Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada
masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan,
tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran
kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan
pelayanan kesehatan, dan kemudahan - kemudahan lainnya yang tersedia pada
jaman modern. Pemerintah Indonesia yang berorientasi mengembangkan Indonesia
menjadi negara maju dan mapan dari segi ekonomi tentu menganggap kemiskinan
adalah masalah mutlak yang harus segera diselesaikan disamping masalah lain yaitu
ketimpangan pendapatan, strukturisasi pemerintahan, inflasi, defisit anggaran dan lain
lain.
Sensus penduduk yang baru akan berlangsung di bulan Mei 2010 diduga akan
mengalami peningkatan drastis. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan
mencapai 231 juta jiwa atau naik 25 juta penduduk dibandingkan dengan sensus
penduduk terakhir tahun 2000 yang mencatat adanya 206 juta penduduk Indonesia
(BPS, 2000). Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia juga mengalami fluktuasi
diantara tahun 1996-2009. Dari data pertumbuhan penduduk bisa didapatkan jumlah
penduduk miskin baik di kota maupun di desa. Kemiskinan penduduk dapat dianalisis
melalui tingkat angkatan kerja, tingkat penduduk yang bekerja dan tingkat penduduk
yang menganggur.
1|Kemiskinan
ketiga masalah tersebut sebagai beberapa faktor – faktor pemicu kemiskinan yang
terjadi di Indonesia.
2|Kemiskinan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3|Kemiskinan
kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan
sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki
tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
Kemiskinan Absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan
sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuha dasar. Mereka hidup dibawah
tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau dibawah “garis kemiskinan
internasional”. Garis tersebut tidak mengenal tapal batas anatar negara, tidak
tergantung pada tingkat pendapatan per kapita di sutau negara ,dan juga
memperhitungkan perbedaan tingkat harga antar negara dengan mengukur penduduk
miskin sebagai orang yang hidup kurang dari Rp 10.000,- perhari. (Todaro, 2006)
Produsen barang primer : struktur produksinya terdiri dair bahan mentah dan
bahan makanan. Sebagian besar penduduknya bekerja disektor pertanian dan
sebagian besar penghasilan nasionalnya berasal dari sektor pertanian dan
produksi primer nonpertanian. Hanya sebagian kecil penduduknya yang
bekerja di sektor produksi sekunder dan sektor produksi tersier.
4|Kemiskinan
Masalah tekanan penduduk : ada tiga tekanan penduduk yaitu adanya
pengangguran di desa-desa karena luas tanah yang relative sedikit dibanding
penduduk yang tinggal disitu, kenaikan jumlah penduduk yang pesat karena
menurunnya tingkat kematian dan naiknya tingkat kelahiran, serta naiknya
tingkat beban ketergantungan yang kemudian akan menurunkan tingkat
konsumsi rata-rata.
Sumber-sumber alam belum banyak diolah : masih banyak sumber daya yang
belum diusahakan, artinya masih potensial sehingga belum menjadi sumber
yang riil karena kurangnya kapital, tenaga ahli dan wirausahawan.
Penduduk masih terbelakang : Kualitas penduduknya sebagai faktor produksi
(tenaga kerja) adalah rendah. Mereka masih merupakan faktor produksi yang
kurang efisien, kurang mobilitas dalam pekerjaan baik vertical maupun
horizontal. Mereka tidak mudah meninggalkan tempat kelahirannya.
Kekurangan kapital : adanya lingkaran yang tak berujung pangkal (vicious
circle) menyebabkan kekurangan capital. Kekurangan capital disebabkan
kurangnya investasi. Kurangnya investasi disebabkan rendahnya tingkat
tabungan yang merupakan akibat dari rendahnya penghasilan. Rendahnya
penghasilan akibat dari tingkat produktivitas yang rendah dari tenaga kerja,
sumber alam, tanah dan capital. Hal tersebut dikarenakan kurangnya
Orientasi ke perdagangan luar negeri : kebanyakan negara berkembang
mengekspor komoditi yang bersifat produksi primer dan hampir sama
seluruhnya. Disamping itu komoditi yang di ekspor bukan menunjukan
adanya surplus dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi lebih kepada
ketidakmampuan dalam mengolahnya menjadi barang yang lebih berguna.
(Irawan, 1999)
Dari keenam sifat ekonomis diatas, sangat mengambarkan keadaan ekonomi Indonesia
saat ini. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Indonesia adalah negara miskin
yang sedang berkembang.
Kemiskinan kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang
mengalami kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai
penyebab keadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya
5|Kemiskinan
beli masyarakat menurun atau rendah. Misalnya sebagaimana, sekarang terjadi di
Indonesia. Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap orang, terutama
kaum cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia
8|Kemiskinan
dibandingkan sektor–sektor lainnya. Sektor industry pengolahan diharapka dapat
menjadi pemimpin sepanjang sektor Repelita VI.
Ketimpangan pertumbuhan antarsektor, khususnya antara sektor pertanian dan
sektor industry pengolahan harus disikapi secara arif. Ketimpangan pertumbuhan
sektoral ini bukanlah ‘kecelakaan’ atau ekses pembangunan. Ketimpangan ini lebih
kepada suatu hal yang terencana dan memang disengaja terkait dengan tujuan
menjadikan Indonesia sebagai negara industry. Akan tetapi sampai sejauh manakah
ketimpangan ini apat ditolerir? Pemerintah perlu memikirkan kembali perihal
ketepatan keputusan menggunakan industrialisasi sebgai jalur pembangunan karena
akan sangat berdampak bagi pendapatan penduduk dan selanjutnya kemiskinan.
(Dumairy, 1996)
9|Kemiskinan
BAB III
PEMBAHASAN
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta
orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang
berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar
2,43 juta.
Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah
perkotaan. Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah
perdesaan berkurang 1,57 juta orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86
juta orang (Tabel 2).
Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2008-
Maret 2009 nampaknya berkaitan dengan faktor-faktor berikut:
a) Selama periode Maret 2008-Maret 2009 inflasi umum relatif stabil (Maret 2008
terhadap Maret 2009 sebesar 7,92 persen)
b) Rata-rata harga beras nasional (yang merupakan komoditi paling penting bagi
penduduk miskin) selama periode Maret 2008-Maret 2009 pertumbuhannya lebih
rendah (7,80) dari laju inflasi.
c) Rata-rata upah riil harian buruh tani (70 persen penduduk miskin perdesaan bekerja
di sektor pertanian) naik 13,22 persen dan selama Subround I (Januari-April 2008)
terjadi panen raya. Secara lebih jelas adalah:
c.1. Selama Subround I (Januari-April) 2009 terjadi panen raya. Produksi padi
Subround I 2009 mencapai 28,13 juta ton GKG, naik sekitar 0,05 persen dari
10 | K e m i s k i n a n
produksi padi Subround I 2008 yang sebesar 28,11 juta ton GKG (hasil Angka
Ramalan I 2009).
c.2. Selama periode 2009 produksi jagung mencapai 16,48 juta ton (Angka
Ramalan), meningkat 0,95 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 16,32
juta ton. Sementara produksi kedelai meningkat sebesar 9,5 persen dari 0,78
juta ton pada tahun 2008 menjadi 0,85 juta ton (Angka Ramalan) pada tahun
2009.
d) Pada umumnya penduduk miskin bekerja di subsektor pertanian tanaman pangan
dan perikanan (nelayan). NTP di kedua subsektor tersebut selama periode April
2008-Maret 2009 mengalami kenaikan yaitu naik sebesar 0,88 persen untuk
subsektor tanaman pangan dan naik sebesar 5,27 persen untuk subsektor perikanan
(nelayan). Di subsektor tanaman pangan indeks harga jual petani (It) naik sebesar
10,95 persen, sementara indeks harga beli petani (Ib) naik 9,98 persen. Di subsektor
perikanan indeks jual petani (It) naik sebesar 15,47 persen sementara indeks beli
petani (Ib) hanya naik sebesar 9,70 persen.
Tabel 1
11 | K e m i s k i n a n
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis
Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2008-
Maret 2009, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,65 persen, yaitu dari Rp182.636,- per
kapita per bulan pada Maret 2008 menjadi Rp200.262,- per kapita per bulan pada
Maret 2009. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri
dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan
(GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan
peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
Pada Bulan Maret 2008, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 74,07 persen, tetapi
pada Bulan Maret 2009, peranannya hanya turun sedikit menjadi 73,57 persen.
Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada Bulan Maret
2008, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan sebesar 28,06 persen
di perdesaan dan 38,97 persen di perkotaan. Selain beras, barang-barang kebutuhan
pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah gula
pasir (3,10 persen di perkotaan; 4,18 persen di perdesaan), telur (3,38 persen di
perkotaan; 2,43 persen di perdesaan), mie instan (3,39 persen di perkotaan; 2,82
persen di perdesaan), tempe (2,56 persen di perkotaan; 2,14 persen di perdesaan), dan
tahu (2,27 persen di perkotaan; 1,65 persen di perdesaan). Untuk komoditi bukan
makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis
Kemiskinan yaitu 5,28 persen di perdesaan dan 7,38 persen di perkotaan. Biaya
untuk listrik, angkutan dan minyak tanah mempunyai pengaruh yang cukup besar
untuk daerah perkotaan, yaitu masing-masing sebesar 3,07 persen, 2,72 persen dan
2,65 persen, sementara untuk daerah perdesaan pengaruhnya relatif kecil (kurang dari
2 persen). Pola yang serupa juga terlihat pada Bulan Maret 2009. Pengeluaran untuk
beras masih member sumbangan terbesar terhadap Garis Kemiskinan, yaitu 25,06
persen di perkotaan dan 34,67 persen di perdesaan. Beberapa barang-barang
kebutuhan pokok lainnya masih berpengaruh cukup besar terhadap Garis
Kemiskinan, seperti gula pasir (2,83 persen di perkotaan; 3,72 di perdesaan), telur
(3,61 persen di perkotaan; 2,68 di perdesaan), mie instan (3,21 persen di perkotaan;
2,70 di perdesaan), tempe (2,47 di perkotaan; 2,09 di perdesaan), dan tahu (2,24
persen di perkotaan; 1,60 persen di perdesaan). Sumbangan komoditi bukan makanan
12 | K e m i s k i n a n
di perdesaan lebih kecil dibanding di perkotaan. Sumbangan komoditi bukan
makanan terhadap Garis Kemiskinan terbesar adalah pengeluaran untuk rumah, yaitu
7,58 persen di perkotaan dan 5,73 persen di perdesaan. Pengeluaran listrik di
perkotaan memberi sumbangan lebih besar kepada Garis Kemiskinan yang mencapai
3,08 persen, sedangkan perdesaan hanya 1,81 persen. Sumbangan komoditi lain
terhadap Garis Kemiskinan adalah angkutan 2,85 persen di perkotaan dan 1,34
persen di perdesaan, dan minyak tanah menyumbang sebesar 1,73 persen di
perkotaan dan 0,70 persen di perdesaan.
Tabel 2
13 | K e m i s k i n a n
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada bulan Maret
2009, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 1,91
sementara di daerah perdesaan mencapai 3,05. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) untuk perkotaan hanya 0,52 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,82.
Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah
daripada di daerah perkotaan.
14 | K e m i s k i n a n
dibanding keadaan Februari 2008. Peningkatan jumlah tenaga kerja serta penurunan
angka pengangguran telah menaikkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
sebesar 0,27 persen antara Februari 2008 sampai Februari 2009. Ini diduga aktifitas
ekonomi menjelang pemilu legislatif yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di
Februari 2009.
Tabel 3
15 | K e m i s k i n a n
Jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2009 lebih tinggi dibanding
keadaan Februari 2008, dan kenaikan terjadi pada sebagian besar lapangan pekerjaan
utama, kecuali sektor konstruksi yang mengalami penurunan lapangan kerja
sebanyak 120 ribu orang (2,54 persen) dan sektor transportasi, pergudangan dan
komunikasi yang menurun sebanyak 60 ribu orang. Sektor yang mengalami kenaikan
terbesar adalah sektor perdagangan yang naik 1,16 juta orang, sektor jasa
kemasyarakatan naik 830 ribu orang, dan sektor pertanian naik 340 ribu orang.
Meskipun secara umum dampak krisis global belum tercermin pada situasi
ketenagakerjaan (khususnya pengangguran) pada Februari 2009, akan tetapi kenaikan
tenaga kerja terutama hanya terjadi pada lapangan kerja tradisional yang tidak
membutuhkan keahlian khusus, yaitu sektor pertanian, perdagangan, dan jasa
kemasyarakatan.
Tabel 4
Secara kasar, kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat
diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan
16 | K e m i s k i n a n
utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan
kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan klasifikasi
ini, maka pada Februari 2009 sekitar 30,51 persen bekerja pada kegiatan formal dan
69,49 persen bekerja pada kegiatan informal. Dari 104,49 juta orang yang bekerja
pada Februari 2009, status pekerjaan utama yang terbanyak adalah sebagai
buruh/karyawan sebesar 28,91 juta orang (27,67 persen), berusaha dibantu buruh
tidak tetap sebesar 21,64 juta orang (20,71 persen), dan berusaha sendiri sejumlah
20,81 juta orang (19,92 persen), sedangkan yang terkecil adalah berusaha dibantu
buruh tetap sebesar 2,97 juta orang (2,84 persen). Jika dibanding keadaan setahun
yang lalu, struktur pekerja menurut status pekerjaan relative stabil namun ada
kecenderungan peningkatan pada kelompok kegiatan informal, khususnya pada status
berusaha sendiri dan pekerja keluarga.
Tabel 5
3.3
Pendidikan di Indonesia
17 | K e m i s k i n a n
Dari 771 juta jiwa penduduk dunia penyandang buta huruf, 13,2 juta jiwa
diantaranya adalah penduduk Indonesia. Angka buta huruf memang berkorelasi dengan
angka kemiskinan. Sebab, penduduk yang tidak bisa membaca secara tidak langsung
mendekatkan mereka pada kebodohan, sedangkan kebodohan itu sendiri mendekatkan
mereka pada kemiskinan. Gambaran tentang hubungan kebodohan dan kemiskinan
bisa diperjelas dengan asumsi seperti ini bahwa orang bodoh bisa dibodohi, oleh
karena itu, mereka juga bisa dengan mudah dimiskinkan.
Tabel 6
Pendidikan
18 | K e m i s k i n a n
3.4 Dampak Kemiskinan bagi Masyarakat Indonesia
19 | K e m i s k i n a n
Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir
ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari
nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi
seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas
pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu (dengan cara
mengintimidasi orang lain) di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau
sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga
dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.
Kemiskian timbul karena ada sebagian masyarakat yang belum ikut serta
dalam pembangunan sehingga belum dapat menikmati hasil pembangunan secara
memadai. Keadaan ini disebabkan oleh keterbatasan dalam kepemilikan dan
penguasaan faktor produksi sehingga kemampuan masyarakat dalam menghasilkan
dan menikmati hasil-hasil pembangunan belum merata dan belum seimbang. Oleh
sebab-sebab itu upaya pengembangan kegiatan ekonomi kelompok masyarakat
berpendapatan rendah senantiasa ditempatkan sebagai prioritas utama. Sejalan
dengan itu, penyedia faktor produksi termasuk modal dan kemampuan peningkatan
kemampuan masyarakat menjadi landasan bagi berkembangnya kegiatan ekonomi
masyarakat secara berkelanjutan. Pelaksanaan pembangunan nasional yang
dijabarkan dalam program pembangunan sektoral,regional dan khusus. Pembangunan
baik secara langsung maupun tidak langsung dirancang untk memecahkan maslah
kemiskinan.
22 | K e m i s k i n a n
pengembangan kegiatan sosial ekonomi penduduk miskin di desa-desa miskin
berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan permodalan
yang didukung sepenuhnya dengan kegiatan pelatih yang terintegrasi sejak
kegiatan penghimpunan modal, penguasaan teknik produksi,pemasaran hasil dan
pengelolaan surplus usaha.
23 | K e m i s k i n a n
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Memiliki banyak polemik dalam menuntaskan kemiskinan membuat Indonesia
harus sesegera mungkin berbenah diri. Kemiskinan memang tidak mungkin
dihilangkan, namun bukan tidak mungkin untuk mengurangi persentase kemiskinan.
Negara yang ingin membangun perekonomiannya harus mampu meningkatkan standar
hidup penduduk negaranya, yang diukur dengan kenaikan penghasilan riil per kapita.
Indonesia sebagai negara berkembang memenuhi aspek standar kemiskinan
diantaranya merupakan produsen barang primer, memiliki masalaha tekanan
penduduk, kurang optimalnya sumberdaya alam yang diolah, produktivitas penduduk
yang rendah karena keterbelakangan pendidikan, kurangnya modal pembanguan, dan
orientasi ekspor barang primer karena ketidakmampuan dalam mengolah barang-
barang tersebut menjadi lebih berguna.
24 | K e m i s k i n a n
3.2 Kritik dan Saran
Upaya pengembangan kegiatan ekonomi kelompok masyarakat
berpendapatan rendah senantiasa ditempatkan sebagai prioritas utama. Sejalan dengan
itu, penyedia faktor produksi termasuk modal dan kemampuan peningkatan
kemampuan masyarakat menjadi landasan bagi berkembangnya kegiatan ekonomi
masyarakat secara berkelanjutan. Pelaksanaan pembangunan nasional yang dijabarkan
dalam program pembangunan sektoral,regional dan khusus. Pembangunan baik secara
langsung maupun tidak langsung dirancang untk memecahkan maslah kemiskinan.
Selain itu Pemerintah jarus lebih berkonsentrasi kepada aspek riil mengenai
kemiskinan dan peningkatan mutu pendidikan, bukan hanya berfokus pada masalah
politik dan perebutan kekuasaan demi kepentingan sebagian golongan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009, diakses 17 April
2010 (http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul09.pdf)
25 | K e m i s k i n a n
Heryawan Ahmad, Diskriminasi Pendidikan dan Buta Huruf, diakses tanggal 22 April
2010 (http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/pendidikan/4041-diskriminasi-
pendidikan-dan-buta-huruf.html)
26 | K e m i s k i n a n