You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

1. Terminologi

Pengertian urbanisasi yang sebenarnya menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah,


suatu proses kenaikan proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Selain itu
dalam ilmu lingkungan, urbanisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengkotaan suatu
wilayah. Proses pengkotaan ini dapat diartikan dalam dua pengertian. Pengertian pertama,
adalah merupakan suatu perubahan secara esensial unsur fisik dan sosial-ekonomi-budaya
wilayah karena percepatan kemajuan ekonomi. Contohnya adalah daerah Cibinong dan Bontang
yang berubah dari desa ke kota karena adanya kegiatan industri. Pengertian kedua adalah
banyaknya penduduk yang pindah dari desa ke kota, karena adanya penarik di kota, misal
kesempatan kerja.

Pengertian urbanisasi inipun berbeda-beda, sesuai dengan interpretasi setiap orang yang
berbeda-beda. Dari suatu makalah Ceramah Umum di UNIJA, yang dibawakan oleh Ir. Triatno
Yudo Harjoko pengertian urbanisasi diartikan sebagai suatu proses perubahan masyarakat dan
kawasan dalam suatu wilayah yang non-urban menjadi urban. Secara spasial. Hal ini dikatakan
sebagai suatu proses diferensiasi dan spesialisasi pemanfaatan ruang dimana lokasi tertentu
menerima bagian pemukim dan fasilitas yang tidak proporsional.

Pengertian lain dari urbanisasi, dikemukakan oleh Dr. PJM Nas dalam bukunya Pengantar
Sosiologi Kota yaitu Kota Didunia Ketiga. Pada pengertian pertama diutarakan bahwa
urbanisasi merupakan suatu proses pembentukan kota, suatu proses yang digerakkan oleh
perubahan struktural dalam masyarakat sehingga daerah-daerah yang dulu merupakan daerah
pedesaan dengan struktur mata pencaharian yang agraris maupun sifat kehidupan masyarakatnya
lambat laun atau melalui proses yang mendadak memperoleh sifat kehidupan kota. Pengertian
kedua dari urbanisasi adalah, bahwa urbanisasi menyangkut adanya gejala perluasan pengaruh
kota ke pedesaan yang dilihat dari sudut morfologi, ekonomi, sosial dan psikologi.

Dari beberapa pengertian mengenai urbanisasi yang diuraikan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian urbanisasi adalah merupakan suatu proses perubahan dari desa ke

15
kota yang meliputi wilayah/ daerah beserta masyarakat di dalamnya dan dipengaruhi oleh aspek-
aspek fisik/ morfologi, sosial, ekonomi, budaya, dan psikologi masyarakatnya.

2. Latar Belakang

Latar belakang terjadinya urbanisasi pada negara indusrti maju dengan negara yang berkembang
mempunyai beberapa perbedaan yang terdiri dari:

• Negara Industri Maju

- pada negara industri maju, urbanisasi dimulai sejak industrialisasi, jadi industri merupakan titik
tolak terjadinya urbanisasi

- penduduk kota meningkat lebih lambat dibandungkan di negara berkembang

- pertumbuhan kota relatif lebih imbang (perbedaan tidak besar)

“proses urbanisasi merupakan proses ekonomi”

• Negara Sedang Berkembang

- urbanisasi pada negara berkembang dimulai sejak PD II, urbanisasi merupakan titik tolak
terjadinya industri (kebalikan dari negara industri maju)

- penduduk kota meningkat cepat

- urbanisasi tidak terbagi rata, semakin besar kotanya, semakin cepat proses urbanisasinya,
adanya konsep “Primate City”

“proses urbanisasi bersifat demografi”

Dari uraian di atas, jelas bahwa sejak PD II, proses urbanisasi di negara berkembang terjadi
terlebih dulu dan kemudian menjadi titik tolak terjadinya industrialisasi. Pada kenyataannnya,
saat ini seperti yang terjadi di Cibinong, urbanisasi terjadi setelah adanya industri (dibangunnya
daerah-daerah industri baru). Selain itu pada daerah pinggiran Jakarta dibangun beberapa daerah
industri yang berfungsi untuk mendukung kegiatan kota Jakarta, selain itu juga terjadi

15
peningkatan ekonomi wilayah pinggiran tersebut sehingga wilayah tersebut berangsur-angsur
menjadi kota. Oleh karena itu konsep bahwa urbanisasi merupakan titik tolak terjadinya industri
menjadi kurang tepat karena sesungguhnya keduanya saling mempengaruhi.Selain itu telah
disebutkan bahwa urbanisasi adalah proses kenaikan proporsi jumlah penduduk kota, dalam buku
Kota Indonesia Masa Depan Masalah dan Prospek, oleh BN Marbun, disebutkan bahwa kenaikan
jumlah penduduk ini diantaranya disebabkan oleh:

- gejala alami, yaitu kelahiran

- masuknya orang-orang yang pindah dari daerah pedesaan ke perkotaan, ataupun dari daerah
perkotaan ke daerah perkotaan yang lebih besar atau yang disebut migrasi (rural-urban, urban-
urban).

Kedua hal ini biasanya disebut sebagai komponen urbanisasi. Dari kedua komponen
tersebut biasanya, pengaruh perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan ataupun
perpindahan daeri perkotaan ke kota yang lebih besar akan mempunyai pengaruh yang lebih
besar dibandingkan dengan pengaruh jumlah kelahiran.

Banyak orang berpendapat bahwa alasan utama kepindahan seseorang atau sekelompok
orang dari daerahnya ke tempat lain adalah karena terdorong oleh faktor-faktor penarik daerah
kota atau daerah tersebut serta anggapan dari masyarakat desa bahwa kota dapat memberikan
lapangan/ kesempatan kerja dengan memberikan upah yang besar. Namun dalam kenyataannya
sebagian besar penyebab terjadinya migrasi ini adalah karena tidak adanya pekerjaan yang sesuai
dengan keahlian yang mereka miliki, sehingga timbul kecenderungan untuk keluar dari desa atau
daerah mereka untuk pindah ke kota.

Secara terperinci faktor penyebab adanya urbanisasi adalah karena adanya faktor utama
yang klasik yaitu kemiskinan di daerah pedesaan. Faktor utama ini melahirkan dua faktor
penyebab adanya urbanisasi yaitu:

15
• faktor penarik (pull factors)

Orang desa tertarik ke kota adalah suatu yang lumrah yang sebab-sebabnya bagi individu
atau kelompok mungkin berbeda satu sama lain dilihat dari kepentingan individu tadi. Beberapa
alasan yang menarik mereka pindah ke kota diantaranya adalah:

- melanjutkan sekolah, karena di desa tidak ada fasilitasnya atau mutu kurang

- pengaruh cerita orang, bahwa hidup di kota gampang cari pekerjaan, atau mudahnya membuka
usaha kecil-kecilan

- tingkat upah di kota yang lebih tinggi

- keamanan di kota lebih terjamin

- hiburan lebih banyak

- kebebasan pribadi lebih luas

- adat atau agama lebih longgar

• Faktor pendorong (Push factors)

Di sisi lain kota mempunyai daya tarik, di pihak lain keadaan tingkat hidup di desa
umumnya mempercepat proses urbanisasi tersebut, hal ini menjadi faktor pendorong tumbulnya
urbanisasi. Faktor pendorong yang dimaksud diantaranya adalah:

- keadaan desa yang umumnya mempunyai kehidupan yang statis

- keadaan kemiskinan desa yang seakan-akan abadi

- lapangan kerja yang hampir tidak ada

- pendapatan yang rendah

- keamanan yang kurang

15
- adat istiadat yang ketat

- kurang fasilitas pendidikan

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa faktor utama penyebab timbulnya urbanisasi yang
paling kuat adalah faktor ekonomi (menjadi motif utama para migran), selain itu disusul dengan
faktor tingkat pendidikan. Penyebab lain dari terjadinya urbanisasi adalah karena terjadinya
“overruralisasi” yaitu tingkat dan cara produksi di pedesaan terdapat terlalu banyak orang.
Berbeda dengan jaman sebelum terjadinya industrialisasi, pada jaman tersebut proses timbulnya
kota-kota di negara-negara wilayah Asia dipengaruhi oleh faktor-faktor:

- ekologi: adanya lingkungan alamiah yang menguntungkan dapat memperngaruhi tumbuhnya


suatu kota

- teknologi: adanya perkembangan teknologi sesuai kemajuan jaman

- organisasi sosial: ditandai dengan adanya pembagian kerja

Sedangkan faktor penggerak terjadinya urbanisasi sebelum industrialisasi adalah:

- lembaga militer

- agama, penyebaran dan misi agama

- politik

3. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan tentang masyarakat perkotaan: aspek-aspek positif dan negative


2. Menjelaskan tentang masyarakat pedesaan
3. Menjelaskan tentang urbanisasi dan urbanisme
4. Menjelaskan Urbanisasi berdasarkan analisis SWOT
5. Memaparkan beberapa data urbanisasi

15
BAB II

PEMBAHASAN

1. Masyarakat Perkotaan, Aspek-aspek Positif dan Negatif

Apabila kita berbicara tentang masyarakat, terutama jika kita mengemukakannya dari sudut
antropologi, maka kita mempunyai kecenderungan untuk melihat 2 tipe masyarakat:
Pertama, satu masyarakat kecil yang belum begitu kompleks, yang belum mengenal pembagian
kerja, belum mengenal struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan.
Kedua, masyarakat yang sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam
segala bidang, karena ilmu pengetahuan modern sudah maju, teknologi maju, sudah mengenal
tulisan, satu masyarakat yang sukar diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja.

1. Masyarakat Perkotaan

Masyarakat perkotaan sering


disebut juga urban community.
Pengertian masyarakat kota lebih
ditekankan pada sifat-sifat
kehidupannya serta ciri-ciri
kehidupannya yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan.

Ada beberapa ciri yang


menonjol pada masyarakat kota,
yaitu: gambar:perkotaan
a. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
b. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada
orang-orang lain.
c. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang
nyata.

15
d. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga
kota daripada warga desa.
e. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa
interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
f. Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu yang teliti
sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
g. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya
terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

2. Perbedaan desa dan kota

Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara
desa dan kota. Ciri-ciri tersebut antara lain:
a. Jumlah dan kepadatan penduduk
b. Lingkungan hidup
c. Mata pencaharian
d. Corak kehidupan sosial
e. Stratifikasi sosial
f. Mobilitas sosial
g. Pola interaksi sosial
h. Solidaritas sosial dan
i. Kedudukan dalam hierarki sistem
administrasi nasional gambar:petani - kota

Meskipun tidak ada ukuran pasti, kota memiliki pendudukan yang jumlahnya lebih banyak
dibandingkan desa. Hal ini mempunyai kaitan erat dengan kepadatan penduduk, yaitu jumlah
penduduk yang tinggal pada suatu luas wilayah tertentu, misalnya saja jumlah per KM2
(Kilometer persegi) atau jumlah per hektar.

3. Hubungan Desa-Kota, Hubungan Pedesaan-Perkotaan

Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali
satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang

15
erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membuthkan. Kota tergantung pada
desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-
mayur, daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan
tertentu di kota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek
pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak.

4. Aspek Positif dan negative

Untuk menunjang aktivitas warganya serta untuk memberikan suasana aman, tentram dan
nyaman pada warganya, kota dihadapkan pada keharusan menyediakan berbagai fasilitas
kehidupan dan keharusan untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul sebagai akibat aktivitas
warganya. Dengan kata lain kota harus berkembang, Secara umum dapat dikenal bahwa suatu
lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi:
a.Wisma
b.Karya
c.Marga
d.Suka
e. Penyempurnaan

2. Masyarakat Pedesaan

Yang dimaksud dengan desa menurut


Sutardjo Kartohadikusuma mengemukakan
sebagai berikut:

Desa adalah suatu kesatuan hukum


dimana bertempat tinggal suatu masyarakat
pemerintahan sendiri.

Menurut Bintarto desa merupakan


perwujudan atau persatuan geografi, sosial,
ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di
situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan gambar:pedesaan

15
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.

Sedangkan menurut Paul H. Landis: Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Dengan ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa
2. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
3. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam
seperti: iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah
bersifat sambilan.

Adapun yang menjadi ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut:

1. Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih


mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas-batas
wilayahnya.
2. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
3. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang
bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part time) yang biasanya sebagai pengisi waktu
luang.
4. Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat istiadat dan
sebagainya.

3. Urbanisasi dan Urbanisme

1. Arti Urbanisasi

Urbanisasi adalah suatu proses


perpindahan penduduk dari desa ke kota
atau dapat pula dikatakan bahwa
urbanisasi merupakan proses terjadinya
masyarakat perkotaan.

Dengan demikian urbanisasi adalah


suatu proses dengan tanda-tanda sebagai

15
berikut:
a. Terjadinya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota
b. Bertambah besarnya jumlah tenaga kerja non agraria di sektor sekunder (industri) dan sektor
tersier(jasa);
c. Tumbuhnya pemukiman menjadi kota
d. Meluasnya pengaruh kota di daerah pedesaan mengenai segi ekonomi sosial, kebudayaan dan
psikologis.

2. Sebab-sebab Urbanisasi
Pada dasarnya ada tiga hal utama yang menyebabkan timbulnya urbanisasi yaitu:
a. Adanya pertambahan penduduk secara alamiah
b. Terjadinya arus perpindahan dari desa ke kota;
c. Tertariknya pemukiman pedesaan ke dalam lingkup kota, sebagai akibat perkembangan kota
yang sangat pesat di berbagai bidang, terutama yang berkaitan dengan tersedianya kesempatan
kerja.

Proses urbanisasi akan menimbulkan akibat antara lain adalah:


a. Terbentuknya suburb
b. Makin meningkatnya tuna karya, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap
c. Pertambahan penduduk kota yang pesat menimbulkan masalah perumahan.
d. Lingkungan hidup yang sehat, apalagi ditambah dengan adanya berbagai kerawanan sosial
memberi pengaruh yang negatif terhadap pendidikan generasi muda.

3. Usaha-usaha Menanggulangi Urbanisasi


a. Lokal jangka pendek
b. Lokal jangka panjang
c. Nasional jangka pendek
d. Nasional jangka panjang
4. Urbanisme

Dalam kepustakaan geografi pandangan seorang geografiwan terhadap “urbanisasi” ini


ialah sebuah kota sebagai sesuatu yang integral, dan untuk memiliki pengaruh atau merupakan
unsur yang dominan dalam sistem keruangan yang lebih luas tanpa mengabaikan adanya jalinan

15
yang erat antara aspek politik, sosial dan aspek ekonomi dengan wilayah di sekitarnya.
Jadi dalam hal ini istilah atau pengertian urbanisasi dikaitkan dengan proses terbentuknya kota
dan perkembangannya, sedang istilah “urbanisme” dikaitkan dengan perilaku hidup atau cara
hidup di kota.

4. Urbanisasi berdasarkan analisis SWOT

1. KEKUATAN

Urbanisasi mempunyai kekuatan apabila para pendatang mempunyai kemampuan atau


keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat kota, ataupun yang dibutuhkan oleh industri-
industri yang banyak berkembang di kota. Dengan demikian hal tersebut akan membawa dampak
positif terhadap para pendatang dan para pelaku atau pemilik industri dan masyarakat perkotaan
pada umumnya. Tentu saja pertumbuhan ekonomi di kota juga akan ikut meningkat.

Selain itu, urabanisasi juga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di kota apabila
didukung oleh para pendatang yang mampu membuka usaha-usaha baru yang belum pernah ada
sebelumnya di kota. Hal tersebut tentu saja harus didukung kemampuan untuk dapat membaca
kesempatan yang ada dan mengelolanya sehingga dapat terwujud tujuan tersebut.

Pertumbuhan ekonomi di daerah asal juga akan meningkat apabila para pendatang yang
sudah sukses merintis usaha di kota, juga melibatkan daerah asal dalam menjalankan usahanya,
terutama dari segi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di daerah asal. Pada
umumnya daerah merupakan penghasil bahan baku yang melimpah dan sebagai penyedia
tenaga / pekerja.

Pandangan yang positif terhadap urbanisasi, melihat urbanisasi sebagai usaha


pembangunan yang menyeluruh, tidak terbatas dalam pagar administrasi kota. Selain itu kota
dianggap sebagai “agen modernisasi dan perubahan”. Mereka melihat kota sebagai suatu tempat
pemusatan modal, keahlian, daya kreasi dan segala macam fasilitas yang mutlak diperlukan bagi
pembangunan.

15
Tanggapan lain adalah bahwa kita tidak mungkin membayangkan bagaimana pertumbuhan
dan keadaan Jakarta sekarang ini dan juga pusat-pusat industri di dunia lainnya bias tercapai bila
seandainya tidak ada urbanisasi.

Di samping itu, ada suatu kelompok yang tergolong dalam Group Optimistik (disadur dari
bahan kuliah Teori Perencanaan permukiman 2) yang berpendapat bahwa proses urbanisasi
hanyalah suatu fenomena temporer yang tidak menghambat pembangunan. Dan menekankan
bahwa kota merupakan suatu “leading sector” dalam perubahan ekonomi, sosial dan politik.
Urbansiasi merupakan variable independen yang memajukan pembangunan ekonomi

2. KELEMAHAN

Banyak para pendatang yang


datang ke kota tanpa berbekal
kemampuan atau skill yang memadai
untuk dibutuhkan di kota, khususnya
di sektor formal. Kebanyakan dari
mereka datang ke kota hanya untuk
mengadu nasib, mereka mengadu
keberuntungan untuk mendapatkan
pekerjaan. Tentu hal ini akan dapat
menimbulkan dampak negatif, seperti
semakin bertambahnya tingkat pengangguran, bertambahnya angka kemiskinan di kota, sehigga
dapat memicu meningkatnya angka kriminalitas pula.

Mereka yang tidak mempunyai pengahasilan yang cukup, atau yang tetap bertahan di kota
dengan keadaan hidup di bawah garis kemiskinan tentunya juga akan menimbulkan masalah-
masalah sosial seperti banyaknya pengemis jalanan, gelandangan, pemukiman yang kumuh di
daerah pinggiran, dan lain sebagainya.

Tanggapan negatif terhadap urbanisasi adalah karena adanya akibat buruk yang timbul
karena adanya urbansiasi. Beberapa akibat dari urbansiasi yang tidak terkendali adalah:

15
- masalah rumah dan tempat tinggal

pada negara berkembang, kota-kotanya tdiak siap dalam menyediakan perumahan yang layak
bagi seluruh populasinya. Apalagi para migran tersebut kebanyakan adalah kaum miskin yang
tidak mampu untuk membangun atau membeli perumahan yang layak bagi mereka sendiri.
Akibatnya timbul perkampungan kumuh dan liar di tanah-tanah pemerintah.

- masalah pedagang kaki lima

- masalah gelandangan

- masalah pengangguran yang meningkat

- masalah transportasi

- masalah ekologi

Arus urbansiasi yang tidak terkendali ini dianggap merusak strategi rencana pembangunan
kota dan menghisap fasilitas perkotaan di luar kemampuan pengendalian pemerintah kota.
Beberapa akibat negatif tersebut akan meningkat pada masalah kriminalitas yang bertambah dan
turunnya tingkat kesejahteraan.

Dampak negatif lainnnya adalah terjadinya “overurbanisasi” yaitu dimana prosentase


penduduk kota yang sangat besar yang tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi negara.
Selain itu juga dapat terjadi “underruralisasi” yaitu jumlah penduduk di pedesaan terlalu kecil
bagi tingkat dan cara produksi yang ada

3. KESEMPATAN / PELUANG

Kesempatan atau peluang yang dapat diambil oleh para pendatang di kota diantaranya
adalah kesempatan membuka usaha yang baru yang belum pernah ada atau masih sedikit di kota.
Tentunya hal ini harus didukung juga oleh keampuan para pendatang itu untuk membaca
kesempatan yang ada dan kemampuan untuk mengelola atau memanfaatkan kesempatan
tersebut.

15
Selain itu, bagi para pendatang yang sudah mempunyai usaha di daerah asalnya atau di
desa, dapat mengembangkan usahanya di kota, karena di kota merupakan pusat perekonomian,
dan pusat kegiatan usaha. Sehingga akan lebih mudah dalam menajalankan usaha di kota
daripada di desa, sehingga usahanya akan lebih cepat berkembang.

Urbanisasi dapat memberikan peluang yang sangat memungkinkan mereka untuk


mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang besar. Bagi mereka untuk datang ke kota bisa membuat
mereka terlepas dari pengangguran dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

4. HAMBATAN / TANTANGAN

Para pendatang tentunya akan menghadapi tantangan atau hambatan untuk hidup di kota.
Mereka akan bersaing dengan masyarakat kota, dan tentu juga dengan sesama pendatang.
Tantangan tersebut antara lain gaya hidup masyarakat perkotaan yang individualis, interaksi
sosial, kepadatan penduduknya, solidaritas sesama anggota masyarakat, yang tentunya jauh
berbeda dengan di desa tempat mereka berasal, dan masih banyak lagi tantangan yang akan
mereka hadapi di kota.

Selain itu, dengan banyaknya usaha yang ada di kota, para pendatang yang berwirausaha
juga akan tertantang untuk bersaing dengan para wirausahawan yang lain. Hal ini sering menjadi
masalah yang sering membuat sebagian dari para wirausahawan tidak mampu mempertahankan
usahanya, dan akhirnya jatuh.

Di sisi lain, corak kehidupan kota ataupun gaya hidup masyarakat perkotaan yang sangat
berbeda dengan masyarakat pedesaan, juga menjadi suatu hambatan tersendiri bagi para urbanis
untuk tetap bertahan hidup di kota.

Urbanisasi dapat memberikan tantangan yang berat. Tantangan tersebut dapat memberikan
mereka kehidupan yang lebih berat dibandingkan kehidupan di desa, seperti menjadi
gelandangan, pengemis dan lain-lain. Disamping itu kehidupan mereka juga jadi lebih berat jika
harus ditangkap oleh Polisi Pamong Praja.

15
4. Pemaparan Data mengenai urbanisasi

Urbanisasi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu pertumbuhan alami penduduk daerah
perkotaan, migrasi dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan, dan reklasifikasi desa perdesaan
menjadi desa perkotaan. Proyeksi penduduk daerah perkotaan pada proyeksi ini tidak dilakukan
dengan membuat asumsi untuk ketiga faktor tersebut, tetapi berdasarkan perbedaan laju
pertumbuhan penduduk daerah perkotaan dan daerah perdesaan (Urban Rural Growth
Difference/URGD). Namun begitu, dengan membuat asumsi URGD untuk masa yang akan
datang, berarti proyeksi ini secara tidak langsung juga sudah mempertimbangkan ketiga faktor
tersebut.

Tabel 3.8 menyajikan tingkat urbanisasi per provinsi dari tahun 2000 sampai dengan 2025.
Untuk Indonesia, tingkat urbanisasi diproyeksikan sudah mencapai 68 persen pada tahun 2025.
Untuk beberapa provinsi, terutama provinsi di Jawa dan Bali, tingkat urbanisasinya sudah lebih
tinggi dari Indonesia secara total. Tingkat urbanisasi di empat provinsi di Jawa pada tahun 2025
sudah di atas 80 persen, yaitu di DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten.

Tabel 3.8 Presentase Penduduk Daerah Perkotaan per Provinsi, 2000-2025

Propinsi 2000 2005 2010 2015 2020 2025


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
11. NANGGROE ACEH DARUSSALAM 23.6 28.8 34.3 39.7 44.9 49.9
12. SUMATERA UTARA 42.4 46.1 50.1 54.4 58.8 63.5
13. SUMATERA BARAT 29.0 34.3 39.8 45.3 50.6 55.6
14. RIAU 43.7 50.4 56.6 62.1 66.9 71.1
15. JAMBI 28.3 32.4 36.5 40.6 44.5 48.4
16. SUMATERA SELATAN 34.4 38.7 42.9 47.0 50.9 54.6
17. BENGKULU 29.4 35.2 41.0 46.5 51.7 56.5
18. LAMPUNG 21.0 27.0 33.3 39.8 46.2 52.2
19. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 43.0 47.8 52.2 56.5 60.3 63.9
31. DKI JAKARTA 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
32. JAWA BARAT 50.3 58.8 66.2 72.4 77.4 81.4
33. JAWA TENGAH 40.4 48.6 56.2 63.1 68.9 73.8
34. D I YOGYAKARTA 57.6 64.3 70.2 75.2 79.3 82.8
35. JAWA TIMUR 40.9 48.9 56.5 63.1 68.9 73.7
36. BANTEN 52.2 60.2 67.2 73.0 77.7 81.5
51. B A L I 49.7 57.7 64.7 70.7 75.6 79.6
52. NUSA TENGGARA BARAT 34.8 41.9 48.8 55.2 61.0 66.0
53. NUSA TENGGARA TIMUR 15.4 18.0 20.7 23.5 26.4 29.3

15
61. KALIMANTAN BARAT 24.9 27.8 31.1 34.8 39.0 43.7
62. KALIMANTAN TENGAH 27.5 34.0 40.7 47.2 53.3 58.8
63. KALIMANTAN SELATAN 36.2 41.5 46.7 51.6 56.3 60.6
64. KALIMANTAN TIMUR 57.7 62.2 66.2 69.9 73.1 75.9
71. SULAWESI UTARA 36.6 43.4 49.8 55.7 61.1 65.7
72. SULAWESI TENGAH 19.3 21.0 22.9 24.9 27.3 29.9
73. SULAWESI SELATAN 29.4 32.2 35.3 38.8 42.6 46.7
74. SULAWESI TENGGARA 20.8 23.0 25.6 28.5 31.8 35.5
75. GORONTALO 25.4 31.3 37.0 42.8 48.2 53.2
81. M A L U K U 25.3 26.1 26.9 27.9 28.8 29.9
82. MALUKU UTARA 28.9 29.7 30.6 31.5 32.5 33.6
94. PAPUA 22.2 22.8 23.5 24.3 25.1 26.0
* berdasarkan data statistik Indonesia

Pertumbuhan penduduk di perkotaan di satu sisi, menyebabkan pertumbuhan penduduk


perdesaan mengalami stagnasi dan bahkan di beberapa wilayah kecenderungan menurun. Hal ini
juga menunjukkan adanya perubahan masyarakat perdesaan yang telah menjadi perkotaan. Data
menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk di perkotaan jauh di atas laju pertumbuhan
penduduk di daerah perdesaan. Pada tahun 1990, persentase penduduk perkotaan baru mencapai
31 persen dari total penduduk Indonesia. Namun tahun 2000 lalu telah mencapai 42 persen, dan
diperoyeksikan pada tahun 2025, keadaannya berbalik, yaitu perkotaan berpenduduk 57 persen
dan perdesaan 43 persen. Hal ini juga ditunjukkan dengan perbandingan kecepatan pertumbuhan
penduduk perkotaan dan perdesaan yang semakin besar, yaitu dari 6:1 menjadi 14:1.

Perkembangan urbanisasi di Indoensia perlu diamati secara serius. Banyak studi


memperlihatkan bahwa tingkat konsentrasi penduduk di kota-kota besar telah berkembang
dengan pesat. Studi yang dilakukan oleh Warner Ruts tahun 1987 menunjukkan bahwa jumlah
kota-kota kecil (<100 ribu penduduk) sangat besar dibandingkan dengan kota menengah (500
ribu sampai 1 juta penduduk). Kondisi ini mengakibatkan perpindahan penduduk menuju kota
besar cenderung tidak terkendali. Ada fenomena kota-kota besar akan selalu tumbuh dan
berkembang, kemudian membentuk kota yang disebut kota-kota metropolitan.

Menurut Lalu Sudarmadi –sewaktu masih menjabat Seskretaris Utama BKKBN-- Jakarta
sebagai misal, telah lama menjadi kota terpadat di Asia Tenggara dengan perkiraan penduduk
mencapai 12 juta jiwa pada tahun 1995. Dan diperkirakan sekitar 2015, akan menduduki tempat
kelima dalam 10 besar kota-kota terbesar di dunia. Padahal, pada awal 1960-an, penduduk
Jakarta sekitar 2-3 juta jiwa.Jika tingkat urbanisasi di Indonesia dilihat berdasarkan pulau dan

15
provinsi, maka tiga pulau tertinggi tingkat urbanisasinya adalah Jawa mencapai 57,47 persen,
Kalimantan 36,52 persen dan Sumatera 34,26 persen. Jika dilihat berdasarkan provinsi, yang
tertinggi memiliki tingkat urbanisasi di atas rata-rata nasional (42,15 persen tahun 2000) DI
Yogkakarta 57,25 persen, Kalimantan Timur 56,88 persen, dan Jawa Barat 50,22 persen.
Sedangkan tingkat urbanisasi terendah adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) hanya 15,45 persen.

Namun dibandingkan tahun 1990 lalu, maka sebagai contoh pada tahun 2004 tingkat
urbanisasi di seluruh propinsi telah mengalami perubahan secara signifikan. Lima provinsi yang
paling tinggi tingkat urbanisasinya adalah Bali dari 26,44 persen menjadi 46,87 persen (20,43
persen), disusul Nusa Tenggara Barat (NTB) dari 17,13 persen menjadi 34,39 persen (17,26
persen). Jawa Barat dari 34,51 persen meningkat menjadi 50,22 persen (15,71 persen), Jawa
Timur dari 27,45 persen menjadi 40,62 persen (13,17 persen) dan DI Yogyakarta dari 44,43
meningkat menjadi 57,25 persen (12,82 persen).Jika dilihat dari kepadatan penduduk, maka DKI
Jakarta adalah satu-satunya Provinsi dengan tingkat kepadatan paling tinggi yang mencapai
13.240 penduduk per km. Jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 114 penduduk per km.
Disusul Jawa Barat dengan 1.084 penduduk per km dan Jawa Tengah dengan 1003 penduduk per
km. Sementara Jawa Timur hanya 742 penduduk per km masih di bawah DI Yogyakarta yang
mencapai 994 penduduk per km.Derasnya urbanisasi di Indonesia terjadi karena berbagai faktor.
Kota dengan segala fasilitasnya menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk perdesaan. Cerita
sukses dan penampilan fisik yang dipamerkan para Pemudik saat lebaran merupakan bumbu
rangsangan tersendiri bagi penduduk perdesaan.

Kehidupan glamour yang dipertontonkan media massa khususnya televisi melalui


sinetron dan format acara lain menjadi suplemen mimpi untuk mengadu nasib dan mencari
peruntungan penduduk perdesaan di perkotaan. Sempitnya lapangan pekerjaan di perdesaan dan
seretnya peredaran uang di perdesaan menambah daya dorong penduduk perdesaan melakukan
urbanisasi.Jakarta sebagai ibu kota negara, sejak dulu telah menjadi buruan pencari kerja dari
berbagai wilayah Tanah Air. Tidak mengherankan jika penduduk kota Metropolitan ini terus
tumbuh dengan pesat. Menurut data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, DKI Yakarta pada
tahun 1961 Jakarta berpenduduk 2,9 juta jiwa dan melonjak menjadi 4,55 juta jiwa 10 tahun
kemudian. Pada tahun 1980 bertambah menjadi 6,50 juta jiwa dan melonjak lagi menjadi 8,22
juta jiwa. Yang menarik, dalam 10 tahun antara 1990-2000 lalu, penduduk Jakarta hanya

15
bertambah 125.373 jiwa sehingga menjadi 8,38 juta jiwa.Sepanjang tahun 1980-2000 penduduk
Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara terus mengalami peningkatan. Sebaliknya
penduduk Jakarta Pusat terus berkurang dari 1,26 juta jiwa pada 1971 menjadi 893 ribu tahun
2000. Penduduk Jakarta Selatan sampai tahun 1990, masih menunjukkan peningkatan, namun
pada tahun 2000 mulai mengalami penurunan dari 1,9 juta jiwa menjadi 1,78 juta jiwa.

Lambannya pertumbuhan penduduk Jakarta sejak 1990, disamping program KB yang


telah mampu mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, juga karena banyaknya penduduk
Jakarta yang migrasi ke Provinsi Jawa Barat dan Banten. Tidak mengherankan bila dalam kurun
waktu 1990-2000, laju pertumbuhan penduduk (LPP) DKI Jakarta yang hanya 0,16 persen per
tahun. Jauh di bawah LPP periode 1980-1990 yang mencapai 2,42 persen per tahun atau di
bawah rata-rata nasional yang masih 1,49 persen per tahun.Sutiyoso sewaktu masih menjadi
Gubernur DKI meminta warga Ibu Kota yang hendak mudik selama libur lebaran 1428 H, tidak
membawa sanak keluarganya saat kembali ke Jakarta.

Imbauan tersebut mengingat jumlah penduduk Jakarta yang terus bertambah dari tahun ke
tahun. "Saya mengharapkan agar warga tidak membawa sanak saudaranya untuk bekerja di
Jakarta. Kondisi Ibu Kota sudah padat," katanya.Apalagi, kata Sutiyoso, ajakan sanak saudara itu
tidak memiliki tujuan akan bekerja di sektor apa. Bila memiliki tujuan bekerja pun, namun jika
tidak memiliki keterampilan, maka tetap akan menjadi beban Pemprov DKI.Meskipun Jakarta
berpenduduk sebesar 8,38 juta, namun pada siang hari Jakarta dipadati oleh para Commuters
sekitar 1,3 juta jiwa, sehingga penduduk Jakarta di siang hari bertambah menjadi sekitar 9,68
juta jiwa.

Para Commuters ini datang dari Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi baik yang bekerja
maupun sekolah di Jakarta. Data lain menunjukkan sekarang Jakarta berpenduduk 11 juta pada
siang hari dan 8 juta pada malam hari.Pada saat arus balik Lebaran Jakarta dipastikan kebanjiran
pendatang dari daerah yang jumlahnya diperkirakan 250 ribu jiwa. Mereka ini dibagi menjadi
klompok pencari pekerjaan di Jakarta, atau sekadar transit sebelum menuju kota-kota lain di
Banten, Jawa Barat maupun di Sumatera. Sayang, kebanyakan mereka itu bonek (bondo nekat,
bermodal nekat) karena kenyataannya mencari rupiah di daerah sangatlah susah.

15
Di Jakarta jualan di warung-warung kecil sudah menghasilkan, menjadi pedagang
asongan juga lumayan. Atnya mereka pun berani hidup prihatin termasuk berjubel di kolong-
kolong jembatan maupun bantaran sungai. Memang, setiap orang berhak tinggal dan mencari
penghidupan di manapun dalam teritori sebuah Negara. Namun dampak negatif dari urbanisasi
mengharuskan Pemerintah menyediakan berbagai fasilitas, mulai fasilitas pendidikan, kesehatan,
lapangan kerja dan sebagainya. Sayangnya, Pemerintah belum mampu menyediakan berbagai
fasilitas itu, dan akibatnya tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah tidak
bersekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, tingkat kriminalitas makiin rawan,
dan sebagainya.

Tidak ada solusi tunggal yang dapat menyelesaikan masalah urbanisasi maupun
dampaknya. Pemecahan yang bisa dilakukan adalah melalui koordinasi lintas sektor instansi
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, LSM dan masyarakat. Pembangunan hendaknya tidak
hanya terpusat di satu atau beberapa lokasi di Jakarta dan Jawa, tapi harus menyebar ke seluruh
wilayah tanah air. Sangat dipercaya bahwa masalah urbanisasi ibarat “gula dan semut”. Di
sebuah kota yang tersedia lapangan kerja dan penghidupan yang lebih menjanjikan, maka
kesitulah arus urbanisasi bergerak. Dengan bersebarnya pembangunan secara merata, maka
peredaran uangpun secara otomatis tidak bertumpuk di kota-kota besar. Penyediaan fasilitas
pendidikan yang memadai, kesehatan yang lengkap, lapangan kerja yang cukup di daerah
perdesaan juga diharapkan menjadi daya penahan para penduduk perdesaan meninggalkan tanah
kelahirannya menuju perkotaan yang sangat awam bagi mereka.

Pola hidup yang dikesankan mewah namun sesunggunya semu lewat media massa
khususnya melalui tayangan sinetron dan format acara lain, hendaknya perlu dipertimbangkan
kembali. Tema-tema kehidupan desa yang asri, alami, damai, dan penuh kekerabatan perlu
diangkat menjadi tema-tema sinetron atau program lain yang banyak diminati masyarakat
perdesaan.

15
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Urbanisasi tidak sama dengan pertumbuhan suatu kota karena urbanisasi merupakan
pertumbuhan dari desa menjadi kota.

Konsep urbanisasi mencakup diantaranya:

- urbanisasi merupakan pertumbuhan dari desa menjadi kota•

- perpindahan penduduk/ migrasi dari desa ke kota•

- kenaikan prosentase penduduk kota•

Urbanisasi yang berlebihan dan tidak terkendali dapat mempengaruhi perkembangan suatu
kota, hal ini menimbulkan berbagai dampak diantaranya dampak negatif dan dampak positifnya.
Segala dampak positif ini dapat menunjang kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kota. Sedangkan
dampak negatifnya dapat dipecahkan sebagian kecil dengan adanya program dan kebijakan dari
pemerintah. Kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan uraian di atas, antara lain :

- Urbanisasi mempunyai dampak positif maupun dampak negatif terhadap perkembangan


suatu daerah.

- Sebagian besar alasan orang berurbanisasi adalah karena faktor ekonomi.

- Peran pemerintah kota maupun pemerintah daerah sangat diperlukan untuk


mengendalikan laju urbanisasi.

- Terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara kehidupan di desa dan kehidupan di
kota.

15
- Para urbanis yang mau bertahan hidup di kota harus bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungan perkotaan.

- Penanganan / pemecahan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh urbanisasi harus


selalu diusahakan oleh pemerintah kota setempat, dan tentunya harus ada dukungan dari
pemerintah daerah di sekitar kota tersebut.

2. SARAN

Saran ataupun solusi yang mungkin dapat mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan
dari urbanisasi antara lain :

- Perlu adanya pengendalian arus urbanisasi dari pemerintah kota maupun pemerintah
desa atau daerah asal, terutama pada momen pasca lebaran, sebab momen tersebut yang paling
sering dimanfaatkan orang utuk berurbanisasi.

- Perlu diadakan penyuluhan kepada seluruh masyarakat tentang segala sesuatu yang
bersangkutan dengan urbanisasi.

- Harus ada peraturan yang tegas, terutama di daerah kota tujuan urbanisasi tentang
tata kota dan kependudukan.

- Intensifikasi pertanian di pedesaan

- Mengurangi / membatasi tingkat pertambahan penduduk lewat pembatasan


kelahiran, yaitu dengan program Keluarga Berencana di desa maupun di kota.

- Memperluas dan mengembangkan lapangan kerja dan tingkat pendapatan di


pedesaan, sehingga dorongan penduduk untuk berurbanisasi berkurang.

- Program pelaksanaan transmigrasi.

- Memperluas dan mengembangkan lapangan pekerjaan di kota, sehingga akan dapat


mengurangi angka pengangguran.

- Pemerataan pembangunan di seluruh wilayah.

- Perlu adanya kebijakan dari pemerintah, diantaranya adanya bantuan bagi


masyarakat pedesaan untuk membuka usaha di daerah masing-masing

15
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/923/939/

http://dixna.wordpress.com/2007/10/22/urbanisasi-akan-selesai-jika-kemakmuran-
merata/

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/urbanisasi

http://aguswibowo82.blogspot.com/2008/10/mengatasi-problem-urbanisasi.html

http://www.averroes.or.id/lifestyle/menolak-urbanisasi.html

http://www.menkokesra.go.id/content/view/6180/39/

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/makalah-urbanisasi-pasca-lebaran/

15

You might also like