You are on page 1of 22

PRESENTASI KASUS

ABORTUS INKOMPLIT

Oleh :
Dorothy Eugene Nindya W

G99142120

Sri Retnowati

G99151045

Pembimbing :
dr. Deyna Primavita Pahlevi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. SOEDIRMAN
KEBUMEN
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Abortus inkomplit merupakan komplikasi pada kehamilan yang hingga
saat ini masih menjadi salah satu penyebab kematian ibu. Angka kejadian abortus
spontan diperkirakan mencapai 10-17 % dari seluruh kehamilan, termasuk
didalamnya adalah abortus inkomplit. Oleh karena itu diperlukan penanganan
segera untuk mencegah timbulnya komplikasi.
World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa pertolongan
segera merupakan langkah yang sangat penting dalam upaya menyelamatkan
penderita abortus inkomplit. Abortus inkomplit adalah kasus yang penting yang
harus dikuasai oleh dokter ataupun pekerja medis yang lain karena bila
penanganan yang dilakukan tidak tepat, dapat menimbulkan akibat fatal, bahkan
dapat berakhir pada kematian ibu.
Prinsip penatalaksanaan abortus inkomplit adalah pengosongan sisa massa
kehamilan dari kavum uteri. Tersedianya pelayanan kesehatan pasca abortus
diberbagai tingkat pelayanan kesehatan dapat menurunkan morbiditas dan
mortalitas abortus inkomplit.
Dalam tinjauan kasus ini akan dibahas bagaimana teori tentang abortus
inkomplit, laporan kasus, dan pembahasan kasus, apakah sudah sesuai dengan
teori, atau belum. Diharapkan dengan tinjauan kasus ini dapat dimengerti lebih
baik tentang abortus inkomplit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Abortus
1. Definisi
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah
berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa pengeluaran
hasil konsepsi.1 Di Amerika Serikat pengertian dibatasi sebagai suatu
berakhirnya kehamilan sebelum berumur 20 minggu

yang didasarkan

pada hari pertama haid terakhir. Menurut WHO, abortus didefinisikan


sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan atau berat janin kurang dari 500 gram.1
Sampai saat ini janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar
rahim, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena
jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram
dapat hidup terus maka abortus dapat ditentukan sebagai pengakhiran
kehamilan sebelum janin dapat mencapai berat 500 gram atau kurang dari
20 minggu.2
Abortus dapat dibagi atas dua golongan, yaitu abortus spontan dan
abortus provokatus. Apabila abortus terjadi tanpa usaha medis ataupun
mekanik untuk mengosongkan uterus, maka dikatakan sebagai abortus
spontan. Sedangkan abortus provokatus adalah abortus oleh karena
terminasi mekanis ataupun medis kehamilan sebelum fetus viable.1
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu abortus iminens (threatened abortion), abortus
insipiens (inevitable abortion), abortus inkomplit, missed abortion, dan
abortus habitualis (recurrent abortion).1,3
Pada tinjauan kasus ini akan dibahas abortus inkomplit, yang
didefinisikan sebagai pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan

sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus disertai
perdarahan yang banyak.
2. Etiologi
Terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan abortus. Secara
garis besar, dapat dibagi menjadi faktor fetal, maternal, dan paternal.1,4,5
Faktor fetus, Kebanyakan abortus disebabkan oleh defek intrinsik
pada fetus seperti germ cell abnormal, abnormalitas kromosom konseptus,
defek implantasi, defek plasenta atau embrio yang berkembang, trauma
pada fetus, dan juga penyebab-penyebab lain yang belum diketahui.3
Faktor maternal. Berbagai kelainan pada ibu dapat menyebabkan
abortus, antara lain infeksi, penyakit kronis seperti TBC, hipertensi kronis
atau suatu karsinoma, abnormalitas endokrin berupa hipotiroid, diabates
melitus, maupun defisiensi progesteron. Selain itu juga bisa disebabkan
oleh faktor nutrisi, penggunaan obat tertentu yang bersifat teratogenik dan
faktor lingkungan (tembakau, alkohol, kafein, radiasi, kontrasepsi, toksin
deri lingkungan), kelainan imunologik, trombofilia, dan defek pada uterus
(kelainan pada uterus maupun serviks), serta infeksi TORCH.1
Faktor paternal. Hanya sedikit yang diketahui mengenai faktor
paternal dalam perkembangan abortus spontan. Sudah jelas bahwa
translokasi pada sperma dapat menyebabkan aborsi. Kulcsar et al
menemukan adenovirus pada 40% sampel semen dari pria steril. Virus
juga ditemukan dalam bentuk laten pada 60% sel, dan virus yang sama
ditemukan pada abortus.1
3. Patofisiologi
Setiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses
perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh proses nekrosis
pada jaringan sekitar daerah yang mengalami perdarahan itu. Dengan
demikian konseptus terlepas sebagian atau seluruhnya dari tempat
implantasinya. Pada keguguran yang terjadi sebelum kehamilan kurang
dari 8 minggu pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi
abortus kompletus oleh karena villi koreales belum tumbuh terlalu

mendalam ke dalam lapisan desidua. Pada keguguran yang lebih tua


pelepasannya biasanya tidak sempurna oleh karena villi koriales telah
tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal sehingga ada
bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan terjadi abortus
inkompletus. Sisa abortus yang tertahan didalam rahim mengganggu
kontraksinya hal mana menyebabkan pengeluaran darah yang lebih banyak
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.
Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya
benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum) mungkin pula janin
telah mati lama (missed abortion).
Konseptus yang telah lepas dari perlekatannya merupakan benda
asing di dalam uterus dan merangsang rahim untuk berkontraksi.
Rangsangan yang terjadi semakin lama semakin bertambah kuat dan
terjadilah his yang memeras isi rahim keluar. Apabila kantong kehamilan
yang keluar itu dibuka dan didapatkan cairan yang didalamnya terdapat
fetus yang telah mengalami maserasi. Pada kehamilan anembrionik
didalam cairan tidak terdapat fetus atau kalaupun ada fetusnya tidak
berkembang sempurna. Dengan mikroskop villi terlihat kepenuhan cairan
sehingga menggembung dan ujungnya bercabang yang berakhir dengan
gelembung-gelembung

kecil.

Dengan

masuknya

cairan

jaringan

kedalamnya, villi yang demikian mengalami degenerasi mola. Pada


peristiwa yang tejadi perlahan darah yang keluar membeku mengelilingi
konseptus dan menjadikan darah beku sebagai kapsulnya dengan ketebalan
bervariasi dan didalam kapsul itu tersebar vili koriales yang telah
mengalami degenerasi. Isi kapsul yang terbuat dari bekuan darah itu
adalah kantong yang berisi cairan. Oleh tekanan bekuan darah yang
mengelilinginya biasanya kantong tersebut menglami distorsi. Benda yang
demikian terbentuk ini dinamakan mola kruenta. Apabila pigmen darah
telah diresorbsi dan pada yang tersisa telah terjadi organisasi maka benda
tersebut akan menyerupai daging berwarna merah kehitaman dan disebut
mola karnosa. Apabila perdarahan yang tejadi masuk ke ruangan antara

lapisan amnion dengan lapisan korion maka hematom-hematom yang


terjadi berbentuk noduler dan benda itu disebut mola tuberosa.
Pada keguguran yang terjadi setelah fetus agak besar dapat
tebentuk fetus yang mengalami maserasi, fetus kompresus atau fetus
papiraseus. Pada fetus yang mengalami proses maserasi, tengkorak kepala
menjadi gepeng karena suturanya tidak utuh lagi, perutnya kembung
karena berisi cairan dan bercampur darah, fetus berwarna kemerahan, kulit
terkelupas selagi masih didalam rahim atau mudah sekali terkelupas oleh
sentuhan ringan di luar rahim dan terpisah dari koriumnya. Organ-organ
dalam mengalami degenerasi dan nekrosis dan menjadi rapuh serta
kehilangan kemampuannya untuk menyerap zat warna. Apabila cairan
amnion diresorbsi maka fetus akan kering dan terhimpit sehingga pipih di
dalam rahim dan terbentuk fetus kompresus. Kadang-kadang fetus
demikian keringnya dan menjadi tipis karena terkompres sehingga
menyerupai kertas dan disebut fetus papiraseus. Fetus papiraseus relatif
lebih sering terdapat pada kehamilan ganda yang satu fetusnya mati jauh
dini sementara fetus yang satunya lagi tumbuh dan berkembang sampai
lahir aterm.1
4. Klasifikasi
Hingga saat ini terdapat berbagai klisifikasi abortus, berikut ini
akan disampaikan dua jenis klasifikasi abortus berdasarkan atas
terjadinya/legalitas dan klinis.
a. Menurut mekanisme terjadinya, abortus dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya,
tanpa provokasi dan intervensi.
2) Abortus buatan/ direncanakan adalah abortus yang terjadi karena
diprovokasi, yang dibedakan atas:
a) Abortus provokatus terapeutikus, yaitu abortus yang dilakukan
atas

indikasi

medis

dengan

alasan

bahwa

kehamilan

membahayakan ibu dan atau janin.

b) Abortus provokatus kriminalis, yaitu abortus yang dilakukan


tanpa indikasi medis.
b. Menurut klinis:
1) Abortus Iminens
Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih
dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi sevik.
2) Abortus insipiens.
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri
yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam
hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan
bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan
kuret vakum atau dengan cunam ovum disusul dengan kerokan.
3) Abortus Inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis
servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri
atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga
menyebabkan syok dan perdarahan tidak berhenti sebelum sisa
hasil konsepsi dikeluarkan.
4) Abortus komplit
Pada abortus komplit semua hasil konsepsi sudah dikerjakan. Pada
penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup
dan uterus sudah banyak mengecil.
5) Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau
lebih berturut-turut

6) Abortus infeksiosus
Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada
genitalia. Diagnosis ditegakkan dengan adanya abortus yang
disertai gejala dan tanda infeksi alat genitalia, seperti panas,
takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang
membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis.
7) Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20
minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu
atau lebih. 6
B. Abortus Inkomplit
1. Definisi
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam
uterus disertai perdarahan yang banyak.
2. Etiologi
a. Abnormalitas embrionik
Didapatkan sekitar 80% pada trimester pertama dari abortus.
Abnormalitas kromosom paling sering sebagai penyebab. Autosom
trisomi didapatkan lebih dari setengah dari kariotipe abnormal, dan
monosom adalah anomali tersering. Lebih dari 90% dari kelainan
selular dan morfologi akan menjadi abortus. Kelainan kromosomal
ditemukan lebih dari 75% dari abortus pada fetus pada trimester
pertama. Jumlah kelainan kromosom meningkat dengan meningkatnya
umur ibu. Wanita lebih muda dari umur 30 th rate terjadinya abortus
sekitar 12%, kemudian meningkat 50% pada wanita diatas 45 th.
b. Faktor maternal
Didapatkan sebagian besar pada trimester kedua. Penyebabnya dapat
berupa faktor yang bersifat kronis pada ibu, diantaranya berupa:

Diabetes melitus pada ibu (insulin-dependent diabetes melitus):


lebih dari 30% kehamilan pada pasien dengan DM yang tidak
terkontrol berakibat terjadinya abortus spontan.
Hipertensi yang berat
Penyakit ginjal
Sindroma antifosfolipid
Lupus Eritromatus Sistemik
Penyakit tioroid
Penyakit Wilson
Faktor yang bersifat akut pada ibu, diantaranya:
Infeksi

(Cytomegalovirus,

rubella,

toksoplasmosis,

listeria,

ureaplasma, Mycoplasma, dan sifilis)


Trauma
Abnormalitas sistem reproduksi
Fibroid
Inkopetensi servik
Perkembangan plasenta yan abnormal
Faktor eksogen:
Kafein: minum kopi empat kali sehari meningkatkan terjadinya
resiko terjadinya abortus secara ringan.
alkohol
tembakau
kokain
radiasi
3. Diagnosis
Diagnosis abortus inkompletus ditegakkan bila dijumpai perdarahan yang
cukup banyak kadang-kadang sampai menimbulkan syok, masih ada sisa
hasil konsepsi dalam uterus, kanalis servikalis terbuka dan jaringan masih

dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari
ostium uteri eksternum. 7
4. Penatalaksanaan
Tatalaksana abortus inkomplit menurut Kemenkes8:
a. Lakukan konseling.
b. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan
kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks.
c. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu,
lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah
metode yang dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan bila
AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan
ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
d. Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin
dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes
per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi.
e. Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2
jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
f. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
g. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar
hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb
>8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
Penanganan abortus inkomplit disertai syok karena perdarahan segar harus
diberikan infus intravena cairan NaCI fisiologik atau cairan Ringer yang
segera disusul dengan darah. Setelah syok diatasi, dilakukan kuretase.
Pasca tindakan ergometrin intramuskuler untuk mempertahankan kontraksi
uterus.7
5. Komplikasi

Perdarahan berat atau persisten saat atau sesudah abortus dapat


mengancam nyawa. Semakin tua usia kehamilan, semakin besar
kemungkinan perdarahan yang banyak. Sepsis sering terjadi pada aborsi
yang dilakukan sendiri oleh pasien. Infeksi, sinekia intrauterin, dan
infertilitas adalah komplikasi lain dari abortus. Perforasi dinding uterus
dapat terjadi saat dilatasi dan kuretase, dan dapat disertai cedera usus dan
buli-buli, perdarahan, infeksi, dan pembentukan fistula.2
Kehamilan ganda dengan kematian satu janin dan retensi janin
yang lain tidak hanya mungkin, tetapi telah didokumentasikan secara baik
pada 20% kehamilan dini yang dimonitor secara baik dengan USG.
Biasanya fetus diserap, namun kematian satu janin pada kehamilan ganda
dapat menyebabkan perdarahan vaginal dan kram perut.2
Bahkan pada kehamilan dini, abortus dapat menyebabkan efek
bermakna pada pasien dan keluarganya. Fakta bahwa sebagian besar
abortus adalah tidak diharapkan memperberat kesedihan pasien dan
keluarga. Tiap orang memberi respon yang berbeda terhadap kondisi ini.2
6. Prognosis

Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami 1 kali abortus maka


kemungkinan untuk mengalami abortus pada kehamilan berikutnya
adalah sebesar 20 %, sedangkan jika mengalami 3 kai maka
kemungkinannya adalah rata-rata 50%.

Setelah dilakukan tindakan kuretase dan tidak ada komplikasi, maka


setelah 3 bulan, prognosis baik apabila pasien akan hamil lagi.

10

BAB III
STATUS PENDERITA
A.

ANAMNESIS
Tanggal 28 Februari 2016
1. Identitas Penderita
Nama

: Ny. M

Umur

: 41 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Pejagoan, Kebumen

Status Perkawinan

: Kawin

HPMT

: 16 Desember 2015

HPL

: 23 September 2016

UK

: 10 minggu +1 hari

Tanggal Masuk

: 28 Februari 2016

No.CM

: 302896

2. Keluhan Utama
Perdarahan dari jalan lahir
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang G3P2A0, 41 tahun, usia kehamilan 10 minggu + 1 hari,
datang kiriman dari bidan dengan keterangan keluar perdarahan dari jalan
lahir. Pasien merasa hamil 2 bulan lebih, mengeluhkan adanya
perdarahan dari jalan lahir, merongkol- merongkol sejak 1 hari SMRS,
keluar jaringan putih seperti gajih (+) di rumah. Nyeri perut bawah
disangkal. Riwayat trauma (-), riwayat minum jamu dan obat-obatan (-).
4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

11

Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan

: Disangkal

Riwayat Minum Obat Selama Hamil

: Disangkal

Riwayat Jatuh/Trauma

: Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan

: Disangkal

6. Riwayat Fertilitas
Baik
7. Riwayat Obstetri
Penderita pernah hamil sebanyak 3 kali, telah melahirkan 2 kali, tidak
pernah mengalami abortus:
Anak I: Perempuan, 3100 gram, spontan, 14 tahun
Anak II: Laki-laki, 3100 gram, spontan, 11 tahun
Anak III: Hamil sekarang
8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur, pertama kali periksa ke puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan.
9. Riwayat Haid
-

Menarche

: 13 tahun

12

Lama menstruasi

: 6 hari

Siklus menstruasi

: 28 hari

10. Riwayat Perkawinan


Menikah 1 kali, 14 tahun
11. Riwayat Keluarga Berencana
Menggunakan KB IUD selama 8 tahun, sejak tahun 2005
B.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Obstetri
Keadaan Umum

: Compos mentis, baik

Tanda Vital

Tensi

: 120/80 mmHg

Nadi

: 88 x / menit

Respiratory Rate : 18 x/menit


Suhu

: 36,5 0C

Inspeksi
Kepala

: Mesocephal

Mata

: Conjungtiva Anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Wajah

: Kloasma gravidarum (+)

Thorax

: Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae


hiperpigmentasi (+)

Abdomen

Inspeksi

: Dinding perut // dinding dada, stria gravidarum (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), tinggi fundus uteri tidak


teraba, massa (-)

Ekstremitas

: Oedema
-

13

Akral dingin
-

Pemeriksaan Dalam :
Genital
Inspekulo: Vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,
portio utuh, OUE terbuka, darah (+) dari OUE, discharge (-)
VT: Vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio
lunak, OUE terbuka, cavum uteri sebesar telur bebek, darah (+),
discharge (-)
C.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Laboratorium Darah tanggal 28 Februari 2016 :


Hemoglobin

: 11,5 gr/dl (L)

Hematokrit

2.

: 34 % (L)

Antal Eritrosit

: 4,1 x 103/uL

Antal Leukosit

: 10,8 x 103/uL

Antal Trombosit

: 289 x 103/uL

Golongan Darah

: AB

GDS

: 92 mg/dL

HbS Ag

: non reaktif

Masa perdarahan (BT)

: 2,45 menit

Masa pembekuan (CT)

: 3,00 menit

Tes Kehamilan

: (+)

Ultrasonografi (USG) tanggal 28 Februari 2016 :


Vesica urinaria terisi cukup
Tampak uterus membesar.
Tampak massa amorf intrauterine
Kesan menyokong gambaran sisa hasil konsepsi.

14

D.

KESIMPULAN
Seorang G3P2A0, 41 tahun, usia kehamilan 10 minggu + 1 hari, datang
kiriman dari bidan dengan keterangan keluar perdarahan dari jalan lahir.
Pasien merasa hamil 2 bulan lebih, mengeluhkan adanya perdarahan dari
jalan lahir, merongkol- merongkol sejak 1 hari SMRS, keluar jaringan putih
seperti gajih (+) di rumah. Nyeri perut bawah disangkal. Riwayat trauma (-),
riwayat minum jamu dan obat-obatan (-).
Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal.
Pemeriksaan inspekulo: vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas
normal, portio utuh, OUE terbuka, darah (+) dari OUE, discharge (-).
Pemeriksaan VT: vulva / uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,
portio lunak, OUE terbuka, cavum uteri sebesar telur bebek, darah (+),
discharge (-). Pemeriksaan USG: V/U terisi cukup, tampak uterus
membesar, tampak massa amorf intrauterine, kesan sisa hasil konsepsi.

E.

DIAGNOSA AWAL
Abortus inkomplit

F.

PROGNOSA
Dubia ad bonam

G. TERAPI DAN PLAN

Mondok bangsal

Cek darah rutin

Usul kuretase

Konsul anestesi

Infus RL

H. FOLLOW UP

15

1. Dilakukan Kuretase pada tanggal 29 Februari 2016 pukul 10.00


Laporan operasi/kuretase:
-

Pasien

ditidurkan

di

meja

ginekologi

kemudian

dilakukan

premedikasi
Dilakukan toilet vulva vagina dan sekitarnya dalam keadaan narkose
Dilakukan kateterisasi keluar urine 20 cc
Dilakukan pemeriksaan bimanual teraba uterus sebesar telur
Dipasang spekulum sims posterior yang dipegang asisten
Dipasang spekulum sims anterior kemudian jepit porsio dengan

tenakulum di arah jam 11 dan spekulum sims anterior dilepas


Dilakukan sonde 9 cm
Dilakukan kuretase searah jarum jam sampai kering (terdengar bunyi

krek dan berbuih), didapatkan jaringan sisa konsepsi sebanyak 25 cc.


Injeksi metergin 1 ampul IV
Tenakulum dilepas, berikan antiseptik di tempat jepitan
Kontrol perdarahan, didapat perdarahan + 15 cc
Spekulum sims posterior dilepas
Kuretase selesai

2. DPH 0 / 29 Februari 2016 pukul 12.00


Keadaan umum : Baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Keluhan

: tidak ada keluhan

Tanda vital

: T = 120/80 mmHg
N = 80x/menit

Respiratory Rate = 18x/menit


Suhu = 36,9 0C

Mata

: Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax

: Cor

: dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal


Abdomen

: Supel, nyeri tekan (-), Tinggi Fundus Uteri tidak teraba

Genital

: Perdarahan (-)
Discharge (-)

Diagnosis

: Post kuretase atas indikasi abortus inkomplit dalam


perawatan hari ke-0

Terapi

: Amoxicillin tablet 3 x 500 mg


Sulfas Ferosus 1 x 1 tablet
Vitamin C 2 x 1 tablet

16

Awasi KUVS dan tanda-tanda perdarahan


3. DPH 1 / 1 Maret 2016 pukul 06.00
Keadaan umum : Baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Keluhan

: tidak ada keluhan

Tanda vital

: T = 110/80 mmHg
N = 80x/menit

Thorax

: Cor

Respiratory Rate = 20x/menit


Suhu = 36,8 0C

: dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal


Abdomen

: Supel, nyeri tekan (-), TFU tidak teraba.

Genital

: Perdarahan (-)
Discharge (-)

Diagnosa

: Post kuretase atas indikasi abortus inkomplit dalam


perawatan hari ke-1

Terapi

: Amoxicillin tablet 3 x 500 mg


Sulfas Ferosus 1 x 1 tablet
Vitamin C 2 x 1 tablet
Awasi KUVS dan tanda-tanda perdarahan

Plan

: BLPL
Kontrol poli obsgyn

17

BAB IV
ANALISIS KASUS
A. Analisis Status
Pada pembuatan status ini dijumpai beberapa kekurangan diantaranya
perlunya anamnesis yang lebih lanjut mengenai keteraturan ibu melakukan
pemeriksaan kehamilan (ANC) pada kehamilan sekarang dan kehamilankehamilan sebelumnya dan riwayat ginekologi.
B. Analisis Kasus Diagnosis
Indikasi-indikasi abortus inkomplit adalah:
Terjadi pendarahan berat pada awal gestasi
yang menetap sampai berhari-hari atau berminggu-minggu saat usia
kehamilan < 20 minggu
-

Tes kehamilan (+)


Pendarahan
melalui

ostium

uteri

eksternum, keluarnya hasil konsepsi, dan disertai nyeri perut


Uterus membesar tidak sebesar usia
kehamilan

Ostium uteri masih terbuka


Hasil USG: tampak massa amorf dengan
batas endometrial line membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan atau

HPMT
Pada kasus ini kriteria yang mendukung ke arah abortus inkomplit yaitu :
a) Tes kehamilan (+) dengan usia kehamilan 10 minggu +1 hari
b)
Pendarahan lewat jalan lahir sejak 1 hari SMRS, keluarnya
jaringan.
c) OUE membuka
d)
Hasil USG: tampak uterus membesar, tampak massa amorf
kesan sisa hasil konsepsi.
C. Analisis Kasus Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk kasus ini dengan tindakan kuretase terapi
dengan indikasi masih adanya perdarahan serta dari hasil pemeriksaan USG
didapatkan massa amorf. Menurut Wibowo (2002) bahwa perdarahan saat atau

18

sesudah abortus dapat menjadi perdarahan berat atau persisten sehingga dapat
mengancam nyawa yaitu pasien dalam keadaan syok hipovolemik. Apalagi
semakin tua usia kehamilan, semakin besar kemungkinan perdarahan yang
banyak mengingat usia ibu sudah lebih dari 40 tahun sehingga atas kedua
alasan tersebut dilakukan kuretase. Kuretase sendiri dapat menghentikan
perdarahan. Selain itu dilakukan kuretase untuk pembersihan jaringan sisa
mengingat jaringan sisa dapat menimbulkan sepsis. abortus yang tidak diobati
akan mengakibatkan infeksi bila tidak ditanggulangi akan menyebabkan
sepsis akibat endotoksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab. Sepsis sering
terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri oleh pasien. Infeksi, sinekia
intrauterin, dan infertilitas adalah komplikasi lain dari abortus. Perforasi
dinding uterus dapat terjadi saat dilatasi dan kuretase, dan dapat disertai
cedera usus dan buli-buli, perdarahan, infeksi, dan pembentukan fistula.
Manejemen pengobatan yang diberikan adalah pemberian antibiotik
yaitu injeksi Amoxicillin. Tujuan dari antibiotik ini adalah mencegah
terjadinya infeksi mengingat pada kasus abortus banyak terjadi perdarahan
yang merupakan media yang baik untuk perkembangan bakteri sedangkan
post kuretase perlu diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pasca
intervensi di uterus. Preparat Amoxicillin dipilih karena merupakan
berspektrum luas dimana dianjurkan pemberian antibiotik spektrum luas.
Sulfas Ferosus 1x1 diberikan sebagai penambah darah dimana
kandungan Fe mampu membantu pembentukan hemoglobin.
Pada hari berikutnya terapi yang diberikan Amoxicillin 3 x 500mg,
Sulfasferosus 1 x 1 tab, dan Vit C 2 x 1 tablet.

19

BAB V
SARAN
1.

Edukasi
pengetahuan

tentang

penyakit,

kepada
gejala,

pasien
dan

mengenai

komplikasinya,

penatalaksanaannya.
2.

Mengedukasi pasien apabila didapatkan


perdarahan atau infeksi (panas, takipneu, takikardi) segera kontrol

3.

Mengedukasi pasien untuk memakai alat


kontrasepsi / KB dan bila pasien menolak memberikan tenggang waktu
untuk hamil guna mencegah kejadian dalam kehamilan yang tidak
diinginkan pasca kuretase.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Norman FG, Leveno JK, Gilshap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Abortion in Williams Obstetrics, 21th ed. Mc Graw Hill; 2001, p.6881132.
2. Wibowo B, Wiknjpasienastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan.
Dalam: Wiknjpasienastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu
Kebidanan ed 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002,
p. 302-322.
3. Garmel SH. Early Pregnancy Risk. In: DeCherney AH, Nathan L, editors.
Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9th ed. New York,
NY: McGraw Hill; 2003.
4 Morton A, Stenchever MD, William, Droegemueller MD, Herbst Arthur L
MD, Daniel R Mishell.MD, Arthur L. H. Spontaneous and Recurrent
Abortion, Etiology, Diagnosis, Treatment in Comprehensive Gynecology 4th
eds. Mosby: 2002, p.157-164
5.

Mochtar R. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. Dalam: Lutan D,


editor. Sinopsis Obstetri ed 2. Jakarta: EGC, 1998.

6.

Wiknjosastro

G.H.,

Wibowo

kehamilan(abortus,preterm,lewat

N.

1999.

waktu).

Kelainan

Kuliah

pada

Obstetri

lamanya

Gineklkogi.

www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt5.html.
7.

Mansjoer, A. Dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 270-273.

8.

Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas


Kesehatan Dasar dan Rujukan.

9.

Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Tridasa Printer.

21

You might also like