You are on page 1of 8

c  


   
 

 c

Fenomena perceraian sangat marak dewasa ini dan amat memprihatinkan. Kata |   (cerai)
dengan mudah diucapkan dan keluar dari mulut sang suami bahkan dari sang isteri padahal
sebenarnya menurut syari¶at bukan menjadi µhak¶-nya, apalagi bila dikaitkan dengan kehidupan
kalangan tertentu yang menjadikan kasus-kasus seperti ini yang terjadi pada diri mereka sebagai
bahan µkomersil.¶

Selaku umat Islam, kita sangat terpukul karena ini menandakan bahwa sangat sedikit sekali
kalangan umat ini yang memahami benar arti sebuah pernikahan dan makna µtalak¶ itu sendiri.

Terkait dengan masalah talak ini, kita sering mendengar ucapan µtalak tiga¶ dengan begitu ringan
keluar dari mulut sang suami apalagi bila dalam kondisi emosi. Ucapan ini keluar tanpa
mempertimbangkan syari¶at dan implikasinya di mana salah satu pihak yang pasti akan
menderita adalah anak (bila telah dikaruniai anak). Manakala sang isteri yang diceraikan bisa
saja akan mendapatkan µpengganti¶ setelah itu, tetapi akankah anak demikian.?Inilah yang perlu
dipertimbangkan dengan matang dan secara seksama agar tidak ada penyesalan di kemudian
hari.

Benar, bahwa talak itu merupakan tindakan terakhir yang disediakan syari¶at dalam mengatasi
lika-liku rumah tangga apabila memang tidak ada lagi kecocokan, tetapi hendaknya tidak
menyerah dengan dalih seperti itu.Perlu ada upaya-upaya dan langkah-langkah guna menjadikan
rumah tangga tetap harmonis dan terhindar dari keretakan.

Pada masa akhir khalifah µUmar, tindakan µmain¶ talak tiga begitu trendi sehingga membuat
µUmar menjalankan ijtihad sekaligus memberikan pelajaran kepada mereka yang dengan
seenaknya mengeluarkan ucapan yang berbahaya itu.

Nah, dalam kajian kali ini, diketengahkan seputar permasalahan tersebut, semoga bermanfa¶at.

˜
cc 

c  

Dari Ibn µAbbas, dia berkata, Pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan 2 tahun pertama masa
kekhilafahan µUmar talak tiga (sekaligus dengan satu lafazh) terhitung satu kali talak. Maka
berkatalah µUmar bin al-Khaththab, ³Orang-orang terlalu terburu-buru dalam urusan (menalak
tiga sekaligus dalam satu lafazh) mereka yang dulu masih ada tempo waktunya.Andaikatan kami
jalankan apa yang mereka lakukan dengan terburu-buru itu (bahwa talak tiga dalam satu kata
(lafazh) itu jatuh talak tiga) niscaya hal itu dapat mencegah dilakukannya talak secara berturut-
turut (seperti yang mereka lakukan itu).´ Lalu ia memberlakukan hal itu terhadap mereka.
(HR.Muslim).

c  
Dari Mahmud bin Labid, ia berkata, saat Rasulullah SAW diberitahu mengenai seorang laki-laki
yang menalak isterinya dengan talak tiga sekaligus, maka berdirilah ia dalam kondisi marah,
kemudian berkata, ³Apakah ia ingin bermain-main dengan Kitabullah padahal aku masih ada di
tengah kalian.?´ Ketika itu ada seorang laki-laki berdiri seraya berkata, ³Wahai Rasulullah,
bolehkah aku membunuhnya.?´ (HR.an-Nasa¶iy, dan para periwayatnya adalah para periwayat
Tsiqat).

@     


    .

c  

Dari Ibn µAbbas, ia berkata, Abu Rukanah telah menalak Ummu Rukanah, lalu Rasulullah SAW
berkata kepadanya, ³Rujuklah isterimu itu.´ Lalu ia menjawab, ³Sudah aku talak tiga ia.´ Beliau
berkata, ³Aku sudah tahu, rujuklah ia.´ (HR.Abu Daud)

Dalam riwayat Ahmad terdapat teks:

³Abu Rukanah menalak isterinya dengan talak tiga dalam satu majlis (sekaligus), maka ia pun
menyesali kejadian itu (bersedih atasnya), maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya, ³Ia hanya
(terhitung) satu kali.´Tetapi dalam sanad ini terdapat Ibn Ishaq yang perlu diberi catatan.

Abu Daud meriwayatkan dari jalur lainnya dengan riwayat yang lebih baik:

³Bahwa Abu Rukanah telah menalak isterinya, Suhaimah dengan pasti (sekaligus dan langsung
talak tiga-red), lalu ia memberitahu Nabi SAW mengenai hal itu, lantas beliau berkata, ³Demi
Allah, kamu tidak menginginkan kecuali hanya satu kali saja.?´ Maka, Rasululullah SAW
mengembalikan isterinya kepadanya.

  c 

Para ulama berbeda pendapat mengenai hadits ini; ada yang menilainya shahih dan
menjadikannya sebagai hujjah dan ada pula yang menilainya lemah (Dla¶if) dan berhujjah
dengan hadits yang bertentangan dengannya.Dari perbedaan ini timbul perbedaan para ulama
mengenai hukum masalah yang ada di dalam hadits ini.

Bagi para ulama yang menilainya shahih, mereka berargumentasi: Abu Daud berkata, ³Hadits ini
merupakan hadits yang paling shahih dari hadits Ibn Juraij yang didalamnya berbunyi,
µSesungguhnya Rukanah telah menalak isterinya dengan talak tiga (sekaligus).¶´

Ibn Majah berkata, ³Aku mendengar ath-Thanaafisi berkata, µAlangkah mulianya hadits ini.¶Ini
menjelaskan betapa sanadnya begitu mulia dan banyak faedahnya.´

Sementara para ulama yang menilainya lemah, termasuk di antaranya Ibn al-Qayyim
berargumentasi: hadits tersebut dinilai lemah oleh Imam Ahmad. Syaikh kami (maksudnya, Ibn
Taimiyyah-red) berkata, µPara ulama tokoh dan besar yang sangat mengenali µillat-µillat hadits
seperti Imam Ahmad, al-Bukhary, Ibn µUyainah dan ulama lainnya menilai lemah hadits
Rukanah tersebut. Demikian juga, Ibn Hazm.Mereka mengetakan, µPara periwayatnya adalah
sekelompok orang yang masih anonim (tidak diketahui), tidak dikenal keadilan dan kekuatan
hafalan mereka.Imam Ahmad berkata, µHadits Rukanah tidak valid.¶´

Imam at-Turmudzy berkata, ³Hadits ini tidak dikenal kecuali dari jalur ini saja. Aku pernah
menanyakan kepada al-Bukhari mengenainya, maka ia berkata, µItu hadits Muththarib.¶ (bagian
dari hadits Dla¶if/lemah-red).

Syaikh al-Albani berkata, ³Alhasil, hadits tersebut Dla¶if sedangkan hadits Ibn µAbbas lainnya
yang bertentangan dengan makna hadits tersebut lebih kuat darinya, wallahu a¶lam.´

  


! " # ! ! # !

Sesuai dengan yang dikenal dalam buku-buku | , buku hadits dan lainnya, bahwa Abu
Rukanah adalah Rukanah bin µAbdu Yazid bin Hasyim bin la-Muththalib, al-Qurasyi al-
Muththalibi.

Syaikh al-Bassam, pengarang buku syarah Bulughul Maram yang kita bahas ini mengomentari:
³Demikian tertera namanya (Abu Rukanah) seperti yang saya dapatkan di dalam kitab Bulughul
Maram«Saya juga merujuk beberapa kitab induk, termasuk di antaranya kitab     karya
pengarang sendiri (yakni pengarang bulugh al-Maram, Ibn Hajar-red), saya hanya menemukan
kata µRukanah¶ (tanpa Abu-red). Menurut saya adanya tambahan ³Abu´ ini hanya kerjaan
Nussaakh (para penyalin tulisan dari teks asli ke buku berikutnya, dalam istilah sekarang: tukang
 ±red)

Sedangkan Suhaimah adalah Suhaimah binti µUmair al-Muzainah dari Bani Muzainah, sebuah
kabilah Mudlar, sekarang bersekutu dengan kabilah Harb dan mendiami bagian barat kawasan
al-Qashim (Arab Saudi-red).

$
˜$
˜c 

1. Hadits pertama menginformasikan bahwa tiga kali talak dengan satu kalimat (lafazh) tidak
dihitung (dinilai) selain sebagai satu kali talak saja; jika ia bukan merupakan talak yang ketiga
(terakhir), maka masih boleh rujuk. Hadits ini merupakan rujukan inti bagi pendapat yang
mengatakan demikian.

2. Hadits ke-dua menunjukkan bahwa tiga kali talak yang tidak diiringi rujuk dan nikah
(langsung talak tiga sekaligus-red), maka ia merupakan talak bid¶ah yang diharamkan.

3. Bahwa bermain-main dengan hukum-hukum Allah dan melanggar aturan-Nya termasuk dosa
besar sebab Nabi SAW tidak marah kecuali terhadap kemaksiatan yang besar.

4. Bermain-main dengan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya adalah haram sekali pun dilakukan
sepeninggal Rasulullah SAW. Beliau mengucapkan kata-kata seperti itu tidak lain karena merasa
aneh dengan sangat cepatnya perubahan yang melanda berbagai perkara.
’. Indikasi dua riwayat Abu Daud dan Ahmad pada hadits ketiga adalah sama dengan hadits
pertama dari sisi penilaian bahwa tiga kali talak itu terhitung satu kali talak saja dan bahwa
seorang suami yang menalak isterinya boleh rujuk kepada isterinya selama talak itu bukan
merupakan akhir dari angka talak yang masih dimilikinya (talak ini bukan terhitung yang ketiga
kalinya dari talak yang pernah dilakukannya).

6. Sementara riwayat kedua dari Abu Daud di atas menunjukkan bahwa talak tiga sekaligus
berlaku sesuai dengan niat orang yang menalak; jika ia meniatkan tiga, maka ia jadi tiga dan jika
ia meniatkan hanya satu, maka ia jadi satu, yang memungkinkan untuk rujuk.

7. Riwayat talak tiga sekaligus dalam hadits Rukanah merupakan dalil Jumhur bahwa tiga talak
itu merupakan ucapan talak j 
j 

@   yang tidak bisa lagi dirujuk kecuali setelah
si isteri yang ditalak itu menikah lagi dengan laki-laki lain (lalu bercerai lagi-red.).

"!!% 

Para ulama berbeda pendapat mengenai orang yang menalak dengan talak tiga sekaligus atau
mengucapkannya dengan tanpa diselingi rujuk dan nikah.

Artinya, apakah talak tiga itu harus dikomitmeninya sehingga isterinya menjadi tidak halal lagi
baginya kecuali setelah ia menikah lagi dengan laki-laki lain (lalu bercerai) dan menjalani masa
µiddah darinya? Atau kah ia hanya terhitung satu kali talak saja sehingga ia boleh rujuk dengan
isterinya selama masih dalam µiddah, lalu setelah µiddah ia melakukan µaqad baru sekali pun
isterinya tersebut belum lagi menikah dengan laki-laki lain.?

Masalah ini menjadi ajang perdebatan panjang para ulama, bahkan gara-gara mengatakan boleh
rujuk (dengan talak tiga sekaligus karena mengganggapnya terhitung satu kali talak-red) ada
beberapa ulama yang disiksa, di antaranya Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah dan para pengikutnya.

Æ
 
   

   


   

1. Jumhur Ulama, di antaranya empat imam madzhab, jumhur shahabat dan tabi¶in
berpendapat bahwa tiga talak dengan satu kata (lafazh) adalah berlaku bila seorang suami
berkata, ³Kamu saya talak (tiga kali)!´ dan semisalnya atau dengan beberapa kata (kamu
saya talak, kemudian mengatakan lagi, kamu saya talak, kemudian mengatakan lagi,
kamu saya talak) sekali pun sebelumnya belum terjadi rujuk dan nikah.

 

a. Hadits Rukanah bin µAbdullah bahwasanya ia telah menalak isterinya secara pasti (talak tiga
sekaligus), lalu ia memberitahukan hal itu kepada Nabi SAW, lantas beliau berkata, ³Demi
Allah, kamu tidak menginginkan kecuali hanya satu kali saja.?´

Hadits ini dikeluarkan oleh asy-Syafi¶i, Abu Daud, at-Turmudzy, Ibn Hibban (dia menilainya
shahih) dan al-Hakim.
„
 

Di dalam hadits tersebut, Rasulullah meminta kepada suami yang menceraikan itu agar
bersumpah bahwa ia tidak menginginkan dari ucapannya ³putus´ (talak tiga) tersebut kecuali
hanya satu kali saja. Ini menandakan bahwa seandainya ia (suami) menghendaki lebih banyak
dari itu (lebih dari satu kali) niscaya terjadilah apa yang diinginkannya.

b. Amalan para shahabat, di antaranya µUmar bin al-Khaththab RA yang menilai talak tiga dalam
satu kata (lafazh) berlaku tiga seperti yang diucapkan suami yang menalak. Tentunya, mereka
cukup sebagai panutan.

Selain dalil di atas, masih banyak lagi dalil yang dikemukakan pendapat ini namun apa yang
kami sebutkan tersebut merupakan dalil yang lebih jelas dan secara terang-terangan.

2. Sekelompok ulama berpendapat tiga talak dalam satu kata (lafazh), atau tiga talak dalam
beberapa kata yang tidak diiringi rujuk dan nikah, tidak jatuh kecuali hanya satu kali saja
(satu talak). Pendapat ini didukung oleh riwayat dari beberapa shahabat, tabi¶in dan para
tokoh madzhab. Dari kalangan shahabat terdapat Abu Musa al-Asy¶ari, Ibnu µAbbas, Ibn
Mas¶ud, µAli, µAbdurrahman bin µAuf dan az-Zubair bin al-µAwwam. Dari kalangan
tabi¶in terdapat Thawus, µAtha¶, Jabir bin Zaid dan mayoritas pengikut Ibn µAbbas,
Abdullah bin Musa dan Muhammad bin Ishaq. Dan dari kalangan para tokoh madzhab
terdapat Daud azh-Zhahiri dan kebanyakan sahabatnya, sebagian sahabat Abu Hanifah,
sebagian sahabat Imam Malik, sebagian sahabat Imam Ahmad seperti al-Majd bin
µAbdussalam bin Taimiyyah yang memfatwakan hal itu secara sembunyi-sembunyi dan
cucunya, Syaikhul Islam, Ibn Taimiyyah yang memfatwakannya secara terang-terangan
dengan memfatwakannya di majlis-majlisnya serta kebanyakan pengikutnya, di antaranya
Ibn al-Qayyim yang membela mati-matian pendapat ini di dalam kitabnya    dan
      
. Di dalam kedua kitabnya tersebut, beliau memaparkannya secara
panjang lebar, menukil berbagai nash-nash dan membantah pendapat para penentangnya
dengan bantahan yang cukup dan memuaskan.

 

Dalil pendapat ini terdiri dari nash-nash dan qiyas.

Dari nash, di antaranya:

Hadits yang diriwayatkan Muslim, bahwasanya Abu ash-Shahba¶ berkata kepada Ibn µAbbas,
³Tahukah kamu bahwa yang tiga itu dulu dijadikan satu talak saja pada masa Rasulullah SAW,
Abu Bakar dan permulaan masa µUmar.?Ia menjawab, ³Ya.´ Di dalam lafazh yang lain,
³dikembalikan kepada satu talak.?´, ia mejawab, ³Ya.´

Ini merupakan nash yang shahih dan sangat jelas sekali, tidak bisa ditakwil-takwil atau pun
dirubah.

Sedangkan dari Qiyas:


Mengumpulkan tiga sekaligus adalah diharamkan dan merupakan bid¶ah sebab Nabi SAW
bersabda, j
  
   
    
     
 
   
          !Jadi, menjatuhkan (talak) tiga sekaligus bukan termasuk perkara yang
berasal dari Rasulullah SAW sehingga ia tertolak.

j
 
|   
    

Pendapat ke-dua ini membantah dalil-dalil pendapat pertama sbb:

Mengenai hadits Rukanah; di dalam sebagian lafazhnya terdapat, ³Ia menalaknya tiga kali.´ Dan
di dalam lafazh yang lain, ³Satu kali.´ Sementara di dalam riwayat lain lagi terdapat lafazh, ³al-
Battah.´ (putus). Oleh karena itu, al-Bukhari berkata mengenainya, ³Ia hadits "  .´
(merupakan jenis hadits Dla¶if/lemah-red)

Imam Ahmad mengatakan, ³semua jalur periwayatannya lemah.Sebagian mereka (ulama)


mengatakan, di dalam sanadnya terdapat periwayat yang tidak dikenal (majhul), di dalamnya
terdapat orang yang lemah dan ditinggalkan (periwayatannya tidak digubris).´

Syaikhul Islam, Ibn Taimiyyah berkata, ³Kualitas hadits Rukanah menurut para imam hadits,
lemah. Dinilai lemah oleh Ahmad, al-Bukhari, Abu µUbaid dan Ibn Hazm sebab para
periwayatnya bukanlah orang-orang yang dikenal sebagai orang-orang yang adil dan kuat
hafalannya (Dhabith).´

Sedangkan hadits µAisyah RHA tidak tepat untuk dijadikan dasar berdalil sebab bisa jadi yang
dimaksud dengan tiga tersebut adalah urutan terakhir bagi seorang suami yang manalak, dari tiga
talak yang dimilikinya.Manakala ada kemungkinan seperti itu, maka berdalil dengannya pun
menjadi batal.Hadits itu masih bersifat global (mujmal) sehingga dapat diarahkan kepada hadits
Ibn µAbbas yang sudah dijelaskan (mubayyan) sebagaimana yang berlaku dalam ilmu ushul
fiqih.

Adapun berdalil dengan amalan para shahabat, maka perlu dipertanyakan; siapa di antara mereka
yang patut dan lebih utama untuk diikuti?

Kami katakan: bahwa jumlah mereka itu (para shahabat) lebih dari ratusan ribu. Bilangan orang
yang banyak ini di mana orang nomor satu mereka adalah nabi mereka sendiri, yakni Rasulullah
SAW menilai tiga talak tersebut sebagai jatuh satu kali. Hingga akhir hayat Rasulullah,
kondisinya tetap seperti itu; khalifah beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq RA memberlakukan hal itu
hingga wafat, lalu ia digantikan khalifah µUmar RA. Di awal pemerintahannya, kondisi tersebut
pun masih berlaku sebagai yang berlaku pada masa Rasulullah SAW.Setelah itu lah baru tiga
talak itu dijadikan tiga seperti angkanya sebagaimana telah kami jelaskan sebabnya.

Jadi, mayoritas shahabat yang wafat sebelum kekhalifahan µUmar tetap menjalankan dan
memberlakukan tiga talak itu dianggap satu kali saja.

Dengan begitu, kita ketahui bahwa berdalil dengan amalan para shahabat RA telah dibatalkan
dengan semi ijma¶ mereka (para shahabat) pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq RA.
Tentunya, µUmar bin al-Khaththab amat jauh dari melakukan suatu amalan yang bertentangan
dengan amalan yang pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW. Yang ia lakukan, bahwa ia
melihat banyak orang yang terburu-buru dan sering sekali melakukan talak tiga padahal ini
merupakan perbuatan bid¶ah yang diharamkan. Karena itu, ia melihat perlunya memberikan
pelajaran atas ucapan mereka tersebut sekaligus sebagai sanksi atas dosa yang mereka lakukan.
Demikian pula, atas tindakan mereka yang sengaja ingin menyulitkan diri sendiri padahal sudah
mendapat kelapangan dan toleransi yang tinggi.Apa yang dilakukan µUmar ini semata adalah
sebuah ijtihad layaknya ijtihad yang dilakukan para ulama tokoh di mana bisa berbeda seiring
dengan perbedaan zaman dan tidak akan tetap sebagai sebuah produk syari¶at yang mengikat,
yang tidak dapat berubah. Yang tetap dan mengikat itu hanya syari¶at pokok dari masalah ini
(masalah talak-red).

Syaikhul Islam, Ibn Taimiyyah RAH berkata, ³Jika ia (suami) menalaknya (isterinya) dengan
talak tiga dalam masa suci baik satu kata atau beberapa kata seperti µKamu ditalak, kamu ditalak,
kamu ditalak¶ atau µkamu ditalak¶ kemudian berkata lagi, µkamu ditalak¶, kemudian berkata lagi,
µkamu ditalak¶, menurut para ulama baik Salaf mau pun khalaf terdapat tiga pendapat dalam hal
ini, baik wanita yang ditalak itu sudah disetubuhi mau pun belum:

Pertama, Bahwa hal itu merupakan talak yang dibolehkan dan mengikat; ini adalah pendapat asy-
Syafi¶i dan Ahmad dalam satu riwayat lamanya (dipilih oleh al-Kharqy)

Ke-dua, Bahwa hal itu merupakan talak yang diharamkan dan mengikat; ini adalah pendapat
Malik, Abu Hanifah dan Ahmad (yang dipilih oleh kebanyakan sahabatnya).Pendapat ini juga
dinukil dari kebanyakan ulama Salaf dan Khalaf dari kalangan para shahabat dan Tabi¶in.

Ke-tiga, Bahwa ia merupakan talak yang diharamkan dan hanya berlaku satu kali talak saja; ini
pendapat yang dinukil dari sekelompok ulama Salaf dan Khalaf dari kalangan para shahabat.
Pendapat ini juga diambil kebanyakan Tabi¶in dan generasi setelah mereka.Juga, merupakan
pendapat sebagian sahabat Abu Hanifah, Malik dan Ahmad.

| 

Pendapat ke-tiga inilah yang didukung oleh Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW.Di dalam
Kitabullah atau pun as-Sunnah tidak terdapat hal yang mengharuskan berlakunya talak tiga bagi
orang yang menjatuhkannya sekaligus baik dalam satu kata atau beberapa kata tanpa diiringi
dengan rujuk atau pun akad.

Bahkan, di dalam Kitabullah dan as-Sunnah keharusan itu hanya berlaku bagi suami yang
menalak hal yang dibolehkan Allah dan Rasul-Nya.Ini didukung oleh Qiyas dan penilaian
dengan seluruh prinsip-prinsip syari¶at.

Tidak terjadi pertentangan di kalangan kaum Muslimin bahwa Rasulullah SAW adalah orang
yang terjaga dari kesalahan (ma¶shum) dalam apa yang disampaikannya dari Allah (wahyu).
Beliau ma¶shum dalam hal yang disyari¶atkannya kepada umatnya menurut ijma¶ kaum
Muslimin.Demikian pula, umat Islam terjaga dari berkumpul di dalam kesesatan.
Ada pun masalah µbersumpah dengan talak¶, Ibn Taimiyyah berkata, ³Perbedaan antara talak dan
bersumpah dengannya amat kentara, juga antara nadzar dan bersumpah dengan nadzar. Bila
seseorang meminta hajat kepada Allah seraya berkata, µJika Allah menyembuhkan penyakitku,
melunasi hutangku atau menyelamatkanku dari kesulitan ini, maka aku bersumpah demi Allah
akan bersedekah sebanyak seribu dirham, atau berpuasa selama sebulan atau membebaskan
budak.¶Ini adalah mengaitkan nadzar (mensyaratkannya) di mana wajib menepatinya
berdasarkan Kitabullah, as-Sunnah dan Ijma¶.

Bila seseorang mengaitkan (mensyaratkan) nadzar dalam redaksi sumpah, dengan tujuan untuk
menganjurkan atau melarang, seperti ³Jika aku bepergian bersama kalian, atau jika aku
mengawini si fulan, maka aku akan berhaji, atau hartaku akan aku sedekahkan¶; kondisi orang
tersebut menurut para shahabat dan jumhur ulama adalah sebagai seorang yang bersumpah
dengan nadzar bukan hanya sebagai orang yang bernadzar. Bila ia tidak menepati apa yang telah
dikomitmeninya, maka boleh ia menggantikannya dengan kafarat (tebusan) sumpah.
WALLAHU A¶LAM

$
˜&$ 
# 

 $'˜  $


#

!!
  !!  

˜ ()*+ !),)))-.-c

Majelis Hai¶ah Kibar ulama mengatakan: Pembahasan masalah talak tiga dengan satu lafazh.
Setelah melakukan pengkajian, urun rembug dan pemaparan pendapat-pendapat yang berbicara
tentang hal itu serta mendiskusikan setiap pendapat tersebut; dengan mayoritas suara, majelis
memilih pendapat yang menyatakan jatuhnya talak tiga dengan satu lafazh sebagai talak tiga.
Ada pun para anggota yang berbeda pendapat mengenai hal ini ada ’ orang, yaitu:

1. Syaikh µAbdul µAziz bin Baz


2. Syaikh µAbdurrazzaq µAfifi
3. Syaikh µAbdullah Khayyath
4. Syaikh Rasyid bin Hanin
’. Syaikh Muhammad bin Jubair

Mereka berlima memiliki pandangan lain, redaksinya sebagai berikut:

Alhamdulillah, shalawat dan salam atas Rasul-Nya dan keluarga besarnya, wa ba¶du:
Kami memandang bahwa talak tiga dengan satu lafazh berlaku hanya satu kali talak saja.

(masing-masing dari kedua belah pihak ini mengemukakan dalil-dalil yang mendukung
pandangan-pandangan mereka.

You might also like