Professional Documents
Culture Documents
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk
bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan
penggunaan untuk menjamin identitas kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk tersebut.
Sediaan obat atau kosmetik yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam
batas yang dapat diterima selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan
karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Stabilitas suatu obat
biasanya berkaitan dengan expiration date dan shelf-life. Expiration date (waktu
kadaluwarsa) adalah waktu yang tertera pada kemasan yang menunjukkan batas waktu
diperbolehkannya obat tersebut dikonsumsi karena diharapkan masih memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan. Shelf-life (waktu simpan) adalah periode penggunaan dan
penyimpanan yaitu waktu dimana suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika
disimpan dalam wadah yang sesuai dengan kondisi penjualan di pasar.
Ketidakstabilan dari produk farmasi dapat memberikan berbagai efek. Efek tidak
diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan produk farmasi, antara lain hilangnya zat
aktif, naiknya konsentrasi zat aktif, hilangnya keseragaman kandungan, menurunnya
status mikrobiologis, hilangnya elegansi produk dan patient acceptability, pembentukan
hasil urai yang toksik, menurunkan kualitas label, hilangnya kekedapan kemasan, dan
modifikasi faktor hubungan fungsional.
Untuk menentukan stabilitas suatu produk farmasi, dapat dilakukan suatu uji
stabilitas. Ruang lingkup uji stabilitas, antara lain bahan baku obat dan eksipien, bahan uji
klinik, obat untuk dipasarkan, reformulasi, perubahan tempat pembuatan, mengatasi
kesulitan, keluhan pasien, produk dalam distribusi, penyimpanan produk oleh pasien, dan
stabilitas in vivo. Alasan dilakukan uji stabilitas, antara lain kepentingan pasien, reputasi
pasien, mengikuti peraturan, membuat data base yang penting untuk formulasi produk
lain. Manfaat data stabilitas, antara lain pemilihan bahan tambahan dapat ditentukan
dengan cepat, stabilitas sediaan dapat dievaluasi sebelum diedarkan, jangka waktu
pemasaran dapat diperhitungkan, waktu kadaluwarsa dapat diketahui, kondisi dan
persyaratan penyimpanan dapat ditentukan dengan mudah, perhitungan konsentrasi yang
dilebihkan pada formulasi dapat dilakukan agar jangka waktu penyimpanan sediaan yang
telah diperhitungkan masih potensial, dan dapat digunakan untuk perbaikan formulasi
sediaan obat.
Stabilitas dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Jenis-jenis stabilitas, antara
lain stabilitas kimia, stabilitas fisika, stabilitas mikrobiologi, stabilitas terapi, stabilitas
toksikologi, drug product stability, dan stabilitas kombinasi. Stabilitas fisika adalah
mempertahankan sifat fisika awal dari suatu sediaan meliputi penampilan, kesesuaian,
keseragaman, disolusi, disintegrasi, kekerasan, dan kemampuan disuspensikan. Stabilitas
mikrobiologi adalah sterilitas atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang dinyatakan. Zat antimikroba yang ada
harus dapat mempertahankan efektifitas sediaan dalam batas yang ditetapkan. Stabilitas
terapi adalah efek terapi yang tidak berubah selama waktu penyimpanan sediaan.
Stabilitas toksikologi adalah tidak terjadi peningkatan toksisitas yang bermakna selama
waktu penyimpanan. Misalnya, tidak terbentuk senyawa epi dan anhidro dalam suspensi
tetrasiklin. Stabilitas kimia adalah mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensi zat
aktif yang tertera pada etiket dalam batasan spesifikasi.
Suatu produk farmasi atau suatu zat aktif yang tidak stabil dapat mengalami suatu
reaksi degradasi. Beberapa contoh degradasi kimia pada obat, antara lain :
• Solvalisis, yaitu reaksi antara obat dengan pelarut yang digunakan
• Oksidasi, yaitu interaksi obat dengan oksigen
• Fotolisis, yaitu degradasi obat karena pengaruh cahaya
• Dehidrasi, yaitu degradasi karena terjadi pelepasan gugus air
• Raseminasi, yaitu degradasi yang berhubungan dengan struktur enantiomer dari
senyawa.
• Hidrasi, yaitu degradasi karena terjadi penambahan gugus air
• Dekarboksilasi, yaitu degradasi akibat hilangnya gugus karboksilat
• Pirolisis, yaitu rusaknya obat karena pengaruh panas
• Inkompatibilitas, yaitu interaksi dengan zat lain yang menyebabkan ketidakcampuran
Dalam paper ini, hanya akan dibahas lebih lanjut mengenai dehidrasi. Dehidrasi
merupakan reaksi yang melibatkan pelepasan air dari molekul yang bereaksi. Reaksi
dehidrasi dapat terjadi pada berbagai macam senyawa. Dehidrasi dapat terjadi jika suatu
senyawa yang mengandung hidrogen dan gugus OH berada pada medium yang terlalu
asam atau pada suhu di atas temperatur normal.
Reaksi dehidrasi pada senyawa obat dapat memberikan kerugian maupun
keuntungan. Kerugian dari reaksi dehidrasi pada senyawa obat adalah menurunnya
reaktivitas dari obat. Terdapat berbagai keuntungan dari reaksi dehidrasi, yaitu berperan
dalam mengkonversi alkohol menjadi eter, mengkonversi alkohol menjadi alkena,
mengkonversi asam karboksilat menjadi anhidrida asam, mengkonversi amida menjadi
nitril, dan juga dalam biosintesis porfirin dan heme. Peran reaksi dehidrasi dalam
biosintesis porfirin dan heme adalah membentuk porfobilinogen/PBG yang dikatalisis
oleh ALA (Amino Levulenat Acid) dehidratase.
PEMBAHASAN
Cara ini merupakan sebuah cara yang sederhana untuk membuat alkena berwujud gas
seperti etena. Jika uap etanol dilewatkan di atas bubuk aluminium oksida yang
dipanaskan, maka etanol akan terpecah menghasilkan etena dan uap air (Jim Clark,
2007). Alkohol juga dapat mengalami reaksi dehidrasi menjadi alkena dengan katalis
asam sulfat (H2SO4) (Fessenden and Fessenden, 1989).
Asam sulfat pekat akan menimbulkan banyak reaksi sampingan. Katalis ini tidak
hanya bersifat asam, tetapi juga merupakan agen pengoksidasi kuat. Katalis ini
mengoksidasi beberapa alkohol menjadi karbon dioksida dan disaat yang sama
tereduksi dengan sendirinya menjadi sulfur oksida. Kedua gas ini (karbon dioksida
dan sulfur oksida) harus dikeluarkan dari alkena. Etanol dipanaskan bersama dengan
asam sulfat pekat berlebih pada suhu 170°C. Untuk mengeluarkan karbon dioksida
dan sulfur oksida, gas-gas yang dihasilkan tersebut dilewatkan ke dalam larutan
natrium hidroksida untuk menghilangkan karbondioksida dan sulfur dioksida yang
dihasilkan dari reaksi-reaksi sampingan (Jim Clark, 2007).
Terdapat berbagai macam reaksi dehidrasi yang dapat terjadi pada berbagai
senyawa. Reaksi dehidrasi yang dijelaskan di atas merupakan sebagian kecil dari reaksi
dehidrasi yang dapat terjadi. Dalam bidang farmasi, reaksi dehidrai dikaitkan dengan
degradasi obat. Terdapat sangat banyak obat yang dapat mengalami reaksi degradasi
berupa reaksi dehidrasi. Beberapa contoh obat yang mengalami degradasi dengan reaksi
dehidrasi adalah :
• Erythromycin A
Erythromycin digunakan secara luas dalam produksi makanan, baik makanan hewan
maupun manusia. Erythromycin biasanya dideteksi sebagai polutan organik dalam
sungai-sungai di Amerika Serikat. Dalam suatu eksperimen dengan menggunakan
clay homoionik, diperoleh bahwa adsorpsi dari Erythromycin A sangat dipengaruhi
oleh tipe clay yang digunakan, pertukaran kation, pH larutan, dan keasaman dari
permukaan clay. Clay mengkatalis degradasi dari Erythromycin A melalui proses
hidrolisis gula netral dan multipel dehidrasi. Keasaman permukaan clay memperbesar
laju degradasi Erythromycin A yang dikatalis oleh clay (P. Kurath, et al., 1971).
Struktur dari Erythroycin A dan produk hasilnya degradasinya dapat dilihat pada
gambar berikut.
1. Stabilitas adalah kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan
dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan
penggunaan untuk menjamin identitas kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk
tersebut.
2. Suatu senyawa atau obat yang tidak stabil dapat mengalami degradasi. Ada
berbagai macam reaksi degradasi yang dapat terjadi, diantaranya reaksi solvalisis,
oksidasi, fotolisis, dehidrasi, raseminasi, hidrasi, dekarboksilasi, pirolisis, dan
inkompatibilitas.
3. Dehidrasi adalah reaksi yang melibatkan pelepasan air dari molekul yang
bereaksi.
4. Terdapat berbagai macam reaksi dehidrasi yang dapat terjadi pada berbagai
senyawa, seperti reaksi konversi alkohol menjadi eter, alkohol menjadi alkena, asam
karboksilat menjadi anhidrida asam, amida menjadi nitril, reaksi penataan ulang
dienol benzena , dehidrasi gula (sukrosa), sikloheksanol menjadi sikloheksena, 2-
propanol menjadi propilen, dehidrasi campuran selulosa atau amilum, dll.
5. Terdapat berbagai jenis obat yang dapat mengalami degradasi melalui reaksi
dehidrasi, seperti Erythromycin A, Prostaglandin E1 dan E2, Atropine, Scopolamine,
dll.
DAFTAR PUSTAKA