Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. Terminologi
Pengertian urbanisasi inipun berbeda-beda, sesuai dengan interpretasi setiap orang yang
berbeda-beda. Dari suatu makalah Ceramah Umum di UNIJA, yang dibawakan oleh Ir. Triatno
Yudo Harjoko pengertian urbanisasi diartikan sebagai suatu proses perubahan masyarakat dan
kawasan dalam suatu wilayah yang non-urban menjadi urban. Secara spasial. Hal ini dikatakan
sebagai suatu proses diferensiasi dan spesialisasi pemanfaatan ruang dimana lokasi tertentu
menerima bagian pemukim dan fasilitas yang tidak proporsional.
Pengertian lain dari urbanisasi, dikemukakan oleh Dr. PJM Nas dalam bukunya Pengantar
Sosiologi Kota yaitu Kota Didunia Ketiga. Pada pengertian pertama diutarakan bahwa
urbanisasi merupakan suatu proses pembentukan kota, suatu proses yang digerakkan oleh
perubahan struktural dalam masyarakat sehingga daerah-daerah yang dulu merupakan daerah
pedesaan dengan struktur mata pencaharian yang agraris maupun sifat kehidupan masyarakatnya
lambat laun atau melalui proses yang mendadak memperoleh sifat kehidupan kota. Pengertian
kedua dari urbanisasi adalah, bahwa urbanisasi menyangkut adanya gejala perluasan pengaruh
kota ke pedesaan yang dilihat dari sudut morfologi, ekonomi, sosial dan psikologi.
Dari beberapa pengertian mengenai urbanisasi yang diuraikan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian urbanisasi adalah merupakan suatu proses perubahan dari desa ke
15
kota yang meliputi wilayah/ daerah beserta masyarakat di dalamnya dan dipengaruhi oleh aspek-
aspek fisik/ morfologi, sosial, ekonomi, budaya, dan psikologi masyarakatnya.
2. Latar Belakang
Latar belakang terjadinya urbanisasi pada negara indusrti maju dengan negara yang berkembang
mempunyai beberapa perbedaan yang terdiri dari:
- pada negara industri maju, urbanisasi dimulai sejak industrialisasi, jadi industri merupakan titik
tolak terjadinya urbanisasi
- urbanisasi pada negara berkembang dimulai sejak PD II, urbanisasi merupakan titik tolak
terjadinya industri (kebalikan dari negara industri maju)
- urbanisasi tidak terbagi rata, semakin besar kotanya, semakin cepat proses urbanisasinya,
adanya konsep “Primate City”
Dari uraian di atas, jelas bahwa sejak PD II, proses urbanisasi di negara berkembang terjadi
terlebih dulu dan kemudian menjadi titik tolak terjadinya industrialisasi. Pada kenyataannnya,
saat ini seperti yang terjadi di Cibinong, urbanisasi terjadi setelah adanya industri (dibangunnya
daerah-daerah industri baru). Selain itu pada daerah pinggiran Jakarta dibangun beberapa daerah
industri yang berfungsi untuk mendukung kegiatan kota Jakarta, selain itu juga terjadi
15
peningkatan ekonomi wilayah pinggiran tersebut sehingga wilayah tersebut berangsur-angsur
menjadi kota. Oleh karena itu konsep bahwa urbanisasi merupakan titik tolak terjadinya industri
menjadi kurang tepat karena sesungguhnya keduanya saling mempengaruhi.Selain itu telah
disebutkan bahwa urbanisasi adalah proses kenaikan proporsi jumlah penduduk kota, dalam buku
Kota Indonesia Masa Depan Masalah dan Prospek, oleh BN Marbun, disebutkan bahwa kenaikan
jumlah penduduk ini diantaranya disebabkan oleh:
- masuknya orang-orang yang pindah dari daerah pedesaan ke perkotaan, ataupun dari daerah
perkotaan ke daerah perkotaan yang lebih besar atau yang disebut migrasi (rural-urban, urban-
urban).
Kedua hal ini biasanya disebut sebagai komponen urbanisasi. Dari kedua komponen
tersebut biasanya, pengaruh perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan ataupun
perpindahan daeri perkotaan ke kota yang lebih besar akan mempunyai pengaruh yang lebih
besar dibandingkan dengan pengaruh jumlah kelahiran.
Banyak orang berpendapat bahwa alasan utama kepindahan seseorang atau sekelompok
orang dari daerahnya ke tempat lain adalah karena terdorong oleh faktor-faktor penarik daerah
kota atau daerah tersebut serta anggapan dari masyarakat desa bahwa kota dapat memberikan
lapangan/ kesempatan kerja dengan memberikan upah yang besar. Namun dalam kenyataannya
sebagian besar penyebab terjadinya migrasi ini adalah karena tidak adanya pekerjaan yang sesuai
dengan keahlian yang mereka miliki, sehingga timbul kecenderungan untuk keluar dari desa atau
daerah mereka untuk pindah ke kota.
Secara terperinci faktor penyebab adanya urbanisasi adalah karena adanya faktor utama
yang klasik yaitu kemiskinan di daerah pedesaan. Faktor utama ini melahirkan dua faktor
penyebab adanya urbanisasi yaitu:
15
• faktor penarik (pull factors)
Orang desa tertarik ke kota adalah suatu yang lumrah yang sebab-sebabnya bagi individu
atau kelompok mungkin berbeda satu sama lain dilihat dari kepentingan individu tadi. Beberapa
alasan yang menarik mereka pindah ke kota diantaranya adalah:
- melanjutkan sekolah, karena di desa tidak ada fasilitasnya atau mutu kurang
- pengaruh cerita orang, bahwa hidup di kota gampang cari pekerjaan, atau mudahnya membuka
usaha kecil-kecilan
Di sisi lain kota mempunyai daya tarik, di pihak lain keadaan tingkat hidup di desa
umumnya mempercepat proses urbanisasi tersebut, hal ini menjadi faktor pendorong tumbulnya
urbanisasi. Faktor pendorong yang dimaksud diantaranya adalah:
15
- adat istiadat yang ketat
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa faktor utama penyebab timbulnya urbanisasi yang
paling kuat adalah faktor ekonomi (menjadi motif utama para migran), selain itu disusul dengan
faktor tingkat pendidikan. Penyebab lain dari terjadinya urbanisasi adalah karena terjadinya
“overruralisasi” yaitu tingkat dan cara produksi di pedesaan terdapat terlalu banyak orang.
Berbeda dengan jaman sebelum terjadinya industrialisasi, pada jaman tersebut proses timbulnya
kota-kota di negara-negara wilayah Asia dipengaruhi oleh faktor-faktor:
- lembaga militer
- politik
3. Rumusan Masalah
15
BAB II
PEMBAHASAN
Apabila kita berbicara tentang masyarakat, terutama jika kita mengemukakannya dari sudut
antropologi, maka kita mempunyai kecenderungan untuk melihat 2 tipe masyarakat:
Pertama, satu masyarakat kecil yang belum begitu kompleks, yang belum mengenal pembagian
kerja, belum mengenal struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan.
Kedua, masyarakat yang sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam
segala bidang, karena ilmu pengetahuan modern sudah maju, teknologi maju, sudah mengenal
tulisan, satu masyarakat yang sukar diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja.
1. Masyarakat Perkotaan
15
d. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga
kota daripada warga desa.
e. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa
interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
f. Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu yang teliti
sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
g. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya
terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara
desa dan kota. Ciri-ciri tersebut antara lain:
a. Jumlah dan kepadatan penduduk
b. Lingkungan hidup
c. Mata pencaharian
d. Corak kehidupan sosial
e. Stratifikasi sosial
f. Mobilitas sosial
g. Pola interaksi sosial
h. Solidaritas sosial dan
i. Kedudukan dalam hierarki sistem
administrasi nasional gambar:petani - kota
Meskipun tidak ada ukuran pasti, kota memiliki pendudukan yang jumlahnya lebih banyak
dibandingkan desa. Hal ini mempunyai kaitan erat dengan kepadatan penduduk, yaitu jumlah
penduduk yang tinggal pada suatu luas wilayah tertentu, misalnya saja jumlah per KM2
(Kilometer persegi) atau jumlah per hektar.
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali
satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang
15
erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membuthkan. Kota tergantung pada
desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-
mayur, daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan
tertentu di kota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek
pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak.
Untuk menunjang aktivitas warganya serta untuk memberikan suasana aman, tentram dan
nyaman pada warganya, kota dihadapkan pada keharusan menyediakan berbagai fasilitas
kehidupan dan keharusan untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul sebagai akibat aktivitas
warganya. Dengan kata lain kota harus berkembang, Secara umum dapat dikenal bahwa suatu
lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi:
a.Wisma
b.Karya
c.Marga
d.Suka
e. Penyempurnaan
2. Masyarakat Pedesaan
15
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Sedangkan menurut Paul H. Landis: Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Dengan ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa
2. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
3. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam
seperti: iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah
bersifat sambilan.
Adapun yang menjadi ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut:
1. Arti Urbanisasi
15
berikut:
a. Terjadinya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota
b. Bertambah besarnya jumlah tenaga kerja non agraria di sektor sekunder (industri) dan sektor
tersier(jasa);
c. Tumbuhnya pemukiman menjadi kota
d. Meluasnya pengaruh kota di daerah pedesaan mengenai segi ekonomi sosial, kebudayaan dan
psikologis.
2. Sebab-sebab Urbanisasi
Pada dasarnya ada tiga hal utama yang menyebabkan timbulnya urbanisasi yaitu:
a. Adanya pertambahan penduduk secara alamiah
b. Terjadinya arus perpindahan dari desa ke kota;
c. Tertariknya pemukiman pedesaan ke dalam lingkup kota, sebagai akibat perkembangan kota
yang sangat pesat di berbagai bidang, terutama yang berkaitan dengan tersedianya kesempatan
kerja.
15
yang erat antara aspek politik, sosial dan aspek ekonomi dengan wilayah di sekitarnya.
Jadi dalam hal ini istilah atau pengertian urbanisasi dikaitkan dengan proses terbentuknya kota
dan perkembangannya, sedang istilah “urbanisme” dikaitkan dengan perilaku hidup atau cara
hidup di kota.
1. KEKUATAN
Selain itu, urabanisasi juga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di kota apabila
didukung oleh para pendatang yang mampu membuka usaha-usaha baru yang belum pernah ada
sebelumnya di kota. Hal tersebut tentu saja harus didukung kemampuan untuk dapat membaca
kesempatan yang ada dan mengelolanya sehingga dapat terwujud tujuan tersebut.
Pertumbuhan ekonomi di daerah asal juga akan meningkat apabila para pendatang yang
sudah sukses merintis usaha di kota, juga melibatkan daerah asal dalam menjalankan usahanya,
terutama dari segi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di daerah asal. Pada
umumnya daerah merupakan penghasil bahan baku yang melimpah dan sebagai penyedia
tenaga / pekerja.
15
Tanggapan lain adalah bahwa kita tidak mungkin membayangkan bagaimana pertumbuhan
dan keadaan Jakarta sekarang ini dan juga pusat-pusat industri di dunia lainnya bias tercapai bila
seandainya tidak ada urbanisasi.
Di samping itu, ada suatu kelompok yang tergolong dalam Group Optimistik (disadur dari
bahan kuliah Teori Perencanaan permukiman 2) yang berpendapat bahwa proses urbanisasi
hanyalah suatu fenomena temporer yang tidak menghambat pembangunan. Dan menekankan
bahwa kota merupakan suatu “leading sector” dalam perubahan ekonomi, sosial dan politik.
Urbansiasi merupakan variable independen yang memajukan pembangunan ekonomi
2. KELEMAHAN
Mereka yang tidak mempunyai pengahasilan yang cukup, atau yang tetap bertahan di kota
dengan keadaan hidup di bawah garis kemiskinan tentunya juga akan menimbulkan masalah-
masalah sosial seperti banyaknya pengemis jalanan, gelandangan, pemukiman yang kumuh di
daerah pinggiran, dan lain sebagainya.
Tanggapan negatif terhadap urbanisasi adalah karena adanya akibat buruk yang timbul
karena adanya urbansiasi. Beberapa akibat dari urbansiasi yang tidak terkendali adalah:
15
- masalah rumah dan tempat tinggal
pada negara berkembang, kota-kotanya tdiak siap dalam menyediakan perumahan yang layak
bagi seluruh populasinya. Apalagi para migran tersebut kebanyakan adalah kaum miskin yang
tidak mampu untuk membangun atau membeli perumahan yang layak bagi mereka sendiri.
Akibatnya timbul perkampungan kumuh dan liar di tanah-tanah pemerintah.
- masalah gelandangan
- masalah transportasi
- masalah ekologi
Arus urbansiasi yang tidak terkendali ini dianggap merusak strategi rencana pembangunan
kota dan menghisap fasilitas perkotaan di luar kemampuan pengendalian pemerintah kota.
Beberapa akibat negatif tersebut akan meningkat pada masalah kriminalitas yang bertambah dan
turunnya tingkat kesejahteraan.
3. KESEMPATAN / PELUANG
Kesempatan atau peluang yang dapat diambil oleh para pendatang di kota diantaranya
adalah kesempatan membuka usaha yang baru yang belum pernah ada atau masih sedikit di kota.
Tentunya hal ini harus didukung juga oleh keampuan para pendatang itu untuk membaca
kesempatan yang ada dan kemampuan untuk mengelola atau memanfaatkan kesempatan
tersebut.
15
Selain itu, bagi para pendatang yang sudah mempunyai usaha di daerah asalnya atau di
desa, dapat mengembangkan usahanya di kota, karena di kota merupakan pusat perekonomian,
dan pusat kegiatan usaha. Sehingga akan lebih mudah dalam menajalankan usaha di kota
daripada di desa, sehingga usahanya akan lebih cepat berkembang.
4. HAMBATAN / TANTANGAN
Para pendatang tentunya akan menghadapi tantangan atau hambatan untuk hidup di kota.
Mereka akan bersaing dengan masyarakat kota, dan tentu juga dengan sesama pendatang.
Tantangan tersebut antara lain gaya hidup masyarakat perkotaan yang individualis, interaksi
sosial, kepadatan penduduknya, solidaritas sesama anggota masyarakat, yang tentunya jauh
berbeda dengan di desa tempat mereka berasal, dan masih banyak lagi tantangan yang akan
mereka hadapi di kota.
Selain itu, dengan banyaknya usaha yang ada di kota, para pendatang yang berwirausaha
juga akan tertantang untuk bersaing dengan para wirausahawan yang lain. Hal ini sering menjadi
masalah yang sering membuat sebagian dari para wirausahawan tidak mampu mempertahankan
usahanya, dan akhirnya jatuh.
Di sisi lain, corak kehidupan kota ataupun gaya hidup masyarakat perkotaan yang sangat
berbeda dengan masyarakat pedesaan, juga menjadi suatu hambatan tersendiri bagi para urbanis
untuk tetap bertahan hidup di kota.
Urbanisasi dapat memberikan tantangan yang berat. Tantangan tersebut dapat memberikan
mereka kehidupan yang lebih berat dibandingkan kehidupan di desa, seperti menjadi
gelandangan, pengemis dan lain-lain. Disamping itu kehidupan mereka juga jadi lebih berat jika
harus ditangkap oleh Polisi Pamong Praja.
15
4. Pemaparan Data mengenai urbanisasi
Urbanisasi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu pertumbuhan alami penduduk daerah
perkotaan, migrasi dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan, dan reklasifikasi desa perdesaan
menjadi desa perkotaan. Proyeksi penduduk daerah perkotaan pada proyeksi ini tidak dilakukan
dengan membuat asumsi untuk ketiga faktor tersebut, tetapi berdasarkan perbedaan laju
pertumbuhan penduduk daerah perkotaan dan daerah perdesaan (Urban Rural Growth
Difference/URGD). Namun begitu, dengan membuat asumsi URGD untuk masa yang akan
datang, berarti proyeksi ini secara tidak langsung juga sudah mempertimbangkan ketiga faktor
tersebut.
Tabel 3.8 menyajikan tingkat urbanisasi per provinsi dari tahun 2000 sampai dengan 2025.
Untuk Indonesia, tingkat urbanisasi diproyeksikan sudah mencapai 68 persen pada tahun 2025.
Untuk beberapa provinsi, terutama provinsi di Jawa dan Bali, tingkat urbanisasinya sudah lebih
tinggi dari Indonesia secara total. Tingkat urbanisasi di empat provinsi di Jawa pada tahun 2025
sudah di atas 80 persen, yaitu di DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten.
15
61. KALIMANTAN BARAT 24.9 27.8 31.1 34.8 39.0 43.7
62. KALIMANTAN TENGAH 27.5 34.0 40.7 47.2 53.3 58.8
63. KALIMANTAN SELATAN 36.2 41.5 46.7 51.6 56.3 60.6
64. KALIMANTAN TIMUR 57.7 62.2 66.2 69.9 73.1 75.9
71. SULAWESI UTARA 36.6 43.4 49.8 55.7 61.1 65.7
72. SULAWESI TENGAH 19.3 21.0 22.9 24.9 27.3 29.9
73. SULAWESI SELATAN 29.4 32.2 35.3 38.8 42.6 46.7
74. SULAWESI TENGGARA 20.8 23.0 25.6 28.5 31.8 35.5
75. GORONTALO 25.4 31.3 37.0 42.8 48.2 53.2
81. M A L U K U 25.3 26.1 26.9 27.9 28.8 29.9
82. MALUKU UTARA 28.9 29.7 30.6 31.5 32.5 33.6
94. PAPUA 22.2 22.8 23.5 24.3 25.1 26.0
* berdasarkan data statistik Indonesia
Menurut Lalu Sudarmadi –sewaktu masih menjabat Seskretaris Utama BKKBN-- Jakarta
sebagai misal, telah lama menjadi kota terpadat di Asia Tenggara dengan perkiraan penduduk
mencapai 12 juta jiwa pada tahun 1995. Dan diperkirakan sekitar 2015, akan menduduki tempat
kelima dalam 10 besar kota-kota terbesar di dunia. Padahal, pada awal 1960-an, penduduk
Jakarta sekitar 2-3 juta jiwa.Jika tingkat urbanisasi di Indonesia dilihat berdasarkan pulau dan
15
provinsi, maka tiga pulau tertinggi tingkat urbanisasinya adalah Jawa mencapai 57,47 persen,
Kalimantan 36,52 persen dan Sumatera 34,26 persen. Jika dilihat berdasarkan provinsi, yang
tertinggi memiliki tingkat urbanisasi di atas rata-rata nasional (42,15 persen tahun 2000) DI
Yogkakarta 57,25 persen, Kalimantan Timur 56,88 persen, dan Jawa Barat 50,22 persen.
Sedangkan tingkat urbanisasi terendah adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) hanya 15,45 persen.
Namun dibandingkan tahun 1990 lalu, maka sebagai contoh pada tahun 2004 tingkat
urbanisasi di seluruh propinsi telah mengalami perubahan secara signifikan. Lima provinsi yang
paling tinggi tingkat urbanisasinya adalah Bali dari 26,44 persen menjadi 46,87 persen (20,43
persen), disusul Nusa Tenggara Barat (NTB) dari 17,13 persen menjadi 34,39 persen (17,26
persen). Jawa Barat dari 34,51 persen meningkat menjadi 50,22 persen (15,71 persen), Jawa
Timur dari 27,45 persen menjadi 40,62 persen (13,17 persen) dan DI Yogyakarta dari 44,43
meningkat menjadi 57,25 persen (12,82 persen).Jika dilihat dari kepadatan penduduk, maka DKI
Jakarta adalah satu-satunya Provinsi dengan tingkat kepadatan paling tinggi yang mencapai
13.240 penduduk per km. Jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 114 penduduk per km.
Disusul Jawa Barat dengan 1.084 penduduk per km dan Jawa Tengah dengan 1003 penduduk per
km. Sementara Jawa Timur hanya 742 penduduk per km masih di bawah DI Yogyakarta yang
mencapai 994 penduduk per km.Derasnya urbanisasi di Indonesia terjadi karena berbagai faktor.
Kota dengan segala fasilitasnya menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk perdesaan. Cerita
sukses dan penampilan fisik yang dipamerkan para Pemudik saat lebaran merupakan bumbu
rangsangan tersendiri bagi penduduk perdesaan.
15
bertambah 125.373 jiwa sehingga menjadi 8,38 juta jiwa.Sepanjang tahun 1980-2000 penduduk
Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara terus mengalami peningkatan. Sebaliknya
penduduk Jakarta Pusat terus berkurang dari 1,26 juta jiwa pada 1971 menjadi 893 ribu tahun
2000. Penduduk Jakarta Selatan sampai tahun 1990, masih menunjukkan peningkatan, namun
pada tahun 2000 mulai mengalami penurunan dari 1,9 juta jiwa menjadi 1,78 juta jiwa.
Imbauan tersebut mengingat jumlah penduduk Jakarta yang terus bertambah dari tahun ke
tahun. "Saya mengharapkan agar warga tidak membawa sanak saudaranya untuk bekerja di
Jakarta. Kondisi Ibu Kota sudah padat," katanya.Apalagi, kata Sutiyoso, ajakan sanak saudara itu
tidak memiliki tujuan akan bekerja di sektor apa. Bila memiliki tujuan bekerja pun, namun jika
tidak memiliki keterampilan, maka tetap akan menjadi beban Pemprov DKI.Meskipun Jakarta
berpenduduk sebesar 8,38 juta, namun pada siang hari Jakarta dipadati oleh para Commuters
sekitar 1,3 juta jiwa, sehingga penduduk Jakarta di siang hari bertambah menjadi sekitar 9,68
juta jiwa.
Para Commuters ini datang dari Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi baik yang bekerja
maupun sekolah di Jakarta. Data lain menunjukkan sekarang Jakarta berpenduduk 11 juta pada
siang hari dan 8 juta pada malam hari.Pada saat arus balik Lebaran Jakarta dipastikan kebanjiran
pendatang dari daerah yang jumlahnya diperkirakan 250 ribu jiwa. Mereka ini dibagi menjadi
klompok pencari pekerjaan di Jakarta, atau sekadar transit sebelum menuju kota-kota lain di
Banten, Jawa Barat maupun di Sumatera. Sayang, kebanyakan mereka itu bonek (bondo nekat,
bermodal nekat) karena kenyataannya mencari rupiah di daerah sangatlah susah.
15
Di Jakarta jualan di warung-warung kecil sudah menghasilkan, menjadi pedagang
asongan juga lumayan. Atnya mereka pun berani hidup prihatin termasuk berjubel di kolong-
kolong jembatan maupun bantaran sungai. Memang, setiap orang berhak tinggal dan mencari
penghidupan di manapun dalam teritori sebuah Negara. Namun dampak negatif dari urbanisasi
mengharuskan Pemerintah menyediakan berbagai fasilitas, mulai fasilitas pendidikan, kesehatan,
lapangan kerja dan sebagainya. Sayangnya, Pemerintah belum mampu menyediakan berbagai
fasilitas itu, dan akibatnya tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah tidak
bersekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, tingkat kriminalitas makiin rawan,
dan sebagainya.
Tidak ada solusi tunggal yang dapat menyelesaikan masalah urbanisasi maupun
dampaknya. Pemecahan yang bisa dilakukan adalah melalui koordinasi lintas sektor instansi
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, LSM dan masyarakat. Pembangunan hendaknya tidak
hanya terpusat di satu atau beberapa lokasi di Jakarta dan Jawa, tapi harus menyebar ke seluruh
wilayah tanah air. Sangat dipercaya bahwa masalah urbanisasi ibarat “gula dan semut”. Di
sebuah kota yang tersedia lapangan kerja dan penghidupan yang lebih menjanjikan, maka
kesitulah arus urbanisasi bergerak. Dengan bersebarnya pembangunan secara merata, maka
peredaran uangpun secara otomatis tidak bertumpuk di kota-kota besar. Penyediaan fasilitas
pendidikan yang memadai, kesehatan yang lengkap, lapangan kerja yang cukup di daerah
perdesaan juga diharapkan menjadi daya penahan para penduduk perdesaan meninggalkan tanah
kelahirannya menuju perkotaan yang sangat awam bagi mereka.
Pola hidup yang dikesankan mewah namun sesunggunya semu lewat media massa
khususnya melalui tayangan sinetron dan format acara lain, hendaknya perlu dipertimbangkan
kembali. Tema-tema kehidupan desa yang asri, alami, damai, dan penuh kekerabatan perlu
diangkat menjadi tema-tema sinetron atau program lain yang banyak diminati masyarakat
perdesaan.
15
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Urbanisasi tidak sama dengan pertumbuhan suatu kota karena urbanisasi merupakan
pertumbuhan dari desa menjadi kota.
Urbanisasi yang berlebihan dan tidak terkendali dapat mempengaruhi perkembangan suatu
kota, hal ini menimbulkan berbagai dampak diantaranya dampak negatif dan dampak positifnya.
Segala dampak positif ini dapat menunjang kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kota. Sedangkan
dampak negatifnya dapat dipecahkan sebagian kecil dengan adanya program dan kebijakan dari
pemerintah. Kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan uraian di atas, antara lain :
- Terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara kehidupan di desa dan kehidupan di
kota.
15
- Para urbanis yang mau bertahan hidup di kota harus bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungan perkotaan.
2. SARAN
Saran ataupun solusi yang mungkin dapat mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan
dari urbanisasi antara lain :
- Perlu adanya pengendalian arus urbanisasi dari pemerintah kota maupun pemerintah
desa atau daerah asal, terutama pada momen pasca lebaran, sebab momen tersebut yang paling
sering dimanfaatkan orang utuk berurbanisasi.
- Perlu diadakan penyuluhan kepada seluruh masyarakat tentang segala sesuatu yang
bersangkutan dengan urbanisasi.
- Harus ada peraturan yang tegas, terutama di daerah kota tujuan urbanisasi tentang
tata kota dan kependudukan.
15
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/923/939/
http://dixna.wordpress.com/2007/10/22/urbanisasi-akan-selesai-jika-kemakmuran-
merata/
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/urbanisasi
http://aguswibowo82.blogspot.com/2008/10/mengatasi-problem-urbanisasi.html
http://www.averroes.or.id/lifestyle/menolak-urbanisasi.html
http://www.menkokesra.go.id/content/view/6180/39/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/makalah-urbanisasi-pasca-lebaran/
15