You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

Buta kortikal adalah kehilangan penglihatan dikarenakan adanya disfungsi bilateral dari
korteks visual di oksipital (V1). Buta kortikal juga selalu digunakan untuk indikasi keparahan
dari gangguan visual yang dikarenakan disfungsi bilateral jaras genikulokalkarina.
Sebenarnya penggunaan istilah buta serebral lebih tepat karena lesi tidak selalu pada korteks.
diperkenalkan istilah ganguan visual korteks (cortical visual impairment) untuk anak-anak
untuk menghindari kesan negatif dari prognosis yang buruk dari buta kortikal (Lam, 2009).
Namun pada beberapa artikel, penggunaan istilah gangguan visual kortikal dan buta kortikal
dianggap sama. Walaupun pada pembahasan gangguan visual kortikal lebih ditekankan pada
anak-anak sedangkan buta kortikal digunakan pada orang dewasa.

Untuk angka kejadian buta kortikal pada orang dewasa, belum ada jumlah yang pasti. Namun
untuk anak-anak sudah banyak penelitian yang dilakukan sehubungan gangguan visual
kortikal atau buta kortikal. Buta kortikal adalah penyebab utama gangguan penglihatan
bilateral pada anak-anak di negara-negara barat. Insidennya pada anak-anak telah meningkat.
Ini mencerminkan metode yang lebih baik untuk mengidentifikasi buta akibat lesi pada
susunan saraf pusat. Penyakit ini tidak membahayakan kehidupan. Dari penelitian di lima
negara-negara Nordik, Rosenberg tercatat bahwa jumlah kerusakan otak untuk semakin
banyak kasus anak tunanetra. Dalam studi lain dari Liverpool, Rogers menemukan bahwa
gangguan visual kortikal adalah penyebab paling umum penurunan visual pada anak dengan
gangguan saraf asosiasi (49% dari populasi penelitian). The Oxford Register of Early
Childhood Impairments melaporkan kejadian secara keseluruhan gangguan penglihatan
bilateral sebesar 0,14%, dengan 29,5% dari kasus disebabkan gangguan visual kortikal dan
14,1% karena nystagmus: penyebab utama kedua penurunan populasi penelitian ini. Di
California Utara, gangguan visual juga ditemukan menjadi penyebab utama gangguan
penglihatan pada anak-anak di bawah umur 5 tahun.
BAB II
BUTA KORTIKAL

2.1 Definisi
Buta kortikal adalah gangguan penglihatan yang sementara atau menetap dikarenakan adanya
gangguan jaras visual posterior dan atau kerusakan di lobus oksipital di otak. Selain itu, dari
literatur yang berbeda, buta kortikal adalah tipe kebutaan yang terjadi akibat masalah di otak.
Kondisi ini tercipta karena menurunnya fungsi penglihatan akibat gangguan fungsi korteks.
Orang yang mempunyai mata yang berfungsi normal dan baik, bisa saja mengalami buta
kortikal.

Buta kortikal adalah kehilangan penglihatan dikarenakan adanya disfungsi bilateral dari
korteks visual di oksipital (V1). Buta kortikal juga selalu digunakan untuk indikasi
keparahan dari gangguan visual yang dikarenakan disfungsi bilateral jaras
genikulokalkarina. Sebenarnya penggunaan istilah buta serebral lebih tepat karena lesi tidak
selalu pada korteks. Sebagai tambahan, derajat dari gangguan visual pada buta kortikal
sangat bervariasi dan jarang buta total, sehingga diperkenalkan istilah ganguan visual
korteks (cortical visual impairment) untuk anak-anak untuk menghindari kesan negatif dari
prognosis yang buruk dari buta kortikal (Lam, 2009). Namun pada beberapa artikel,
penggunaan istilah gangguan visual kortikal dan buta kortikal dianggap sama. Walaupun
pada pembahasan gangguan visual kortikal lebih ditekankan pada anak-anak sedangkan
buta kortikal digunakan pada orang dewasa.

2.2 Etiologi
Penyebab tersering adalah oklusi kedua arteri serebral posterior dengan infark oksipital
medial yang bilateral (Cummings, 2002). Buta kortikal sementara jarang tapi tetap tercatat
sebagai komplikasi dari angiografi koroner dengan mekanisme yang belum dimengerti
(Fazel, 2009). Selain itu didapati juga penyebabnya adalah oklusi arteri basilaris (Melamed,
1974).

Dari suatu web, dituliskan juga penyebab dari buta kortikal yang pada dasarnya juga akan
membuat lesi di korteks penglihatan yakni:
• Ensefalopati hipoksik atau iskemik
• Creutzfeld-Jakob disease
• Progressive multifocal leukoencephalopathy
• Bilateral infiltrating tumours, contoh: glioma

Dalam sebuah buku, buta kortikal bisa dikarenakan perdarahan serebral, tumor, infark pada
vena, cardiopulmonary arrest, emboli udara dan lemak, herniasi uncus, dan demielinisasi
(Milner, 2006).

Untuk buta kortikal sementara, penyebabnya bisa dari iskemik, cerebral atau coronary
arteriography, obat-obatan (siklosporin), trauma kapitis, kejang, migraine, myelografi
(Devinsky).

2.3 Klasifikasi
Adapun pembagian buta kortikal yaitu buta kortikal total dan buta kortikal parsial. Pada buta
kortikal proses visual masih lebih bagus dari buta kortikal total. Lapangan pandang dan
ketajaman penglihatan bisa saja normal tapi terjadi gangguan pada korteks asosiasi berakibat
ketidakmampuan melihat objek secara normal.

2.4 Patogenesis
Terlebih dahulu akan dibahas sistem visual bagaimana seseorang dapat melihat dengan
normal. Sistem ini terdiri dari retina, N.optikus (N.II), khiasma optikus, traktus optikus,
korpus genikulatum lateral (CGL) radiatio genikulo-kalkarina, korteks kalkarina primer,
korteks asosiasi dan lintasan antar hemisfer. Cahaya yang tiba di retina diterima oleh sel
batang dan sel kerucut sebagai gelombang cahaya. Gelombang mencetuskan impuls yang
dihantarkan oleh serabut-serabut sel di striatum optikum ke otak. Jika cahaya berproyeksi
pada makula, gambaran yang dilihat adalah tajam.

Proyeksi cahaya di luar makula menghasilkan penglihatan yang kabur. Proyeksi sesuatu
benda yang terlihat oleh kedua mata terletak pada tempat kedua makula secara setangkup,
apabila proyeksi itu tidak menduduki tempat yang bersifat setangkup, maka akan terlihat
gambaran penglihatan yang kembar (diplopia). Nervus optikus memasuki ruang intrakranium
melalui foramen optikum. Di daerah tuber sinerium (tangkai hipofise) nervus optikus kiri dan
kanan tergabung menjadi satu berkas untuk kemudian berpisah lagi dan melanjutkan lagi
perjalanannya ke korpus genikulatum laterale dan kolikulus superior. Tempat kedua nervi
optisi bergabung menjadi satu berkas dinamakan khiasma. Di situ serabut-serabut nervus
optikus yang menghantarkan impuls visuil dari belahan temporal dari retina tetap pada sisi
yang sama.

Setelah mengadakan pergabungan tersebut nervus optikus melanjutkan perjalanannya sebagai


traktus optikus. Julukan yang berbeda untuk serabut - serabut nervus optikus dari kedua belah
sisi itu berdasarkan karena nervus optikus adalah berkas saraf optikus (sebelum khiasma)
yang terdiri dari seluruh serabut optikus yang berasal dari retina mata kiri atau kanan,
sedangkan traktus optikus ialah berkas serabut optikus yang sebagian berasal dari belahan
nasal retina sisi kontralateral dan sebagian dari belahan temporal retina sisi homolateral.

Serabut–serabut optik yang bersinaps di korpus genikulatum laterale merupakan jaras visual,
sedangkan yang menuju ke kolikulus superior menghantar impuls visual membangkitkan
refleks optosomatik. Setelah bersinaps di korpus genikulatum laterale, penghantaran impuls
visual selanjutnya dilaksanakan oleh serabut –serabut genikulo kalkarina, yaitu juluran
ganglion yang menyusun korpus genikulatum laterale yang menuju ke korteks kalkarina.
Korteks kalkarina ialah korteks perseptif visual primer (area 17). Setibanya impuls visual di
situ terwujudlah suatu sensasi visual sederhana. Dengan perantaraan korteks area 18 dan 19
sensasi visual itu mendapat bentuk dan arti, yakni suatu penglihatan.

Untuk impuls yang menuju kolikulus superior akan diteruskan ke kompleks inti pre tektal.
Neuron interkalasi menghubungkan kompleks inti pretekral dengan inti Edinger Westphal,
neuron inter kalasi ini ada yang menyilang dan ada yang tidak menyilang. Neuron eferent
parasimpatik, berjalan bersama N III, mengikuti divisi interior, lalu mengikuti cabang untuk
m.obiliquus inferior dan akhirnya mencapai ganglion ciliare, setelah bersinap disini, serabut
post ganglioner (n.ciliaris brevis) menuju m.sfingter pupillae (Japardi).

Secara sederhana, proses visualisasi dapat dilihat dari gambar dibawah ini (Milner, 2006).
Sehingga jika terjadi lesi di korteks, refleks pupil terhadap cahay masih ada karena refleks
pupil diatur oleh hubungan nervus optikus yang pergi ke kolikulus superior untuk diteruskan
ke kompleks inti pre tektal tanpa menyinggahi bagian korteks. Namun secara otomatis, tidak
terwujud sensasi visual dan penglihatan. Pada tes opto-kinetik-nystagmus, tidak akan
dijumpai karena dimana fase lambatnya di kontrol oleh daerah perieto-oksipital dan fase
cepatnya di kontrol oleh lobus frontal ipsilateral.

2.5 Tanda dan Manifestasi Klinis


Dari patogenesis di atas dapat disimpulkan tanda dan manifestasi klinis dari buta kortikal
adalah:
a) Kehilangan ketajaman visual
b) Respon pupil masih ada
c) Presepsi visual hampir tidak ada
d) Optokinetik nistagmus tidak ditemui
e) Tidak adanya atrofi atau edema papil (funduskopi normal) (Cummings, 2002).
Agak sedikit berbeda dari buta kortikal parsial, dimana gejala klinis yang timbul adalah:
a) motion blindness
b) achromatopsia
c) agnosia
d) visuospatial disorientation atau Balint's syndrome

Perjalanan untuk menjadi buta kortikal ini bisa perlahan-lahan, bisa juga secara akut. Untuk
perlahan-lahan contohnya pada orang stroke unilateral pada lobus oksipital mungkin akan
berkembang pengurangan presepsi visual secara kontralateral dan menjadi buta kortikal
dalam 3-4 tahun. Perkembangan ini berhubungan dengan umur yang lebih tua, riwayat
keluarga mengenai penyakit vaskular, penyakit jantung, merokok, diabetes melitus, perluasan
infark sampai ke area sylvian dan tanpa adanya kemajuan penglihatan setelah stroke yang
sesisi (Lam, 2009). Jika terjadi secara mendadak bisa dikarenakan oklusi arteri serebral
posterior (Devinsky). Sangat sering terjadi pada buta kortikal penglihatan imajinasi dan
penglihatan seperti mimpi.

Oklusi arteri serebral posterior bilateral atau oklusi bagian rostral a.basilaris menimbulkan
buta kortikal dengan denial of blindness (sindroma Anton) dimana penglihatan, dan persepsi
cahaya tetapi refleks cahaya normal, tetapi seringkali masih tersisa sedikit sekali penglihatan
terutama untuk obyek yang dikenalnya (Toll, 1984), penderita buta tetapi menyangkal
kebutaannya,melaporkan pengalaman-pengalaman visual, bertindak tanduk seperti
penglihatannya normal afasia amnestik, gangguan memori baru yang berat, konfabulasi dan
deteriorisasi intelektual. Bila areal 18 dan 19 (psychic visual area) juga rusak, maka timbul
agnosia visual (tidak mampu mengenal/memberi nama pada obyek yang dilihat tetapi masih
dapat mengenalnya dengan perabaan, penciuman atau didengarkan suaranya) prosopagnosia,
halusinasi visual yang berbentuk, polinopsia (masih melihat bayangan/wajah setelah
objeknya menghilang), allthesia (bayangan visual ditransposisikan dari lapang pandang satu
sisi ke sisi lain), central dazzle (intoleransi terhadap cahaya tanpa rasa nyeri) (Japardi).

2.6 Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan bantuan gambaran CT-Scan atau MRI. Dari
anamnesa ditemui penurunan ketajaman visual bisa secara tiba-tiba maupun perlahan.
Penurunan ketajaman visual terjadi pada ke dua mata. Tingkat penurunan bervariasi. Dari
pemeriksaan funduskopi, tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan refleks pupil, masih
dijumpai seperti orang normal. Optokinetik nistagmus tidak dijumpai lagi. Pada gambaran
CT-Scan atau MRI baru dijumpai kelainan atau lesi pada korteks oksipital.
2.7 Diagnosa Banding
Adapun diagnosa banding untuk buta kortikal adalah adanya lesi di jaras visual bagian lebih
awal, visual agnosia, histeria (Duke). Untuk membedakan apakah kerusakan di jaras visual
lebih awal bisa dari hasil pemeriksaan funduskopi atau ada tidaknya reaksi pupil atau
optokinetik nystagmus. Jika refleks pupil tidak ada yang disertai penurunan ketajaman
penglihatan, maka lesi berada di jaras awal dari retina sampai ke daerah tuber sinerium
(tangkai hipofise). Perlu diingat, pada buta kortikal hasil pemeriksaan funduskopi dalam
batas normal. Hati-hati dalam membedakan buta kortikal dengan histeria. Pada histeria,
dijumpai pura-pura buta yang bertujuan menarik perhatian. Namun perbedaan paling utama
adalah tidak adanya lesi pada korteks yang nampak dari hasil CT Scan atau MRI.

2.8 Pengobatan
Pengobatan pada buta kortikal adalah menghilangkan etiologi dari buta kortikal. Sedangkan
untuk pengobatan khusus untuk keadaan buta kortikal tidak ada. Jika penyebabnya adalah
stroke, maka dilakukan pengobatan untuk stroke. Sehingga jika strokenya teratasi, maka
keadaan buta kortikal juga akan terperbaiki.

2.9 Prognosis
Pada penelitian Aldrich, ditemui prognosis terbaik dijumpai pada pasien dibawah 40 tahun,
tanpa riwayat hipertensi atau diabetes melitus dan tanpa adanya hubungan dengan gangguan
memori, bahasa, dan kognitif. Dari penelitian tersebut disimpulkan prognosis buruk dijumpai
pada buta kortikal akibat stroke dan bila adanya abnormalitas biooksipital pada pemeriksaan
CT-Scan (Aldrich, 1987).
BAB III
KESIMPULAN

Buta kortikal adalah kehilangan penglihatan dikarenakan adanya disfungsi bilateral dari
korteks visual di oksipital (V1). Penggunaan istilah buta kortikal dengan gangguan visual
kortikal sering disamakan namun beberapa ada juga yang membedakan. Istilah buta kortikal
lebih ditujukan ke orang dewasa, sedangkan gangguan visual kortikal lebih ditekankan pada
pasien anak-anak. Adapun etiologi dari buta kortikal adalah tumor, infark pada vena,
cardiopulmonary arrest, emboli udara dan lemak, herniasi uncus, dan demielinisasi. Untuk
buta kortikal sementara, penyebabnya bisa dari iskemik, cerebral atau coronary
arteriography, obat-obatan (siklosporin), trauma kapitis, kejang, migraine, myelografi. Buta
kortikal dapat terjadi tiba-tiba maupun perlahan tergantung pada etiologi.

Derajat penurunan ketajaman visual bervariasi. Refleks pupil yang masih ada dikarenakan
diatur oleh hubungan nervus optikus yang pergi ke kolikulus superior untuk diteruskan ke
kompleks inti pre tektal tanpa menyinggahi bagian korteks. Pada tes opto-kinetik-nystagmus,
tidak akan dijumpai karena dimana fase lambatnya di kontrol oleh daerah perieto-oksipital
dan fase cepatnya di kontrol oleh lobus frontal ipsilateral. Karena kerusakan terjadi di
korteks, maka tidak ditemui kelainan pada funduskopi.

Diagnosa ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan penunjang berupa CT Scan atau MRI
yang memperlihatkan lesi di korteks oksipitalis. Adapun diagnosa banding buta kortikal
adalah lesi di jaras visual lebih awal, histeria, dan visual agnosia. Pengobatan pada buta
kortikal tergantung pada penyakit yang mendasarinya.

Pada penelitian Aldrich, ditemui prognosis terbaik dijumpai pada pasien dibawah 40 tahun,
tanpa riwayat hipertensi atau diabetes melitus dan tanpa adanya hubungan dengan gangguan
memori, bahasa, dan kognitif. Dari penelitian tersebut disimpulkan prognosis buruk dijumpai
pada buta kortikal akibat stroke dan bila adanya abnormalitas biooksipital pada pemeriksaan
CT-Scan.
DAFTAR PUSTAKA

Aldrich, Michael S., Alessi, Anthony G., Beck, Roy W. dan Sid Gilman. Cortical blindness:
Etiology, Diagnosis, and Prognosis. Annals of Neurology 21(2): 149-158. Available at:
http://deepblue.lib.umich.edu/handle/2027.42/50318 [Accessed 27 Maret 2010]

Fazel, Farhad dan Ali Abdalvand. Transien Cortical Blindness: A Ust Know Complication of
Coronary Angiography: A Case Report. ARYA Atherosclerosis Journal. 2009. 49-50
Available at:
http://crc.mui.ac.ir/arya/arya/sounds/1691/1691_0.pdf [Accessed 27 Maret 2010]

Cummings, Jeffrey L. dan Michael R. Trimble. Neuropsychiatry and Behavioral Neurology


Second Edition. American Psychiatry Publishing. 2002. 110. Available at:
http://books.google.co.id/books?
id=oJy8MlIicxEC&pg=PA110&dq=cortical+blindness&cd=1#v=onepage&q=corti
cal%20blindness&f=false [Accessed 27 Maret 2010]

Devinsky, Orrin dan Mark D’esposito. Neurology of Cognitive and Behavioral Disorder. 133.
Available at: http://books.google.co.id/books?
id=eCXgtVIsUYkC&pg=PA133&dq=cortical+blindness&lr=&cd=14#v=onepage&q=ortical
blindness&f=false [ Accessed 4 April 2010]

Elder, Stewart Duke. Text-book of Ophthalmology: The neurology of vision, motor and
optical anomalies. 3642

Japardi, Iskandar. Kelainan Neurooptalmologi Pada Pasien Stroke. FK USU. Available at:
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi16.pdf [Accessed 4 April
2010]

Lam, Byron L.Cortical Blindness. 2009. Available at:


http://www.medlink.com/medlinkcontent.asp [ Accessed 8 april 2010]
Melamed, E., Abraham F.A., dan S. Lavy. Cortical Blindness as a Manifestation of Basilar
Artery Occlusion. Europan Neurology, Vol.11. Kargel. Yerussalem. 22-29. Available at:
http://content.karger.com/ProdukteDB/produkte.asp?Doi=114302 [Accessed 4 April 2010]

Milner, A. David dan Melvyn A. Goodale. The Visual Brain in Action.Oxford University
Press. New York. 2006. 69-75. Available at:
http://books.google.co.id/books?
id=8JpDxvVaghEC&pg=PA67&dq=cortical+blindness&lr=&cd=11#v=onepage&q=cortical
%20blindness&f=false [Accessed 4 April 2010]

http://www.gpnotebook.co.uk/simplepage.cfm?ID=1167720514&linkID=10990&cook=no
[Accessed 4 April 2010]

You might also like