Professional Documents
Culture Documents
Peneliti Pemula
Bab Membangun
Kerangka Dasar
Pemikiran
1.1.
CERITA GIGI OMPONG DI KAMPUNG NELAYAN
1
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
tentang penyebab gigi ompong. Dari beberapa buku dan tanya kesana kemari, ia
dapat beberapa teori, katanya, gigi yang ompong itu karena rapuh. Rapuhnya gigi
karena kekurangan zat kapur. Hm…fikir si pemuda.
Tidak lama ia pun kembali ke kampung nelayan. Seperti biasa, ia pun
kumpul-kumpul dengan masyarakat. Setelah beberapa hari, ia pun mulai kembali
dengan kebiasannya, kumpul-kumpul dengan warga. Ia bermaksud bertanya,
kenapa banyak warga kampung yang ompong? Namun ia segan dan merasa tidak
enak jika bertanya langsung…takut mereka tersinggung. Ia pun kemudian
melupakan rencana untuk mencari tau mengapa banyak masyarakat yang giginya
ompong.
Beberapa lama berselang, si pemuda pergi ke rumah warga yang sedikit
jauh dari rumah pemondokannya. Setelah bincang-bincang, hujan pun datang.
Waktu yang tepat untuk minum teh panas, fikir si pemuda. Setelah minum
beberapa teguk, ia pun permisi ke sumur di belakang rumah. Hujan masih deras,
sehingga ia harus cepat-cepat buang air kecil. Saat itulah ia melihat sesuatu yang
cukup menarik. Sumur di rumah itu berada di luar, tidak memiliki atap sehingga
air hujan langsung naik. Cepat-cepat ia mengintip ke dalam sumur, ternyata air
sumur sudah sangat tinggi.
Si pemuda pun kemudian berfikir sepulangnya dari rumah warga kampung
tadi. Tapi dia tidak tau apa hubungan gigi ompong dengan sumur tadi.
Sesampainya di rumah pondokan, ia pun pergi ke sumur di belakang rumah untuk
mencuci kaki yang kotor karena lumpur. Ternyata di sana ia menemukan
pemandangan yang sama. Air hujan masuk langsung ke sumur.
Malam hari ia pun mulai berfikir. Apakah ada hubungan air sumur dengan
gigi ompong? Dibukanya buku yang dibawanya. Dalam buku itu dia membaca,
jika salah satu penyebab gigi menjadi rapuh adalah kekurangan zat kapur. Ia juga
membaca bahwasannya air hujan adalah salah satu jenis air yang minim zat
kapur. Jika terus-menerus dikonsumsi maka akan menyebabkan gigi orang yang
mengkonsumsi akan kekurangan zat kapur, yang kemudian menyebabkan gigi
rapuh, dan akhirnya…bisa dihubungkan dengan gigi gigi ompong di kampung
itu.
Nah…ketemu sudah jawabannya. Esoknya ia pun bertemu dengan
beberapa orang. Ia mulai diskusi dengan mereka dan secara sopan mulai bertanya
kenapa banyak orang yang ompong. Ia pun permisi untuk melihat beberapa
sumur warga. Ternyata hampir seluruh sumur warga tidak punya penutup, alias
kalau hujan air akan langsung masuk ke sumur.
Tapi ada juga warga yang tidak ompong. Tanya sana-sini, ternyata warga
yang tidak ompong itu adalah pendatang. Mereka paling lama baru 5 sampai 10
tahun tinggal di desa itu. Sedangkan yang penduduk asli rata-rata punya masalah
dengan giginya. Perlahan ia pun mulai mendiskusikan hal itu dengan beberapa
warga. Masyarakat sendiri tidak tau mengapa gigi mereka banyak ompong. Si
pemuda pun mulai menjelaskan tentang hubungan antara gigi ompong dan sumur.
Sebelum ia pulang, si pemuda pun membuat beberapa kesimpulan. 1. rata-
rata warga yang giginya ompong adalah masyarakat yang minim air hujan dari
2
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
sumur; 2. warga yang tidak ompong adalah warga pendatang yang belum begitu
lama mengkonsumsi air hujan dari sumur. Si pemuda pun melenggang pulang ke
rumah nya yang jauh, dengan membawa catatan-catatannya tentang gigi ompong
di kampung nelayan.
3
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
4
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
diteliti harus dapat diterima secara akal. Bayangkan jika seorang peneliti sedang
melakukan penelitian tentang “alam lain” yang bersifat mistis. Metode yang
digunakan adalah kontemplasi, meditasi, bakar menyan dan sebagainya. Selain
menjadi persoalan di masyarakat, cara-cara mencari kebenarannya pun tidak
dianggap logis oleh masyarakat maupun ilmu pengetahuan. Ini artinya, yang
dianggap tidak logis adalah sesuatu yang “belum bisa” diterima oleh akal
manusia.
Logis atau tidak nya sebuah penelitian juga dapat ditilik dari teknik
seorang peneliti dalam melakukan penelitian. Misalnya seorang peneliti sedang
mengangkat permasalahan pola konsumsi masyarakat di Kota Mataram. Ia
berencana melakukan penelitian pada seluruh masyarakat kota Mataram yang
berjumlah puluhan ribu. Namun penelitian tersebut dilakukan dalam 2 minggu
saja. Melihat keterbatasan waktu, besarnya jumlah masyarakat yang akan diteliti,
maka dapat dikatakan penelitian tersebut tidak lah logis.
Penelitian juga dapat dikatakan tidak logis jika antara teknik pengambilan
data dengan data yang akan diperoleh tidak sesuai. Misalnya saja, seorang
penelitia akan mengangkat fenomena pelacuran terselubung di salon-salon yang
ada di suatu kota. Si peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengambilan
data. Berdasarkan pengalaman peneliti-peneliti dan karakteristik fenomena
pelacuran yang sangat bersifat tertutup, maka kuesioner dapat dikatakan tidaklah
logis.
1.5. Sistematis
Penelitian (khususnya penelitian sosial) juga harus bersifat sistematis. Bisa
dibayangkan ketika seorang peneliti pemula langsung ke lapangan (masyarakat)
tanpa membekali diri dengan alat atau instrumen pengambilan data seperti
kuesioner, panduan wawancara, panduan observasi dan sebagainya. Ketika di
lapangan, si peneliti bingung data apa yang akan diperolehnya. Akhirnya ia pun
hanya ngobrol ngalor-ngidul tentang hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan
penelitiannya.
Begitu juga ketika seorang peneliti tidak kemudian langsung mengambil
data tanpa punya kerangka berfikir atau teknik analisis yang digunakannya.
Ketika data sudah terkumpul, maka kemudian ia pun pulang dan membaca buku-
buku yang terkait dengan penelitiannya. Ternyata ketika membaca buku tersebut,
ia melihat beberapa pandangan bahwasannya berbeda dengan teori yang ada.
Contohnya, peneliti akan mengangkat faktor-faktor pendorong warga Lombok
Timur menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke luar negeri. Di lapangan ia
mengumpulkan semua faktor-faktor yang ada sehingga begitu banyak yang ia
peroleh. Setelah ia pulang dan membaca buku, beberapa hasil penelitian dan teori
yang ada, hanya 10 faktor yang mendorong orang menjadi TKI, namun data yang
diperoleh si peneliti sampai 20 faktor. Tentu saja si peneliti kemudian merasa
bingung. Mana data yang dominan, mana yang tidak! Jika ia memaksakan diri
untuk mendalami seluruh faktor, maka ia akan kehabisan waktu.
5
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Peneliti kemudian
merapikan data agar
Analisis dan
mudah dianalisis,
Pembuatan
kemudian
Laporan
menggunakan
teori/teknik analisis
yang telah digunakan,
dan kemudian
membuat laporan
penelitian 6
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Tentu saja apa yang disebut dengan sistematis tidak sekedar dalam tahapan
proses penelitian. Peneliti juga harus sistematis dalam merumuskan kerangka
pemikiran, tahapan pengumpulan data maupun sistematika penulisan laporan.
Berdasarkan gambar di atas, antara pengumpulan data dan analisis terdapat tanda
timbal balik. Ini artinya, ketika pengumpulan data telah dilakukan belum tentu
proses pengumpulan data dapat dikatakan selesai. Pada saat melakukan analisis,
ada beberapa data yang kemungkinan tidak diperoleh, kurang tajam, tidak tepat
dan sebagainya. Untuk itu si pada saat menganalisis, si peneliti kadang harus ke
lapangan kembali untuk memenuhi data/informasi yang penting dalam analisis
dan pembuatan laporan.
7
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Agar tidak salah kaprah tentang apa yang disebut dengan ilmiah, mudah-
mudahan gambaran selintas seperti di bawah ini ini cukup membantu.
Misalkan ada 4 (empat) orang yang sedang duduk-duduk di sebuah teras
rumah, memandang ke arah jalan. Mereka berdiskusi tentang seringnya
kecelakaan di tikungan yang persis berada di depan rumah tersebut. Menurut
pendapat si A, daerah tersebut sering terjadi kecelakaan karena dahulu di daerah
ini pernah terjadi kecelakaan hebat, beberapa orang meninggal dalam satu
kecelakaan. Roh mereka gentayangan dan penasaran, sehingga meminta korban
lain. Berbeda dengan yang pertama, si B berpendapat kecelakaan di tikungan
tersebut tidak ada alasan khusus, hanya kebetulan saja kecelakaan banyak terjadi
di tempat tersebut. Sedangkan si C berpandangan, kecelakaan tersebu terjadi
karena tikungan tersebut terlalu sempit dan adanya pepohonan yang menutupi
jalur di depannya. Namun orang terakhir memiliki pandangan, kecelakaan terjadi
selain karena jalanan sempit dan tertutupi pepohonan, juga dikarenakan
permukaan jalan yang tidak rata. Ia malah pernah juga hampir jatuh karena
sewaktu membelok, steer motor menjadi tidak stabil sehingga hampir saja
membuatnya celaka.
Dari cerita di atas, mana dari ke empat orang yang memberi alasan paling
ilmiah? Pendapat pertama jelas kurang dapat diterima akal dan tidak dapat
dibuktikan bahwasannya da roh gentayangan yang membuat terjadinya
kecelakaan. Pendapat kedua juga hampir sama, karena sebenarnya dalam dunia
pengetahuan tidak ada sesuatu yang kebetulan. Pendapat ketiga lah cukup ilmiah
karena ia memberikan beberapa alasan yang cukup dapat diterima akal. Memang
jalan tersebut terlalu sempit/kecil sehingga menyulitkan pengemudi. Namun
orang ketiga ini hanya punya pandangan ilmiah. Ia memiliki argumen yang bisa
diterima akal. Namun pihak terakhir dapat disebut sebagai orang dengan
pengalaman ilmiah, karena ia pernah mengalami secara langsung dan landasan
pemikiran yang didasari oleh pengalamannya. Ditilik dari cerita itu, sejatinya,
orang terakhirlah yang memiliki pemikiran ilmiah. Selain karena ia mengalami
langsung, ia juga bisa menjelaskan alasan yang dapat diterima akal.
Berdasarkan cerita dan penjelasan di atas, maka ada dua prinsip dari
sesuatu yang dianggap ilmiah. Pertama; dapat diterima akal, yang kedua, dialami
secara langsung. Namun mengalami satu saja dari dua prinsip tersebut belum
tentu memenuhi syarat keilmiahan. Pemikiran tanpa pengalaman akan melahirkan
orang dengan pandangan ilmiah. Namun orang yang mengalami langsung tapi
tidak dapat menjelaskan pengalaman tersebut sehingga dapat diterima akal, maka
unsur ke-ilmiahannya tidak lengkap.
Prinsip lainnya adalah yang terkait dengan unsur obyektivitas dan
subyektivitas. Sebahagian ilmuan sosial beranggapan, sesuatu yang ilmiah adalah
yang sesuatu yang berada di luar diri/fikiran manusia, atau sesuatu yang dapat
berwujud materi, dimana materi tersebut dapat disentuh, dilihat, dirasakan dengan
indera manusia. Sebaliknya, pihak lain beranggapan, selain materi,
ide/pemikiran/gagasan juga dianggap ilmiah. Pihak pertama adalah mereka yang
menganut paham materialisme, sedangkan pihak kedua adalah berasal dari paham
idealisme.
8
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Semua yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera adalah sesuatu yang
tidak ilmiah. Dua paham tersebut kemudian mengalami perkembangan. Ada yang
menganut paham obyektivisme dan subyektivisme. Obyektivisme adalah sebuah
paham yang menyatakan, sesuatu dianggap ilmiah jika berada di luar pemikiran
manusia, berjarak dengan manusia dan dapat diamati, dirasakan dan sebagainya.
Sedangkan paham subyektivisme menyatakan, manusia tidak bisa dipisahkan
dengan materi atau obyeknya, sehingga pemikiran/pandangan yang berasal dari
diri manusia tanpa kehadiran obyek atau benda juga memenuhi syarat ke-
ilmiahan.
Pada perkembangan selanjutnya ilmu pengetahuan kemudian
mengakomodir dua pandangan tersebut. Sesuatu yang ilmiah dapat lahir dari
pemikiran subyektif, maupun obyektif asalkan muncul dari proses yang sistematis
dan dapat dipertanggungjawabkan melalui cara-cara tertentu. Namun realitanya,
sesuatu yang dianggap ilmiah itu sering mengalami benturan. Satu pihak
(terutama perguruan tinggi dan pemerintah) cenderung menggunakan pendekatan
yang obyektif lebih ilmiah dibandingkan yang subyektif, dan di sisi lain (LSM,
pekerja sosial) menganggap pandangan subyektif dari seorang peneliti dalam
menganalisis informasi juga ilmiah.
Kalangan dunia pendidikan formal (terutama perguruan tinggi)
menganggap sesuatu yang subyektif itu dapat merusak ke ilmiahan hasil
penelitian, karena peneliti memasukkan pengalaman, pengetahuan dan
kepentingannya dalam menganalisis data. Sebaliknya, menurut pekerja sosial,
penelitian juga harus memiliki manfaat untuk masyarakat, salah satunya dengan
cara memasukkan kepentingan si peneliti yang bersifat memihak terhadap suatu
pandangan tertentu. Kini walaupun sering juga mendapatkan tentangan,
penelitian yang bersifat subyektif sudah mulai mendapat tempat.
9
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
dengan realitasnya. Seseorang yang berfikir secara kritis tidak cukup hanya
melihat norma dan realitas sebagai permasalahan. Seseorang yang berfikir kritis
memandang sebuah permasalahan bukan hanya disebabkan oleh ketimpangan
antara norma dengan realitasnya, namun lebih dari sekedar itu. Jika pelayanan di
sebuah kantor lurah tidak sesuai dengan peraturan yang ada dan hal itu dianggap
sebuah masalah, maka orang cenderung berfikiran normatif. Namun jika
seseorang yang berfikir kritis, sesuatu yang sudah dianggap normal oleh orang
lain dapat dianggap orang lain sebagai sebuah masalah.
Orang yang berfikir kritis tidak terlalu terikat dengan aturan-aturan dan
norma, namun yang ia berfikir terlepas dari batasan-batasan aturan dan norma
yang ada. Banyak orang berfikir proses belajar mengajar di sekolah berdasarkan
kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah sudah mencukupi. Namun seorang
yang berfikir kritis melihat dari sisi lain, antara lain, proses belajar mengajar yang
berlangsung di sekolah-sekolah formal tidak menjadikan murid sebagai manusia
yang kreatif. Untuk itulah peneliti yang berfikir kritis kemudian memandang hal
itu sebagai sebuah masalah yang ingin diangkatnya dalam sebuah penelitian,
yakni tentang proses belajar mengajar yang tidak membangun kreativitas anak
didik.
10
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Gambar
Identifikasi Variabel
Variabel
Variabel A
B
Contoh di atas adalah contoh dengan dua variabel. Namun tidak semua
penelitian berisi dua atau lebih variabel. Ada banyak penelitian yang hanya berisi
satu variabel, yakni jenis penelitian deskriptif satu variabel. Sah-sah saja jika
seorang peneliti hanya menggambarkan satu variabel yang akan diangkat dalam
penelitiannya sepanjang tema yang dipilih benar-benar memenuhi syarat
akademis yang ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.
11
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
12
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
13
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
1.12.Manfaat Penelitian
Setiap penelitian tentu saja harus memiliki manfaat bagi pihak-pihak
tertentu. Dalam penelitian-penelitian di perguruan tinggi hal ini sering menjadi
persoalan. Manfaat penelitian sering kali diabaikan dan atau ditulis sekedar syarat
formal dari proposal maupun laporan hasil penelitian. akibatnya, banyak hasil
penelitian yang diproduksi oleh dunia kampus kemudian hanya menjadi barang
penghias perpustakaan yang sesekali dibuka hanya ketika ada mahasiswa lain
yang akan menyusun skripsi dan sebagainya.
Sudah sangat lama hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi diabaikan dan
tidak bermanfaat bagi pihak lain di luar perguruan tinggi, terutama bagi
masyarakat. Salah satu faktor penyebabnya adalah, mahasiswa yang melakukan
penelitian dalam bentuk skripsi, tesis maupun desertasi hanya berorientasi
menjadikan hasil karya ilmiahnya sebagai syarat kelulusan. Sangatlah kerdil jika
sebuah penelitian yang dilakukan dengan dana yang tidak sedikit, menghabiskan
waktu berbulan-bulan bahkan tahunan kemudian hanya menjadi penghias
perpustakaan kampus ataupun sekedar menjadi syarat menjadi seorang sarjana,
master ataupun doktor. Untuk itu, seorang yang akan melakukan penelitian harus
benar-benar membuat rancangan penelitian yang bermanfaat bagi pihak lain di
luar kampus, terutama bagi masyarakat.
Perumusan manfaat penelitian diupayakan tidak asal-asalan atau pun
sekedar menambah bobot dari proposal atau hasil penelitian. Harus ada di benak
seorang peneliti, terutama mahasiswa, bahwasannya cepat atau lambat, langsung
ataupun tidak langsung, penelitian yang dihasilkannya bisa berkontribusi
terhadap pengembangan ilmu maupun dapat digunakan bagi perbaikan nasib
masyarakat.
Bagi beberapa jenis penelitian, seperti penggunaan metode Participation
Action Research (PAR), manfaat dari penelitian sangat memungkinkan untuk
dirasakan masyarakat, karena proses penelitian dilakukan secara paralel dengan
aksi-aksi pengembangan masyarakat, namun penelitian di perguruan tinggi hal
14
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
seperti itu sulit dilakukan karena tujuan skripsi, tesis maupun disertasi adalah
kelulusan itu sendiri tanpa harus menggaransi apakah hasil penelitian tersebut
dapat digunakan oleh si peneliti maupun pihak lain bagi pengembangan
masyarakat.
Atas dasar itulah, seorang peneliti di perguruan tinggi harus benar-benar
memiliki nilai-nilai bahwasannya penelitian yang dilakukannya bukan sekedar
konsisten dengan permasalahan dan tujuan, namun yang paling penting adalah
bagaimana hasil penelitian tersebut, selain berkontribusi terhadap pengembangan
ilmu, juga memungkinkan untuk dilaksanakan, oleh dirinya maupun oleh orang
lain. Dengan demikian, manfaat penelitian yang dicantumkan dalam proposal
maupun hasil penelitiannya memiliki bobot nilai dan moral yang tinggi.
15
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
ada menjadi dasar pemikirannya, maka dianggap akan melakukan sebuah proses
penelitian yang tanpa arah. Jelas pandangan seperti itu kemudian mendapat
sanggahan dari beberapa pakar penelitian dan ilmu pengetahuan yang meyakini
bahwasannya fakta, realitas dan informasi di masyarakat adalah yang utama,
sedangkan teori dianggap sebagai bentuk obyektivisme yang dapat mengganggu
dan mempengaruhi analisis. Realitas di masyarakat tidak bisa dipandang dengan
kacamata teori karena setiap realitas adalah khas, sehingga masuknya teori akan
membuat analisis data menjadi bias.
Perbedaan perspektif antara dua kubu tersebut sudah tidak menjadi
persoalan lagi karena masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan masing-
masing. Perguruan tinggi sendiri sampai saat ini masih memegang prinsip
perlunya kerangka teori atau kerangka pemikiran, sedangkan para pekerja sosial
dan pakar penelitian yang menguatamakan pendekatan subyektif juga tetap
melakukan riset sosial yang dikombinasikan dengan aksi-aksi pemberdayaan
masyarakat.
16
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
17
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
18
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Pendidikan
Sikap Pemilih
Pemahaman
tentang
Partai
Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwasannya dari berbagai teori
maupun hasil penelitin sejenis, peneliti kemudian memberanikan diri untuk
menguji pengaruh variabel pendidikan dan pemahaman tentang partai terhadap
sikap pemilih dalam Pemilu. Dengan demikian menjadi semakin jelas lah bagi
siapapun yang membaca rancangan atau proposal penelitian ini, bahwasannya ada
dua variabel pengaruh (Variabel Independen) yang dihubungkan dengan satu
variabel dependen, yakni sikap pemilih.
Tentu saja dalam diagram hubungan ini belum tergambar bentuk hubungan
seperti apa yang berusaha di uji oleh peneliti. Untuk itu diperlukan narasi
tambahan agar hubungan tersebut semakin jelas. Misalnya saja apakah hubungan
tersebut hanya mencari ada hubungan atau tidak, menguji kuatnya hubungan,
bentuk hubungan (negatif atau positif) dan sebagainya.
19
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
20
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
21
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
22
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
------------------------₪₪₪₪------------------------
23
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Bab Metode-Metode
Penelitian
2.1.
24
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Tentu saja pendeskripsian di atas belumlah cukup dan sulit untuk dipahami
bagi mahasiswa atau orang-orang yang tidak mendalami ilmu filsafat. Mari kita
ambil contoh. Dalam ilmu Sosiologi ada beberapa aliran yang secara metodologis
berbeda satu sama lain, salah satunya adalah aliran positivisme yang
menggunakan metodologi positivisme dalam kajian-kajian sosialnya. Apa arti
dari istilah metodologi positivisme atau metodologi positivistik tersebut?
Berdasarkan definisi yang telah dijabar kan di atas, maka yang dimaksud dengan
metodologi positivistik adalah terkait dengan bagaimana atau landasan seperti
apa yang menyebabkan aliran positivisme muncul (aspek ontologis), kemudian
bagaimana positivisme berkembang (aspek epistemologis) dan bagaimana
implementasi aliran positivisme dalam mengembangkan ilmu Sosiologi ataupun
berwacana tentang masyarakat (aspek aksiologis).
Dalam ilmu Sosiologi, masing-masing aliran, seperti aliran behavioris,
positivis dan kritis memiliki metodologis tersendiri, khas dan konsisten. Jika
menggunakan metodologi positivisme, maka segala sesuatunya bersumber dari
pemahaman-pemahaman atau landasan-landasan teori positivisme, demikian juga
dengan aliran atau paradigma kritis dan behavioris.
Berdasarkan contoh di atas, ada beberapa hal yang bisa kita tarik
kesimpulan. Pertama, bicara tentang metodologi, maka terkait dengan tiga hal,
yakni bagaimana suatu ilmu muncul, bagaimana ia berkembang dan bagaimana
implementasinya. Kedua, ketika kita menyinggung metodologi, maka antara
aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis haruslah konsisten atau ada
kesesuaian dari ketiganya. Tidak boleh ada penyimpangan atau pun menukar
makna maupun batas-batas ketiga aspek tersebut. Ketika kita yakin bagaimana
ilmu tersebut muncul, maka kita akan mengembangkan ilmu tersebut dengan
cara-cara khas ilmu tersebut. Demikian juga ketika kita melakukan penelitian
ataupun pada tahapan menyusun rancangan/proposal penelitian.
Berdasarkan pemahaman di atas, yang dimaksud dengan metodologi
penelitian adalah konsistensi dari latarbelakang permasalahan penelitian, teori-
teori yang digunakan maupun teknik-teknik penelitian yang akan dilakukan.
Walaupun posisi metodologi tidak di bagian-bagian awal dari proposal, namun
ketika seorang peneliti mencantumkan metodologi, maka ia harus menyesuaikan
seluruh latarbelakang, kerangka pemikiran dengan metodenya.
Tentu saja dalam menyusun metodologi penelitian, seorang peneliti tidak
harus mengulang kembali secara keseluruhan tentang latarbelakang dari
penelitian maupun kerangka pemikiran (kerangka teori dan tinjauan pustaka)
yang telah ia susun sebelumnya. Yang paling penting adalah, metode dan teknik-
teknik yang digunakan memang sesuai dan masalah yang akan diangkat dalam
penelitian. Sebagai ilustrasi, bayangkan saja jika seorang peneliti akan menggali
benda terpendam di dalam tanah. Ada benda terpendam yang harus diangkat, dan
tujuannya adalah mengetahui apa yang ada di dalam tanah. Untuk menggali
benda tersebut, tentu saja seseorang tidak mungkin menggunakan sendok atau
periuk, dia harus memakai pacul/cangkul atau alat-alat lain yang bisa dipakai
untuk menggali. Begitulah kira-kira logika berfikir seorang peneliti. Jika ia ingin
sekedar menggambarkan realitas yang akan diteliti, maka metode penelitian,
25
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
teknik pengumpulan data, analisis dan sebagainya haruslah yang sesuai dengan
tujuan penelitian yang akan menggambarkan atau mendeskripsikan sebuah
realitas.
Memang tidak semua peneliti mencantumkan metodologi penelitian dalam
rancangan atau proposal penelitiannya. Ada juga yang menggunakan terminologi
“metode penelitian”. Sah-sah saja jika peneliti hanya mencantumkan metode,
namun kesannya peneliti terlalu menyederhanakan makna metodologi yang
sebenarnya cukup luas dan tidak bisa hanya digantikan dengan metode.
Untuk tujuan praktis, dalam buku ini tidak terlalu mempersoalkan
perbedaan atau sempit atau luasnya makna metodologi dan metode. Untuk
mempermudah pemahaman mahasiswa, maka dalam buku ini disamakan
pemahaman antara metodologi dengan metode.
Secara umum dalam metode atau metodologi penelitian mengandung
beberapa hal, yakni;
1. Jenis atau tipe penelitian (sering juga dimaknai dengan metode
penelitian)
2. Lokasi penelitian
3. Unit penelitian
4. Populasi dan atau sampel penelitian
5. Hipotesis penelitian
6. Teknik pengumpulan atau koleksi data
7. Metode analisis data
26
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
27
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
28
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
29
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
30
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
31
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
32
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
33
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
34
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
atau kualitatif tidak harus mencari banyak informan. Malah pada kasus-kasus
penelitian tertentu, peneliti bisa saja mewawancarai atau mengobservasi secara
langsung 2 atau 3 orang, dengan alasan dari 2 atau 3 orang tersebut peneliti sudah
bisa mengungkap informasi tentang sebuah fenomena yang di telitinya.
Misalnya saja, seorang peneliti akan meneliti tentang kehidupan pemulung
di kota Mataram. Untuk menggambarkan kehidupan pemulung, peneliti
menganggap tidak perlu mencari sebanyak mungkin pemulung, karena hanya
dengan mewawancarai kehidupan 3 keluarga pemulung saja ia merasa sudah bisa
menggambarkan kehidupan sehari-hari pemulung, baik dari sisi ekonomi
keluarganya, bagaimana gaya hidupnya, latarbelakangnya, bagaimana menjalani
hidup dan sebagainya.
35
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
36
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
37
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
38
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
39
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
40
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Tabel
Contoh Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Dalam Metode Penelitian Deskriptif
41
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
42
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Tabel
Contoh Perbedaan Hipotesis dan Asumsi
Hipotesis Asumsi
Semakin tinggi tingkat pendidikan Tingkat pendidikan seorang caleg
seorang caleg mempengaruhi mempengaruhi strategi-strategi
secara positif terhadap semakin kampanye yang dijalankan dalam
rasionalnya strategi-strategi Pemilu legislatif
kampanye yang dijalankan dalam
Pemilu legislatif
Berdasarkan contoh di atas dapat terlihat bahwasannya ada perbedaan yang
jelas antara hipotesis dengan asumsi. Pada contoh hipotesis, peneliti nantinya
akan melakukan pengujian atau pembuktian terhadap hubungan antara tingkat
pendidikan seorang caleg terhadap rasional nya strategi-strategi yang dijalankan.
Pada akhir penelitian, bisa saja kesimpulan peneliti menyatakan, bahwasannya
“semakin tinggi tingkat pendidikan caleg maka strategi-strategi kampanye yang
dijalankan akan semakin rasional”. Atau bisa saja pengujian hipotesis
menyatakan, bahwa ternyata “tingkat pendidikan caleg tidak menentukan
semakin rasionalnya strategi-strategi kampanye”.
Berbeda dengan asumsi. Berdasarkan pernyataan di atas, tidak ada maksud
dari peneliti untuk melakukan hubungan terhadap tingkat pendidikan dengan
strategi kampanye ataupun rasional nya strategi kampanye yang dijalankan oleh
seorang caleg. Peneliti sudah memiliki pemahaman sebelumnya, bahwasannya
tingkat pendidikan caleg berpengaruh terhadap strategi kampanye. Namun
peneliti tidak membuat pernyataan yang tegas, apakah semakin rasional, efektif,
dan sebagainya. Peneliti membuat pernyataan yang agak umum, sehingga
membuka peluang untuk mencari bentuk-bentuk atau strategi kampanye yang
dijalankan seorang caleg. Dalam hipotesis, peneliti sudah memiliki pemahaman
yang lebih dalam dan jelas, bahwasannya dari penelusuran literur, baik itu
berdasarkan teori, penelitian orang lain, dan sebagainya ada dinyatakan
bahwasannya tingkat pendidikan berpengaruh terhadap rasionalnya cara-cara atau
strategi kampanye. Tugas peneliti yang menggunakan hipotesis adalah menguji
hubungan tersebut di lokasi penelitiannya.
Salah satu ciri khas lainnya dari penelitian deskriptif adalah tidak
menggunakan sampel yang representatif dari populasi. Dalam bahasa statistik,
representativeness adalah sebuah pernyataan yang artinya; secara statistik atau
melalui hitungan matematis sampel mewakili populasi. Dalam bahasa awam tentu
43
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
saja kita sulit untuk mengukur berapa jumlah yang disebut mewakili dan mana
yang tidak. Untuk itu harus ada perhitungan-perhitungan tertentu, atau batasan-
batasan tertentu tentang jumlah sampel yang dianggap mewakili populasi.
Gambar
Hubungan Penarikan Kesimpulan dengan Populasi dan Sampel
44
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
45
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
1. umur,
2. jenis
3. kelamin,
4. tempat tinggal petani,
5. luas lahan yan dimiliki,
6. perlengkapan pertanian,
7. penghasilan yang diperoleh,
8. kelengkapan rumah tangga yang dimiliki
9. jumlah anak
10. jumlah pengeluaran petani
11. sumber modal petani
12. kondisi rumah/tempat tinggal
13. dsb
46
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
ilmuan sosial dalam memahami realitas atau fenomena sosial maupun dalam hal
pengembangan ilmu pengetahuan, yakni paradigma positivisme dan
fenomenologis. Paradigma positivis berisi pandangan bahwasannya pemahaman
tentang permasalahan sosial didasari pada pengujian teori yang disusun dari
berbagai variabel, pengukuran yang melibatkan angka-angka dan dianalisis
dengan menggunakan prosedur statistik. Paradigma ini sejalan dengan salah satu
jenis penelitian, yakni pendekatan kuantitatif yang bertujuan melakukan
generalisasi sebuah teori.
Berdasarkan penjabaran di atas, jelaslah bahwasannya metode-metode
penelitian yang tergolong dalam jenis penelitian asosiatif menjadi salah satu jenis
penelitian yang didasari pada paradigma positivis. Seperti halnya pada penelitian
survey, metode-metode penelitian asosiatif juga memandang realitas secara
obyektif. Sesuai dengan paradigma positivis, ilmu pengetahuan harus dipandang
sebagai sebuah jalan untuk mencapai kebenaran, untuk itu diperlukan cara-cara
yang mampu memprediksi dan mengontrolnya. Dunia merupakan sebuah
kenyataan yang bersifat deterministik dan berjalan melalui metode-metode
ilmiah. Untuk itu diperlukan cara-cara penjelasan yang bersifat deduktif untuk
merumuskan dan melakukan pengujian atas teori-teori (http://www.
socialresearchmethods.net).
Basis paradigma positivistik dari metode-metode penelitian asosiatif
tersebut kemudian membawa konsekuensi pada cara pandang peneliti terhadap
realitas, fenomena, fakta dan gejala-gejala sosial. Seperti halnya ilmu-ilmu eksak,
ilmu sosial memandang realitas secara obyektif. Artinya, lingkungan biofisik
maupun lingkungan sosial, budaya, politik dan ekonomi memiliki jarak dengan
individu atau manusia. Untuk memahami realitas sosial, maka manusia, termasuk
peneliti harus mengambil jarak dengan realitas, karena dengan cara seperti itulah
hasil-hasil penelitian atau teori-teori yang dihasilkan dapat dikatakan ilmiah.
Pada praktek-praktek penelitian di perguruan tinggi maupun di luar
lembaga pendidikan, penelitian asosiatif banyak dilakukan pada penelitian-
penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, seperti ilmu ekonomi,
pendidikan dan psikologi, sedangkan untuk ilmu-ilmu sosial lainnya cukup jarang
digunakan. Beberapa disiplin ilmu yang banyak menggunakan pendekatan
kuantitatif tersebut sering sekali meng-klaim sebagai disiplin ilmu paling ilmiah,
karena teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan atau teknik analisis data
yang digunakan lebih banyak memakai perhitungan-perhitungan statistik. Tentu
saja anggapan seperti itu salah kaprah. Ke ilmiahan sebuah disiplin ilmu sangat
tidak tergantung dari kecenderungannya menggunakan statistik. Teknik-teknik
statistik hanya sebagai instrumen yang mendukung, bahkan mempermudah
proses analisis, sehingga tidak menjamin keilmiahan sebuah penelitian.
Seperti apa sebenarnya yang disebut dengan penelitian asosiatif atau
hubungan? Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian asosiatif adalah
penelitian yang bertujuan menjalin hubungan-hubungan antar variabel yang
membentuk sebuah realitas. Misalnya saja tentang tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap sistem politik dengan golput (golongan putih) atau
masyarsakat yang tidak menyalurkan suaranya pada proses pemilihan umu
47
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
(Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Ada dua variabel dari contoh
di atas. Seorang peneliti kemudian mengangkat dua variabel tersebut dan
mencoba membuktikan hubungan atau asosiasi dari dua variabel tersebut.
Berdasarkan tema dan dua variabel tersebut, kemudian peneliti mengajukan
sebuah permasalahan penelitian, yakni; “Apakah ada hubungan antara tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik terhadap golput?” Berdasarkan
permasalahan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwasannya tujuan dari
penelitian tersebut adalah; “untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik terhadap golput”.
Langkah selanjutnya adalah, peneliti kemudian membuat hipotesis.
Hipotesis dibuat karena tujuan dari penelitian asosiatif adalah melakukan
pengujian atas hubungan antar variabel tersebut. Setelah hipotesis disusun,
barulah kemudian peneliti merumuskan teknik-teknik pengambilan/pengumpulan
data dan metode analisis data yang akan digunakan atas data dan informasi yang
telah dikumpulkan.
Sama halnya dengan metode penelitian deskriptif, metode-metode
penelitian eksplanatif juga berurusan dengan data dan informasi yang bersifat
permukaan, bukan data dan informasi yang tersembunyi, bersifat mendalam atau
pun yang bermakna ganda. Bicara tentang statistik, atau pendekatan kuantitatif,
data yang dianalisis atau dihitung dengan teknik-teknik statistik adalah data dan
informasi yang dengan cepat dapat terkumpul dari banyak sumber data (sampel,
obyek maupun unit penelitian). Untuk itulah kerap kali penelitian sosial yang
menggunakan metode asosiatif banyak menggunakan teknik kuesioner dalam
mengumpulkan data dan atau informasi.
Terkadang juga penelitian asosiatif menggunakan observasi, wawancara
ataupun studi dokumentasi. Namun teknik kuesioner tetap menjadi data utama,
sedangkan data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi
hanya menjadi data tambahan yang berguna melengkapi atau memperkaya
analisis hasil penelitian.
Sesuai dengan istilahnya, yakni penelitian asosiatif atau hubungan, maka
tugas dari peneliti yang menggunakan metode asosiatif tidak sekedar mencari ada
tidaknya hubungan antar variabel. Berikut digambarkan beberapa bentuk
hubungan yang biasanya akan di uji oleh peneliti;
1. Ada tidaknya hubungan,
2. Kuatnya hubungan
3. Positif atau negatifnya sebuah hubungan
4. Hubungan yang bersifat searah, atau
5. Hubungan yang bersifat dua arah (timbal balik)
6. Hubungan parsial dari beberapa variabel terhadap variabel lainnya
7. Hubungan yang bersifat meramalkan atau prediksi,
8. dan sebagainya
Berdasarkan beberapa jenis hubungan yang dijabarkan di atas, dapat
disimpulkan bahwasannya penelitian asosiatif cukup bervariasi, namun tetap
dinamakan sebagai metode penelitian asosiatif. Dalam bahasa statistik jenis-jenis
48
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
1
Untuk mendalami teknik-teknik penggunaan statistik dalam
pengujian hubungan antar variabel, mahasiswa maupun peneliti
pemula disarankan untuk mempelajari buku-buku atau panduan
penggunaan statistik dalam penelitian ilmu sosial, baik dalam
hal statistik non parametrik maupun statistik parametrik. Agar
lebih mudah memahaminya, maka lebih baik membaca buku-
buku statistik level pemula atau level dasar.
49
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
50
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Variabel
Variabel Pengaruh
terpengaruh
(Independen)
(Dependen)
Lama waktu
membaca buku-
Nilai Akhir
buku teks
Semester
kuliah
51
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
7
90
8
88
4
5
86
2
9
84
3
82
1
80
6
78
B
3 4 5 6 7 8 9
52
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Gambar
Grafik Scatter Hubungan Eksponensial
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
B
0 2 4 6 8 10 12
53
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Pada beberapa penelitian, variabel yang akan diteliti bisa lebih dari dua.
Misalnya saja penelitian tentang preferensi khalayak dalam memilih jenis
tontonan televisi. Tentu saja untuk menentukan pilihan terhadap jenis tontonan
televisi terdapat beberapa faktor pengaruh, mulai dari tingkat pendidikan, umur,
jenis pekerjaan dan sebagainya. Pada kasus seperti itu, satu variabel (variabel
dependen/terpengaruh) dipengaruhi oleh dua atau lebih variabel (variabel
independen/pengaruh). Analisis penelitian seperti itu dalam ilmu statistik dikenal
dengan istilah analisis statistik multivariat. Atau juga bisa sebaliknya. Seorang
peneliti akan mencari hubungan satu variabel terhadap beberapa variabel lainnya.
Selain penelitian asosiatif, jenis penelitian eksplanatif juga mengenal
metode penelitian komparatif. Prinsip paradigma penelitian komparatif hampir
sama dengan penelitian eksplanatif pada umumnya, yakni didasari oleh
paradigma positivis. Perbedaannya adalah, penelitian komparatif didasarkan pada
dua atau lebih sampel yang akan di perbandingan. Dua sampel tersebut bisa
berasal dari satu populasi maupun lebih dari satu populasi. Berdasarkan
istilahnya, metode penelitian “komparatif”, artinya melakukan perbandingan.
Perbandingan yang dimaksud adalah perbandingan dalam hal variabel maupun
populasi atau sampel penelitiannya.
Apa sebenarnya kegunaan dari penelitian komparatif? Dibandingkan
dengan penelitian eksplanatif yang bersifat asosiatif, penelitian komparatif
memiliki kelebihan, antara lain dapat menggambarkan realitas atau gejala sosial
yang sama dari beberapa masyarakat, juga membantu banyak pihak dalam
menganalisis gejala-gejala sosial berbeda pada lokasi atau sampel penelitian yang
sama. Salah satu contohnya dapat dijabarkan di bawah ini. Misalnya saja seorang
peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang membuat adanya perbedaan tingkat
kedisiplinan antar tiga kantor dinas, yakni Dinas Pendapatan Daerah, Dinas
Pendidikan dan Olah raga dan Dinas Kesehatan di sebuah Kabupaten. Pada
contoh ini, peneliti ingin membandingan tiga sampel atau unit penelitian tentang
satu variabel (tingkat kedisiplinan).
Pada kasus lain, seorang peneliti ingin melakukan penelitian tentang
penggunaan dua metode pengajaran terhadap peningkatan kreativitas siswa kelas
VII di sebuah sekolah menengah atas. Pada penelitian ini, peneliti melakukan
perbandingan variabel metode pengajaran dan pengaruhnya terhadap kreativitas
siswa. Populasi dan sampel pada penelitian ini satu, yakni siswa kalas VII SMA,
namun peneliti melakukan perbandingan terhadap penggunaan metode
pengajaran tertentu terhadap peningkatan kreativitas siswa. Dari penelitian
tersebut nantinya dapat menghasilkan kesimpulan bahwasannya salah satu dari
dua metode tersebut ternyata lebih bisa meningkatkan kreativitas siswa
dibandingkan metode pengajaran lainnya.
Hal yang perlu di perhatikan dalam penelitian komparatif ini adalah,
penelitian harus dijalankan dalam situasi normal. Seperti pada contoh terakhir,
penggunaan metode pengajaran dijalankan pada awal semester, dimana pada saat
bersamaan peneliti mengukur kreativitas siswa di awal proses. Setelah 6 (enam)
bulan, kemudian peneliti mengambil data kembali tentang kreativitas siswa. Data
sebelum dan sesudah proses pembelajaran tersebutlah yang kemudian di uji
54
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
55
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
metode penelitian dalam artian pendekatan atau cara dalam melakukan penelitian
adalah jenis penelitian yang berada bagian baris, yakni; eksplanatif (asosiatif,
komparatif), eksperimen, survey, sejarah, naturalistik dan research action (kaji
tindak atau penelitian tindakan). Sedangkan yang berada di judul kolom yakni
Kualitatif dan kuantitatif adalah metode penelitian dalam arti paradigma atau
landasan filosofis. Pada bagian baris kanan, yakni eksplanatif dan deskriptif dapat
dikatakan sebagai metode dalam artian tipe penelitian.
Gambar
Posisioning Metode-Metode Penelitian
56
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
57
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
yang diperoleh dari literatur pendukung, peneliti harus juga memberi penjelasan
mengapa penelitian tersebut dipilih berdasarkan kondisi lokasi penelitian,
variabel yang digunakan dan lain sebagainya. Dengan demikian, orang-orang
yang membaca rancangan/proposal atau laporan penelitian tersebut memahami
maksud dan tujuan peneliti dalam menggunakan metode tertentu.
Seperti telah dijabarkan sebelumnya, metode penelitian juga dapat dibagi
menjadi dua berdasarkan jenis analisis dan jenis data, yakni metode penelitian
kuantitatif dan kualitatif. Pembagian metode penelitian seperti itu didasarkan oleh
beberapa hal. Pertama, antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif
memiliki dasar filosifis yang cukup ekstrim. Dengan landasan yang berbeda,
maka antara kedua metode tersebut memiliki cara pandang yang berbeda terhadap
realitas/fakta/fenomena/gejala sosial. Kedua, atas dasar perbedaan cara pandang
terhadap realitas tersebut, maka jenis data yang diperoleh juga berbeda. Ketiga,
dikarenakan cara pandang terhadap realitas saling berbeda yang menyebabkan
berbedanya jenis data yang di angkat dalam penelitian, maka akhirnya berbeda
pula cara menganalisisnya.
Secara sederhana berikut ini akan diberi penjelasan secara sederhana
tentang perbedaan antara metode penelitian kuantiatif dan kualitatif. Metode
penelitian kuantitatif muncul karena adanya pandangan tentang paradigma ilmu
pengetahuan positivis. Paradigma positivis beranggapan bahwasannya realitas,
fakta dan gejala sosial dipandang sebagai benda/materi atau sesuatu yang
dijadikan seperti benda/materi. Sama seperti sebuah benda (misalnya meja atau
kursi), maka pandangan positivis menganggap keluarga, lembaga pendidikan,
kelompok sosial juga seperti sebuah benda. Sebuah benda/materi bisa di ukur
tingginya, lebarnya, suhunya, besarnya, panjangnya, dan sebagainya. Demikian
juga dengan masyarakat. Pandangan positivis bisa mengukur kriminalitas,
mengukur kemiskinan, mengukur solidaritas, mengukur kerjasama, intelegensi
dan sebagainya.
Untuk meneliti lebarnya tanah, maka bisa diukur dengan menggunakan
beberapa alat pengukur sehingga diperoleh data tentang ukuran luas tanah.
Demikian juga dalam pandangan positivis yang bisa mengukur kecemburuan,
prasangka, kesetiaan, pengetahuan, kecerdasan dan sebagainya. Intinya,
paradigma positivis menganggap semua realitas masyarakat bisa dihitung, diukur,
diperkirakan kuantitasnya sama seperti mengukur dan menghitung kuantitas
benda-benda yang bersifat fisik. Sedangkan metode penelitian kualitatif
didasarkan pada paradigma interpretatif. Paradigma interpretatif beranggapan
realitas berbeda dan tidak bisa disamakan dengan sebuah benda atau materi,
karena realitas, fakta, gejala dan fenomena sosial tidak memiliki nilai tunggal.
Realitas di masyarakat ada dalam bentuk-bentuk ide, pemikiran, nilai, norma
berkembang dan berubah melalui proses yang tidak kompleks. Untuk memahami
realitas, gejala, fenomena dan fakta sosial, manusia tidak dapat hanya
mengandalkan indera yang ada.
Menurut pandangan paradigma interpretatif, seseorang tidak bisa
memahami sebuah realitas hanya dengan melihat atau menyentuh. Untuk
memahami realitas, maka seseorang harus mendalami pemikiran orang-orang
58
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
yang ada dan membentuk realitas tersebut. Untuk itulah muncul metode
penelitian kualitatif. Artinya, metode penelitian kualitatif tidak berurusan dengan
data-data dalam bentuk angka-angka, namun ide-ide, pemikiran, dan nilai-nilai
yang ada di masyarakat. Pada umumnya, nilai, ide, dan pemikira-pemikiran yang
ada dalam masyarakat tersebut bersifat tersembunyi atau tidak bisa diamati secara
kasat mata dan menggunakan indra manusia. Untuk mengungkapnya, diperlukan
cara-cara yang bersifat interpretatif (pemahaman).
Ada sebuah perumpamaan yang sering dikemukakan oleh pemikir-pemikir
interpretatif yang merekomendasi metode penelitian kualitatif, yakni; “Things are
not what they seems”. Secera sederhana, arti dari kalimat tersebut adalah,
“Sesuatu yang tampak tidaklah menunjukkan apa sebenarnya”. Atau dengan kata
lain, apa yang terlihat oleh indra manusia, dapat diamati oleh manusia belum
tentu itulah yang sebenarnya. Begitu juga dalam metode penelitian kualitatif.
Metode ini tidak yakin sesuatu hanya bisa diketahui hanya dengan mengamati,
melihat atau menyentuhnya dengan indra manusia. Sesuatu (realitas) hanya dapat
diketahui hanya melalui kegiatan-kegiatan yang bisa mengungkap secara
pemahaman (interpretasi) secara mendalam.
Begitulah secara sederhana perbedaan antara metode penelitian kuantitatif
dan kualitatif. Jika ditelusuri secara ilmiah, pemikiran yang mendasari metode
penelitian kualitatif dan kuantitatif sudah berlangsung sejak 400 SM. Pada saat
itu Plato beranggapan, sesuatu tidak dapat dipahami menggunakan indra manusia,
karena indra manusia tidak dapat dipercaya (reliable) dalam mencari dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Pandangan Plato ini menjadi dasar metode
penelitian kualitatif. Berbeda dengan Plato adalah Aristoteles yang beranggapan
bahwa dunia berjalan atas dasar hukum yang tetap, sehingga dapat dipahami
melalui observasi dan pemikiran, sehingga wajar saja jika untuk mengungkap
kebenaran dapat menggunakan logika formal dan operasi matematika atau
statistik.
Pandangan Plato kemudian berkembang, salah satunya oleh Auguste
Comte seorang ilmuan pendiri Ilmu Sosiologi. Menurutnya, ilmu sosial/Sosiologi
harus meniru model hard sciences yang mempelajari social statics (statistik sosial
atau struktur sosial) dan dinamika sosial (Ritzer, 2003). Sama dengan
ditemukannya hukum alam, Comte berusaha mengembangkan ilmu sosial dengan
cara menemukan atau merumuskan hukum-hukum alam yang bisa dipahami
melalui teknik-teknik statistik sosial.
Paham positivistik yang dikembangkan oleh Auguste Comte dan kemudian
menginspirasi lebih lanjut metode penelitian kuantitatif tersebut kemudian
mendapat tandingan. Salah satunya adalah dengan kemunculan filsafat
fenomenologi yang dikembangkan oleh Edmund Husserl (1850-1938). Seperti
yang dikutip oleh John W. Cresswell (1998; 52), bahwa filsafat fenomenologik
berupaya untuk memahami makna yang sesungguhnya atas suatu pengalaman
dan menekankan pada kesadaran yang disengaja (intentionallity of conciousness)
atas pengalaman, karena pengalaman mengandung penampilan ke luar dan
kesadaran ke dalam, yang berbasis pada ingatan, gambaran dan makna. Dengan
kata lain Husserl ingin mengatakan bahwasannya untuk memahami masyarakat,
59
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
60
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
61
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
62
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
63
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
64
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
65
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
seluruh variabel yang diteliti dapat terkumpul dari proses pengumpulan data yang
ada untuk kemudian di analisis.
------------------------₪₪₪₪------------------------
66
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Bab Mengumpulkan
Data dan Informasi
3.1.
67
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Tabel
Permasalahan dan Penyimpangan dalam Pengumpulan Data
Permasalahan Penyimpangan
1 Kurangnya pemahaman Peneliti/mahasiswa meniru
tentang metode/teknik teknik/metode yang telah dilakukan
pengumpulan data orang lain tanpa melihat apakah
metode tersebut sesuai untuk
konteks penelitiannya
Peneliti mengambil metode yang
paling mudah dan sederhana untuk
dilaksanakan
Peneliti secara asal menentukan
metode (sering kali memilih
metode yang rumit namun ternyata
tidak dipahami)
68
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
2
Terutama dipengaruhi oleh dua jenis penelitian, yakni kuantitatif dan kualitatif.
Penggunaan salah satu jenis penelitian tersebut berhubungan dengan jenis
variabel yang akan diteliti, jenis data yang akan diperoleh, hipotesis atau asumsi
penelitian, kerangka teori, ciri khas metode pengumpulan data dari jenis
penelitian kuantitatif dan kualitatif, dan rencana analisis data.
69
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
70
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
langsung melalui tatap muka maupun secara tidak langsung melalui beberapa
media wawancara, yang dilakukan oleh peneliti dari responden atau informan.
Mengikuti definisi di atas, maka ada beberapa komponen yang terkait dengan
wawancara, yakni;
71
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
4
Pada proses wawancara tidak terstruktur sering kali peneliti
memperoleh data dan informasi yang pada awalnya dianggap
tidak berhubungan dengan tema penelitian. Namun ketika
wawancara selesai dan proses analisis data dilakukan, ternyata
data yang informasi yang dianggap tidak berhubungan tersebut
memiliki kaitan dengan tema penelitian.
72
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
seorang peneliti harus fleksibel atau luwes dengan kondisi lapangan, khususnya
informasi dan data yang kemungkinan muncul pada saat wawancara berlangsung.
Sebaliknya, wawancara terstruktur didasari pada asumsi bahwasannya
proses wawancara harus berjalan secara sistematis sehingga data dan informasi
yang diperoleh benar-benar berhubungan atau relevan dengan tema penelitian.
tanpa adanya panduan wawancara atau terstrukturnya proses wawancara, maka
data yang diperoleh akan menyimpang dari tujuan semula. Kadangkala, ketika
proses wawancara selesai dan pewawancara kembali dari lokasi wawancara,
ternyata ada informasi-informasi yang dibutuhkan tidak tergali. Untuk itulah
diperlukan pedoman dalam melakukan wawancara.
Berdasarkan jenis pedomannya, wawancara juga dapat dibagi dua (Arikunto,
1987), yakni;
• Pedoman wawancara tidak terstruktur.
Pedoman wawancara tidak terstruktur adalah pedoman wawancara
yang hanya berisi hal-hal penting, umum atau garis-garis besar
pertanyaan. Dengan kata lain, peneliti atau pewawancara hanya
memiliki pertanyaan-pertanyaan kunci yang kemudian nantinya akan
dikembangkan ketika proses wawancara berjalan.
• Pedoman wawancara terstruktur.
Berbeda dengan pedoman wawancara tidak terstruktur, pedoman
wawancara terstruktur dengan sengaja membuat pendoman pertanyaan
secara rinci, sehingga dapat memandu proses wawancara agar berjalan
secara efektif. Pedoman wawancara terstruktur dibuat dengan tujuan;
memberikan panduan tentang apa yang akan ditanyakan;
mengantisipasi kelupaan terhadap pokok-pokok persoalan yang akan
ditanyakan dan agar proses wawancara berlangsung secara efektif dan
efisien.
Dalam melakukan wawancara tentu saja sering sekali terjadi beberapa
permasalahan yang kemungkinan dapat mengganggu jalannya proses wawancara.
Agar gangguan dan kekeliruan proses wawancara dapat dihindari,
peneliti/pewawancara harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
komunikasi yang berlangsung dalam proses wawancara. Menurut Donald P
Warwick (Dalam Singarimbun, 1989), ada beberapa faktor yang turut
mempengaruhi komunikasi dalam kegiatan wawancara, yakni;
73
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Gambar
Faktor-Faktor Pengaruh dalam Wawancara
74
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
yang diajukan terlalu sulit. Hal ini sering dijumpai pada penelitian-penelian yang
dilakukan oleh mahasiswa. Agar pertanyaan dengan mudah dapat dijawab, maka
pewawancara harus membuat pertanyaan se sederhana mungkin dan tidak
disarankan untuk menggunakan istilah-istilah ilmiah dalam mengajukan
pertanyaan. Apalagi yang di wawancarai adalah masyarakat awam seperti petani,
nelayan dan responden yang dari sisi pendidikan masih rendah.
Ada juga kemungkinan wawancara menjadi terkendala diakibatkan faktor
informan/responden. Peneliti atau pewawancara harus benar-benar
memperhatikan faktor ini, karena informan/responden memiliki tingkat
pemahaman dan pandangan yang berbeda terhadap tema yang diteliti, sehingga
bisa menyulitkan penggalian data. Peneliti harus bisa menyelami fikiran
informan, sehingga lemahnya daya tangkap dan daya jawab informan tidak
mempengaruhi proses komunikasi. Demikian juga dengan karakter informan.
Adakalanya pewawancara menemui informan yang bersikap acuh atau tidak
merespon secara positif maksud dan tujuan peneliti dalam melakukan wawancara.
Untuk mengatasinya, jika memang informan tersebut benar-benar vital dan
menjadi sumber utama atau informan kunci (key informan) data dan informasi,
maka mau tidak mau peneliti harus menggunakan pendekatan-pendekatan lain
yang lebih bersifat personal. Bahkan jika mengalami kebuntuan, bukan tidak
mungkin pewawancara harus menyesuaikan diri (untuk sementara) dengan
karakter informan.
Aspek lain yang juga harus menjadi perhatian seorang peneliti dalam
melakukan wawancara adalah style atau gaya dalam melakukan wawancara.
Berdasarkan pengalaman dalam melakukan wawancara, gaya dari seorang
pewawancara memang cukup berpengaruh dalam memperoleh informasi dan data
yang dibutuhkan peneliti. Menurut Rob McBride dan John Schostak (http://www.
Enquirylearning.net, 2008), terdapat 4 style atau gaya dalam melakukan
wawancara, yakni;
• The I’m on your side style atau gaya berpihak; Gaya ini
menyarankan pewawancara untuk menyesuaikan diri dengan citra dari
orang yang diwawancarai. Dengan kata lain, pewawancara bersikap
seakan-akan memihak atau berada di pihak orang yang diwawancarai.
Walaupun cukup baik dalam membangun keterbukaan dari informan,
namun sering sekali jika si pewawancara berlaku tidak meyakinkan
orang yang diwawancari, maka hal sebaliknya akan timbul.
75
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
• The Laid back style atau gaya santai; Gaya ini mensyaratkan
seorang pewawancara untuk bersikap tenang, rileks atau santai dalam
melakukan wawancara. Melalui gaya ini, pewawancara tidak
diperbolehkan melakukan penilaian terhadap informan, tidak boleh
menunjukkan rasa marah, namun terkesan tertarik5 dengan respon
yang diungkapkan oleh informan tanpa sedikitpun menunjukkan raut
muka bosan. Namun kelemahannya, gaya santai yang ditunjukkan
oleh pewawancara bisa ditiru oleh informan, sehingga jawaban yang
dikemukakan oleh informan terkesan asal-asalan.
5
Bahkan pada kondisi-kondisi tertentu, pewawancara bisa saja
bersikap pura-pura tertarik dengan apa yang dikemukakan oleh
informan
76
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
77
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
78
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
79
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
terungkap dalam proses wawancara. Namun begitulah memang situasi yang harus
dihadapi oleh pewawancara. Jika menggunakan alat, maka informan akan
tertutup, namun jika tidak memakai alat-alat tersebut, maka informasi cenderung
melimpah. Berdasarkan pengalaman, pilihan kedua masih lebih baik daripada
pilihan pertama, karena yang dipentingkan adalah bagaimana wawancara bisa
menggali informasi-informasi yang tersembunyi. Sehingga adalah sia-sia jika
wawancara yang menggunakan alat hanya bisa mengungkap informasi atau data
yang bersifat umum atau di permukaan.
Cara mengatasi ketiadaan penggunaan alat tersebut adalah dengan
mempertajam daya ingat seorang peneliti atau pewawancara. Tentu saja daya
ingat masing-masing orang sangat berbeda-beda. Namun hal itu tidak menjadi
masalah, yang penting peneliti berusaha semaksimal mungkin konsentrasi dalam
proses wawancara, sehingga informasi-informasi yang penting dapat terekam
dalam fikiran si pewawancara.
Cara lainnya adalah dengan melakukan pencatatan setelah wawancara
berakhir. Dengan secepat mungkin melakukan pencatatan setelah wawancara
berakhir, maka berbagai informasi yang diperoleh masih segar dalam ingkatan si
pewawancara, sehingga dengan mudah dapat dituliskan kembali dalam sebuah
buku catatan. Berdasarkan pengalaman, waktu jeda paling lama antara kegiatan
wawancara dengan proses pencatatan kembali adalah 12 jam. Jika lewat dari 12
jam, maka tingkat kelupaan akan semakin besar, sehingga kehilangan informasi
akan semakin tinggi pula.
Jika seorang peneliti melakukan wawancara pada pagi hari, siang atau sore
hari, maka waktu yang paling tepat melakukan pencatatan adalah 1 (satu) jam
setelah wawancara berakhir. Misalnya saja peneliti melakukan wawancara di
kediaman bapak Lalu Agus di Dusun Cempaka, Desa Suele. Setelah wawancara
berakhir, secepatnya pewawancara mencari sebuah tempat yang tenang sehingga
proses mengingat kembali dapat berjalan lancar. Setelah pencatatan selesai,
barulah pewawancara melakukan wawancara ke informan lain. Sangat tidak
disarankan kepada pewawancara untuk melakukan wawancara sekaligus terhadap
2 atau lebih dari 3 orang dan melakukan pencatatan beberapa jam kemudian. Jika
hal itu terjadi, berdasarkan pengalaman, akan terjadi ketidaksesuaian antara
informasi dengan informan. Peneliti akan mengalami kesulitan untuk
menempatkan informasi apa, dan siapa yang mengungkapkan. Bisa saja
kemudian akhirnya informasi dan informan menjadi terbalik-balik. Dan hal ini
tidaklah baik dalam proses analisis data pada tahapan selanjutnya.
Ketika seorang peneliti sudah menyempatkan waktu melakukan pencatatan
kembali informasi dan data 1 jam setelah wawancara selesai, kemudian
melakukan wawancara dan pencatatan kembali pada informan lainnya, maka
hilangnya data akan semakin kecil. Namun adalah lebih baik kemudian peneliti
melakukan review seluruh proses wawancara yang dilakukan pada satu hari
tersebut. Waktu yang paling tepat adalah pada malam hari. Peneliti kemudian
membuka catatan-catatan yang telah dibuatnya di siang hari, kemudian
menambah hal-hal yang belum dicantumkan. Dipilih malam hari, karena pada
saat itulah suasana mulai agak tenang. Disarankan kepada peneliti untuk tidak
80
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
menunda pada keesokan harinya, karena biasanya setelah tidur malam hari,
banyak informasi yang telah hilang.
Aspek terakhir adalah terkait dengan gaya bahasa dan gaya berpakaian
peneliti. Ada baiknya peneliti melakukan penyesuaian bahasa dan penampilan
pada saat melakukan wawancara. Berpakainlah yang sederhana ketika
berhadapan dengan nelayan, petani, ibu-ibu pedagang di pasar dan masyarakat
marginal. Namun ketika mewawancarai pejabat, pegawai pemerintah, pegawai
swasta, kepala desa dan sebagainya, seorang pewawancara harus bisa
berpenampilan yang sedikit rapi. Penyesuaian ini bukan persoalan penghormatan,
namun yang lebih penting adalah bagaimana informan merasa dihormati
(terutama pejabat) dan tidak memunculkan ke seganan (terutama bagi masyarakat
marginal) terhadap informan. Begitu juga dengan gaya bahasa. Hindari
penggunaan bahasa yang rumit, istilah-istilah yang ilmiah, bahasa Indonesia yang
terlalu baku maupun ke inggris-inggrisan ketika melakukan wawancara kepada
masyarakat marginal. Namun diperbolehkan ketika melakukan wawancara
kepada orang yang berpendidikan.
81
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
• Kuesioner/Angket Terbuka
Sebuah angket dikatakan terbuka jika tidak disediakan jawaban atas
pertanyaan, sehingga responden yang harus mengisi sendiri
Contoh angket terbuka:
Pihak mana saja yang selama ini dianggap menjadi penghambat keluarnya
peraturan desa tentang pemeliharaan hutan di desa anda?
• Kuesioner/Angket Tertutup
Yakni alternatif jawaban atas pertanyaan telah disediakan, sehingga
responden tinggal memilih diantara jawaban tersebut.
Contoh angket tertutup
Jenis pekerjaan:
a. Pegawai negeri sipil
b. Karyawan/pegawai swasta
c. TNI/Polri
d. Wiraswasta
Selain angket tertutup dan terbuka, juga terdapat varian/jenis lain dari
kuesioner/angket, yakni:
• Kuesioner/angket setengah tertutup.
Yakni jenis kuesioner dimana terdapat pilihan jawaban, namun juga
dibuka satu alternatif jawaban dimana responden harus mengisi sendiri.
Contoh:
Sebutkan pihak yang dianggap bertanggungjawab atas tidak optimalnya
pelaksanaan Otonomi Daerah di propinsi NTB.
a. Menteri Dalam Negeri
b. Gubernur Propinsi NTB
c. Dinas-dinas di Propinsi NTB
d. Kabupaten-kabupaten di Propinsi NTB
e. Lain-lain,
sebutkan_________________________________________
82
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
83
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
84
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
85
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
86
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
87
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
oleh seorang fasilitator atau moderator yang memperkenalkan topik diskusi dan
mendorong peserta diskusi untuk berpartisipasi dalam proses diskusi yang
berjalan alamiah antar mereka. Sebuah FGD bukanlah sebuah kelompok orang
yang diwawancarai oleh moderator dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Kesuksesan dari sebuah proses diskusi adalah jika seluruh orang yang
berpartisipasi mampu mengeluarkan pendapatnya tentang topik tertentu. Dengan
demikian, dalam proses diskusi tersebut, seluruh partisipan diperbolehkan untuk
setuju atau tidak setuju atas tentang sebuah tema.
Dalam sebuah FGD, peserta diharapkan untuk memberikan pandangan
atau pendapatnya tentang sebuah isu yang disodorkan peneliti melalui moderator
atau pun oleh peneliti secara langsung. Melalui FGD para peserta memberikan
variasi pendapat mereka masing-masing, terkait dengan pengalaman,
kepercayaan dan praktek-praktek yang telah mereka lakukan. Biasanya FGD
difokuskan pada sebuah tema penting (area of interest). Diharapkan tema yang di
diskusikan tidaklah luas, sehingga peneliti bisa mengeksplorasi tema tersebut
secara lebih mendalam.
Peserta yang terlibat dalam FGD biasanya tidaklah banyak, maksimal 8
orang. Diupayakan proses diskusi berjalan secara alamiah (tidak dibuat-buat).
Dalam proses diskusi tersebut moderator atau fasilitator dapat menyusun
beberapa pertanyaan-pertanyaan umum untuk dipertanyakan kepada peserta
diskusi. Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan umum tersebut, maka ketika tema
diskusi berjalan menyimpang dan lari dari topik diskusi dapat di luruskan
kembali.
Jenis data dan informasi yang ditargetkan untuk didapat dari proses FGD
adalah; kepercayaan masyarakat (beliefs), sikap (attitudes) dan opini. Namun
peneliti tidak bisa mengharapkan para peserta untuk memberikan informasi
detail, karena bisa saja para peserta sekedar memberikan informasi-informasi
umum yang kemudian bisa ditindaklanjuti oleh peneliti pada proses pengumpulan
data lainnya. Adakalanya para peserta tidak memberikan informasi yang ditail
atau rinci, namun opini atau pendapat yang diperoleh hanya berupa informasi-
informasi dasar yang penting bagi kelanjutan penelitian.
88
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
89
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
90
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Berbeda dengan dalam proses wawancara biasa, teknik oral history adalah
wawancara yang dilakukan dengan sangat pribadi, karena apa yang akan
diungkapkan oleh seorang informan adalah merupakan pengalaman langsung.
Untuk itu, adalah lebih baik bagi seorang peneliti untuk terlebih dahulu membuat
pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan informasi-informasi individu
informan, seperti tentang; tempat dan tanggal lahir, sejarah keluarganya, masa
muda mereka, pekerjaa-pekerjaan mereka masa lalu dan sebagainya. Setelah
pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan, barulah peneliti bisa masuk pada
pertanyaan-pertanyaan lain yang menyangkut pengalaman pelaku/informan
terhadap tema yang sedang diteliti. Agar wawancara berlangsung lancar, peneliti
harus mengkondisikan proses wawancara berjalan secara alamiah. Usahakan
tidak terlalu berlebihan dalam mempersiapkan proses wawancara, minimalkan
penggunaan catatan-catatan, dan usahakan gunakan tape recorder yang
tersembunyi.
Dalam melakukan wawancara, sering kali seorang peneliti mendapatkan
informasi-informasi yang tidak terduga sebelumnya. Jadi, adalah lebih baik bagi
seorang peneliti untuk menyediakan banyak ruang kepada informan untuk
menceritakan hal-hal lain di luar yang ditanyakan oleh peneliti. Namun tetap saja
peneliti harus jeli dan memandu proses wawancara.
Cara yang paling baik dalam menemukan atau menentukan informan yang
akan diwawancarai dalam teknik oral history adalah dengan pendekatan pribadi
(personal contact). Hindari menggunakan surat atau telepon, karena dengan
bertemu secara langsung, peneliti juga dapat sekaligus memperkenalkan diri
kepada informan, sehingga bisa mencairkan suasana dan membangun kedekatan.
Sebelum wawancara dilakukan, katakan ke informan bahwasannya peneliti ingin
membicarakan masa lalu atau cerita tentang hidup si informan. Demikian juga
dengan pada proses wawancara berlangsung. Adalah lebih baik melakukan
wawancara tatap muka empat mata, dan buat suasana wawancara dimana terdapat
kepercayaan dan kejujuran antara pewawancara dengan yang di wawancarai. Dan
yang juga tidak kalah penting adalah, hindari kehadiran orang lain, karena akan
mengganggu keleluasaan proses wawancara.
Pilih tempat yang sepi dalam melakukan wawancara. Hindari tempat-
tempat yang ramai, seperti yang berada dekat dengan jalan umum. Jika mungkin
juga jauh dari kebisingan alat elektronik seperti radio dan televisi. Demikian juga
dalam hal sikap peneliti. Peneliti atau pewawancara harus tetap sadar
bahwasannya mereka adalah tamu, sedangkan orang yang diwawancarai adalah
orang yang lebih tua.
Hal terakhir adalah mengenai prinsi-prinsip dalam mengajukan pertanyaan. Ada
beberapa prinsip yang harus diperhatikan (http://www.ohs.org.uk, 2008), yakni;
91
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
3.1.6. Live In
Live in atau tinggal bersama adalah sebuah teknik pengumpulan data yang
berakar dari paradigma interpretatif yang kemudian mendasari jenis penelitian
kualitatif. Inti dari teknik ini adalah upaya memahami atau mendalami sebuah
realitas (hidup manusia atau masyarakat) berdasarkan kondisi alamiahnya.
Tidak seperti teknik kuesioner yang dengan sengaja membangun jarak
dengan realitas/orang yang di teliti, maka teknik live ini diterapkan secara sangat
dekat dengan pihak yang diteliti, bahkan seorang peneliti harus bisa juga
mengidentifikasi sebagai orang yang diteliti. Teknik kuesioner atau wawancara
memiliki kelemahan, dimana informasi dan data yang diperoleh hanya berada di
permukaan, sehingga informasi yang tersembunyi dan mendalam tidak mungkin
diperoleh dengan cara tersebut. Namun teknik live in memang disengaja
dilaksanakan dalam rangka mengungkap realitas yang biasanya banyak ditutup-
tutupi atau berada di balik kesadaran informan.
Misalnya saja jika seorang peneliti ingin mengungkap realitas kehidupan
seorang sales promotion girl di sebuah plaza atau mall. Jika menggunakan teknik
wawancara atau kuesioner, maka data yang diperoleh hanya tentang umur, lama
bekerja, pendidikan, pengalaman kerja, upah yang diperoleh per bulan,
pengeluaran dalam satu bulan, kondisi keluarga, dan sebagainya. Namun teknik
itu tidak akan bisa mengungkap perasaan si SPG. Demikian juga ketika
melakukan observasi. Peneliti hanya dapat menilai, seorang SPG adalah orang
92
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
yang dituntut harus berpakaian rapi, bersih, cantik atau cakep dan sebagainya.
Jika didasarkan pada data-data seperti itu, peneliti mungkin mengambil
kesimpulan bahwasannya SPG tersebut merasa berkecukupan dan puas dengan
jenis pekerjaannya.
Jika menggunakan teknik live in, maka peneliti bisa mengungkap hal-hal
sangat tersembunyi dari seorang informan. Bukan hanya tentang kondisi
keluarganya, namun juga tentang kesedihan-kesedihan, impian seorang SPG di
masa depan, keluhan-keluhan yang tersimpan di hatinya, dan sebagainya.
Teknik live in memang banyak dilakukan kalangan penggerak LSM
maupun pekerja sosial yang berkecimpung dalam bidang penguatan masyarakat.
Teknik ini sangat tepat dilakukan, karena peneliti bisa membangun kedekatan
yang sempurna dengan seorang informan, sehingga informasi-informasi paling
tersembunyi pun bisa diperoleh.
Langkah pertama yang dilakukan seorang peneliti dalam menggunakan
teknik ini adalah mempersiapkan point-point informasi yang ingin diperolehnya.
Selanjutnya, peneliti mencari informan, mengidentifikasi calon informan dan
membangun kedekatan. Dalam mengidentifikasi atau membangun kedekatan,
peneliti bisa melakukan dua cara. Cara pertama adalah secara purposive, yakni
menentukan kriteria informan untuk kemudian mendekati informan yang sesuai
dengan kriteria-kriteria tersebut. Cara kedua adalah dengan teknik accidental,
dimana peneliti secara tidak sengaja atau kebetulan bertemu dengan seorang
informan dan mencoba membangun hubungan komunikasi yang intens.
Setelah hubungan komunikasi terjalin dengan baik, maka langkah
selanjutnya adalah mulai membangun kedekatan personal. Kedekatan personal ini
bisa dalam beberapa bentuk, seperti mengidentifikasi sebagai kakak, abang, adik,
saudara atau pacar. Tentu saja dalam sebuah penelitian cara-cara itu sah untuk
dilakukan. Namun peneliti juga harus mempertimbangkan aspek etika maupun
resiko psikologis yang mungkin akan terjadi jika hubungan dengan informan
terjalin secara sangat dekat.
Langkah selanjutnya setelah hubungan personal terjalin adalah mencoba
untuk tinggal bersama dengan informan. Tentu saja jika harus tinggal dengan
informan, maka pertimbangan jenis kelamin harus dipegang oleh peneliti. Aspek
norma mungkin harus dipertimbangkan, sehingga adalah lebih tepat jika penili
laki-laki tinggal dengan informan laki-laki dan juga bagi peneliti perempuan
untuk informan perempuan.
Tinggal bersama yang direkomendasikan pada teknik ini tentu saja bukan
tinggal dalam artian selamanya. Tinggal bersama ditujukan agar proses
komunikasi bisa berlangsung sangat terbuka, sehingga tidak ada lagi informasi
yang tersembunyi dari informan. Bisa saja proses tinggal bersama itu hanya
berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu. Setelah informasi yang
diperoleh dirasakan cukup, maka peneliti bisa mengambil keputusan untuk
berhenti dan melanjutkan dengan informan lain atau langsung melakukan
analisis.
93
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Teknik ini cukup efektif untuk tema-tema penelitian yang sensitif, seperti
perilaku sex remaja, kehidupan petani miskin, buruh kasar atau kisah buruh
perempuan, pola hidup masyarakat miskin kota atau desa dan sebagainya. Ketika
proses live in dijalankan, peneliti bisa memperoleh banyak sekali informasi.
Informasi tersebut bisa diperoleh ketika peneliti dan informan makan bersama
dengan keluarga informan, obrolan menjelang tidur, obrolan ketika bekerja di
sawah dan sebagainya. Bahkan dari pengalaman, peneliti juga bisa ikut dalam
pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh informan. Bahkan ada peneliti yang
pernah menjadi penjual bakso bersama dengan informan.
Teknik ini biasanya tidak digunakan untuk jenis penelitian dengan banyak
informan. Karena sifatnya menggali dan mendalami kehidupan seseorang, maka
teknik ini cukup dilakukan pada 3 atau 5 informan saja. Namun data dan
informasi yang diperoleh tidak bisa digeneralisir terhadap seluruh masyarakat
yang memiliki karakter serupa dengan informan. Misalnya saja penelitian tentang
kisah supir angkot. Peneliti mendalami kehidupan 3 orang supir angkot.
Informasi tentang 3 keluarga supir angkot tersebut bukan merupakan
representasi/keterwakilan dari seluruh sopir angkot di sebuah kota.
Hal yang patut diperhatikan juga adalah bagaimana peneliti bisa mengingat
atau merekam seluruh proses yang dilakukan pada saat live in. peneliti harus bisa
membuat gambaran lengkap tentang banyak hal yang terkait dengan kondisi
informan. Misalnya saja, walaupun tidak menggunakan kamera, peneliti harus
bisa menggambarkan bagaimana kondisi rumah informan, dengan begitu orang
lain akan tau, seperti apa kehidupan para supir angkot.
3.1.7. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dalam penelitian sosial adalah teknik yang kerap
sekali tidak digunakan secara tunggal. Sesua dengan asal katanya, teknik
dokumentasi adalah pengambilan data berupa barang-barang tertulis. Teknik ini
cenderung lebih mudah dilakukan dibandingkan teknik pengumpulan data lainnya
karena peneliti tidak diharuskan mengambil data secara langsung dari responden
atau informan. Peneliti hanya melakukan pencatatan terhadap data yang sudah
ada dalam dokumen-dokumen yang sudah ada untuk kemudian menyatukannya
dalam sebuah format data dokumen yang mendukung proses analisis lebih lanjut.
Teknik pembuatan panduan pelaksanaan metode dokumentasi pun cukup
sederhana, dimana peneliti membuat instrumen dalam bentuk panduan yang
berisi variabel-variabel terpilih dan menyusunnya dalam sebuah daftar check list
yang sesuai dengan kebutuhan penulis dan keperluan analisis data. Menurut Guba
dan Lincoln (1985), dokumen dapat digunakan untuk keperluan penelitian karena
memenuhi kriteria atau alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti:
1. Dokumen merupakan sumber yang stabil
2. Berguna sebagai bukti untuk pengujian
3. Sesuai untuk penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah
4. Tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi
94
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Lima point di atas perlu mendapat perhatian dari peneliti, karena sering
sekali kemudian data-data dan informasi yang diperoleh melalui teknik
dokumentasi kemudian tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga kemudian
dapat mempengaruhi data lainnya. Seperti pada point satu, yakni kestabilan data
dokumen. Ada banyak data-data dokumen yang sukar dipertanggungjawabkan
karena sumbernya sangat tidak jelas. Untuk itu seorang peneliti harus hati-hati,
jangan sampai sumber tersebut dibuat atau disusun oleh pihak-pihak yang dengan
sengaja memanipulasi kejadian masa lalu atau disusun secara minimal.
Seorang peneliti sejarah mungkin sangat berkepentingan terhadap data-
data dalam bentuk dokumen. Namun data-data tersebut harus terlebih dulu
ditelusuri, apakah memang muncul sesuai dengan konteks lahirnya realitas atau
pada realitas lainnya, kemudian dianggap (dimanipulasi) menjadi terkait dengan
konteks tema penelitian. Untuk itu peneliti harus jeli dan melakukan pengujian,
seperti bertanya kepada pihak yang paham tentang asal-usul dokumen tersebut.
Demikian juga hal nya dengan data dalam bentuk dokumen statistik. Ada banyak
data statistik yang sangat minimal bahkan mengalami perubahan terus-menerus,
atau bisa juga data yang dibuat asal-asalan atau di rekayasa. Untuk dokumen jenis
itu peneliti disarankan untuk tidak menggunakannya, sehingga nantinya tidak
kontrakdiktif dengan data-data lainnya.
Pada point ke dua juga harus menjadi perhatian dari peneliti. Dalam
banyak penelitian, seorang peneliti sering sekali tidak fokus dengan data yang
ingin diperolehnya. Dikarenakan terlalu bersemangat atau menganggap semuanya
penting, sehingga beberapa data dokumen yang tidak diperlukan dalam proses
analisis juga dicatat oleh peneliti. Tentu saja tindakan ini tidaklah terlalu
merugikan, namun dengan melakukan hal tersebut peneliti menghabiskan banyak
waktu dan biaya yang tidak perlu. Salah satu cara yang bisa meminimalisasi
mubazir nya data adalah dengan membuat check list. Namun check list tersebut
juga kadang-kadang dilanggar ketika peneliti dihadapkan dengan banyaknya data,
sehingga beberapa dokumen yang hanya sedikit memiliki keterkaitan atau tidak
terkait secara langsung juga dicatat atau didokumentasi oleh peneliti.
Menurut Lexy Moleong, dokumen dapat dibagi atas dua jenis, yakni
dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi adalah berisi catatan-
catatan yang bersifat pribadi, seperti buku harian, catatan-catatan lepas, foto
pribadi, film, dan sebagainya, sedangkan dokumen resmi adalah berisi catatan-
catatan yang bersifat formal, seperti data statistik, dokumen aturan dan
perundangan, resi-resi seperti kuitansi dan sebagainya, foto dan film yang dibuat
secara resmi, peta yang disusun oleh lembaga-lembaga dan sebagainya.
Pembagian jenis dokumen seperti yang dijabarkan oleh Moleong tersebut
tentu saja pada prakteknya agak sulit dipisahkan di lapangan. Agar tidak men sia-
siakan waktu, apalagi jika data dan informasi dalam bentuk dokumen terlalu
minim, disarankan kepada peneliti untuk tidak terlalu kaku dalam mengumpulkan
95
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
data tersebut. Namun ketika data yang tersedia terlalu banyak, maka peneliti
harus lebih selektif.
Pada sisi selektivitas memilih dokumen, peneliti juga harus memiliki
kriteria yang harus dijalankan. Untuk jenis penelitian sosial yang non sejarah,
adalah lebih baik menggunakan dokumen terbaru, karena yang ingin berguna
dalam proses analisis data bukanlah informasi-informasi masa lalu yang sudah
out of date. Misalnya saja dalam melakukan penelitian tentang kebijakan-
kebijakan pemerintah kabupaten/kota dalam membangun kemandirian keuangan
daerah. Peneliti harus mengutamakan dokumen-dokumen terbaru terkait dengan
kebijakan-kebijakan maupun program-program pembangunan terbaru yang
dikeluarkan dan dilaksanakan oleh kabupaten/kota. Kemudian jika data tersebut
mencukupi, barulah peneliti mengkonsentrasikan diri untuk menelusuri dokumen-
dokumen yang lebih lama. Tapi tetap dalam melakukan analisis, peneliti harus
tetap fokus pada dokumen-dokumen terbaru yang pernah ada, sehingga derajad
kekinian hasil penelitian tidak diragukan.
3.1.8. Test
Salah satu jenis pengumpulan data yang juga sering dilakukan di
perguruan tinggi, terutama ilmu psikologi dan pendidikan adalah teknik test.
Teknik ini pada hakekatnya bersumber dari paradigma penelitian behavioristik,
dimana peneliti melakukan pengukuran terhadap variabel, terutama variabel-
variabel sikap dan opini yang terkait dengan komponen kognitif, afektif dan
perilaku manusia (Azwar, 1998). Teknik test banyak dimanfaatkan oleh ilmu
psikologi dan pendidikan karena pada dua ilmu tersebut peneliti banyak
melakukan studi perbandingan (komparasi) dan eksperimen terhadap variabel.
Teknik test sebenarnya hampir mirip dengan sebuah kuesioner, namun
jawaban-jawaban yang ditentukan oleh peneliti (biasanya teknik kuesioner
tertutup) kemudian diberi bobot nilai atau score oleh peneliti. Namun pada teknik
ini peneliti sangat bersifat teoritik dan matematis, karena untuk menentukan score
tersebut peneliti kemudian harus mengacu pada pola pemberian score yang telah
dilakukan sebelumnya. Sangat jarang peneliti yang menggunakan teknik ini
membuat pola score atau pembobotan yang sama sekali berbeda dengan yang
telah dilakukan sebelumnya, karena variabel yang diteliti pun biasanya sudah
banyak diteliti oleh orang lain.
Secara formal, teknik atau metode test digunakan untuk memperoleh
informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin
seseorang dengan menggunakan pengukuran yang menghasilkan deskripsi
kuantitatif tentang aspek yang diteliti. Misalnya saja seorang peneliti
menggunakan teknik test untuk mengukur kemampuan bersosialisasi seorang
mahasiswa. Kemampuan bersosialisasi adalah sebuah variabel penelitian yang
akan di ukur sehingga diperoleh gambaran secara kuantitatif (kemampuan
sosialisasi berdasarkan angka atau nilai) pada beberapa orang mahasiswa yang
dijadikan responden atau obyek penelitian. Dengan menggunakan teknik ini,
peneliti tidak berurusan dengan pernyataan-pernyataan dari obyek tentang apa
yang dimaksud dengan kemampuan sosialisasi. Peneliti secara obyektif membuat
96
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
97
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
• Korupsi melanggar hak orang lain (aspek afektif) emosi dan perasaan
• Korupsi dapat merugikan negara dan menghancurkan ekonomi bangsa
(aspek kognitif) atau pengetahuan/pengalaman
• Andai saya berwenang, saya akan mengeluarkan kebijakan hukuman
mati bagi koruptor (aspek konatif) atau perilaku seseorang
98
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
99
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
yang diperoleh melalui teknik test ini merupakan data permukaan. Metode test
tidak dapat menyentuh informasi yang bersifat mendalam atau tersembunyi dari
seorang informan atau responden.
------------------------₪₪₪₪------------------------
100
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
4.1.
S ecara umum, metode penentuan obyek atau subyek penelitian dibagi atas
dua, yakni metode penentuan responden yang digunakan untuk penelitian
kualitatif dan metode sampling yang digunakan untuk penelitian
kuantitatif. Dalam hal ini peneliti harus hati-hati dalam menggunakan beberapa
istilah tersebut. Jika menyebut soal sampling, maka berhubungan dengan sampel.
Sedangkan jika kita menyebut sampel, maka sudah pasti terkait dengan populasi,
sedangkan populasi dan sampel hanya digunakan untuk penelitian yang bersifat
kuantitatif. Demikian juga ketika peneliti menyebut istilah informan dan
responden. Responden adalah orang (disebut juga subyek) yang memberikan
respon secara ringkas kepada peneliti tentang data maupun informasi yang
dibutuhkan. Sedangkan informan merupakan subyek yang memberikan informasi
secara mendalam tentang sebuah informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.
Dengan demikian, peneliti diharapkan tidak menggunakan istilah informan pada
penelitian kuantitatif, dan tidak menggunakan istilah sampel atau populasi dalam
penelitian kualitatif. Berikut dijabarkan beberapa batasan penggunaan istilah
yang kerap dipakai dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Tabel
Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
dalam Pengumpulan Data
101
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
yang diteliti
Analisis Interpretatif/pemahaman statistik
102
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Misalnya saja kita ingin mengetahui kandungan gizi dalam buah pisang. Tidaklah
perlu mengambil seluruh pisang yang ada di pasar. Pisang adalah sebuah varietas
tanaman buah yang jenisnya tidak terlalu banyak. Tidaklah efektif jika untuk
meneliti kandungan gizi dalam pisang diketahui dengan cara mengambil seluruh
pisang yang ada di pasar-pasar maupun di kebun warga. Cukup ambil beberapa
jenis pisang, dimana setiap jenis di ambil satu atau dua buah saja. Dengan cara
begitu kita bisa mengetahui kandungan gizi apa saja yang ada di dalamnya.
Begitu juga dengan penelitian sosial. Tidaklah harus bertanya kepada
seluruh tukang yang ada di Kota Mataram untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan mereka. Cukup ambil sejumlah tukang ojek yang dianggap
mewakili seluruh populasi tukang ojek di Kota Mataram. Tentu saja untuk
menentukan representatif/keterwakilan populasi pada sampel ada hitung-
hitungannya, terutam hitungan yang menggunakan statistik.
Sebelum dijelaskan tentang beberapa jenis penentuan dan atau teknik
pemilihan sampel, ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu tentang beberapa
kriteria sampel yang baik, terutama dalam penelitian kuantitatif.
Secara umum ada 4 kriteria dalam menentukan sampel, yakni;
a. Obyektif; sampel yang telah ditentukan atau dipilih sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya, atau berdasarkan kondisi sebenarnya
b. Representatif; maksudnya bahwa sampel yang terkumpul harus
dapat mewakili obyek yang diamati
c. Standar error yang kecil; yakni tingkat ketelitian dalam penetapan
jumlah sampel harus tinggi atau tingkat kesalahan pengambilan
sampel sangat kecil.
d. Relevan; dimana sampel yang terkumpul memiliki hubungan
dengan masalah yang diselesaikan.
Ke empat kriteria tersebut dapat dikatakan sebagai standar penentuan
sampel, jika keluar dari prinsip-prinsip tersebut, ada kemungkinan penelitian
kuantitatif yang dilakukan akan mendapat kritikan bahkan penolakan dari banyak
pihak.
Menurut Achmad Zanbar Soleh (2005; 256), teknik sampling dibagi ke
dalam dua pendekatan, yakni probability sampling dan non probability sampling.
Untuk menentukan jenis sampling yang akan digunakan oleh peneliti, maka ada
beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Berikut uraian tentang hal tersebut.
103
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Gambar
Bagan Perbedaan Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan diagram di atas, data yang akan dianalisis terbagi dua bentuk,
yakni data kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif juga dapat dirubah menjadi
data kuantitatif melalui proses kuantifikasi. Untuk menentukan apakah data
tersebut tergolong data kuantitatif atau kualitatif, maka ditentukan oleh sifat
datanya (skala nominal, ordinal, rasio dan interval). Data kuantitatif dan kualitatif
tersebut bersumber dari data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data.
Sedangkan teknik pengumpulan data hanya bisa dilakukan ketika peneliti sudah
bisa melakukan penentuan jumlah sampel dan memilih sampel. Teknik penentuan
jumlah sampel dan pemilihan sampel tersebutlah yang dikatakan sebagai teknik
sampling yang digunakan terhadap sebuah populasi. Ada dua cara yang
digunakan dalam menentukan jumlah sampel dan pemilihan sampel, yakni teknik
probability dan nonprobability.
Ada beberapa penjelasan dari beberapa istilah di atas, antara lain;
Probability sampling; yakni suatu teknik menentukan jumlah sampel dan
pemilihan sampel dengan memperkirakan kemungkinan atau peluang dari setiap
anggota populasi yang terpilih menjadi anggota sampling. Ini artinya, setiap unit
atau anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel
penelitian.
Nonprobability sampling; yakni teknik menentukan jumlah sampel dan
pemilihan anggota sampel tanpa melalui perhitungan nilai peluang atau
kemungkinan terpilihnya setiap anggota populasi. Ini artinya, setiap unit atau
anggota populasi belum tentu memiliki peluang yang sama.
104
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
105
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
(Zα / 2 ) 2
berdasarkan nilai ά, menghitung n0 dengan rumus n0 = untuk
4 x( BE ) 2
kemudian mencari hasil ukuran minimum sampel dengan rumus:
n0 n
n= Rasio = 0
n (jika nilai rasio ≤ 0.05) dan N (jika nilai rasio >
1 − 0−1
N
0.05.
Rumus di atas mungkin relatif rumit. Ada juga rumus lain yang bisa
digunakan oleh peneliti, antara lain
N
n=
1 + Ne 2
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = batas kesalahan
Misalnya saja peneliti akan mengambil sampel dari 1500 orang (populasi).
Dengan jumlah populasi tersebut peneliti kemudian menetapkan derajat batas
kesalahan sebesar 5%. Berdasarkan rumus tersebut kemudian dihitung jumlah
sampel yang akan diambil oleh peneliti.
1500
n=
1 + 1500.5% 2
n = 316 orang. (dari 1500 orang populasi, peneliti menentukan jumlah sampel
sebanyak 316 orang)
Demikian juga dengan teknik pemilihan sampel. Cara paling sederhana
yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan teknik penarikan undian.
Teknik ini dilakukan dengan memberikan nomor pada kertas sebanyak anggota
populasi. Jika populasinya sebanyak 1000 orang, maka kertas yang disediakan
juga 1000 buah. Kemudian peneliti melakukan pengundian satu per satu tanpa
mengembalikan nomor yang telah diambil. Demikian proses tersebut berlangsung
sehingga diperoleh jumlah yang telah ditentukan. Jika jumlah sampel yang
ditentukan adalah 120 orang, maka lakukan proses tersebut sebanyak 120 kali
sehingga diperoleh 120 anggota sampel. Namun ada syarat menggunakan teknik
tersebut, yakni hanya jika peneliti memiliki kerangka sampling atau daftar
sampling. Daftar sampling secara sederhana adalah nama semua populasi (pada
penelitian sosial), nama semua benda yang ada pada populasi dan sebagainya.
Tanpa daftar sampling maka teknik ini tidak akan dapat dilakukan.
Cara kedua yang bisa digunakan dalam melakukan pemilihan sampel
adalah dengan teknik Sampling Sistematis. Cara ini digunakan populasi
berjumlah sangat besar namun sudah tersusun secara sistematis atau tersusun
menurut pola dan aturan tertentu dalam bentuk daftar dan sebagainya. Jika data
106
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
tersusun sistematis dan dalam jumlah besar, maka cara simple random sampling
tidaklah efektif untuk digunakan. Sistematik random sampling adalah metode
pemilihan sampel dimana peneliti menentukan unsur pertama sebagai patokan
pemilihan sampel selanjutnya. Setelah ditentukan sampel pertama, kemudian
peneliti memilih sampel selanjutnya secara sistematik, tentunya dengan pola
secara terpola.
Secara teoritis, teknik pemilihan sampel/pengambilan sampel secara
sistematik random dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalnya saja jumlah
populasi adalah N dan ukuran sampel yang di inginkan adalah n. Maka peneliti
membagi N dengan n, dan hasilnya disimbolkan dengan k. Misalnya saja seorang
peneliti akan mengambil 100 sampel dari 980 orang (populasi). Hasil bagi antara
980
= 9,8 atau digenapkan menjadi 10. Dengan demikian, nilai k = 10.
100
Kemudian peneliti memilih nomor 1 sampai 10, dan misalnya saja dipilih nomor
7. Nomor 7 tersebut dijadikan sampel pertama. Untuk menentukan sampel
selanjutnya, maka peneliti menggunakan rumus:
Sampel I = 7
Sampel II = 7 + 10
Sampel III = 7 + 2 x 10
Sampel IV = 7 + 3 x 10
Dan seterusnya sampai mendapatkan jumlah sampel sebanyak 100
orang.
Teknik lainnya adalah menggunakan cara Sampling Berstrata atau
Straitified Sampling. Teknik ini dilakukan jika populasi bersifat tidak homogen,
atau bertingkat-tingkat. Populasi seperti ini sangat tidak memungkinkan untuk
dilakukan teknik simple random sampling atau sampling secara sistematis. Oleh
karena itu, populasi kemudian diklasifikasi atau dibagi-bagi ke dalam sub-sub
populasi atau kelompok-kelompok populasi, dengan asumsi bahwasannya
pengkelasan atau pengelompokan tersebut sudah membuat sub populasi tersebut
menjadi homogen. Setelah sub populasi atau kelompok populasi tersebut
homogen, barulah peneliti melakukan pemilihan sampel secara random (seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya).
Untuk melakukan teknik tersebut, peneliti harus memperhatikan beberapa hal,
yakni;
107
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Cara lain yang dapat digunakan oleh peneliti adalah menggunakan teknik
sampling Sampling Klaster (Cluster Sampling). Ada salah satu keuntungan yang
dalam menggunakan teknik ini, yakni peneliti tidak harus memiliki kerangka atau
daftar sampling. Pada teknik-teknik sebelumnya, peneliti harus memiliki
kerangka sampling atau daftar-daftar nama atau bisa juga disebut dengan daftar
populasi secara jelas. Namun jika tidak memiliki daftar sampling, maka pilihan
yang dapat digunakan adalah cluster sampling.
Cluser sampling dilakukan dengan mengelompokkan sampel ke dalam
beberapa kelompok atau kategori. Tentu saja jumlah sampel yang dikelompok-
kelompokkan dalam beberapa kategori tersebut belum diketahui jumlahnya
karena populasi nya pun belum diperoleh peneliti. Secara sederhana,
pengelompokan tersebut masih bersifat hayalan si peneliti. Misalnya saja peneliti
akan meneliti tentang pandangan warga Kota Mataram berpendidikan tinggi
terhadap tayangan-tayangan mistik di televisi. Jika peneliti sulit memperoleh data
masyarakat Kota Mataram yang berpendidikan tinggi, maka cara cluster sampling
dapat digunakan.
Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah membagi
masyarakat Kota Mataram dalam beberapa wilayah, antara lain berdasarkan
kecamatan. Misalnya saja ada 10 kecamatan. Dari 10 kecamatan tersebut peneliti
mengundi (teknik random) dan diperoleh 2 kecamatan. Dari dua kecamatan
tersebut kemudian peneliti membagi masing-masing kecamatan berdasarkan
kelurahan. Misalnya saja dari 2 kecamatan tersebut terdapat 20 kelurahan. Setelah
diperoleh 20 keluarahan tersebut, barulah peneliti melakukan teknik random
kembali, sehingga diperoleh 10 kelurahan yang akan diteliti. Akhirnya peneliti
mengambil kesimpulan akan mengambil sampel masyarakat berpendidikan tinggi
dari 10 kelurahan yang telah ditentukan.
108
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
yang ada di Kabupaten Lombok Barat, namun kesimpulan tersebut terbatas untuk
10 orang informan tersebut.
Teknik pertama dalam kelompok penentuan informan secara non
probabilitas adalah teknik Sampling Purposive (Purposive Sampling). Sesuai
dengan namanya, penentuan jumlah maupun memilih informan/informan atau
sampel didasarkan pada purposiveness atau sesuai dengan
tujuan/kehendak/keinginan dan sebagainya. Berbeda dengan teknik probabilitas
dimana peneliti hanya menetapkan kriteria-kriteria umum dalam memilih sampel,
maka purposive sampling memiliki banyak syarat atau kriteria dalam menentukan
dan memilih informan. Ini artinya, dalam penelitian kualitatif yang menggunakan
teknik purposive sampling, peneliti memiliki beberapa syarat dalam memilih
informan sesuai dengan kepentingannya. Peneliti tidak secara sembarangan
dalam menentukan informan, namun melakukan penyaringan atas dasar tujuan
penelitiannya.
Misalnya saja peneliti mengangkat tema tentang pemerintahan desa
sebelum adanya Undang-Undang Pemerintahan Desa di beberapa desa di
Lombok Timur. Tentu saja tidak mungkin untuk bertanya kepada semua orang
tentang sejarah pemerintahan desa di masa lalu. Untuk itulah kemudian peneliti
membuat beberapa kriteria, misalnya;
a. Berumur lebih dari 60 tahun
b. Pernah menjabat sebagai elit atau tokoh desa
c. Dan sebagainya
Tiga kriteria tersebut dijadikan syarat oleh peneliti untuk menentukan
informan atau responden yang akan dijadikan sumber informasi atau data.
Mungkin saja peneliti pada suatu saat di lapangan bertemu dengan beberapa
orang tua, namun jika orang tua tersebut tidak memiliki jabatan penting pada
masa lalu atau bukan tokoh penting pada jamannya, maka orang tersebut tidak
dapat dijadikan informan atau responden.
Saat peneliti menemui seseorang yang memenuhi kriteria tersebut, barulah
dijadikan informan dan proses wawancara atau teknik pengambilan data lainnya
dilakukan. Begitu juga selanjutnya dalam memilih informan lainnya. Peneliti
memegang kriteria tersebut agar informan yang terpilih sesuai dengan
kepentingan peneliti. Pada akhirnya tentu saja peneliti harus berhenti dalam
mencari data/informasi. Memang tidak ada batasan jumlah dalam teknik
penentuan informan ini. Untuk itu peneliti bisa menggunakan satu cara, yakni
dengan mempertimbangkan kejenuhan (aspek rendundancy data).
Misalnya saja peneliti sudah melakukan wawancara pada 5 orang
informan. Setelah dilakukan review terhadap kelima informan tersebut, peneliti
memutuskan untuk menambah informan, karena informasi atau data yang
diperoleh masih dirasakan kurang. Kemudian peneliti pun melakukan
pengambilan data dari sumber lain. Setelah sampai pada informan ke 7, informan
merasa informasi yang diperoleh sudah jenuh. Salah satu kriteria kejenuhan data
adalah;
109
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
110
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
------------------------₪₪₪₪------------------------
111
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
5.1.
Data
112
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
jenis kelamin perempuan dan 5 orang laki-laki. Begitu juga ketika kita melihat
kumpulan benda di sebuah mini market. 100 item benda-benda tersebut adalah
benda-benda pecah belah, 100 item elektronik, 150 item kosmetik dan
sebagainya. Pembagian-pembagian tersebutlah yang disebut dengan pembagian
berdasarkan kategorial/kategoris. Ciri utama dari pembagian atau pengelompokan
maupun pembedaan kategoris adalah;
a. Hanya berfungsi sebagai pembeda
b. Tidak didasarkan pada urutan (tinggi-rendah, berat-ringan,
besar-kecil, dan sebagainya)
Berdasarkan dua prinsip tersebut, data nominal adalah data yang hanya
didasarkan pada adanya perbedaan, dan perbedaan tersebut tidak menunjukkan
adanya urutan atau tingkatan. Dengan kata lain, data dalam bentuk tinggi badan
(160 cm, 156 sm, 175 sm dsb), luas lahan (10 m2, 50 m2, 1 Ha, dsb), pandangan
(setuju-tidak setuju, suka-tidak suka, dsb) bukanlah data nominal, karena
memiliki urutan.
Jenis data kedua adalah Data Ordinal. Data ordinal secara sederhana
merupakan jenis data yang tidak didasarkan pada perbedaan, namun didasarkan
pada adanya urutan atau tingkatan antar data tersebut. Namun urutan atau
tingkatan yang dimaksud dalam data ordinal ini tidak memiliki jarak yang pasti.
Misalnya saja antara suka dengan tidak suka; marah dengan senang, gembira
dengan sedih, setuju dengan sangat setuju dan sebagainya. Antara setuju dengan
tidak setuju memiliki makna tingkatan. Mungkin saja kita menganggap setuju
lebih baik atau lebih tinggi dari tidak setuju, namun kita tidak akan bisa tau
berapa jarak antara setuju dengan tidak setuju. Begitu juga sering-jarang-dan
tidak pernah. Memang antara sering, jarang dan tidak pernah terdapat tingkatan,
namun antara sering dengan jarang, antara jarang dengan tidak pernah ataupun
antara sering dengan tidak pernah tidak diketahui berapa jaraknya. Data seperti
itulah yang disebut dengan data ordinal.
Tipe data ketiga adalah Data Interval. Data tipe ordinal adalah jenis data
yang memiliki tingkatan atau urutan, dapat diketahui berapa jarak antar data
tersebut, namun tidak memiliki nilai mutlak atau nilai nol. Contohnya adalah
tingkat pendidikan (SD, SMP, SMA, PT), golongan pada jabatan, tingkatan
dalam sebuah organisasi, nilai mata kuliah, dan sebagainya. Data yang memiliki
tingkatan dan terdapat jarak, namun jarak antar data tersebut tidak memiliki nilai
mutlak nol adalah data jenis ordinal.
Data jenis terakhir adalah Data Rasio. Data rasio adalah data yang
memiliki tingkatan atau urutan, memiliki jarak antar data yang pasti dan jarak
tersebut dapat dihitung dari nilai nol mutlak. Contohnya berat badan, jarak, lama
waktu, luas lahan, tinggi badan, panjang, lebar, dan sebagainya. Misalnya saja
kita mengukur tinggi badan si A 160 cm dan si B 170 cm. Antara si A dan si B
ada urutan/tingkatan, antara si A dan B memiliki jarak (si A lebih pendek 10 cm
dibandingkan si B), tinggi badan si B lebih tinggi 0,0625 atau 6,25% dari si A
(dihitung dari titik nol). Atau misalnya berat badan si A 50 kg, sedangkan si B 86
kg. Ada tingkatan dan jarak antar keduanya (35 kg). Namun juga jarak keduanya
113
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
dihitung dari titik nol dapat dihitung, yakni berat si A hanya adalah 0,7 point atau
70% dari berat si B. Demikian pada contoh-contoh lainnya.
Pembagian data nominal, ordinal, interval dan rasio seperti yang dijelaskan
di atas tentu saja merupakan pembagian data dari sudut penelitian kuantitatif.
Kepentingan penelitian kuantitatif adalah melakukan pengukuran atas data-data
yang ada. Menurut penelitian kuantitatif, untuk mengkuantifikasi atau mengukur
data-data penelitian tidaklah bisa digunakan metode karena tidak seluru data
berjenis sama. Data nominal dan ordinal hanya bisa di deskripsikan atau
dijabarkan. Misalnya saja 100 orang mahasiswa menyatakan tidak setuju dengan
diberlakukannya UU Badan Hukum Pendidikan, dan 50 orang menyatakan
setuju. Begitu pula ketika peneliti mendapatkan data bahwasannya 40% remaja
usia 15 sampai 20 tahun sudah pernah berpacaran, dan 20% menyatakan tidak
ingin pacaran 40% menyatakan tidak pernah berpacaran. Artinya, data seperti ini
hanya bisa disajikan secara tunggal saja tanpa bisa di analisis lebih dalam secara
kuantitatif atau statistik.
Lain halnya dengan data berjenis interval dan rasio. Dua jenis data ini
bukan hanya bisa di deskripsikan, namun juga bisa dianalisis lebih jauh dengan
menggunakan teknik-teknik statistik maupun teknik lainnya. Misalnya saja ketika
peneliti memperoleh informasi seperi di bawah ini:
Tabel
Contoh Data Interval dan Rasio
Tentang Lama kuliah dan Indeks Prestasi
114
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
ataupun jika memenuhi syarat, peneliti bisa melakukan prediksi. Jika ingin
melakukan hubungan (korelasi), maka peneliti dapat mencari apakah semakin
cepat mahasiswa tamat akan semakin tinggi IP mahasiswa (korelasi positif). Atau
terbuka kemungkinan melakukan prediksi, yakni jika lama kuliah dipercepat akan
meningkatkan sejumlah point pada nilai IP?
Selain untuk kepentingan mengkuantifikasi atau mengukur variabel
berdasarkan data-data yang telah diperoleh dari hasil pengumpulan data,
informasi atau data yang diperoleh oleh peneliti juga tidak keseluruhannya
bersifat nominal, ordinal, interval maupun rasio. Ada juga data dan informasi
yang berupa pernyataan-pernyataan (dari hasil wawancara), data berbentuk
catatan sejarah, foto, peta, hasil observasi, film, kliping surat kabar, dokumen
perjanjian dan sebagainya. Tentu saja data dan informasi seperti itu agak sulit
untuk dikategorikan berjenis nominal, ordinal, interval atau rasio.
Misalnya saja dalam sebuah wawancara kepada seorang informan, peneliti
mencatat sebuah pernyataan penting;
“…saya merasa kebijakan-kebijakan pemerintah yang dijalankan di desa-desa
selama ini kurang mendukung pembangunan desa. Pemerintah desa tidak diberi
kewenangan untuk membuat peraturan-peraturan desa yang bisa membuat
ekonomi desa menjadi mandiri. Semua-semuanya harus menurut pemerintah,
bupati, kepala dinas dan sebagainya. Bagaimana desa mau maju kalau begitu
caranya?...”
Jelas data dan informasi seperti ini akan sulit untuk di ukur atau
dikuantifikasi. Tidaklah mungkin peneliti mengukur apakah pernyataan informan
tersebut 20% lebih baik dari pernyataan informan lainnya, atau lebih jelek dari
informan lainnya. Tidaklah mungkin juga peneliti bisa menyatakan bahwasannya
pernyataan informan tersebut dua kali lebih negatif dari pernyataan informan
lainnya. Jelas hal-hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan oleh peneliti.
Dalam penelitian yang bersifat kualitatif dan juga metode-metode
penelitian lainnya yang didasarkan pada paradigma ilmu sosial interpretatif atau
hermeneutik peneliti tidak melakukan pengukuran atas realitas atau variabel yang
diteliti. Misalnya saja penelitian dilakukan terhadap variabel pelecehan seksual.
Menurut mereka yang meyakini paradigma penelitian kualitatif, sangatlah sulit
atau malah cenderung tidak memungkinkan seorang peneliti untuk mengukur
seperti apa yang disebut dengan pelecehan seksual. Dalam persepektif penelitian
kuantitatif, apapun bisa diukur, termasuk pelecehan seksual. Bisa saja setelah di
kuantifikasi, maka peneliti yang menggunakan paradigma kuantitatif membagi
apa yang disebut dengan pelecehan seksual dibagi atas tiga, yakni tinggi, sedang,
rendah dan tidak. Namun dalam penelitian kualitatif hal itu tidaklah
dimungkinkan. Mengapa demikian?
Dalam penelitian kualitatif yang dibutuhkan adalah melakukan
pemahaman atau interpretasi terhadap variabel atau terhadap informasi data yang
diperoleh dari informan atau responden, atau dalam istilah Stringer (2007; 279)
menghasilan deskripsi yang bermakna melalui proses interpretasi/pemahaman
terhadap realitas-realitas sosial. Senada dengan pandangan Stringer tersebut
adalah seperti yang diungkapkan oleh Paul Atkinson (2005; 25), bahwasannya
115
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
realitas sosial dan budaya tidak boleh di reduksi dengan hanya menggunakan satu
teknik tunggal, namun harus dilandasi pada pemahaman dan fungsi-fungsi sosial
budaya pada realitas tersebut.
Berdasarkan penjabaran Stringer dan Atkinson, realitas sosial harus
dipahami dengan menggunakan cara-cara yang sesuai dengan konteks sosial
budaya dimana realitas tersebut berlangsung. Realitas tidak bisa dijelaskan hanya
dengan menggunakan teknik tunggal (terutama dengan menggunakan teknik
pengukuran), namun dilandasi kondisi sosial budaya dan bagaimana realitas
sosial dan budaya tersebut berfungsi sesuai dengan kondisinya.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dijelaskan beberapa jenis teknik
analisis data berdasarkan dua paradigma analisis data kualitatif dan kuantitatif.
116
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
117
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
mencoba mengurus surat di kantor desa. Dengan begitu peneliti dapat mengetahui
kebenaran dari informasi tersebut.
Prinsip lainnya yang bisa dilakukan dalam proses analisis data adalah
Triangulasi. Selain berfungsi sebagai instrumen pengujian validitas data
kualitatif, triangulasi juga dapat digunakan dalam melakukan analisis data.
Triangulasi adalah sebuah proses analisis yang memanfaatkan, membandingkan,
melengkapi maupun meng cross check data dari beberapa sumber data, terutama
data dari hasil wawancara, observasi, studi kepustakaan atau dokumentasi dan
data lainnya (Harris, 1993). Teknik ini digunakan dengan beberapa alasan.
Pertama, bisa saja data dan informasi yang diperoleh kurang jelas jika
hanya berdasarkan dari satu jenis sumber data. Misalnya saja peneliti
memperoleh sebuah informasi dari hasil wawancara bahwasannya salah satu
faktor minimnya penghasilan petani tembakau di Pulau Lombok Adalah
disebabkan oleh keberadaan perusahaan-perusahaan besar yang menanamkan
modalnya kepada petani, sehingga petani mengalami kesulitan untuk
mendapatkan keuntungan setelah dipotong dana yang di suntikkan oleh
perusahaan-perusahaan tersebut. Peneliti tidak langsung mempercayai, atau
merasa informasi dari wawancara tersebut belum terlalu kuat. Untuk itu
kemudian peneliti melakukan observasi bagaimana proses suntikkan dana dari
perusahaan penampung tembakau kepada petani. Setelah mendapatkan informasi
dari hasil observasi tersebut barulah peneliti mengambil kesimpulan. Begitu juga
sebaliknya. Data dan informasi yang diperoleh dari hasil observasi maupun
diskusi (FGD) masih meragukan untuk dijadikan landasan mengambil
kesimpulan. Untuk memperkuat data observasi tersebut kemudian peneliti
melakukan wawancara atau melakukan studi dokumentasi dari hasil-hasil
penelitian sejenis tentang kebenaran dari informasi tersebut.
118
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
observasi, dokumentasi dan sebagainya, namun pada saat itu juga peneliti bisa
melakukan analisis terhadap data yang diperoleh.
Misalnya saja pada suatu saat peneliti baru saja melakukan wawancara.
Dalam wawancara tersebut peneliti menemukan informas-informasi yang sangat
penting. Selama di lapangan, peneliti kemudian melakukan pemilahan-pemilahan
(kategorisasi) data dalam beberapa kelompok untuk memudahkan proses analisis.
Pada saat pemilahan tersebut kemudian peneliti mendapati ada beberapa
informasi yang kurang. Ketika itu terjadi, maka peneliti secepatnya melakukan
pengumpulan data kembali.
Namun dalam dunia perguruan tinggi, khususnya dalam penelitian-
penelitian skripsi, karena ada beberapa aturan yang mengharuskan mahasiswa
untuk melaksanakan penelitian dengan tahapan yang baku. Dalam buku ini tentu
saja akan dijelaskan tahapan analisis yang dilakukan di perguruan tinggi, untuk
kemudian mahasiswa dan peneliti bisa mengembangkannya sesuai dengan prinsip
penelitian kualitatif yang sebenarnya.
• Reduksi Data
Langkah selanjutnya adalah melakukan reduksi data. Apa
sebenarnya yang disebut mereduksi data? Reduksi data
dilakukan dengan tujuan agar seluruh data dan informasi yang
beraneka ragam tersebut bisa disederhanakan. Selain
menyederhanakan, reduksi juga dilakukan untuk melihat mana
data dan informasi yang memiliki kaitan dengan tema atau
variabel penelitian dan mana data dan informasi tidak
berhubungan atau pun memiliki kaitan tidak secara langsung
bagi kepentingan analisis data. Hal itu dilakukan karena dalam
proses pengambilan data dan informasi biasanya data sangat
melimpah. Untuk mengantisipasi kekurangan data, peneliti
sering melakukan pencatatatan atau mengumpulkan data yang
diperoleh dari lapangan. Atau juga ketika di lapangan, peneliti
merasa data dan informasi yang diperoleh adalah sangat
penting dan berhubungan dengan variabel atau tema penelitian.
119
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
• Kategorisasi/Pengelompokan Data
Setelah adanya rangkuman atau abstraksi, maka tahapan
selanjutnya adalah membuat kategorisasi data dan informasi.
Proses ini sama dengan pengelompokan barang-barang di
sebuah supermarket. Barang-barang pecah belah diletakkan
pada satu tempat, pakaian di satu tempat, barang elektronik di
satu tempat dan sebagainya. Demikian juga dalam proses
kategorisasi/pengelompokan data. Dari beberapa jenis data
yang ada dan diperoleh melalui beberapa sumber, peneliti
kemudian melakukan pengelompokkan berdasarkan
kepentingan analisis.
Namun perlu diketahui bahwasannnya pengelompokkan atau
kategorisasi data ini bukanlah pengelompokkan dalam artian
membagi-bagi data berdasarkan sumber pengumpulannya,
seperti menyatukan data observasi, wawancara, dokumentasi,
catatan lapangan peneliti dan sebagainya. Yang dimaksud
dengan kategorisasi adalah pengelompokan data berdasarkan
indikator dari variabel yang diteliti.
Misalnya saja seorang peneliti mengangat tema penelitian
tentang pandangan pasien miskindi rumah sakit umum tentang
sistem pelayanan bagi keluarga miskin. Ada beberapa variabel
dalam penelitian tersebut, yakni pandangan pasien miskin dan
pelayanan bagi keluarga miskin (di rumah sakit). Setelah
dilakukan wawancara, observasi, dokumentasi, FGD dan
sebagainya, kemudian peneliti melakukan kategorisasi terhadap
seluruh data tersebut. Kita contohkan untuk variabel pandangan
pasien miskin. Dari wawancara, peneliti mendapat informasi
bahwasannya pasien merasa kurang mendapat respon yang baik
dari pihak rumah sakit, salah satunya terkait dengan kesulitan
(berbelit-belit) untuk mengurus surat-surat yang dibutuhkan.
Dalam proses observasi peneliti mendapatkan data pengamatan
langsung bahwasannya untuk mengurus surat-surat dibutuhkan
waktu satu hari. Dalam proses kategorisasi, data wawancara
120
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
121
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
122
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
123
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Tabel di atas merupakan terjemahan atau translasi dari data yang diperoleh
dari wawancara maupun kuesioner sederhana ke dalam bentuk tabel. Data dalam
bentuk angka seperti yang dicantumkan dalam tabel tersebut tidak bermaksud
untuk dilakukan pengujian. Peneliti hanya bermaksud memberi gambaran kepada
para pembaca laporan penelitiannya tentang presentase informan tentang sikap
terhadap keterlibatan komponen LSM dalam Musrenbangdes berdasarkan lama
tinggal. Walaupun tidak untuk di uji, data tersebut disarankan untuk dianalisis
secara lebih mendalam.
124
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
125
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Gambar
Kerangka Berfikir Positivis Terhadap Realitas
126
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
orang siswa di kelas. Tidaklah cukup hanya mengatakan tinggi siswa dan
perempuan berbeda (nominal), atau tinggi laki-laki lebih dari tinggi perempuan
(ordinal). Tinggi siswa laki-laki dan perempuan harus dapat benar-benar diukur,
misalnya rata-rata tingginya, yang tertinggi dan yang terendah, selisih rata-rata
tinggi dan sebagainya. Untuk bisa menjelaskan kondisi tersebut maka diperlukan
data yang bersifat interval dan rasio.
Dalam penelitian kuantitatif, khususnya pada penelitian-penelitian sosial,
instrumen pengumpulan data paling utama adalah kuesioner, walaupun ada juga
beberapa penelitian yang menggunakan data sekunder, seperti dokumen-dokumen
yang kemudian dianalisis oleh peneliti. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
kuesioner merupakan bentuk pengambilan data dimana peneliti membuat
beberapa pertanyaan maupun pertanyaan yang dijawab oleh peneliti. Jawaban
atau pilihan jawaban tersebut ada yang bersifat tertutup, terbuka dan setengah
tertutup. Jika data tersebut tidak dilakukan pengujian, maka pilihan jawaban
tersebut tidak diberi bobot atau score, namun juka digunakan untuk melakukan
pengujian, maka pilihan jawaban akan diberi bobot tertentu.
Data yang kuesioner yang tidak diberi bobot maupun yang diberi bobot
tersebutlah yang kemudian dianalisis dalam penelitian kuantitatif. Namun untuk
dapat dianalisis, maka sebelumnya kuesioner harus di rekapitulasi sehingga
memudahkan untuk dianalisis. Misalnya saja peneliti menyebarkan kuesioner
kepada 20 orang responden. Selain nama, ada 5 pertanyaan yang diajukan oleh
peneliti, yakni:
1. Jenis Kelamin
2. Umur
3. Lama bekerja
4. Gaji/upah dan
5. Tingkat kedisiplinan
Setelah dilakukan rekapitulasi, diperoleh data sebagai berikut.
127
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Gambar
Bagan Hubungan Data Dengan Teknik Analisis Data
Penjelasan:
Faktor utama yang menentukan penentuan jenis analisis data (terutama teknik
analisis statistik) adalah jenis atau tipe data penelitian. sebenarnya ada faktor lain
yang mempengaruhi jenis analisis yang digunakan, seperti hipotesis penelitian,
permasalahan penelitian, dan bentuk hubungan antar variabel. Namun pada
bagian-bagian terdahulu telah dijelaskan hubungan faktor-faktor lain terhadap
analisis data, sehingga kali ini difokuskan pada pengaruh data terhadap teknik
analisis.
Jika data yang diperoleh oleh peneliti bersifat nominal atau paling maksimal
ordinal, maka teknik statistik yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif.
Dalam analisis statistik deskriptif peneliti hanya melakukan penjabaran atas data
yang ada tanpa bermaksud meng –generalisir data. Data yang di deskripsikan
128
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
(dijabarkan tersebut) juga bisa digunakan untuk keperluan inferensi, seperti uji
normalitas, validitas dan reliabilitas, dan sebagainya. Namun jika data bersifat
interval, terutama rasio, maka analisis data yang digunakan adalah statistik
parametrik. Statistik parametrik digunakan jika distribusi datanya memenuhi
standar normalitas data, jika tidak normal, maka teknik analisis yang digunakan
adalah melakukan teknik analisis non parametrik. Dalam uji statistik juga dibagi
atas beberapa jenis berdasarkan hubungan variabelnya. Jika bersifat tunggal,
maka uji statistik yang digunakan dinamakan univariat, jika dua maka disebut
dengan bi-variat, sedangkan lebih dari dua, maka disebut dengan uji multivariat.
Berikut keterangan masing-masing uji statistik yang digambarkan di atas dalam
penelitian kuantitatif.
129
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
8
Dalam penelitian sosial, penggunaan istilah variabel dapat
bermakna berbeda sesuai dengan peruntukkannya. Variabel bisa
bermakna satu konsep yang memiliki variasi nilai. Namun dalam
konteks pertanyaan/kuesioner, variabel satu item pertanyaan
atau pernyataan juga dapat disebut variabel, karena pilihan
jawaban dari pernyataan/pernyataan kuesioner tersebut
merupakan variasi nilai, sehingga satu pertanyaan bisa dianggap
sebagai sebuah variabel (walaupun pertanyaan tersebut
merupakan indikator dari variabel)
9
Selain penelitian kuantitatif dan kualitatif, saat ini sudah sangat
banyak peneliti yang menggunakan metode campuran, yakni
menggabungkan antara jenis penelitian kuantitatif dengan
kualitatif. Konsekuensinya, peneliti juga menggunakan teknik
analisis campuran, dimana analisis secara subjektif dan obyektif
dilakukan terhadap data.
130
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
131
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Gambar
Contoh Grafik Scatter
Salah satu grafik yang kerap digunakan adalah grafik scatter. Grafik model
ini pada umumnya memang digunakan untuk analisis korelasi, namun bisa juga
digunakan dalam statistik deskriptif (tentunya tidak untuk melakukan pengujian).
Pada contoh di atas, peneliti menggabungkan antara tingkat kedisiplinan dengan
upah/gaji yang diterima dalam satu bulan. Cara menganalisis dengan
menggunakan diagram scatter ini adalah dengan membandingkannya dengan
diagram scatter eksponensial, dimana kenaikan/peningkatan kedisiplinan akan
diikuti dengan tingginya upah atau gaji.
Untuk memperkuat proses analisis, peneliti juga dapat menggunakan
diagram “pie”. Namun hampir sama dengan grafik scatter maupun pie, sifatnya
hanya meneguhkan atau menegaskan data yang disajikan dalam bentuk narasi
maupun tabel. Dengan adanya tampilan seperti ini maka sangat membantu prose
visualisasi data sehingga pihak-pihak yang membaca atau melakukan pengujian
terhadap hasil penelitian lebih cepat memahami laporan hasil penelitian. Namun
perlu diperhatikan bahwasannya penggunaan diagram atau pun grafik sifatnya
hanya tambahan, bukan yang utama, apalagi dalam penelitian deskriptif. Untuk
itu para peneliti harus benar-benar bisa menggunakan grafik dan diagram sesuai
dengan kebutuhannya, sehingga tidak terkesan berlebihan.
132
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Gambar
Contoh Diagram Pie
1 tahun
4 tahun
10.0%
20.0%
2 tahun
35.0%
3 tahun
35.0%
133
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
adalah salah satu bentuk salah kaprah. Karena dalam sebuah penelitian, yang
paling penting adalah bagaimana bisa mengangkat dan mengungkap realitas,
bukan kecanggihan teknik yang digunakan namun gagal menjawab permasalahan
penelitian.
Secara sederhana teknik rata-rata hitung (mean) adalah sebuah teknik yang
digunakan untuk mencari titik sentral dari sebuah data. Seperti gambar kurva
normal di atas, jika kurva berbentuk sempurna (seperti lonceng terbalik), maka
antara mean (rata-rata hitung), median (nilai tengah) dan modus (nilai yang
paling sering muncul) berada pada satu titik.
Berikut contoh yang bisa manjadi gambaran tentang penggunaan mean
dalam proses analisis data.
Data pada tabel sebelah adalah data upah/gaji 20
No Upah/bulan orang karyawan sebuah perusahaan dalam satu
1 Rp. 1.200.000 bulan. Untuk mencari rata-rata hitung (mean)
2 Rp.1.356.000 ΣΧ
secara kasar maka digunakan rumus µ = ,
3 Rp.1.436.800 Ν
4 Rp.1.450.000 dimana µ = rata-rata, ΣX= jumlah total data
dan N= jumlah populasi/sampel. Berdasarkan
5 Rp.1.567.500
rumus di atas, maka diperoleh µ = Rp.
6 Rp.1.657.800
2.023.645,-. Dengan hasil tersebut, peneliti bisa
7 Rp.1.687.900 secara kasar menyatakan, bahwasannya rata-rata
8 Rp.1.795.000 upah per bulan dari 20 orang karyawan berada di
9 Rp.1.950.000 atas gaji 9 orang karyawan, atau dengan kata
10 Rp.2.000.000 lain, 50 % dari karyawan memiliki upah di
11 Rp.2.134.000 bawah rata-rata, sedangkan 50% lainnya sudah
mendapat upah lebih dari rata-rata upah
12 Rp.2.145.000 karyawan. Begitulah seterusnya, peneliti bisa
13 Rp.2.315.000 mengambil beberapa analisis berdasarkan
14 Rp.2.316.800 perhitungan nilai rata-rata, sehingga hasil
15 Rp.2.324.500 penelitian menjadi lebih menarik dan
16 Rp.2.345.000 berhubungan dengan menjawab permasalahan
penelitian.
17 Rp.2.435.600
Namun jenis perhitungan rata-rata tersebut
18 Rp.2.450.000 sangatlah kasar, artinya peneliti tidak
19 Rp.2.645.000 mempertimbangkan faktor-faktor lain yang
20 Rp.3.261.000 sebenarnya berhubungan dengan jumlah upah
Rp. 40 472 900 seluruh karyawan.
Total
Cara membuat nilai rata-rata yang lebih bisa cermat adalah menghitung
rata-rata dari sebuah data yang sudah mempertimbangkan faktor-faktor pengaruh
terhadap data.
Misalnya saja tentang upah di atas. Keberadaan nilai upah per bulan tentu
saja tidak sama antar responden, karena bisa saja dipengaruhi oleh
134
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
golongan/jabatan setiap karyawan, tunjangan dan atau insentif, prestasi kerja dan
sebagainya. Dengan demikian diperlukan cara perhitungan mean yang lebih
cermat dengan mempertimbangkan faktor-faktor pengaruh, salah satunya dalah
dengan menggunakan teknik perhitungan rata-rata (mean) ditimbang. Berikut
contohnya.
Tabel
Variabel Penghasilan Petani
135
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
136
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
data yang bersifat rasio dan ber tipe continue10, sedangkan data yang bersifat
nominal (kategorial), ordinal dan interval agak sulit dilakukan, bahkan cenderung
tidak disarankan untuk dilaksanakan.
Dalam penelitian-penelitian sosial, teknik rata-rata hitung cenderung mulai
ditinggalkan, bahkan di beberapa perguruan tinggi teknik rata-rata hitung atau
mean (karena terlalu sederhana) jarang digunakan untuk melakukan menguji
hipotesis atau menjawab permasalahan penelitian. Pandangan seperti itu jelas
tidaklah benar. Penggunaan rata-rata hitung bisa digunakan untuk menguji
hipotesis, walaupun tidak dilakukan secara tunggal. Misalnya saja peneliti
mengangkat permasalahan tentang standar kebijakan pemerintah dalam
pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pemerintah menetapkan
bahwasannya yang disebut keluarga miskin yang menerima BLT adalah yang
punya rata-rata penghasilan di bawah Rp. 300.000,- (data fiktif). Peneliti
kemudian melakukan peneliti untuk membuktikan kebenaran penerapan standar
tersebut. Hipotesisnya, peneliti menyatakan standar yang digunakan pemerintah
dalam menetapkan kalangan keluarga miskin sudah tepat. Dengan mengambil
populasi di suatu desa kemudian peneliti menentukan beberapa sampel. Peneliti
mengajukan pertanyaan, kuesioner kepada responden sehingga diperoleh data
penghasilan berdasarkan faktor-faktor pengaruh penghasilan masyarakat desa.
Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan teknik rata-rata hitung,
peneliti bisa menguji hipotesis dan membuktikan kebijakan pemerintah
(khususnya pemerintah desa) dalam menentukan warga yang memperoleh BLT.
Ada banyak permasalahan penelitian kuantitatif yang bisa dijawab, di
angkat dan di ungkap dengan menggunakan teknik perhitungan rata-rata hitung.
Tinggal bagaimana peneliti bisa lebih kreatif sehingga perhitungan mean bisa
memperkaya analisis dan melihat data-data yang bisa dianalisis untuk kemudian
dijadikan dasar pembuktian hipotesis.
10
Data yang berjenis rasio dan bertipe continue adalah data
sinambung, yakni data yang satuannya dalam bentuk pecahan
dan didapat dari proses pengukuran, seperti 0-0,01-2,3-2,35,
dan sebagainya.
137
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
138
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Deviasi Rata-rata
Ada baiknya penjabaran difokuskan pada beberapa teknik analisis yang
memungkinkan untuk diterapkan, salah satunya adalah deviasi rata-rata atau
Average Deviation. Misalnya saja akan melakukan analisis terhadap deviasi rata-
rata upah 20 orang karyawan di sebuah perusahaan. Langkah pertama yang harus
dilakukan untuk mencari rata-rata deviasi adalah menghitung rata-rata dari
seluruh data (total nilai/score dibagi dengan jumlah responden atau n/N). Setelah
itu peneliti mengurangkan setiap nilai (upah) dengan rata-rata score. Setelah itu
total seluruh pengurangan tersebut sehingga menghasilan angka Rp. 8.270.900,-.
Setelah itu bagi angka tersebut dengan jumlah responden sehingga diperoleh
angka deviasi rata-rata sebesar Rp. 413.545,-. Ini artinya rata-rata deviasi atau
penyimpangan setiap nilai/upah terhadap rata-rata total upah adalah Rp. 413.545.
Tabel
Perhitungan Deviasi Rata-Rata
Perhitungan seperti ini sangat berguna dalam penelitian sosial karena bisa
digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya rata-rata serangkaian data
terhadap rata-rata score data mentah. Berdasarkan data di atas, ada beberapa upah
karyawan yang berada di atas maupun di bawah rata-rata upah keseluruhan
karyawan. Misalnya pihak manajemen menyatakan bahwasannya perbedaan upah
139
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
karyawan di perusahaan tersebut tidaklah besar, atau dengan kata lain perusahaan
tidak membuat kebijakan upah/gaji yang timpang antar karyawan. Untuk
membuktikan pernyataan tersebut, peneliti bisa menggunakan analisis deviasi
rata-rata. Biasanya secara kasar orang menganalisis ketimpangan hanya dengan
mengurangi data tertinggi dengan data terendah saja. Namun cara ini tidak
mencerminkan kondisi yang sebenarnya, sehingga diperlukan analisis deviasi
rata-rata sehingga dapat diperoleh angka yang lebih riil.
Dalam penelitian sosial, khususnya dalam penelitian-penelitian yang
menggunakan jenis penelitian kuantitatif, teknik ini cukup bisa diandalkan,
khususnya untuk melihat bagaimana rata-rata penyimpangan seluruh data
terhadap rata-rata data asli nya. Jika rata-rata deviasi nya 0 (nol), maka dapat
dikatakan bahwasannya semua nilai data sama dengan rata-ratanya. Jika rata-rate
deviasi nya kecil, maka nilai data yang satu dengan lainnya juga kecil, sehingga
data akan berada di sekitar rata-ratanya. Sedangkan jika deviasi rata-rata besar,
maka pasti ada data yang nilai atau score nya berbeda jauh dengan data lainnya.
Penggunaan teknik ini juga dapat dilakukan pada disiplin ilmu politik,
pemerintahan maupun komunikasi. Namun penggunaannya haruslah hati-hati,
karena hanya data yang bersifat rasio yang bisa dianalisis dengan teknik ini.
Misalnya saja seorang peneliti ingin mengangkat tema tentang hasil pilkada
Pemilu di untuk tingkat Kabupaten Lombok Barat. Dari beberapa surat kabar
dikabarkan bahwasannya perbedaan suara satu partai dengan partai lainnya tidak
berbeda jauh satu dengan lainnya. Patokan dari pernyataan di surat kabar tersebut
adalah angka-angka jumlah suara masing-masing partai. Seorang peneliti tertarik
dan tidak langsung percaya dengan data-data tersebut, lagi pula pernyataan-
pernyataan tersebut tidak didukung oleh data ilmiah, namun hanya logika
sederhana semata.
Dengan latarbelakang pemikiran seperti itu kemudian peneliti melakukan
pengujian. Ia mengajukan sebuah hipotesis, bahwasannya perbedaan perolehan
suara seluruh partai sangatlah kecil. Kemudian ia mengumpulkan dokumen data
peroleh suara dari KPU Lombok Barat. Untuk melakukan pengujian, kemudian ia
menggunakan teknik rata-rata deviasi. Setelah di hitung, ternyata angka deviasi
rata-ratanya besar. Ini membuktikan bahwasannya hipotesis ditolak. Artinya,
pernyataan bahwasannya perbedaan jumlah suara partai sangat tipis atau kecil
seperti yang disiarkan dalam surat kabar salah atau menyesatkan. Begitu juga
pada penelitian lainnya.
Standar Deviasi
Berdasarkan pengamatan ilmuan statistik, penggunaan deviasi rata-rata
memiliki kelemahan, dimana tidak mempertimbangkan nilai negatif dan positif
akibat pengurangan data dengan rata-rata data. Untuk itu diperlukan cara yang
lebih tepat, yakni disebut dengan standar deviasi. Standar deviasi memiliki fungsi
yang sama dengan deviasi rata-rata. Secara manual perhitungan standar deviasi
atau simpangan baku menggunakan rumus berikut ini.
140
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
2
Σ Χ2 Σ Χ
s= −
N N
s = standar deviasi
Misalnya saja seorang peneliti akan membuktikan hipotesis bahwasannya
score nilai 6 peserta tender pengadaan mobiler di Dinas Pendidikan jauh berbeda,
sehingga cukup dilakukan satu kali untuk menentukan pemenang. Seorang
peneliti kemudian ingin membuktikan pernyataan tersebut. Dari data yang
dilansir pemerintah, PT. AAA mendapat score 20, PT. BBB mendapat score 30,
PT CCC score 35, PT DDD score 25, PT EEE score 33 dan PT FFF score 29.
Untuk membuktikan peneliti membuat hipotesis, bahwasannya “perbedaan score
peserta tender tidak terlalu jauh berbeda satu dengan lainnya”. Kemudian
dilakukanlah perhitungan secara manual dengan menggunakan rumus di atas:
Tabel
Perhitungan Standar Deviasi
2
Σ Χ2 Σ Χ
s= −
N N
2
5080 2 172
s= −
6 6
s =5,007
Berdasarkan hasil perhitungan di atas peneliti memperoleh standar deviasi
sebesar 5,007. Berdasarkan angka ini peneliti mengambil kesimpulan, perbedaan
masing-masing data tidak lah besar, hanya seputar kurang lebih 5 (belum
mencapai dua kali lipat sebuah data). Akhirnya peneliti memutuskan
bahwasannya hipotesis diterima. Artinya, pernyataan pihak pemerintah yang
menyatakan perbedaan score 6 perusahaan tersebut jauh terpaut satu sama
lainnya adalah salah.
141
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Dikarenakan tidak mencukupinya ruang dalam buku ini, maka penjabaran hanya
difokuskan pada dua teknik saja, yakni sign test dan Chi Kuadrad (Chi Square
test).
Sign Test
Secara praktis, Sign Test digunakan dengan beberapa landasan, antara lain;
1. Data tidak berdistribusi normal
2. Jumlah sampel sedikit
3. Data ber tipe ordinal dan atau interval
4. Digunakan untuk membuktikan adanya perbedaan sikap, pandangan,
penilaian, dan sebagainya dari sampel dan atau responden
Untuk lebih jelasnya akan diberi contoh seperti dijabarkan di bawah ini:
Seorang peneliti ingin melihat apakah dengan diberlakukannya peraturan
baru tentang sanksi karyawan yang terlambat masuk kerja membawa perubahan
terhadap ketepatan jam masuk kerja. Untuk membuktikan tersebut kemudian
mengambil data dari absensi/daftar hadir dalam satu minggu, dan datanya seperti
di bawah ini.
Tabel
Contoh Perhitungan Signt Test
142
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
7 Buruk -
8 Buruk -
9 Baik +
10 Baik +
11 Buruk -
12 Buruk -
13 Buruk -
14 buruk -
15 baik +
16 Baik +
17 Buruk -
18 Buruk -
19 Buruk -
20 baik +
Pada kolom paling kanan peneliti membuat tanda. Bagi yang mengalami
perubahan (tepat waktu masuk kerja), maka diberi tanda positif (+)angkan yang
tidak mengalami perubahan lebih baik diberi tanda negatif (-).
Langkah pertama adalah mencari nilai rata-rata dari data tersebut. Rumus
yang digunakan adalah μ = n.p (μ: rata-rata; n: jumlah sampel dan; p: probabilitas
kemunculan tanda positif dan negatif-1:2=0,5).
μ = n.p
μ = 20 x 0,5
μ = 10
143
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Pengujian dilakukan pada 1 sisi sebelah kanan karena nilai X (8) dalam
pengamatan lebih kecil dari nilai X harapannya. Karena nilai Z lebih kecil dari
1,64 dan berada di luar nilai kritis 5%, maka kesimpulannya hipotesis diterima.
Dengan demikian, maka peneliti memutuskan bahwasannya tidak ada perubahan
tingkat kedisiplinan karyawan masuk kerja setelah sanksi diberikan.
Gambar
Pengujian Dengan Kurva Normal
144
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
nilai Z score, menetapkan titik kritisnya, membuat nilai kritis untuk pengujian
hipotesis dan membandingkan nilai Z score dengan nilai kritisnya. Jika lebih
kecil dari nilai kritis maka hipotesis diterima, sedangkan jika lebih besar, maka
hipotesis ditolak.
Ada banyak realitas, gejala sosial maupun variabel yang bisa diteliti
dengan menggunakan teknik analisis sign test. Namun yang lebih efektif adalah
pada gejala-gejala sosial yang sederhana, seperti perubahan pandangan
responden, dan sebagainya. Prinsipnya seperti ini. Peneliti membuat patokan
tentang sesuatu. Misalnya saja sesuati dalam keadaan normal. Sesuai dengan
kebutuhan, dalam keadaan seimbang dan sebagainya. Kenormalan, kesesuaian
dan keseimbangan tersebut diukur berdasarkan kurva normal, dimana median,
modus dan mean berada di tengah. Kita ambil contoh tentang seorang kepala
dinas yang ingin menguji apakah pegawai di kantor tersebut menjadi lebih kreatif
dalam bekerja setelah diberi pendidikan tentang motivasi kerja. Yang lebih
kreatif diberi tanda negatif, dan yang tidak diberi tanda negatif. Lalu dilakukanlah
perhitungan. Ketiadaan perubahan diukur mulai dari seluruh pegawai diberi tanda
negatif sampai dengan taraf tertentu dimana tanda pegawai yang bernilai positif
dan negatif menunjukkan adanya perubahan. Tentu saja membuktikan adanya
perubahan tersebut akan sulit jika hanya menghitung berapa yang bertanda
negatif dan berapa yang bertanda positif, namun harus dilakukan pengujian,
sehingga yang menentukan apakah terjadi perubahan atau tidak adalah proses
statistik.
145
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
Apakah orang yang malas akan miskin? Apakah orang yang sedang akan
sederhana? Apakah yang rajin akan kaya? Jawaban yang mungkin diperoleh juga
kira-kira sebagai berikut. Jika hasil analisis signifikan (terbukti berdasarkan
hipotesis), hasilnya adalah ada beda. Ada beda artinya; perbedaan orang yang
malas, sedang dan rajin juga akan berbeda juga dalam hal ekonomi (kaya,
sederhana dan miskin).
Berikut akan dijabarkan contoh perhitungan khi kuadrad. Contoh yang digunakan
adalah contoh data sebelumnya.
Variabel kedisiplinan dibagi atas
dua kategori, yakni rendah dan
tinggi. Sedangkan jenis kelamin
juga di bagi dua, yakni laki-laki
dan perempuan. Berdasarkan data
ini, peneliti akan melakukan
pengujian, apakah dengan
perbedaan jenis kelamin, maka
akan berbeda juga tingkat
kedisiplinannya?
Untuk menguji data tersebut, pertama yang dilakukan adalah membuat tabulasi
silang antara dua variabel tersebut. Berikut hasil tabulasi silang kedua variabel:
Tabel
Tabulasi Silang
Tingkat kedisiplinan
Rendah tinggi Total
Jenis laki-laki 5 4 9
Kelamin Perempuan 7 4 11
Total 12 8 20
146
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
147
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
12 x11
Sel III : = 6,6
20
8 x11
Sel IV : = 4,4
20
Setelah diperoleh data fh, maka selanjutnya peneliti membuat perhitungan.
Namun perhitungan tersebut akan lebih mudah jika dilakukan melalui tabel,
sehingga diperoleh angka khi kuadrad seperti dijabarkan di bawah:
Tabel
Perhitungan Khi Kuadrad
( fo − fh ) 2
Sel fo fh (fo-fh)2
fh
1 5 5,4 0,16 0,023
2 4 3,6 0,16 0,044
3 7 6,6 0,16 0,024
4 4 4,4 0,16 0,036
λ2 = 0,127
148
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
149
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
150
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
151
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
152
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
153
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
NΣXY − ΣXΣY
r=
[ NΣX 2
− (ΣX 2 ) ][ NΣY 2 − (ΣY ) 2 ]
r = koefisien korelasi pearson’s product moment
N = jumlah sampel
X = angka pada variabel X
Y = angka pada variabel Y
Agar lebih jelas, berikut akan dijabarkan sebuah contoh beserta proses
perhitungannya.
Misalnya saja peneliti melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat
pengetahuan tentang tingkat pendidikan (Variabel X) terhadap harapan pada
Pemilu (Variabel Y). Penelitian dilakukan terhadap 10 orang responden dengan
mengajukan 4 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan kemudian dibuat jawaban
yang diberi score. Setelah data terkumpul, kemudian peneliti memasukkan data
tersebut dalam tabel yang membantu proses perhitungan menggunakan rumus
korelasi produk moment.
Tabel
Perhitungan Data Hasil Kuesioner
Resp
Pert Pert X Pert Pert Y
1 2 3 4
1 2 2 4 2 3 5
2 2 3 5 4 4 8
3 2 3 5 4 4 8
4 2 2 4 3 4 7
5 2 4 6 3 5 8
6 3 4 7 4 4 8
7 2 2 4 3 3 6
8 3 2 5 4 3 7
9 3 4 7 4 4 8
10 3 4 7 4 5 9
Tabel
Perhitungan Korelasi Produk Moment
Resp X Y X2 Y2 XY
154
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
1 4 5 16 25 20
2 5 8 25 64 40
3 5 8 25 64 40
4 4 7 16 49 28
5 6 8 36 64 48
6 7 8 49 64 56
7 4 6 16 36 24
8 5 7 25 49 35
9 7 8 49 64 56
10 7 9 49 81 63
54 74 306 560 410
∑X :54
∑Y :74
∑X2 :306
∑Y2 :560
∑XY :410
104
r=
133
r = 0,781
Berdasarkan perhitungan dengan rumus korelasi produk moment, maka
diperoleh angka r sebesar 0,781. Angka tersebut positif, artinya hubungan bersifat
positif (variabel X berdampak positif terhadap variabel Y) dengan derajat
kekuatan 0,781 atau 78,1%. Berdasarkan angka tersebut dapat diketahui bahwa
derajad kekuatan hubungan variabel cukup kuat sehingga dapat dikatakan
bahwasannya variabel X (tingkat pendidikan) memang memiliki hubungan yang
kuat terhadap variabel Y (harapan terhadap Pemilu legislatif). Setelah diperoleh
angka r, maka selanjutnya adalah membandingkan angka r yang diperoleh dari
perhitungan dengan r tabel dengan jumlah responden (sampel) sebanyak 10
orang. Berdasarkan data r tabel dengan taraf signifikansi 5% adalah 0,632 dan
taraf signifikansi 1% adalah 0,765, ternyata r perhitungan (0,781) lebih besar,
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwasannya terdapat hubungan yang sangat
signifikan antara tingkat pendidikan responden terhadap harapan terhadap Pemilu
legislatif.
Selain menggunakan teknik korelasi produk moment, ada juga teknik
korelasi rank order. Berbeda dengan teknik produk moment, teknik rank order
digunakan pada data dengan tipe ordinal maupun interval, sehingga dapat
dikatakan peneliti tidak harus melakukan pembobotan atau skoring, sehingga
155
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
hanya frekuensi dari data ordinallah yang dihitung. Adapun rumus yang
digunakan adalah:
6Σd 2
rho = 1 −
N ( N 2 −1)
rho adalah koefisien korelasi rank order; angka 1 adalah bilangan konstan; 6
adalah bilangan konstan; ∑ adalah jumlah atau sigma; dan N adalah jumlah
individu adalah sampel. Rumus ini lebih sederhana dibandingkan dengan product
moment. Untuk mencari nilai d, maka peneliti cukup hanya mengurangi angka
kumulatif dari tiap-tiap nilai yang ada pada masing-masing responden di masing-
masing variabel terhadap nilai yang ada pada masing-masing responden pada
variabel lainnya.
Selain teknik analisis statistik rank order, ada juga teknik korelasi
contingensi C atau Pearson’s C. Teknik ini dapat digunakan terhadap data ber
tipe nominal dengan nominal, atau nominal dengan ordinal. Dengan demikian,
data yang di hitung tidak harus di skoring oleh peneliti, karena hanya frekuensi
dari jawaban kuesioner lah yang dihitung untuk dimasukkan ke dalam rumus
Pearson’s C. Rumus Pearson’s C sebenarnya hanya gabungan dari teknik Khi
kuadrad, sehingga untuk mendapatkan koefisien korelasi kontingensi, maka
peneliti harus terlebih dahulu mencari nilai khi kuadrat. Adapun rumus Pearson’s
C adalah:
λ2
C=
N + λ2
C adalah koefisien kontingensi Pearson’s C; sedangkan λ2 adalah nilai khi
kuadrad dan N adalah jumlah sampel.
Selain melakukan pengujian terhadap hubungan antar variabel, maka
pengujian juga dapat dilakukan dalam rangka memprediksi pengaruh antar
variabel terhadap variabel lainnya. Teknik yang digunakan adalah analisis
regresi. Berbeda dengan teknik menguji hubungan variabel sebelumnya yang
cenderung menggunakan data ber tipe nominal, ordinal dan interval, teknik
regresi hanya sesuai untuk data ber tipe rasio. Untuk itulah teknik ini lebih
banyak digunakan untuk penelitian-penelitian eksak dimana data yang dianalisis
bersifat kontinue dan bertipe rasio.
Misalnya saja seorang peneliti bidang pertanian ingin meneliti hubungan
dan pengaruh pupuk terhadap kecepatan tumbuh sebuah tanaman. Dengan
menggunakan teknik ini, maka peneliti bisa mendapatkan kesimpulan
bahwasannya pupuk memang berpengaruh terhadap kecepatan tumbuhnya
tanaman. Atau bisa juga peneliti memprediksi pengaruh volume pupuk yang
diberikan terhadap tinggi tanaman atau lebar daun, bahkan berat buah. Jika petani
memasukkan sekian ouns pupuk, maka tinggi tanaman bertambah sekian senti
meter, atau jika dikurangi sekian ouns, maka kecepatan penambahan tinggi
tanaman akan berkurang sekian senti meter. Hal inilah yang membuat analisis
regresi sangat minim digunakan dalam penelitian sosial, karena sangatlah sukar
memprediksi pengaruh variabel sosial terhadap variabel sosial lainnya. Dengan
156
Metode Riset Sosial, Panduan Teoritis dan Praktis Bagi
Peneliti Pemula
kata lain, sangatlah sulit jika peneliti memprediksi, jika kesadaran masyarakat
dinaikkan sekian persen, maka akan meningkatkan atau menurunkan sekian
persen kedisiplinan. Untuk itulah peneliti ilmu sosial tidak terlalu disarankan
untuk menggunakan teknik ini, kecuali penelitian-penelitian psikologis, ekonomi
dan kesehatan masyarakat.
------------------------₪₪₪₪------------------------
157