You are on page 1of 29

Dalam dunia persaingan terbuka pada era globalisasi ini , perusahaan

menerapkan standar acuan terhadap berbagai hal terhadap industri seperti


kualitas, manajemen kualitas, manajemen lingkungan, serta keselamatan dan
kesehatan kerja. Apabila saat ini industri pengekspor telah dituntut untuk
menerapkan Manajemen Kualitas (ISO-9000, QS-9000) serta Manajemen
Lingkungan (ISO-14000) maka bukan tidak mungkin tuntutan terhadap
penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja juga menjadi tuntutan
pasar internasional.

Untuk menjawab tantangan tersebut Perusahaan menerapkan kebijakan


kesehatan dan keselamatan kerja berdasarkan pada peraturan dari pemerintah
yang diwakili oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang telah
menetapkan sebuah peraturan perundangan mengenai Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang tertuang dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996.

Hal ini bertujuan untuk menciptakan sistem K3 di tempat kerja yang melibatkan
segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan
produktif.

Alasan harus menerapkan SMK 3 yaitu karena SMK3 bukan hanya tuntutan
pemerintah, masyarakat, pasar, atau dunia internasional saja tetapi juga
tanggung jawab pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi
pekerjanya. Selain itu penerapan SMK3 juga mempunyai banyak manfaat bagi
industri kita antara lain :
a. Manfaat Langsung
1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja
2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja
3. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga
4. kerja merasa aman dalam bekerja

b. Manfaat Tidak Langsung :


1. Meningkatkan image market terhadap perusahaan
2. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan.
3. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat
umur alat semakin lama.

Dengan banyaknya keuntungan dalam penerapan SMK3 serta standarisasi


SMK3 di Indonesia yang cukup representatif, inilah saatnya bagi Industri
Indonesia untuk melaksanakan SMK3 sesuai PER.05/MEN/1996 baik industri
skala kecil, menengah, hingga besar. Sehingga bersama-sama menjadi industri
yang kompetitif, aman, dan efisien dalam menghadapi pasar terbuka.

A. Laboratorium

Laboratorium adalah sarana yang dipergunakan untuk melakukan pengukuran,


penetapan, dan pengujian terhadap bahan yang digunakan untuk penentuan
formula obat yang akan dibuat. Untuk dapat menerapkan K3 yang baik, fasilitas
laboratorium harus memenuhi beberapa persyaratan berikut ini.
1. Harus mempunyai sistem ventilasi yang memadai agar sirkulasi udara berjalan
lancar.
2. Harus mempunyai alat pemadam kebakaran terhadap bahan kimia yang
berbahaya yang dipakai.
3. Harus menyediakan alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari
bahaya kebakaran.
4. Meja yang digunakan harus diberi bibir untuk menahan tumpahan larutan yang
mudah terbakar, korosif dan melindungi tempat yang aman dari bahaya
kebakaran
5. Menyediakan dua buah jalan keluar untuk keluar dari kebakaran dan terpisah
sejauh mungkin.
6. Tempat penyimpanan di laboratorium di desain untuk mengurangi sekecil
mungkin risiko oleh bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar.
7. Harus tersedianya alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).

B. Job Safety Analysis (JSA)

Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, tidak
diduga, tidak disengaja dan terjadi dalam hubungan kerja yang berdampak pada
kerugian berupa cidera pada pekerja, kerusakan barang-barang produksi dan
kehilangan waktu selama proses produksi. Kecelakaan kerja terjadi oleh karena
kontak dengan substansi atau sumber energi melebihi Nilai Ambang Batas
(NAB).

Secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi :


a. Kecelakaan industri (industrial accident), yaitu kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
b. Kecelakaan dalam perjalanan (community accident), yaitu kecelakaan yang
terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan hubungan kerja.

Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam 2 kelompok :


a. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
1. Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
2. Lingkungan kerja
3. Proses kerja
4. Sifat pekerjaan
5. Cara kerja
b. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia
yang dapat terjadi antara lain karena:
1. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
2. Cacat tubuh (bodily defect)
3. Keletihan dan kelemahan daya tahan tubuh.
4. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

Adapun bahaya yang akan dihadapi oleh pekerja dalam laboratorium jika
kecelakaan terjadi antara lain :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau
meledak.
2. Bahan beracun, corrosive.
3. Bahaya radiasi
4. Luka bakar
5. Shock akibat aliran listrik
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Adapun beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :


a. Terpeleset , biasanya karena lantai licin yang dapat berakibat luka ringan
(memar), luka berat (memar otak)
Pencegahan :
Dengan memakai sepatu anti slip, jangan memakai sepatu dengan hak tinggi,
atau tali sepatu longgar. Kemudian hati-hati bila berjalan pada lantai yang
sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya dan juga
memperhatikan pemeliharaan lantai dan tangga.
b. Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila
mengabaikan kaidah ergonomi yang dapat berakibat cedera pada punggung.
Pencegahan :
Beban jangan terlalu berat, jangan berdiri terlalu jauh dari beban, jangan
mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai
bawah sambil berjongkok, dan Pakaian penggotong jangan terlalu ketat
sehingga pergerakan terhambat.
c. Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor, listrik), bahan
desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun. Kebakaran
terjadi bila terdapat 3 unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah
terbakar dan panas. Yang dapat mengakibatkan :Timbulnya kebakaran dengan
akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan kematian dan juga timbulnya
keracunan akibat kurang hati-hati.

Pencegahan
Konstruksi bangunan harus tahan api, sistem penyimpanan yang baik terhadap
bahan-bahan yang mudah terbakar, pengawasan terhadap kemungkinan
timbulnya kebakaran yaitu adanya sistem tanda kebakaran, yang manual yang
memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera ataupun
otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis,
adanya jalan untuk menyelamatkan diri, perlengkapan dan penanggulangan
kebakaran, penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.

C. Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di


Laboratorium
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik
atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard
di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan
sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja.

Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan


faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti
antiseptic pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor
ergonomi (cara duduk salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus
(panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dan lain lain.
a. Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia
dan obat-obatan seperti antibiotic, demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptic, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan ini cepat atau lambat ini dapat memberi
dampak negatif terhadap kesehatan pekerja. Gangguan kesehatan yang paling
sering adalah dermatosis (iritasi kulit) kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena
alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan,
terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau
kronik, bahkan kematian. Bahan corrosive (asam dan basa) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.

Pencegahan :
1. “Material Safety Data Sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk
diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.

3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, jas


laboratorium) dengan benar.
4. Menghindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata
dan lensa.
5. Menggunakan alat pelindung pernapasan dengan benar.

b. Faktor Ergonomi
Ergonomi berfungsi untuk menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja
terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya
kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi
yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif,
secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai “to fit the Job to the
Man and to fit the Man to the Job”. Sebagian besar pekerja di dalam laboratorium
bekerja dalam posisi yang kurang ergonomi, misalnya tenaga operator peralatan,
hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang
disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah
dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang
efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang
kerja (low back pain).
Menurut M. Mikhew (ICHOIS 1997), gambaran umum yang menjadi ciri-ciri
umum industri dan yang sering terjadi antara lain :
a) Timbulnya risiko bahaya pekerjaan yang tinggi.
b) Keterbatasan sumber daya dalam mengubah lingkungan kerja dan
menentukan pelayanan kesehatan kerja yang kuat.
c) Rendahnya kesadaran terhadap faktor-faktor fisik kesehatan kerja.
d) Kondisi pekerjaan yang tidak ergonomi, kerja fisik yang berat dan jam kerja
yang panjang.
e) Pembagian kerja di struktur yang beraneka ragam dan rendahnya
pengawasan manajemen serta pencegahan bahaya-bahaya pekerjaan.
f) Masalah perlindungan lingkungan tidak terpecahkan dengan baik.
g) Kurangnya pemeliharaan kesehatan, jaminan keamanan, sosial (asuransi
kesehatan) dan fasilitas kesejahteraan.

Pelayanan kesehatan kerja yang diberikan melalui penerapan ergonomi,


diharapkan dapat meningkatkan mutu kehidupan kerja (Quality of Working Life),
dengan demikian produktifitas kerja dapat ditingkatkan dan penyakit akibat kerja
dapat diturunkan, proses kerja dan lingkungan kerja yang aman. Interaksi ini
akan berjalan dengan baik bila ketiga komponen tersebut dipersiapkan dengan
baik dan saling menunjang. Misalnya menyesuaikan ukuran peralatan kerja
dengan postur tubuh pekerja dan menilai kelancaran gerakan tubuh pekerja.

Dalam penerapan ergonomi akan dipelajari cara-cara penyesuaian pekerjaan,


alat kerja dan lingkungan kerja dengan manusia, dengan memperhatikan
kemampuan dan keterbatasan manusia itu sehingga tercapai suatu keserasian
antara manusia dan pekerjaannya yang akan meningkatkan kenyamanan kerja
dan produktifitas kerja.
Adapun beberapa posisi yang penting untuk penerapan ergonomi di tempat kerja
adalah sebagai berikut :
a. Posisi berdiri
Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi badan berdiri, tinggi bahu, tinggi siku,
tinggi pinggul, panjang lengan.
b. Posisi duduk
Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang
lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta jarak lekuk
lutut dan telapak kaki.

Di samping itu, pengenalan permasalahan ergonomi di tempat kerja perlu


mempertimbangkan beberapa aspek (bidang kajian ergonomi), yaitu :
a. Anatomi dan gerak terdapat 2 (dua) hal penting yang berhubungan, yakni :
1. Antropometris dipengaruhi oleh :
a. Jenis kelamin
b. Perbedaan bangsa
c. Sifat/hal-hal yang diturunkan
d. Kebiasaan yang berbeda
2. Biomekanik kerja
Misalnya dalam hal penerapan ilmu gaya antara lain sikap duduk/berdiri yang
tidak/kurang melelahkan karena posisi yang benar dan ukuran peralatan yang
telah diperhitungkan.
a. Fisiologi dibagi menjadi :
1. Fisiologi lingkungan kerja yang berhubungan dengan kenyamanan dan
pengamanan terhadap potential hazards, ruang gerak yang memadai.
2. dan fisiologi kerja

b. Psikologi
Perasaan aman, nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang didapatkan oleh
pekerja. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan kerja (cahaya, ventilasi, posisi
kerja) yang tidak menimbulkan stres pada pekerja.
c. Rekayasa dan teknologi merupakan kiat-kiat untuk mendesain peralatan yang
sesuai dengan ukuran tubuh dan batasan-batasan pergerakan manusia. Dan
juga dapat memberi rasa aman terhadap pekerjaannya.

d. Penginderaan merupakan kemampuan kelima indera manusia menangkap


isyarat-isyarat yang datang dari luar.

Untuk menerapkan ergonomi maka ada beberapa persyaratan yang harus


dilaksanakan antara lain :
a. Posisi duduk/bekerja dengan duduk, ada beberapa persyaratan :
1. Terasa nyaman selama melaksanakan pekerjaannya.
2. Tidak menimbulkan gangguan psikologis.
3. Dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan memuaskan.
b. Posisi bekerja dengan berdiri :
Berdiri dengan posisi yang benar, dengan tulang punggung yang lurus dan bobot
badan terbagi rata pada kedua tungkai.
c. Proses bekerja
Ukuran yang benar akan memudahkan seseorang dalam melakukan
pekerjaannya, tetapi akibat postur tubuh yang berbeda, perlu pemecahan
masalah terutama di negara-negara berkembang yang menggunakan peralatan
impor sehingga perlu disesuaikan kembali, misalnya tempat kerja yang harus
dilakukan dengan berdiri sebaiknya ditambahi bangku panjang setinggi 10-25 cm
agar orang dapat bekerja sesuai dengan tinggi meja dan tidak melelahkan.
d. Penampilan tempat kerja
Mungkin akan menjadi baik dan lengkap bila disertai petunjuk-petunjuk berupa
gambar-gambar yang mudah diingat, mudah dilihat setiap saat.
e. Mengangkat beban
Terutama di negara berkembang mengangkat beban adalah pekerjaan yang
lazim dan sering dilakukan tanpa dipikirkan efek negatifnya, antara lain :
kerusakan tulang punggung, kelainan bentuk otot karena pekerjaan tertentu,
Penanggulangan permasalahan ergonomi di setiap jenis pekerjaan dapat
dilakukan setelah mengetahui terlebih dahulu bagaimana proses kerja dan posisi
kerjanya

Untuk menanggulangi Permasalahan Ergonomi maka dilakukan beberapa sistem


pemecahan masalah antara lain mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi
dengan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi kemudian menentukan
prioritas masalah; masalah yang paling mencolok harus ditangani lebih dahulu.
Setelah analisis dikerjakan, maka satu atau dua alternatif intervensi harus
diusulkan. Pada pengenalan/rekognisi ada 3 hal yang harus diperhatikan, yang
saling berinteraksi dalam penerapan ergonomi dengan fokus utama pada
sumber daya manusia (human centered design) :

a. Kesehatan mental dan fisik harus diperhatikan untuk diperbaiki sehingga


didapatkan tenaga kerja yang sehat fisik, rohani dan sosial yang memungkinkan
mereka hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomi.
b. Kemampuan jasmani dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
antropometri, lingkup gerak sendi dan kekuatan otot.
c. Lingkungan tempat kerja harus memberikan ruang gerak secukupnya bagi
tubuh dan anggota badan sehingga dapat bergerak secara leluasa dan efisien
sehingga dapat menimbulkan rasa aman dan tidak menimbulkan stres
lingkungan.
d. Pembebanan kerja fisik selama bekerja, kebutuhan peredaran darah dapat
meningkat sepuluh sampai dua puluh kali. Meningkatnya peredaran darah pada
otot-otot yang bekerja, memaksa jantung untuk memompa darah lebih banyak.
Kerja otot dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu :
1. Kerja otot dinamik, ditandai dengan kontraksi bergantian yang berirama dan
ekstensi, ketegangan dan istirahat.
2. Kerja otot statik, ditandai oleh kontraksi otot yang lama yang biasanya sesuai
dengan sikap tubuh. Tidak dianjurkan untuk meneruskan kerja otot statik dalam
jangka lama karena akan timbul rasa nyeri dan memaksa tenaga kerja untuk
berhenti.
e. Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat duduk, meja kerja
dan luas pandangan. Untuk merencanakan tempat kerja dan perlengkapannya
diperlukan ukuran-ukuran tubuh yang menjamin sikap tubuh paling alamiah dan
memungkinkan dilakukannya gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Pada posisi
berdiri dengan pekerjaan ringan, tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di
bawah siku. Agar tinggi optimum ini dapat diterapkan, maka perlu diukur tinggi
siku yaitu jarak vertikal dari lantai ke siku dengan keadaan lengan bawah men-
datar dan lengan atas vertikal. Tinggi siku pada laki-laki misalnya 100 cm dan
pada wanita misalnya 95 cm, maka tinggi meja kerja bagi laki-laki adalah antara
90-95 cm dan bagi wanita adalah antara 85-90 cm.

7. Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
meliputi:
1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
2. Pencahayaan yang kurang di ruang timbang, laboratorium, dapat
menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5. Terkena radiasi khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi
pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol
dapat membahayakan petugas yang menangani.

Pencegahan :
1. Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5. Pelindung mata untuk sinar laser
6. Filter untuk mikroskop
D. Pengendalian Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Kerja Melalui
K3
1. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
a. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
b. Petugas kesehatan dan non kesehatan
c. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
d. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
e. Peraturan Menteri Kesehatan tentang higiene dan sanitasi lingkungan.
f. Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya
g. Peraturan/persyaratan pembuangan limbah
2. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative Control) antara
lain: a. Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
b. Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk
masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan.
c. Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama
untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan dan
melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
d. Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja
dan mengupayakan pencegahannya.

3. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control), antara lain:


a. Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
b. Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, penggunaan alat pelindung.
c. Perbaikan sistem ventilasi, dan lain-
4. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) dengan melakukan
beberapa pemeriksaan terhadap pekerjanya dengan beberapa langkah yaitu :
♣ Pemeriksaan Awal
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja
memulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui
apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan
pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya yang meliputi pemeriksaan
terhadap:
1) Penyakit yang pernah diderita
2) Alergi
3) Imunisasi yang pernah didapat
4) Pemeriksaan badan
5) Pemeriksaan laboratorium rutin
6) Pemeriksaan tertentu :

a. Pemeriksaan Berkala
Pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu
berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi.
Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antara pemeriksaan berkala.
Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan
khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan
pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam
pekerjaan.

b. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus di luar waktu pemeriksaan
berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat
mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan
pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal
memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan
pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan
preventif.

C. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Kemudian, oleh perusahaan melakukan beberapa tindakan untuk mencegah
kecelakaan kerja yang terjadi bagi pekerjanya khususnya di bagian laboratorium
yaitu dengan menerapkan SMK3 yang dimulai dari beberapa tahapan yaitu :
Planning,Organizing , Actuating , Controlling.
Siklus PDCA

1. Planning (Perencanaan)
Berfungsi untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan khususnya keselamatan dan
kesehatan kerja di laboratorium .Dan Organizing (Organisasi) yang Berfungsi
untuk :
a) Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja laboratorium
b) Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana-an keamanan kerja
laboratorium
c) Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja laboratorium
d) Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin
laboratorium
e) Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu
laboratorium

2. Do (Pelaksanaan)
Berfungsi untuk mendorong semangat kerja pekerja, mengerahkan aktivitas
pekerja, mengkoordinasikan berbagai aktivitas pekerja menjadi aktivitas yang
kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas pekerja sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Check (Pengawasan dan evaluasi)


Berfungsi untuk mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai
dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu:
adanya rencana dan adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang
kepada bawahan.

Dalam pengawasan perlu adanya sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi


segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di laboratorium. Sosialisasi
perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang
bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.
Dalam laboratorium perlu dibentuk pengawasan laboratorium yang tugasnya
antara lain :
a) Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek-praktek laboratorium
yang baik, benar dan aman
b) Memastikan semua petugas laboratorium memahami cara-cara menghindari
risiko bahaya dalam laboratorium
c) Melakukan penyelidikan/pengusutan segala peristiwa berbahaya atau
kecelakaan.
d) Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
laboratorium
e) Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan
mencegah meluasnya bahaya tersebut.

4. Action (Peninjauan ulang dan peningkatan)


Setelah evaluasi, dilakukan proses perbaikan dan peningkatan kualitas
pekerjaan agar memnimalisir bahaya akibat kerja. Salah satu cara dengan
Kaizen. KAIZEN adalah aktifitas sehari-hari yang bertujuan untuk melampaui
peningkatan produktifitas yang sederhana. Juga merupakan sebuah proses,
yang bila dilakukan dengan benar, akan “memanusiawikan” tempat kerja,
mengurangi beban kerja yang berlebihan (“muri”), dan mengajarkan orang untuk
melakukan percobaan dalam pekerjaannya dengan menggunakan metode-
metode ilmiah dan bagaimana belajar mengenali serta mengurangi pemborosan
dalam proses kerjanya.
Peninjauan ulang secara teratur dan peningkatan pelaksanaan Sistem
Manajemen K3 secara berkesinambungan adalah wajib dilaksanakan. Hal ini
dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan
kerja.
Melakukan audit dan meninjau ulang secara menyeluruh SMK3. Dengan
melaksanakan audit K3, manajemen dapat memeriksa sejauh mana organisasi
telah melaksanakan komitmen yang telah disepakati bersama, mendeteksi
berbagai kelemahan yang masih ada, yang mungkin terletak pada perumusan
komitmen dan kebijakan K3, atau pada pengorganisasian, atau pada
perencanaan dan pelaksanaannya.
HIRADC ( Hazard Identification Risk Assessment and Determining Control )

Dalam melakukan penerapan SMK3 di suatu lingkungan. Hal yang pertama kali
yang di lakukan adalah melakukan Hiradc. Hiradc disini pengertiannya adalah
melakukan penilaian dan identifikasi terhadap bahaya yang timbul serta
menentukan control pengendaliaannya untuk meminimalkan bahaya yang akan
timbul.

Hiradc dikenal juga dengan istilah Risk Management atau Manajemen Resiko
dimana yang pengertiannya adalah penerapan secara sistimatis kebijakan
manajemen dan aktifitas kegiatan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko
yang mungkin timbul.

Didalam membuat atau melakukan HIRADC di dalam suatu system, standar


yang mensyaratkan membuat HIRADC adalah :

Quality ISO 9001:2008


5.2 Customer Focus
7.2.1. Determination of requirement related to the product
7.2.2. Review of requirement related to the product
Safety Health OSHAS 18001:2007
4.3.1. Hazard identification Risk Assessment and
Determining
Risk Control.
ASM Code Amend 2002
1.2.2.2……..establish safeguards against all identified risk
Environment ISO 14001:2004
4.3.1. Environment aspect
Security ISPS Code
8 Ship security assessment
15 Port facility security assessment
Dalam melakukan identifikasi bahaya, pertama-tama harus dapat mengenali
sumber yang dapat menimbulkan bahaya di tempat kerja. Sumber-sumber
tersebut dapat berasal dari :

a. Tindakan tidak aman


b. Bahan / material
c. Proses kerja / cara kerja
d. Alat kerja
e. Lingkungan kerja
f. Metode kerja
g. Produk

Setelah dapat mengenali sumber-sumber bahaya, beberapa cara untuk


mengidentifikasi bahaya dengan melakukan :
a. Inspeksi
b. Pemantauan / survey
c. Audit
d. Melakukan interview dengan pekerja
e. Melihat data statistic kecelakaan (bila ada).
Setelah kita dapat mengenali sumber bahaya, maka langkah selanjutnya dengan
menentukan :
a. Menentukan resiko / evaluasi resiko
R = Kemungkinan x kosekuensi

Tabel dari kemungkinan sbb :

Kemungkinan
Tingkatan Kriteria Penjelasan

E Jarang terjadi/ Kejadian yang terjadi dalam kondisi luar biasa/


rare kondisi khusus/ extraordinary
Kejadian yang jarang terjadi di industri ini.
D Kecil Kejadian dapat kecil kemungkinan terjadi, namun
Kemungkinan/ dapat terjadi dalam kondisi tertentu
unlikely Kejadian terjadi 10 tahunan

C Sedang/ Kejadian akan terjadi dalam beberapa keadaan


Moderate tertentu
Kejadian terjadi tahunan.
B Mungkin terjadi/ Kejadian diperkirakan akan dapat terjadi
likely Kejadian terjadi sekali dalam mingguan/ bulanan

A Hampir pasti/ Kejadian akan terjadi, atau sangat mungkin


Almost Certain terjadi dalam semua aktivitas
Kejadian terjadi tiap hari

Tabel dari kusekuensi sbb :

Konsekuensi
Tingkatan Kriteria Penjelasan
1 Tidak significant/ Tidak ada cedera,
insignificant Kerugian properti & proses sebesar < Rp 1jt

2 Ringan/ Minor Memerlukan perawatan P3K,


Kerugian properti & proses antara Rp 1 jt – Rp
5 jt
3 Sedang/ Memerlukan perawatan medis
moderate Kerugian properti & proses antara Rp 5 jt –Rp
20 jt
4 Besar/ major Cedera mengakibatkan cacat/ hilang fungsi
tubuh secara total
Kerugian properti & proses antara Rp 20 jt – Rp
50 jt
5 Bencana/ Menyebabkan kematian
Catastropic Kerugian properti & proses sebesar > Rp 50 jt

a. Membuat matrik resiko

Matrik Resiko
Konsekuensi
Kemungkinan 1 2 3 4 5
A H H E E E
B M H H E E
C L M H E E
D L L M H E
E L L M H H

Penilaian resiko

Penilaian Resiko
E Resiko Ekstrim/ Diperlukan tinjauan Top Manajemen segera,
Extreme Risk diperlukan pengendalian dengan segera,
penghentian operasional dengan segera.
Emergency Level 3
H Resiko Tinggi/ Diperlukan tinjauan manajemen HO Manager/
High Risk Middle Manager/ Cabang, pengendalian harus
ditetapkan secepatnya,
Emergency Level 2
M Resiko Sedang/Diperlukan tinjauan, perbaikan rencana jika
Moderate Risk memungkinkan
Emergency Level 1
L Resiko Tinjauan dan pengendalian sebagai bagian dari
Rendah/ Low operasi dan sistem yang terus menerus
Risk

KAIZEN dan 5R

1. RINGKAS
Tujuan organisasi adalah memusnahkan barang-barang yang tidak diperlukan
dengan fokus pada barang utama yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan
dalam bekerja dan membuang barang-barang yang tidak diperlukan. Fokus pada
penghapusan inventaris/asset, persediaan yang berlebihan, luas area gudang,
transportasi, upah/ongkos kerja, barang yang dibutuhkan, dan duplikasi
dokumen.
Disiplin: Hanya menghasilkan/menyimpan barang yang diperlukan saja yang
berada di area kerja.

KAIZEN: Selalu berupaya untuk menurunkan jumlah dan jenis barang yang
digunakan maupun yang disimpan.

Sasaran Akhir: Mencapai ”Ø” Pemborosan (”zero” waste).

2. RAPI
Fokus dari kerapihan adalah efisiensi kerja, dengan tujuan utamanya agar lebih
mudah dan cepat dalam menemukan barang pada saat dibutuhkan dan begitu
pula saat mengembalikannya. Hal ini dapat dicapai melalui penempatan pada
tempat tertentu untuk barang tertentu dengan jumlah tertentu, pada saat
dibutuhkan.

Disiplin: Setiap mengambil juga selalu mencatat dan tidak lupa untuk
mengembalikan pada tempatnya.

KAIZEN: Selalu berupaya untuk mempercepat dalam


mengambil/mengembalikan barang dan membuat setiap barang atau tempat
dalam keadaan jelas statusnya.

Sasaran Akhir: Mencapai ”Ø” Penundaan (”zero” delay).

3. RESIK

Sasaran dari membersihan adalah mengenali penyimpangan sejak dini kemudian


melakukan tindakan improvement. Hal ini dapat dicapai melalui kombinasi antara
pembersihan tempat kerja sekaligus fokus pada identifikasi penyimpangan/kondisi di luar
batas kendali.

Disiplin: Sambil membersihkan turut memeriksa.

KAIZEN: Selalu berupaya untuk mencegah sumber kotor.


Sasaran Akhir: Mencapai ”Ø” Kerusakan (”zero” breakdown).

4. RAWAT (STANDARISASI)
Tujuan standardisasi adalah untuk mengkonsolidasi / menggabungkan 3R di
atas dengan menciptakan prosedur standar. Kegiatan ini dilakukan untuk
menentukan pelaksanaan kerja yang paling baik dan untuk mencari cara untuk
menjamin agar setiap orang melaksanakan kegiatan individunya dengan cara
yang sama “ter”-baiknya.

Disiplin: Selalu bekerja sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.

KAIZEN: Selalu berupaya untuk menciptakan tempat kerja yang lebih


transparan.

Sasaran Akhir: Mencapai ”Ø” Cacat (”zero” defect).

5. RAJIN (DISIPLIN)
Tujuan dari disiplin adalah memelihara improvement dan membuat improvement
yang lebih baik lagi dengan menggunakan daur CAPD (Check-Act-Plan-Do)
secara efektif. Hal ini dapat dicapai melalui ketaatan penuh pada improvement
yang sekarang ada dan pengembangan kondisi lingkungan untuk improvement
mendatang.

Disiplin: Selalu melihat keadaan dari sudut pandang “ada masalah” berarti untuk
di-improve lagi.

KAIZEN: Selalu berupaya untuk menjadi yang lebih baik lagi.


Sasaran Akhir: Menjadi Pemimpin ("We are the Leader")
Manfaat dari 5R
Manfaat atau dampak besar dari penerapan 5R kepada organisasi diantaranya
adalah :
• Tempat kerja menjadi lebih luas;
• Peralatan multi fungsi, satu untuk semua;
• Penentuan lokasi dari barang-barang yang dibutuhkan;
• Tempat kerja lebih bersih dan lingkungan kerja lebih cerah;
• Pemantapan karyawan melalui tanggung jawab/rasa memiliki;
• Keterbukaan komunikasi.

Dalam 5R ada 3 tahapan:


(1) 5R yang aktif (persiapan)
(2) Pembudayaan 5R (5R yg efektif)
(3) 5R pencegahan (penerapan 5R tingkat lanjut)
Urutan dari 5R sendiri adalah: (1) Ringkas (2) Rapi (3) Resik (4) Rawat (5) Rajin.
Dalam tahap I:
(1) Ringkas:
- membuang barang yang tidak diperlukan. Disini brg dikelp mjd 4 (barang rusak/
dibuang, stok mati/dibuang,stok tidur/dipindahkan ke tempat penyimpanan lain &
bahan sisa)
(2) Rapi:
- membenahi tempat penyimpanan
- mengatur tata letak peralatan kerja

(3) Resik:
- Mengatur prosedur kebersihan harian, termasuk penanggung jawabnya.
(4) Rawat:
- Mempertahankan dan menindaklanjuti dr ketiga langkah diatas.
- pemeriksaan ke lapangan
(5) Rajin:
- Pengendalian visual tempat kerja
- menerima kritik & saran atas pelaksanaan 3 hal diatas
- pemasangan slogan2
- menuju terciptanya suatu KEBIASAAN yang rajin, yg pada akhirnya akan mjd
BUDAYA
Dalam tahap II:
(1) Ringkas:
- mengendalikan tingkat persediaan barang
(2) Rapi:
- memudahkan penggunaan dan pengembalian barang
(3) Resik:
- Membudayakan kebersihan & pemeriksaan minimal 5 menit setiap hari

(4) Rawat:
- Mempertahankan tempat kerja yg resik
(5) Rajin:
- Mempertahankan rawat di perusahaan
Dalam tahap III:
(1) Ringkas pencegahan:
- menghindari adanya barang yg tidak diperlukan
(2) Rapi pencegahan:
- menghindari ketidakrapian
(3) Resik pencegahan:
- membersihkan tanpa mengotori lagi
(4) Rawat pencegahan:
- mencegah penurunan kondisi lingkungan
(5) Rajin pencegahan:
- mensistematika pelatihan

Jadi, saya simpulkan disini bahwa tujuan dari masing2 langkah adalah:
(1) Ringkas: biaya/cost
(2) Rapi: proses & delivery
(3) Resik: quality & safety
(4) Rawat: sistem & standar
(5) Rajin: budaya & sikap.

filosofi nya 5 R. Memang, 3 tahapan yang Rekan Asih sebutkan sejalan dengan
PDCA dan menuju efisiensi. Apalagi konsumen sekarang mengharapkan Quality
up, cost down, ya 5 R inilah menurut saya salah satu approach dasar yang
paling ampuh untuk memperoleh efisiensi.
Dalam pelaksanaan 5 R dikantor dan lapangan, kami menggunakan tahapan
sikap kerja yang:
a) DIPAKSA (Manusia pada dasarnya malas)
b) TERPAKSA (Kendali dengan sistem)
c) BISA ( Proses pembelajaran sampai Tahu)
d) BIASA (Sikap yang termotivasi)
e) BUDAYA (Perilaku yang mengarah pada belief)

KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran data didapat kesimpulan bahwa


penerapan program di lingkungan kerja maupun pendidikan amat dibutuhkan
guna terciptanya lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan sehat. Berdasarkan
Permenaker No.05/Men/1996 tentang diwajibkannya suatu perusahaan yang
mempekerjakan pegawai lebih dari 100 orang atau mengandung potensi bahaya
untuk menerapkan SMK3.

Selain demi terciptanya keamanan dan kenyamanan di tempat kerja, LK3 juga
dilakukan agar lingkungan sekitar tetap terjaga keasriannya.

You might also like