Professional Documents
Culture Documents
txt
Statements by President
Pidato Akhir Tahun 2002
Jakarta, 31 Desember 2002
Di bidang politik dan keamanan, pelaksanaan agenda reformasi dalam tahun 2002
diprioritaskan terutama untuk mencari jalan bagi penciptaan stabilitas politik
dan keamanan. Sebagaimana juga dirasakan oleh masyarakat, berbagai masalah mulai
dari pergolakan di daerah, benturan antar golongan, hingga gangguan terhadap
keterlibatan dan ketentraman masyarakat, kita harus beri prioritas
penanganannya. Kita semua maklum, hampir tidak ada yang dapat kita kerjakan dan
kita hasilkan dengan baik di bidang apapun, tanpa adanya faktor stabilitas
tersebut.
Selama tahun 2002, kita mampu menuntaskan pertikaian di Kalimantan Barat dan
Tengah, di Maluku khususnya di Ambon, di Maluku Utara dan di Poso.
Di Aceh, kita akhirnya dapat meletakkan dasar untuk melangkah kearah
penyelesaian yang lebih baik. Saya mencermati berbagai kekhawatiran yang
menyertai langkah tersebut, dan saya berterimakasih karena betapapun sikap
tersebut menunjukkan kecintaan kita terhadap keutuhan bangsa dan negara ini,
Kita belajar dari begitu banyak pengalaman setelah sedemikian lama kita tidak
dapat menyelesaikan persoalaan di daerah tersebut. Kekecewaan, kegelisahan, dan
kemarahan yang telah lama mengendap, telah menyulut kebencian dan permusuhan
diantara kita. Secara nalar, hanya kalau kita mampu meredakan sikap permusuhan
tadi, kita dapat mencari penyelesaian yang lebih baik. Mudah-mudahan, langkah
awal tersebut dapat memperlancar penyelesaian menyeluruh masalah Aceh.
Saya juga sadar bahwa kondisi yang melingkupi langah awal tersebut sangat
rentan. Masalahnya kita harus membangun rasa saling percaya untuk memulainya.
Kita semua tanpa kecuali perlu memelihara situasi tersebut. Untuk itu pula
pertengahan bulan ini saya berkunjung di Aceh, dan menegaskan kesungguhan
pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang telah berpuluh-puluh tahun
mendatangkan kesengsaraan.
Saudara-saudara kita di daerah tersebut, serta bersama-sama meneguhkan kembali
kehidupan sebagai satu bangsa yang sejahtera, maju dan mandiri dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah juga terus berupaya membangun dasar-dasar yang lebih kokoh bagi
penyelesaian masalah Papua. Kita berusaha agar apa yang terjadi di propinsi
tersebut tidak berkembang lebih lanjut hingga mencapai skala seperti di Aceh.
Kerangka penyelesaian dilakukan atas dasar otonomi khusus seperti yang telah
diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua. Belajar dari segala pengalaman masa lalu, Pemerintah menempuh
cara yang hati-hati, agar tidak menimbulkan masalah baru yang lebih mempersulit
penyelesaian persoalan ini.
Kemampuan kita memang tidak memungkinkan untuk dapat menyelesaikan semua ini
sekaligus. Ini semua bukan masalah senang atau tidak senang, dan bukan pula
karena yang satu lebih penting dari yang lain. InsyaAllah, dalam tahun 2003 yang
akan datang kita dapat beranjak untuk mewujudkan dasar yang lebih kokoh bagi
penyelesaian masalah Papua itu.
Sikap dan pendekatan baru yang labih arif memang diperlukan bagi penyelesaian
masalah di Aceh dan Papua tadi. Renungan mengenai akar persoalannya, pada titik
tertentu mengantar kita pada pentingnya sikap yang adil dalam membangun bangsa
yang sangat ber-bhineka ini. Perasaan telah terabaikan dalam keterbelakangan
selama kurun waktu yang panjang, perasaan kurang diikutsertakan dalam seluruh
gerak pembangunan dan dalam pengambilan keputusan, serta perasaan kurangnya
perhatian ketika hak-hak asasi dilanggar, telah memunculkan rasa kecewa dan
tidak puas. Adalah benar ketika kita mengingat nasehat betapa orang dengan
ringan hati bersedia diajak menerima kesulitan dan bahkan kemiskinan, tetapi
asalkan bukan ketidak-adilan.
Saudara-saudara se Bangsa dan se Tanah Air,
Penataan di bidang pemerintahan juga diteruskan dalam rangka reformasi, baik
ditingkat pusat maupun daerah. Tidak hanya menyangkut hubungan antar pemerintah
pusat dan daerah, tetapi juga dalam hubungan fungsi dan kewenangan diantara
lembaga-lembaga tinggi negara.
Dua tahun mendatang kita akan melaksanakan pemilihan umum pertama berdasar
Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemenkan itu. Berbagai rancangan
undang-undang yang diperlukan untuk itu telah selesai disiapkan pemerintah dalam
tahun 2002 ini, dan sekarang sedang dibahas pemerintah bersama DPR.
Masih dalam kaitannya dengan upaya penciptaan stabilitas politik dan keamanan
itu, dalam tahun 2002 kita dikejutkan dengan terjadinya peledakan bom di Bali,
yang menewaskan benyak penduduk dan wisatawan yang tidak berdosa.
Aparat keamanan kita telah berhasil mengungkap jaringan pelakunya, disertai
bukti-bukti awal dan pengakuan yang meyakinkan. Kita berharap jaringan teroris
tersebut dapat diungkap sampai ke akar-akarnya, hingga pendukung serta semua
yang ada dibelakangnya. Untuk memberi dasar hukum yang cukup bagi penanganan
kejahatan jenis baru ini, pemerintah telah mengeluarkan dua buah Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang dan selanjutnya telah pula mengajukan
beberapa Rancangan Undang-undang bagi penetapannya dan RUU Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme kepada DPR.
Di bidang politik luar negeri, kita terus memberikan prioritas pada kerjasama
ASEAN sesuai dengan prinsip bebas dan aktif, khususnya dalam upaya bersama
bangsa-bangsa lain untuk mewujudkan dan memperkokoh stabilitas di kawasan, dalam
tahun 2002 ini Indonesia ikut memperluas kerjasama ASEAN dengan negara-negara di
Eropa ataupun di Asia Pasifik. Dalam menghadapai percaturan dunia yang
berkembang cepat, peran dan pelaksanaan diplomasi dalam kerangka PBB dan Gerakan
Non Blok juga terus dilakukan dan ditingkatkan.
Bersamaam dengan perkembangan tadi, di penghujung tahun 2002 ini kita
disentakkan oleh keputusan Mahkamah Internasional di Den Haag yang menyatakan
bahwa dua buah pulau yang selama ini dimanfaatkan secara de facto oleh negara
tetangga kita adalah juga secara de jure menjadi milik negara tersebut. Sebagai
warga dari bangsa-bangsa beradab, kita secara resmi telah menyatakan bahwa kita
akan menghormati keputusan mahkamah tersebut.
Walaupun demikian, malalui kesempatan ini saya menghimbau kepada seluruh bangsa
Indonesia pada umumnya dan kepada para ahli hukum internasional pada khususnya
untuk merenungkan implikasi lebih lanjut dari keputusan mahkamah tersebut. Tanah
Air kita terdiri dari demikian banyak pulau-pulau, selat-selat, serta laut yang
luas dan kaya akan sumber alam, yang karena berbagai sebab belum seluruhnya
dapat kita kelola secara efektif.
Kekayaan laut kita juga sudah lama dijarah, juga secara de fakto, oleh para
penjarah dari berbagai negara. Kita harus mengambil langkah apapun yang perlu
untuk menghentikan penjarahan tersebut. karena itu kita harus meningkatkan
pengelolaan dan penguasaan dan pengawalan efektif terhadap wilayah negara kita.
Wilayah suatu negara betapa pun kecilnya dan betapa pun jauh letaknya adalah
unsur konstitutif dari keseluruhan negara tersebut. Masalahnya tidak hanya
merupakan sekedar masalah hukum atau sekedar siapa yang menduduki dan
memanfaatkannya secara efektif tetapi juga merupakan masalah integritas wilayah
serta masalah kehormatan bangsa dan negara.
Belajar dari pengalaman ini saya minta kepada seluruh rakyat Indonesia serta
seluruh jajaran penyelenggara negara baik di tingkat pusat dan tingkat daerah
untuk secara lebih cermat membantu kasus-kasus serupa di tempat-tempat lain.
Betapa pun sulitnya keadaan perlu diambil lengkah-langkah efektif agar
pengalaman pahit ini tidak terulang lagi.
Saudara-saudara se Bangsa dan se Tanah Air,
Di bidang perekonomian dua hal penting melingkupi kehidupan nasional kita. Walau
terkesan lambat tetapi secara pasti kita terus berusaha menyelesaikan
permasalahan di bidang perbankan yang selama ini ditangani Badan Penyehatan
Perbankan Nasional. Kita memang tidak mungkin membiarkan permasalahan tersebut
berlarut-larut. Untuk itulah dalam bulan Desember ini saya memerintahkan untuk
segara mangambil langkah penyelesaian yang tuntas dan sekaligus memberi jaminan
hukum bagi para debitur yang telah menyelesaikan kewajiban mereka berdasar
perjanjian yang telah dibuat dengan pemerintah. Bagi mereka yang bersedia dan
sedang dalam proses menyelesaikan kewajiban agar diberi kesempatan untuk
secepatnya mentuntaskannya dalam jangka waktu yang ditetapkan Komite Kebijakan
Sektor keuangan. Sedangkan bagi debitur yang tidak memenuhi atau tidak bersedia
memenuhi kewajiban berdasar skema apapun yang secara sama diterapkan terhadap
para debitur agar diambil tindakan hukum dan menyerahkannya kepada aparat
penegak hukum.
Kebijakan tersebut saya ambil karena disamping kerangka penyelesaian tersebut
telah jelas disepakati dengan IMF, dan telah diberi arahan yang tegas baik oleh
MPR ataupun berbagai UU, berlarut-larutnya penyelesaian masalah tersebut akan
mengundang kegelisahan dan perdebatan yang akhirnya malah membuat persoalan
menjadi melebar ke bidang-bidang lain dan menjadikan penyelesaiannya lebih sulit
lagi. Dalam kondisi yang pas-pasan seperti sekarang ini dan tingkat kesulitan
yang masih begitu besar kita tidak mungkin dapat mengatasinya dengan cara dan
bentuk yang memuaskan semua fihak.
Betapapun terasa pahitnya, kita memang harus membayar walau itu semua buah
kebijakan masa lalu yang kita anggap keliru. Sebaliknya dengan langkah ini kita
dapat maju setapak setelah menyaksikannya terkatung-katung tenpa penyelesaian
selama hampir 6 tahun terakhir ini. Kita memang harus mengambil keputusan dan
saya berharap langkah ini dapat memberi ruang gerak yang lebih longgar bagi
langkah pemulihan berikutnya.
Perkembangan ekonomi global juga telah memberi pengaruh tersendiri terhadap
perekonomian nasional. kesulitan yang dihadapi oleh sektor riil, selain
merupakan ujung dari gejolak moneter sebelumnya juga dipengaruhi oleh banyak
faktor lainnya. Selain faktor-faktor global hal itu juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal, yang senang atau tidak senang antara lain oleh dampak
sampingan yang bersifat negatif dari gerak reformasi kita.
Setelah satu akibat yang sangat terasa dari mandegnya sektor riil adalah semakin
besarnya angka pengangguran. Kita memerlukan segera bergeraknya lagi sektor
perekonomian tersebut, sebagai instrumen untuk secepatnya menciptakan lapangan
kerja bagi rakyat kita. tetapi dengan keterbatasan kemampuan yang kita miliki
harapan kita tumpukan pada kegiatan investasi.
Kita semua harus mewaspadai hal itu. Hingga saat ini sementara kebijakan kita
tidak hanya menyaksikan kecilnya kegiatan investasi, tetapi justru berpindahnya
usaha investasi yang telah ada ke negara lain. Lebih dari sekedar stabilitas
politik dan keamanan, atau sistem insentif fiskal, atau isu-isu disekitar
hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam kaitannya dengan
pengelolaan sumberdaya alam, yang semuanya perlu kita tuntaskan atau kian
kerasnya persaingan antar negara dalam menarik dan menciptakan iklim investasi
akhir-akhir ini semakin dirasakan adanya penilaian tentang tidak adanya
ketenangan dan kepastian usaha karena sering dihadapinya ancaman pemogokan.
Kita memang tidak perlu lantas saling menyalahkan dalam menilai dan mengatasi
soal ini. Dalam renungan akhir tahun ini saya mengajak saudara-saudara semua
untuk menilai sendiri seberapa jauh kita dapat memperbaiki posisi dan kontribusi
masing-masing dalam upaya pemulihan kegiatan investasi dan terciptanya lapangan
kerja tersebut.
Selama tahun 2002 kita telah semakin dapat menstabilkan niat tukar rupiah,
semakin mampu menekan tingkat suku bunga bank, dan menjaga gejolak harga
terutama kebutuhan pokok. Kita juga menyaksikan besarnya ketahanan dan keuletan
perekonomian rakyat yang telah membuktikan kemampuannya menghadapi gejolak
ekonomi yang demikian hebat. Dari sisi kenyataan itu pula pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan untuk memperkuat perkembangan sektor usaha kecil dan
menengah dan membantu mengentaskan dari kesulitan yang mereka hadapi dalam
perkreditan bank.
Saudara-sauara se Bangsa dan se Tanah Air,
Di bidang sosial-buaya kita juga mencatat dengan keprihatinan berlangsungya
kecenderungan meningkatnya penyalahgunaan NAFZA dan penyakit HIV/AIDS. Telah
banyak upaya yang dilakukan pemerintah termasuk mengajak masyarakat untuk
bersama-sama memerangi ancaman yang berbahaya tersebut.
Megawati Soekarnoputri
------------------------------------------------------------------------------------------
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006