You are on page 1of 7

“TINJAUAN BUKU”

Karya tulis ini dipersembahkan untuk memenuhi tugas:


Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Dra. Arbaiyyah, M.Fil.I

Oleh:
Maziyyatul Muslimah D02208078

PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH
IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2010
FILSAFAT PENDIDIKAN
SUATU TINJAUAN

Ilmu Pendidikan atau paedagogik, adalah ilmu yang membicarakan


masalah-masalah pendidikan secara umum, menyeluruh, dan abstrak. Paedagogik
mengandung jiwa yang teoretis dan praktis. Teoretis mengutarakan hal-hal yang
normatif, sedangkan yang praktis menunjukkan bagaimana pendidikan itu harus
dilaksanakan.
Paedagogik sebagai ilmu pokok dari pendidikan, memerlukan
landasan filsafat atau setidak-tidaknya hubungan dengan filsafat agar dapat berdiri
tegak. Dikatakan landasan bila filsafat melahirkan pemikiran-pemikiran yang
teoretis mengenai pendidikan yang memerlukan iluminasi dan bantuan
penyelesaian dari filsafat.
Atas dasar keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa filsafat
pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang
diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan masalah-masalah pendidikan.
Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam menyusun sistem filsafat
pendidikan:
1. Bersendikan ajaran filsafat atau aliran filsafat tertentu.
2. Pendidikan dan problema yang bersifat filosofis agar dijawab dan
diselesaikan dengan analisa filosofis.
Untuk pendekatan yang kedua pendidikan perlu dilihat sebagai
proses, dan agar tinjauan dapat dinamis perlu dikembangkan kriterianya.
Aspek-aspek utama dari kriteria ini dapat dianalisa untuk menjabarkan sendi
pendidikan. Atas dasar ini dapat dikembangkan konsep-konsep menurut
filsafat pendidikan.
Menurut filsafat pendidikan, ada tiga konsep brpikir yang
dapat dikembangkan, progresivisme, esensialisme, dan parenialisme, yang
masing-masing mengutarakan pentingnya kecerdasan bagi perkembangan
pribadi seseorang dan pendidikan.
Bagi progresivisme, pikiran dan kecerdasan manusia
dipandang memiliki tempat yang sentral dalam pendidikan, karena
mempunyai peranan sebagai penentu agar subyek mampu menghayati dan
menjalankan program. Pikiran dan kecerdasan adalah motor penggerak dan
penentu arah kemajuan.
Bagi esensialisme, unsur-unsur yang hakiki (esensial) dari
peradaban dan kebudayaan yang sudah teruji oleh sejarah adalah materi
utama yang memantapkan pikiran dan kecerdasan seseorang beserta
kemungikinan perkembangan lebih lanjut. Jika materi-materi semacam ini
dikuasai seseorang maka seseorang tersebut akan memiliki pikiran dan
kecerdasan yang berkembang.
Sedangkan menurut parenialisme, penguasaan pengetahuan
mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk
mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu
memiliki peranan yang sedemikian rupa karena telah memiliki evidensi diri
sendiri.
Kecerdasan memiliki kedudukan sentral dalam pendidikan.
Sifat utama kecerdasan adalah kemampuan membentuk paham dan
mengadakan penyelesaian problem dengan tepat. Lain daripada itu,
kemampuan berpikir konsepsiil adalah faktor intrinsik pada kecerdasan.
Kecerdasan dikembangkan oleh pengalaman langsung dan
pengalaman tidak langsung yang masing-masing dinilai berbeda oleh
progresivisme dan parenialisme. Tetapi tidak semua peningkatan dapat
dicapai dengan pengalaman langsung. Hal ini disebabkan oleh adanya
kemampuan untuk menggunakan simbol dan berpikir. Oleh karenanya,
pengalaman tidak langsung memiliki peran yang tak kalah penting.
Istilah mencipta tidak dapat digunakan dalam hubungan
dengan kecerdasan. Yang dapat mencipta hanyalah Tuhan Yang Maha Esa,
sedangkan manusia hanya menemukan hal-hal yang sebenarnya. Dengan
kecerdasan yang tinggi, kemampuan manusia untuk menemukan dapat
ditingkatkan. Untuk ini pendidikan memiliki peranan penting.
Pendidikan watak adalah mengenai kebajikan. Penanaman
kebajikan guna pembentukan watak perlu disadari oleh pengetahuan, latihan-
latihan, dan tumbuhnya kehendak yang selalu serasi dengan tujuan dalam
suasana bebas. Dengan cara ini seseorang akan merasa mudah untuk
menjalankan apa yang seharusnya dilakukan.
Watak memiliki pengertian dasar dalam arti psikologis dan
etis. Pengertian dalam paedagogis sejalan dengan pengertian etis, karena
menekankan pada segi moral. Ini berarti, berwatak adalah berprinsip dalam
arti moral.
Pendidikan watak tidak terlepas pada keagamaan. Dapat
dijelaskan karena moralitas itu imanen (berada dalam pengalaman) dan
karena aku (yang lebih tinggi dari eksistensi fisisnya) itu imanen pula, maka
moralitas keagamaan tentu imanen. Moralitas keagamaan adalah ciri khas
hidup bangsa Indonesia.
Disiplin berasal dari kata disco-didici, yang berarti belajar.
Disiplin adalah alat pendidikan yang berupa suasana agar pendidikan selalu
tertuju pada kebaikan. Tetapi, disiplin tidak dapat disinonimkan dengan
paksaan atau hukuman.
Menerapkan disiplin yang wajar berarti memberikan
kesempatan belajar yang baik kepada anak didik. Dengan cara ini anak didik
dapat menghayati nilai-nilai yang baik secara batiniah (internal), dan bukan
berupa pada hal-hal yang berada diluar dirinya (external).
Alat pendidikan lain yang penting artinya adalah bekerja dan
bermain. Dua jenis kegiatan manusia ini dapat meningkatkan kesungguhan
bekerja. Bekerja perlu diselingi dengan kesenggangan supaya tidak timbul
monotomi dan penurunan prestasi. Kesenggangan ini ada pada bermain.
Tetapi, bermain yang memiliki kualitas kesungguhan pula.
Oleh karena sifat-sifat yang diutarakan di atas, bekerja dan
bermain menjadi penting bagi pendidikan. Karena keduanya dapat
meningkatkan taraf pendidikan.
Demi kemajuan dan perkembangan pendidikan, seseorang
harus berani menghadapi perubahan. Terutama mengenai proses pendidikan.
Dalam mempertimbangkan dan melaksanakan perubahan perlu
bersendikan kebijaksanaan. Terutama dalam mempertimbangkan bagian-
bagian mana yang perlu tetap sama, sebab ada hal-hal dalam pendidikan yang
tetap memenuhi tuntutan fundamental jaman. Misalnya, tujuan pendidikan
pada taraf yang ideal atau nasional, biasanya merupakan jangka panjang.
Tidak mudah mengubahnya, kecuali dengan strategi atau cara untuk
mencapainya. Sehubungan dengan itu, perubahan-perubahan dapat
mempermudah tercapainya tujuan pendidikan.
Bila dibandingkan satu sama lain antara progresivisme,
esensialisme, dan parenialisme, progresivisme-lah yang paling banyak
mengemukakan istilah-istilah yang menjangkau arah depan. Istilah-istilah itu
antara lain seperti: pendidikan hendaknya lebih melihat ke depan daripada ke
belakang, kemudian hendaknya pendidikan itu kreatif dan dinamik,
sedangkan kurikulum hendaknya bersifat eksperimental dan mengandung
fleksibilitas. Tentulah, esensialisme memiliki pula istilah-istilah yang sama
atau serupa. Tetapi karena corak metafisika dan epistemologi dari masing-
masing itu, istilah-istilah tersebut mengandung pengertian-pengertian yang
abstrak.
Pandangan progresivisme memberi tempat sedemikian khusus
pada anak, mendorong ke arah pembicaraan tentang pendidikan yang terpusat
pada anak. Yang tidak boleh terlepas dari fokus pemikiran ini adalah bahwa
proses pendidikan dan pengajaran itu selain berlangsung dalam kaitan waktu
dan tempat, juga memiliki setidaknya tiga komponen yang saling
mengadakan interaksi bersama, yaitu pendidik, anak didik, dan materi.
Dengan mengingat adanya komponen yang saling mengadakan
interaksi tersebut, kebebasan anak didik dalam menjadi subyek proses
pendidikan dan pengajaran memiliki makna tersendiri. Perlu diingat tentang
prinsip eksistensialisme, bahwa manusia itu tetap berada pada dirinya sendiri,
dimanapun dan kapanpun, dengan mengalami kebebasan dan keterikatan
bersama-sama.
Untuk memenuhi hal-hal tersebut di atas, setidaknya kaidah-
kaidah dasar disiplin harus dikenal oleh para siswa. Itupun belum sampai
pada jaminan berkembangnya kreativitas pada disiplin mental ini. Kreativitas
memiliki arti tersendiri, yang lebih dari hanya berproses (berkembang)
menurut ketentuan-ketentuan yang sudah ada. Kreativitas dapat berarti
memodifisir atau menambah ketentuan-ketentuan itu dengan yang baru.
Ada beberapa jenis belajar sederhana yang diharapkan dapat
memberikan dasar meningkatnya kecerdasan. Misalnya Trial and Error.
Adalah suatu pengalaman belajar yang diawali dengan mencoba dan keliru
yang akhirnya benar. Merupakan salah satu kegiatan yang dapat melatih
individu mengawali belajar yang hasilnya produktif. Karena belajar yang
demikian ini masih jauh dari pembentukan faham (insight) tentang sesuatu,
maka tidak perlu terlalu sering dilaksanakan.
Drill. Adalah cara belajar yang mekanis, dilaksanakan dalam
bentuk hafalan dan kebiasaan untuk hal-hal yang perlu dikuasainya. Drill
memang tidak secara langsung menumbuhkan pemahaman (insight) tentang
sesuatu. Namun, proses ini akan menumbuhkan landasan timbulnya
pemahaman yang membantu tumbuhnya proses asosiasi.
Jenis-jenis belajar di atas belum dikatakan sebagai proses
pengembangan kreativitas. Karena belum adanya sesuatu yang lebih atau baru
dibandingkan dengan yang telah ada.
Agar kreativitas itu dapat dikembangkan, selain individu yang
bersangkutan dapat mengingat hal-hal yang telah dimilikinya, individu
tersebut perlu mengembangkan imajinasi, yang berperan untuk mengadakan
antipasi hal-hal yang akan datang atau yang baru. Ingatan dan imajinasi akan
bertemu pada satu titik. Jadi, semuanya itu merupakan bagian dari proses
perkembangan individu yang bersangkutan. Dengan mengingat bahwa
keseimbangan itu selalu menjadi landasan bagi pendidikan, maka sifat-sifat
aktif dan dinamik pada seseorang haruslah seimbang dengan keadaan fisik
dan akal-budi-mental.
Seseorang akan mengalami proses belajar bila terjadi kegiatan-
kegiatan spontan yang dilakukan seseorang menuju kepada suatu penemuan
(Discovery Learning). Menemukan sesuatu adalah mengenal, menghayati,
atau memahami. Dengan kata lain, menemukan adalah menghasilkan sesuatu
yang memperkaya pembendaharaan pengetahuan dan ilmu.
Adanya satu atau kombinasi beberapa metode yang diterapkan
dalam proses pendidikan dan pengajaran akan dianggap memadai asal serasi
dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan itu adalah mengembangkan
kemampuan kecerdasan dalam penalaran, yang dalam bentuknya dapat
berwujud sebagai pemahaman, menetapkan alternatif, hafalan yang
fungsional, dan imajinatif. Dengan pegangan pada tujuan ini, anak didik dapat
terhindarkan dari kemungkinan menjadi penghafal dan kebiasaan belajar yang
mekanik.
Alasan-alasan di atas membawa ke kesimpulan bahwa perlu
adanya tinjauan filosofis, agar proses pendidikan mempunyai arti yang jelas.
Cabang-cabang filsafat mendasari berbagai pemikiran mengenai pendidikan.
Misalnya metafisika, karena tujuannya yang dalam mengenai hal-hal dibalik
dunia fisik, memberikan dasar-dasar pemikiran cita-cita pendidikan.
Epistemologi, memberikan landasan pemikiran mengenai kurikulum.
Aksiologi, mengenai masalah nilai dan kesusilaan. Sedangkan Logika
memberi landasan pikiran mengenai pengembanngan pendidikan kecerdasan.
Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan ini
sudah barang tentu merupakan sumbangan utama bagi pembinaan
paedagogik. Teori-teori yang tersusun karenanya dapat disebut pendidikan
yang berlandaskan filsafat.

You might also like