Professional Documents
Culture Documents
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
KISTA BARTOLINI
OLEH:
MUH. ILHAM HIDAYAT
110207102
PEMBIMBING SUPERVISOR:
dr. SUZANNA S. PAKASI, Sp.OG(K)
REFERAT
JANUARI
HALAMAN PENGESAHAN
Stambuk
: 110207102
Mengetahui,
Pembimbing
Pendahuluan
Kista duktus Bartolini (umumnya disebut kista Bartolini) merupakan
struktur berisi cairan, berbentuk kantong dan menggelembung yang dihasilkan
dari sumbatan salah satu duktus kelenjar Bartolini. Kista Bartolini merupakan
masalah yang umum terjadi pada perempuan pada kelompok usia reproduktif,
khususnya antara usia 20 30 tahun. Ini bervariasi dalam berbagai gejala klinis
dari pembengkakan yang asimtomatis sampai abses terinfeksi berulang dan
bahkan keganasan. Beberapa pilihan penanganan dapat dilakukan, termasuk
marsupialisasi dan laser karbondioksida.1,2
Kista Bartolini merupakan lesi vulva yang sering terjadi. Infeksi kelenjar
dapat menyebabkan akumulasi cairan purulen yang membentuk massa yang
membesar dengan cepat, nyeri, dan meradang.3
Anatomi
Kelenjar Bartolini (kelenjar vestibularis terbesar) merupakan homolog
kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) pada laki-laki. Pada masa puberitas,
kelenjar ini mulai berfungsi melembabkan vestibulum.4
pembesaran
kelenjar
Drainase definitif meliputi pemasangan kateter Word untuk kista dan abses
kelenjar Bartolini, dan marsupialisasi untuk kista Bartolini.4
1. Insisi dan Drainase
Insisi dan drainase diketahui merupakan cara yang sederhana yang
memberikan rasa lega dengan segera dari tekanan. Kista atau abses diiris di
belakang cincin himen untuk menghindari parut pada vulva. Cara ini tidak
direkomendasikan untuk dilakukan sendiri sejak ada kecenderungan yang tinggi
pada kekambuhan kista atau abses karena pengairan menjadi tersumbat lagi jika
tepi jaringan insisi bertemu kembali. Tidak ada bukti bahwa membalut pada
kelenjar selama beberapa jam atau hari yang memberikan hasil lebih baik tehadap
penyembuhan luka atau mencegah kejadian berulang.7
2. Kateter Word
Kateter Word sering digunakan untuk menangani kista dan abses kelenjar
Bartolini. Gagang kateter karet ini memiliki panjang 1 inci dan diameter kateter
French Foley no. 10. Ujung balon kecil kateter Word yang dapat digelembungkan,
dapat menampung kira-kira 3 ml larutan saline.4
Setelah persiapan steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista atau
abses dipegang dengan klem Allis, dan mata pisau no. 11 digunakan untuk
membuat luka insisi 5 mm terhadap kista atau abses. Penting untuk memegang
dinding kista sebelum insisi dibuat; sedangkan kista dapat kempes, dan struktur
palsu dapat terjadi. Insisi harus dibuat sampai introitus eksternal menuju cincin
himen pada daerah orifisium duktus Bartholini. Jika insisi sangat besar, kateter
Word akan terlepas.4
Setelah dibuat insisi, kateter Word dimasukkan dan ujung balon
dikembangkan dengan 2 sampai 3 mil larutan saline dimasukkan melalui pusat
kateter. Balon yang dikembangkan membiarkan kateter untuk tetap di dalam
kavitas kista atau abses. Ujung bebas kateter dapat dipasang di dalam vagina.
Untuk memudahkan epitelisasi struktur bekas pembedahan, kateter Word
dilepaskan 4 sampai 6 minggu walaupun epitelisasi dapat terjadi segera tiga
sampai 4 minggu.4
Sitiz baths dilakukan dua sampai tiga kali sehari dapat menolong pasien
merasa nyaman dan sembuh selama periode pasca operasi segera. Koitus dapat
kembali dilakukan setelah insersi kateter.4
Kecuali ada bukti terjadinya selulitis, terapi antibiotik tidak dibutuhkan. Jika
selulitis timbul, kultur dapat dilakukan, tapi hasilnya kadang mengganti
penanganan. Terapi antibiotik spektrum luas yang empiris dimulai sebelum hasil
kultur didapatkan.4
Jika kista atau abses Bartolini sangat dalam, pemasangan kateter Word tidak
praktis, dan pilihan lain harus dipertimbangkan.4
Kateter Word ditoleransi dengan baik untuk penanganan kista dan abses
Bartolini dengan sedikit dan tidak ada efek samping dan sedikit gangguan
terhadap kesehatan seksual. Persetujuan relevan yang lebih sebelem penanganan,
khususnya mengenai nyeri pada hari-hari awal setelah pemasangan kateter,
mungkin lebih meningkatkan peneriman terhadap kateter dan sesuai harapan
pasien.10
3. Marsupialisasi
Alternatif pemasangan kateter Word adalah marsupialisasi kista Bartolini.
Cara ini tidak boleh digunakan jika terjadi abses. Marsupialisasi dapat dilakukan
di dalam orifisium atau, kista terletak terlalu dalam, pada daftar bedah pasien
rawat jalan.4
Setelah persiapan steril dan dilakukan anestesi lokal, dinding kista
digenggam dengan dua klem hemostat. Insisi vertikal dibuat di dalam vestibulum
meliputi pusat dari kista dan di sisi luar cincin himen. Insisi dapat sepanjang 1,5
sampai 3 cm, tergantung pada ukuran kista.4
Setelah kista diinsisi secara vertikal, kavitas mengalir secara spontan.
Kavitas dapat juga diirigasi dengan larutan salin dan, jika dibutuhkan, lokus dapat
dipecahkan dengan klem hemostat. Dinding kista kemudian dieversikan sampai
mencapai tepi mukosa vestibulum dengan jahitan benang yang dapat diabsorbsi
ukuran 2-0 secara interuptus. Sitz baths harian dapat mulai pada hari pertama
pasca operasi.4
Kira-kira 5 sampai 15 persen kista Bartolini berulang setelah marsupialisasi.
Komplikasi terkait dengan langkah tindakan meliputi dispareunia, hematom, dan
infeksi.4
Gambar 3 dan 4. Marsupialisasi kista duktus Bartolini. (Gambar 3) insisi vertikal dibuat di atas
pertengahan kista untuk membedah mukosa. (Gambar 4) Dinding kista dieversikan dan didekatkan
ke tepi mukosa vestibulum dengan jahitan interuptus.4
peneliti
menyarankan
eksisi
kelenjar
Bartolini
untuk
menyingkirkan adenokarsinoma ketika kista atau abses terjadi pada pasien di atas
usia 40 tahun. Meskipun adenokarsinoma kelenjar Bartolini jarang, ginekologi
onkologi dapat mempertimbangkan untuk pasien usia tua dengan kista duktus atau
abses kelenjar Batolini.4
Kesimpulan
8
kedua.
Eksisi adalah terapi definitif kista dan abses, tetapi berhubungan dengan
DAFTAR PUSTAKA
1. Patil S, Sultan AH, Thakar R. Bartholins cysts and abscesses. in: Journal of
Obstetrics and Gynaecology. Vol. 27(3). 2007. Pg. 241-245.
2. Lee MY, Dalpiaz A, Schwamb R, Miao Y, et al. Clinical pathology of
Bartholins glands: A review of the literature. in: Curr Urol. Vol. 8. No. 1.
2014. Pg. 22-25.
3. Berek JS. Vulva tumors, cysts, and masses. in: Berek & Novaks
Gynecology. Ed. 14th. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2007. Pg. 488489.
4. Omole F, Simmons BJ, Hacker Y. Management of Bartholins duct cyst and
gland abscess. in: Am Fam Physician. Vol. 68(1). 2003. Pg. 135-140.
5. Berger MB, Betschart C, Khandwala N, DeLancey JO, el al. Incidental
Bartholin gland cysts identified on pelvic magnetic resonance imaging. in:
Obstet Gynecol. Vol. 120(40). 2012. Pg. 798-802.
6. Wahyuni ET, Amiruddin MD, Mappiasse A. Bartholins abscess caused by
Escherichia coli. Case Report. In: IJDV. Vol. 1. No. 1. 2012. Pg. 68-72.
7. Chen KT, Barbieri RL, Goff B, Falk SJ. Disorders of Bartholins gland.
Available from: http://www.uptodate.com/contents/bartholin-gland-massesdiagnosis-and-management. Update: Dec 11, 2015.
8. Eckert LO, Lentz GM. Infection of the lower and upper ganital tracts vulva,
vagina, cervix, toxic shock syndrome, endometritis, and salpingitis. in:
Lentz GM, Lobo RA, Gershenson DM, Katz VL. Comprehensive
Gynecology. Ed. 6th. Philadelphia: Elsevier. 2012. Pg. 519-520.
9. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Benign vulval conditions. in: Obstetrics
and Gynaecology. England: Elsevier. 2003. Pg. 144.
10. Reif P, Elsayed H, Ulrich D, Bjelic-Radisic V, et al. Quality of life and
sexual activity during treatment of Bartholins cyst or abscess with a Word
catheter. in: ejog. Vol. 190. 2015. Pg. 76-80.
10