You are on page 1of 10

I.

TUJUAN INSTRUKSIONAL

1.1. HIRARKI TUJUAN INSTRUKSIONAL DALAM TUJUAN PENDIDIKAN

Tujuan instruksional merupakan “deployment” atau penjabaran dari tujuan


pendidikan. Dalam sistem pendidikan, secara nasional tujuan pendidikan tercantum
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa. Dari tujuan pendidikan nasional ini kemudian dijabarkan ke dalam tujuan
pendidikan institusional, tujuan pendidikan kurikuler dan tujuan instruksional dengan
memperhatikan aspek pengelolaan pendidikan (Organisasi makro, Organisasi meso, dan
Organisasi mikro) dan taraf pengelolaan. Penjabaran ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Taraf
Hirarki Tujuan Pendidikan Taraf Pengelolaan
Organisasi

Tujuan Pendidikan Nasional Makro Keseluruhan usaha


pendidikan masyarakat di
⇓ negara Indonesia

Tujuan pendidikan Institusional Meso Jenjang pendidikan sekolah


teetentu dan jenis pendidikan
⇓ tertentu

Tujuan Pendidikan Kurikuler Meso Kesatuan kurikulum tertentu


yang mencakup sejumlah
⇓ bidnag studi

Tujuan Instruksional Umum Mikro Kesatuan Bidang Studi


tertentu yang mencakup
⇓ sejumlah pokok bahasan

Tujuan Instruksional Khusus Mikro Satuan pokok bahasan atau


topik pelajaran tertentu.

Gambar 1. Hirarki tujuan instruksional dalam tujuan pendidikan.

1.2. TUJUAN INSTRUKSIONAL DALAM MODEL PENGAJARAN.

Dalam pengelolaan dan pengembangan pengajaran diperlukan seuatu model


yang dipakai sebagai pegangan yang mencakup semua komponen pokok yang harus
dipertimbangkan, dibuat, diatur dan dilaksanakan oleh pengajar.

1.2.1. Model “Basic Teaching”


Basic Teaching Model merupakan metode didaktik yang dikembangkan oleh
Gasler. Model ini terdiri atas komponen Tujuan instruksional, kemampuan untuk
mencapai tujuan instruksional, prosedur instrusional, assesment dan feedback.
Keterkaitan model ini speeti yang terdapat dalam Gambar 2.

1
INSTRUCTIONAL ENTERING INSTRUCTIONAL PERFORMANCE
OBJECTIVE BEHAVIOUR PROCEDURES ASSESMENT
(1) (2) (3) (4)

FEED BACK (5)

Gambar 2. “Basic Teaching Model” menurut konsep Glaser


Penjelasan :
1. Intructional objective adalah kemapuan yang harus dicapai siswa.
2. Entering behaviour adalah kemampuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
instruksional (prasyarat)
3. Instructional procedures adalah kegiatan mengajar yang memberikan struktur
dan arah pada kegiatan belajar siswa.
4. Performance Asessment adalah sampai berapa jauh tujuan tercapai, uyang dapat
dilihat dari prestasi siswa
5. Feedback adalah umpan balik dari komponen satu ke yang lain.

1.2.2. Model “Didactische Analyse”

Model “Didactiche Analyse’ dikembangkan oleh van Gelder. Komponen


komponen yang terkait dalam model ini dapat dilihat pada Gambar 3.
TUJUAN KEMAMPUAN SISWA PADA
INSTRUKSIONAL AWAL PELAJARAN
(1) (2)

PROSEDUR
MATERI PELAJARAN KEGIATAN BELAJAR
DIDAKTIS
(3) (5)
(4)

PERALATAN MENGAJAR DAN PERALATAN BELAJAR


(6)

EVALUASI HASIL
BELAJAR
(7)

Gambar 3. Model “Didactische Analyse” menurut Van Gelder


Penjelasan :
1. Tujuan Instruksional adalah kemampuan yang harus diperoleh siswa
2. Kemampuan siswa pada awal pelajaran adalah kemampuan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan instruksional (prasyarat)
3. Materi Pelajaran adalah bahan pelajaran
4. Prosedur didaktis adalah metode didaktis yang digunakan oleh guru, misalnya
ceramah, demostrasi dll.
5. Kegiatan belajar adalah aktivitas belajar yang dijalankan oleh siswa sendiri,
misalnya diskusi kelompok, membaca referensi.
6. Peralatan mengajar dan belajar adalah berbagai media pengajaran dan alat-alat
bantu untuk belajar.
7. Evaluasi Belajar adalah peniliaian terhadap kemampuan siswa.

2
1.2.3. Model Kegiatan Didaktis

Model kegiatan didaktis dikembangkan oleh E. De. Corte yang merupakan


pengembangan lebih anjut dari model Van Gelder. Keterkaitan komponen pada model
ini seperti yang terdapat pada Gambar 4.

TUJUAN
ISTRUKSIONAL
(1)

PE
(5 KT UR

M AJ )
N (8
A D

ED A
) IS

G
ID E
D OS

IA RA
PR

N
EVALUASI:
*) HASIL
P R

PROSES

(9)
BELAJAR *) PROSES

A K
O (3)

(7 SW PO

R
PE

M EL )

S I OM
M
AT AJ
S E

B (6

A
ER AR

A N GE
I AN

)
N

J
S

PE

A
B

G
E

L N
A E
J A R - M

KEADAAN AWAL
(2)

Gambar 4. Model Kegiatan Didaktis menurut De Corte

Penjelasan:
1. Tujuan Instruksional adalah apa yang menjadi tujuan belajar-mengajar
2. Keadaan awal diarikan dengan dua cara :
a. Dalam arti luas: keadaan siswa, guru, jaringan sosial di sekolah dan di
kelas sebagai instutusi pendidijan, faktor-faktor situasional.
b. Alam arti sempit : kemampuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
instruksional (prasyarat)
3. Evaluasi diartikan dalam dua hal:
a. Penilaian terhadap hasil belajar siswa yang telah dicapai sesuai dengan
tujuan istruksional (evaluasi produk), baik dalam aspek isi maupuj aspek
jenis perilaku.
b. Penilaian terhadap proses belajar-mengajar yang mengacu pada tujuan
instruksional dan keadaan awal siswa (evaluasi proses0
4. Proses belajar adalah kegiatan mental yang dilakukan siswa menurut urutan fase
tertentu dan sesuai dengan jalur belajar tertentu.
5. Prosesdur didaktis adalah cara-cara mengatur kegiatan siswa.
6. Materi Pelajaran adalah hal yang menyangkut aspekisi dan tujuan instruksional
dan pokok bahasan
7. Pengelompokan siswa adalah tata cara mebentuk kelompok-kelompok siswa di
dalam kelas.
8. Media pengakjaran adalah alat-alat bantu yang digunakan oleh guru sendiri atau
ditawarkan kepada siswa untuk digunakan.

3
9. Proses belajar-mengajar adalah interaksi antara guru dan kegiatan siswa selama
periode tertentu.

1.3. DEFINISI TUJUAN INSTRUKSIONAL

Tujuan Istruksional merupakan bagian dari pembelajaran. Berbagai definisi


tujuan instruksional disampaikan oleh beberapa tokoh diantaranya :
1. Robert F. Mager (1962). Tujuan instruksional sebagai tujuan perilaku yang
hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi tingkat
kompetensi tertentu.
2. Eduard L. Dejnozka dan David E. Kavel (1981). Tujuan instruksional adalah
suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam bentuk perilaku atau
penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil
belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang tersamar (covert).
3. Fred Percival dan Henry Ellington (1984). Tujuan instruksional adalah suatu
pernyataan yang jelas menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu
yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.

Dalam proses belajar-mengajar, Tujuan Istruksional terbagi menjadi dua yaitu:


1. Tujuan Instruksional Umum yang menggariskan hasil-hasil di aneka bidang
studi yang harus dicapai oleh siswa.
2. Tujuan Istruksional Khusus (TIK) yang merupakan penjabaran dari Tujuan
Instruksional Umum yang menyangkut satu pokok bahasan atau topik pelajaran
tertentu sebagai tujuan pengajaran yang kongkrit dan spesifik, yang dianggap
cukup berharga, wajar dan pantas yang dapat direalisasikan dan bertahan lama
untuk tercapainya tujuan instruksional umum.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dapat dibedakan menjadi dua aspek yakni:
a. Aspek jenis perilaku yang dituntut dari siswa
b. Aspek isi (content) yakni aspek terhadap hal yang harus dilaksanakan

Adapaun cara merumuskan tujuan instruksional khusus:


a. Menyebutkan siapa yang mencapai tujuan dan bagaimana cara mencapainya.
Dengan cara ini siswa diharapkan melakukan sesuatu yang dapat dilihat,
didengar (observable behaviour) dan menampakkan hasil belajarnya dengan
menunjukkan perilaku (behavioral aspect) yang diharapkan.
b. Menjelaskan sasaran siswa melakukan sesuatu (isi).
c. Menjelaskan persyaratan yang berlaku bila siswa melaksanakan tugas sesuai
dengan instruksional khusus.
d. Menentukan target prestasi minimal yang harus dicapai.

1.4. MANFAAT TUJUAN INSTRUKSIONAL

Manfaat tujuan instruksional adalah sebagai dasar dalam :


Ø Menentukan tujuan (objective) proses belajar mengajar
Ø Menentukan persyaratan awal instruksional.
Ø Merancang strategi instruksional
Ø Memilih media pembelajaran.
Ø Menyusun instrumen tes pada proses evaluasi (pretes dan post tes).
Ø Melakukan tindakan perbaikan atau improvement pembelajaran.

4
1.5. TAKSONOMI TUJUAN INSTRUKSIONAL

1.5.1. Menurut Jenis Perilaku


Taksonomi di sini diartikan sebagai salah satu metode klasifikasi tujuan
instruksional secara berjenjang dan progresif ke tingkat yang lebih tinggi. Masing-
masing isi kawasan Taksonomi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Dalam proses belajar-mengajar, guru harus menempatkan tujuan instruksional


menurut aspek perilaku pada kawasan menurut sitematika Bloom Gagne dan Simpson
yakni:

Ragam Kognitif Ragam Afektif Ragam Psikomotorik


Bloom Gagne Bloom Gagne Simpson Gagne

KETRAMPILAN MOTORIK
1. Pengetahuan à a.Informasi 1. Penerimaan S 1. Persepsi
verbal 2. Partisipasi 2. Kesiapan
3. Penilaian/Pe-
I 3. Gerak
2. Pemahaman b. Kemahiran nentuan sikap d. K terbimbing
intelektual 4. Organisasi A 4. Gerakan
à (dibentuk 5. Pembentukan P terbiasa e.
konsep, pola hidup 5. Gerakan
3. Penerapan kaedah) kompleks
6. Penyesuaian
c. Pengaturan pola gerak
4. Analisis kegiatan 7. Kreatifitas
5. Sintesis à kognitif(digun
6. Evaluasi akan informasi
konsep dan
kaedah)

A. Kawasan Kognitif (Pemahaman)

Kawasan kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan


mental yang sering berawal dari tingkat “pengetahuan” sampai ke tingkat yang
paling tinggi yaitu “evaluasi”. Kawasan kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan
aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut;
1. Tingkat pengetahuan (knowledge)
Tujuan intruksional pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat
(recall) informasiyang telah diterima sebelumnya, seperti misalnya : fakta,
terminology, rumus, strategi pemecahan masalah, dan sebagainya.
2. Tingkat pemahaman (comprehension)
Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan
pengetahuan, dan informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri.
3. Tingkat penerapan (application)
Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan
informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan
berbagai maslaah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
4. Tingkatan analisis (analysis)
Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan dan
membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat,
asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut
untuk melihat ada tidaknya kontradiksi.

5
Dalam hal ini siswa diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai
gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip
atau prosedur yang telah dipelajari.
5. Tingkat sintesis (synthesis)
Sintesis di sini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan
menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga
terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
6. Tingkat evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan level tertinggi, yang mengharapkan siswa mampu membuat
penilaian dankeputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda
dengan menggunakan kriteria tertentu. Jadi evaluasi di sini lebih condong ke
bentuk penilaian biasa daripada sistem evaluasi.

B. Kawasan Afektif (sikap dan perilaku).

Untuk memperoleh gambaran tentang kawasan tujuan instruksional afektif secara


utuh, berikut ini akan dijelaskan setiap tingkat secara berurutan berikut ini :
1. Tingkat menerima (receiving)
Menerima di sini diartikan sebagai proses pembentukan sikap dan perilaku
dengan cara membangkitkan kesadaran tentang adanya stimulus tertentu yang
mengandung estetika.
2. Tingkat tanggapan (responding)
Tanggapan atau jawaban (responding) mempunyai beberapa pengertian, antara
lain :
v Tanggapan dilihat dari segi pendidikan diartikan sebagai perilaku baru dari
sasaran didik (siswa) sebagai manifestasi dari pendapatnya yang timbul
karena adanya perangsang pada saat ia belajar.
v Tanggapan dilihat dari segi psikologi perilaku (behavior psychology) adalah
segala perubahan perilaku organisme yang terjadi atau yang timbul karena
adanya rangsangan
3. Tingkat menilai (valuing)
Menilai dapat diartikan sebagai :
v Pengakuan secara obyektif (jujur) bahwa siswa itu obyektif, sistem atau
benda tertentu mempunyai kadar manfaat.
v Kemauan untuk menerima suatu obyek atau kenyataan setelah seseorang itu
sadar bahwa obyek tersebut mempunyai nilai atau kekuatan, dengan cara
menyatakan dalam bentuk sikap atau perilaku positif atau negatif.
4. Tingkat organisasi (organization)
Organisasi dapat diartikan sebagai :
v Proses konseptualisasi nilai-nilai dan menyusun hubungan antar nilai-nilai
tersebut, kemudian memilih nilai-nilai yang terbaik untuk diterapkan.
v Kemungkinan untuk mengorganisasikan nilai-nilai, menentukan hubungan
antar nilai dan menerima bahwa suatu nilai itu lebih dominan dibanding nilai
yang lain apabila kepadanya diberikan berbagai nilai.
5. Tingkat karakterisasi/Pembentukan pola hidup (characterization by a value
or value complex)
Karakterisasi adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh
seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan
perbuatan itu seolah-olah telah menjadi ciri-ciri pelakunya.

6
Berdasarkan pada kelima tingkatan yang dirumuskan oleh Bloom dan Kratwohl
tersebut di atas, maka Romiszowski dalam bukunya Producing Instruction
System (1984), mengelompokkan aspek afektif tersebut menjadi dua tipe
perilaku yang berbeda.
1. Reflek yang terkondisi, yaitu reaksi kepada stimuli khusus tertentu yang
dilakukan secara spontan tanpa direncanakan lebih dahulu tujuan
reaksinya.
2. Sukarela (voluntary) adalah aksi dan reaksi yang terencana untuk
mengarahkan ke tujuan tertentu dengan cara membiasakan dengan
latihan-latihan untuk mengontrol diri.

C. Kawasan Psikomotor (psychomotor domain)

Kawasan psikomotor adalah kawasan yang berorientasi kepada keterampilan


motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang
memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Dengan demikian maka kawasan
psikomotor adalah kawasan yang berhubungan dengan seluk beluk yang terjadi
karena adanya koordinasi otot-otot oleh fikiran sehingga diperoleh tingkat
keterampilan fisik tertentu.

Kawasan psikomotor meliputi sebagai berikut :


1. Persepsi (perception)
Mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara
dua perangsang atau lebih berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang
khas pada masing-masing rangsangan.
2. Kesiapan (set)
Mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan
memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan.
3. Gerakan terbimbing (Guided response)
Mencakup kemampuan untuk melakukan rangkaian geral sesuai dengan
contoh yang diberikan (imitasi).
4. Gerakan yang terbiasa (mechanical response)
Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu gerakan dengan lancar
karena sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan lagi contoh yang
diberikan.
5. Gerakan Kompleks (Complex response)
Mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan yang terdiri
atas beberapa komponen dengan lancar tepat dan efisien.
6. Penyesuaian pola gerakan (adjusment)
Mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan
pola gerak dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan taraf
ketrampilan yang telah mencapai kemahiran.
7. Kreativitas (creativity)
Mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak yang baru atas
dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.

Taksonomi Bloom ini mendapat berbagai tanggapan di kawasan kognitif. E. De.


Corte mengusulkan sebuah kalisifikasi dengan mengacu pada model intelegensia
yang dikembangkan oleh Guilford dengan mengelompokkan kawasan kognitif
menjadi :

7
a. Kemampuan reproduktif meliputi:
Kemampuan ini meliputi resepsi berdasarkan pengamatan, mengenal
kembali (recognition) dan mengingal (recall)

b. Kemampuan produktif
Kemampuan ini meliputi kemampuan menciptakan sendiri jawaban atas
suatu pertanyaan dan menemukan pemecahan atas sebuah permasalahan.
Hasil kemampuan ini tampak dalam 3 hal:
i. Hasil proses berfikir konvergen yakni hasil atau jawaban yang sudah
pasti dengan langkah pemecahan yang sudah ditentukan.
ii. Hasil proses berfikir divergen yaitu hasil atau jawaban yang belum pasti
dengan langkah pemecahan yang belum pasti pula.
iii. Hasil proses berfikir evaluatif yaitu mengolah dan menilai berdasarkan
kriteria tertentu.

Sistematika Guilford dan E. De Donte tentang pemahaman pada kawaan


kognitif dapat dilihat pada Gambar 5.
Guilford E. De Conte

1. Mengetahui a. Apersepsi Informasi


b. Mengenal kembali informasi Reproduksi
2. Mengingat c. Mengingat kembali informasi

3. Produksi d. Produksi informasi secara


divergen nterpretatif
e. Produksi informasi secara
konvergen
4. Produksi Produksi
konvergen f. Produksi informasi secara
evaluatif
g. Produksi informasi secara
5. Evaluasi divergen

Gambar 5. Perbandingan antara sistemarika Guilford dan E. De. Conte.

1.5.2. Menurut Isi


Tujuan Instruksional harus mencantumkan aspek isi (content) yang menunjuk
pada learning content. Isi dalam Tujuan Instruksional tidak sama dengan materi, karena
materi menunjuk pada subject matter.
Content dalam tujuan instruksional dibuat menurut urutan tertentu dengan suatu
pola yang berurut dari awal sampai akhir yang terangkai dalam satu kesatuan. Jika siswa
tidak menguasai salah saru rangkaian maka siswa akan mengalami kesulitan. Hal ini
umumnya berlaku pada pembelajaran matematika dan bahasa asing.
Dapat juga tujuan instruksional tanpa mengikuti pola yang berurut (sequence),
sehingga tujuan istruksional dapat disusun menurut keperluan dan siswa tidak
mengalami kesulitan jika tidak mengkuti salah saru rangkaian pembelajaran. Umumnya
berlaku pada bidang Ilmu sosial.

8
II. KLASIFIKASI DAN ANALISIS TUGAS BELAJAR

Dalam menentukan Tujuan Instruksional Khusus berdasarkan aspek perilaku,


Gagne menggunakan pengklasifikasian “Tugas belajar” (Task classification) dan
dilengkapi dengan “Analisis tugas belajar” (Learning task analysis ) dengan
menggunakan “Hirarki dalam belajar” (Learning Hierarchy ) yang berupa
instructional sequence. Setiap TIK yang hendak dicapai menuntut persyaratan
kemampuan internal yang harus dimiliki yang berupa salah satu dari lima hasil belajar
(informasi verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, ketrampilan
motorik dan sikap).
Pengklasifikasian tugas belajar dan penerapan analisis tugas belajar ini seperti
yang diilustrasikan pada Gambar 6 dan Gambar 7.

TIK yang Spesifik


A B C D E F G dan seterusnya

yang menuntut
adanya

Kemampuan
a b c d e f g dan seterusnya
internal tertentu

yang dapat
digolongkan
dalam

Pengaturan
Kategori hasil Informasi Kemahiran Ketrampilan
Intelektual
Kegiatan
Motorik
Sikap
tertentu Verbal Kognitif

yang menuntut
adanya

Proses Belajar Belajar Belajar Belajar


Belajar Kemahiran Pengaturan ketrampilan Belajar sikap
tertentu informasi verbal intelektual kegiatan kognitif motorik

Gambar 6. Skema pengklasifikasian tugas belajar.

9
SKEMA CONTOH

TIK yang I. Ketrampilan : “Berenang dengan Komponen A1 Gerakkan lengan, kaki


spesifik motorik gaya katak” A2 Prosedur gerakan
1 2 1 2
A3 Sikap pos. thd OR ini
A A
II. Sikap : “Menolak Komponen A1 Apa itu “obat bius”
3 4 penggunaan obat A2 Bahaya peng. obat bius
3 bius” A3 Sikap menjaga kesehatan

III. Kemahiran : “Membuktikan Komponen A1 Apa itu “segi tiga”


intelektual bahwa luas ∆ A2 Apa itu “Alas, tinggi, luas”
= Ѕ alas x tinggi” A3 Bagaimana bentuk segitiga
Yang menuntu
A4 Sikap pos. thdp matematika
adanya
IV. Informal : “Menyebutkan Komponen A1 Sejarah dunia th 1918-1939
verbal faktor-faktor
penyebab Perang A2 Kombinasi fakta sejarah
Dunia II”
V. Pengaturan : “Menentukan Komponen A1 Bagaimana cara belajar
kegiatan jadwal belajar yang tepat
kognitif saya” A2 Kombinasi yang cocok
untukku

I. Komponen a1 Ketrampilan motorik


a2 Kaidah
Kemampuan a3 Sikap
internal II. Komponen a1 Konsep
tertentu 2 1
a2 Informasi verbal
1 2 A3 Sikap
3 3 4
III. Komponen a1 Konsep
a2 Konsep
a3 Persep
a4 Sikap
Yang menuntu
adanya IV. Komponen a1 Informasi verbal
a2 Pengaturan kegiatan kognitif

V. Komponen a1 Informasi verbal


a2 Pengaturan kegiatan kognitif

I. Komponen a1 X Belum dimiliki


a2 X Belum dimiliki
a1 a2 a3 a1 a2 a3 a4 a3 O Sudah dimiliki

Beberapa sub II. Komponen a1 X Belum dimiliki


kemampuan a2 X Belum dimiliki
Mungkin sudah dimiliki a3 O Sudah dimiliki
Keterangan ;
a1, a2, a3, a4
III. Komponen a1 X Belum dimiliki
Mungkin belum dimiliki Contoh “learning hierarchy,
a2 X Belum dimiliki
yaitu beberapa kemahiran
a3 X Sudah dimiliki
Yang esensial/mutlak = X intelektual yang mutlak
a4 O Belum dimiliki
diperlukan (prasyarat)
diantara a1, a2, a3, a4 bertumpuk-tumpuk
Yang menunjang = O IV. Komponen a1 X Belum dimiliki
a2 X Belum dimiliki

V. Komponen a1 X Sudah dimiliki


a2 X Belum dimiliki

Gambar 7. Analisis tugas belajar menurut Gagne.

PUSTAKA.
Winkel, W.S., “Psikologi Pembelajaran”, Media Abadi, Cetakan ke IX, tahun 2007.

10

You might also like