You are on page 1of 61

Teori Sosial Modern

Donny Prastya, M.Si

FUNGSIONALISME-STRUKTURAL
NEO-FUNGSIONALISME
TEORI KONFLIK
TEORI KRITIS

Fungsional Strukturalisme
Talcott Parsons

Parsons
memusatkan
analisisnya pada sistem
dalam masyarakat kapitalis
modern dan menjelaskan
ciri universal segala sistem
sebagai AGIL:
1.
Adaptation:
sistem
menyesuaikan diri dengan
lingkungannya

2. Goal attainment: sistem mendefinisikan


dan mencapai tujuannya

3. Integration: sistem menata relasi-relasi


bagian-bagiannya

4. Latency/pattern maintenance: sistem


memelihara dan memperbarui motivasi
komponen-komponennya.

Seperti struktur tubuh manusia yang


memiliki berbagai bagian yang saling
berhubungan satu sama lain, yang dalam
Parsons disebut sistem.

Seperti dalam tubuh manusia masingmasing elemen memiliki fungsi yang jelas.

Yang dalam istilah Parson disebut AGIL


(Adaptation, to the government, goal
attainment, integration, dan latency). Jadi
manusia selalu dianggap dalam situasi
harmoni, stabil, seimbang dan mapan.

Parson selalu mencoba menversuskan


antara masyrakat tradisional dan modern:
affective
dan
affective
neutral:
particularistic dan uviversalistic: bawaan
(ascription) dan prestasi (achievement):
Fungsi-fungsi kelembagaan yang kurang
jelas (functionally diffused) tidak effisien
dan jelas tugas masing-masing lembaga
(functionally specific).

Persyaratan Fungsional
dari Sistem Sosial
Pertama,
sistem
sosial
harus
terstruktur (ditata) sedemikian rupa
sehingga bisa beroperasi dalam
hubungan yang harmonis dengan
sistem lainnya.
Kedua, untuk menjaga kelangsungan
hidupnya,
sistem
sosial
harus
mendapatkan
dukungan
yang
diperlukan dari sistem yang lain.
Ketiga, sistem sosial harus mampu
memenuhi kebutuhan para aktornya
dalam proporsi yang signifikan.

Keempat,
sistem
harus
mampu
melahirkan partisipasi yang memadai
dari para anggotanya.
Kelima, sistem sosial harus mampu
megendalikan perilaku yang berpotensi
menganggu.
Keenam, bila konflik akan menimbulkan
kekacauan, itu harus dikendalikan.
Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya,
sistem sosial memerlukan bahasa.

Kritik terhadap
Teori Fungsionalisme
Teori

ini dianggap tidak berkaitan dengan sejarah


(a historis).

Dianggap

tidak mampu menjelaskan


perubahan sosial yang efektif.

proses

Teori

ini juga dianggap tidak memiliki penjelasan


tentang konflik yang inheren dalam masyarakat.

Terlalu

menekankan keharmonisan antarhubungan.

Teori
Neofungsionalisme
Neofungsionalisme

bekerja
masyarakat deskriptif.

dengan

model

Neofungsionalisme

memusatkan perhatian
yang sama besarnya terhadap tindakan dan
keteraturan.

Neofungsionalisme

tetap
memperhatikan
masalah integrasi, tetapi bukan dilihat
sebagai fakta sempurna melainkan sebagai
kemungkinan social.

Neofungsionalisme

tetap mempertahankan
penekanan Parsonian tradisi atas pribadi,
kultur, dan sistem social

Neofungsionalisme

memusatkan
pada
perubahan social dalam proses deferensiasi
di
dalam
sistem
social,
cultural
dan
kepribadian.
Perubahan
tidak
selalu
menghasilkan consensus dan keselarasan,
tetapi juga ketegangan, baik individual atau
masyarakat.

Neofungsional

menyatakan
kebebasan.

secara
tidak
komitmentnya

langsung
terhadap

TEORI KONFLIK

Dahrndorf:
teori
konflik
fungsional disejajarkan.

dan

teori

Menurut para fungsionalis, masyarakat


adalah statis atau masyarakat berada
dalam keadaan berubah secara seimbang.
Tetapi menurut Dahrendorf,
setiap
masyarakat tunduk pada perubahan yang
ada.

Fungsionalisme
menekankan
keteraturan masyarakat, sedangkan
teori konflik melihat pertikain dan
konflik dalam sistem sosial.
Fungsionalisme menyatakan bahwa
setiap elemen masyarakat berperan
dalam menjaga stabilitas. Sebaliknya
bagi teori konflik melihat berbagai
elemen
kemasyarakatan
menyumbang terhadap disintegrasi
dan perubahan.

Fungsionalis
cenderung
melihat
masyarakat secara informal diikat oleh
norma, nilai dan moral. Teori konflik
melihat apapun keteraturan yang terdapat
dalam masyarakat berasal dari pemaksaan
terhadap anggotanya yang berada di atas.

Teori fungsionalis memusatkan perhatian pada


kohesi yang diciptakan oleh
nilai bersama
masyarakat. Teori konflik menekankan pada
peran kekuasaan dalam mempertahankan
ketertiban dalam masyarakat.

Dahrendorf : masyarakat tak akan ada tanpa


consensus dan konflik yang menjadi
persyaratan satu sama lain.

Menurut teori fungsionalis,


sistem sosial
dipersatukan oleh kerja sama sukarela atau
consensus bersama atau oleh keduanya. Tetapi
menurut teori konflik masyarakat disatukan
oleh ketidakbebasan yang dipaksakan.

Tesis sentralnya bahwa perbedaan distribusi


otoritas

selalu
menjadi
faktor
yang
menentukan konflik sosial sistematis.

Inti tesisnya adalah gagasan bahwa


berbagai
posisi
di
dalam
masyarakat mempunyai kualitas
otoritas yang berbeda.Otoritas tidak
terletak dalam individu tetapi pada
posisi. Menurutnya sumber struktur
konflik harus dicari di dalam tatanan
peran sosial yang berpotensi untuk
mendominasi dan menundukkan.
Tugas pertama dalam analisa konflik
adalah mengidentifikasi berbagai
peran otoritas di dalam masyarakat.

Otoritas secara tersirat menyatakan superdinasi


dan suborninasi Otoritas bukanlah fenomena
sosial yang umum; mereka yang tunduk pada
kontrol dan mereka yang dibebaskan dari
kontrol, ditentukan oleh masyarakat. Kelompok
yang memegang posisi otoritas dan kelompok
subordinat yang mempunyai kepentingan
tertentu yang arah dan subtansinya saling
bertentangan.

Teori Kritis
(Ben Agger, 2003)

Teori
kritis
berlawanan
dengan
positivisme. Teori ini beranggapan bahwa
pengetahuan bukan semata-mata refleksi
atas dunia statis di luar sana. Ilmu
pengetahuan tidak bebas nilai. Teori ini
juga berlawanan dengan positivis yang
mengatakan
bahwa
sains
harus
menjelaskan hukum alam masyarakat.
Sebaliknya teori kritis percaya bahwa
masyarakat ditandai oleh historisitas
(terus mengalami perubahan).

Teori sosial kritis membedakan masa lalu


dan masa kini, yang secara umum ditandai
oleh
dominasi,
eksploitasi
dan
penindasan. Masyarakat masa depan ini
dapat diciptakan dengan aksi sosial dan
politis yang dilakukan secara intensif.
Peran teori sosial kritis bersifat politis
karena teori ini berpartisipasi dalam
mendorong perubahan.

Teori sosial kritis berpandangan


bahwa
dominasi
itu
bersifat
struktural.
Yakni,
kehidupan
masyarakat
sehari-hari
dipengaruhi oleh institusi sosial
yang lebih besar seperti politik,
ekonomi,
budaya,
diskursus,
jender, dan ras. Teori sosial kritis
mengungkap struktur ini untuk
membantu
masyarakat
dalam
memahami akar global dan rasional
penindasan yang mereka alami.

Dalam level ini, teori sosial kritis


berkeyakinan bahwa struktur dominasi
direproduksi melalui kesadaran palsu
manusia, dilanggengkan oleh ideologi
(Marx), reifikasi (Georg Lukacs), hegemoni
( Gramsci), pemikiran satu dimensi
(Marcuse), dan metafisika keberadaan
(Derrida).

Kini kesadaran palsu dipelihara


oleh ilmu sosial positivis seperti
ekonomi
dan
sosiologi
yang
menggambarkan
masyarakat
sebagai entitas yang dikendalikan
oleh hukum yang kaku. Akibatnya
orang diajak berfikir bahwa satusatunya perilaku yang beralasan
berkaitan dengan penyelesaian
pada pola-pola keajegan ini. Teori
sosial
kritis
mematahkan
kesadaran palsu dengan meyakini
adanya kuasa manusia, baik secara
pribadi maupun secara kolektif
untuk mengubah masyarakat.

Teori sosial kritis berkeyakinan bahwa


perubahan sosial dimulai dari rumah, pada
kehidupan sehari-hari manusia, misalnya,
seksualitas, peran keluarga, dan tempat
kerja. Dalam hal ini teori sosial kritis
mengindari
determinasme
dan
mendukung voluntarisme.

Mengikuti pemikiran Marx, teori


sosial
kritis
menggambarkan
hubungan antara struktur dan
manusia
secara
dialektis.
Meskipun struktur mengkondisikan
pengalaman
sehari-hari,
pengetahuan
tentang
struktur
dapat membantu masyarakat
mengubah kondisisosialnya. Teori
sosial kritis membangun jembatan
dialektis
ini
dengan
menolak
determinasme ekonomi.

Dengan mengkaitkn kehidupan sehari-hari


masyarakat dengan struktur sosial skala
besar, teori sosial kritis berlawanan
dengan pernyataan bahwa kemajuan akhir
terletak pada ujung jalan panjang yang
hanya
dapat
dilewati
dengan
mengorbankan .

Teori Kritis
Mazhab Frankfurt
Hegemoni, menurut Gramsci,
adalah dominasi ide konformis yang
tidak
dipertanyakan
lagi
yang
memproduksi masyarakat tertentu
mirip dengan Marcuse tentang
desublimasi relatif.
Horkheimer dan Adorno mengkritik
semua teori modernitas, termasuk
teori Marx, atas ketidakpeduliannya
pada isu yang mereka sebut dengan
dominasi.
Mereka
mengaku
merupakan teori kritik peradaban
secara menyeluruh, sedangkan Marx
dianggap hanya kritik terhadap
kapitalisme

Industri budaya telah menjadi faktor


ekonomis dan politis krusial pada masa
kapitalisme akhir. Industri ini telah
membantu memanipulasi kesadaran
sehingga memperpanjang kapitalisme
yang dulu kemundurannya diramalkan
Marx.
Kebudayaan
menjadi
teks
bagi
pengkaji
budaya
posmo
yang
menyarankan serangkaian pendekatan
analitik dan teoritis terpada yang
disebut dengan cultural studies.

TEORI FEMINIS

Argumen mereka adalah bahwa patriakhi, atau


supermasi laki-laki, muncul dalam pembagian
kerja berdasarkan seks, yang ada di wilayah
privat maupun publik. Teori feminis hanya
mempolitisasi seksualitas dan domestikasi,
namun juga mengkaitkan politik jender di
kehidupan domistik dengan politik jender di
dunia kerja upahan dan kehidupan publik.

Seperti Mazhab Frankfurt, feminis


memahami bahwa perubahan personal
dan interpersonal harus mendasari
perubahan sosial.
Kontribusi utama teori feminis bagi
penjenderan teori social laki-laki adalah
pandangan tentang pembagian kerja
secara
seksual,
yang
membantu
penjelasan
bagaimana
subordinasi
perempuan di pasar kerja, politik, dn
budaya
mencerminkan
dan
memperkuat subordinasi mereka di
dalam rumah tangga.

Feminis

Liberal berpandangan

bahwa perempuan dapat menaikkan


posisi mereka dalam keluarga dan
masyarakat melalui kombinasi inisiatif
dan prestasi individu, diskusi rasional
dengan laki-laki, cara pengambilan
keputusan, karir dsb.
Feminimis Liberal menerima
ide adalah normal, bahkan alami, bagi
manusia untuk keluarga yang terdiri
dari pasangan heterseksual dengan
memiliki anak baik secara biologis
ataupun adopsi.

Feminis

Radikal

berpandangan
bahwa
penindasan
atas
perempuan terutama terjadi karena patriarkhi,
yang beroperasi baik pada level keluarga atau
masyarakat. Menurutnya perlu diruntuhkan
secara radikal dalam memperbaiki keluarga dan
menciptakan budaya non-misoginis di mana
perempuan tidak menjadi obyek.

CULTURAL STUDIES

Teori Budaya Marxis memperlakukan budaya


seperti TV, jurnalis, film iklan sebagai wilayah
ekonomis
ideologis,
yang
melibatkan
kesadaran, wacana, dan konsumsi. Mereka
setuju dengan Marx bahwa kapitalisme
memerlukan ideology dalam menciptakan
kesadaran palsu sehingga orang tidak dapat
mengenali ketidakadilan sejati kapitalisme.

Mazhab Birmingham menolak gaya


resmi mazhab Frankfurt maupun
ekonomisme
Marxisme
ortodok,
karena tidak satupun dari keduanya
yang memikirkan secara serius isu
hegemoni
budaya
dan
kontrahegemoni.
Cultural studies telah memberikan
dua kontribusi kepada humaniora.
Pertama,
dia
telah
menantang
pemikiran sastra standar dalam
mengekspresikan nilai-nilai barat.
Kedua, Perlu dimasukkan karaya
perempuan, minoritas dan non-data.

KRITIK terhadap TEORI


KRITIS
1.Teori kritis dianggap non-kuantitatif, sehingga
gagal memperoleh standar metodologi sains.
2.Teori kritis dinyatakan bersifat politis, menolak
mengadopsi standar bebas nilai positivis. Ini
adalah sosiologi kursi malas.
3.Teori kritis dianggap tidak memiliki
mempertahankan spekulasi murni.

data,

Supplement
(Mansour,2001)

Dalam praktik lapangan, dewasa ini


terapat dua paham teori sosial
yang kontradiktif yang melibatkan
setiap pekerja sosial, yakni antara
teori-teori sosial yang digolongkan
pada
teori
sosial
regulasi
berhadapan
dengan
teori-teori
sosial emansipatoris atau yang
dikenal dengan teori kritis. Teori
regulasi yang bersemboyan bahwa
ilmu sosial harus mengabdi pada
stabilitas,
pertumbuhan,
dan
pembangunan, bersifat obyektif
serta politik netral dan bebas nilai.

Dalam pandangan ini teori sosial ini


berhasil
memunculkan
kaidah
rekayasa sosial yang menempatkan
masyarakat sebagai obyek para ahli,
direncanakan, diarahkan, dan dibina
untuk partisipasi menurut selera yang
mengontrol.
Teori
sosial
telah
menciptakan
birokrasinya:
dimana
teorisi memiliki otoritas kebenaran
untuk
mengarahkan
praktisi
dan
masyarakat. Dalam hubungan
ini
aktivitas
sosial
lapangan
dan
masyarakat hanya diletakkan sebagai
pekerja
sosial
tanpa
kesadaran
ideologis dan teoritis secara kritis.

Sementara itu, bagi aliran kritis


tugas ilmu sosial justru melakukan
penyadaran
kritis
masyarakat
terhadap
sistem
dan
struktur
sosial
dehumanisasi
yang
membunuh kemanusiaan. Gramsci
menyebut proses ini sebagia upaya
counter
hegemony
Dengan
begitu kegiatan sosial bukanlah
arena netral dan apolitik. Kegiatan
sosial tidaklah berada dalam ruang
dan masa yang steril, tetapi
merupakan
kegiatan
politik
menghadapi sistem dan struktur
yang bersifat hegemonik.

Bagi paham kritis, dalam dunia


yang secara struktural tidak adil,
ilmu sosial yang bertindak tidak
memihak, netral, obyektif, serta
berjarak atau detachment adalah
suatu bentuk sikap ketidakadilan
sendiri, atau paling tidak ikut
melanggengkan
ketidakadilan.
Paham ini menolak obyektivitas
dan netralitas ilmu sosial dengan
menegaskan
bahwa
ilmu
pengtahuan tidak boleh dan tidak
mungkin pernah netral.

Dalam
perspektif
teori
sosial
kritis, ilmu sosial tidaklah sekedar
diabdikan
demi
kepentingan
golongan lemah dan tertindas,
tetapi lebih mendasar daripada
itu, teori sosial haruslah berperan
dalam
proses
pembangkitan
kesadaran
kritis,
baik
yang
tertindas maupun yang menindas,
terhadap struktur sosial yang
tidak adil. Teori sosial harus
mengabdi
pada
proses
transformasi
sosial
yakni
terciptanya hubungan (struktur)
yang baru dan lebih baik.

Bagi paham kritis, dalam dunia


yang secara struktural tidak adil,
ilmu sosial yang bertindak tidak
memihak, netral, obyektif, serta
berjarak atau detachment adalah
suatu bentuk sikap ketidakadilan
sendiri, atau paling tidak ikut
melanggengkan
ketidakadilan.
Paham ini menolak obyektivitas
dan netralitas ilmu sosial dengan
menegaskan
bahwa
ilmu
pengtahuan tidak boleh dan tidak
mungkin pernah netral.

Dalam
perspektif
teori
sosial
kritis, ilmu sosial tidaklah sekedar
diabdikan
demi
kepentingan
golongan lemah dan tertindas,
tetapi lebih mendasar daripada
itu, teori sosial haruslah berperan
dalam
proses
pembangkitan
kesadaran
kritis,
baik
yang
tertindas maupun yang menindas,
terhadap struktur sosial yang
tidak adil. Teori sosial harus
mengabdi
pada
proses
transformasi
sosial
yakni
terciptanya hubungan (struktur)
yang baru dan lebih baik.

Tugas
utama teori sosial pada
dasarnya tidak sekedar memberi
makna terhadap suatu realitas sosial
sehingga
memungkinkan
lahirnya
kesadaran dan pemahaman terhadap
suatu realitas sosial. Teori sosial juga
bertugas untuk mengubah realitas
sosial yang dianggap bermasalah dan
tidak adil.
Rekayasa
sosial
yang
oleh
pendekatan positivistik
dianggap
sebagai keharusan pendekatan, maka
bagi teori kritis dianggap sebagai
suatu
bentuk
dominasi
dan
penindasan
ilmuan
terhadap
masyarakat

Dewasa ini ada dua pemahaman dalam


teori sosial yang kontradiktif. Pertama,
teori-teori sosial yang digolongkan pada
teori sosial regulasi dan kedua teori
sosial emansipatoris atau yang dikenal
dengan teori kritis.
Teori sosial regulasi bersemboyan bahwa
ilmu
sosial
harus
mengabdi
pada
stabilitas,
pertumbuhan,
dan
pembangunan, bersifat obyektif serta
secara politik netral dan bebas nilai.
Pandangan
teori
ini
berhasil
mengumandangkan
kaidah
rekayasa
sosial yang menempatkan masyarakat
sebagai obyek para ahli, direncanakan,
diarahkan,
dan
dibina
untuk
berpartisipasi
menurut
selera
yang
mengontrol.

Paradigma Ilmu
pengetahuan menurut
Habermas
Pertama paradigma instrumental
knowledge. Dalam paradigma ini
pengetahuan lebih dimaksudkan
untuk
menaklukkan
dan
mendominasi
obyeknya.
Yang
digolongkan dalam paradigma ini
adalah positivisme. Positivisme
adalah suatu aliran filsafat yang
berakar pada tradisi ilmu sosial
yang
dikembangkan
dengan
menggambil cara tradisi ilmu
pengetahuan ilmu alam, dengan
kepercayaan adanya generalisasi
dan universalisme.

Kedua paradigma interpretatif. Dasar


filsafat aliran in adalah phenomenology
dan hermeneutics, yaitu tradisi filsafat
yang lebih menekankan minat yang besar
untuk
memahami.
Semboyan
yang
terkenal dari tradisi ini adalah biarkan
fakta
berbicara
atas
nama
dirinya
sendiri.

Ketiga, adalah paradigma kritis


atau
critical/emancipatory
knowledge. Bagi paradigma ini
ilmu sosial lebih dipahami sebagai
proses
katalisasi
untuk
membebaskan
manusia
dari
segenap ketiadkadilan. Paradigma
ini memperjuangkan pendekatan
yang
bersifat
holistik,
serta
menghindari
cara
berfikir
determinisktik dan reduksionistik.
Paradigma inilah yang menjadi
penyumbang
utama
action
research atau yang juga terkenal
dengan PAR itu.

Beberapa tokoh yang biasanya dikaitkan


dengan paradigma ini antara lain Paulo
Freire (1970) dalam bukunya yang sangat
terkenal Pedagogy of the Oppressed dan
Gramsci yang sering disebut pewaris
dalam tradisi Marxis yang radikal dan
revolusioner sekaligus pengkritiknya yang
tajam.

Pertama, jauh sebelum perdebatan


dan
kritik
mengenai
perlunya
pendekatan
yang
pluralistik,
Gramsci telah merenungkan dan
mewaspadai tendensi reduksionisme
di kalangan penganut Marxisme
maupun non-Marxisme. Misalnya di
kalangan penganut teori Marxisme
sudah
sejak
lama
terjadi
perselisihan tafsir konsep basic
(ekonomi)
dan
superstructure
(ideologi,
politik,
pendidikan,
budaya dan sebagainya dimana
tafsir ortodox Marxime percaya bagi
ekonomi menentukan superstuktur.

Tugas
teori
sosial
kritis
adalah
membawa praktik pembebasan. Tugas
seperti ini bisa ditempuh dengan
berbagai jalan:pertama, teori sosial
harus mampu menjalankan tentang
bagaimana keadaan dan sistem sosial
yang ada, telah menciptakan bentuk
pemahaman dan kesadaran palsu
tentang realitas sosial yang harus
diterima
masyarakat
demi
melanggengkan sistem tersebut. Ini
berarti
bahwa
ilmu
sosial
kritis
berkepentingan terhadap bangkitnya
kesadaran kritis masyarakat terhadap
realitas sosial yang mereka hadapi.

Kedua,
teori
sosial
juga
harus
memfasilitasi timbulnya visi alternatif
tentang relasi sosial yang bebas dari
bentuk
penindasan,
eksploitasi,
dan
ketidakadilan.

Paulo Freire

Freire dalam bukunya Pedagogy of


the Oppressed, sering disebut
sebagai tokoh pendidikan beraliran
teori kritis ini. Menurutnya tugas
teori sosial melakukan apa yang ia
sebut sebagai conscientizacao atau
proses
penyadaran
terhadap
sistem
dan
struktur
yang
menindas, yakni sutu sistem dan
struktur
dehumanisasi
yang
membunuh kemanusiaan.Gramscy
menyebut
tugas
ini
sebagai
counter hegemony.

Freire (1970) membagi ideologi


teori sosial dalam tiga kerangka
besar
yang
didasarkan
pada
pandangannya terhadap tingkat
kesadaran
masyarakat.
Ia
membagi kesadaran manusia itu
dalam tiga: pertama, kesadara
magis (magical consciousness):
kedua
kesadaran
naif
(naival
consciousness)
dan
ketiga,
kesadaran
kritis
(critical
consciousness).

Kesadaran magis, adalah suatu


keadaan kesadaran yang tidak
mampu mengtahui hubungan
atau kaitan antara satu faktor
dengan faktor ayng lain. Dalam
kaitannya orang msikin mereka
tidak mengkaitkan kemiskinan
mereka dengn sistem politik dan
kebudayaan, misalnya. Sehingga
teori sosial dapat dikategorikan
dalam model ini jika teori itu
tidak memberikan kemampuan
analisis, terhadap struktur yang
membelenggunya.

Akibatnya,
sosialisme
oleh
golongan
ortodok ini direduksi menjadi ekonomisme
dan bahkan perjuangan kelas, juga hanya
direduksi menjadi hanya kelas ekonomi,
sehingga gerakan itu berarti hanya
gerakan buruh, dan mengabaikan gerakan
lain, seperti: civil rights movement.
Woment movement dan sejenisnya.

Pemikiran Gramsci juga merupakan kritik


terhadap kecenderungan positivistik dan
mekanistik
para
pengikut
Marxisme
ortodok, terutama teori mereka mengenai
perubahan sosial dan revolusi. Tendensi
positivisme dalam pemikiran kalangan
Marxis
adalah
pandangan
tentang
perubahan formasi sosial.

Pengaruh dan sumbangan terbesar dari


Gramsci
justru
kritiknya
terhadap
pendidikan
politik
indoktrinasi
dan
pendidikan
sebagai
penindasan.
Pemikiran Gramsci berpengaruh besar
terhadap
filsafat
dan
metodologi
pendidikan dialogis dan pendidikan untuk
penyadaran
kritis
dan
participatory
research

Kedua, yang disebut kesadaran naif


adalah sebuah keadaan kesadaran
yang melihat keterbelakangan itu
oleh fakto individunya daripada
yang lain. Dalam kesadaran ini
masalah, etika, kreatifitas, need for
achievment
dianggap
sebagai
penentu perubahan sosial. Yang
menyebabkan kemiskinan adalah
kesalahan
masyarakat
sendiri,
akibat kemalasan, tidak memiliki
jiwa kewirausahaan dan sejenisnya.

Ketiga,
kesadaran
kritis.
Dalam
kesadaran ini sebab masalah lebih
dilihat alam sistem atau strukutur
sebagai sumber masalah. Pendekatan
struktural menghindari blaming the
victims. Dalam kesadaran ini tugas
paradigma kritis adalah memberi
ruang bagi masyarakat agar mampu
mengidentifikasi
ketidakadilan
dalam struktur ayng ada, kemudiaan
mampu
melakukan
analisis
bagaimana sistem dan struktur itu
bekerja

Bagi Gramsci, proses hegemoni terjadi apabila cara


hidup, cara berfikir dan pandangan pemikiran
masyarakat bawah terutama kaum proletar telah
meniru dan menerima cara berfikir dan gaya hidup
dari
kelompok
elite
yang
mendominasi
dan
mengeksploitasi mereka.

Ulasan Gramsci mengenai civil


society tidak bisa dipisahkan dari
keseluruhan kritiknya terhadap
pemikiran Marxisme tradisional
yang mereduksi analisis pada
hubungan kelas menjadi hubungan
buruh dan majikan. Lebih dari itu,
civil
society
juga
merupakan
gerakan kontra diskursus warga
negara
terhadap
diskurusus
dominan
seperti
globalisasi,
developmentalisme
yang
tidak
demokratis dan tidak berkeadilan.

You might also like