You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR TIBIA FIBULA

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentutukan
sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer, 2002). Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontiniunitas jaringan tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh
rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005). Jadi dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah
terputusnya kontiniunitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang
disebabkan oleh trauma atau rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan
luasnya trauma.
Tibia atau tulang kering merupakan yang utama dari tungkai bawah dan terletak
medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan
dua ujung. Fibula adalah tulang panjang kurus pada aspek lateral tungkai. Tulang ini
memiliki 2 ujung atas dan ujung bawah. Tibia dan fibula bergabung menjadi satu di atas
dan di bawah dengan sendi yang tidak dapat bergerak. Membrana interossea melekat
pada corpus kedua tulang dan mengisi ruang diantaranya: merupakan tempat
perlengketan otot. Fraktur tibia fibula sering disebut fraktur kruris yaitu fraktur tungkai.
B. Klasifikasi Fraktur
a. Klasifikasi menurut bentuk patah tulang
1) Fraktur complete: pemisahan komplit dari tulang menjadi 2 bagian
2) Fraktur incomplete: patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
3) Simple/fraktur tertutup: fraktur, tulang patah kulit utuh
4) Fraktur komplikata: tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat.
5) Fraktur comminuted: tulang patah menjadi beberapa fragmen
6) Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dengan
normal.
7) Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah posisi pada tempatnya yang normal.
8) Fraktur impacted: salah satu ujung tulang yang patah menancap pada yang lain.
b. Klasifikasi menurut garis patah tulang

1) Greenstick retak pada sebelah sisi dari tulang.


2) Transverse patah menyilang
3) Oblique garis patah miring
4) Spiral patah tulang melingkari tulang
c. Jenis fraktur
1) Fraktur tertutup: terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
2) Fraktur terbuka: ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
ada perlukaan dan kulit
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat:
1. Derajat I
Luka < 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit dan tidak ada tanda luka remuk.
2. Derajat II
Laserasi > 1 cm, kerusakan jaringan lunak, flap/avulsi
3. Derajat III
Kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovaskular serta kontiminasi derajat tinggi.
C. Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur antara lain:
-

Benturan/trauma langsung pada tulang misalnya kecelakaan lalu lintas, jatuh.

Kelemahan atau kerapuhan struktur tulang akibat gangguan atau penyakit primer
misalnya osteoporosis, kanker tulang metastase.

Olahraga/latihan yang terlalu berlebihan.

D. Patofisiologi
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena
kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau
putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan patologik tulang seperti
Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang menurun, tulang rapuh akibat
ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua penyebab di atas dapat
mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek periosteum

dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf sehingga


dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi 3 grade
menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan kerusakan kulit, Grade II
fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan otot terjadi edema pada
jaringan. Grade III kerusakan pada kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh darah.
Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat menimbulkan
nyeri yang hebat karena ada spasme otot. Pada grade III kerusakan jaringan yang
luas pada kulit otot periosteum dan sumsum tulang yang menyebabkan keluarnya
sumsum kuning yang dapat masuk ke dalam pembuluh darah sehingga
mengakibatkan emboli lemak yang kemudian dapat menyumbat pembuluh darah
kecil dan dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak
jantung dan paru-paru, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi. Gejala sangat cepat
biasanya terjadi 24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran khas berupa hipoksia,
takipnea, takikardi. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan, mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, iskemik dan nekrosis otot
saraf sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit pucat, nyeri dan kelumpuhan.
Bila terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan syok hipovolemik.
Tindakan pembedahan penting untuk mengembalikan fragmen yang hilang kembali
ke posisi semula dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila perubahan
susunan tulang dalam keadaan stabil atau beraturan maka akan lebih cepat terjadi
proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai letak anatominya dengan
gips.
E. Tanda dan Gejala
a. Nyeri sedang sampai hebat dan bertambah berat saat digerakkan.
b. Hilangnya fungsi pada daerah fraktur.
c. Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma yang mengikuti
fraktur.
d. Deformitas/kelainan bentuk.
e. Rigiditas tulang.

f. Krepitasi saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang akibat
gesekan fragmen satu dengan yang lain.
g. Syok yang disebabkan luka dan kehilangan darah dalam jumlah banyak.
F. Komplikasi
a. Sindroma kompartemen
b. Syok. Terjadi syok hipovolemik akibat perdarahan
c. Sindroma emboli lemak
d. Infeksi
e. Delayed union (proses penyembuhan yang berjalan lambat)
f. Non union (suatu kegagalan penyembuhan tulang setelah 6-9 bulan)
g. Mal union (proses penyembuhan tulang berjalan normal tetapi bentuk abnormal.
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang.
b. CT scan atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah yang mengalami
kerusakan.
c. Darah lengkap: HT meningkat (hemokonsentrasi), HB menurun (akibat adanya
perdarahan).
d. Arteriografi, bila diduga ada kerusakan pada vaskuler.
e. Kreatinin, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
H. Terapi dan Penatalaksanaan
a. Terapi dan penatalaksaan fraktur secara umum
1) Reposisi setiap pergeseran atau angulasi pada ujung patahan harus direposisi
dengan hati-hati melalui tindakan manipulasi yang biasanya di bawah anestesi
umum.
2) Imobilisasi untuk memungkinkan kesembuhan fragmen yang dipersatukan.
a) Fiksasi eksterna. Tindakan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur.
Fraktur ini diimobilisasi dengan menggunakan bidai luar atau gips.
b) Fiksasi interna. Cara ini digunakan untuk kasus tertentu, ujung patahan tulang
disatukan dan fiksasi pada operasi misalnya dengan sekrup, plat logam.
3) Fisioterapi dan mobilisasi. Dari semula sudah dilakukan fisioterapi untuk
mempertahankan otot yang dapat mengecil secara cepat jika tidak dipakai. Setelah

fraktur cukup sembuh, mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betulbetul telah kembali normal.
b. Terapi dan penatalaksanaan fraktur tibia dan fibula.
1) Pada fraktur tibia fibula tertutup
a) Imobilisasi dengan gips sepanjang tungkai, gips digunakan 3-4 mg.
b) Reduksi tertutup, bila sulit pasang pin perkutaneos dan fiksasi eksterna.
c) Kurangi aktivitas untuk mengurangi edema dan meningkatkan peredaran
darah.
2) Pada fraktur tibia fibula terbuka
a) Fiksasi interna dengan plat, nail
b) Fiksasi eksterna
c) Dipasang traksi skeletal selama 4-6 minggu.

8. Pathway

Trauma langsung

Trauma tidak
langsung

Kondisi patologis

FRAKTUR
Pergeseran fragmen
tulang

Diskontinuitas
tulang

Perubahan jaringan sekitar

Kerusakan
intregitas kulit

deformitas

Laser
asi
kulit

Pergeseran
fragmen tulang

Putus
vena/arteri

perdarahan

Kurang
Menurunya
kadar Hb
pengetahuan
dalamtentang
darah
proses
imobilisasi
Proses
Kerusakan
masuknya
Resiko
Infeksi Intoleransi
penyakit
cemas
fisik
pertahanan
kumanprimer
Aktivitas

gg. fungsi

nyeri

Kerusakan fragmen tulang

Spasme otot

tek kapiler

Tek. Sumsum tulang >


tinggi dari kapiler

Reaksi stres klien

Pelepasan histamin

Melepaskan katekolamin

Protein plasma
hilang

Memobilisasi asam lemak

Gangguan
perfusi
Penekanan
Penurunanpemb.
perfusi
edema
jaringan
jaringan
darah

Menyumbat pembuluh
Bergabungdarah
dg. trombosit
emboli

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pre Operasi
a. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
-

Kegiatan yang beresiko cidera.

Riwayat penyakit yang menyebabkan jatuh.

Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan.

b. Pola nutrisi metabolik

Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.

Observasi terjadinya perdarahan pada luka dan perubahan warna kulit di sekitar
luka, edema.

c. Pola eliminasi
-

Konstipasi karena imobilisasi

d. Pola aktivitas dan latihan


-

Kesemutan, baal

Ada riwayat jatuh atau terbentur ketika sedang beraktivitas

Tidak kuat menahan beban berat

Keterbatasan mobilisasi

Berkurangnya atau tidak terabanya denyut nadi pada daerah distal injury,
lambatnya kapiler refill tim

e. Pola tidur dan istirahat


-

Tidak bisa tidur karena kesakitan

Sering terbangun karena kesakitan

f. Pola persepsi kognitif


-

Nyeri pada daerah fraktur

Kesemutan dan baal pada bagian distal fraktur

Paresis, penurunan atau kehilangan sensasi

g. Pola persepsi dan konsep diri


-

Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat beraktivitas seperti keadaan
sebelumnya

h. Pola peran dan hubungan dengan sesama


-

Merasa tidak ditolong

Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti biasanya

Post Operasi
a. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
-

Kegiatan yang beresiko cidera.

Pengetahuan pasien tentang perawatan luka di rumah

b. Pola nutrisi metabolik


-

Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.

c. Pola eliminasi
-

Konstipasi karena imobilisasi

d. Pola aktivitas dan latihan


-

Keterbatasan beraktivitas

Hilangnya gerakan atau sensasi spasme otot

Baal atau kesemutan

Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera

Perdarahan, perubahan warna

e. Pola tidur dan istirahat


-

Tidak bisa tidur karena kesakitan luka operasi

Sering terbangun karena kesakitan

f. Pola persepsi kognitif


-

Keluhan lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri

Nyeri pada luka operasi

Tidak adanya nyeri akibat kerusakan saraf

Pembengkakan, perdarahan, perubahan warna

g. Pola persepsi dan konsep diri


-

Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat beraktivitas seperti keadaan
sebelumnya

h. Pola peran dan hubungan dengan sesama


-

Merasa tidak tertolong

Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti biasanya

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan dan
penyumbatan pembuluh darah
2. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada fraktur, edema.
3. Imobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan sekitar/fraktur.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar Hb dalam darah
5. Resiko tinggi infeksi dengan faktor resiko fraktur terbuka dan kerusakan jaringan
lunak.

6. Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.


7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan dan
penyumbatan pembuluh darah
Tujuan dan kriteria hasil:

Mempertahankan perfusi jaringan ditandai dengan:

- Terabanya nadi, kulit hangat atau kering, tanda vital stabil.


Rencana Tindakan:
1) Observasi nadi perifer distal terhadap cidera melalui palpasi. Bandingkan
dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional: Penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskuler
dan perlunya evaluasi medik segera terhadap status sirkulasi.
2) Awasi tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit dingin,
perubahan mental.
Rasional: Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem
perfusi jaringan.
3) Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada fraktur.
Rasional: Warna kulit putih menunjukan gangguan arterial.
4) Lakukan pengkajian neuromuskuler, minta pasien untuk melokalisasi nyeri.
Rasional: Gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/ penyebaran
nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf
rusak.
5) Beri motivasi untuk melakukan latihan pada ekstremitas yang cedera.
Rasional: Meningkatkan

sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah

khususnya pada ekstremitas bawah.


2. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada fraktur, edema.
Tujuan dan kriteria hasil: Nyeri berkurang sampai hilang ditandai dengan:
-

Intensitas nyeri 2-3

Ekspresi wajah rileks

Tidak merintih

Rencana Tindakan:
1) Kaji lokasi nyeri dan intensitas nyeri.
Rasional: Mengetahui tindakan yang dilakukan selanjutnya.
2) Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakitnya.
Rasional: Mengurangi nyeri
3) Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Mengurangi nyeri pada saat nyeri timbul.
4) Jelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan.
Rasional: Mempersiapkan pasien untuk lebih kooperatif.
5) Beri posisi yang tepat secara berhati-hati pada area fraktur.
Rasional: Meminimalkan nyeri, mencegah perpindahan tulang.
6) Beri kesempatan untuk istirahat selama nyeri berlangsung.
Rasional: Untuk mengurangi nyeri.
7) Kolaborasi dalam pemberian terapi medik: analgetik.
Rasional: Mengatasi nyeri.
3. Imobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan sekitar/fraktur.
Tujuan dan kriteria hasil:

Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri

dalam waktu bertahap ditandai dengan: higiene perseorangan, nutrisi dan


eliminasi terpenuhi dengan bantuan.
Rencana Tindakan:
1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas pasien.
Rasional: Menentukan intervensi yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien.
2) Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak dapat dilakukan
secara mandiri.
Rasional: Mengurangi nyeri dan semakin parahnya fraktur.
3) Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien.
Rasional: Meningkatkan kemandirian pasien.
4) Perhatian dan bantu personal higiene.
Rasional: Mencegah komplikasi dan kerusakan integritas kulit.
5) Ubah posisi secara periodik sejak 2 jam sekali.
Rasional: Mencegah komplikasi dekubitus.

6) Libatkan keluarga dalam memberikan asuhan kepada pasien.


Rasional: Memberi motivasi pada pasien.
7) Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: Mencegah nyeri yang berlebihan.
4. Intoleransi Aktivitas berhungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dengan kebutuhan
Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana tingkat keparahan penyakit
2) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan klien secara aktual
3) Beri dukungan terhadap kemandirian aktivitas
Rasional: meningktakan kepercayaan diri pasien dalam melakukan aktivitas
4) Awasi aktivitas yang dilakukan pasien
Rasional: menghindari aktivitas berlebih yang dapat mencelakakan
5) Anjurkan keluarga pasien untuk membantu dan melatih pasien untuk melakukan
aktivitas
Rasional: membantu pemenuhan aktivitas dan melatih pasien melakukan aktifitas
5. Resiko tinggi infeksi dengan faktor resiko fraktur terbuka dan kerusakan jaringan
lunak.
Tujuan dan kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi ditandai dengan:
-

Suhu normal 36-37 oC

Tidak ada kemerahan, tidak ada edema, luka bersih.

Rencana Tindakan:
1) Observasi TTV terutama suhu.
Rasional: Peningkatan suhu menunjukkan adanya infeksi.
2) Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
Rasional: Luka yang kotor dan basah merupakan media yang baik untuk
mikroorganisme berkembang biak.
3) Tutup daerah yang luka dengan kasa steril/balutan bersih.
Rasional: Mencegah kuman/mikroorganisme masuk.
4) Rawat luka dengan teknik aseptik.
Rasional: Mencegah mikroorganisme berkembang biak.
5) Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antibiotik.
Rasional: Menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

6. Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.


Tujuan dan kriteria hasil: Cemas berkurang ditandai dengan:
- Pasien mengerti penjelasan yang

diberikan oleh perawat mengenai

pengobatan.
- Pasien kooperatif saat dilakukan perawatan.
- Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemas.
Rencana Tindakan:
1) Kaji tingkat kecemasan.
Rasional: Mengidentifikasi intervensi selanjutnya.
2) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat kecemasan.
3) Berikan lingkungan yang nyaman.
Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi tingkat kecemasan.
4) Jelaskan pada pasien prosedur pengobatan.
Rasional: Mengurangi tingkat kecemasan pasien.
5) Libatkan keluarga dalam memberikan support.
Rasional: Memberi dukungan dan mengurangi rasa cemas pasien.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
Tujuan

dan

kriteria

hasil:

Mencapai

penyembuhan

luka

sesuai

waktu/penyembuhan lesi terjadi.


Rencana Tindakan:
1) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Peningkatan terutama suhu merupakan tanda-tanda infeksi.
2) Kaji kulit pada luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan
warna, kelabu, memutih.
Rasional: Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang
mungkin disebabkan oleh alat dan atau pemasangan gips/bebat
atau traksi.
3) Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan tempat tidur kering dan
bebas kerutan.

Rasional: Menurunkan

tekanan

pada

area

yang

peka

dan

risiko

abrasi/kerusakan kulit.
4) Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang.
Rasional: Meminimalkan tekanan pada area ini.
5) Ubah posisi tidur secara periodik tiap 2 jam.
Rasional: Meminimalkan resiko kerusakan kulit.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges. M.E, Moorhouse. M. F, Geissler. A.C. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
EGC. Jakarta
https://www.scribd.com/doc/119237170/Fraktur-Tibia-Fibula-Dextra (diakses tanggal 13 maret
2016)
Muttaqin. A. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Egc.
Jakarta

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR TIBIA FIBULA
RS. UNDATA PALU
PAVILIUM TERATAI

OLEH:
FITHRATUNNUFUS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA PALU


PROFESI NERS

You might also like