You are on page 1of 27

TUGAS GEOMORFOLOGI

Geomorfologi berasal dari bahasa yunani kuno, terdiri dari tiga akar kata,
yaitu Ge(o) = bumi, morphe = bentuk dan logos = ilmu, sehingga kata geomorfologi
dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bentuk permukaan bumi. Berasal dari
bahasa yang sama, kata geologi memiliki arti ilmu yang mempelajari tentang proses
terbentuknya bumi secara keseluruhan. Van Zuidam (1979) menyebutkan:
Geomorfologi adalah studi bentuk lahan dan proses-proses yang mempengaruhi
pembentukannya dan menyelidiki hubungan antara bentuk dan proses dalam tatanan
keruangannya.

Menurut

Verstappen

(1983)

Geomorfologi

merupakan

ilmu

pengetahuan tentang bentuk lahan pembentuk muka bumi, baik di atas maupun di
bawah permukaan air laut, dan menekankan pada asal mula dan perkembangan di
masa mendatang serta konteksnya dengan lingkungan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada bumi itu sendiri. Geomorfologi biasanya
diterjemahkan sebagai ilmu bentang alam.
Berdasarkan pengertian dan definisi geomorfologi, maka bidang ilmu
geomorfologi merupakan bagian dari geologi yang mempelajari bumi dengan
pendekatan bentuk rupa bumi dan arsitektur rupa bumi. Tujuan mempelajari
geomorfologi di lingkungan geologi selaras dengan motto Hutton , yaitu THE
PRESENT IS THE KEY TO THE PAST (sekarang adalah kunci masa lalu).
Pemahaman kata sekarang (the present) adalah pemahaman terhadap bentuk rupa
bumi yang dapat dijadikan cerminan proses yang berlangsung di masa lalu.

B. POLA PENGALIRAN
Kegiatan erosi dan tektonik yang menghasilkan bentuk - bentuk
lembah sebagai tempat pengaliran air, selanjutnya akan membentuk pola - pola
tertentu yang disebut sebagai pola aliran. Pola aliran ini sangat berhubungan dengan
jenis batuan, struktur geologi kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi. Sistem
pengaliran yang berkembang pada permukaan bumi secara regional dikontrol oleh
kemiringan lereng, jenis dan ketebalan lapisan batuan, struktur geologi, jenis dan
kerapatan vegetasi serta kondisi iklim.
Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara,
terutama pada skala yang besar. Percabangan - percabangan dab erosi yang kecil pada
permukaan bumi akan tampak dengan jelas, sedangkan pada skala menengah akan
menunjukkan pola yang menyeluruh sebagai cerminan jenis batuan, struktur geologi
dan erosi. Pola pengaliran pada batuan yang berlapis sangat tergantung pada jenis,
sebaran, ketebalan dan bidang perlapisan batuan serta geologi struktur seperti sesar,
kekar, arah dan bentuk perlipatan.
Howard (1967) membedakan pola pengaliran menjadi pola pengaliran dasar
dan pola pengaliran modifikasi. Definisi pola pengaliran yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu
daerah yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan, alur
pengaliran tetap pengali. Biasanya pola pengaliran yang demikian disebut
sebagai pola pengaliran permanen (tetap).
2. Pola dasar adalah salah satu sifat yang terbaca dan dapat dipisahkan dari
pola dasar lainnya.
3. Perubahan (modifikasi) pola dasar adalah salah satu perbedaan yang dibuat
dari pola dasar setempat.

Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan cabangcabangnya di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi. Adanya
perbedaan pola pengaliran sungai di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat
ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan
dasarnya. Pola pengaliran yang umum dikenal adalah sebagai berikut :
1. Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya
menyerupai struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol
oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki
tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh
sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi
akan membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan yang
resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur kasar (renggang). Tekstur sungai
didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses
pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan lebih
mudah dierosi membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai
yang mengalir pada batuan yang tidak resisten akan membentuk pola jaringan
sungai yang rapat (tekstur halus), sedangkan sebaliknya pada batuan yang
resisten akan membentuk tekstur kasar. Jadi dapat diinterpretasikan bahwa pola
aliran dendritik ini yang mempengaruhi proses pembentuknya adalah suatu
litologi, apakah dia resisten apa tidak.

Pola Pengaliran Dendritik

2. Pola Aliran Radial


Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar
secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau
bukir intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentangalam
kubah (domes) dan laccolith. Daerah vulkanik, kerucut (kubah) intrusi dan sisa sisa erosi. Pola pengaliran radial pada daerah vulkanik disebut sebagai pola
pengaliran multi radial. Pola pengaliran radial memiliki dua sistem yaitu sistem
sentrifugal (menyebar ke luar dari titik pusat), berarti bahwa daerah tersebut
berbentuk kubah atau kerucut, sedangkan sistem sentripetal (menyebar kearah
titik pusat) memiliki arti bahwa daerah tersebut berbentuk cekungan Bisa
berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.

Pola Pengaliran
Radial

3. Pola Pengaliran Rectangular


Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi
terhadap erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang
mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus. Kekar pada umumnya
kurang resisten terhadap erosi sehingga memungkinkan air mengalir dan
berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola pengaliran dengan
saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem kekar. Pola aliran rectangular
dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-sungainya mengikuti
jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat dimana singkapan
batuannya lunak. Cabang-cabang sungainya membentuk sudut tumpul dengan
sungai utamanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola aliran
rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan oleh struktur geologi,
seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan). Sungai rectangular dicirikan
oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar dan patahan.

Pola Pengaliran Rectangular

4. Pola Pengaliran Trellis


Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk
pagar yang umum dijumpai di perkebunan anggur. Pola aliran trellis dicirikan
oleh sungai yang mengalir lurus disepanjang lembah dengan cabang-cabangnya
berasal dari lereng yang curam dari kedua sisinya. Sungai utama dengan cabangcabangnya membentuk sudut tegak lurus sehingga menyerupai bentuk pagar.

Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai yang berbentuk pagar (trellis) dan
dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan antilin. Sungai
trellis dicirikan oleh saluran-saluran air yang berpola sejajar, mengalir searah
kemiringan lereng dan tegak lurus dengan saluran utamanya. Saluran utama
berarah se arah dengan sumbu lipatan.

Pola Pengaliran Trellis


5. Pola Pengaliran Paralel
Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh
lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk
aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan
cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada
morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel
kadangkala meng-indikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong
daerah yang batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam. Semua bentuk
dari transisi dapat terjadi antara pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.

Pola Pengaliran Paralel

6. Pola Aliran Annular


Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar
secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran kembali
bersatu. Diinterpretasikan bahwa Pola aliran annular biasanya dijumpai pada
morfologi kubah atau intrusi loccolith.

Pola Pengaliran Annular


7. Pola Pengaliran Multibasinal
Pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang nampak di permukaan bumi,
kadang tidak nampak, yang dikenal sebagai sungai bawah tanah. Pola pengaliran
ini berkembang pada daerah karst atau daerah batugamping.

Pola Pengaliran Multibasinal


8. Pola Pengaliran Concorted
Pola pengaliran dimana arah alirannya berbalik / berbalik arah. Kontrol
struktur yang bekerja berupa pola lipatan yang tidak beraturan yang
memungkinkan terbentuknya suatu tikungan atau belokan pada lapisan sedimen
yang ada.

Pola Pengaliran Concorted


9. Pola Pengaliran Subdendritik
ubahan dari pola dendritik karena pengaruh topografi dan struktur akibat
pengaruh kekar secara perlahan.

Pola Pengaliran Subdendritik


10. Pola Pengaliran Subparalel
kemiringan lereng sedang, dikontrol oleh subparallel, lereng litologi dan
struktur. lapisan batuan relatif seragam resistensinya.

Pola Pengaliran Subparalel

11. Pola Pengaliran Angulate


kelokannya tajam dari sungai kemungkinan karena sesar. kelurusan ana
sungai diakibatkan kekar. terdapat pada litologi berbutir kasar dengan keduduan
horizontal, biasanya angulate dan rectangular terdapat bersama dalam satu
daerah.

Pola Pengaliran Angulate

TABEL POLA PENGALIRAN DAN KARAKTERISTIKNYA (VAN ZUIDAM,


1985)

POLA PENGALIRAN
DASAR

KARAKTERISTIK

Perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket batuan


kristalin yang tidak seragam dan memiliki ketahanan
terhadap pelapukan. Secara regional daerah aliran
DENDRITIK

memiliki kemiringan landai, jenis pola pengaliran

membentuk

percabangan

menyebar

seperti

pohon

rindang.
Pada umumnya menunjukkan daerah yang berlereng
sedang sampai agak curam dan dapat ditemukan pula
pada daerah bentuklahan perbukitan yang memanjang.
Sering terjadi pola peralihan antara pola dendritik dengan
pola paralel atau tralis. Bentuklahan perbukitan yang
PARALEL

memanjang

dengan

pola

pengaliran

paralel

mencerminkan perbukitan tersebut dipengaruhi oleh


perlipatan.
Baruan sedimen yang memiliki kemiringan perlapisan
(dip)

atau

terlipat,

batuan

vulkanik

atau

batuan

metasedimen derajat rendah dengan perbedaan pelapukan


TRALLIS

yang jelas. Jenis pola pengaliran biasanya berhadapan


pada sisi sepanjang aliran subsekuen.
Kekar dan / atau sesar yang memiliki sudut kemiringan,
tidak memiliki perulangan lapisan batuan dan sering

REKTANGULAR

memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.


Daerah vulkanik, kerucut (kubah) intrusi dan sisa - sisa
erosi. Pola pengaliran radial pada daerah vulkanik disebut
sebagai pola pengaliran multi radial.
Catatan : pola pengaliran radial memiliki dua sistem yaitu
sistem sentrifugal (menyebar ke luar dari titik pusat),

RADIAL

berarti bahwa daerah tersebut berbentuk kubah atau


kerucut, sedangkan sistem sentripetal (menyebar kearah
titik pusat) memiliki arti bahwa daerah tersebut berbentuk
cekungan.

ANULAR

Struktur kubah / kerucut, cekungan dan kemungkinan

retas (stocks)
Endapan

berupa

gumuk

hasil

longsoran

dengan

perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar,


MULTIBASINAL

merupakan daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan


gamping dan lelehan salju (permafrost)

POLA PENGALIRAN MODIFIKASU (UBAHAN)


SUB DENDRITIK

Umumnya struktural

PINNATE

Tekstur batuan halus dan mudah tererosi

ANASTOMATIK

Dataran banjir, delta atau rawa

MENGANYAM
Kipas aluvium dan delta
(DIKHOTOMIK)
SUB PARALEL
KOLINIER

Lereng memanjang atau dikontrol oleh bentuklahan


perbukitan memanjang.
Kelurusan bentuklahan bermaterial halus dan beting
pasir.

SUB TRALLIS

Bentuklahan memanjang dan sejajar

DIREKSIONAL TRALLIS

Homoklin landai seperti beting gisik

TRALLIS BERBELOK

Perlipatan memanjang.

TRALLIS SESAR

Percabangan menyatu atau berpencar , sesar paralel

ANGULATE

Kekar dan / atau sesar pada daerah miring

KARST

Batugamping

Morisawa (1985) menyebutkan pengaruh geologi terhadap bentuk sungai dan


jaringannya adalah dinamika struktur geologi, yaitu tektonik aktif dan pasif serta
lithologi (batuan). Kontrol dinamika struktur diantaranya pensesaran, pengangkatan
(perlipatan) dan kegiatan vulkanik yang dapat menyebabkan erosi sungai. Kontrol
struktur pasif mempengaruhi arah dari sistem sungai karena kegiatan tektonik aktif.
Sedangkan batuan dapat mempengaruhi morfologi sungai dan jaringan topologi yang
memudahkan terja-

dinya pelapukan dan ketahanan batuan terhadap erosi.

KONTROL
BENTUK SUNGAI
STRUKTUR

A. DINAMIK

1.

SESAR -Teras

-Lembah gelas anggur

AKTIF
-Lembah memanjang

-Sungai terputus

-Saluran "OFFSET"

-Saluran menyebar

-Sungai subsekuen

-Membentu genangan

-Lembah terjal

2. PERLIPATAN
AKTIF

3. KEGIATAN

-Sungai anteseden

-Pembelokkan sungai secara

-Sungai konsekuen

tajam.

-Pola aliran radial

-Dasar sungai curam

-Teras

-Lembah gelas anggur

-Lembah memanjang

-Sungai terputus

-Sungai subsekuen

-Saluran menyebar

-Lembah terjal

-Membentuk genangan

VULKANIK

B. PASIF.

1.TERAS
SESAR

-Saluran "OFFSET'

2.
KEMIRINGAN

-Aliran paralel

-Sungai subsekuen

-Aliran sepanjang le-

-Pola tralis

reng kemiringan.

3. KUBAH

-Aliran konsekuen

-Aliran pada tebing pendek

-Pola radial

-Pola anular

-Sungai konsekuen

-Sungai subsekuen

4. ANTIKLIN

-Pola tralis

SINKLIN

-Sungai subsekuen.

5. KELURUSAN -Lembah asimetri


SUNGAI

6. KEKAR

-Pembelokkan sungai

-Kelurusan saluran

-Sungai subsekuen

-Pola rektangular

-Sungai subsekuen

Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah
pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukan adanya kelurusan atau
pembelokan secara tiba-tiba, baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai, bentukbentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai.
Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus lurus,
kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran, dan pembelokan perbukitan
atau sungai, dan pola aliran sungai paralel atau rektangular.
Perlipatan, umumnya ditunjukan oleh pola aliran sungai trelis atau paralel, dan
adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat di bagian depan
dan merenggang makin ke belakang.
Jika setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, muka
sumbu-sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian. Pola dip-slope
seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu pada kemiringan perlapisan.
Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular, dan kelurusankelurusan sungai dan bukit.
Intrusi; umumnya dicirikan oleh pola kontur yang melingkar dan rapat, sungaisungai mengalir dari arah puncak dalam pola radial atau anular.

Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang jarang
dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
Ketidakselarasan bersudut, dicirikan oleh pola kontur rapat dan mempunyai
kelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang dibatasi secara tiba-tiba oleh
pola kontur jarang yang mempunyai elevasi sama atau lebih tinggi.
Daerah melange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur melingkar erupa
bukti-bukti dalam penyebaran yang relatif luas, terdapat beberapa pergeseran
bentuk-bentuk topografi, kemungkinan juga terdapat beberapa kelurusan, dengan
pola aliran sungai rektangular atau contorded.-daerah slump, umumnya dicirikan
oleh banyaknya pola dip-slope dengan penyebarannya yang tidak menunjukan
pola pelurusan, tetapi lebih berkesan acak-acakan. Pola kontur rapat juga tidak
menunjukan kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
Berdasarkan kenampakan kenamapakan tersebut diatas dapat dilakukan
pendekatan untuk mengetahui :
1. Litologi
Berdasarkan dari pola dan sifat garis kontur, maka dapat digunakan untuk
membedakan :
a.

Batuan keras ( litilogi resisten )

b.

Batuan lunak ( litologi non resisten )

c.

Batuan urai ( umumnya berupa endapan vulkanik )

d.

Batuan karbonat ( karst topografi )


Adapun cara cara penafsirannya :

a. Kontur rapat ditafsirkan sebagai batuan yang keras atau resisten.


b. Kontur jarang atau renggang ditafsirkan sebagai batuan yang lunak
c. Pola kontur yang melingkar dalam ukuran kecil yang berbeda dengan pola kontur
disekitarnya ditafsirkan sebagai batuan yang keras.
2. Struktur Geologi

Pada dasarnya struktur geologi yang berupa lipatan , sesar, dan kekar, yang
dapat ditafsirkan keberadaannya melalui pola atau garis kontur pada peta topografi.
a. Struktur lipatan
Dapat dikatahui dengan menafsirkan kedudukan perlapisan batuannya.
Kedudukan lapisan batuan / kemiringan batuan pada peta topografi akan berlawanan
dengan kenampakan kerapatan konturnya. Dimana lapisan miring dicirikan oleh
adanya gawir-gawir terjal ( ditunjukkan dengan garis kontur yang rapat ) yang
memotong lapisan dan arah kemiringan batuan tersebut dengan kemiringan landai
dari topografinya ( diperlihatkan dengan punggungan yang landai ) hal ini pada peta
topografi ditunjukkan dengan pola garis kontur yang renggang. Kemiringan lapisan
batuan tersebut dapat mempunyai arah kemiringan satu arah ( berlawanaan ), tiga
arah, dan segala arah. Kemiringan satu arah disebut sayap lipatan, dua arah lipatan
disebut sinklin atau antiklin, tiga arah disebut lipatan ( sinklin atau antiklin )
menujam serta kemiringan lapisan segala arah disebut dome. Lapisan horizontal,
dicirikan dengan permukaan yang datar dengan garis kontur yang jarang, tebingtebing bisa terjal atau bervariasi atau berundak ( tergantung resistensi batuannya )
dengan pola kontur menyesuaikan dan relatif sama.
b. Struktur sesar
Ditandai dengan :

Pola kontur yang panjang , lurus, dan rapat

Aliran sungai yang membelok secara tiba-tiba dan mendadak serta


menyimpang dari pola arah umum.

Jajaran triangular facet

Jajaran mata air

Perlengkungan dari perlurusan punggungan serta adanya offset morfologi.

c. Struktur kekar
Ditandai dengan adanya kelurusan gawiwr-gawsir, lembah-lembah, bukit-bukit, dan
celah-celah. Sering pula dengan pola tertentu dan tidak hanya satu arah. Atau dapat
pula dilihat dari pola perkembangannnya.

C. ASPEK ASPEK GEOMORFOLOGI


Menurut Verstappen (1985) ada empat aspek utama dalam analisa pemetaan
geomorfologi yaitu :
1. Morfologi: studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum dan
meliputi:
a. Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada dipermukaan bumi,
bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuklahan, antara lain lembah,
bukit, bukit, dataran, gunung, gawir, teras, beting, dan lain-lain.
b. Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara
lain kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi,
bentuk lembah, dan pola pengaliran.
2. Morfogenesa: asalusul pembentukan dan perkembangan bentuklahan serta
prosesproses geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi,
litologi penyusun dan proses geomorfologi merupakan perhatian yang penuh.
Morfogenesa meliputi :
a. Morfostruktur pasif: bentuklahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe
batuan yang ada kaitannya dengan resistensi batuan dan pelapukan
(denudasi), misal mesa, cuesta, hogback dan kubah.
b. Morfostruktur aktif: berhubungan dengan tenaga endogen seperti
pengangkatan, perlipatan dan pensesaran, termasuk intrusi, misal gunungapi,
punggungan antiklin, gawir sesar dll.

c. Morfodinamik: berhubungan dengan tenaga eksogen seperti proses air,


fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi, misal gumuk pasir, undak sungai,
pematang pantai, lahan kritis.
3. Morfokronologi: urutan bentuklahan atau hubungan aneka ragam bentuklahan
dan prosesnya di permukaan bumi sebagai hasil dari proses geomorfologi.
Penekanannya pada evolusi (ubahangsur) pertumbuhan bentuklahan.
4. Morfokonservasi: hubungan antara bentuklahan dan lingkungan atau
berdasarkan parameter bentuklahan, seperti hubungan antara bentuklahan
dengan batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan.
I. Morfografi
Morfografi secara garis besar memiliki arti gambaran bentuk permukaan
bumi atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar morfografi dapat
dibedakan menjadi bentuklahan perbukitan/punggungan, pegunungan, atau
gunungapi, lembah dan dataran. Beberapa pendekatan lain untuk pemetaan
geomorfologi selain morfografi adalah pola punggungan, pola pengaliran dan
bentuk lereng.
I.1. Bentuk lahan dataran
Dataran adalah bentuklahan (landform) dengan kemiringan lereng 0% sampai 2%,
biasanya digunakan untuk sebutan bentuklahan asal marin (laut), fluvial (sungai),
campuran marin dan fluvial (delta) dan plato.
- Bentuklahan asal marin (marine landforms origin) terdiri dari :
- Bentuklahan dataran pesisir (coastal plain landforms)
- Bentuklahan dataran pesisir aluvial (alluvial coastal plain landforms)
- Bentuklahan beting gisik (beach ridge landforms)
- Bentuklahan lembah gisik (beach swale landforms)
- Bentuklahan dataran pantai (beach)
- Bentuklahan asal fluvial (fluvial landforms origin) terdiri dari :
- Bentuklahan dataran banjir (flood plain landforms)
- Bentuklahan tanggul alam (natural levee landforms)

- Bentuklahan undak sungai (teracce landforms)


- Bentuklahan asal campuran (delta), terdiri dari :
- Bentuklahan delta kaki burung (birdfoot delta)
- Bentuklahan delta membulat (lobate delta0
- Bentuklahan delta memanjang (cuspate delta)
- Bentuklahan delta kuala (estuarine delta0
- Bentuklahan plato.
Aspek - aspek geologi yang dapat tercermin dari morfografi dataran asal
marin dan fluvial adalah :
a. Dataran marin : disusun oleh material berbutir halus sampai sedang yaitu pasir
yang terpilah baik dan kemasan terbuka karena lebih banyak dipengaruhi oleh
hempasan ombak, bercampur dengan lempung dan lanau.
b. Dataran fluvial : disusun oleh material berbutir halus seperti lempung dan
lanau sampai bongkah - bongkah. Material penyusun dataran fluvial biasa
disebut endapan aluvium dan jika telah termampatkan disebut konglomerat.
c. Dataran delta : disusun oleh material - material pasir berbutir halus sampai
sedang, lempung, dan lanau, disertai dengan sisa - sisa tumbuhan atau
endapan batubara.
d. Dataran plato : disusun oleh material - material gunungapi, sepert breksi dan
tuf.
I.2 Bentuklahan perbukitan / pegunungan
Bentuklahan perbukitan (hilly landforms) memiliki ketinggian antara 50
meter sampai 500 meter di atas permukaan laut dan memiliki kemiringan
lereng antara 7 % sampai 20 %, sedangkan bentuklahan pegunungan
(mountaineous landforms) memiliki ketinggian lebih dari 500 meter dan
kemiringan lereng lebih dari 20 %. Sebutan perbukitan digunakan terhadap
bentuklahan kubah intrusi (dome landforms of intrusion), bukit rempah
gunungapi / gumuk tefra, koral (karst) dan perbukitan yang dikontrol oleh
struktural.

Sebutan pegunungan digunakan terhadap rangkaian bentuklahan yang


memiliki ketinggian lebih dari 500 meter dan kemiringan lereng lebih dari 20
%, biasanya merupakan satu rangkaian dengan bentuklahan gu - nungapi atau
akibat kegiatan tektonik yang cukup kuat, seperti pegunungan Himalaya (di
India), pegunungan Alpen (di Eropa) dan Pegunungan Selatan (di Jawa Barat).
Aspek - aspek geologi yang berhubungan dengan bentuklahan perbukitan
dan pegunungan tersebut antara lain :
a. Perbukitan kubah intrusi, disusun oleh material batuan beku intrusi yang
memiliki ciri khas membentuk pola aliran sentripetal, soliter (terpisah),
biasanya terbentuk pada daerah yang dipengaruhi oleh
sesar dan tersebar tidak beraturan.
b. Bentuklahan perbukitan rempah gunungapi (gumuk tefra) disusun oleh
material - material hasil erupsi gunungapi yang berbutir halus sampai
bbongkah dengan ciri khas tidak jauh dari gunungapi se - bagai sumber
material. Gumuk tefra terbentuk karena kegiatan erupsi gunungapai.
c. Bentuklahan perbukitan karst (gamping) disusun oleh material sisa
kehidupan binatang laut (koral), bersifat karbonatan. Ciri khas perbukitan
karst membentuk perbukitan yang berkelompok, membentuk pola
pengaliran multi basinal (tiba - tiba menghilang), terdapat gua - gua dengan
stalagtit dan talagmit. Daerah perbukitan karst mencerminkan jejak
lingkungan laut dangkal (25 meter sampai 50 meter), sehingga garis pantai
lama tidak jauh dari kumpulan perbukitan karst tersebut. Munculnya
perbukitan karst disebabkan oleh suatu pengangkatan (tektonik).
d. Bentuklahan perbukitan yang memanjang mencerminkan suatu perbukitan
yang terlipat, sehingga dapat diperkirakan material penyusun berupa batuan
sedimen, seperti batupasir, batulempung dan batulanau atau perselingan
batuan sedimen tersebut. Ciri khas bentuklahan perbukitan terlipat
memiliki pola pengaliran paralel atau rektangular yang berbeda arah,
mengikuti lereng sayap dari perbukitan tersebut, sedangkan puncak dari
perbukitan bertindak

sebagai batas pemisah aliran (water devided). Bentuklahan perbukitan


memanjang terbentuk akibat dari kegiatan tektonik lemah (pengangkatan),
sehingga membentuk perlipatan. Perbukitan yang berbelok atau terpisah,
kemungkinan diakibatkan oleh gerakan dari sesar geser.
e. Bentuklahan pegunungan terdapat pada suatu rangkaian gu-nungapi, seperti
rangkaian gunungapi Tangkuban Parahu dengan Tampomas terdapat
rangkaian pegunungan Bukit Tunggul, Manglayang dan rangkaian
pegunungan di Utara Tanjungsari, kemudian menyambung dengan
Gunungapi Tampomas. Selain rangkaian pegunungan yang terdapat di
sekitar gunungapi, terdapat pula rangkaian pegunungan yang diakibatkan
oleh tektonik, seperti rangkaian Pegunungan Selatan Jawa Barat yang
membentang dari Barat di Teluk Palabuan Ratu (Sukabumi) sampai ke
Timur di Teluk Pangandaran (Ciamis).
1.3 Bentuklahan gunungapi (vulkanik)
Bentuklahan gunungapi (vilkanik) memiliki ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan laut dan memiliki kemiring lereng yang curam (56 %
sampai 140 %), dengan ciri khas memiliki kawah, lubang kepundan dan
kerucut kepundan. material yang dapat ditemui pada bentuklahan vulkanik
bagian puncak merupakan material halus sampai sedang (abu vulkanik / tuf),
pada lereng bagian tengah lelehan lava dan lahar serta pada bagian lereng
bawah berupa endapan rempah - rempah gunungapi (tefra).
Terbentuknya gunungapi akibat kegiatan magma yang mendorong dari
perut bumi ke permukaan bumi secara sinambung (terus menerus) dalam
kurun waktu yang panjang, sehingga membentuk kerucut yang menjulang
sampai ketinggian tertentu, suatu saat mengalami erupsi yang cukup hebat
mengakibatkan puncak kepundan menjadi tumpul. Pada gunungapi muda
puncak kepundan masih berbentuk kerucut dan erupsi masih terus
berlangsung. Contoh Gunungapi Merapi di Jawa Tengah - Yogyakarta.

1.4 Lembah
Permukaan bumi yang tertoreh oleh limpasan air permukaan akan
membentuk lembah. Pada awalnya torehan (erosi) limpasan air permukaan
berupa erosi permukaan (sheet erosion) kemudian menjadi erosi alur (riil
erosion), erosi parit (gully erosion), lembah (valley) dan selanjutnya lembah
sebagai penampung aliran air menjadi sungai. Limpasan air permukaan yang
masuk ke lembah selalu membawa muatan sedimen hasil dari pengikisan air
tersebut dan selanjutnya sungai membawa muatan sedimen untuk di
endapkan pada daerah (cekungan) tertentu menjadi suatu endapan (sedimen).
Secara garis besar jenis - jenis lembah dapat dibedakan menjadi :
- Jenis lembah U tumpul
- Jenis lembah U tajam
- Jenis lembah V tumpul
- Jenis lembah V tajam.
Jenis lembah U tumpul terjadi pada daerah - daerah yang relatif datar,
erosi yang berlangsung cenderung ke arah lateral (samping) dan erosi ke
arah vertikal (dasar sungai) relatif tidak berlangsung. Erosi ke arah vertikal
terhenti, karena telah mencapai batuan dasar sungai yang relatif keras
dibandingkan dengan batuan yang berada di tepi sungai.
Jenis lembah U tajam terjadi pada daerah - daerah yang memiliki
kemiringan lereng landai, erosi lateral (ke samping) lebih besar dari pada
erosi vertikal (ke arah dasar sungai), pengumpulan (akumulasi) sedimen
berlangsung dari lereng - lereng lembah.
Jenis lembah V tumpul terjadi pada daerah - daerah yang memiliki
lereng landai sampai agak curam, erosi vertikal (ke arah dasar sungai)
berlangsung lebih kuat daripada erosi lateral (ke arah samping) yang disertai
dengan erosi dari bagian atas lereng lembah tersebut dan pengumpulan
(akumulasi) endapan (sedimen) terjadi di dasar lembah. Bentuk lembah V
tumpul yang tidak simetris disebabkan oleh perbedaan jenis batuan dan /
atau struktur pada salah satu sisi lembah.

Jenis lembah V tajam terjadi pada daerah - daerah yang memiliki


lereng curam, erosi vertikal (ke arah dasar sungai) sangat kuat karena dipe ngaruhi oleh tektonik. Kondisi batuan dan iklim sangat berpengaruh
terhadap pembentukkan jenis lembah V tajam.
II. MORFOMETRI
Morfometri merupakan penilaian kuantitatif dari suatu bentuklahan dan
merupakan unsur geomorfologi pendukung yang sangat berarti terhadap
morfografi dan morfogenetik. Penilaian kuantitatif terhadap bentuklahan
memberikan penajaman tata nama bentuklahan dan akan sangat membantu
terhadap analisis lahan untuk tujuan tertentu, seperti tingkat erosi, kestabilan
lereng dan menentukan nilai dari kemiringan lereng tersebut.
II.1 Lereng
Lereng merupakan bagian dari bentuklahan yang dapat memberikan
informasi kondisi - kondisi proses yang berpengaruh terhadap bentuklahan,
sehingga dengan memberikan penilaian terhadap lereng tersebut dapat ditarik
kesimpulan dengan tegas
tata nama satuan geomorfologi secara rinci. Ukuran penilaian lereng
dapat dilakukan terhadap kemiringan lereng dan panjang lereng, sehingga tata
nama satuan geomorfologi dapat lebih dirinci dan tujuan - tujuan tertentu,
seperti perhitungan tingkat erosi, kestabilan lereng dan perencanaan wilayah
dapat dikaji lebih lanjut.
Ukuran kemiringan lereng yang telah disepakati untuk menilai suatu
bentuklahan adalah sebagai berikut :

TABEL UKURAN KEMIRINGAN LERENG (SUMBER : VAN


ZUIDAM,1985)

II.2 Perbedaan ketinggian


Perbedaan ketinggian (elevasi) biasanya diukur dari permukaan laut,
karena permukaan laut dianggap sebagai bidang yang memilki angka ke-tinggian
(elevasi) nol. Pentingnya pengenalan perbedaan ketinggian adalah untuk
menyatakan keadaan morfografi dan morfogenetik suatu bentuklahan, seperti
perbukitan, pegunungan atau dataran. Hubungan perbedaan ketinggian dengan
unsur morfografi adalah sebagai berikut :

TABEL HUBUNGAN KETINGGIAN ABSOLUT DENGAN MORFOGRAFI

(SUMBER : VAN ZUIDAM, 1985)

DAFTAR PUSTAKA
Zuidam, R.A. Van., 1985. Aerial Photo-Interpretation Terrain Analysis and
Geomorphology Mapping. Smith Publisher The Hague, ITC.

Waridjan. 2009. Available at


(http://waridjan.multiply.com/journal/item/79/Pegunungan_selatan_Jawa,
diakses pada tanggal 23 Oktober 2015).

Anonim. 2011. Available at (http://www.unhas.ac.id, diakses pada tanggal 20 Oktober


2015).

Handout Pengenalan Struktur, Litologi, dan Proses Geomorfologis Berdasarkan


Bentuklahan yang Ada. Surakarta: 2009
Suharsono, Prapto. 1988. Identifikasi Bentuklahan dan Interpretasi Citra untuk
Geomorfologi. Yogyakarta: UGM

You might also like