You are on page 1of 2

c 





    


 

!"!# ! "$ 





| %  "& '("& "!!)!&('( * & ) ( % "+

Sosiologi hokum mengamati dan mencatat hokum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dan
kemudian berusaha untuk menjelaskanya. Sosiologi sebagai ilmu terapan menjadikan Sosiolofi
sebagai subyek seperti Sosiologi dalam penerapan hokum, Pembangunan Hukum,
Pembaharuan hokum, perubahan masyarakat dan perubahan hokum, dampak dan efektifitas
hokum, kultur hokum, ilmu social juga berfungsi mengetahui efektifitas berlakunya hokum
positif dalam masyarakat dan dapat menggambarkan masalah-masalah social kaitanya dengan
penerapan hokum di masyarakat.

| %  ( * "& " !!)!& $!'(   )  % * "&(" " $!'(  '$(("   ) 


% *(  "% ( "%(" "&,(" "& "+

Ýentuk sumbanganya adalah khususnya dalam pembuatan peraturan perundang-undangan


adalah kemampuan sosiologi hokum dalam mengkonstruksikan fenomena hokum yang terjadi
di masyarakat, sehingga dapat memberikan jalan keluar ataupun gambaran mengenai bentuk
peraturan perundang-undangan yang dapat memenuhi aspirasi masyarakat serta tujuan dari
dibentuknya perundang-undangan dalam suatu Negara yaitu untuk kepastian hokum bagi
masyarakat.

ô|
"& %  %   %"& ' $!'(   "&  %""& ("(' "&&(" ' " ) ( !!)!&
$!'(  ) %" % "$!'( '$((" %"& ) "+
Para penegak hokum sangat penting menggunakan sosiologi hokum khususnya di pengadilan.
Karena penegak hokum mempunyai tugas yaitu mendapatkan kebenaran. Oleh karena itu,
kebenaran yang di capai dalam pengadilan harus kebenaran sosiologi hokum, yaitu kesesuaian
antara fakta empiris dengan teori yang dijadikan dasar untuk melihat kebenaran. Dengan
demikian akan tercapainya manfaat hokum yaitu keadilan bagi masyarakat.


"& % % ( "%(" "&,(" "& " ') )( % ) ' " -  #'#+

Menurut Soerjono Soekanto, factor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penegakan hukum


adalah sebagai berikut :

1.| Paktor hukumnya sendiri;


j.| Paktor penegak hukum;
3.| Paktor sarana dan fasilitas;
4.| Paktor kesadaran masyarakat; dan
5.| Paktor budaya hukum.

Dari berbagai factor tersebut diatas terlihat bahwa factor hukum (undang-undang) dan factor
penegak hukum merupakan dua di antara lima factor yang sangat menentukan efektifitas suatu
hukum. Karena itu, membuat suatu aturan hukum sama pentingya dan mungkin juga sama
susahnya dengan menegakan aturan tersebut karena di pengaruhi oleh banyak factor.


"& % $ '  )  ") ' "%'   ) ( (  $  " "&%)(
"&& )*(  $('(    '  "&* "&'( "+

Dengan system hukum Eropa Kontinental yang yang di anut Ýangsa Indonesia, maka peraturan
hukum tersebut harus terlebih dahulu ada dari suatu perbuatan tersebut. Hal ini dalam jaman
sekarang yang serba maju menyebabkan banyak perbuatan yang dilakukan tetapi tidak adanya
hukum yang mengatur. Dalam hal ini hakim harus menemukan hukum dari masyarakat.

Salah satu kewajiban yang diamanahkan oleh undang-undang ke pundak hakim adalah
kewajiban hakim untuk menggali hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam hal ini, peran
yang dimainkan oleh disiplin sosiologi hukum sangat besar. Tentunya hakim tidak sekadar
menggali, tetapi juga ikutanya adalah menerapkan dalam putusanya terdahap kewajiban hakim
untuk menggali hukum yang hidup dalam masyarakat . Undang-Undang tentang kekuasaan
kehakiman menentukan bahwa :dzhakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakatdz.

Dengan demikian, memang jelas ada kewajiban hakim untuk mengetahui dan mendalami
kesadaran hukum dari masyarakat sehingga dapat pula mengetahui hukum yang hidup di
dalamnya. Khususnya dalam bidang hukum pidana, unsure keyakinan hakim yang juga di
persyaratkan oleh undang-undang dapat dijadikan wadah yang saling menyambung dengan
unsure kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat untuk diimplementasikan ke dalam
suatu putusan hakim.

Dengan begitu, adalah tidak pantas jika kita masih mendudukan hakim di menara gading (ivory
tower) yang mempunyai sekat yang tebal dengan masyarakatnya. Di samping itu, ungkapan
hakim hanya sebagai corong undang-undang juga tidak sepantasnya diberlakukan secara
mutlak.

Akan tetapi, undang-undang juga menentukan bahwa kedudukan hakim adalah independen,
dalam arti bebas dari pengaruh siapaun. Dalam hal ini, pasal j4 Undang-Undang Dasar 1945
(amandement ke 3) menentukan bahwa :

DzKekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan


peradilandz.

Dari ketentuan tersebut, terlihat dengan jelas bahwa memang benar profesi hakim merupakan
profesi yang independen. Akan tetapi, independen dalam hal ini tidak berarti hakim harus
selamanya menyendiri di tempat sunyi. Jika dia selalu menyepi, bagaomana dia dapat menggali
dan mengetahui hukum yang hidup dalam masyarakat.

You might also like