You are on page 1of 11

Ayuning Mustika Ati

0840 2241 036 | P. AdP Reguler

ETIKA BIROKRASI DALAM ADMINISTRASI


NEGARA

A. Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani: ethos, yang artinya kebiasaan atau
watak. Menurut Robert C. Solomon etika merujuk pada dua hal. Pertama,
etika berkenaan dengan disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang dianut
oleh manusia beserta pembenarannya dan dalam hal ini etika merupakan salah
satu cabang filsafat. Kedua, etika merupakan pokok permasalahan di dalam
disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup dan hukum yang mengatur
tingkah laku manusia. Kemudian, menurut William K. Frankena etika
merupakan salah satu cabang filsafat yang mencakup filsafat moral atau
pembenaran-pembenaran filosofis. Selanjutnya, De Vos secara eksplisit
mengatakan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau
moral. Menurut Drs.Haryanto, MA., etika merupakan instrumen dalam
masyarakat untuk menuntun tindakan (perilaku) agar mampu menjalankan
fungsi dengan baik dan dapat lebih bermoral. Ini berarti etika merupakan
norma dan aturan yang turut mengatur perilaku seseorang dalam bertindak dan
memainkan perannya sesuai dengan aturan main yang ada dalam masyarakat
agar dapat dikatakan tindakannya bermoral.

Etika sebagai mempunyai beberapa landasan, antara lain keindahan,


persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran. Apabila semua
landasan ini sudah terlaksana maka etika akan mampu menjadi pedoman
hidup bermasyarakat yang baik.

B. Pengertian Birokrasi
Ayuning Mustika Ati

0840 2241 036 | P. AdP Reguler

Secara epistemologis istilah birokrasi berasal dari bahasa Yunani:


Bureau, yang artinya meja tulis atau tempat bekerjanya para pejabat. Berikut
beberapa pengertian birokrasi menurut beberapa ahli.

1. Michael G. Roskin, et al., menyebut pengertian birokrasi sebagai


"setiap organisasi yang berskala besar yang terdiri atas para pejabat yang
diangkat, dimana fungsi utamanya adalah untuk melaksanakan (to
implement) kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh para pengambil
keputusan (decision makers).

2. Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendefinisikan birokrasi sebagai :

a. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh makan pegawai


pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan.

b. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban,


serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-
likunya dan sebagainya.

Definisi birokrasi ini kemudian mengalami revisi, dimana birokrasi


selanjutnya didefinisikan sebagai

a. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran


yang tidak dipilih oleh rakyat.

b. Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.

3. James D. Mooney, mendefinisikan organisasi sebagai bentuk


perserikatan manusia untuk pencapaian tujuan bersama (dalam Sutarto,
1995 : 23). Dengan demikian birokrasi dapat dipandang sebagai bentuk
pengorganisasian kerjasama manusia secara efisien dengan sepenuhnya
menerapkan berbagai asas organisasi dalam rangka mencapai tujuan
bersama secara efektif.
4. Mouzelis (1974:4) mengemukakan birokrasi sebagai "the existence
of a system of Control based on rational rules, rules with try to
Ayuning Mustika Ati

0840 2241 036 | P. AdP Reguler

regulated the whole organizational structure and process on the based


of tedinical knowledge and the maximun efficiency".
Idealnya, birokrasi merupakan suatu sistem rasional atau struktur yang
terorganisir yang dirancang sedemikian rupa guna memungkinkan adanya
pelaksanaan kebijakan publik yang efektif dan efisien. Birokrasi juga
dioperasikan oleh serangkaian aturan serta prosedur yang bersifat tetap.
Terdapat rantai komando berupa hirarki kewenangan di mana tanggung jawab
setiap bagian-bagiannya 'mengalir' dari 'atas' ke 'bawah.'

Selain itu, birokrasi juga disebut sebagai badan yang


menyelenggarakan Civil Service (pelayanan publik). Birokrasi terdiri dari
orang-orang yang diangkat oleh eksekutif, dan posisi mereka ini 'datang dan
pergi.' Artinya, mereka-mereka duduk di dalam birokrasi kadang dikeluarkan
atau tetap dipertahankan berdasarkan prestasi kerja mereka.

Michael G. Roskin, et al. menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya


ada 4 fungsi birokrasi di dalam suatu pemerintahan modern. Fungsi-fungsi
tersebut adalah:

1. Administrasi

Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi,


pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan
fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah
mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif
serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian,
administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di
mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna
mencapai tujuan negara secara keseluruhan.

2. Pelayanan

Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau


kelompok-kelompok khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG)
Ayuning Mustika Ati

0840 2241 036 | P. AdP Reguler

di Indonesia merupakan contoh yang bagus untuk hal ini, di mana badan
tersebut ditujukan demi melayani kepentingan masyarakat yang akan
melakukan perjalanan atau mengungsikan diri dari kemungkinan
bencana alam. Untuk batas-batas tertentu, beberapa korporasi negara
seperti PJKA atau Jawatan POS dan Telekomunikasi juga menjalankan
fungsi public service ini.

3. Pengaturan (regulation)

Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi


mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini,
badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan
individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara
biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.

4. Pengumpul Informasi (Information Gathering)

Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: apakah suatu


kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan
membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah
berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi
ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan
data-data sehubungan dengan dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan
uang yang tidak semestinya (pungli) ketika masyarakat membuat SIM
atau STNK tentunya mengalami pembengkakan. Pungli tersebut
merupakan pelanggaran atas idealisme administrasi negara, oleh sebab
itu harus ditindak. Dengan ditemukannya bukti pungli, pemerintah akan
membuat prosedur baru untuk pembuatan SIM dan STNK agar tidak
memberi ruang bagi kesempatan melakukan pungli.

C. Etika Birokrasi

Ketika kenyataan yang kita inginkan jauh dari harapan kita, maka pasti
akan timbul kekecewaan, begitulah yang terjadi ketika kita mengharapkan
Ayuning Mustika Ati

0840 2241 036 | P. AdP Reguler

agar para aparatur birokrasi bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab,


kejujuran dan keadilan dijunjung, sementara yang kenyataan yang terjadi
mereka sama sekali tidak bermoral atau beretika, maka disitulah kita
mengharapkan adanya aturan yang dapat ditegakkan yang menjadi norma atau
rambu-rambu dalam melaksanakan tugasnya. Sesuatu yang kita inginkan itu
adalah etika yang yang perlu diperhatikan oleh aparat birokrasi tadi.

Terbentuknya etika birokrasi tidak terlepas dari kondisi yang ada di


dalam masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan
atau budaya di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu.
Nilai-nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap
dan perilaku yang nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam
penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan bagian dari
fungsi aparat birokrasi itu sendiri.

Di negara kita yang masih kental budaya paternalistik atau tunduk dan
taat kepada Bapak atau pemimpin pemerintahan yang juga merupakan
pemimpin birokrasi, sehingga sangat sulit bagi masyarakat untuk menegur
para aparat birokrasi bahwa yang dilakukannya itu tidak etis atau tidak
bermoral, mereka lebih banyak diam dan malah manut saja melihat perilaku
yang adan dalam jajaran aparat birokrasi.

Dalam kondisi seperti di atas, inisiatif penetapan etika bagi aparat


birokrasi atau penyelenggara pemerintahan hampir sepenuhnya berada di
tangan pemerintah. Dimana pemerintah atau organisasi yang disebut birokrasi
merasa paling berkuasa dan merasa dialah yang mempunyai kewenagan untuk
menentukan sesuatu itu etis atau tidak bagi dirinya menurut versi atau
pandangannya sendiri, tanpa mempedulikan apa yang aturan main di dalam
masyarakat. Permasalahan ini sangat rumit karena etika birokrasi cenderung
diseragamkan melalui peraturan kepegawaian yang telah diatur dari birokrasi
tingkat atas atau pemerintah pusat, sementara dalam pelaksanaan tugasnya dia
berada di tengah-tengah masyarakat, yang jadi pertanyaannya sekarang
Ayuning Mustika Ati

0840 2241 036 | P. AdP Reguler

apakah yang dikatakan etis menurut peraturan kepegawaian yang mengatur


aparat birokrasi dapat dikatakan etis pula dalam masyarakat ataupun
sebaliknya.

D. Definisi Administrasi Negara

Menurut Chandler dan Plano dalam bukunya The Public


Administration Dictionary, administrasi adalah proses bagaimana kebijakan
itu diimplementasikan. Dengan demikian, administrasi negara dapat
didefinisikan sebagai kegiatan mengelola, mendayagunakan sumber daya
negara (organisasi, personalia/pegawai negeri, dana, dll) untuk dapat
mengimplementasikan kebijakan untuk dapat mencapai tujuan negara.

E. Etika Birokrasi dalam Administrasi Negara

Etika adalah dunianya filsafat, nilai, dan moral. Administrasi adalah


dunia keputusan dan tindakan. Etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan
persoalan baik dan buruk, sedangkan administrasi adalah konkrit dan harus
mewujudkan apa yang diinginkan (get the job done). Pembicaraan tentang
etika dalam administrasi adalah bagaimana mengaitkan keduanya, bagaimana
gagasan-gagasan administrasi --- seperti ketertiban, efisiensi, kemanfaatan,
produktivitas --- dapat menjelaskan etika dalam prakteknya, dan bagaimana
gagasan-gagasan dasar etika --- mewujudkan yang baik dan menghindari yang
buruk itu — dapat menjelaskan hakikat administrasi.

Peran etika birokrasi dalam administrasi baru mengambil wujud yang


lebih terang relative belakangan ini saja, yakni kurang lebih dalam dua
dasawarsa terakhir ini. Masalah etika ini terutama lebih ditampilkan oleh
kenyataan bahwa meskipun kekuasaan ada di tangan mereka yang memegang
kekuasaan politik (political masters), ternyata administrasi juga memiliki
kewenangan yang secara umum disebut discretionary power. Persoalannya
sekarang adalah apa jaminan dan bagaimana menjamin bahwa kewenangan itu
digunakan secara “benar” dan tidak secara “salah” atau secara baik dan tidak
secara buruk. Banyak pembahasan dalam kepustakaan dan kajian subdisiplin
Ayuning Mustika Ati

0840 2241 036 | P. AdP Reguler

etika administrasi yang merupakan upaya untuk menjawab pertanyaan itu.


Dewasa ini telah tumbuh keprihatinan bukan saja terhadap individu-individu
para birokrat, tetapi terhadap organisasi sebagai sebuah sistem yang memiliki
kecenderungan untuk mengesampingkan nilai-nilai. Apalagi birokrasi modern
yang cenderung bertambah besar dan bertambah luas kewenangannya.

Masalah etika birokrasi dalam administrasi adalah masalah yang


menjadi kepedulian dan keprihatinan para pakar di bidang ini. Ia menjadi
masalah di negara yang paling maju sekalipun, yakni di negara seperti
Amerika Serikat yang konstitusi dan gagasan-gagasan idealnya menjadi
contoh bagi konstitusi dan gagasan-gagasan dasar banyak negara lain, dan
yang administrasinya juga menjadi rujukan administrasi di banyak negara lain.
negara-negara lain yang telah lanjut usianya, seperti Inggris, Prancis, dan
Jepang, juga mengalami masalah yang sama, yaitu persoalan dalam etika
birokrasinya Namun, ternyata mereka tetap saja menghadapi masalah dalam
birokrasinya, yang terlihat dari banyaknya skandal yang melibatkan birokrasi
mereka. Dengan latar belakang pandangan itu, adalah wajar apabila di negara
yang baru membangun ditemukan pula masalah-masalah yang sama. Bahkan
sulit untuk dibantah, meskipun perlu ada kajian yang lebih dalam, bahwa di
negara berkembang masalah etika ini proporsinya jauh lebih besar. Pandangan
itu didukung oleh observasi yang umum dalam kondisi administrasi di negara-
negara berkembang seperti antara lain sebagai berikut.

Pertama, belum tercipta tradisi administrasi yang baik, yang menjaga


timbulnya masalah etika seminimal mungkin. Negara berkembang sedang
mengembangkan administrasinya, yang sesuai dengan kebudayaannya, tetapi
mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku umum.

Kedua, adanya keterbatasan dalam sumber daya, yang menyebabkan


pengembangan administrasi yang baik tidak bisa cepat berjalan. Keterbatasan
itu adalah baik dalam hal sumber dana maupun sumber daya manusia (SDM).
SDM administrasi sangat terbatas kualitas, kompetensi, dan
Ayuning Mustika Ati

0840 2241 036 | P. AdP Reguler

profesionalismenya, dan keadaan itu diperberat oleh imbalan yang rendah


karena keterbatasan dana pemerintah.

Ketiga, administrasi hidup dalam suatu sistem politik, dan di banyak


negara berkembang sistem politik itu sendiri masih berkembang. Baru
belakangan ini saja negara-negara berkembang berupaya menerapkan dengan
sungguh-sungguh prinsip-prinsip demokrasi ke dalam sistem politiknya. Itu
pun masih banyak ragamnya dan masih banyak masalahnya. Dalam keadaan
demikian, administrasi secara politis berperan lebih besar dibandingkan
dengan di negara yang sistem demokrasinya telah lebih maju.

Dengan demikian, masalah etika birokrasi dalam administrasi negara


yang sedang membangun jauh lebih rumit dibandingkan dengan masalah etika
di negara yang sudah maju. Upaya memperbaiki birokrasi termasuk
didalamnya upaya menanamkan etika sebagai nilai utama dalam administrasi,
yang tercermin baik dalam etika perorangan maupun etika birokrasi.

Menurut Agus Dwiyanto, ada beberapa alasan mengapa etika birokrasi


penting diperhatikan dalam pengembangan administrasi negara yang efisien,
tanggap dan akuntabel. Pertama, masalah-masalah yang dihadapi oleh
birokrasi pemerintah dimasa mendatang akan semakin kompleks. Modernitas
masyarakat yang semakin meningkat telah melahirkan berbagai masalah-
masalah publik yang semakin banyak dan komplek dan harus diselesaikan
oleh birokrat. Dalam memecahkan masalah yang berkembang birokrasi
seringkali tidak dihadapkan pada pilihan-pilihan yang jelas seperti baik dan
buruk. Para pejabat birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan yang
sulit, antara baik dan baik, yang masing-masing memiliki implikasi yang
saling berbenturan satu sama lain.

Kedua, keberhasilan pembangunan yang meningkatkan dinamika dan


kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Dinamika yang terjadi
dalam lingkungan tentunya menuntut kemampuan birokrasi untuk melakukan
adjustments agar tetap tanggap terhadap perubahan yang terjadi dalam
Ayuning Mustika Ati

0840 2241 036 | P. AdP Reguler

lingkungannya. Kemampuan untuk bisa melakukan adjustment itu menuntut


discretionary power yang besar. Penggunaan kekuasaan direksi ini hanya akan
dapat dilakukan dengan baik kalau birokrasi memiliki kesadaran dan
pemahaman yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki dan
implikasi dari penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya.
Kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi
penggunaan kekuasaan itu hanya dapat dilakukan melalui pengembangan etika
birokrasi.

Untuk itu para birokrat harus merubah sikap perilaku agar dapat
dikatakan lebih beretika atau bermoral di dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, dengan demikian harus ada aturan main yang jelas dan tegas yang
perlu ditaati yang menjadi landasan dalam bertindak dan berperilaku di
tengah-tengah masyarakat.

Pelaksanaan etika birokrasi dalam penyelenggaraan administrasi


negara di Indonesia, sebagaimana telah disinggung di atas perlu diperhatikan
perihal sangsi yang menyertainya, karena etika pada umumnya tidak ada
sangsi fisik atau hukuman tetapi berupa sangsi social dalam masyarakat,
seperti dikucilkan, dihujat dan yang paling keras disingkirkan dari lingkukgan
masyarakat tersebut, sementara bagi aparat birokrasi sangat sulit, karena
masyarakat enggan dan sungkan (budaya Patron yang melekat).

Begitu rumit dan kompleksnya permasalahan administrasi dewasa ini


membuat para aparat birokrasi mudah tergelincir atau terjerumus kedalam
perilaku yang menyimpang belum lagi karena tuntutan atau kebutuhan
hidupnya sendiri, untuk itu perlu adanya penegasan payung hukum atau norma
aturan yang perlu disepakati bersama untuk dilakukan dan diayomi dengan
aturan hukum yang jelas dan sangsi yang tegas bagi siapa saja pelanggarnya
tanpa pandang bulu. Menurut Paul H. Douglas dalam bukunya “Ethics in
Government” yang dikutip oleh Drs. Haryanto, MA., terdapat 5 tindakan yang
Ayuning Mustika Ati

0840 2241 036 | P. AdP Reguler

hendaknya dihindari oleh seorang pejabat pemerintah yang juga merupakan


aparat birokrasi, yaitu :

1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta


untuk keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan jabata kedinasan.

2. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swsta pada saat ia


melaksanakan transaksi untuk kepentinagn dinas.

3. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat


it berada dalam tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah.

4. Membocorkan informasi komersial atau ekonomis yang bersifat


rahasia kepada pihak-pihak yang tidak berhak.

5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi


pemerintah yang dalam menjalankan bisnis pokoknya tergantung dari
izin pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

• Sumber Buku

Kumorotomo, Wahyudi. 2008. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada.
Ayuning Mustika Ati

0840 2241 036 | P. AdP Reguler

Robert C., Solomon. 1987. Etika: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

K. Frankena, William. 1982. Ethics. New Delhi: Prentice-Hall.

H. De Vos. 1987. Pengantar Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Heywood, Andrew. 2002. Politics Second Edition. New York: Palgrave


Macmillan.

B. Guy Peters and Vincent Wright, “Public Policy and Administration, Old
and New, dalam Robert E. Goodin and Hans-Dieter Klingemann, A
New Handbook of Political Science, Part VII, Bab 27

Michael G. Roskin, et al., Political Science: An Introduction, Bab 16

• Sumber Internet

http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/brapub/4Etika
%20Birokrasi-ISMANI%20HP.pdf

http://www.ginandjar.com/public/01EtikaBirokrasi.pdf

http://www.bawean.net/2008/11/etika-birokrasi-daloam-penyelenggaraan.html

http://kumoro.staff.ugm.ac.id/materi%20kuliah/Etika%20dan%20HAN.pdf

http://lutfiwahyudi.wordpress.com/2007/03/21/12/#more-12

http://lutfiwahyudi.wordpress.com/2007/03/16/netralitas-birokrasi/

You might also like