lexy Moleong (2001; 197), dan Noeng Muhadjir (2000; 187), proses
penafsiran data terkait dengan 3 (tiga) hal, yakni; penerjemahan atau data
translation; penafsiran atau interpretasi, ekstrapolasi dan; pemaknaan atau
meaning.
Penerjemahan atau translasi data merupakan proses dimana peneliti
menjabarkan data/informasi yang sama dalam media atau cara penjelasan yang
berbeda. Misalnya saja beberapa informasi yang diperoleh dari sejumlah
informan menyatakan bahwasannya peran masyarakat dalam proses penyusunan
rencana pembangunan di tingkat desa (Musrenbangdes) melibatkan kalangan
lembaga swadaya masyarakat. Mereka mengungkapkan beberapa alasan.
Misalnya si A punya mengungkapkan alasan bahwasannya LSM tidak memahami
kondisi masyarakat sehingga tidak perlu diikutsertakan. Namun pandangan si A
tersebut berbeda dengan si B, C, D dan F. walaupun sama-sama memiliki sikap
yang sama, tapi mereka memiliki alasan yang berbeda. Nah, informasi dan data
yang bersifat narasi tersebut kemudian diterjemahkan dengan membuat sebuah
tabel untuk menyederhanakan perbedaan alasan-alasan tersebut. Begitu juga
sebaliknya, dimana data dan informasi dalam bentuk tabel kemudian bisa
diterjemahkan dalam bentuk narasi atau pernyataan.
Cara kedua adalah melakukan penafsiran. Penafsiran pada hakekatnya
adalah upaya dari peneliti untuk mencari latar belakang, konteks sosial yang
melatarbelakangi informasi maupun data yang akan dianalisis. Misalnya saja
peneliti ingin menafsirkan mengapa masyarakat menolak keterlibatan LSM dalam
Musrenbangdes. Ternyata setelah dilihat latarbelakangnya, para informan
melakukan penolakan karena sebelumnya punya pengalaman yang negatif
terhadap keterlibatan LSM dalam kegiatan-kegiatan perencanaan pembangunan

122
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

desa. Keberadaan LSM lebih banyak melakukan kritik tanpa memberikan


masukan, sehingga masyarakat tidak setuju keterlibatan LSM. Dari contoh ini
kita dapat melihat bahwasannya peneliti tidak merasa puas dengan informasi dan
data yang diperoleh, namun berusaha melihat konteks yang tersembunyi atau
tidak muncul di data untuk menjelaskan informasi tertentu.
Cara ketiga adalah melakukan ekstrapolasi. Ekstrapolasi adalah
menggunakan kemampuan daya fikir manusia (peneliti) untuk menangkap apa
yang ada di sebalik data yang disajikan. Misalnya saja peneliti mencoba
menginterpretasi penolakan masyarakat terhadap keterlibatan komponen LSM.
Selain karena pengalaman negatif masa lalu tentang keberadaan LSM, ternyata
ada hal lain yang tidak terungkap. Dari ungkapan-ungkapan atau pernyataan
informan yang menolak, peneliti mendapat kesan bahwasannya ada faktor sakit
hati, khususnya pada beberapa orang informan terhadap beberapa personal dari
LSM sehingga membuatnya berpandangan negatif.
Cara keempat adalah memberi makna. Memberi makna merupakan
upaya peneliti dengan menggunakan kemampuan integratif manusia, yakni indera
manusia, daya fikir dan akal budi. Sama halnya dengan yang telah disebutkan
pada paragraf sebelumnya, dalam melakukan analisis, peneliti menggunakan
unsur subyektifitasnya. Yang disebut subyektivitas adalah melibatkan
akal/pengetahuan (aspek kognitif), perasaan/budi (afektif) dan indera manusia
(konatif/perilaku). Ketika menganalisis sebuah informasi atau data, ketiga aspek
pada peneliti tersebut dapat digunakan.
Misalnya tentang kasus penolakan masyarakat tersebut. Peneliti adalah
orang yang pernah berkecimpung dalam dunia LSM dan pekerja sosial sehingga
memahami bagaimana manfaat yang bisa diperoleh jika proses perencanaan
pembangunan melibatkan komponen LSM. Keterlibatan LSM dapat membangun
daya kritis masyarakat sehingga dapat berkontribusi terhadap penyusunan
rencana pembangunan desa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Atas
dasar pengalaman, pengetahuan dan emosi/budi, si peneliti bisa memberikan
makna bahwasannya penolakan masyarakat tersebut tidak beralasan, bahkan
mengada-ada, sehingga perlu diluruskan. Pandangan seperti ini sah-sah saja
dalam penelitian kualitatif, terutama dalam menganalisis data yang bersifat
kualitatif.

5.5. Menganalisis Data dalam Bentuk Angka


Perlu dipahami bahwasannya dalam penelitian kualitatif sering kali
peneliti juga memperoleh data dalam bentuk angka-angka, baik yang diperoleh
melalui wawancara, observasi maupun dokumen. Data dalam bentuk angka
tersebut jangan disamakan dengan data kuantitas dalam penelitian kuantitatif,
karena hakekat datanya sangat jauh berbeda. Secara sederhana, data angka dalam
penelitian kuantitatif adalah data untuk kepentingan mengukur realitas. Realitas
yang telah di ukur tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menguji atau di
komparasi dengan ukuran realitas lainnya. Sedangkan data angka dalam
penelitian kualitatif bukanlah untuk mengukur realitas, namun sekedar data angka
yang diungkapkan oleh informan, atau pun data angka yang tidak digunakan

123
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

untuk menguji, membandingkan ataupun dibuktikan kebenarannya. Data angka


dalam penelitian kualitatif hanya sekedar dijabarkan atau digambarkan semata
tanpa ditindaklanjuti dengan pengujian atau pembandingan dengan data ukuran
realitas lainnya.
Sebagai contoh, seorang peneliti melakukan penelitian dan mengajukan
kuesioner sederhana ataupun mewawancarai kepada 30 orang responden
(masyarakat desa). Dua puluh (20) orang atau 60% dari responden menyatakan
menolak keterlibatan LSM, dan hanya 33.3% yang menyatakan setuju. Data
dalam bentuk angka tersebut tidak dimaksudkan untuk di uji apakah benar atau
tidak. Peneliti tidak menganalisis data tersebut untuk diambil kesimpulan
bahwasannya secara statistik 66,6% sudah representasi dari seluruh pandangan
masyarakat. Data angka tersebut hanyalah angka. Tidak boleh menggunakan
angka tersebut untuk menggeneralisir atau mengambil kesimpulan secara umum.
Begitu juga ketika peneliti mendapat informasi dari beberapa informan
bahwasannya penghasilan seorang petani adalah Rp. 600.000,- setelah dipotong
dengan biaya produksi (beli pupuk, zat kimia, biaya penanaman dan sebagainya).
Angka penghasilan petani tersebut sama sekali bukan data untuk mengukur
seluruh realitas, namun data angka yang memang benar-benar terjadi pada petani.
Data tersebut tidak untuk dibandingkan, ditarik kesimpulan secara umum dan
sebagainya.
Penelitian kualitatif juga dapat menggunakan tabel dalam menganalisis
data. Tapi tetap saja data angka yang dimasukkan dalam tabel tersebut tidak
dimaksudkan untuk di uji atau ditarik kesimpulan. Berikut contohnya:
Tabel
Contoh Hasil Translasi

Tabel di atas merupakan terjemahan atau translasi dari data yang diperoleh
dari wawancara maupun kuesioner sederhana ke dalam bentuk tabel. Data dalam
bentuk angka seperti yang dicantumkan dalam tabel tersebut tidak bermaksud
untuk dilakukan pengujian. Peneliti hanya bermaksud memberi gambaran kepada
para pembaca laporan penelitiannya tentang presentase informan tentang sikap
terhadap keterlibatan komponen LSM dalam Musrenbangdes berdasarkan lama
tinggal. Walaupun tidak untuk di uji, data tersebut disarankan untuk dianalisis
secara lebih mendalam.

124
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Cara menganalisis data tabel tersebut dapat digunakan cara interpolasi,


penafsiran maupun pemaknaan seperti yang dicantumkan di atas. Peneliti jangan
hanya menuliskan kembali data angka di atas dalam bentuk narasi. Hal seperti itu
sering terjadi dalam penelitian kualitatif. Data yang telah tercantum dalam bentuk
angka di dalam tabel kemudian dituliskan kembali dalam beberapa paragraf. Cara
seperti itu jelas tidak berguna, bahkan mubazir. Yang diperlukan adalah
bagaimana peneliti menganalisis secara lebih dalam tentang realitas/konteks
sosial di sebalik data angka tersebut.
Misalnya saja terkait dengan angka responden yang menyatakan setuju
adalah mereka yang sudah tinggal lebih dari 5 tahun. Bisa saja informan
kemudian menganalisis (tentunya didasarkan pada data, maupun pengalaman,
pengetahuan peneliti), bahwasannya masyarakat yang sudah lama tinggal di desa
tersebut lebih memiliki pemahaman yang lebih luas dibandingkan yang baru
tinggal 1 sampai 4 tahun. Masyarakat yang telah lebih 5 tahun adalah mereka
yang punya pemahaman bahwasannya kegagalan perencanaan desa bukan hanya
disebabkan oleh keterlibatan LSM, namun oleh faktor-faktor lain. Jika seperti ini
analisis dari peneliti, maka data angka tersebut akan lebih bermakna lagi
dibandingkan hanya diulang penulisannya.

5.6. Teknik Analisis Data Kuantitatif


Pada bagian-bagian sebelumnya sudah banyak dibahas tentang jenis
penelitian kuantitatif yang berakar dari paradigma ilmu positivistik. Paradigma
positivis adalah sebuah pandangan yang menyatakan bahwa realitas atau gejala
sosial adalah fakta sosial yang bersifat eksternal terhadap manusia. Paradigma
positivistik beranggapan bahwasannya yang mendorong dan membentuk sikap,
tindakan, perilaku, nilai-nilai, aturan dan hukum dan sebagainya adalah struktur
yang ada di luar manusia atau individu. Manusia atau individu dianggap sebagai
agen yang pasrah dan dan dipaksa oleh kondisi/situasi eksternalnya.
Atas dasar pandangan seperti itu, untuk mengetahui atau menjelaskan
sebuah realitas, maka bukan nilai-nilai, pemikiran, pandangan, pendapat,
pernyataan manusia, namun berupa nilai, aturan, norma, dan realitas sosial
lainnya yang terwujud dari tindakan, pendapat, pandangan, pengalaman,
pengetahuan manusia/individu. Berikut ilustrasi yang bisa membantu
penjelasan di atas.

125
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Gambar
Kerangka Berfikir Positivis Terhadap Realitas

Gambar di atas memperlihatkan bahwasannya dalam paradigma positivis,


individu dipengaruhi oleh budaya, politik, keluarga, pendidikan, hukum dan
institusi-institusi (disebut juga dengan pranata) sosial. Bukan individu yang
membentuk realitas sosial. Untuk mengangkat realitas dan gejala sosial, maka
yang diteliti bukanlah nilai-nilai individu, namun budaya, politik, hukum,
keluarga yang membentuk perilaku, tindakan, sikap, persepsi, dan lain-lain yang
dijadikan dasar manusia dalam melakukan tindakan sosial. Jadi sebenarnya yang
diteliti dalam paradigma positivis adalah realitas yang terwujud dari tindakan-
tindakan sosial manusia/individu. Individu adalah sumber data/informasi, namun
yang di ungkap atau di angkat adalah realitasnya.
Begitu juga dalam melakukan pengukuran terhadap realitas. Data yang
diperoleh dari individu/manusia lah yang di ukur, bukan nilai-nilai, perilaku dari
manusia yang terlepas dari realitasnya. Misalnya saja peneliti mengangkat
pandangan masyarakat terhadap partai politik di Indonesia. Peneliti
mengumpulkan kuesioner dari individu-individu. Setelah data diperoleh, barulah
peneliti melakukan pengukuran terhadap informasi dan data yang diperoleh dari
individu tersebut. Sedangkan nilai-nilai si individu tentang partai politik tidak
dijadikan dasar melakukan analisis.
Dalam analisis data penelitian kuantitatif peneliti akan berurusan dengan
dua tipe data, yakni data interval dan rasio. Mengapa demikian? Sebab data
interval dan data rasio lah pengukuran dapat dilakukan. Berbeda dengan jenis
data nominal yang hanya bersifat pembeda dan data ordinal yang hanya
menunjukkan tinggi rendah, maka untuk mengukur sebuah variabel tidak
mungkin menggunakan ukuran tinggi rendah saja. Misalnya tentang tinggi 50

126
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

orang siswa di kelas. Tidaklah cukup hanya mengatakan tinggi siswa dan
perempuan berbeda (nominal), atau tinggi laki-laki lebih dari tinggi perempuan
(ordinal). Tinggi siswa laki-laki dan perempuan harus dapat benar-benar diukur,
misalnya rata-rata tingginya, yang tertinggi dan yang terendah, selisih rata-rata
tinggi dan sebagainya. Untuk bisa menjelaskan kondisi tersebut maka diperlukan
data yang bersifat interval dan rasio.
Dalam penelitian kuantitatif, khususnya pada penelitian-penelitian sosial,
instrumen pengumpulan data paling utama adalah kuesioner, walaupun ada juga
beberapa penelitian yang menggunakan data sekunder, seperti dokumen-dokumen
yang kemudian dianalisis oleh peneliti. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
kuesioner merupakan bentuk pengambilan data dimana peneliti membuat
beberapa pertanyaan maupun pertanyaan yang dijawab oleh peneliti. Jawaban
atau pilihan jawaban tersebut ada yang bersifat tertutup, terbuka dan setengah
tertutup. Jika data tersebut tidak dilakukan pengujian, maka pilihan jawaban
tersebut tidak diberi bobot atau score, namun juka digunakan untuk melakukan
pengujian, maka pilihan jawaban akan diberi bobot tertentu.
Data yang kuesioner yang tidak diberi bobot maupun yang diberi bobot
tersebutlah yang kemudian dianalisis dalam penelitian kuantitatif. Namun untuk
dapat dianalisis, maka sebelumnya kuesioner harus di rekapitulasi sehingga
memudahkan untuk dianalisis. Misalnya saja peneliti menyebarkan kuesioner
kepada 20 orang responden. Selain nama, ada 5 pertanyaan yang diajukan oleh
peneliti, yakni:
1. Jenis Kelamin
2. Umur
3. Lama bekerja
4. Gaji/upah dan
5. Tingkat kedisiplinan
Setelah dilakukan rekapitulasi, diperoleh data sebagai berikut.

127
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Dalam penelitian kuantitatif proses rekapitulasi kuesioner ke dalam tabel-


tabel seperti di atas sangatlah penting dalam mempermudah proses analisis. Data
dalam tabel-tabel di atas dapat dikatakan adalah data mentah yang dapat
dianalisis sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan peneliti dalam menjawab
permasalahan penelitian ataupun menguji hubungan antar variabel, sehingga
pembuatannya harus dilakukan dengan teliti.
Sebelum dijelaskan beberapa teknik analisis penelitian kuantitatif, ada
baiknya pembaca diberi pemaparan tentang bagaimana memilih teknik analisis
data. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari bagan berikut ini:

Gambar
Bagan Hubungan Data Dengan Teknik Analisis Data

Penjelasan:
Faktor utama yang menentukan penentuan jenis analisis data (terutama teknik
analisis statistik) adalah jenis atau tipe data penelitian. sebenarnya ada faktor lain
yang mempengaruhi jenis analisis yang digunakan, seperti hipotesis penelitian,
permasalahan penelitian, dan bentuk hubungan antar variabel. Namun pada
bagian-bagian terdahulu telah dijelaskan hubungan faktor-faktor lain terhadap
analisis data, sehingga kali ini difokuskan pada pengaruh data terhadap teknik
analisis.
Jika data yang diperoleh oleh peneliti bersifat nominal atau paling maksimal
ordinal, maka teknik statistik yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif.
Dalam analisis statistik deskriptif peneliti hanya melakukan penjabaran atas data
yang ada tanpa bermaksud meng –generalisir data. Data yang di deskripsikan

128
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

(dijabarkan tersebut) juga bisa digunakan untuk keperluan inferensi, seperti uji
normalitas, validitas dan reliabilitas, dan sebagainya. Namun jika data bersifat
interval, terutama rasio, maka analisis data yang digunakan adalah statistik
parametrik. Statistik parametrik digunakan jika distribusi datanya memenuhi
standar normalitas data, jika tidak normal, maka teknik analisis yang digunakan
adalah melakukan teknik analisis non parametrik. Dalam uji statistik juga dibagi
atas beberapa jenis berdasarkan hubungan variabelnya. Jika bersifat tunggal,
maka uji statistik yang digunakan dinamakan univariat, jika dua maka disebut
dengan bi-variat, sedangkan lebih dari dua, maka disebut dengan uji multivariat.
Berikut keterangan masing-masing uji statistik yang digambarkan di atas dalam
penelitian kuantitatif.

5.7. Statistik Deskriptif


Statistik deskriptif merupakan satu jenis analisis statistik yang paling
sering digunakan, terutama di perguruan tinggi. Selain prosesnya sederhana, juga
tidak digunakan untuk menguji hipotesis atau pun menguji keterhubungan
beberapa variabel. Keuntungan kedua, sampel yang dianalisis dalam penelitian
kuantitatif tidak besar atau dengan kata lain, sampel yang di analisis bukan/tidak
representasi atau mewakili secara statistik dari populasi. Dan yang ketiga, analisis
deskriptif juga tidak direpotkan dengan pembobotan/scoring dalam rangka
merubah data kualitatif (data nominal dan ordinal) menjadi data interval atau
rasio. Jadi, data yang di analisis adalah data mentah (lihat tabel data di bagian
sebelumnya).
Ada beberapa jenis analisis data secara deskriptif dalam penelitian kuantitatif,
yakni:

Analisis Tabulasi (Tabel) Tunggal


Persen Data di sebelah adalah hasil rekapitulasi
Tahun Frekuensi data dari kuesioner terhadap 20 orang
(%)
1 2 10.0 karyawan dalam sebuah perusahaan.
Salah satu pertanyaan dari kuesioner
2 7 35.0 tersebut adalah lama bekerja di
3 7 35.0 perusahaan tersebut.
4 4 20.0
Total 20 100.0

Setelah dilakukan rekapitulasi, diperoleh gambaran seperti di tabel


tersebut. Sebanyak 2 orang karyawan bekerja selama 1 tahun, 7 orang sudah
bekerja 2 tahun, 7 orang selama 4 tahun dan 4 orang selama 4 tahun.

129
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Dalam analisis tabel tunggal, peneliti hanya menjabarkan atau


mendeskripsikan satu variabel saja8 atau satu item pertanyaan/pernyataan yang
ada dalam kuesioner. Dari contoh di atas, item pertanyaan yang dideskripsikan
adalah tentang lama bekerja 20 orang karyawan perusahaan. Peneliti hanya
menjabarkan dari 20 orang tersebut berapa banyak (berapa persen) yang bekerja 1
tahun sampai 4 tahun. Namun peneliti tidak boleh melakukan analisis lebih lanjut
seperti yang dilakukan dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif,
peneliti diberi ruang untuk melakukan analisis secara subyektif maupun
berdasarkan informasi-informasi lain yang diperoleh dari wawancara maupun
observasi, namun dalam penelitian kuantitatif hal tersebut disarankan untuk tidak
dilakukan, kecuali peneliti menggunakan metode penelitian campuran9.

5.7.1. Analisis Tabulasi (Tabel) Silang


Berbeda dengan analisis tabel tungal atau tabulasi tunggal, analisis tabulasi
silang menggabungkan dua atau lebih variabel dalam sebuah tabel, sehingga
analisis yang digunakan tidak sekedar menjabarkan saja, namun sudah dalam
bentuk analisis gabungan. Contohnya seperti pada tabel di bawah ini yang
menggabungkan antara lama bekerja dengan jenis kelamin karyawan.

8
Dalam penelitian sosial, penggunaan istilah variabel dapat
bermakna berbeda sesuai dengan peruntukkannya. Variabel bisa
bermakna satu konsep yang memiliki variasi nilai. Namun dalam
konteks pertanyaan/kuesioner, variabel satu item pertanyaan
atau pernyataan juga dapat disebut variabel, karena pilihan
jawaban dari pernyataan/pernyataan kuesioner tersebut
merupakan variasi nilai, sehingga satu pertanyaan bisa dianggap
sebagai sebuah variabel (walaupun pertanyaan tersebut
merupakan indikator dari variabel)
9
Selain penelitian kuantitatif dan kualitatif, saat ini sudah sangat
banyak peneliti yang menggunakan metode campuran, yakni
menggabungkan antara jenis penelitian kuantitatif dengan
kualitatif. Konsekuensinya, peneliti juga menggunakan teknik
analisis campuran, dimana analisis secara subjektif dan obyektif
dilakukan terhadap data.

130
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Tabel di sebelah adalah contoh


analisis tabulasi silang 2 x 1,
dimana variabel jenis kelamin
dihubungkan dengan lama
bekerja. Tabel tersebut dikatakan
tabel 2 x 1 karena pada variabel
jenis kelamin terdapat 2
kategori, yakni laki-laki dan
perempuan, sedangkan lama
bekerja berbentuk data diskrit
(data dalam bentuk bilangan
bulat).

Berdasarkan tabulasi silang tersebut peneliti bisa melakukan analisis


bahwasannya 7 orang karyawan laki-laki dan 7 orang karyawan perempuan sudah
bekerja antara 2 sampai 3 tahun di perusahaan tersebut. Namun dibandingkan
perempuan, karyawan laki-laki yang bekerja 4 tahun lebih besar, yakni 3 orang,
sedangkan perempuan hanya 1 orang. Begitulah seterusnya dalam melakukan
analisis tabulasi silang. Dalam melakukan analisis tersebut peneliti harus teliti
melihat data-data yang menonjol (sangat besar, sangat kecil, dan sebagainya).
Bisa juga peneliti memperhatikan dari sisi kesamaan jumlah, ketimpangan
jumlah, dan sebagainya. Namun yang harus diperhatikan adalah peneliti tidak
boleh menganalisis keluar dari data dalam bentuk tabel tersebut. Hal itu hanya
memungkinkan jika peneliti menggunakan teknik gabungan penelitian kualitatif
dan kuantitatif secara bersamaan.
Selain itu tabulasi data juga bisa dilakukan dengan mengubungkan dua
variabel dengan dua variabel lain, atau satu variabel (dengan dua ketegori) dan
satu variabel dengan dua kategori lainnya. Namun peneliti harus hati-hati dalam
menggabungkan variabel atau item pertanyaan tersebut. Pada contoh di atas,
cukup logis jika menggabungkan jenis kelamin dengan masa kerja, misalnya saja
ingin melihat apakah laki-laki atau perempuan yang lebih lama bekerja di
perusahaan tersebut. Untuk menggabungkan dua variabel peneliti harus
berpegangan pada permasalahan penelitian. Jika permasalahan ingin melihat
bagaimana gambaran karyawan terhadap kedisiplinan, maka akan mubazir jika
menghubungkan antara lama bekerja dengan umur. Dengan begitu peneliti harus
hati-hati dalam menggabungkan beberapa item pertanyaan/pernyataan dalam
kuesioner untuk di analisis.

5.7.2. Analisis Grafik dan Diagram


Selain menggunakan analisis tabulasi tabel tunggal dan atau tabulasi
silang, analisis statistik secara deskriptif juga dapat dilakukan dengan dengan
cara memakai teknik grafik dan atau diagram. Cara ini juga cukup mudah
dilakukan, namun dengan syarat peneliti harus benar-benar memiliki data yang
benar-benar terorganisir rapi yang diolah dari kuesioner maupun sumber data
lainnya.

131
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Gambar
Contoh Grafik Scatter

Salah satu grafik yang kerap digunakan adalah grafik scatter. Grafik model
ini pada umumnya memang digunakan untuk analisis korelasi, namun bisa juga
digunakan dalam statistik deskriptif (tentunya tidak untuk melakukan pengujian).
Pada contoh di atas, peneliti menggabungkan antara tingkat kedisiplinan dengan
upah/gaji yang diterima dalam satu bulan. Cara menganalisis dengan
menggunakan diagram scatter ini adalah dengan membandingkannya dengan
diagram scatter eksponensial, dimana kenaikan/peningkatan kedisiplinan akan
diikuti dengan tingginya upah atau gaji.
Untuk memperkuat proses analisis, peneliti juga dapat menggunakan
diagram “pie”. Namun hampir sama dengan grafik scatter maupun pie, sifatnya
hanya meneguhkan atau menegaskan data yang disajikan dalam bentuk narasi
maupun tabel. Dengan adanya tampilan seperti ini maka sangat membantu prose
visualisasi data sehingga pihak-pihak yang membaca atau melakukan pengujian
terhadap hasil penelitian lebih cepat memahami laporan hasil penelitian. Namun
perlu diperhatikan bahwasannya penggunaan diagram atau pun grafik sifatnya
hanya tambahan, bukan yang utama, apalagi dalam penelitian deskriptif. Untuk
itu para peneliti harus benar-benar bisa menggunakan grafik dan diagram sesuai
dengan kebutuhannya, sehingga tidak terkesan berlebihan.

132
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Gambar
Contoh Diagram Pie

1 tahun
4 tahun
10.0%
20.0%

2 tahun

35.0%
3 tahun
35.0%

5.7.3. Analisis Menggunakan Tendensi Sentral


Salah satu teknik yang kerap digunakan (selain juga mudah dan sederhana)
adalah menggunakan ukuran tendensi sentral. Landasan dari analisis berdasarkan
ukuran tendensi sentral adalah mengikuti logika matematika kurva normal seperti
yang digambarkan di bawah ini.
Gambar
Kurva Normal

Teknik tendensi sentral kerap dilakukan oleh setiap orang dalam


kehidupan sehari-hari. Misalnya saja seorang guru sedang mengevaluasi nilai
akhir ujian siswa. Dari hasil penilaian pada semester sebelumnya guru tersebut
melihat ada penurunan. Untuk melihat penurunan, guru tersebut menggunakan
nilai rata-rata. Pada dua semester lalu nilai rata-rata mata pelajaran matematika
adalah 6.3, namun pada semester terakhir hanya 6,03, ini artinya terjadi
penurunan sebesar 0,27 point.
Karena teknik ini sangat mudah, namun banyak orang yang kemudian
sudah jarang menggunakannya. Peneliti malah kerap mencari teknik-teknik yang
lebih rumit padahal dengan menggunakan teknik rata-rata hitung saja sudah
cukup baik dan menghasilkan penelitian yang menarik. Kecenderungan seperti ini

133
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

adalah salah satu bentuk salah kaprah. Karena dalam sebuah penelitian, yang
paling penting adalah bagaimana bisa mengangkat dan mengungkap realitas,
bukan kecanggihan teknik yang digunakan namun gagal menjawab permasalahan
penelitian.
Secara sederhana teknik rata-rata hitung (mean) adalah sebuah teknik yang
digunakan untuk mencari titik sentral dari sebuah data. Seperti gambar kurva
normal di atas, jika kurva berbentuk sempurna (seperti lonceng terbalik), maka
antara mean (rata-rata hitung), median (nilai tengah) dan modus (nilai yang
paling sering muncul) berada pada satu titik.
Berikut contoh yang bisa manjadi gambaran tentang penggunaan mean
dalam proses analisis data.
Data pada tabel sebelah adalah data upah/gaji 20
No Upah/bulan orang karyawan sebuah perusahaan dalam satu
1 Rp. 1.200.000 bulan. Untuk mencari rata-rata hitung (mean)
2 Rp.1.356.000 ΣΧ
secara kasar maka digunakan rumus µ = ,
3 Rp.1.436.800 Ν
4 Rp.1.450.000 dimana µ = rata-rata, ΣX= jumlah total data
dan N= jumlah populasi/sampel. Berdasarkan
5 Rp.1.567.500
rumus di atas, maka diperoleh µ = Rp.
6 Rp.1.657.800
2.023.645,-. Dengan hasil tersebut, peneliti bisa
7 Rp.1.687.900 secara kasar menyatakan, bahwasannya rata-rata
8 Rp.1.795.000 upah per bulan dari 20 orang karyawan berada di
9 Rp.1.950.000 atas gaji 9 orang karyawan, atau dengan kata
10 Rp.2.000.000 lain, 50 % dari karyawan memiliki upah di
11 Rp.2.134.000 bawah rata-rata, sedangkan 50% lainnya sudah
mendapat upah lebih dari rata-rata upah
12 Rp.2.145.000 karyawan. Begitulah seterusnya, peneliti bisa
13 Rp.2.315.000 mengambil beberapa analisis berdasarkan
14 Rp.2.316.800 perhitungan nilai rata-rata, sehingga hasil
15 Rp.2.324.500 penelitian menjadi lebih menarik dan
16 Rp.2.345.000 berhubungan dengan menjawab permasalahan
penelitian.
17 Rp.2.435.600
Namun jenis perhitungan rata-rata tersebut
18 Rp.2.450.000 sangatlah kasar, artinya peneliti tidak
19 Rp.2.645.000 mempertimbangkan faktor-faktor lain yang
20 Rp.3.261.000 sebenarnya berhubungan dengan jumlah upah
Rp. 40 472 900 seluruh karyawan.
Total

Cara membuat nilai rata-rata yang lebih bisa cermat adalah menghitung
rata-rata dari sebuah data yang sudah mempertimbangkan faktor-faktor pengaruh
terhadap data.
Misalnya saja tentang upah di atas. Keberadaan nilai upah per bulan tentu
saja tidak sama antar responden, karena bisa saja dipengaruhi oleh

134
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

golongan/jabatan setiap karyawan, tunjangan dan atau insentif, prestasi kerja dan
sebagainya. Dengan demikian diperlukan cara perhitungan mean yang lebih
cermat dengan mempertimbangkan faktor-faktor pengaruh, salah satunya dalah
dengan menggunakan teknik perhitungan rata-rata (mean) ditimbang. Berikut
contohnya.

Tabel
Variabel Penghasilan Petani

Tabel di atas adalah menjabarkan tentang penghasilan 6 orang petani.


Peneliti berusaha menghitung berapa sebenarnya rata-rata pengasilan petani
dalam satu kali panen, karena rata-rata panen padi dalam setahun adalah 2 kali,
berarti yang dihitung oleh peneliti adalah penghasilan 6 orang petani dalam satu
tahun. Ada 5 kriteria yang digunakan oleh peneliti dalam menghitung
penghasilan petani, yakn; luas lahan, produksi padi per Ha dalam hitungan
kilogram, jenis padi, harga jual berdasarkan jenis padi, biaya produksi yang
mempengaruhi jumlah penghasilan. Setelah dilakukan perhitungan, maka 6 orang
petani tersebut rata-rata memperoleh penghasilan sebesar Rp. 24. 853.033,33 atau
dibulatkan menjadi Rp. 24.850.000,-. Rata-rata dengan model perhitungan seperti
ini lebih cermat dibandingkan dengan menggunakan rumus rata-rata sebelumnya
yang cenderung kasar. Dalam perhitungan ini peneliti sudah menggunakan
faktor-faktor lain, sehingga nilai rata-rata penghasilan petani memang benar-
benar sudah mempertimbangkan faktor-faktor pengaruh penghasilan petani.
Dengan teknik ini juga peneliti tidak sekedar bisa menghitung rata-rata
penghasilan petani saja, namun bisa menghitung berapa rata-rata penghasilan
yang bisa diperoleh petani berdasarkan luas lahannya. Berdasarkan perhitungan
(pembagian antara total penghasilan 6 petani dibagi total luas lahan), maka
diperoleh angka Rp. 18.570.114,57,-. Artinya, setiap hektar lahan bisa
menghasilkan kurang lebih 18,5 juta rupiah.
Jika peneliti ingin memperkaya analisis, data tabel tersebut menawarkan
beberapa hal yang bisa dihitung, terutama dengan rumus rata-rata. Antara lain
bisa menghitung berapa rata-rata biaya produksi, rata-rata luas lahan, rata-rata
produksi per ha (dalam kg) maupun rata-rata harga jual padi milik petani. Jadi,
sebenarnya dengan data seperti itu saja peneliti bisa melakukan analisis

135
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

bermacam-macam guna memperkaya penelitian. Jika data yang diperoleh peneliti


hanya jumlah penghasilan per tahun, maka analisis hanya sampai disitu saja.
Dalam mencari nilai rata-rata, peneliti juga bisa menggunakan teknik lain,
salah satunya dengan menggunakan teknik rata-rata hitung metode pendek.
Misalnya saja dalam kasus di atas peneliti hanya memiliki data tentang luas lahan
dan biaya produksi. Sedangkan produksi per Ha dan harga jual, peneliti hanya
memiliki nilai rata-ratanya saja. Berdasarkan ketersediaan data tersebut, maka
perhitungan penghasilan petani akan seperti ini:
Tabel
Contoh Perhitungan Penghasilan Petani

Berdasarkan perhitungan di atas, maka kelihatan jumlah pengasilan total


petani pun bertambah, sehingga ketika di hitung rata-rata penghasilan ke 6 petani,
maka akan terjadi kenaikan menjadi Rp. 25.005.873.26,-. Angka seperti ini tentu
saja lebih kasar dari perhitungan pertama di atas, karena peneliti tidak memiliki
nilai produksi per Ha milik masing-masing petani dan nilai harga jual jenis padi,
karena data tersebut hanya dalam bentuk rata-rata saja. Namun dengan
melakukan analisis seperti ini peneliti bisa memperoleh temuan, walaupun terjadi
kenaikan rata-rata keseluruhan penghasilan petani, namun jika di lihat satu
persatu, nilai penghasilan petani ada yang lebih rendah dari perhitungan
sebelumnya, ada juga yang tetap.
Penggunaan teknik perhitungan seperti ini kerap dilakukan oleh badan-
badan milik pemerintah. Teknik perhitungan cara pendek seperti ini cukup
memiliki banyak kelemahan, sehingga ketika di angkat menjadi tema penelitian,
maka peneliti bisa memperoleh data yang lebih riil, sehingga bisa dijadikan bahan
kritikan kepada pemerintah. Jelas berdasarkan contoh-contoh ini, penggunaan
rata-rata hitung yang sederhana juga punya kemampuan analisis yang cukup
tajam, sehingga patut untuk digunakan oleh para peneliti dalam melakukan
analisis data kuantitatif.
Lalu bagaimana penempatan teknik perhitungan rata-rata dalam penelitian
sosial, khususnya dalam penelitian kuantitatif? Satu hal yang perlu dicatat oleh
para peneliti adalah, mean atau rata-rata hitung hanya bisa digunakan untuk jenis

136
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

data yang bersifat rasio dan ber tipe continue10, sedangkan data yang bersifat
nominal (kategorial), ordinal dan interval agak sulit dilakukan, bahkan cenderung
tidak disarankan untuk dilaksanakan.
Dalam penelitian-penelitian sosial, teknik rata-rata hitung cenderung mulai
ditinggalkan, bahkan di beberapa perguruan tinggi teknik rata-rata hitung atau
mean (karena terlalu sederhana) jarang digunakan untuk melakukan menguji
hipotesis atau menjawab permasalahan penelitian. Pandangan seperti itu jelas
tidaklah benar. Penggunaan rata-rata hitung bisa digunakan untuk menguji
hipotesis, walaupun tidak dilakukan secara tunggal. Misalnya saja peneliti
mengangkat permasalahan tentang standar kebijakan pemerintah dalam
pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pemerintah menetapkan
bahwasannya yang disebut keluarga miskin yang menerima BLT adalah yang
punya rata-rata penghasilan di bawah Rp. 300.000,- (data fiktif). Peneliti
kemudian melakukan peneliti untuk membuktikan kebenaran penerapan standar
tersebut. Hipotesisnya, peneliti menyatakan standar yang digunakan pemerintah
dalam menetapkan kalangan keluarga miskin sudah tepat. Dengan mengambil
populasi di suatu desa kemudian peneliti menentukan beberapa sampel. Peneliti
mengajukan pertanyaan, kuesioner kepada responden sehingga diperoleh data
penghasilan berdasarkan faktor-faktor pengaruh penghasilan masyarakat desa.
Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan teknik rata-rata hitung,
peneliti bisa menguji hipotesis dan membuktikan kebijakan pemerintah
(khususnya pemerintah desa) dalam menentukan warga yang memperoleh BLT.
Ada banyak permasalahan penelitian kuantitatif yang bisa dijawab, di
angkat dan di ungkap dengan menggunakan teknik perhitungan rata-rata hitung.
Tinggal bagaimana peneliti bisa lebih kreatif sehingga perhitungan mean bisa
memperkaya analisis dan melihat data-data yang bisa dianalisis untuk kemudian
dijadikan dasar pembuktian hipotesis.

Median (Nilai Tengah)


Sama dengan mean, perhitungan dengan nilai tengah atau median juga
digunakan dalam rangka mencari titik pusat data dalam sebuah kurva normal.
Secara sederhana, nilai tengah adalah sebuah ukuran kecenderungan sentral yang
menggambarkan letak suatu nilai, dimana nilai atau frekuensi nilai ke atas dan ke
bawah dari nilai tersebut adalah sama. Namun untuk menentukan median
rangkaian data, maka peneliti harus terlebih dahulu mengurutkan data tersebut.
Contohnya, ada 35 data, maka median data tersebut setelah di urutkan adalah data
ke 18. Demikian juga dengan data genap, maka dua data yang berada di tengah
lah yang kemudian dijumlahkan untuk dibagi dua sehingga diperoleh median.
Sama dengan mean, perhitungan median juga sangatlah sederhana.
Kesederhanaan teknik ini tidak mencerminkan bahwasannya teknik ini tidak

10
Data yang berjenis rasio dan bertipe continue adalah data
sinambung, yakni data yang satuannya dalam bentuk pecahan
dan didapat dari proses pengukuran, seperti 0-0,01-2,3-2,35,
dan sebagainya.

137
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

efektif dalam penelitian-penelitian sosial. Misalnya saja seorang guru ingin


meneliti siapa-siapa saja siswa yang nilainya tidak terlalu bagus namun juga tidak
jelek. Sekolah ingin memperlakukan kursus khusus kepada siswa yang
kemampuannya berada di tengah-tengah agar bisa ditingkatkan. Tentu saja
peneliti/guru tersebut tidak boleh menentukan secara sembarangan. Ia kemudian
meneliti siswa sebanyak 44 orang siswa di sebuah kelas. Untuk itu, kemudian ia
melakukan pengumpulan nilai semester 44 siswa tersebut. Setelah di urutkan dari
yang paling rendah sampai yang paling tinggi, menentukan batas nyata dari kelas
interval yang mengandung median (Bb), menentukan kumulatif frenkuensi di
bawa kelas interval yang mengandung median (Kfb), frekuensi kelas interval
yang mengandung median (fmdn), lebar interval (i) dan jumlah frekuensi dalam
N 
 kf b 
2
distribusi (N), maka peneliti menggunakan rumus: Mdn = Bb +1 .
 f mdn 
 
 
Setelah rumus tersebut digunakan, peneliti kemudian memperoleh hasil nilai
mediannya. Setelah itu barulah guru tersebut membuat laporan, bahwasannya
siswa yang nilainya berada di tengah-tengah, atau dengan kata lain siswa yang
kemampuannya berada di tengah-tengah siswa lain adalah misalnya si A. Dengan
demikian barulah guru tersebut merekomendasi siapa-siapa saja siswa yang
kemampuannya berada di tengah siswa-siswa lain untuk kemudian ditingkatkan
kemampuannya.
Demikian juga dengan perhitungan tendensi sentral lain, seperti halnya
modus atau mode. Modus adalah satu ukuran kecenderungan sentral yang sering
digunakan apabila waktu yang tersedia untuk mencari kecenderungan sentral
sangat terbatas dan peneliti ingin melihat kecenderungan responden terhadap
sesuatu (Yusuf, 1987). Namun dalam keseharian banyak orang yang sering salah
menggunakan istilah modus dengan rata-rata. Misalnya saja ada orang yang
mengungkapkan, rata-rata murid di sekolah sekarang ini lebih suka membaca
komik daripada membaca buku pelajaran dan buku jenis lainnya. Dari 100 orang
siswa yang diteliti 20 orang menyatakan suka membaca buku pelajaran, 20 orang
buku self motivasi, 20 orang membaca buku agama dan 40 orang membaca
komik. Dari data tersebut, adalah tidak tepat jika menyatakan rata-rata siswa suka
membaca komik dibandingkan buku lainnya. Analisis yang lebih tepat adalah,
siswa tersebut cenderung suka membaca komik dibandingkan buku lainnya.
Dengan kata lain, modus 100 orang siswa tersebut adalah suka membaca komik.
Selain penggunaan tendensi sentral, analisis statistik juga dapat
menggunakan teknik lain yang juga sederhana, seperti penggunaan range
(rentang), yakni nilai tertinggi dari data dikurangi data terendah data lainnya,
kuartil (quartile) yakni pembagian rangkaian data dalam empat bagian dengan
frekuensi yang sama, desil, yakni pembagian distribusi data score atas puluhan
dan persentil, yakni membagi data menjadi 100 bagian yang sama banyak
frekuensinya. Namun beberapa teknik analisis data tersebut tidak akan dijelaskan
dalam buku ini karena sangat minim digunakan dalam penelitian-penelitian
sosial.

138
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Deviasi Rata-rata
Ada baiknya penjabaran difokuskan pada beberapa teknik analisis yang
memungkinkan untuk diterapkan, salah satunya adalah deviasi rata-rata atau
Average Deviation. Misalnya saja akan melakukan analisis terhadap deviasi rata-
rata upah 20 orang karyawan di sebuah perusahaan. Langkah pertama yang harus
dilakukan untuk mencari rata-rata deviasi adalah menghitung rata-rata dari
seluruh data (total nilai/score dibagi dengan jumlah responden atau n/N). Setelah
itu peneliti mengurangkan setiap nilai (upah) dengan rata-rata score. Setelah itu
total seluruh pengurangan tersebut sehingga menghasilan angka Rp. 8.270.900,-.
Setelah itu bagi angka tersebut dengan jumlah responden sehingga diperoleh
angka deviasi rata-rata sebesar Rp. 413.545,-. Ini artinya rata-rata deviasi atau
penyimpangan setiap nilai/upah terhadap rata-rata total upah adalah Rp. 413.545.
Tabel
Perhitungan Deviasi Rata-Rata

Perhitungan seperti ini sangat berguna dalam penelitian sosial karena bisa
digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya rata-rata serangkaian data
terhadap rata-rata score data mentah. Berdasarkan data di atas, ada beberapa upah
karyawan yang berada di atas maupun di bawah rata-rata upah keseluruhan
karyawan. Misalnya pihak manajemen menyatakan bahwasannya perbedaan upah

139
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

karyawan di perusahaan tersebut tidaklah besar, atau dengan kata lain perusahaan
tidak membuat kebijakan upah/gaji yang timpang antar karyawan. Untuk
membuktikan pernyataan tersebut, peneliti bisa menggunakan analisis deviasi
rata-rata. Biasanya secara kasar orang menganalisis ketimpangan hanya dengan
mengurangi data tertinggi dengan data terendah saja. Namun cara ini tidak
mencerminkan kondisi yang sebenarnya, sehingga diperlukan analisis deviasi
rata-rata sehingga dapat diperoleh angka yang lebih riil.
Dalam penelitian sosial, khususnya dalam penelitian-penelitian yang
menggunakan jenis penelitian kuantitatif, teknik ini cukup bisa diandalkan,
khususnya untuk melihat bagaimana rata-rata penyimpangan seluruh data
terhadap rata-rata data asli nya. Jika rata-rata deviasi nya 0 (nol), maka dapat
dikatakan bahwasannya semua nilai data sama dengan rata-ratanya. Jika rata-rate
deviasi nya kecil, maka nilai data yang satu dengan lainnya juga kecil, sehingga
data akan berada di sekitar rata-ratanya. Sedangkan jika deviasi rata-rata besar,
maka pasti ada data yang nilai atau score nya berbeda jauh dengan data lainnya.
Penggunaan teknik ini juga dapat dilakukan pada disiplin ilmu politik,
pemerintahan maupun komunikasi. Namun penggunaannya haruslah hati-hati,
karena hanya data yang bersifat rasio yang bisa dianalisis dengan teknik ini.
Misalnya saja seorang peneliti ingin mengangkat tema tentang hasil pilkada
Pemilu di untuk tingkat Kabupaten Lombok Barat. Dari beberapa surat kabar
dikabarkan bahwasannya perbedaan suara satu partai dengan partai lainnya tidak
berbeda jauh satu dengan lainnya. Patokan dari pernyataan di surat kabar tersebut
adalah angka-angka jumlah suara masing-masing partai. Seorang peneliti tertarik
dan tidak langsung percaya dengan data-data tersebut, lagi pula pernyataan-
pernyataan tersebut tidak didukung oleh data ilmiah, namun hanya logika
sederhana semata.
Dengan latarbelakang pemikiran seperti itu kemudian peneliti melakukan
pengujian. Ia mengajukan sebuah hipotesis, bahwasannya perbedaan perolehan
suara seluruh partai sangatlah kecil. Kemudian ia mengumpulkan dokumen data
peroleh suara dari KPU Lombok Barat. Untuk melakukan pengujian, kemudian ia
menggunakan teknik rata-rata deviasi. Setelah di hitung, ternyata angka deviasi
rata-ratanya besar. Ini membuktikan bahwasannya hipotesis ditolak. Artinya,
pernyataan bahwasannya perbedaan jumlah suara partai sangat tipis atau kecil
seperti yang disiarkan dalam surat kabar salah atau menyesatkan. Begitu juga
pada penelitian lainnya.

Standar Deviasi
Berdasarkan pengamatan ilmuan statistik, penggunaan deviasi rata-rata
memiliki kelemahan, dimana tidak mempertimbangkan nilai negatif dan positif
akibat pengurangan data dengan rata-rata data. Untuk itu diperlukan cara yang
lebih tepat, yakni disebut dengan standar deviasi. Standar deviasi memiliki fungsi
yang sama dengan deviasi rata-rata. Secara manual perhitungan standar deviasi
atau simpangan baku menggunakan rumus berikut ini.

140
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

2
Σ Χ2  Σ Χ
s= − 
N  N 
s = standar deviasi
Misalnya saja seorang peneliti akan membuktikan hipotesis bahwasannya
score nilai 6 peserta tender pengadaan mobiler di Dinas Pendidikan jauh berbeda,
sehingga cukup dilakukan satu kali untuk menentukan pemenang. Seorang
peneliti kemudian ingin membuktikan pernyataan tersebut. Dari data yang
dilansir pemerintah, PT. AAA mendapat score 20, PT. BBB mendapat score 30,
PT CCC score 35, PT DDD score 25, PT EEE score 33 dan PT FFF score 29.
Untuk membuktikan peneliti membuat hipotesis, bahwasannya “perbedaan score
peserta tender tidak terlalu jauh berbeda satu dengan lainnya”. Kemudian
dilakukanlah perhitungan secara manual dengan menggunakan rumus di atas:

Tabel
Perhitungan Standar Deviasi

2
Σ Χ2  Σ Χ
s= − 
N  N 
2
5080 2  172 
s= − 
6  6 
s =5,007
Berdasarkan hasil perhitungan di atas peneliti memperoleh standar deviasi
sebesar 5,007. Berdasarkan angka ini peneliti mengambil kesimpulan, perbedaan
masing-masing data tidak lah besar, hanya seputar kurang lebih 5 (belum
mencapai dua kali lipat sebuah data). Akhirnya peneliti memutuskan
bahwasannya hipotesis diterima. Artinya, pernyataan pihak pemerintah yang
menyatakan perbedaan score 6 perusahaan tersebut jauh terpaut satu sama
lainnya adalah salah.

5.8. Statistik Non Parametrik.


Statistik non parametrik adalah statistik yang banyak digunakan dalam
penelitian sosial, karena data atau nilai yang digunakan ber tipe ordinal dan rasio.
Kedua, teknik ini tidak mengharuskan adanya sampel yang besar dan atau

141
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

berdistribusi normal, sehingga kesimpulan atau hasil analisis dari proses


penelitian yang menggunakan teknik statistik non parametrik tidak di generalisir
atau ditarik secara umum terhadap populasi.
Ada beberapa jenis teknik statistik non parametrik yang dapat digunakan dalam
analisis data penelitian-penelitian sosial, seperti;
1. Uji Binomial
2. Uji Chi Square (Khi Kuadrad)
3. Uji Sign Test
4. Friedmen Test
5. Test Wilcoxon
6. Kruskal-Wallis H Test
7. dll

Dikarenakan tidak mencukupinya ruang dalam buku ini, maka penjabaran hanya
difokuskan pada dua teknik saja, yakni sign test dan Chi Kuadrad (Chi Square
test).

Sign Test
Secara praktis, Sign Test digunakan dengan beberapa landasan, antara lain;
1. Data tidak berdistribusi normal
2. Jumlah sampel sedikit
3. Data ber tipe ordinal dan atau interval
4. Digunakan untuk membuktikan adanya perbedaan sikap, pandangan,
penilaian, dan sebagainya dari sampel dan atau responden

Untuk lebih jelasnya akan diberi contoh seperti dijabarkan di bawah ini:
Seorang peneliti ingin melihat apakah dengan diberlakukannya peraturan
baru tentang sanksi karyawan yang terlambat masuk kerja membawa perubahan
terhadap ketepatan jam masuk kerja. Untuk membuktikan tersebut kemudian
mengambil data dari absensi/daftar hadir dalam satu minggu, dan datanya seperti
di bawah ini.

Tabel
Contoh Perhitungan Signt Test

Karyawan Ketepatan waktu masuk kerja Perubahan


1 Baik +
2 Baik +
3 Buruk -
4 Buruk -
5 Baik +
6 Buruk -

142
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

7 Buruk -
8 Buruk -
9 Baik +
10 Baik +
11 Buruk -
12 Buruk -
13 Buruk -
14 buruk -
15 baik +
16 Baik +
17 Buruk -
18 Buruk -
19 Buruk -
20 baik +

Pada kolom paling kanan peneliti membuat tanda. Bagi yang mengalami
perubahan (tepat waktu masuk kerja), maka diberi tanda positif (+)angkan yang
tidak mengalami perubahan lebih baik diberi tanda negatif (-).
Langkah pertama adalah mencari nilai rata-rata dari data tersebut. Rumus
yang digunakan adalah μ = n.p (μ: rata-rata; n: jumlah sampel dan; p: probabilitas
kemunculan tanda positif dan negatif-1:2=0,5).
μ = n.p
μ = 20 x 0,5
μ = 10

Setelah itu peneliti mencari standar deviasi dengan rumus:


σ = npq
σ = 20 (0,5)( 0,5)
σ = 2,23
Peneliti membuat hipotesis bahwasannya tingkat kedisiplinan karyawan
setelah diberlakukannya aturan sanksi bagi yang terlambat masuk kerja adalah
sama saja. Atau dengan kata lain tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah
diberlakukannya saknksi. Dengan demikian jika begitu hipotesisnya, maka
peneliti mengharapkan rata-rata nya adalah 10. Namun ternyata dari hasil analisis
data dokumen daftar hadir, ada 12 tanda positif (yang mengalami perubahan).
Jika dilihat dari kurva normal, posisi standar deviasi dan nilai positif (X=8,
dimana 8 adalah 20-120) nilainya positif, sehingga posisinya di sebelah kanan
(7,5 adalah pengurangan 8-0,5).

Langkah selanjutnya adalah peneliti membuat hipotesis:

143
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Ho : tidak ada perubahan tingkat kedisiplinan karyawan pasca


diterapkannya sanksi
Ha : ada perbedaan tingkat kedisiplinan karyawan pasca
diterapkannya sanksi.
Kemudian peneliti membuat test statistik dengan menggunakan rumus Z=
X −µ
σ
7,5 −10
Z =
2,23
Z = − 1,12
Berdasarkan nilai kritis α =5% (satu sisi pengujian), maka

Ho diterima bila Z ≤ +1,64


Ho ditolak bila Z>+1,64

Pengujian dilakukan pada 1 sisi sebelah kanan karena nilai X (8) dalam
pengamatan lebih kecil dari nilai X harapannya. Karena nilai Z lebih kecil dari
1,64 dan berada di luar nilai kritis 5%, maka kesimpulannya hipotesis diterima.
Dengan demikian, maka peneliti memutuskan bahwasannya tidak ada perubahan
tingkat kedisiplinan karyawan masuk kerja setelah sanksi diberikan.

Gambar
Pengujian Dengan Kurva Normal

Teknik analisis signt test ini cukup bermanfaat dalam penelitian-penelitian


dengan jumlah sampel yang sedikit. Proses pengerjaannya pun cukup sederhana
dimana peneliti hanya menghitung jumlah tanda perubahan yang ada,
membandingkan dengan rata-rata atau harapan sebuah data dalam posisi normal
(mean maupun median). Setelah itu peneliti mencari standar deviasi, menghitung

144
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

nilai Z score, menetapkan titik kritisnya, membuat nilai kritis untuk pengujian
hipotesis dan membandingkan nilai Z score dengan nilai kritisnya. Jika lebih
kecil dari nilai kritis maka hipotesis diterima, sedangkan jika lebih besar, maka
hipotesis ditolak.
Ada banyak realitas, gejala sosial maupun variabel yang bisa diteliti
dengan menggunakan teknik analisis sign test. Namun yang lebih efektif adalah
pada gejala-gejala sosial yang sederhana, seperti perubahan pandangan
responden, dan sebagainya. Prinsipnya seperti ini. Peneliti membuat patokan
tentang sesuatu. Misalnya saja sesuati dalam keadaan normal. Sesuai dengan
kebutuhan, dalam keadaan seimbang dan sebagainya. Kenormalan, kesesuaian
dan keseimbangan tersebut diukur berdasarkan kurva normal, dimana median,
modus dan mean berada di tengah. Kita ambil contoh tentang seorang kepala
dinas yang ingin menguji apakah pegawai di kantor tersebut menjadi lebih kreatif
dalam bekerja setelah diberi pendidikan tentang motivasi kerja. Yang lebih
kreatif diberi tanda negatif, dan yang tidak diberi tanda negatif. Lalu dilakukanlah
perhitungan. Ketiadaan perubahan diukur mulai dari seluruh pegawai diberi tanda
negatif sampai dengan taraf tertentu dimana tanda pegawai yang bernilai positif
dan negatif menunjukkan adanya perubahan. Tentu saja membuktikan adanya
perubahan tersebut akan sulit jika hanya menghitung berapa yang bertanda
negatif dan berapa yang bertanda positif, namun harus dilakukan pengujian,
sehingga yang menentukan apakah terjadi perubahan atau tidak adalah proses
statistik.

Teknik Khi Kuadrad (Chi Square)


Teknik khi kuadrad cukup populer dalam penelitian-penelitian sosial,
karena proses penyelesaiannya tidak terlalu rumit dibandingkan teknik korelasi
dalam penelitian kuantitatif. Teknik ini tergolong dalam jenis analisis non
parametrik, karena sampel penelitian tidak harus besar, sehingga otomatis
penarikan kesimpulan penelitian tidak dapat di generalisir kepada seluruh
populasi, namun hanya untuk sampel yang diteliti. Teknik analisis khi kuadrad
digunakan jika data yang digunakan bukan data ber jenis rasio atau jenis data tipe
continue.
Teknik analisis khi kuadrad ditujukan untuk melihat perbedaan antar data
atau antar variabel. Misalnya saja peneliti ingin melakukan pengujian terhadap
tingkat pendidikan responden dengan kedisiplinan. Peneliti mengangkat tema
tersebut karena memiliki pemikiran, apakah tingkat pendidikan tertentu akan
berbeda pula dalam hal tingkat kedisiplinan? Namun peneliti harus hati-hati, uji
khi kuadrad bukanlah uji hubungan atau pengaruh. Peneliti tidak sedang mencari
hubungan atau pengaruh antara tingkat pendidikan dengan kedisiplinan, namun
hanya untuk melihat perbedaan. Berikut contoh sederhana untuk menggambarkan
tujuan uji khi kuadrad.
Misalnya saja ada satu variabel kerja, yakni; Malas, Sedang dan Rajin.
Variabel kedua adalah Kaya, Miskin dan Sederhana. Dalam kasus ini, uji beda
atau khi kuadrad digunakan untuk melihat apakah orang yang malas, sedang dan
rajin punya tingkat ekonomi yang berbeda, yakni miskin, sedang dan kaya?

145
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Apakah orang yang malas akan miskin? Apakah orang yang sedang akan
sederhana? Apakah yang rajin akan kaya? Jawaban yang mungkin diperoleh juga
kira-kira sebagai berikut. Jika hasil analisis signifikan (terbukti berdasarkan
hipotesis), hasilnya adalah ada beda. Ada beda artinya; perbedaan orang yang
malas, sedang dan rajin juga akan berbeda juga dalam hal ekonomi (kaya,
sederhana dan miskin).
Berikut akan dijabarkan contoh perhitungan khi kuadrad. Contoh yang digunakan
adalah contoh data sebelumnya.
Variabel kedisiplinan dibagi atas
dua kategori, yakni rendah dan
tinggi. Sedangkan jenis kelamin
juga di bagi dua, yakni laki-laki
dan perempuan. Berdasarkan data
ini, peneliti akan melakukan
pengujian, apakah dengan
perbedaan jenis kelamin, maka
akan berbeda juga tingkat
kedisiplinannya?

Untuk menguji data tersebut, pertama yang dilakukan adalah membuat tabulasi
silang antara dua variabel tersebut. Berikut hasil tabulasi silang kedua variabel:
Tabel
Tabulasi Silang

Tingkat kedisiplinan
Rendah tinggi Total
Jenis laki-laki 5 4 9
Kelamin Perempuan 7 4 11
Total 12 8 20

Berdasarkan hasil tabulasi silang, secara sederhana kita bisa menganalisis


bahwasannya jumlah perempuan yang berdisiplin rendah lebih banyak
dibandingkan yang laki-laki, yakni 7 orang, sedangkan jumlah perempuan dan
laki-laki yang berfisiplin tinggi lebih besar, yakni masing-masing sebanyak 4
orang, padahal jumlah responden perempuan lebih banyak daripada responden
lak-laki. Dengan data seperti itu tentu saja sulit bagi peneliti untuk memutuskan
apakah dengan adanya perbedaan jenis kelamin akan perbeda juga tingkat
kedisiplinannya? Jika jumlah respondennya sama tentu saja tidak akan sulit untuk
membuat keputusan, namun karena jumlahnya berbeda, dibutuhkan analisis
statistik, yakni dengan teknik Khi kuadrad.

146
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Langkah selanjutnya adalah memasukkan data-data tersebut ke dalam rumus Chi


Square atau Khi kuadrad, yakni;
( fo − fh ) 2
λ =Σ
fh
Keterangan:
λ = Chi Square/Khi Kuadrad
Fo = frekuensi hasil observasi pada sampel
Fh = frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan dari
frekuensi yang diharapkan dalam populasi. Dimana frekuensi yang
diharapkan merupakan perkaian antara jumlah baris dengan lajur
dibagi dengan jumlah total.

Namun untuk memasukkan data tersebut ke dalam rumus, dibutuhkan


beberapa langkah. Yang pertama adalah menentukan derajad kebebasan yang
disingkat dengan db. Db adalah perkalian antara baris dikurang 1 dengan kolom
dikurang dengan 1. Berdasarkan data di atas, maka derajad kebebasannya adalah:
Db = (2-1) (2-1)
= 1
Langkah kedua adalah menentukan frekuensi yang diharapkan pada
sampel sebagai pencerminan dari frekuensi yang diharapkan dalam populasi atau
fh. Caranya adalah dengan mengalikan jumlah frekuensi baris dengan jumlah
frekuensi kolom, kemudian dibagi dengan jumlah total sampel:

j u m fl ra eh k ub ea n r si isa xh fj ru emk luk eo nl os im


f h=
j u m tl oa thsa al m p e l
12 x9
Sel I : = 5,4
20
8 x9
Sel II : = 3,6
20

147
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

12 x11
Sel III : = 6,6
20
8 x11
Sel IV : = 4,4
20
Setelah diperoleh data fh, maka selanjutnya peneliti membuat perhitungan.
Namun perhitungan tersebut akan lebih mudah jika dilakukan melalui tabel,
sehingga diperoleh angka khi kuadrad seperti dijabarkan di bawah:
Tabel
Perhitungan Khi Kuadrad

( fo − fh ) 2
Sel fo fh (fo-fh)2
fh
1 5 5,4 0,16 0,023
2 4 3,6 0,16 0,044
3 7 6,6 0,16 0,024
4 4 4,4 0,16 0,036
λ2 = 0,127

Berdasarkan nilai di atas (0,127), kemudian peneliti mengambil kesimpulan


signifikansi perhitungan. Pengambilan keputusan diambil berdasarkan
pertimbangan: Jika λ2 > 3,841 , maka Ho ditolak
Jika λ2 < 3,841 , maka Ho diterima
Dengan taraf signifikansi 5% dan derajad kebebasan (db=1) maka angka λ2 =
0,127 lebih kecil dari 3,841 (diperoleh dari tabel chi square), sehingga Ho yang
menyatakan tidak ada perbedaan antara jenis kelamin dengan tingkat kedisiplinan
diterima.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, nyatalah bahwasannya perbedaan jenis
kelamin tidak diikuti dengan perbedaan tingkat kedisiplinan. Bisa juga (walaupun
tidak disarankan), membahasakannya dengan kata “hubungan”, sehingga dapat
dikatakan, perbedaan jenis kelamin tidak memiliki hubungan terhadap tingkat
kedisiplinan. Dengan kata lain, jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak
menentukan tingkat kedisiplinannya. Singkatnya, antara laki-laki dan perempuan
cenderung sama-sama disiplin dan atau sama-sama tidak disiplin.
Ada banyak realitas atau variabel penelitian yang bisa dianalisis dengan
teknik khi kuadrad, karena tipe data yang digunakan tidak harus dalam bentuk
interval atau rasio. Misalnya saja tentang hubungan antara perbedaan tingkat
pendidikan dengan preferensi memilih partai, tingkat pendidikan dengan
pendapatan, golongan umur terhadap pilihan media informasi dan sebagainya.
Namun yang harus dipahami oleh peneliti adalah, data yang digunakan untuk
dianalisis dengan teknik khi kuadrad adalah seluruh jenis data (nominal, ordinal,
interval dan rasio) yang telah dikelompokkan menjadi kategori. Artinya, data-
data tersebut sudah dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori tertentu.

148
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Berikut dijelaskan di bawah tentang metode mengelompokkan atau meng


kategorisasi data.
Misalnya saja seorang peneliti membuat 4 buah pertanyaan yang diajukan
kepada 30 orang responden, yakni;
1. Pekerjaan
a. PNS
b. Wiraswasta
c. Karyawan swasta
2. Perlunya Peraturan Daerah tentang penjualan minuman
keras.
a. Tidak penting
b. Kurang penting
c. Penting
d. Sangat penting
3. Lama tinggal di Mataram.
a. <1 thn
b. 2-5 thn
c. 6-10 thn
d. > 10 thn
4. Penghasilan dalam 1 bulan
Rp. ………………………………………………………

Untuk menganalisis data kuesioner tersebut, peneliti membuat kategorisasi


agar dapat dianalisis dengan teknik khi kuadrad. Untuk pertanyaan pertama
mungkin tidaklah terlalu sulit, karena jawaban a, b dan c sudah dalam bentuk
kategorisasi. Begitu juga dengan pertanyaan kedua dan ketiga. Namun pertanyaan
ke empat tidak bisa digunakan langsung, karena harus terlebih dahulu di
kategorisasi.
Misalnya saja untuk pertanyaan nomor 4, ada yang menjawab Rp. 500,-,
Rp.1 jt, Rp. 1,5 jt, Rp. 1,6 jt, Rp. 1,87 jt, Rp. 3.560.000, dan sebagainya. Bisa saja
dari 50 orang yang menjawab, ada 30 lebih angka yang berbeda. Tentu saja data
seperti itu akan sulit untuk dianalisis dengan menggunakan teknik khi kuadrad.
Untuk itu peneliti harus menggolongkan data penghasilan tersebut. Sebenarya
untuk membuat penggolongan tersebut peneliti diberi kebebasan. Atau bisa saja
membuat penggolongannya dengan menggunakan teknik kuartil, yakni membagi
data dalam 4 kategori atau 4 golongan.
Tabel
Penentuan Dengan Teknik Kuartil

1 Rp.522.5 7 Rp.671.5 1 Rp.788.60 1 Rp.1.480.9 2 Rp.2.700.5


23 00 3 0 9 00 5 20
2 Rp.654.4 8 Rp.672.5 1 Rp.980.90 2 Rp.1.675.8 2 Rp.2.850.6
50 60 4 0 0 00 6 00

149
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

3 Rp.658.6 9 Rp.710.4 1 Rp.990.50 2 Rp.1.950.7 2 Rp.2.864.2


50 00 5 0 1 50 7 50
4 Rp.665.0 1 Rp.752.3 1 Rp.995.70 2 Rp.1.980.7 2 Rp.2.906.3
00 0 80 6 0 2 00 8 50
5 Rp.669.6 1 Rp.753.5 1 Rp.1.210.1 2 Rp.2.420.3 2 Rp.2.980.5
50 1 00 7 00 3 50 9 20
6 Rp.670.5 1 Rp.780.5 1 Rp.1.350.5 2 Rp.2.560.3 3 Rp.3.700.5
60 2 00 8 00 4 00 0 00

Langkah pertama untuk membuat penggolongan tersebut adalah mengurutkan


data dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Setelah di urutkan,
i ( n +1)
barulah digunakan rumus: . Dimana adalah data ke 1, 2 dan 3; n
4
adalah jumlah sampel dan angka 4 adalah menunjukkan pembagian data menjadi
4. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh:
i ( n +1) 1(30 +1)
Data ke 1 = =7,75
4 4
2(30 +1)
Data ke 2 =15,5
4
3(30 +1)
Data ke 3 =23,25
4
Karena data 7,75; 15,5 dan 23,25 adalah bersifat pecahan, maka peneliti bisa
menyederhanakan hasilnya, sebagai berikut: posisi ke 1 adalah, 7,75. karena lebih
dekat ke urutan ke 8, maka yang diambil adalah Rp.672.560, ke 2 bisa
menggunakan urutan ke 16=Rp.995.700 dan ke 3, 23, 25 menggunakan urutan ke
23=Rp.2.420.350
Berdasarkan proses penentuan tersebut, barulah peneliti membuat golongan
sebagai berikut:
a. < Rp.672.560
b. Rp. 672.560-Rp.995.700
c. Rp.995.700 - Rp.2.420.350
d. Rp.2.420.350(,01)- Rp.3.700.500
Keterangan: agar proses perhitungan tidak tumpang tindih, maka
gunakanlah angka pecahan, misalnya pada point b, yakni 672.560,01 sampai
dengan 995.700. Demikian juga pada point c dan d, sehingga pengulangan
perhitungan pun dapat dihindari.
Kategorisasi juga dapat dilakukan dengan didasarkan pada aturan atau
standar non statistik. Melalui cara ini peneliti tidak harus membuat perhitungan,
namun sekedar mengadopsi kategorisasi yang telah ada. Misalnya saja terkait
dengan kasus di atas. Peneliti bisa membagi atau meng kategorisasi
upah/penghasilan berdasarkan strata upah/gaji di perusahaan tersebut. Jika
penelitian dilakukan terhadap pegawai pemerintah, maka kategorisasi dapat

150
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

mengutip gaji berdasarkan golongan atau jabatan yang ditetapkan pemerintah.


Begitu juga untuk data-data rasio lainnya.

5.9. Uji Asosiatif


Dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang cukup populer
adalah menggunakan teknik-teknik asosiatif atau teknik analisis hubungan atau
pengaruh. Teknik ini digunakan atas dasar, bahwasannya seluruh realitas
(variabel) sosial saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lainnya.
Misalnya saja, keadaan ekonomi sebuah keluarga mempengaruhi pola asuh orang
tua terhadap anak. Pengalaman seorang pegawai/karyawan mempengaruhi tingkat
kemampuannya beradaptasi terhadap lingkungan kerja baru. Tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap preferensi media informasi. Perilaku sex remaja
berhubungan terhadap pengetahuan dan pemahamannya terhadap sex. Tingkat
kesejahteraan pegawai berhubungan terhadap kedisiplinan di tempat kerja.
Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwasannya seluruh realitas atau
variabel sosial tidak berdiri sendiri. Semuanya saling berhubungan. Namun
hubungan tersebut ada yang saling mempengaruhi dan ada juga yang tidak. Jika
memiliki pengaruh, namun tingkat pengaruhnya berbeda-beda. Ada yang sangat
besar (signifikan), tidak terlalu berpengaruh atau pun pengaruhnya sangatlah
kecil. Selain itu, pengaruh tersebut tidak hanya bersifat positif. Positif dalam
artian, peningkatan, penguatan, kemajuan sebuah variabel selalu akan berdampak
terhadap peningkatan, penguatan maupun kemajuan variabel lainnya. Ada juga
hubungan yang bersifat negatif atau a simetris, dimana salah satu variabel
berpengaruh secara kebalikan terhadap variabel lainnya. Hubungan antar variabel
pada tipe pertama dapat dilihat dari contoh berikut; Semakin tinggi tingkat
pendidikan pegawai, maka semakin tinggi pula tingkat kedisiplinannya. Atau,
semakin besar atau ketat kontrol pengawasan orang tua, maka semakin besar pula
tingkat kepatuhan anak.
Berdasarkan jenis hubungannya, penelitian asosiatif dibagi atas 3 jenis,
yakni hubungan simetris, asimetris dan resiprokal. Hubungan simetris adalah
suatu hubungan dimana antar variabel tidak menyebabkan variabel lainnya.
Misalnya saja ketika peneliti melakukan penelitian tentang hubungan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dengan efektivitas kerja pemimpin
desa. Dalam jenis hubungan ini, tidak ada kejelasan apakah tingkat kepercayaan
yang rendah menyebabkan efektivitas kerja yang rendah dari aparat desa atau kah
efektivitas kerja yang rendah menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat
menjadi rendah. Setelah dilakukan pengujian, peneliti hanya bisa mengambil
kesimpulan bahwasannya dua variabel tersebut saling berhubungan. Seperti apa
hubungannya, tidak dapat diketahui.
Tipe kedua adalah hubungan asimetris. Hubungan asimetris adalah jika
salah satu atau lebih variabel menyebabkan perubahan pada satu atau lebih
variabel lainnya. Atau dengan kata lain, variabel tertentu (variabel independen)
menjadi penyebab perubahan pada variabel lainnya (variabel dependen). Tipe
hubungan seperti ini dapat melihat mana dari salah satu variabel yang
menyebabkan variabel lainnya. Misalnya saja terkait dengan contoh di atas.

151
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

Peneliti sudah mendapatkan informasi atau teori bahwasannya tingkat


kepercayaan masyarakat lah yang menyebabkan efektivitas kerja pemimpin desa.
Dengan melakukan analisis data, maka akan dapat diketahui, apakah benar
variabel kepercayaan berpengaruh terhadap efektifitas kerja? Bisa juga kemudian
diketahui, berapa besar pengaruh tingkat kepercayaan terhadap efektivitas kerja?
Hubungan ketiga adalah resiprokal. Yakni hubungan dimana antara satu
variabel dengan variabel lainnya saling memperkuat dan juga saling
mempengaruhi. Misalnya saja pada contoh di atas. Tingkat kepercayaan
masyarakat berpengaruh terhadap efektifitas kerja, namun juga sebaliknya,
dimana efektifitas kerja pemimpin berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan
masyarakat. Begitu juga dalam bentuk yang saling memperkuat. Sesuai dengan
contoh di atas, efektifitas kerja pemimpin desa mempengaruhi tingkat
kepercayaan masyarakat. Kemudian, tingkat kepercayaan masyarakat tersebut
berpengaruh terhadap semakin tingginya efektifitas kerja dari pemimpin. Ketika
efektifitas kerja meningkat, maka terjadi pula kenaikan kepercayaan masyarakat.
Demikian seterusnya.
Berdasarkan jenis data maupun kepentingan/permasalahan/tujuan
penelitian, ada beberapa tipe analisis data dengan menggunakan teknik asosiatif.
Masing-masing teknik analisis memiliki ke khas-an masing-masing sehingga
peneliti harus benar-benar hati-hati dalam menggunakannya. Namun untuk
kepentingan penelitian sosial, dalam buku ini hanya akan dijelaskan beberapa
teknik analisis asosiatif, sedangkan teknik analisis asosiatif lainnya hanya
dijabarkan secara ringkas saja.
Teknik analisis statistik Korelasi Produk Moment cukup banyak digunakan
dalam penelitian sosial, karena selain cukup sederhana, namun memadai dalam
melakukan pengujian hubungan antar variabel. Namun harus dicatat,
bahwasannya uji korelasi produk moment hanya dapat digunakan jika data ber
tipe minimal interval. Peneliti tidak bisa menggunakan teknik ini jika data ber
tipe nominal atau ordinal. Jenis kelamin, perbedaan warna, suku, agama, dan
data-data yang hanya bersifat membedakan jelas tidak bisa menggunakan teknik
ini. Demikian juga data ordinal, yakni data yang hanya menunjukkan tingkatan
namun tidak memiliki jarak antara tingkatan tersebut, seperti tingkat pendidikan,
urutan juara, dan sebagainya.
Walaupun begitu, data ber tipe nominal dan ordinal tersebut juga bisa
dirubah menjadi data interval sehingga dapat dianalisis menggunakan teknik
korelasi produk moment. Misalnya saja jika peneliti memiliki asumsi,
bahwasannya dalam penelitiannya tentang peran perempuan dalam aktivitas
politik perempuan ditempatkan dalam posisi lebih baik/tinggi dan sebagainya.
Dengan alasan seperti itu, maka jawaban perempuan dalam kuesioner diberi skor
atau bobot lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dengan adanya pembobotan
tersebut, maka jenis kelamin yang merupakan data ber tipe nominal akan berubah
menjadi data ber tipe interval.
Ada satu prinsip yang harus diketahui oleh seorang peneliti ketika
menggunakan teknik analisis korelasi produk moment, yakni bahwasannya hasil
pengujian tidak menunjukkan pengaruh, namun sekedar membuktikan adanya

152
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

hubungan antar variabel. Misalnya saja peneliti melakukan pengujian hubungan


antara tingkat pengetahuan tentang partai politik terhadap penggunaan suara
dalam Pemilu legislatif. Ketika perhitungan secara statistik menggunakan teknik
korelasi produk moment dilakukan dan menunjukkan hasil yang signifikan, maka
kesimpulannya, pengetahuan masyarakat tentang partai politik berhubungan
dengan penggunaan suara dalam Pemilu. Namun hubungan tersebut bukanlah
hubungan sebab-akibat. Pengetahuan partai politik belum tentu menjadi penyebab
atau pengaruh penggunaan suara dalam Pemilu atau sebaliknya. Peneliti hanya
bisa membuktikan bahwasannya dua variabel tersebut saling berhubungan,
namun belum tentu saling menentukan. Ini artinya, kedua variabel tersebut
memang berhubungan, namun kemungkinan bisa saja variabel tersebut yang
menentukan pengaruh pada variabel lain, atau ada juga potensi bahwasannya ada
variabel lain (di luar variabel yang di uji) yang berpengaruh terhadap variabel
tersebut.
Gambar
Bagan Hubungan Variabel Pengujian Korelasi Produk Moment

Berdasarkan bagan di atas dapat dilihat, bahwasannya dalam uji korelasi


produk moment, peneliti hanya menguji apakah ada hubungan atau seberapa
besar derajad hubungan antara variabel independen/variabel pengaruh terhadap
variabel dependen atau variabel terpengaruh. Karena hanya melakukan pengujian
ada tidaknya derajad hubungan, maka ada kemungkinan variabel lain lah yang
berpengaruh besar terhadap variabel dependen. Jika hasil uji statistik
menunjukkan angka sangat besar, maka ada dapat kemungkinannya variabel
tersebutlah yang dominan berpengaruh. Namun jika tidak besar, maka variabel
yang lebih berpengaruh dibandingkan variabel yang di uji.
Untuk melakukan uji hubungan dengan teknik korelasi produk moment,
maka digunakan rumus sebagai berikut.

153
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

NΣXY − ΣXΣY
r=
[ NΣX 2
− (ΣX 2 ) ][ NΣY 2 − (ΣY ) 2 ]
r = koefisien korelasi pearson’s product moment
N = jumlah sampel
X = angka pada variabel X
Y = angka pada variabel Y
Agar lebih jelas, berikut akan dijabarkan sebuah contoh beserta proses
perhitungannya.
Misalnya saja peneliti melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat
pengetahuan tentang tingkat pendidikan (Variabel X) terhadap harapan pada
Pemilu (Variabel Y). Penelitian dilakukan terhadap 10 orang responden dengan
mengajukan 4 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan kemudian dibuat jawaban
yang diberi score. Setelah data terkumpul, kemudian peneliti memasukkan data
tersebut dalam tabel yang membantu proses perhitungan menggunakan rumus
korelasi produk moment.
Tabel
Perhitungan Data Hasil Kuesioner
Resp
Pert Pert X Pert Pert Y
1 2 3 4
1 2 2 4 2 3 5
2 2 3 5 4 4 8
3 2 3 5 4 4 8
4 2 2 4 3 4 7
5 2 4 6 3 5 8
6 3 4 7 4 4 8
7 2 2 4 3 3 6
8 3 2 5 4 3 7
9 3 4 7 4 4 8
10 3 4 7 4 5 9

Masing-masing variabel memiliki 2 pertanyaan, sehingga total ada 4


pertanyaan. Setiap pertanyaan diberi jawaban yang telah diboboti. Setelah itu
dibuatlah data seperti di atas, dimana ada 10 orang responden. Jawaban dari
masing-masing responden kemudian dijumlahkan sehingga menjadi angka
variabel X dan variabel Y. Setelah itu barulah dilakukan perhitungan sesuai
dengan kebutuhan penggunaan rumus korelasi produk moment.

Tabel
Perhitungan Korelasi Produk Moment

Resp X Y X2 Y2 XY

154
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

1 4 5 16 25 20
2 5 8 25 64 40
3 5 8 25 64 40
4 4 7 16 49 28
5 6 8 36 64 48
6 7 8 49 64 56
7 4 6 16 36 24
8 5 7 25 49 35
9 7 8 49 64 56
10 7 9 49 81 63
54 74 306 560 410
∑X :54
∑Y :74
∑X2 :306
∑Y2 :560
∑XY :410

Setelah itu angka-angka dalam tabel dimasukkan ke dalam rumus:


10 x 410 − 54 x74
r=
[10 x306 − (54 ) ][10 x560 − (74 ) ]
2 2

104
r=
133
r = 0,781
Berdasarkan perhitungan dengan rumus korelasi produk moment, maka
diperoleh angka r sebesar 0,781. Angka tersebut positif, artinya hubungan bersifat
positif (variabel X berdampak positif terhadap variabel Y) dengan derajat
kekuatan 0,781 atau 78,1%. Berdasarkan angka tersebut dapat diketahui bahwa
derajad kekuatan hubungan variabel cukup kuat sehingga dapat dikatakan
bahwasannya variabel X (tingkat pendidikan) memang memiliki hubungan yang
kuat terhadap variabel Y (harapan terhadap Pemilu legislatif). Setelah diperoleh
angka r, maka selanjutnya adalah membandingkan angka r yang diperoleh dari
perhitungan dengan r tabel dengan jumlah responden (sampel) sebanyak 10
orang. Berdasarkan data r tabel dengan taraf signifikansi 5% adalah 0,632 dan
taraf signifikansi 1% adalah 0,765, ternyata r perhitungan (0,781) lebih besar,
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwasannya terdapat hubungan yang sangat
signifikan antara tingkat pendidikan responden terhadap harapan terhadap Pemilu
legislatif.
Selain menggunakan teknik korelasi produk moment, ada juga teknik
korelasi rank order. Berbeda dengan teknik produk moment, teknik rank order
digunakan pada data dengan tipe ordinal maupun interval, sehingga dapat
dikatakan peneliti tidak harus melakukan pembobotan atau skoring, sehingga

155
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

hanya frekuensi dari data ordinallah yang dihitung. Adapun rumus yang
digunakan adalah:
6Σd 2
rho = 1 −
N ( N 2 −1)
rho adalah koefisien korelasi rank order; angka 1 adalah bilangan konstan; 6
adalah bilangan konstan; ∑ adalah jumlah atau sigma; dan N adalah jumlah
individu adalah sampel. Rumus ini lebih sederhana dibandingkan dengan product
moment. Untuk mencari nilai d, maka peneliti cukup hanya mengurangi angka
kumulatif dari tiap-tiap nilai yang ada pada masing-masing responden di masing-
masing variabel terhadap nilai yang ada pada masing-masing responden pada
variabel lainnya.
Selain teknik analisis statistik rank order, ada juga teknik korelasi
contingensi C atau Pearson’s C. Teknik ini dapat digunakan terhadap data ber
tipe nominal dengan nominal, atau nominal dengan ordinal. Dengan demikian,
data yang di hitung tidak harus di skoring oleh peneliti, karena hanya frekuensi
dari jawaban kuesioner lah yang dihitung untuk dimasukkan ke dalam rumus
Pearson’s C. Rumus Pearson’s C sebenarnya hanya gabungan dari teknik Khi
kuadrad, sehingga untuk mendapatkan koefisien korelasi kontingensi, maka
peneliti harus terlebih dahulu mencari nilai khi kuadrat. Adapun rumus Pearson’s
C adalah:
λ2
C=
N + λ2
C adalah koefisien kontingensi Pearson’s C; sedangkan λ2 adalah nilai khi
kuadrad dan N adalah jumlah sampel.
Selain melakukan pengujian terhadap hubungan antar variabel, maka
pengujian juga dapat dilakukan dalam rangka memprediksi pengaruh antar
variabel terhadap variabel lainnya. Teknik yang digunakan adalah analisis
regresi. Berbeda dengan teknik menguji hubungan variabel sebelumnya yang
cenderung menggunakan data ber tipe nominal, ordinal dan interval, teknik
regresi hanya sesuai untuk data ber tipe rasio. Untuk itulah teknik ini lebih
banyak digunakan untuk penelitian-penelitian eksak dimana data yang dianalisis
bersifat kontinue dan bertipe rasio.
Misalnya saja seorang peneliti bidang pertanian ingin meneliti hubungan
dan pengaruh pupuk terhadap kecepatan tumbuh sebuah tanaman. Dengan
menggunakan teknik ini, maka peneliti bisa mendapatkan kesimpulan
bahwasannya pupuk memang berpengaruh terhadap kecepatan tumbuhnya
tanaman. Atau bisa juga peneliti memprediksi pengaruh volume pupuk yang
diberikan terhadap tinggi tanaman atau lebar daun, bahkan berat buah. Jika petani
memasukkan sekian ouns pupuk, maka tinggi tanaman bertambah sekian senti
meter, atau jika dikurangi sekian ouns, maka kecepatan penambahan tinggi
tanaman akan berkurang sekian senti meter. Hal inilah yang membuat analisis
regresi sangat minim digunakan dalam penelitian sosial, karena sangatlah sukar
memprediksi pengaruh variabel sosial terhadap variabel sosial lainnya. Dengan

156
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula

kata lain, sangatlah sulit jika peneliti memprediksi, jika kesadaran masyarakat
dinaikkan sekian persen, maka akan meningkatkan atau menurunkan sekian
persen kedisiplinan. Untuk itulah peneliti ilmu sosial tidak terlalu disarankan
untuk menggunakan teknik ini, kecuali penelitian-penelitian psikologis, ekonomi
dan kesehatan masyarakat.

------------------------₪₪₪₪------------------------

157

You might also like