You are on page 1of 12

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

KISTA BARTOLINI

OLEH:
MUH. ILHAM HIDAYAT
110207102
PEMBIMBING SUPERVISOR:
dr. SUZANNA S. PAKASI, Sp.OG(K)

DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2016

REFERAT
JANUARI

HALAMAN PENGESAHAN

Yang tersebut di bawah ini:


Nama

: Muh. Ilham Hidayat

Stambuk

: 110207102

Adalah benar telah menyelesaikan referat dengan judul Kista Bartolini


pada Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia dan telah didiskusikan dengan pembimbing.

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Suzanna S. Pakasi, Sp.OG(K)

Pendahuluan
Kista duktus Bartolini (umumnya disebut kista Bartolini) merupakan
struktur berisi cairan, berbentuk kantong dan menggelembung yang dihasilkan
dari sumbatan salah satu duktus kelenjar Bartolini. Kista Bartolini merupakan
masalah yang umum terjadi pada perempuan pada kelompok usia reproduktif,
khususnya antara usia 20 30 tahun. Ini bervariasi dalam berbagai gejala klinis
dari pembengkakan yang asimtomatis sampai abses terinfeksi berulang dan
bahkan keganasan. Beberapa pilihan penanganan dapat dilakukan, termasuk
marsupialisasi dan laser karbondioksida.1,2
Kista Bartolini merupakan lesi vulva yang sering terjadi. Infeksi kelenjar
dapat menyebabkan akumulasi cairan purulen yang membentuk massa yang
membesar dengan cepat, nyeri, dan meradang.3
Anatomi
Kelenjar Bartolini (kelenjar vestibularis terbesar) merupakan homolog
kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) pada laki-laki. Pada masa puberitas,
kelenjar ini mulai berfungsi melembabkan vestibulum.4

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Bartolini4

Kelenjar Bartolini berkembang dari tonjolan di dalam epitel area posterior


vestibularis. Kelenjar ini terletak secara bilateral pada dasar dari labia minora dan
1

tersalur melalui sepanjang 2 sampai 2,5 cm duktus yang mengosongkan ke dalam


vestibulum pada posisi kira-kira jam 4 dan jam 8. Kelenjar ini biasanya berukuran
seperti kacang polong dan jarang melewati 1 cm. Keduanya tidak dapat teraba
kecuali ada penyakit atau infeksi.4
Epidemiologi
Kista Bartolini, kista yang paling sering tumbuh di dalam vulva tepatnya di
labia minora. Sebesar 2% perempuan mengalami kista atau abses kelenjar
Bartolini yang terjadi beberapa kali dalam hidup mereka. Abses hampir tiga kali
terjadi dibandingkan dengan kista. Sebuah penelitian case-control dilaporkan
bahwa dibandingkan dengan perempuan Hispanik, perempuan kulit putih dan
hitam lebih sering mengalami kista atau abses Bartolini. Perempuan dengan
paritas yang tinggi berada pada resiko paling rendah. Kejadian yang bertahap dari
kelenjar Bartolini dapat terjadi menurut waktu pada perempuan sampai usia 30
tahun. Frekuensi kejadian kista dan abses kelenjar Bartolini lebih sering selama
usia produktif, khususnya antara usia 20 30 tahun.1
Sebuah penelitian lainnya dilakukan penelusuran mengenai keadaan
demografis yang potensial untuk terjadinya kista Bartolini, dengan menggunakan
pemeriksaan MRI terhadap 430 sampel kontrol. Didapatkan kista Bartolini terjadi
pada 3% perempuan dewasa. Kista ini mengenai perempuan dalam skala yang
luas dari usia dan paritas. Perempuan dengan kista Bartolini secara demografis
sama dengan perempuan tanpa kista Bartolini.5
Patofisiologi
Obstruksi duktus Bartolini distal dapat menyebabkan retensi sekret dengan
akibat pembesaran duktus dan bentuk kista. Kista ini dapat terinfeksi dan abses
dapat berkembang di dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak harus ada sebelum
abses Bartolini terjadi.4
Sebuah pemeriksaan eksudat dari kelenjar Bartolini pada 30 pasien dan
terisolasi Neisseria gonorrhoeae pada 24 pasien dan Chlamydia trachomatis pada
sembilan pasien, tujuh darinya terjadi bersamaan infeksi Neisseria gonorrhoeae.

Ini merupakan laporan pertama mengenai peran Chlamydia trachomatis di dalam


bidang mikrobiologi dari abses kelenjar Bartolini. Di dalam penelitian lainnya,
aspirasi pus dari abses Bartholini pada 28 pasien yang diteliti untuk bakteri aerob
dan anaerob. Organisme anaerobik dominan yaitu spesies bakteri (23 terisolasi,
termasuk enam kelompok bakteri melaninogenious, lima kelompok bakteri fragil
dan empat bakteri bivius) dan spesies peptostreptokokus. Bakteri aerob dominan
dan fakultatif yaitu Escherichia coli dan Neisseria gonorrhoeae.1,6
Manifestasi Klinis
Penyakit ini memiliki manifestasi yang bermacam-macam yang dapat
bertahan beberapa jam sampai beberapa hari. Kista Bartolini rata-rata berukuran
1 sampai 3 cm dan biasanya unilateral dan asimtomatis. Kista yang lebih besar
menyebabkan rasa tidak nyaman, khususnya selama berhubungan, duduk, atau
berjalan.1,7
Jika kista Bartolini masih kecil dan tidak terinflamasi, dapat menjadi
asimtomatis. Namun, kista biasanya muncul sebagai sebuah massa menonjol
secara medial di dalam introitus posterior di daerah di mana duktus bermuara ke
dalam vestibulum. Jika kista terinfeksi, abses mungkin terbentuk di dalam
kelenjar.4
Diagnosis
1. Biopsi
Biopsi merupakan metode yang efektif untuk membedakan antara kista
kelenjar Bartolini dan diagnosis pembandingnya. Cairan eksudat dari kelenjar
Bartolini dapat diperoleh dengan melakukan pemijatan di sepanjang duktus.
Pengambilan cairan/sekret dapat dilakukan dari vagina, uretra, endoserviks, dan
rektum untuk kultur dan uji sensistivitas. Pemeriksaan darah tidak dibutuhkan
untuk mengevaluasi komplikasi abses atau kista.1,2
Perempuan usia di atas 40 tahun dengan

pembesaran

kelenjar

membutuhkan biopsi untuk menyingkirkan adenokarsinoma kelenjar Bartolini.8


2. MRI

Pemeriksaan penunjang terkini, MRI telah dilakukan untuk mendapatkan


diagnosis kelainan berulang kelenjar atau kista Bartolini.1
Diagnosis Banding
1. Karsinoma Bartolini
Karsinoma primer kelenjar Bartolini jarang, estimasi kurang dari 5% dari
seluruh keganasan vulva. Banyak kanker muncul dari kelenjar dan duktus
Bartolini adalah adenokarsinoma atau karsinoma sel skuamosa; karsinoma kista
adenoid, karsinoma sel transisional, dan karsinoma adenoskuamosa lainnya.7
Manifestasi klinis yang sering pada karsinoma kelenjar Bartolini yaitu
massa vulva yang tidak nyeri. Massa dapat solid, kistik, abses, atau daerah yang
solid dapat dipalpasi sampai kista duktus Bartolini. Fiksasi jaringan dasar adalah
kecurigaan terhadap keganasan.7
2. Tumor Benigna
Tumor solid benigna kelenjar Bartolini lebih jarang daripada karsinoma,
sebanyak enam kasus dilaporkan dalam literatur sejak tahun 1966.7
Lesi vagina dan vulva menyerupai gangguan kelenjar Bartolini dan dapat
dipertimbangkan sebagai diagnosis banding massa atau abses vulvovagina.7
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kista Bartolini tergantung pada gejala klinis pasien. Sebuah
kista asimtomatis mungkin tidak membutuhkan penanganan, namun kista
Bartolini simtomatis dan abses kelenjar membutuhkan drainase. Kecuali ruptur
spontan terjadi, sebuah abses jarang sembuh dengan sendirinya. Antibiotik
biasanya dibutuhkan hanya jika ada selulitis.4,9
Walaupun insisi dan drainase merupakan prosedur yang relatif cepat dan
mudah serta meringankan gejala dengan segera pada pasien, pendekatan ini akan
mengecewakan disebabkan ada kecenderungan kekambuhan untuk kista atau
abses Bartolini. Sebuah penelitian melaporkan 13 persen angka kegagalan untuk
prosedur ini. Dengan demikian, insisi dan drainase akan membuat pemasangan
kateter Word atau marsupialisasi sulit.4

Drainase definitif meliputi pemasangan kateter Word untuk kista dan abses
kelenjar Bartolini, dan marsupialisasi untuk kista Bartolini.4
1. Insisi dan Drainase
Insisi dan drainase diketahui merupakan cara yang sederhana yang
memberikan rasa lega dengan segera dari tekanan. Kista atau abses diiris di
belakang cincin himen untuk menghindari parut pada vulva. Cara ini tidak
direkomendasikan untuk dilakukan sendiri sejak ada kecenderungan yang tinggi
pada kekambuhan kista atau abses karena pengairan menjadi tersumbat lagi jika
tepi jaringan insisi bertemu kembali. Tidak ada bukti bahwa membalut pada
kelenjar selama beberapa jam atau hari yang memberikan hasil lebih baik tehadap
penyembuhan luka atau mencegah kejadian berulang.7
2. Kateter Word
Kateter Word sering digunakan untuk menangani kista dan abses kelenjar
Bartolini. Gagang kateter karet ini memiliki panjang 1 inci dan diameter kateter
French Foley no. 10. Ujung balon kecil kateter Word yang dapat digelembungkan,
dapat menampung kira-kira 3 ml larutan saline.4
Setelah persiapan steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista atau
abses dipegang dengan klem Allis, dan mata pisau no. 11 digunakan untuk
membuat luka insisi 5 mm terhadap kista atau abses. Penting untuk memegang
dinding kista sebelum insisi dibuat; sedangkan kista dapat kempes, dan struktur
palsu dapat terjadi. Insisi harus dibuat sampai introitus eksternal menuju cincin
himen pada daerah orifisium duktus Bartholini. Jika insisi sangat besar, kateter
Word akan terlepas.4
Setelah dibuat insisi, kateter Word dimasukkan dan ujung balon
dikembangkan dengan 2 sampai 3 mil larutan saline dimasukkan melalui pusat
kateter. Balon yang dikembangkan membiarkan kateter untuk tetap di dalam
kavitas kista atau abses. Ujung bebas kateter dapat dipasang di dalam vagina.
Untuk memudahkan epitelisasi struktur bekas pembedahan, kateter Word
dilepaskan 4 sampai 6 minggu walaupun epitelisasi dapat terjadi segera tiga
sampai 4 minggu.4

Sitiz baths dilakukan dua sampai tiga kali sehari dapat menolong pasien
merasa nyaman dan sembuh selama periode pasca operasi segera. Koitus dapat
kembali dilakukan setelah insersi kateter.4
Kecuali ada bukti terjadinya selulitis, terapi antibiotik tidak dibutuhkan. Jika
selulitis timbul, kultur dapat dilakukan, tapi hasilnya kadang mengganti
penanganan. Terapi antibiotik spektrum luas yang empiris dimulai sebelum hasil
kultur didapatkan.4
Jika kista atau abses Bartolini sangat dalam, pemasangan kateter Word tidak
praktis, dan pilihan lain harus dipertimbangkan.4
Kateter Word ditoleransi dengan baik untuk penanganan kista dan abses
Bartolini dengan sedikit dan tidak ada efek samping dan sedikit gangguan
terhadap kesehatan seksual. Persetujuan relevan yang lebih sebelem penanganan,
khususnya mengenai nyeri pada hari-hari awal setelah pemasangan kateter,
mungkin lebih meningkatkan peneriman terhadap kateter dan sesuai harapan
pasien.10

Gambar 2. Kateter Word Dikembangkan4

3. Marsupialisasi
Alternatif pemasangan kateter Word adalah marsupialisasi kista Bartolini.
Cara ini tidak boleh digunakan jika terjadi abses. Marsupialisasi dapat dilakukan
di dalam orifisium atau, kista terletak terlalu dalam, pada daftar bedah pasien
rawat jalan.4
Setelah persiapan steril dan dilakukan anestesi lokal, dinding kista
digenggam dengan dua klem hemostat. Insisi vertikal dibuat di dalam vestibulum

meliputi pusat dari kista dan di sisi luar cincin himen. Insisi dapat sepanjang 1,5
sampai 3 cm, tergantung pada ukuran kista.4
Setelah kista diinsisi secara vertikal, kavitas mengalir secara spontan.
Kavitas dapat juga diirigasi dengan larutan salin dan, jika dibutuhkan, lokus dapat
dipecahkan dengan klem hemostat. Dinding kista kemudian dieversikan sampai
mencapai tepi mukosa vestibulum dengan jahitan benang yang dapat diabsorbsi
ukuran 2-0 secara interuptus. Sitz baths harian dapat mulai pada hari pertama
pasca operasi.4
Kira-kira 5 sampai 15 persen kista Bartolini berulang setelah marsupialisasi.
Komplikasi terkait dengan langkah tindakan meliputi dispareunia, hematom, dan
infeksi.4

Gambar 3 dan 4. Marsupialisasi kista duktus Bartolini. (Gambar 3) insisi vertikal dibuat di atas
pertengahan kista untuk membedah mukosa. (Gambar 4) Dinding kista dieversikan dan didekatkan
ke tepi mukosa vestibulum dengan jahitan interuptus.4

4. Ablasi Perak Nitrat


Untuk cara ini, insisi dan drainase dilakukan lalu batang perak nitrat
sepanjang dan berdiameter 0,5 cm dipasang di dasar di dalam ruangan kista atau
abses dan luka ditutupi dengan kain tipis. Pasien diminta untuk kembali
memeriksakan diri dalam 48 jam, di mana saat insisi tempat tersebut dibersihkan
dan jaringan nekrosis diangkat dengan sisa partikel perak nitrat. Efek samping
meliputi nyeri, luka bakar kimia pada daerah sekitar, edema labium, ekimosis,
keluar cairan dalam beberapa hari, dan jaringan parut.7

5. Penguapan Laser Karbondioksida


Penguapan laser merupakan sebuah pendekatan yang efektif, namun alat
laser dan keahlian dalam bedah laser masih kurang, dan peralatan mahal. Cara ini
dapat dilakukan dibawah pengaruh anestesi lokal di dalam ruangan dengan
peralatan yang tepat. Perdarahan dan jaringan parut minimal.7
Sebuah penelitian terbesar, sebanyak 200 pasien yang berurutan dengan
kista Bartolini monolateral atau bilateral menjalani penguapan kista dengan teknik
standar dengan laser karbondioksida pada pasien rawat jalan di bawah pengaruh
anetesi lokal. Kista rata-rata berukuran 6,3 +/- 2,3 cm. waktu operasi rata-rata 17
menit (skala 7 sampai 45 menit); tiga kasus berkomplikasi perdarahan besar
intraoperasi. Penanganan laser tunggal menyembuhkan 95,7 persen pasien;
sembilan persen mengalami penyakit berulang di mana mereka diobati dengan
satu atau dua penanganan lanjutan.7
6. Eksisi
Walaupun abses kelenjar Bartolini dapat pecah dan mengalir secara spontan,
kejadian berulang sering, dan bedah eksisi mungkin diperlukan. Eksisi bukan
merupakan cara standar ahli.4
Kultur N. gonorrhoeae dan C. trachomatis mungkin diperoleh. Namun,
abses kelenjar Bartolini cenderung menjadi polimikroba, dan terapi antibiotik
spektrum luas boleh digunakan.4
Eksisi kelenjar Bartolini dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak
berespon terhadap cara konservatif untuk membuat struktur drainase, tapi cara ini
dapat dilakukan ketika tidak ada infeksi aktif. Jika berbagai usaha telah dilakukan
untuk mengalirkan kista atau abses, perlengketan mungkin ada, membuat eksisi
sulit dan menghasilkan jaringan parut pasca operasi dan nyeri kronik pada daerah
tersebut.4
Beberapa

peneliti

menyarankan

eksisi

kelenjar

Bartolini

untuk

menyingkirkan adenokarsinoma ketika kista atau abses terjadi pada pasien di atas
usia 40 tahun. Meskipun adenokarsinoma kelenjar Bartolini jarang, ginekologi
onkologi dapat mempertimbangkan untuk pasien usia tua dengan kista duktus atau
abses kelenjar Batolini.4
Kesimpulan
8

Kelanjar Bartolini terletak bilateral di dalam vestibulum kira-kira pada posisi


pukul empat dan delapan berhubungan dengan orifisium vagina. Kista dan
abses merupakan gangguan yang paling sering dari kelenjar Bartolini, terjadi

2% pada perempuan; karsinoma dan tumor benigna jarang.


Kista Bartolini biasanya asimtomatis atau sedikit mengganggu, sedangkan

abses sangat lunak dan dapat berfluktuasi.


Intervensi tidak dibutuhkan untuk kista Bartolini asimtomatis, kecuali pada
perempuan di atas usia 40 tahun di antaranya dengan drainase dan biopsi

harus dilakukan untuk menyingkirkan karsinoma.


Untuk perempuan dengan gejala kista dan abses, disarankan insisi dan
drainase dilengkapi dengan pemasangan kateter Word sebagai pendekatan

awal untuk penanganan.


Bagi perempuan yang memiliki kekambuhan kista atau abses setelah satu atau
dua pemasangan kateter Word, disarankan kistektomi sebagai terapi lini

kedua.
Eksisi adalah terapi definitif kista dan abses, tetapi berhubungan dengan

risiko tinggi perdarahan dan morbiditas pasca operasi.


Menifestasi klini yang paling umum dari kanker kelenjar Bartolini adalah
massa vulva yang menyakitkan. Massa dapat padat, kistik, atau bengkak, atau
daerah padat dapat diraba dalam kista Bartolini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Patil S, Sultan AH, Thakar R. Bartholins cysts and abscesses. in: Journal of
Obstetrics and Gynaecology. Vol. 27(3). 2007. Pg. 241-245.
2. Lee MY, Dalpiaz A, Schwamb R, Miao Y, et al. Clinical pathology of
Bartholins glands: A review of the literature. in: Curr Urol. Vol. 8. No. 1.
2014. Pg. 22-25.
3. Berek JS. Vulva tumors, cysts, and masses. in: Berek & Novaks
Gynecology. Ed. 14th. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2007. Pg. 488489.
4. Omole F, Simmons BJ, Hacker Y. Management of Bartholins duct cyst and
gland abscess. in: Am Fam Physician. Vol. 68(1). 2003. Pg. 135-140.
5. Berger MB, Betschart C, Khandwala N, DeLancey JO, el al. Incidental
Bartholin gland cysts identified on pelvic magnetic resonance imaging. in:
Obstet Gynecol. Vol. 120(40). 2012. Pg. 798-802.
6. Wahyuni ET, Amiruddin MD, Mappiasse A. Bartholins abscess caused by
Escherichia coli. Case Report. In: IJDV. Vol. 1. No. 1. 2012. Pg. 68-72.
7. Chen KT, Barbieri RL, Goff B, Falk SJ. Disorders of Bartholins gland.
Available from: http://www.uptodate.com/contents/bartholin-gland-massesdiagnosis-and-management. Update: Dec 11, 2015.
8. Eckert LO, Lentz GM. Infection of the lower and upper ganital tracts vulva,
vagina, cervix, toxic shock syndrome, endometritis, and salpingitis. in:
Lentz GM, Lobo RA, Gershenson DM, Katz VL. Comprehensive
Gynecology. Ed. 6th. Philadelphia: Elsevier. 2012. Pg. 519-520.
9. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Benign vulval conditions. in: Obstetrics
and Gynaecology. England: Elsevier. 2003. Pg. 144.
10. Reif P, Elsayed H, Ulrich D, Bjelic-Radisic V, et al. Quality of life and
sexual activity during treatment of Bartholins cyst or abscess with a Word
catheter. in: ejog. Vol. 190. 2015. Pg. 76-80.

10

You might also like