Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Hukum adalah perintah dari penguasa, dalam arti perintah dari mereka yang
memiliki kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, seperti yang
dikatakan John Austin.Kaitannya dengan pembentukan hukum di Indonesia,
setidaknya kita sadar bahwa hukum di bentuk karena pertimbangan keadilan
(gerechtigkeit) disamping sebagai kepastian hukum (rechtssicherheit) dan
kemanfaatan (zweckmassigkeit)
2.1 TEORI HUKUM ROSCOE POND dan FRIEDRICH CARL VON SAVIGNY.
ROSCOE POUND
Sociological Jurisprudence
Roscoe Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological
Jurisprudence yang lebih mengarahkan perhatiannya pada ”Kenyataan Hukum”
daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum
pada dasarnya adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam
pengertian law in books. Sociological Jurisprudence menunjukkan kompromi
yang cermat antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi
terciptanya kepastian hukum (positivism law) dan living law sebagai wujud
penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan
hukum dan orientasi hukum.1
1
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2007.
2
Ibid.hal 66
Tugas Utama Hukum
3
Dewa Gede Wirasatya P. Catatan Perkuliahan Sosiologi Hukum Prof.Sirtha,2010
Teori Hukum Menurut Roscoe Pound
Hukum berasal dari pemerintah dalam hal ini menurut Bismar Nasution
apa yang disebutnya dengan top down. Pemerintah disini dalam konteks badan
eksekutif. Hasilnya adalah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU), Keppres, Perpres, Inpres,
Penpres, Kepmen/ Permen, dan sebagainya. Jika kita lihat dalam konteks
pemerintah daerah, hasilnya yaitu Perda Propinsi, Keputusan Kepala Daerah
Propinsi, Perda Kabupaten/ Kota, Keputusan Kepala Daerah Kabupaten Kota,
Peraturan Desa.
VON SAVIGNY
Friedrich Carl von Savigny atau yang biasa di kenal dengan Von Savigny
6
adalah salah satu dari pendasar Mazhab Sejarah.
6
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi. Loc.cit, hal 64
7
ibid,hal 65
Konsep jiwa masyarakat dalam teori Savigny tentang hukum ini tidak dapat
menunjukkan secara jelas bagaimana isi dan ruang lingkupnya. Sehingga amat sulit
melihat fungsi dan perkembangannya sebagai sumber utama hukum menurut teori
ini.
Sesudah penulis membahas tentang dasar teori hokum dari Roscoe Pound
dan von Savigny penulis merasa perlu mengangkat sedikit tentang hal ini dan cirri-
ciri khas hokum.
Pengaruh timbal balik hokum dan masyarakat timbul dari adanya krisis
dalam kehidupan masyarakat. Suatu krisis masyarakat mempunyai pengaruh yang
lebih besar terhadap hokum daripada terhadap lain-lain aktivitas social. Perubahan
dalam dasar-dasar masyarakat mengubah pula dasar-dasar nilai hokum. Dasar-
dasar hokum dengan jelas di pengaruhi oleh dasar politik, ekonomi, kehidupan
social, kesusilaan, sebaliknya hokum mempunyai tugas member kepadanya bentuk
dan ketertiban.8
2.3 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN TEORI HUKUM ROSCOE PONDS DAN VON
SAVIGNY
A. Persamaan
Persamaan antara teori hukum Roscoe Pound dan Friedrich Karl von Savigny
adalah terletak pada cara pandang kedua para ahli tersebut mengenai hukum yaitu
sama-sama melalui kaca mata sosial yang tidak terlepas dari masyarakat.
B.Perbedaan
Perbedaan antara teori hukum Roscoe Pound dan Friedrich Karl von Savigny,
dapat dilihat dari:
a. Asal hukum, jika Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum itu berasal
dari atas ke bawah (atas disebut dengan penguasa, sedangkan bawah
9
Ibid,hal.19
disebut dengan masyarakat) sedangkan Savigny berpendapat bahwa
hukum itu berasal dari bawah ke atas (bawah disebut dengan
masyarakat, sedangkan atas disebut dengan penguasa);
BAB III
Dalam hal ini dapat kita lihat terlebih dahulu dengan teori Roscoe Pound
(social engineering), yaitu : Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pada Pasal 7 Ayat (1). Pemerintah melakukan rekayasa sosial untuk memperlambat
laju pertumbuhan penduduk di Indonesia dengan menentukan umur perkawinan.
Jika melihat teori dari Friedrich Karl von Savigny (volkgeist), yaitu : Undang-Undang
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Disini masyarakat tidak menginginkan adanya monopoli perdagangan, jadi
sebagai perwakilannya DPR mengajukan RUU tersebut untuk disahkan oleh
Presiden. Namun, dikarenakan Pemerintah juga mempunyai kehendak yang sama
dalam pengajuan RUU tersebut maka UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tersebut memakai teori kedua
para ahli.
BAB IV
Dalam penulisan makalah ini, dapat ditarik kesimpulan adalah menurut Roscoe
Pound, hukum berasal dari atas ke bawah (top down). Atas sama dengan
Pemerintah lalu bawah sama dengan masyarakat; sedangkan menurut Friedrich
Karl von Savigny, hukum berasal dari bawah ke atas (bottom up).
Bawah sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan kata lain sebagai
perwakilan rakyat lalu atas sama dengan Pemerintah yang melegitimasi kemauan
masyarakat tersebut.Hukum yang diterapkan di Indonesia kebanyakan berasal dari
badan eksekutif tidak dari legislatif, sehingga hukum lebih cenderung kepada
kelompok-kelompok yang memegang kekuasaan. Keberadaan hukum adat tidak
pernah akan mundur atau tergeser dari percaturan politik dalam membangun
hukum nasional, hal terlihat dari terwujudnya ke dalam hukum nasional yaitu
dengan mengangkat hukum rakyat/ hukum adat menjadi hukum nasional terlihat
pada naskah Sumpah Pemuda pada tahun 1928 bahwa hukum adat layak diangkat
menjadi hukum nasional yang modern. Mengukuhkan hukum adat akan berarti
mengukuhkan pluralisme hukum dan tidak berpihak kepada hukum nasional yang
diunifikasikan (dalam wujud kodefikasi) dan ide kodefikasi dan unifikasi diprakarsai
kolonial yang berwawasan universalistis, dimana hukum adat adalah hukum yang
memiliki perasaan keadilan masyarakat lokal yang pluralistis, dengan mengingat
bahwa hukum kolonial dianggap sangat bertentangan dengan hukum adat adalah
merupakan tugas dan komitmen Pemerintah untuk melakukan unifikasi dan
kodefikasi ke dalam hukum nasional tersebut.
Law as a tool of social engineering, baru siap dengan rambu-rambu pembatas dan
belum siap dengan alternatif positif yang harus diwujudkan, dimana hukum nasional
harus berdasarkan hukum adat, dan juga sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Ide law as a tool of social engineering adalah untuk memfungsikan hukum guna
merekayasa kehidupan ekonomi nasional saja dengan tidak melupakan hukum tata
negara. Hukum kolonial secara formil masih berlaku dan sebagian kaidah-kaidahnya
masih merupakan hukum positif Indonesia berdasarkan ketentuan peralihan,
terlihat terjadi pergerakan ke arah pola-pola hukum Eropa (Belanda). Terjadi
pertentangan antara hukum kolonial dengan hukum adat adalah merupakan tugas
dan komitmen Pemerintah untuk melakukan unifikasi dan kodefikasi ke dalam
hukum nasiona, dimana badan kehakiman diidealkan menjadi hakim yang bebas
serta pembagian kekuasaan dalam pemerintahan adalah harapan sebagai badan
yang mandiri dan kreatif untuk merintis pembaharuan hukum lewat
mengartikulasian hukum dan moral rakyat, telah melakukan konsolidasi dengan
dukungan politik militer dan topangan birokrasi yang distrukturkan secara monolitik
serta mudah dikontrol secara sentral, megingat peran hukum adat dalam
pembangunan hukum nasional sangat mendesak yang secara riil tidak tercatat
terlalu besar, terkecuali klaim akan kebenaran moral, pada saat masalah
operasionalisasi dan pengefektifan terhadap paham hukum sebagai perekayasa di
tangan Pemerintah yang lebih efektif.
4.2 Saran
Adapun yang ingin penulis sampaikan disini adalah seharusnya badan legislatif
sebagai pembuat undang-undang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat
(kemauan masyarakat) dari pada kepentingan pribadi atau golongan, terbukti
dengan banyaknya undang-undang yang dibuat oleh DPR diajukan ke Mahkamah
Konstitusi untuk diuji kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2007.