You are on page 1of 10

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE


DI KABUPATEN BOGOR
(Kasus : Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup)

Oleh:
MERIKA SONDANG SINAGA
A14304029

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBER DAYA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
MERIKA SONDANG SINAGA . Analisis Nilai Tambah dan Daya Saing serta
Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Indusri Tempe di Kabupaten Bogor
(Kasus: Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup). Dibimbing oleh YAYAH K.
WAGIONO

Indonesia merupakan negara sedang berkembang dengan karakteristik laju


pertumbuhan penduduk yang pesat. Pertambahan jumlah penduduk ini tentu
diiringi pula dengan pertambahan kebutuhan akan pangan. Di samping itu terjadi
perubahan pola pangan, dari tinggi karbohidrat dan rendah protein menjadi
cenderung rendah karbohidrat dan tinggi protein. Fenomena tersebut
mengakibatkan permintaan terhadap sumber protein menjadi semakin meningkat.
Berdasarkan data dari BPS, diketahui bahwa konsumsi protein penduduk
Indonesia per kapita pada tahun 1999, 2002, 2005, dan 2007 secara berturut-turut
adalah 50.21 gram, 56.31 gram, 58.63 gram, dan 59.38 gram.
Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang tinggi tingkat
permintaannya. Permintaan kedelai sangat tinggi sedangkan produksi kedelai
dalam negeri belum mampu mencukupi permintaan terhadap komoditi tersebut.
Adanya kesenjangan antara jumlah konsumsi dengan jumlah produksi
mengakibatkan Indonesia melakukan impor kedelai. Pemenuhan kebutuhan
kedelai Indonesia dilakukan secara impor sekitar 60-65 persen dari total
kebutuhan yang ada, sedangkan sisanya sekitar 35-40 persen melalui produksi
dalam negeri.
Komoditi kedelai yang pemenuhan kebutuhannya didominasi impor
seharusnya digunakan bagi kegiatan yang mampu memberikan nilai tambah yang
tinggi. Kedelai tidak hanya digunakan bagi kegiatan konsumsi secara langsung
akan tetapi lebih mengarah pada aktifitas yang dapat meningkatkan nilai tambah
bagi komoditi tersebut. Pengolahan kedelai pada industri tempe merupakan
bentuk alternatif usaha dalam rangka meningkatkan nilai tambah komoditi
tersebut.
Industri tempe merupakan industri yang terkait langsung dengan komoditi
kedelai. Selain memiliki prospek pasar yang cukup baik akibat tingginya tingkat
permintaan, keberadaan industri tempe juga memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap penyerapan tenaga kerja. Keunggulan aktifitas pengolahan kedelai ini
penting untuk diperhatikan terkait dengan kondisi bahan baku yang didominasi
impor.
Demikian halnya dengan Kabupaten Bogor, menurut Dinas Perindustrian
Kabupaten Bogor, kebutuhan kedelai untuk industri olahan di wilayah tersebut
tergolong tinggi yaitu 33.960 kg tiap harinya. Sampai dengan Januari 2008
terdapat sekitar 202 pengrajin tempe di kabupaten ini. Dihadapkan pada fenomena
tingginya tingkat konsumsi kedelai impor pada industri olahan berbahan baku
kedelai, maka tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu menganalisis nilai tambah
yang mampu dihasilkan industri tempe; menganalisis keunggulan komparatif dan
kompetitif industri tempe; serta menganalisis dampak kebijakan pemerintah pada
industri tempe di Kabupaten Bogor. Desa Citeureup dipilih untuk mewakili
industri tempe Kabupaten Bogor karena daerah tersebut merupakan sentra
produksi tempe terbesar di Kabupaten Bogor dengan jumlah 100 unit usaha
tempe.
Tujuan penelitian pertama dijawab dengan menggunakan analisis nilai
tambah Meode Hayami. Perhitungan nilai tambah ini didasarkan pada satu satuan
bahan baku utama yaitu satu kilogram kedelai. Selain itu, digunakan pula alat
analisis Policy Analysis Matrix dan analisis sensitivitas. Melalui pendekatan ini
akan dilihat bagaimana keunggulan kompetitif dan komparatif yang dimiliki
industri tempe di Kabupaten Bogor sekaligus dampak kebijakan yang diterapkan
pemerintah terkait dengan kegiatan produksi pada industri tersebut. PAM bersifat
statis sehingga untuk melihat seberapa besar pengaruh dan tingkat kepekaan
apabila terjadi perubahan-perubahan baik pada input yang digunakan maupun
pada ouput yang dihasilkan akibat perubahan yang terjadi, maka dilakukan
analisis sensitivitas sebagai langkah lanjutan.
Perhitungan nilai tambah pada industri tempe di desa Citeureup dilakukan
pada periode produksi Maret 2008. Pada dasarnya, pengrajin tempe di daerah
penelitian melakukan kegiatan produksinya setiap hari sehingga strukur biaya
yang digunakan merupakan struktur biaya produksi rata-rata setiap hari dikali tiga
puluh. Struktur biaya produksi pada industri tempe terdiri atas biaya pengadaan
bahan baku kedelai (78,44 persen), bahan baku lainnya (5,67 persen), tenaga kerja
(8,30 persen), penyusutan peralatan (6,06 persen), pajak (0,78 persen), dan sewa
tempat (0,75 persen).
Hasil perhitungan analisis nilai tambah menunjukkan bahwa nilai faktor
konversi pada industri tempe sebesar 1,6. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap
satu kilogram kedelai yang diolah akan menghasilkan 1,6 kilogram tempe.
Industri pengolahan kedelai menjadi tempe di Desa Citeureup menunjukkan
bahwa industri tersebut mampu menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 2.198,91
per kilogram input kedelai. Rasio nilai tambah yang dimiliki yaitu 21,14 persen.
Nilai koefisien tenaga kerja yang diperoleh yaitu 0,02. Nilai ini dapat
diinterpretasikan sebagai jumlah Hari Orang Kerja yang diperlukan untuk
memproduksi satu kilogram kedelai hingga menjadi tempe adalah 0,02 HOK
(1HOK = 7 jam kerja). Apabila nilai koefisien tenaga kerja tersebut dikali dengan
banyaknya unit usaha tempe di Indonesia maka dapat dilihat banyaknya jumlah
tenaga kerja yang dapat terserap oleh industri tempe.
Industri tempe di desa Citeureup layak untuk dijalankan baik berdasarkan
perhitungan pada analisis finansial maupun analisis ekonomi. Di samping itu,
industri tersebut dapat dikatakan memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan
kompratif. Hal ini terlihat dari nilai PCR dan DRC nya yang lebih kecil dari satu.
Berdasarkan analisis kebijakan pemerintah pada sisi output, industri tempe di
daerah penelitian memiliki TO dan NPCO masing-masing senilai Rp -1.555,14
dan 0,8699 (NPCO < 1). Pada analisis kebijakan pemerintah pada sisi input
diketahui TI senilai Rp 180,25, NPCI sebesar 1,0765, dan transfer faktor senilai
Rp 261,91. Analisis kebijakan input-output dapat didekati dengan menggunakan
indikator EPC, TB, PC, dan SRP. Nilai keempat indikator tersebut masing-masing
secara berurutan adalah 0,8192; Rp –1.997,30; 0,5274; dan -0,2540.
Apabila terjadi kenaikan harga kedelai sebesar 60 persen dengan asumsi
faktor lain dianggap tidak berubah, maka industri tempe di daerah penelitian tidak
lagi memiliki keunggulan kompetitif. Hal ini terlihat dari keuntungan privat yang
bernilai negatif dan nilai PCR yang lebih besar dari satu. Sebaliknya,berdasarkan
analisis ekonomi, meskipun terjadi perubahan harga kedelai industri tempe di
daerah penelitian masih tetap memiliki keunggulan komparatif. Hal ini terlihat
dari keuntungan sosial senilai Rp 263,69 dengan nilai DRC 0,9680 (DRC < 1).
Jika kenaikan harga input kedelai sebesar 60 persen diimbangi pula dengan
kenaikan harga output sebesar 46 persen, industri tempe di Desa Citeureup
ternyata layak untuk diteruskan baik secara finansial maupun ekonomi. Di
samping itu, industri tempe juga efisien secara finansial maupun ekonomi. Hal ini
dapat dilihat dari nilai PCR dan DRC yang dihasilkan lebih kecil dari satu, dengan
kata lain indusri tersebut masih memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.
ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE
DI KABUPATEN BOGOR
(Kasus : Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup)

MERIKA SONDANG SINAGA


A14304029

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBER DAYA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul : Analisis Nilai Tambah dan Dayasaing serta Dampak
Kebijakan Pemerintah terhadap Industri Tempe di
Kabupaten Bogor (Kasus: Desa Citeureup, Kecamatan
Citeureup)
Nama : Merika Sondang Sinaga
Nomor Registrasi Pokok : A14304029

Menyetujui,
Dosen Pembimbing,

Ir. Yayah K. Wagiono, MEc


NIP. 130 350 044

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian, IPB

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal kelulusan :
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH


BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2008

Merika Sondang Sinaga


A14304029
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Merika Sondang Sinaga, lahir pada tanggal 25 April 1986 di
Desa Poncowarno, Kecamatan Kalirejo, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung.
Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara, dari pasangan Elyas Sinaga
dan Maria Turnip.
Riwayat pendidikan penulis dimulai dari menamatkan sekolah di TK
Xaverius Kalirejo. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar
(SD) Fransiskus Kalirejo yang diselesaikan pada tahun 1998. Penulis kemudian
melanjutkan sekolah ke SLTP Xaverius Kalirejo, lulus pada tahun 2001. Setelah
itu penulis kembali melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Kalirejo, Lampung
Tengah dan lulus pada tahun 2004.
Pada tahun 2004 penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. Penulis diterima di Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk (USMI) IPB. Selama pendidikan, penulis aktif di beberapa kegiatan
kampus. Penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan
Mahasiswa Kristen (PMK) IPB pada Komisi Pelayanan Khusus sebagai Kepala
Bidang Pelayanan Responsi tahun 2006-2007. Pada tahun ajaran 2007-2008
penulis menjadi asisten Mata Kuliah Agama Kristen Protestan bagi mahasiswa
Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”
Analisis Nilai Tambah dan Daya Saing serta Dampak Kebijakan Pemerintah
terhadap Industri Tempe di Kabupaten Bogor (Kasus: Desa Citeurep, Kecamatan
Citeureup). Topik ini menarik untuk dianalisis dengan latar belakang bahwa
tingkat ketergantungan Indonesia terhadap kedelai sebagai bahan baku utama
industri tempe sangatlah tinggi.
Berdasarkan fenomena tingginya tingkat ketergantungan industri tempe
terhadap bahan baku impor, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
menghitung besaran nilai tambah yang mampu diciptakan industri tempe. Di
samping itu, dilakukan pula analisis terhadap daya saing serta dampak kebijakan
pemerintah terhadap industri tersebut.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Yayah. K. Wagiono, M.Ec atas
materi dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan
skripsi. Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca mengenai tulisan ini agar dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Mei 2008

Merika Sondang Sinaga


A14304029

You might also like