You are on page 1of 278

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL: TINJAUAN KEBENCANAAN

Supported By:

PERENCANAAN TATA RUANG


KAWASAN STRATEGIS NASIONAL:
TINJAUAN KEBENCANAAN
Studi Kasus Penataan Ruang
Kawasan Jabodetabekpunjur

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan


Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

2013

PERENCANAAN TATA RUANG


KAWASAN STRATEGIS NASIONAL:
Tinjauan Kebencanaan

Studi Kasus Penataan Ruang


Kawasan JABODETABEKPUNJUR
(Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur)

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan


Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
2013

ii

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tim Penyusun
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional:
Tinjauan Kebencanaan
Studi Kasus Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR

PENANGGUNG JAWAB :
R. Aryawan Soetiarso Poetro, Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, selaku
Project Board SCDRR Phase II
TIM PENGARAH :
Deddy Koespramoedyo
Arifin Rudiyanto, Direktur Pengembangan Wilayah
Oswar Muadzin Mungkasa, Direktur Tata Ruang dan Pertanahan
TIM PENULIS :
Sri Peni Adiarti
Handoko Prastiyo
TIM SUPERVISI :
Mia Amalia
Rinella Tambunan
Santi Yulianti
Aswicaksana
Indra Ade Saputra
EDITOR :
Adriana Venny

Dwi Hariyawan
May Hendarmini
Khairul Rizal
Agung Dorodjatoen
Gina Puspitasari

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

KATA PENGANTAR

awasan Strategis Nasional (KSN) yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah


(PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertanahan dan
keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk di dalamnya
adalah wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Secara umum terdapat 7 (tujuh)
tipologi KSN yaitu: (a) pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup; (b) peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara; (c)
pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian
nasional yang produktif; (d) pemanfaatan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi; (e)
pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa; (f ) pelestarian dan peningkatan
nilai kawasan lindung; dan (g) pengembangan kawasan tertinggal. Pemerintah telah
menetapkan 76 KSN yang harus disusun rencana tata ruangnya, walaupun sampai saat ini
baru tersusun 5 (lima) Peraturan Presiden terkait KSN yaitu SARBAGITA, MAMMINASATA,
MEBIDANGPRO, BBK dan JABODETABEKPUNJUR.
Penataan ruang KSN adalah salah satu kegiatan penting yang harus diselesaikan segera
untuk mendukung upaya pengembangan wilayah sesuai dengan tipologi kawasan
tersebut. Beberapa KSN yang berada di kawasan rawan bencana perlu memperhatikan
aspek mitigasi bencana dalam proses perencanaannya. Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan pengkajian risiko
bencana yang meliputi tingkat ancaman, kerentanan, kapasitas, risiko serta kebijakan
penanggulangan bencana berdasarkan hasil kajian dan peta risiko bencana. Namun
demikian, sampai saat ini, perencanaan tata ruang belum banyak memanfaatkan hasil
kajian dan peta risiko bencana dalam penyusunan materi teknisnya.
Materi buku ini merupakan salah satu hasil kajian Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
dalam menguji coba kehandalan RTR KSN sebagai instrumen mitigasi bencana. Pada
saat bersamaan sedang dilakukan kaji ulang, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008
tentang Penataan Ruang JABODETABEKPUNJUR oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang
Nasional (BKPRN), sehingga hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang
berarti bagi upaya kaji ulang tersebut. Tidak hanya itu, materi buku ini kami harapkan
juga dapat berkontribusi dalam penyempurnaan proses perencanaan tata ruang
maupun proses penyusunan kajian dan peta risiko bencana.

iii

iv

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tentunya hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi berbagai pihak, baik
pemerintah pusat, maupun provinsi, yang sedang dalam proses menyusun atau meninjau
kembali rencana tata ruang wilayahnya. Saran dan masukan yang konstruktif akan kami
terima dengan senang hati untuk peningkatan kualitas penataan ruang nasional dan
daerah. Selamat membaca.

Jakarta, Desember 2013


Direktur Tata Ruang dan Pertanahan
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Oswar Muadzin Mungkasa

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

DAFTAR ISI
TIM REDAKSI PENYUSUNAN BUKU .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL............................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xi
GLOSARI ...................................................................................................................... xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF ..........................................................................................xxxii
Bab 1

Bab 2

Bab 3

Pendahuluan ...............................................................................................................
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................
1.1.1 Penataan Ruang dan Pengurangan Risiko Bencana...........................................
1.1.2 Peran Data Spasial dalam Perencanaan Tata Ruang dan Pengurangan
Risiko Bencana .................................................................................................................
1.2 Tujuan Penugasan .........................................................................................................................
1.3 Ruang Lingkup Pekerjaan ...........................................................................................................
1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah ................................................................................................
1.3.2 Ruang Lingkup Kajian....................................................................................................
1.4 Keluaran yang Diharapkan .........................................................................................................
1.5 Sistematika Penulisan Laporan .................................................................................................

1
1
2

Tinjauan Literatur .......................................................................................................


2.1 Peraturan Presiden No.54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur ....................................................
2.2 Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ...............
2.2.1 Definisi Istilah ...................................................................................................................
2.2.2 Umum..................................................................................................................................
2.2.3 Rencana Penanggulangan Bencana ........................................................................
2.2.3 Pemahaman Tentang Metodologi Kajian Risiko Bencana ................................
2.2.3.1 Jenis Bencana di Indonesia .........................................................................
2.2.3.2 Konsepsi Kajian Risiko Bencana.................................................................
2.2.3.3 Metode Pengkajian Risiko Bencana .........................................................

9
9
13
13
14
18
21
21
21
25

Metodologi Penyusunan Laporan .............................................................................


3.1 Data dan Sumber Data.................................................................................................................
3.2 Waktu Pelaksanaan Kajian ..........................................................................................................
3.3 Metode Kajian .................................................................................................................................

35
35
37
37

3
4
4
4
5
5
6

vi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 4

Bab 5

Gambaran Umum Kawasan JABODETABEKPUNJUR................................................


4.1 Umum ................................................................................................................................................
4.2 Profil Kerawanan Bencana pada Pusat-Pusat Kegiatan di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR .................................................................................................................
4.2.1 Profil Kerawanan Bencana Provinsi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR ....
4.2.2 Profil Kerawanan Bencana Kabupaten/Kota di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR ..................................................................................................
4.2.3 Profil Kerawanan Bencana per Jenis Bencana di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR ..................................................................................................
4.3 Profil Kerentanan Bencana di Kawasan JABODETABEKPUNJUR ...................................
4.4 Kecenderungan Kejadian Bencana di Kawasan JABODETABEKPUNJUR ...................
4.5 Profil Risiko Bencana tingkat Provinsi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR ..............
4.5.1 Urutan Bencana Risiko Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR ...............
4.5.2 Bencana Prioritas Provinsi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR ......................

41
41
44
45
45
47
53
60
60
60
61

Analisis RTR KSN JABODETABEKPUNJUR dari Perspektif Risiko Bencana ............. 65


5.1 Aspek Penanggulangan Bencana dalam RTR KSN............................................................. 65
5.2 Kesesuaian Data Spasial yang Ada dengan UU No. 4/2011 tentang Informasi
Geospasial ........................................................................................................................................ 65
5.3 Analisis Spasial Kesesuaian Penggunaan Lahan Saat ini dengan Arahan Pola
Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR ................................................................................ 69
5.4 Analisis Spasial terhadap Arahan Susunan Pusat-Pusat Perkotaan di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR ................................................................................................................. 76
5.5 Analisis Potensi Risiko Bencana pada RTR KSN JABODETABEKPUNJUR ..................... 79
5.5.1 Bencana Banjir dan Upaya Mitigasi Bencana ........................................................ 81
5.5.2 Bencana Tanah Longsor dan Upaya Mitigasi Bencana ...................................... 86
5.5.3 Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi dan Upaya Mitigasi Bencana ..... 89
5.5.4 Bencana Cuaca Ekstrim/Angin Puting Beliung dan Upaya Mitigasi Bencana.. 92
5.5.5 Bencana Gempabumi dan Upaya Mitigasi Bencana .......................................... 95
5.5.6 Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan dan Upaya Mitigasi Bencana........... 98
5.5.7 Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit dan Upaya Mitigasi Bencana ......... 101
5.5.8 Bencana Kekeringan dan Upaya Mitigasi Bencana............................................. 104
5.5.9 Bencana Gagal Teknologi dan Upaya Mitigasi Bencana ................................... 108
5.5.10 Bencana Letusan Gunung Api dan Upaya Mitigasi Bencana .......................... 112
5.5.11 Bencana Tsunami dan Upaya Mitigasi Bencana ................................................... 115
5.5.12 Bencana Konflik Sosial dan Upaya Mitigasi Bencana ......................................... 118
5.5.13 Bencana Kebakaran Gedung dan Permukiman dan Upaya Mitigasi Bencana ... 120
5.5.14 Potensi Risiko Bencana Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR .............. 123
5.6 Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi .......................................... 125
5.6.1 Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta.... 125
5.6.2 Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRWP Jawa Barat ................... 128
5.6.3 Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRWP Banten .......................... 131

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

5.7 Tinjauan RTRW Kota Administrasi Jakarta Timur 2011-2030 terhadap Kebijakan
Penanggulangan Bencana Kota Jakarta Timur 2012-2016 ............................................. 133
5.7.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Jakarta Timur..................................................... 134
5.7.2 Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Kota Jakarta Timur
2011-2030 .......................................................................................................................... 136
5.7.3 Informasi Materi Kerentanan Bencana Jakarta Timur terhadap DKI Jakarta..... 138
5.7.4 Skala Peta dan Informasi Peta Risiko ........................................................................ 140
5.7.5 Informasi Potensi Risiko Bencana di Kota Jakarta Timur................................... 144
5.7.5.1 Bencana Banjir dan Upaya Mitigasi Bencana........................................ 144
5.7.5.2 Bencana Gempabumi dan Upaya Mitigasi Bencana .......................... 146
5.7.5.3 Bencana Cuaca Ekstrim (Angin Puting Beliung) dan Upaya Mitigasi
Bencana .............................................................................................................. 149
5.7.5.4 Bencana Kekeringan dan Upaya Mitigasi Bencana ............................ 151
5.7.5.5 Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit dan Upaya Mitigasi Bencana.. 153
Bab 6

Kesimpulan dan Rekomendasi .................................................................................. 157


6.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 157
6.1.1 Kesimpulan Umum ......................................................................................................... 157
6.1.2 Kesimpulan Khusus ........................................................................................................ 159
6.1.2.1 Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hulu ............................................. 159
6.1.2.2 Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Tengah ........................................ 159
6.1.2.3 Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hilir .............................................. 159
6.2 Rekomendasi ................................................................................................................................... 173
6.2.1 Rekomendasi Umum ..................................................................................................... 173
6.2.2 Rekomendasi Khusus ..................................................................................................... 173
6.2.2.1 Rekomendasi Untuk Kegiatan Kaji Ulang KSN
JABODETABEKPUNJUR.................................................................................. 173
6.2.2.2 Rekomendasi untuk Badan Informasi Geospasial (BIG) .................... 177
6.2.2.3 Rekomendasi untuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) ................................................................................................................. 177
6.2.2.4 Rekomendasi untuk Perbaikan Pedoman Penyusunan RTR KSN
dan RTRWP ........................................................................................................ 178
Referensi
.......................................................................................................................... 179
LAMPIRAN
.......................................................................................................................... 183

vii

viii

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17
Tabel 18
Tabel 19
Tabel 20
Tabel 21
Tabel 22
Tabel 23
Tabel 24
Tabel 25
Tabel 26
Tabel 27
Tabel 28
Tabel 29
Tabel 30
Tabel 31

Arahan Pemanfaatan Ruang Tiap Zona di KSN JABODETABEKPUNJUR............................ 11


Jenis Ancaman Bencana dan Sumber Panduan ........................................................................ 21
Komponen Indeks Ancaman Bencana.......................................................................................... 28
Ketersediaan Data Spasial ................................................................................................................. 36
Profil Kerawanan Bencana Kabupaten/Kota di Kawasan JABODETABEKPUNJUR......... 46
Profil Kerawanan per Jenis Bencana Kabupaten/Kota di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR ....................................................................................................................... 49
Kecenderungan Kejadian Bencana ................................................................................................ 60
Urutan Jenis Bencana Risiko Tinggi di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten .. 61
Bencana Prioritas Provinsi ................................................................................................................. 62
Penyelenggaraan Peta Rupabumi Indonesia ............................................................................. 68
Skala Peta RTR KSN berdasarkan Tipologi KSN .......................................................................... 68
Tabel Luasan Arahan Pemanfaatan Ruang per Zona di JABODETABEKPUNJUR ........... 70
Rincian Luasan Zona Per Provinsi di Kawasan Jabodetabek Punjur .................................. 71
Kode Penggunaan Lahan .................................................................................................................. 72
Penggunaan Lahan Eksisting pada Arahan Zona N1 dan N2 di Kabupaten Bogor...... 76
Jarak Pusat Perkotaan ke Kota Inti Jakarta (km) ........................................................................ 77
Jarak Terdekat Antar Titik Pusat dan Sub Perkotaan ................................................................ 78
Jarak Terjauh Antar Titik Pusat dan Sub Perkotaan .................................................................. 79
Aspek-Aspek Kebencanaan yang Perlu Diperhatikan pada Rencana Struktur Ruang
dan Rencana Pola Ruang ................................................................................................................... 80
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Banjir ................................... 85
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Tanah Longsor ................. 89
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Abrasi.................................. 92
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Cuaca Ekstrim .................. 94
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Gempabumi ..................... 98
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Kebakaran
Hutan dan Lahan .................................................................................................................................. 101
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Epidemi .............................. 104
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Kekeringan ....................... 108
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Kegagalan Teknologi .... 112
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Gunung Api ...................... 115
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Tsunami.............................. 118
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Konflik Sosial .................... 120

ix

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 32
Tabel 33
Tabel 34
Tabel 35
Tabel 36
Tabel 37
Tabel 38
Tabel 39
Tabel 40
Tabel 41
Tabel 42
Tabel 43
Tabel 44

Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Kebakaran Permukiman .. 123
Zona Potensi Bencana Risiko Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR ........................ 124
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta ......................... 126
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi Jawa Barat .......................... 129
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi Banten ................................. 132
Luas Area Kota Jakarta Timur Per Kecamatan ............................................................................ 136
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Kota Administrasi
Jakarta Timur .......................................................................................................................................... 136
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hulu ................................................................................... 160
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Tengah .............................................................................. 163
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hilir .................................................................................... 168
Rekomendasi untuk Wilayah Hulu ................................................................................................. 174
Rekomendasi untuk Wilayah Tengah ............................................................................................ 175
Rekomendasi untuk Wilayah Hilir ................................................................................................... 176

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19
Gambar 20
Gambar 21
Gambar 22
Gambar 23
Gambar 24
Gambar 25
Gambar 26
Gambar 27
Gambar 28

Peta Administrasi Lingkup Wilayah Kajian KSN JABODETABEKPUNJUR ......................


Peta Struktur dan Pola Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR .....................................
Siklus Penanggulangan Bencana ...............................................................................................
Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana ...............................
Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana ..................................................
Konsep Umum Kajian Risiko Bencana ......................................................................................
Metode Umum Pengkajian Risiko Bencana............................................................................
Metode Pengkajian .........................................................................................................................
Output Pengkajian Risiko Bencana............................................................................................
Matriks Penentuan Tingkat Ancaman, Tingkat Kerugian, dan Tingkat Risiko
Bencana ...............................................................................................................................................
Kerangka Metodologi Kajian........................................................................................................
Kawasan Strategis Nasional JABODETABEKPUNJUR ...........................................................
Peta Penggunaan Lahan Kawasan JABODETABEKPUNJUR Tahun 2010 ......................
Peta Ekoregion dan Tutupan Lahan DAS Ciliwung ..............................................................
Profil Kerawanan Bencana tingkat Provinsi ............................................................................
Profil Kerawanan Bencana Tingkat Kabupaten/Kota ..........................................................
Profil Kerawanan Bencana tingkat Kabupaten/Kota ...........................................................
Profil Rawan Bencana Angin Topan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR .....................
Profil Rawan Bencana Banjir di Kawasan JABODETABEKPUNJUR ...................................
Profil Rawan Bencana Banjir dan Tanah Longsor dan Gempabumi di
JABODETABEKPUNJUR ...................................................................................................................
Profil Rawan Bencana Gelombang Pantai dan Abrasi di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR ...................................................................................................................
Profil Rawan Bencana Gelombang Pantai dan Abrasi di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR ...................................................................................................................
Profil Rawan Bencana Kecelakaan Industri dan Konflik Sosial di
JABODETABEKPUNJUR ...................................................................................................................
Profil Rawan Bencana Kecelakaan Transportasi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR .....
Profil Rawan Bencana Kekeringan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR .......................
Profil Rawan Bencana Tanah Longsor di Kawasan JABODETABEKPUNJUR .................
Potensi Keterpaparan Penduduk Provinsi (jiwa)...................................................................
Potensi Keterpaparan Penduduk (%) ........................................................................................

5
11
18
19
20
22
25
26
29
32
38
42
43
44
45
46
48
50
51
51
51
52
52
52
53
53
55
56

xi

xii

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 29
Gambar 30
Gambar 31
Gambar 32
Gambar 33
Gambar 34
Gambar 35
Gambar 36
Gambar 37
Gambar 38
Gambar 39
Gambar 40
Gambar 41
Gambar 42
Gambar 43
Gambar 44
Gambar 45
Gambar 46
Gambar 47
Gambar 48
Gambar 49
Gambar 50
Gambar 51
Gambar 52
Gambar 53
Gambar 54
Gambar 55
Gambar 56
Gambar 57
Gambar 58
Gambar 59
Gambar 60
Gambar 61
Gambar 62
Gambar 63
Gambar 64
Gambar 65
Gambar 66
Gambar 67

Potensi Kerugian Fisik dan Ekonomi Provinsi (Triliun Rp) ................................................. 57


Potensi Kerusakan Lingkungan Provinsi (Ha) ........................................................................ 58
Potensi Kerusakan Lingkungan Provinsi (%) .......................................................................... 59
Aspek Penanggulangan Bencana dalam RTR KSN ............................................................... 67
Peta Penggunaan Lahan 2010 terhadap Zonasi Perpres 54/2008 ................................. 73
Perbandingan Penggunaan Lahan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR Tahun 2000
dan Tahun 2010................................................................................................................................. 74
Pembagian wilayah di Kawasan JABODETABEKPUNJUR ................................................... 75
Pola Hubungan Jarak Udara Antar Pusat Perkotaan di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR ................................................................................................................... 77
Jarak Pusat Perkotaan ke Kota Inti Jakarta (km) .................................................................... 78
Peta Ancaman Bencana Banjir..................................................................................................... 81
Peta Kerentanan Bencana Banjir................................................................................................. 82
Peta Risiko Bencana Banjir ............................................................................................................ 83
Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor ................................................................................... 86
Peta Kerentanan Bencana Tanah Longsor ............................................................................... 87
Peta Risiko Bencana Tanah Longsor .......................................................................................... 88
Peta Ancaman Bencana Abrasi.................................................................................................... 89
Peta Kerentanan Bencana Abrasi ............................................................................................... 90
Peta Risiko Bencana Abrasi ........................................................................................................... 91
Peta Ancaman Bencana Cuaca Ekstrim .................................................................................... 92
Peta Kerentanan Bencana Cuaca Ekstrim ................................................................................ 93
Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim ........................................................................................... 94
Peta Ancaman Bencana Gempa Bumi ...................................................................................... 95
Peta Kerentanan Bencana Gempa Bumi .................................................................................. 96
Peta Risiko Bencana Gempa Bumi ............................................................................................. 97
Peta Ancaman Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan ....................................................... 99
Peta Kerentanan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan ................................................... 100
Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan ............................................................... 100
Peta Ancaman Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit ...................................................... 102
Peta Kerentanan Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit .................................................. 103
Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit ............................................................. 103
Peta Ancaman Bencana Kekeringan ......................................................................................... 105
Peta Kerentanan Bencana Kekeringan ..................................................................................... 106
Peta Risiko Bencana Kekeringan ................................................................................................. 107
Peta Ancaman Bencana Gagal Teknologi ................................................................................ 108
Peta Kerentanan Bencana Gagal Teknologi ............................................................................ 110
Peta Risiko Bencana Gagal Teknologi ....................................................................................... 111
Peta Ancaman Bencana Gunung Api ........................................................................................ 113
Peta Kerentanan Bencana Gunung Api .................................................................................... 114
Peta Risiko Bencana Gunung Api ............................................................................................... 114

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 68
Gambar 69
Gambar 70
Gambar 71
Gambar 72
Gambar 73
Gambar 74
Gambar 75
Gambar 76
Gambar 77
Gambar 78
Gambar 79
Gambar 80
Gambar 81
Gambar 82
Gambar 83
Gambar 84
Gambar 85
Gambar 86
Gambar 87
Gambar 88
Gambar 89
Gambar 90
Gambar 91
Gambar 92
Gambar 93
Gambar 94
Gambar 95
Gambar 96
Gambar 97
Gambar 98
Gambar 99
Gambar 100

Peta Ancaman Bencana Tsunami ............................................................................................... 116


Peta Kerentanan Bencana Tsunami ........................................................................................... 117
Peta Risiko Bencana Tsunami ....................................................................................................... 117
Peta Ancaman Bencana Konflik Sosial ...................................................................................... 118
Peta Kerentanan Bencana Konflik Sosial.................................................................................. 119
Peta Risiko Bencana Konflik Sosial ............................................................................................. 119
Peta Ancaman Bencana Kebakaran Permukiman ................................................................ 121
Peta Kerentanan Bencana Kebakaran Permukiman ............................................................ 122
Peta Risiko Bencana Kebakaran Permukiman........................................................................ 122
Risiko Bencana Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR berdasarkan
Ketinggian Wilayah .......................................................................................................................... 125
Peta Orientasi Kota Jakarta Timur .............................................................................................. 134
Peta Administrasi dan Jaringan Jalan Kota Jakarta Timur ................................................. 135
Potensi Keterpaparan Jiwa di Jakarta Timur........................................................................... 138
Potensi Kerugian Fisik dan Ekonomi di Jakarta Timur ........................................................ 139
Potensi Kerusakan Lingkungan di Jakarta Timur.................................................................. 140
Informasi Penggunaan Lahan pada Peta Skala Peta 1:250.000, 1:50.000,
dan 1:10.000 ....................................................................................................................................... 141
Pertampalan antara Peta Multi Risiko Jakarta Timur terhadap Penggunaan
Lahan 2010 ......................................................................................................................................... 142
Pertampalan antara Peta Multi Risiko Kota Jakarta Timur terhadap Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR............................................................................................ 143
Peta Ancaman Bencana Banjir Kota Jakarta Timur .............................................................. 144
Peta Kerentanan Bencana Bajir Kota Jakarta Timur ............................................................. 145
Peta Risiko Bencana Banjir di Kota Jakarta Timur ................................................................. 146
Peta Ancaman Bencana Gempabumi di Kota Jakarta Timur ............................................ 147
Peta Kerentanan Bencana Gempabumi di Kota Jakarta Timur ........................................ 147
Peta Risiko Bencana Gempabumi di Kota Jakarta Timur ................................................... 148
Peta Ancaman Bencana Cuaca Ekstrim di Kota Jakarta Timur ......................................... 149
Peta Kerentanan Bencana Cuaca Ekstrim di Kota Jakarta Timur ..................................... 150
Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim di Kota Jakarta Timur ................................................ 150
Peta Ancaman Bencana Kekeringan di Kota Jakarta Timur .............................................. 151
Peta Kerentanan Bencana Kekeringan di Kota Jakarta Timur .......................................... 152
Peta Risiko Bencana Kekeringan di Kota Jakarta Timur...................................................... 152
Peta Ancaman Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit di Kota Jakarta Timur ........... 153
Peta Kerentanan Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit di Kota Jakarta Timur....... 154
Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit di Kota Jakarta Timur .................. 154

xiii

xiv

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

GLOSARI
Abrasi: adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut
yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai
akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.
Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut
sebagai penyebab utama abrasi.
Aglomerasi: Kawasan penyangga pengembangan kota/wilayah atau daerah pemukiman
lanjutan. Desa atau Udik menurut definisi universal adalah sebuah aglomerasi
pemukiman di area pedesaan.
Agro Industri: Pengembangan dari sektor pertanian, industri kecil, pariwisata dan
perdagangan.
Akuntabilitas: bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan,
baik prosesnya, kebiayaannya maupun hasilnya.
Analisis Spasial: Analisis keruangan untuk pemanfaatan pembangunan yang ada di
permukaan bumi.
Ancaman bencana (hazard): Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan
bencana.
Angin Puting Beliung: dalam bahasa Indonesia disebut Tornado, adalah kolom udara
yang berputar kencang yang membentuk hubungan antara awan cumulonimbus atau
dalam kejadian langka dari dasar awan cumulus dengan permukaan tanah. Tornado
muncul dalam banyak ukuran namun umumnya berbentuk corong kondensasi yang
terlihat jelas yang ujungnya menyentuh bumi menyempit dan sering dikelilingi oleh awan
yang membawa puing-puing. Dengan kecepatan angin 177 km/jam atau lebih, dengan
rata-rata jangkauan 75 m dan menempuh beberapa kilometer sebelum menghilang.
BAKORSURTANAL: Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
BAPPEDA: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BAPPENAS: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Base map: Peta dasar


BATAN: Badan Tenaga Nuklir Nasional
BBK: Batam, Bintan dan Karimun
BDRM: Bengkulu Disaster Risk Mapping
Bencana: peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
BG: Badan Geologi
BGN: Badan Geologi Nasional
BIG: Badan Informasi Geospasial, sebelumnya bernama Badan Koordinasi Survei dan
Pemetaan Nasional (BAKORSURTANAL).
Bio Farming: Tambak
Biopori: Metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi genangan air pada tanah,
dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah. Metode ini dicetuskan oleh Dr. Kamir
R. Barata, salah satu peneliti dari IPB. Pertama, buat lubang pada tanah dan menimbunnya
dengan sampah organik untuk menghasilkan kompos. Sampah organik yang timbun ke
dalam lubang ini kemudian dapat menghidupi fauna tanah yang seterusnya mampu
menciptakan pori-pori di dalam tanah.
BKPRN: Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional
BMKG: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
BNPB: Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BPPT: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
BPS: Badan Pusat Statistik
Budidaya: Dalam pertanian, merupakan kegiatan terencana pemeliharaan sumber daya
hayati yang dilakukan pada suatu areal lahan untuk diambil manfaat/hasil panennya.
Dalam artian lain, adalah usaha yang bermanfaat dan memberi hasil.

xv

xvi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Capacity: Kapasitas adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan


tindakan pengurangan Tingkat Ancaman dan Tingkat Kerugian akibat bencana.
Check Dam: Memisahkan aliran utama dengan aliran kanal irigasi yang mengairi sawah.
Contingency Plan: Penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan
darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard).
Citra Satelit: Gambaran satelit
Current: Arus
DAMKAR: Pemadam Kebakaran
DAS: Daerah Aliran Sungai
Data Sekunder: Kebijakan, program, materi teknis, RTWP dan dokumen lain terkait yang
diperoleh dari publikasi resmi baik internet maupun lainnya.
Degradasi: Pengurangan
Disaster Management Plan: Rencana Penanggulangan Bencana
DISHIDROS: Dinas Hidro Oseanografi TNI AL (TNI Angkatan Laut), merupakan lembaga
survei pemetaan hidro-oseanografi dibawah TNI AL.
Dit. KKDT: Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
Dit.TRP: Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan
DKI Jakarta: Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Draf: Rancangan
Drainage/Drainase: adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah
tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia. Drainase
berperan untuk mengatur suplai air demi pencegahan banjir. Secara umum: drainase
didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/
atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat
difungsikan secara optimal.
Elevasi: Ketinggian dan kemiringan

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Epidemi: Istilah umum untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang
luas, pada banyak orang, lebih cepat daripada yang diduga dalam suatu periode waktu
tertentu. Dengan kata lain, yang melampaui laju ekspektasi (dugaan), yang didasarkan
pada pengalaman mutakhir.
ESDM: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
EWS: Early Warning System/Sistem Peringatan Dini, adalah serangkaian kegiatan
pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan
terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Early warning
dilakukan melalui: 1) pengamatan gejala bencana; 2) analisis hasil pengamatan gejala
bencana; 3) pengembilan keputusan oleh pihak yang berwenang; 4) penyebarluasan
informasi tentang peringatan bencana; 5) pengambilan tindakan oleh masyarakat.
Exposure: Tingkat keterpajanan/keterpaparan. Penentuan Indeks Penduduk Terpapar
dihitung dari komponen sosial budaya di kawasan yang diperkirakan terlanda bencana.
Komponen ini diperoleh dari indikator kepadatan penduduk dan indikator kelompok
rentan pada suatu daerah bila terkena bencana. Indeks ini baru bisa diperoleh setelah Peta
Ancaman untuk setiap bencana selesai disusun. Data yang diperoleh untuk komponen
sosial budaya kemudian dibagi dalam 3 kelas ancaman, yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Selain dari nilai indeks dalam bentuk kelas (rendah, sedang atau tinggi), komponen ini juga
menghasilkan jumlah jiwa penduduk yang terpapar ancaman bencana pada suatu daerah.
Format GRID: Raster Data
Format Vector: Beberapa format gambar vektor, di antaranya: SGV, EPS. Vektor sangat
baik untuk kualitas pengskalaan ketika sebuah gambar berbasis informasi outline, dan
format vektornya bisa diskala. Peta tanah kini telah digambarkan dalam bentuk format
vektor digital dan raster yang dapat digunakan untuk berbagai penerapan ilmu bumi.
Framework: Kerangka kerja
Gelombang ekstrim: Bencana alam yang terjadi terkait iklim yang disebabkan
meningkatnya suhu bumi (pemanasan global) yang diikuti oleh cuaca ekstrim yang tidak
menentu, menyebabkan banjir dan kekeringan.
Gelombang pasang atau badai: gelombang tinggi yang yang ditimbulkan karena efek
terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan
bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon
tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi
disertai hujan deras.

xvii

xviii

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Geodesi: 1) ilmu tentang pengukuran bentuk dan ukuran bumi, termasuk berat dan
kepadatannya; 2) pengamatan dan pengukuran secara teliti untuk menentukan posisi
titik pada permukaan bumi dan memetakannya.
Geometrik: Ukuran fisik jalan, yang didesain dengan mempertimbangkan masalah
keselamatan.
Geospasial: Survei dan Pemetaan
Geoteknik: Satu dari ilmu teknik sipil yang membahas permasalahan kekuatan tanah dan
batuan serta hubungannya dengan kemampuan menahan beban bangunan yang tediri
di atasnya.
GIS: Geographis Infrmation System atau Sistem Informasi Geografis/SIG, adalah sistem
informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi
keruangan). Dalam arti yang sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan
untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi bereferensi
geografis, misalnya data yang diindentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database.
Teknologi SIG digunaan untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan
pembangunan, kartografi dan perencanaan rute. SIG bisa membantu untuk secara tepat
menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam, atau SIG dapat digunakan
untuk mencari lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan dari polusi. SIG
merupakan sistem pertama di dunia dan hasil dari perbaikan aplikasi pemetaan yang
memiliki kemampuan tampang susun (overlay).
GRID: Grid merupakan komponen struktural dasar untuk contouring, pemodelan, dan
menampilkan data spasial. Grid dapat dianggap sebagai tipe data spasial keempat setelah
poligon, garis, dan titik. Sebuah grid terdiri dari sel-sel persegi yang teratur diatur di atas
daerah tertentu. Setiap sel memiliki simpul, yang merupakan titik pusatnya. Setiap sel
dapat diberi angka dan warna mewakili nilai. Jika ada beberapa sel diantara dua lokasi
yang dikenal, seperti dua garis kontur, perubahan warna menunjukkan bagaimana nilainilai berubah diantara lokasi.
Hazard: Bahaya/ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana.
HFA: Hyogo Framework for Action
Hidrografi: Sumber daya air
Historikal: Kejadian

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Horisontal: Mendatar
Hydran: Pompa air
IAB: Indeks Ancaman Bencana
IG: Informasi Geospasial
IGD: Informasi Geospasial Dasar
IGT: Informasi Geospasial Tematik
Indeks Risiko Bencana: indeks ini menjelaskan range pewarnaan yang melambangkan
tingkat risiko bencana pada daerah yang dipetakan. Pewarnaan indeks ini mengikuti
aturan bahwa untuk indeks risiko tinggi menggunakan warna merah, indeks risiko sedang
menggunakan warna kuning dan indeks risiko rendah menggunakan warna hijau.
Indeks Ancaman Bencana: indeks disusun berdasarkan dua komponen utama, yaitu
kemungkinan terjadi suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk
bencana yang terjadi tersebut. Dapat dikatakan bahwa indeks ini disusun berdasarkan data
dan catatan sejarah kejadian yang pernah terjadi pada suatu daerah. Dalam penyusunan
peta risiko bencana, komponen-komponen utama ini dipetakan dengan menggunakan
Perangkat GIS. Pemetaan baru dapat dilaksanakan setelah seluruh data indikator pada
setiap komponen diperoleh dari sumber data yang telah ditentukan. Data yang diperoleh
kemudian dibagi dalam 3 kelas ancaman, yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Indirect Potential Economic Lost: Potensi kerugian ekonomi secara tidak langsung
Infrastruktur: mencakup fisik dan sosial, adalah sebagai kebutuhan dasar fisik
pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor sebagai
layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik,
Istilah ini merujuk kepada infrastruktur teknis atau fisik yang mendukung jaringan struktur
fasilitas, antara lain berupa: jalan kereta api, air bersih, kanal, waduk, tanggul, pengolahan
limbah, listrik, telekomunikasi, air bersih, gas, serat optik, bandara, pelabuhan. Sedangkan
infrastruktur sosial berupa kebutuhan dasar seperti sekolah dan rumah sakit.
IRBI: Indeks Rawan Bencana Indonesia
Instrumen: Alat
JABODETABEKPUNJUR: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur

xix

xx

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

JORR 2: Jakarta Outer Ring Road 2


Kadastral: Peta kepemilikan tanah
Kapasitas: Kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan pengurangan
Tingkat Ancaman dan Tingkat Kerugian akibat bencana (Perka BNPB No.2 tahun 2012).
KAPET: Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu
Kartografi: Studi dan praktik membuat peta atau globe melalui komputer/perangkat
lunak. Pembuatan peta yang merupakan salah satu di antara tiga macam utama: CAD
(desain berbatuan computer), GIS (Sistem Informasi Geografis), dan perangkat lunak
ilustrasi peta yang khusus.
Kawasan Terbangun: Permukiman
Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber dan daya alam, sumber daya
manusia dan sumber daya buatan, meliputi sektor-sektor: kehutanan, pertanian,
pertambangan, perindustrian dan pariwisata.
KDB: Koefisien Dasar Bangunan, merupakan koefisien perbandingan antara luas lantai
dasar bangunan gedung dan luas persil atau kaveling atau blok peruntukan.
Kebencanaan: Ancaman, kerentanan dan risiko bencana
Keberhasilgunaan: adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta
menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.
Kegagalan teknologi: Kegagalan dalam keseluruhan sarana untuk menyediakan
barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
KEK: Kawasan Ekonomi Khusus
Kemendagri: Kementerian Dalam Negeri
Kemenhub: Kementerian Perhubungan
Kemenhut: Kementerian Kehutanan

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Kemenkes: Kementerian Kesehatan


Kemenperind: Kementerian Perindustrian
Kemen-PU: Kementerian Pekerjaan Umum
Kemensos: Kementerian Sosial
Kementan: Kementerian Pertanian
Kerentanan bencana(vulnerability): suatu kondisi dari suatu komunitas atau
masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi
ancaman bencana (Perka BNPB No. 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian
Risiko Bencana). Kerentanan suatu kawasan bila terpapar oleh suatu ancaman bencana
terdiriatas tiga indeks yakni: indeks penduduk terpapar (jiwa), indeks kerugian (rupiah)
dan indeks kerusakan lingkungan (Ha). Tingkat Kerugian dapat disusun bila tingkat
ancaman pada suatu daerah telah dikaji. Tingkat Kerugian diperoleh dari penggabungan
Tingkat Ancaman dengan Indeks Kerugian.
K/L: Kementerian/Lembaga
KLB: Koefisien Lantai Bangunan, merupakan koefisien perbandingan antara luas
keseluruhan lantai bangunan gedung dan luas persil atau kaveling atau blok peruntukan
(floor area ratio).
Koefisien: Angka
Koefisien Zona: Faktor pengali dalam sebuah ekspresi (atau dari sebuah deret aritmetika).
Biasanya koefisien berupa angka. Juga dapat berupa parameter dari permasalahan.
Konflik Sosial: adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia, yang menjadi konflik soial atau konflik antar
kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror.
Konversi Lahan: adalah pembuatan kanal di hutan yang mengakibatkan kondisi lahan
gambut mulai terganggu, dan keseimbangan ekologis juga ikut terganggu.
Kota Delta: Kota kepulauan, karena berada di antara pecahan dua sungai.
KPBPB: Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

xxi

xxii

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

KRB: Kajian Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,
jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan
gangguan kegiatan masyarakat.
KSN: Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan,
termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
KTC: Kepadatan timbulnya campak
KTDB: Kepadatan timbulnya demam berdarah
KTHIV/AIDS: Kepadatan timbulnya HIV/AIDS
KTM: Kepadatan timbulnya malaria
KZB: Koefisien Zona Bangunan
Land Use: penggunaan lahan, adalah wujud kegiatan penguasaan tanah supaya dapat
member manfaat berupa hasil dan /atau jasa tertentu, mewujudkan tata ruang, dan
menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Land subsidence: Penurunan tanah
Land use Existing PU: menunjuk kepada data yang diperoleh dari PU berupa peta Land
Use Eksisting (peta penggunaan lahan saat ini).
LAPAN: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Latitude-Longitude: Sistem Koordinat yang terproyeksi atau tidak terproyeksi
Limpasan (Efluen) Permukaan: Aliran air yang mengalir di atas permukaan karena
penuhnya infiltrasi tanah.
Lubang Biopori: Lubang saringan resapan air di dalam tanah dari kompos.
MABES TNI: Markas Besar Tentara Nasional Indonesia
Map services: Route MRT (Mass Rapid Transport)

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

MAMMINASATA: Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar


Matrix for Comparison: Bahasa pemrograman/operating system
Master Plan: Rencana induk
MEBIDANGRO: Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo
Mitigasi: Serangkaian upaya waktu untuk mengurangi risiko bencana baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
bencana. Langkah-langkah mitigasi mencakup teknik-teknik rekayasa dan konstruksi
yang tanggap ancaman bahaya serta kebijakan lingkungan yang lebih baik dan kesadaran
masyarakat. Dalam kebijakan perubahan iklim, Mitigasi diartikan berbeda yaitu
istilah yang digunakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang menjadi sumber
perubahan iklim. Kegiatan Mitigasi, adalah sebagai berikut: a) pelaksanaan penataan
ruang; b) pengaturan oembangunan, pembangunan infrastruktur, tata banguna; c)
penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan, baik secara konvensional
maupun modern,
MP3EI: Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Non Proletisi: adalah salah satu prinsip dalam penanggulangan bencana sebagaimana
yang dimaksud dalam UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pasal
2 (i), bahwa dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat
bencana, terutama pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.
Normalisasi: Pengembalian kepada fungsi semula.
One Map Policy: Kebijakan satu peta yang mengandung makna satu referensi, satu
standar, satu database dan satu geoportal
On-road: Meluncur di jalan
Operational Plan: Rencana Operasi merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana
Kedaruratan atau Rencana Kontingensi yang telah disusun sebelumnya
Otentik: Asli
Output: Keluaran
Overlay: Pertampalan/Tumpangsusun

xxiii

xxiv

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PB: Penanggulangan Bencana


PDF (Portable Document Format): adalah sebuah format berkas yang dibuat oleh Adobe,
meliputi: teks, huruf, citra dan grafik vektor dua dimensi. Ini istilah pada software sebuah
file, menurut saya tidak ada relevansi dengan aspek substansi
PDRB: Produk Domestik Regional Bruto
Penataan Ruang: suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
PEMKAB: Pemerintah Kabupaten
PEMKOT: Pemerintah Kotamadya
PEMPROV: Pemerintah Provinsi
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana: Adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Perka BNPB: Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Perpres: Peraturan Presiden
Peta Ancaman Bencana: Lokasi yang memiliki potensi untuk terjadi bencana berdasarkan
sejarah kejadian bencana dan analisis secara geografis, geologi, geomorfologi, hidrologi
dan kondisi klimatologi (frekuensi dan intensitas).
Peta Digital Static: bersifat static: random accept memory (SRAM) dan Electric Digital:
memori komputer. Peta yang menggunakan kecepetan internet, ADSL/Asymetric Digital
Subscriber Line, adalah suatu teknologi dalam kondisi statik di suatu tempat. Gambar yang
dihasilkan <Image map> pdf./static
Peta KRB: Peta Kerentanan Bencana, menunjukkan eksposure dan sensitivitas dari
populasi (korban), ekonomi (mata pencaharian), infrastruktur (kerusakan) dan lingkungan
(degradasi).
Peta Kerentanan: Gambaran atau representasi suatu wilayah atau lokasi yang menyatakan
kondisi wilayah yang meimiliki suatu kerentanan tertentu pada aset-aset penghidupan
dan kehidupan yang dimiliki yang dapat mengakibakan risiko bencana.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta Risiko Bencana: Gambaran atau representasi suatu wilayah atau lokasi yang
menyatakan kondisi wilayah yang memiliki tingkat risiko tertentu berdasarkan adanya
parameter-parameter ancaman, kerentananan dan kapasitas yang ada di suatu wilayah.
PRB: Pengkajian Risiko Bencana, menggabungkan antara ancaman bencana dan
kerentanan dan kapasitas dengan formula risiko+ (ancaman x kerentanan)/kapasitas.
Ancaman yang kecil, kerentanan yang dikurangi dan peningkatan kapasitasn
menghasilkan risiko yang kecil.
Pertampalan: Tumpang susun
PKN: Pusat Kegiatan Nasional adalah wilayah yang mempunyai potensi sebagai pintu
gerbang ke kawasan internasional yang berfungsi sebagai pendorong percepatan
pembangunan daerah sekitar, pusat jasa dan pengolahan, simpul transportasi yang
melayani beberapa provinsi dan nasional antara lain kawasan strategis dan cepat tumbuh,
KAPET, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) dan Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK).
Potensi Risiko Bencana Tinggi: berkaitan dengan wilayah berpotensi rawan terhadap
bencana alam karena letak geologisnya, seperti gunung berapi, gerakan tanah/batuan
dan erosi, banjir, kekeringan, tsunami, angin, gempa bumi tektonik dan vulkanik. Terkait
dengan potensi bencana alam, maka penanggulangan bencana memegang peranan
penting, baik pada saat sebelum, saat dan sesudah terjadinya bencana, bagaimana
mengelola risiko bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan tidak terlalu parah.
Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, bencana dapat dilihat sebagai interaksi
antara ancaman bahaya dengan kerentanan masyarakat dan kurangnya kapasitas untuk
menangkalnya.
POLRI: Kepolisian Republik Indonesia
PP: Peraturan Pemerintah
Pre-Processing: Proses Pengolahan Teknis mencakup: proses penyeragaman skala,
proyeksi batas wilayah kajian dan generalisasi, pelaporan teknis untuk data-data yang
diterima, komparasi/uji ketepatan, pelaporan komparasi landuse/landcover, serta
pembuatan base-map.
Proses Overlay Peta: Proses Tumpang Susun Wilayah mencakup: Kesesuaian dengan UU
No. 4/2011; Risiko Bencana terhadap Landuse/Landcover Plan, Upaya mitigasi bencana
pada kawasan/zona berisiko tinggi bencana.

xxv

xxvi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Proses Zonasi: Proses Pembagian Kawasan


PUSLITANAHKEMTAN: Pusat Penelitian Tanah di Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pertanian RI
Raster: atau Perasteran, merupakan proses pengubahan gambar berbentuk gambar
vektor menjadi citra raster (piksel atau titik) untuk dicetak oleh monitor atau printer, atau
disimpan dalam format berkas bit map.
Rawan bencana: Adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu
kawasan untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak
buruk bahaya tertentu.
Realokasi: pemindahan
Reboisasi: penghijauan
Recovery Plan: Rencana Pemulihan meliputi rencana rehabilitasi dan rekontsruksi yang
dilakukan pada paska bencana.
Register Image: Proses Rektifikasi
Rehabilitasi: Pemukiman kembali
Rektifikasi: register image
Resolusi: ketajaman
Review: tinjauan
Risk: Risiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia,
kerusakan dan kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bahaya tertentu di stuatu daerah
pada waktu tertentu.
Risiko Bencana: potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu kawasan
dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam,
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat.Tingkat Risiko adalah perbandingan antara Tingkat Kerugian dengan Kapasitas
Daerah untuk memperkecil Tingkat Kerugian dan Tingkat Ancaman akibat bencana.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Roof Garden: Taman Atap


Ruang Terbuka Hijau (RTH): area memanjang jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara
alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Yang termasuk RTH privat, antara lain: kebun
atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta.
RPB: Rencana Penanggulangan Bencana
RTH Publik: merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah
daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk
RTH publik, antara lain: taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang
jalan, sungai dan pantai.
RTR KSN: Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional
RTRWN: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
RTRWP: Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, mengacu kepada: 1) Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasdional; 2) Pedoman Bidang Penataan Ruang; 3) Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah.
Rute Evakuasi: Rute penyelamatan
Rupabumi: Peta Digital Lokasi dan Wilayah Indonesia
SARBAGITA: Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan
SCDRR: Safer Communities through Disaster Risk Reduction
SDA: Sumber Daya Alam
Sedimentasi: Suatu proses pengendapan material yang dipindahkan melalui media air,
angin, es atau gletser di suatu cekungan. Sedimentasi dapat dibedakan: a) sedimentasi air,
terjadi di sungai; b) sedimentasi angin, biasanya disebut sedimentasi Aeolis; c) sedimentasi
gletser menghasilkan drumilin, moraine, kettles dan esker.
Sensitivitas: Kepekaan
SHP/Shapefile: Format data geospatial dengan format vektor yang umum untuk
perangkat lunak sistem informasi geografis.

xxvii

xxviii

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Single Hazard: Ancaman bencana tunggal


Sistem Datum WGS 84: Sistem Geodesi Dunia (Word Geodetic System/WGS). WGS adalah
sebuah standar yang digunakan dalam pemetaan, geodesi, dan navigasi, terdiri dari
bingkai koordinat, standar bumi, datum geodetik (refrensi permukaan standar bulat,
merupakan acuan atau referensi elipsold) untuk data ketinggin mentah, dan permukaan
ekuipotensich gravitasi (geord) dipakai sebagai pendefinisian tingkat nominal laut. WGS 84
adalah referensi sitem koordinat yang digunakan oleh Global Positioning System. Datum
geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah parameter sebagai acuan
untuk mendefinisikan geometri ellipsoid bumi. Datum geodetik dikur menggunakan
metode manual hingga yang lebih akurat, yaitu satelit.
Sistem Polder: Sistem yang dielaborasi untuk melestarikan wilayah polder yang luas,
yaitu dataran rendah yang direklamasi dari danau atau laut.
SNI: Standar Nasional Indonesia, adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional
di Indonesia. SNI dirumuskan oleh panitia teknis dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi
Nasional.
Spatial Gap Analysis: merupakan analisis yang dilakukan melalui sinkronisasi, overlay
peta rencana tata ruang dengan foto citra satelit terkini, sintesis, dan evaluasi. Hal ini
untuk mengetahui kesesuaian pemanfaatan ruang aktual dengan rencana tata ruang.
Sumur Resapan: Sumur bor yang dibuat untuk membantu proses pengadaan air dan
resapan air tanah.
Support Area: Area pendukung
Terrain: dataran
TIFF atau GRID: Data dengan format raster
Tipologi: Ilmu yang mempelajari pengelompokan berdasarkan tipe atau jenis.
Topografi: berasal dari kata topos (tempat) dan graphia (tulisan). Topografi merupakan
studi tentang bentuk permukaan bumi dan obyek lain seperti planet, satelit alam (bulan
dan sebagainya), dan asteroid. Topografi tidak hanya merupakan studi tentang bentuk
permukaan saja, tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan dan
bahkan kebudayaan lokal (Ilmu Pengetahuan Sosial). Obyek topografi adalah mengenal
posisi suatu bagian dan secara umum menunjuk pada koordinat secara horizontal, seperti
garis lintang dan garis bujur, dan secara vertikal, yaitu: ketinggian.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Transparansi: adalah satu prinsip bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara


terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tren Konversi: Kecenderungan
Tsunami: gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa bumi di laut, letusan
gunung api bawah laut atau longsoran di laut. Namun tidak semua fenomena tersebut
dapat memicu terjadinya tsunami. Syarat utama timbulnya tsunami adalah adanya deformasi
(perubahan bentuk yang berupa pengangkatan atau penurunan blok batuan yang terjadi
secara tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah laut. Terdapat empat faktor pada gempa
bumi yang dapat menimbulkan tsunami, yaitu: 1). pusat gempa bumi terjadi di Iaut, 2). Gempa
bumi memiliki magnitude besar, 3). kedalaman gempa bumi dangkal, dan 4). terjadi deformasi
vertikal pada lantai dasar laut. Gelombang tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800
km per jam, dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 m.
UNDP: United Nations of Development Programme
UTM: Universal Transverse Mercator/sistem koordinat yang terproyeksi
Vegetasi: Tutupan lahan
Vertikal: menurun
View: pemandangan
Vulnerability: Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat
yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bencana.
Wabah penyakit: Bencana non alam yang disebabkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam.
Wilayah Hilir: Wilayah JABODETABEKPUNJUR yang berada di bagian hilir(dilihat dari
ketinggian wilayah di atas permukaan lautnya), yakni: DKI Jakarta
Wilayah Hulu: Wilayah JABODETABEKPUNJUR yang berada di bagian hulu (dilihat dari
ketinggian wilayah di atas permukaan lautnya), yakni: kawasan Bogor, Puncak, dan Cianjur.
Wilayah Tengah: Wilayah JABODETABEKPUNJUR yang berada di bagian tengah (dilihat
dari ketinggian wilayah di atas permukaan lautnya), yakni: kawasan penyangga Provinsi
DKI (Depok, Bekasi, Tangerang, dan lain-lain).

xxix

xxx

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Zero Delta Q Policy: Keharusan agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan
bertambahnya debit air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai.
Zooming: Mempertajam
Zona: atau wilayah, adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
yang batas unsur terkait dan sitemnya berdasarkan aspek administratif atau aspek
fungsional. Kawasan di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona, sebagai berikut:
1) perumahan dan permukiman; 2) perdagangan dan jasa; industri; 4) pendidikan;
5) perkantoran dan jasa; 6) terminal; 7) wisata dan taman rekreasi; 8) pertanian dan
perkebunan; 9) tempat pemakaman umum; 10) tempat pembuangan sampah.:
Zona B1: Perumahan Hunian Padat, Perdagangan dan Jasa, Industri Ringan Non Polutan
dan Berorientasi Pasar.
Zona B2: Perumahan Hunian Sedang, Perdagangan dan Jasa, Industri Padat Tenaga Kerja.
Zona B4: Perumahan Hunian Rendah, Pertanian Lahan Basah, Pertanian Lahan Kerinbg,
Perkebunan, Perikanan, Peternakan.
Zona B4/HP: Kawasan Hutan Produksi Tetap atau Terbatas Sesuai Peraturan per-Undangundang.
Zona B5: Pertanian Lahan Basah Beririgasi Teknis.
Zona B6: Perumahan Hunian Rendah dengan KZB maksimal 50%.
Zona B7: Perumahan Hunian Rendah dengan KZB maksimal 40% dan N1 (kawasan hutan
lindung, resapan air, kawasan pantai berhutan bakau).
Zona Budi Daya: Kawasan Budi Daya
Zona Buffer: Kawasan Penyangga
Zona N: Kawasan Non Budi Daya
Zona RTR KSN: Wilayah Rencana Tata Kota Kawasan Strategis Nasional

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

xxxi

xxxii

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

RINGKASAN EKSEKUTIF
1. Latar Belakang
Substansi tata ruang dalam konteks penanggulangan bencana sudah diamanatkan
dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi risiko bencana dengan cara menyerap hasil
kajian risiko bencana ke dalam rencana tata ruang, penetapan standar keselamatan,
dan penerapan sanksi terhadap pelanggar. Demikian pula, dalam UU Nomor 26 Tahun
2007, diamanatkan tentang penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai
upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.
Kajian risiko merupakan identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya dan
potensi risiko bencana sebagai informasi geospasial, yang bermanfaat bagi penyusunan
rencana tata ruang sebagai dokumen kebijakan spasial yang menggunakan pendekatan
manajemen risiko bencana. Pada tahun 2012, BNPB telah menyelesaikan kajian dan peta
risiko bencana untuk 33 (tiga puluh tiga) provinsi di Indonesia pada skala peta 1:250.000,
sama dengan skala peta yang ditetapkan untuk menyajikan pola dan struktur ruang pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Adapun studi kasus yang dipilih adalah
Kawasan Strategis Nasional (KSN) JABODETABEKPUNJUR (Perpres No.54 tahun 2008) yang
saat ini sedang di tinjau ulang oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). KSN
JABODETABEKPUNJUR menjadi sangat strategis karena Provinsi DKI Jakarta sebagai salah
satu cakupan wilayah JABODETABEKPUNJUR adalah pusat pemerintahan negara, pusat
bisnis dan perekonomian, pusat pelayanan jasa; yang telah dibebani berbagai permasalahan
kota metropolitan yang daya dukung dan daya tampungnya telah terlampaui.
2. Tujuan
Tujuan kajian ini adalah: (i) Tersedianya perspektif mitigasi bencana pada KSN
JABODETABEKPUNJUR dengan mengintegrasikan hasil kajian risiko bencana kedalam
Rencana Tata Ruang (RTR); (ii) Tergambarkannya tingkat risiko bencana di KSN
JABODETABEKPUNJUR; (iii) Terumuskannya rekomendasi strategi manajemen risiko
dengan perspektif mitigasi bencana.
3. Metodologi
Data yang digunakan merupakan data sekunder (bersumber dari kebijakan, pedoman,
materi teknis RTRWP, dokumen lain terkait yang diperoleh dari publikasi resmi dari internet
dan lain-lain serta data spasial dalam GIS. Secara umum pendekatan yang akan dilakukan

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

dalam kajian ini adalah memasukkan kajian risiko bencana dan peta risiko bencana skala
1:250.000 dari BNPB ke dalam RTR KSN JABODETABEKPUNJUR dengan menggunakan teknik
overlay (pertampalan/tumpangsusun) antara Peta Ancaman, Kerentanan, dan Risiko Bencana
dengan Peta Rencana Struktur Ruang dan Pola Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR.
Secara lebih jelas kerangka metodologi kajian dapat dilihat pada Gambar berikut.
Gambar 1
Kerangka Metodologi Kajian
TUJUAN

Tersedianya perspektif mitigasi bencana pada KSN JABODETABEKPUNJUR dengan memasukkan


Kajian Risiko Bencana ke dalam RTR
Tergambarkannya potensi risiko bencana di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Terumuskannya rekomendasi strategi manajemen risiko dengan perspektif mitigasi bencana

Profil kerawanan dan kerentanan bencana pada pusat-pusat kegiatan


Profil risiko bencana

Peta digital RTR KSN JABODETABEKPUNJUR


Peta digital RTRWP
Peta ancaman, kerentanan dan risiko
bencana provinsi skala 1:250.000

KELUARAN

Potensi Risiko Bencana di KSN


JABODETABEKPUNJUR
Mitigasi Bencana untuk 13 Jenis Bencana
Risiko Tinggi (Hulu, Tengah, Hilir)

Analisis RTRW Kabupaten/Kota terhadap


Kebijakan Penanggulangan Bencana

Rekomendasi Strategi Manajemen Risiko


Bencana dan Masukan bagi Perbaikan
Pedoman Penyusunan RTR KSN dan
RTRW Provinsi

Desk Study:
UU No. 24/2007, Perpres 54/2008, Pedoman RTR
KSN, IRBI, Materi Teknis RTRWP, serta kebijakan
dan pedoman lainnya

Proses Pengolahan Teknis (Pre-Processing):


Proses penyeragaman skala, proyeksi, batas
wilayah kajian dan generalisasi
Report teknis untuk data-data yang
diterima
Komparasi/uji ketepatan
Laporan komparasi landuse/landcover
Pembuatan peta dasar

Proses perkumpulan Peta dan Analisis/Digitasi


dan tata letak:
Kesesuaian dg UU No.4/2011
Risiko Bencana terhadap Landuse/Landcover
Plan
Upaya mitigasi bencana pada kawasan/zona
berisiko tinggi bencana

Studi Kasus: Kota Jakarta Timur

xxxiii

xxxiv

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

4. Hasil Kajian dan Analisis


4.1 Profil Kerawanan, Kerentanan, dan Risiko Bencana di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR 1
Profil kerawanan bencana di Kawasan JABODETABEKPUNJUR dapat memberikan
informasi tingkat kerawanan bencana di tingkat provinsi (Provinsi DKI Jakarta,
Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten) maupun di tingkat kabupaten/kota yang
termasuk Kawasan JABODETABEKPUNJUR pada pusat-pusat kegiatannya. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.
Tabel 1
Profil Kerawanan Bencana Provinsi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No.

Provinsi

Nilai /Skor

Tingkat Kerawanan

Ranking Nasional

Ranking
JABODETABEKPUNJUR

200

Tinggi

Jawa Barat

Banten

133

Tinggi

11

DKI Jakarta

113

Tinggi

21

Sumber: IRBI BNPB, 2011

Tabel 2
Profil Kerawanan Bencana Kabupaten/Kota di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No.

Kabupaten/Kota

Nilai /Skor

Tingkat Kerawanan

Ranking
Nasional

Ranking
JABODETABEKPUNJUR

Wilayah Hulu

Kabupaten Bogor

129

Tinggi

Kabupaten Cianjur

118

Tinggi

11

Kota Bogor

61

Tinggi

202

11

II

Wilayah Tengah

Kabupaten Tangerang

87

Tinggi

63

Kabupaten Bekasi

81

Tinggi

78

Kota Tangerang

65

Tinggi

173

10

Kota Depok

46

Tinggi

321

12

Kota Bekasi

41

Tinggi

357

14

Kota Tangerang Selatan

15

Sedang

441

15

90

Tinggi

48

III

Wilayah Hilir

Kota Jakarta Timur

Kota Jakarta Selatan

84

Tinggi

70

Kota Jakarta Utara

80

Tinggi

84

Kota Jakarta Barat

79

Tinggi

92

Kota Jakarta Pusat

77

Tinggi

104

Kepulauan Seribu

42

Tinggi

352

13

Sumber: IRBI BNPB, 2011

1
Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Laporan Final Pendekatan Kajian Risiko Bencana Untuk Perencanaan KSN (Studi
Kasus: Perpres No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR) 38-53

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 3
Profil Kerawanan Per Jenis Bencana di Wilayah Hulu pada Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No
1

Jenis Bencana
Angin Topan

Banjir

Banjir dan Tanah Longsor

Wilayah Hulu

Nilai/
Skor

Tingkat
Kerawanan

Ranking
Nasional

Ranking
JABODETABEKPUNJUR

Kab. Bogor

59

Tinggi

Kab. Cianjur

46

Tinggi

21

Kota Bogor

22

Tinggi

179

Kab. Bogor

46

Tinggi

65

Kab. Cianjur

27

Tinggi

200

12

Kota Bogor

19

Tinggi

290

13

Kab. Bogor

64

Tinggi

Kab. Cianjur

64

Tinggi

Kota Bogor

26

Tinggi

95

Gelombang Pantai dan Abrasi

Kab. Cianjur

22

Tinggi

49

Gempa bumi

Kab. Cianjur

52

Tinggi

30

Kab. Bogor

45

Tinggi

50

Kota Bogor

25

Sedang

123

Kebakaran Permukiman

Kecelakaan Industri

Kecelakaan Transportasi

Kekeringan

10

Konflik Sosial

11

Tanah Longsor

Kab. Cianjur

36

Tinggi

23

Kab. Bogor

29

Tinggi

50

Kab. Bogor

34

Tinggi

12

Kab. Cianjur

21

Tinggi

66

Kab. Bogor

24

Tinggi

17

Kab. Cianjur

19

Tinggi

72

Kab. Cianjur

73

Tinggi

Kab. Bogor

66

Tinggi

Kota Bogor

17

Sedang

102

Sumber: IRBI BNPB, 2011

Tabel 4
Profil Kerawanan Per Jenis Bencana di Wilayah Tengah pada Kawasan
JABODETABEKPUNJUR
No
1

Jenis Bencana
Angin Topan

Banjir

Wilayah
Tengah

Nilai/
Skor

Tingkat
Kerawanan

Ranking
Nasional

Ranking
JABODETABEKPUNJUR

Kab. Tangerang

33

Tinggi

82

Kota Depok

30

Tinggi

107

Kab. Bekasi

28

Tinggi

129

Kab. Tangerang

68

Tinggi

Kab. Bekasi

57

Tinggi

17

Kota Tangerang

57

Tinggi

19

Kota Depok

31

Tinggi

162

10

Kota Bekasi

28

Tinggi

192

11

xxxv

xxxvi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

No

Jenis Bencana

Wilayah
Tengah

Banjir dan Tanah Longsor

Gelombang Pantai dan Abrasi

Gempabumi

Kebakaran Permukiman

Kecelakaan Industri

Kecelakaan Transportasi

Kekeringan

10

Konflik Sosial

11

Tanah Longsor

Nilai/
Skor

Tingkat
Kerawanan

Ranking
Nasional

Ranking
JABODETABEKPUNJUR

Kab. Tangerang

18

Tinggi

77

Kab. Tangerang

30

Tinggi

45

Kab. Bekasi

26

Tinggi

68

Kab. Bekasi

27

Tinggi

Kab. Bekasi

24

Tinggi

26

Kab. Tangerang

24

Tinggi

27

Kota Depok

21

Tinggi

57

Kota Tangerang

18

Tinggi

93

Kota Bekasi

13

Sedang

123

Kab. Tangerang

13

Sedang

133

Sumber: IRBI BNPB, 2011

Tabel 5
Profil Kerawanan Per Jenis Bencana di Wilayah Hilir pada Kawasan
JABODETABEKPUNJUR
No

Jenis Bencana

Angin Topan

Banjir

Banjir dan Tanah Longsor

Gelombang Pantai dan


Abrasi

Gempabumi

Kebakaran Permukiman

Kecelakaan Industri

Kecelakaan Transportasi

Kekeringan

Wilayah Hilir

Nilai/
Skor

Tingkat
Kerawanan

Ranking
Nasional

Ranking
JABODETABEKPUNJUR

Kota Jakarta Pusat

31

Tinggi

100

Kota Jakarta Utara

21

Tinggi

205

Kota Jakarta Utara

66

Tinggi

Kota Jakarta Timur

63

Tinggi

Kota Jakarta Selatan

58

Tinggi

13

Kota Jakarta Barat

52

Tinggi

30

Kota Jakarta Pusat

48

Tinggi

50

Kota Jakarta Utara

45

Tinggi

Kota Jakarta Timur

21

Tinggi

57

Kota Jakarta Barat

57

Tinggi

Kota Jakarta Pusat

54

Tinggi

Kota Jakarta Selatan

52

Tinggi

Kota Jakarta Timur

49

Tinggi

Kota Jakarta Utara

46

Tinggi

Kota Jakarta Selatan

32

Tinggi

19

Kepulauan Seribu

28

Tinggi

32

Kota Jakarta Timur

24

Tinggi

48

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

No
10

11

Jenis Bencana
Konflik Sosial

Tanah Longsor

Wilayah Hilir

Nilai/
Skor

Tingkat
Kerawanan

Ranking
Nasional

Ranking
JABODETABEKPUNJUR

Kota Jakarta Barat

45

Tinggi

Kota Jakarta Pusat

21

Sedang

25

Kota Jakarta Timur

16

Sedang

109

Sumber: IRBI BNPB, 2011

Profil kerentanan bencana dapat diindikasikan sebagai potensi keterpaparan penduduk


(jiwa atau % penduduk), potensi kerugian fisik dan ekonomi (triliun Rp), dan potensi kerusakan
lingkungan (Ha atau % wilayah). Potensi keterpaparan penduduk (dalam %) apabila
bencana terjadi di kawasan JABODETABEKPUNJUR dapat dilihat pada tabel 6. Potensi
dampak berbagai jenis bencana tersebut akan menimbulkan kerugian dan dampak yang
tidak kecil bagi perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat JABODETABEKPUNJUR.
Dengan mengetahui kemungkinan dan besaran kerugian, fokus dalam perencanaan tata
ruang wilayah provinsi maupun kabupaten/kota menjadi lebih efektif.
Tabel 6
Potensi Keterpaparan Penduduk (%)
No
1

Jenis Bencana
Gempa Bumi

Tsunami

Banjir

Tanah Longsor

Provinsi

% Keterpaparan
Penduduk

Ranking per bencana di


JABODETABEKPUNJUR

Jawa Barat

76.17

Banten

12.13

DKI Jakarta

8.86

Banten

3.02

DKI Jakarta

0.65

Jawa Barat

0.29

DKI Jakarta

40.10

Jawa Barat

20.13

Banten

13.16

Jawa Barat

86.49

DKI Jakarta

78.00

Banten

77.79

Letusan Gunung Api

Jawa Barat

1.33

Gelomb Ekstrim dan Abrasi

DKI Jakarta

10.24

Jawa Barat

3.40

Cuaca Ekstrim

Kekeringan

Kebakaran Hutan dan Lahan

Banten

0.57

Jawa Barat

29.12

Banten

27.31

DKI Jakarta

2.63

Jawa Barat

87.55

Banten

76.48

Jawa Barat

24.76

Banten

18.06

xxxvii

xxxviii PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

No

Jenis Bencana

10

11

12

13

Provinsi

% Keterpaparan
Penduduk

Ranking per bencana di


JABODETABEKPUNJUR

Kebakaran Gedung dan


Permukiman

DKI Jakarta

Jawa Barat

Banten

Epidemi dan Wabah Penyakit

Jawa Barat

89.37

DKI Jakarta

78.25

Banten

78.23

Jawa Barat

90.33

Banten

78.11

DKI Jakarta

77.75

Jawa Barat

90.26

Gagal Teknologi

Konflik Sosial

Banten

77.96

DKI Jakarta

77.30

Sumber: RPB DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, 2012-2016 dan http://indonesiadata.co.id/main/index.php/jumlah-penduduk

Berdasarkan analisis kecenderungan kejadian bencana dalam RPB, maka bencana yang
kecenderungannya naik setiap tahun di setiap provinsi adalah banjir.
4.2 Analisis RTR KSN JABODETABEKPUNJUR dari Perspektif Risiko Bencana2
Input informasi dari proses penyusunan RPB Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan
Banten terutama yang berkaitan dengan pengenalan ancaman dan kerentanan
bencana, serta analisis kemungkinan dampak bencana (risiko bencana) merupakan
informasi yang penting untuk dimasukkan ke dalam proses penyusunan evaluasi RTR
KSN JABODETABEKPUNJUR.
Analisis potensi risiko bencana dilakukan berdasarkan tumpangsusun peta ancaman,
kerentanan, dan risiko bencana (13 jenis bencana) BNPB dengan peta Struktur dan
Pola ruang dari Perpres 54/2008. Hasil analisis dan upaya mitigasi dapat dilihat pada
Kesimpulan, sedangkan peta-peta Ancaman, Kerentanan dan Risikonya dapat dilihat
pada Lampiran. Kemudian disimpulkan zona-zona yang signifikan terkena dampak
bencana tersebut untuk Kawasan JABODETABEKPUNJUR sebagai berikut.

2
Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Laporan Final Pendekatan Kajian Risiko Bencana Untuk Perencanaan KSN (Studi
Kasus: Perpres No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR) 55-125

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 7
Zona Potensi Bencana Risiko Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No.
1

Jenis Bencana

DKI Jakarta

Gempa Bumi
-

Tsunami

Banjir

Tanah Longsor

Letusan Gn Api

Gelombang Ekstrim dan


Abrasi

Cuaca Ekstrim (Puting


Beliung)

Kekeringan

Kebakaran Hutan dan Lahan

10

Kebakaran Gedung dan


Pemukiman

11

Epidemi dan Wabah Penyakit

Jawa Barat
B, N dan 6 pusat kota (Cinere,
Kota Depok, Kota Bogor,
Cimanggis, Cileungsi, Kota
Bekasi)

Bag. Utara : B1, B6,


B7, N1, dan 1 pusat
kota (Kota Jkt Pusat)

Bag. Utara: B1, B2, B5, B7, N1


dan 1 pusat kota (Kota Bekasi)

Banten
B,N dan 2 pusat kota
(Kota Tangerang,
Serpong)
Bag. utara : B1, B6, B7,
N1 dan 1 pusat kota
(Kota Tangerang)

B4, B4/HP di Kab.Bogor

N di Kab Bogor

Pantai utara (B1, B6,


B7 dan N1)
-

B4, B4/HP, B7 di Kab. Bekasi


B4, B4/HP, B7, B7/HP,N di Kab.
Bogor, Kab. Bekasi

N, B4/HP, B4 di Kab. Bogor

B, N di Kab. Bogor, Kab dan Kota


Bekasi, Kab. Cianjur

B di Kota Jakarta
Pusat, Utara, Barat,
Selatan, Timur

B, N di Cinere, Kota Depok, Kota


Bogor, Cimanggis, Cileungsi,
Setu, Tambun, Kota Bekasi

B, N di Kab. Tangerang

12

Gagal Teknologi

B, N di Jakarta Barat,
Selatan, Timur

B, N di Kota Bogor, Kota Depok,


Cinere, Cimanggis, Tambun

B, N di Kota Tangerang

13

Konflik Sosial

B di Jakarta Sel dan


Barat

Sumber: Analisis Spasial oleh Tim Penyusun, 2013

Berdasarkan kajian substansi penanggulangan bencana dalam RTRW Provinsi


ditemukan bahwa aspek kebencanaan yang diulas dalam RTRWP DKI Jakarta,
Jawa Barat, maupun Banten belum lengkap sehingga diperlukan langkah untuk
melengkapinya kelak apabila RTRWP akan dievaluasi 5 tahun mendatang.
Berdasarkan kajian pada kasus Kota Jakarta Timur, ditemui bahwa dari segi
skala peta dan informasi peta risiko Jakarta Timur, tampaknya peta multirisiko
yang di buat pada skala 1:50.000 masih terlalu umum dan harus lebih detil lagi.
Analisis spasial yang telah dilakukan dengan pertampalan antara peta RTR KSN
JABODETABEKPUNJUR terhadap peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana;
memang dapat dilakukan pada skala 1:250.000; walaupun sebenarnya tuntutan
skala yang dibutuhkan adalah 1:50.000. Sehingga ada kesenjangan informasi pada
peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko BNPB bila analisis dilakukan pada skala
1:50.000 atau lebih detail, dan akan mengurangi kemampuan menggunakan data
ancaman, kerentanan dan risiko. Misalnya kesulitan yang ditemui untuk membuat
jalur evakuasi, identifikasi kerusakan terparah dan seterusnya. Dengan demikian

xxxix

xl

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

untuk melakukan analisis spasial yang detil pada kota Jakarta Timur ini diperlukan
data pada skala 1:25.000.
5. Kesimpulan
Secara umum dapat disimpulkan bahwa:
Pendekatan Kajian Risiko Bencana BNPB tingkat basis yang tersedia saat ini dapat
dimanfaatkan pada perencanaan KSN pada skala peta 1:250.000 dan tidak dapat
dimanfaatkan untuk perencanaan tata ruang tingkat kabupaten/kota. Pendekatan
ini juga dapat diimplementasikan dalam konteks RTRWP pada skala peta 1:250.000.
Berdasarkan kajian ini, data spasial BNPB yang meliputi ancaman, kerentanan dan
risiko bencana pada skala 1:250.000 dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan
tingkat ancaman, kerentanan, dan risiko bencana beserta lokasinya untuk ke
tigabelas jenis bencana.
Pendekatan ini dapat dimanfaatkan untuk melengkapi substansi tinjauan ulang
RTR KSN (kasus studi RTR KSN JABODETABEKPUNJUR), RTRW Provinsi DKI Jakarta,
RTRW Provinsi Jawa Barat dan RTRW Provinsi Banten dengan substansi kajian risiko
bencana.
Berdasarkan perhitungan jarak antar pusat kegiatan ditemukan titik-titik pusat
kegiatan yang terlalu dekat dengan jarak hanya sekitar 6 sampai dengan 6,5
kilometer)- sehingga pada kenyataannya dapat menimbulkan aglomerasi (misalnya
Cinere Kota Depok Cimanggis). Lebih lanjut, hal tersebut menyebabkan potensi
kerentanan dan risiko bencana pada pusat-pusat tersebut akan semakin tinggi.
Indikasi kerawanan bencana dapat digunakan dan diolah untuk mempersiapkan
kemampuan kawasan di masa yang akan datang untuk menghadapi 13 jenis
bencana, dan dapat membantu fokus perencanaan tata ruang wilayah dalam
mitigasi bencana, terutama dalam menyelamatkan pusat-pusat kegiatan nasional
maupun sub-sub pusat kegiatan agar tetap tumbuh sebagaimana direncanakan.
Indikasi kerentanan bencana dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat menghadapi bencana dalam kurun waktu 5 tahun. Diperlukan kehatihatian dalam membaca indikasi kerentanan bencana terutama dalam membaca
potensi kerugian fisik dan ekonomi, serta potensi kerusakan lingkungan. Dengan
demikian fokus perencanaan tata ruang wilayah akan lebih efektif antara lain dalam
menentukan upaya mitigasi bencana beserta biaya yang harus disediakan oleh
pemerintah daerah yang bersangkutan.
Indikasi risiko bencana dapat digunakan untuk menurunkan potensi kerugian akibat
bencana pada kurun waktu tertentu (5 tahun) melalui penyusunan indikasi program
periode 5 tahunan.
Pada jenis bencana non alam (kegagalan teknologi, epidemi dan wabah penyakit,
serta konflik sosial), diperlukan studi lebih lanjut untuk mendapatkan rekomendasi
terbaik dan relevansinya terhadap penataan ruang, sejauh mana ketersediaan data
empirisnya, mitigasi yang perlu dilakukan apakah struktural atau non-struktural.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 2
Bencana Risiko Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR Berdasarkan Ketinggian
Wilayah
Kawasan BOPUNJUR (Bogor,
Puncak, Cianjur)
Kawasan Penyangga DKI (Depok,
Bekasi, Tangerang, dan lain-lain)

DKI Jakarta

Wilayah Hulu

Wilayah Tengah

Gempa Bumi

Tsunami

Banjir

Tanah Longsor

Letusan Gunung Api

Gelombang Ekstrim dan Abrasi

Cuaca Ekstrim

Wilayah Hilir

Kekeringan

Kebakaran Hutan dan Lahan

10

Kebakaran Gedung dan Permukiman

11

Epidemi dan Wabah Penyakit

12

Gagal Teknologi

13

Konflik Sosial

Sumber: hasil analisis, 2013

Khusus untuk bencana kegagalan teknologi, keberadaan lokasi-lokasi strategis yang


sudah ada (misalnya keberadaan kilang minyak, pabrik dinamit, reaktor nuklir) perlu
diperhatikan bagi keperluan analisis potensi risiko bencana dan tidak hanya dilihat
dari sejarah kejadiannya saja. Hal ini penting mengingat bencana kegagalan teknologi
pada skala yang besar akan dapat mengancam kestabilan ekologi secara global.
Selain berdasarkan daerah administrasi, bencana risiko tinggi untuk
JABODETABEKPUNJUR juga dapat dianalisis berdasarkan ketinggian wilayah di
atas permukaan air laut. Secara umum ketinggian lokasi di atas permukaan air laut
dapat digolongkan menjadi hulu, tengah dan hilir. Bencana berisiko tinggi untuk
JABODETABEKPUNJUR dapat dibagi menurut karakteristik wilayah sbb:

xli

xlii

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Hulu: Gempa bumi, tanah longsor, letusan gunung api, kekeringan, kebakaran
hutan dan lahan, kebakaran gedung dan permukiman, epidemi dan wabah
penyakit, serta kegagalan teknologi;
Tengah: gempabumi, banjir, cuaca ekstrim, kekeringan, kebakaran gedung dan
permukiman, epidemi dan wabah penyakit, serta kegagalan teknologi;
Hilir: banjir, gelombang ekstrim dan abrasi, epidemi dan wabah penyakit, konflik
sosial, serta kegagalan teknologi.
Aspek kebencanaan pada RTRWP DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten belum lengkap
sebagaimana dalam RPB masing-masing provinsi; sehingga diperlukan upaya untuk
melengkapinya kelak apabila RTRWP akan dievaluasi.
Dari kasus KRB Jakarta Timur terlihat bahwa untuk perencanaan tata ruang skala
kabupaten/kota masih membutuhkan data spasial yang meliputi ancaman,
kerentanan dan risiko bencana pada skala 1:50.000 dan lebih detil dengan kualitas
data yang lebih baik. Hal ini membutuhkan kerjasama dan kesepakatan antara BIG
dan BNPB untuk menghasilkan IGD dan IGT yang berkualitas tinggi, baik dalam proses
pengumpulan data spasial kebencanaan baik dari citra satelit dan penginderaan jauh
lainnya, data spasial dari K/L lain, survei dan pemetaan, hingga pemrosesan data dan
bukan hanya sekedar rekayasa GIS.
Secara khusus, kesimpulan disusun menurut tiga belas jenis bencana yang memiliki
kecenderungan risiko tinggi pada wilayah hulu, tengah, dan hilir sebagaimana dapat
dilihat pada tabel 8 sampai dengan tabel 10.
6. Rekomendasi
Secara umum rekomendasi adalah sebagai berikut:
Info kerawanan bencana pada wilayah hulu, tengah dan hilir dapat digunakan untuk
melengkapi muatan teknis RTRWP DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Berdasarkan hasil tumpangsusun peta risiko bencana ditemukan penggunaan
lahan lain dengan potensi tingkat risiko bencana yang tinggi yang tidak sesuai
dengan Perpres 54/2008; sehingga alternatif rekomendasinya adalah antara lain: (i)
dilakukan perubahan pola pemanfaatan ruang; (ii) dilakukan upaya pengendalian
pemanfaatan ruang. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengkaji secara lebih detail
terhadap hal ini, antara lain melalui RDTR.
Dalam kaitan dengan upaya mitigasi bencana, maka pembangunan infrastruktur
kesiapsiagaan dianjurkan untuk dilakukan pada wilayah yang sudah padat dan sudah
tidak bisa diubah peruntukannya. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengkaji
secara lebih detail terhadap hal ini, antara lain melalui RDTR.
Dalam kaitan dengan arahan susunan pusat-pusat kegiatan di JABODETABEKPUNJUR,
diperlukan studi lebih lanjut untuk mereview terhadap sub-sub pusat perkotaan
tersebut mana yang akan lebih dominan sehingga dapat direkomendasikan untuk
digabung menjadi satu pusat perkotaan.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Adapun secara khusus rekomendasi disusun sebagai masukan pada kegiatan Kaji
Ulang KSN JABODETABEKPUNJUR dan juga sebagai masukan untuk instansi-instansi
terkait sebagai berikut:
Rekomendasi Untuk Kegiatan Kaji Ulang KSN JABODETABEKPUNJUR (lihat Tabel 11)

xliii

Tsunami

Banjir

Tanah Longsor

Letusan G. Api

Abrasi

Cuaca Ekstrim

Kekeringan

Gempa Bumi

Jenis
Bencana

No.

Bag. Selatan:
Citeureup, Cileungsi,
Kelapa Nunggal

Kab. Bogor:
Bag. Barat: Parung,
Tigaraksa, Gn Sindur

G. Pangrango

Sangat Tinggi

Sedang

Sedang-Tinggi

Kab. Bogor:
Bag. Barat dan Timur

Kab. Bogor:
G. Salak

Pertanian, ruang terbuka

Kebun campuran,
tegalan, persawahan

B4/B4/HP

N, B3,B4

N2

B4,B4/HP

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka
Semak-semak dan hutan,
pertanian dan ruang
terbuka

N1-N2, B2,B3,B4,B4/HP

B1

Penggunaan Lahan
Perpres 54/2008

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka, komersil dan
bisnis, permukiman
kepadatan tinggi

Sedang-Tinggi

Tinggi

Penggunaan Lahan
Saat Ini

Tingkat
Risiko

Kab. Bogor:
bag.Barat

Kota Bogor

Lokasi

Tabel 8
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hulu

Penguatan manajemen risiko melalui pengelolaan air secara


bijaksana

Penguatan manajemen risiko;


Pengendalian konversi: pengetatan penggunaan Lahan;
Perlu studi lebih lanjut untuk menilai tren konversi lahan.

Penguatan manajemen risiko;


Pengendalian konversi: pengetatan penggunaan Lahan;
Perlu studi lebih lanjut untuk menilai tren konversi lahan.

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana


kontingensi, penyiapan dan pemasangan instrumen sistem
peringatan dini);
Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi
bencana;
Perkuatan bangunan dan infrastruktur yang berpotensi
terkena bencana;

Upaya Mitigasi

xliv
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Kebakaran
Gedung dan
Permukiman

Epidemi
dan Wabah
Penyakit

Gagal
Teknologi

Konflik Sosial

10

11

12

13

Lokasi

Kota Bogor

Kab. Bogor:
Cileungsi

Kota Bogor

Kab. Cianjur:
Perbatasan Kab.
Bogor

Kab. Bogor:
Bag. Utara dan
Selatan

Bag. Timur

Kab. Bogor:
Bag. Barat

Sumber: hasil analisis, 2013

Kebakaran
Hutan dan
Lahan

Jenis
Bencana

No.

Lanjutan Tabel 8

Tinggi

Sedang

Tinggi

Sedang

Tingkat
Risiko

B1

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, industri dan
gudang, pendidikan dan
fasilitas umum, fasilitas
transportasi, rumah
dibangun, semak-semak
dan hutan, pertanian
dan ruang terbuka
-

Dominan N2

N2, B4, B4/HP

Penggunaan Lahan
Perpres 54/2008

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, pertanian dan
lahan terbuka, industri
dan gudang, pendidikan
dan fasilitas umum,
fasilitas transportasi,
rumah dibangun

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, semak-semak dan
hutan, pertanian dan
ruang terbuka

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka

Penggunaan Lahan
Saat Ini
Penguatan manajemen risiko;
Pengendalian konversi: pengetatan penggunaan lahan;
Perlu studi lebih lanjut untuk menilai tren konversi lahan;
Penguatan/pembangunan infrastruktur antara lain wadukwaduk kecil, pembuatan sekat penghalang api, terutama
antara lahan perumahan, perkebunan, pertanian, dengan
hutan; pembuatan hujan buatan

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana


kontingensi, penyiapan dan pemasangan instrumen sistem
peringatan dini);
Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi
bencana;
Perkuatan bangunan dan infrastruktur;
Penataan ulang kawasan industri yang berada di lingkungan
perumahan padat. Perlu studi lebih lanjut.

Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana epidemi dan wabah penyakit;
Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu studi lebih
lanjut untuk pengendalian faktor risiko;
Perlu studi lebih lanjut untuk mitigasi terbaik dan relevansinya
terhadap penataan ruang.

Penguatan manajemen risiko agar kepadatan bangunan


permukiman tidak bertambah tinggi melalui perencanaan
lebih detil;
Penguatan/pembangunan infrastruktur antara lain
penyediaan waduk kecil, bak penampungan air, serta hidran
untuk pemadaman api.

Upaya Mitigasi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

xlv

Tanah Longsor

Abrasi

Banjir

Letusan G. Api

Tsunami

Gempa Bumi

Jenis Bencana

No.

SedangTinggi

Kab. Bekasi:
Dekat kaw. Industri
Pulo Gadung

SedangTinggi

SedangRendah

Kab. Tangerang:
Area sekitar bandara
Soekarno-Hatta

Kota Bekasi:
Dekat kaw. Industri
Pulo Gadung

Tinggi

SedangTinggi

Tingkat
Risiko

Kab. Tangerang:
Bag. Tengah dan
Selatan

Kota Depok:
Cinere, Cimanggis,
Kota Depok

Kota Bekasi

Kota Tangerang
Selatan.

Kota Tangerang

Lokasi

Tabel 9
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Tengah

Rumah dibangun, pertanian


dan ruang terbuka

B2,B5

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, pertanian dan lahan
terbuka, Industri dan gudang,
pendidikan dan fasum, fas.
transportasi rumah dibangun

B2,B5
(dominan),B7,N1

B1

B2,B3,B5

B1

Penggunaan Lahan
Perpres 54/2008

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka, komersil dan bisnis,
permukiman kepadatan tinggi

Penggunaan Lahan
Saat Ini

Perlu dipertimbangkan penggunaan lahan alternatif lain


selain untuk pertanian.

Perlu dikembangkan pengelolaan lingkungan untuk menjaga


infrastruktur bandara dan akses menuju bandara.

Penguatan manajemen risiko;


Pengendalian konversi: pengetatan pengg. lahan
Perlu studi lebih lanjut untuk menilai tren konversi lahan.

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana


kontingensi, penyiapan dan pemasangan instrumen sistem
peringatan dini);
Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi
bencana;
Perkuatan bangunan dan infrastruktur yang berpotensi
terkena bencana;

Upaya Mitigasi

xlvi
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gagal
Teknologi

Konflik Sosial

12

13

Kota Depok:
Cinere, Kota Depok,
Cimanggis

Kab. Bekasi:
Tambun

Kota Tangerang

Kota Depok:
Cinere, Cimanggis

Kab. Bekasi:
Setu, Tambun

Kota Bekasi

Kab. Bekasi:
Bagian Barat dan
Tengah

Kota Bekasi

Kab. Tangerang:
Bagian Selatan dan
Tengah

Tinggi

Sedang

Tinggi

Tinggi

Kab. Bekasi:
Bag. Utara

Tingkat
Risiko
SedangTinggi

Lokasi

Kab. Bekasi:
Bag. Utara

Sumber: hasil analisis, 2013

Epidemi
dan Wabah
Penyakit

Kebakaran
Hutan dan
Lahan

11

Kekeringan

10

Cuaca Ekstrim

Kebakaran
Gedung dan
Permukiman

Jenis Bencana

No.

Lanjutan Tabel 9

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, industri dan gudang,
pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi,
rumah dibangun, semaksemak dan hutan, pertanian
dan ruang terbuka

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, pertanian dan lahan
terbuka, industri dan gudang,
pendidikan dan fasilitas umum,
fasilitas transportasi, rumah
dibangun

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, semak-semak dan
hutan, pertanian dan ruang
terbuka

B1

B5 diselingi N1, N2

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang terbuka

B4,B4/HP,B7, sedikit
B1

Penggunaan Lahan
Perpres 54/2008

Sawah, lahan terbangun dan


permukiman

Penggunaan Lahan
Saat Ini

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana


kontingensi, penyiapan dan pemasangan instrumen sistem
peringatan dini);
Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi
bencana;
Penguatan bangunan dan infrastruktur;
Penataan ulang kawasan industri yang berada di lingkungan
perumahan padat. Perlu studi lebih lanjut.

Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana epidemi;
Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu studi lebih
lanjut untuk pengendalian faktor risiko;
Perlu studi lebih lanjut untuk mitigasi terbaik dan relevansinya
terhadap penataan ruang.

Penguatan manajemen risiko agar kepadatan bangunan


permukiman tidak bertambah tinggi melalui perencanaan
lebih detil;
Penguatan/pembangunan infrastruktur antara penyediaan
waduk kecil, bak penampungan air, serta hidran untuk
pemadaman api.

Perlu dipertimbangkan untuk konservasi tanah dan


pembuatan check dam dan reboisasi

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana


kontingensi);
Perkuatan bangunan dan infrastruktur yang berpotensi
terkena bencana melalui penerapan aturan standar bangunan
yang memperhitungkan beban angin atau pembuatan bunker
bawah tanah. Perlu studi lebih lanjut.
Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi bencana.

Upaya Mitigasi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

xlvii

Tsunami

Banjir

Tanah Longsor

Letusan G. Api

Gelombang
Ekstrim dan Abrasi

Cuaca Ekstrim

Kekeringan

Kebakaran Hutan
dan Lahan

Gempa Bumi

Jenis Bencana

No.

Kota Jakarta Utara:


Sepanjang pantai
utara

Kota Jakarta Utara:


Sepanjang pantai
Utara

Kota Jakarta Timur:


Pulo Gadung,
Cakung

Kota Jakarta Pusat

Lokasi

Tinggi

Tinggi

Tingkat
Risiko

Tabel 10
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hilir

Permukiman kepadatan
tinggi, industri dan gudang,
komersil dan bisnis,
perairan, rawa, sungai dan
kolam; pertanian dan ruang
terbuka

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, pertanian dan
lahan terbuka, Industri dan
gudang, pendidikan dan
fasilitas umum, fasilitas
transportasi,
rumah dibangun

Penggunaan Lahan
Saat Ini

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana


kontingensi, penyiapan dan pemasangan instrumen
sistem peringatan dini);
Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi
bencana gelombang ekstrim;
Penguatan bangunan dan infrastruktur yang
berpotensi terkena bencana;
Peremajaan pantai dengan penanaman vegetasi bakau
pada zona N;
Pertimbangan untuk menata ulang kawasan
permukiman yang berada di pinggir pantai.

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana


kontingensi);
Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi
bencana banjir;
Arahan tentang intensitas penggunaan ruang,
pengaturan kawasan budidaya dengan instrumen KZB,
KDB, KLB, misalnya pembangunan hunian vertikal;
Penguatan bangunan dan infrastruktur yang
berpotensi terkena bencana;
Pertimbangan pembangunan dan pemulihan
kapasitas polder dan pemompaan di polder (misalnya:
area Istana Merdeka di Jakarta Pusat)

Upaya Mitigasi

B1, B6, B7, N1

B1, B6, B7, N1

B1

B1

Penggunaan Lahan
Perpres 54/2008

xlviii
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Kebakaran Gedung
dan Permukiman

Epidemi dan
Wabah Penyakit

Gagal Teknologi

Konflik Sosial

10

11

12

13

Kota Jakarta Barat,


Kota Jakarta
Selatan

Kota Jakarta Barat,


Kota Jakarta
Selatan,
Kota Jakarta Timur

Kota Jakarta Pusat,


Kota Jakarta Utara,
Kota Jakarta Barat,
Kota Jakarta
Selatan,
Kota Jakarta Timur

Lokasi

Sumber: Hasil Analisis oleh Tim Penyusun, 2013

Jenis Bencana

No.

Lanjutan Tabel 10

Tinggi

Sedang

Tingkat
Risiko

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, industri dan gudang,
pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi,
rumah dibangun

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, industri dan gudang,
pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi,
rumah dibangun, semaksemak dan hutan, pertanian
dan ruang terbuka

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, pertanian dan
lahan terbuka, industri dan
gudang, pendidikan dan
fasilitas umum, fasilitas
transportasi, rumah
dibangun

Penggunaan Lahan
Saat Ini

Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan


kesiagaan menghadapi bencana epidemi dan wabah
penyakit;
Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu studi
lebih lanjut untuk pengendalian faktor risiko;
Perlu studi lebih lanjut untuk mitigasi terbaik dan
relevansinya terhadap penataan ruang.
Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana
kontingensi, penyiapan dan pemasangan instrumen
sistem peringatan dini);
Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi
bencana;
Perkuatan bangunan dan infrastruktur;
Penataan ulang kawasan industri yang berada di
lingkungan perumahan padat. Perlu studi lebih lanjut.
Mendorong peran serta penduduk dalam rangka
memelihara stabilitas ketentraman dan ketertiban;
Mengembangkan supremasi hukum dengan
menegakkan hukum secara konsisten, berkeadilan dan
kejujuran;
Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta
meningkatnya perlindungan penghormatan, dan
penegakan HAM.
Perlu studi lebih lanjut untuk mitigasi terbaik dan
relevansinya terhadap penataan ruang.

B1

Upaya Mitigasi

Penggunaan Lahan
Perpres 54/2008

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

xlix

Provinsi/Kabupaten/
Kota

Jawa Barat

Kota Bogor

Kab. Bogor

Kab. Cianjur

Banten

Kota Tangerang

Kota Tangerang Selatan

Kab. Tangerang

Jawa Barat

Kota Bekasi

Kab. Bekasi

Kota Depok

No.

II

Wilayah Hulu

Wilayah Tengah

Gempa Bumi, Epidemi dan Wabah Penyakit, Gagal Teknologi

Banjir, Cuaca Ekstrim, Kekeringan, Kebakaran Gedung dan Permukiman,


Epidemi dan Wabah Penyakit, Gagal Teknologi

Gempa Bumi, Banjir, Kebakaran Gedung dan Permukiman, Epidemi dan


Wabah Penyakit

Gempa Bumi, Banjir, Kebakaran Gedung dan Permukiman

Gempa Bumi

Gempa Bumi, Gagal Teknologi

Gempabumi, gelombang ekstrim, cuaca ekstrim, kekeringan, kebakaran


hutan dan lahan, epidemi dan wabah penyakit, gagal teknologi, dan
konflik sosial.

Kebakaran Gedung dan Permukiman

Gempa Bumi, Tanah Longsor, Letusan G. Api, Kekeringan, Kebakaran


Hutan dan Lahan, Kebakaran Ged. dan Permukiman, Epidemi dan Wabah
Penyakit

Gempa Bumi, Epidemi dan Wabah Penyakit, Gagal Teknologi

Cuaca ekstrim, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, epidemi dan


wabah penyakit, gagal teknologi, dan konflik sosial

Jenis Bencana

Tabel 11
Rekomendasi untuk Wilayah Hulu, Tengah dan Hilir

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi masing-masing bencana (skala


1:5.000)

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi masing-masing bencana (skala


1:5.000)

Direkomendasikan untuk melengkapi aspek kebencanaan pada


kegiatan evaluasi RTRWP Banten untuk jenis bencana tersebut;
Direkomendasikan agar kedalaman materi aspek kebencanaan yang
telah ada disesuaikan dengan hasil Kajian Risiko Bencana Provinsi
Banten (11 jenis potensi bencana)

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi masing-masing bencana (skala


1:5.000)

Direkomendasikan untuk melengkapi aspek kebencanaan pada


kegiatan evaluasi RTRWP Jawa Barat untuk jenis bencana tersebut;
Direkomendasikan agar kedalaman materi aspek kebencanaan yang
telah ada disesuaikan dengan hasil Kajian Risiko Bencana Provinsi
Jawa Barat (12 jenis potensi bencana)

Rekomendasi

l
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Kota Jakarta Pusat

Kota Jakarta Utara

Kota Jakarta Barat

Kota Jakarta Selatan

Kota Jakarta Timur

Jenis Bencana
Wilayah Hilir

Banjir, Epidemi dan Wabah Penyakit, Gagal Teknologi

Epidemi dan Wabah Penyakit, Gagal Teknologi, Konflik Sosial

Epidemi dan Wabah Penyakit, Gagal Teknologi, Konflik Sosial

Banjir, Gelombang Ekstrim dan Abrasi, Epidemi dan Wabah Penyakit

Banjir, Epidemi dan Wabah Penyakit

Cuaca ekstrim, epidemi dan wabah penyakit, gagal teknologi, dan


konflik sosial

Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun, 2013

Provinsi DKI Jakarta

Provinsi/Kabupaten/
Kota

No.

Lanjutan Tabel 11

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi masing-masing bencana (skala


1:5.000)

Direkomendasikan untuk melengkapi aspek kebencanaan pada


kegiatan evaluasi RTRWP DKI Jakarta untuk jenis bencana tersebut;
Direkomendasikan agar kedalaman materi aspek kebencanaan yang
telah ada disesuaikan dengan hasil Kajian Risiko Bencana Provinsi
DKI Jakarta (9 jenis potensi bencana)

Rekomendasi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

li

lii

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Rekomendasi untuk Badan Informasi Geospasial (BIG)

Peta-peta RTRW Provinsi, Kabupaten/Kota sebaiknya bisa disebarluaskan secara


on line baik berupa peta digital statik (PDF dan JPG) atau berupa map services
menggunakan infrastruktur geospasial dari BIG.
BIG perlu mengusahakan dan mempersiapkan dukungan untuk penyusunan RDTR
berbasis mitigasi bencana pada skala 1:5.000 dan 1:10.000 khususnya pada KSN
JABODETABEKPUNJUR untuk: Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota
Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi, Kota Jakarta
Utara, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, dan Kota Jakarta Selatan.

Rekomendasi untuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Untuk peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana diharapkan tidak berhenti pada
tingkat provinsi (skala 1:250.000) namun bisa dikembangkan sampai kedetilan skala
kabupaten yakni 1:50.000 dan untuk kota yakni 1:25.000 atau lebih rinci.
Berdasarkan kajian ini, BNPB perlu menyusun Kajian Risiko Bencana berupa dokumen
dan peta pada skala 1:50.000 untuk: Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang dan
Kabupaten Bekasi; dan pada skala 1:25.000 atau lebih detil untuk Kota Bogor, Kota
Depok, Kota Tangerang, Kota Bekasi, Kota Jakarta Utara, Kota Jakarta Pusat, Kota
Jakarta Barat, dan Kota Jakarta Selatan.
Kajian risiko dan peta risiko skala 1:50.000 dapat memberikan informasi yang lebih
rinci untuk mengidentifikasi kawasan dengan indeks risiko tinggi, yang memerlukan
program aksi mengurangi kerentanan dan meningkatkan ketahanan/resiliensi
terutama bagi masyarakat kelompok rentan.
Dari kajian studi kasus data spasial kebencanaan Kota Jakarta Timurdiperlukan
penyempurnaan KRB dan peta risiko 1:50.000 atau lebih detil agar dapat dimanfaatkan
untuk perencanaan tata ruang yang lebih detil.
Penyebarluasan informasi kebencanaan (ancaman, kerentanan dan risiko bencana)
menggunakan media internet pada http://geospasial.bnpb.go.id dalam bentuk map
services dan peta digital statik (JPG dan PDF) sudah efektif. Tetapi untuk pemanfaatan
map service masih harus lebih disosialiasikan dan ditingkatkan kecepatan aksesnya.
Terkait penyebarluasan informasi spasial kebencanaan secara online, BNPB perlu
mengintegrasikan sistemnya dengan infrastruktur data spasial nasional yang sedang
dikerjakan BIG sehingga tujuan UU No 4 Tahun 2011 terkait penyelenggaraan IGD
dan IGT dalam One-Map Policy dapat terwujud.
BNPB memerlukan dukungan berbagai pihak agar kedetilan dan keakuratan data
ancaman, kerentanan dan risiko bencana dapat lebih ditingkatkan. Indikator
kerentanan bencana perlu disepakati dengan Kementerian/Lembaga lainnya.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Rekomendasi untuk Perbaikan Pedoman Penyusunan RTR KSN dan RTRWP

Perlu memaparkan manfaat informasi kerawanan bagi perencanaan tata ruang.


Perlu memuat informasi ancaman, kerentanan, dan risiko bencana bagi pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Untuk kegiatan analisis spasial dari data peta ancaman, kerentanan dan risiko dari
BNPB perlu diinformasikan untuk dilakukan secara visual dengan memperhatikan
aspek-aspek kebencanaan pada struktur dan pola ruang.

liii

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 1
Pendahuluan

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Substansi tata ruang dalam konteks penanggulangan bencana sudah diamanatkan
dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Tujuan
utamanya adalah untuk mengurangi risiko bencana dengan cara menyerap hasil
kajian risiko bencana ke dalam rencana tata ruang, penetapan standar keselamatan,
dan penerapan sanksi terhadap pelanggar. Demikian pula, dalam UU Nomor 26 Tahun
2007, diamanatkan tentang penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai
upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup disebutkan bahwa dampak dan risiko lingkungan dapat meningkatkan
intensitas bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan.
UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
mengamanatkan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai
jenis, tingkat dan wilayahnya.
Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur, yang selanjutnya
disebut sebagai Kawasan JABODETABEKPUNJUR, adalah salah satu kawasan strategis
nasional yang meliputi seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta, sebagian wilayah
Provinsi Jawa Barat, dan sebagian wilayah Provinsi Banten, yang telah ditetapkan
melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008. KSN JABODETABEKPUNJUR
menjadi sangat strategis karena Provinsi DKI Jakarta sebagai salah satu cakupan
wilayah JABODETABEKPUNJUR adalah pusat pemerintahan negara, pusat bisnis dan
perekonomian, pusat pelayanan jasa, yang telah dibebani berbagai permasalahan
kota metropolitan yang daya dukung dan daya tampungnya telah terlampaui.
Selain itu, area JABODETABEK merupakan salah satu pusat ekonomi dalam Koridor
Ekonomi Jawa, sesuai Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) 2011-2025 yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden nomor
32/2011, dengan rencana investasi yang terbesar dalam Koridor Ekonomi Jawa untuk
pembangunan bandar udara, rel kereta, pelabuhan, jaringan jalan dan infrastruktur
vital lainnya. Penataan ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR memiliki peran sebagai
acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang memperhatikan konservasi air
dan tanah, persediaan air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir, dan
pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Di lain pihak, adanya kondisi Kawasan JABODETABEKPUNJUR yang terus-menerus


berada dalam risiko banjir, dan tigabelas sungai yang mengalir dari Gunung Gede,
Pangrango dan Gunung Salak di Jawa Barat yang diidentifikasi sebagai ancaman
permanen ke ibukota, menyebabkan perlunya dipertimbangkan aspek pengurangan
risiko bencana ke dalam penataan ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR. Ketersediaan
kajian risiko bencana disertai peta risiko bencana skala 1:250.000 dari BNPB (tahun
2012) dengan masa berlaku 5 tahun akan bermanfaat untuk mengevaluasi RTR KSN
JABODETABEKPUNJUR dan juga RTRW Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Upaya mengintegrasikan pengurangan risiko bencana kedalam rencana tata ruang
merupakan kerjasama UNDP dengan BNPB, BAPPENAS dan Kementerian Dalam
Negeri, melalui Proyek Safer Communities Through Disaster Risk Reduction (SCDRR)
Fase II pada tahun ini. Sejalan dengan Prioritas Aksi 4 dari Hyogo Framework for Action
(HFA) 2005-2015 yakni: Reduce the underlying risk factors; proyek ini akan memberikan
dukungan kepada pemerintah pusat/tingkat nasional untuk memasukkan
pengurangan risiko bencana di sektor-sektor pembangunan terpilih. Salah satu
output proyek ini adalah terselenggaranya dukungan bagi pengarusutamaan
kebijakan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan di daerah, termasuk
diantaranya adalah mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam
perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Sejalan dengan
adanya kegiatan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) dalam meninjau
ulang KSN JABODETABEKPUNJUR, maka diharapkan kegiatan inisiasi Proyek SCDRR
Fase II ini dapat dimanfaatkan untuk pengarusutamaan pengurangan risiko bencana
dalam kebijakan penataan ruang KSN JABODETABEKPUNJUR.
1.1.1

Penataan Ruang dan Pengurangan Risiko Bencana


Banyaknya korban jiwa yang timbul akibat bencana alam yang terjadi telah
memberikan pelajaran berharga terhadap pentingnya keberadaan ruang
yang aman. Salah satu instrument yang dinilai cukup strategis perannya
dalam upaya meminimilisasi korban bencana tersebut adalah penataan
ruang. Selama ini penataan ruang membantu dalam menentukan kebijakan
penggunaan lahan yang pada banyak hal bersinggungan dengan masalah
kerawanan bencana, baik itu kerawanan lahan secara alamiah (rawan
terhadap gempa, tanah longsor, banjir, dan lain sebagainya), maupun
kerawanan akibat kegiatan manusia (bahaya industri, penurunan muka
tanah, pemanasan global, dan lain sebagainya).
Di lain pihak, pengkajian risiko bencana dapat memperlihatkan potensi
dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana
yang melanda suatu kawasan/ruang; yang diperhitungkan berdasarkan
fungsi dari: (a) tingkat ancaman, ditambah (b) tingkat kerentanan kawasan

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

yang terancam, dan dibagi (c) tingkat kapasitas kawasan yang terancam.
Bisa dikatakan bahwa tinggi rendahnya risiko bencana dipengaruhi oleh
besarnya bahaya/ancaman (hazard) yang dihadapi dan tinggi rendahnya
tingkat kerentanan (vulnerability) dari masyarakat. Besarnya bahaya (hazard)
dihitung berdasarkan tingkat keseringan dan keparahan terjadinya sebuah
bahaya. Bahaya cenderung bersifat alamiah, sehingga tidak banyak rekayasa
yang bisa dilakukan agar tingkat risiko bencana bisa menurun. Sedangkan
tingkat kerentanan dihitung berdasarkan tingkat keterpajanan/keterpaparan
(exposure) sebuah entitas berdasarkan faktor fisik, sosial, ekonomi dan
lingkungan. Adapun tingkat kapasitas entitas tersebut dilakukan dengan
mengidentifikasikan status kemampuan individu, masyarakat, lembaga
pemerintah atau non pemerintah di dalam menghadapi sebuah bahaya.
Pada faktor kerentanan inilah rekayasa bisa banyak dilakukan agar tingkat
risiko bencana bisa dikurangi.
Dengan demikian, ada dua rekayasa yang bisa dilakukan agar tingkat risiko
bencana bisa menurun. Pertama, dengan meningkatkan kapasitas sebuah
entitas dalam menghadapi sebuah bahaya. Dan kedua, dengan mengurangi
keterpaparan entitias tersebut terhadap sebuah bahaya. Dalam cara kedua
inilah, penataan ruang berperan penting. Sehingga jelas, konsep dasar
dari peran penataan ruang di dalam pengurangan risiko bencana adalah
bagaimana bisa mengatur letak sebuah entitas agar tidak terpapar terhadap
sebuah bahaya (Pogung, 2013). Selanjutnya apabila penataan ruangnya
baik, dalam arti sudah memasukkan aspek pengurangan risiko bencanamaka jika memang kemudian dalam pelaksanaan penataan ruang tersebut
terjadi bencana, diharapkan akan banyak mengurangi pula biaya yang akan
ditanggung pemerintah dalam penanggulangan bencana tersebut.
1.1.2

Peran Data Spasial dalam Perencanaan Tata Ruang dan Pengurangan


Resiko Bencana
Penyusunan tata ruang merupakan tugas besar dan melibatkan berbagai
pihak yang dalam menjalankan tugas tidak terlepas dari data spasial. Data
spasial yang dibutuhkan dalam rangka membuat suatu perkiraan kebutuhan
atau pengembangan ruang jangka waktu tertentu adalah bervariasi mulai
dari data yang bersifat umum hingga detail. Bentuk data spasial untuk
kegiataan penataan ruang umumnya berupa peta digital dan peta analog
yang masing-masing mempunyai karakteristik dan spesifikasi yang berbeda,
dimana jenis dan ruang lingkup serta kedetailan rencana tata ruang sangat
menentukan.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Terkait dengan perencanaan spasial, data spasial yang diperlukan meliputi


data geografis dasar serta data tematik yang umum dipakai dan sering
dibutuhkan, sebagai berikut:
Data dasar, antara lain geodesi (batuan), citra satelit, elevasi (ketinggian
dan kemiringan), transportasi, hidrografi (sumber daya air), kadastral
(peta kepemilikan tanah), dan unit wilayah administratif.
Data tematik, antara lain tema-tema pertanian, kelautan dan perikanan,
kehutanan, pengairan, perhubungan, sumberdaya mineral dan energi,
pertanahan, sosial-ekonomi, dan lain-lain termasuk risiko bencana.
Kelengkapan dan kebenaran (kualitas) input data spasial akan sangat
berpengaruh pada hasil atau keluarannya. Tanpa adanya data spasial yang
memadai dalam arti kualitas planimetris dan informasi kualitatif, maka
proses pengambilan keputusan tidak dapat dilaksanakan secara benar dan
bertanggung jawab.
1.2 Tujuan Penugasan
Tujuan Penugasan adalah:
1. Tersedianya perspektif mitigasi bencana pada KSN JABODETABEKPUNJUR dengan
memasukkan Kajian Risiko Bencana ke dalam RTR;
2. Tergambarkannya tingkat risiko bencana di KSN JABODETABEKPUNJUR;
3. Terumuskannya rekomendasi strategi manajemen risiko dengan perspektif
mitigasi bencana.
1.3 Ruang Lingkup Pekerjaan
1.3.1. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah adalah Kawasan JABODETABEKPUNJUR sebagaimana
ditetapkan dalam Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (lihat Gambar 1).

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 1
Peta Administrasi Lingkup Wilayah Kajian KSN JABODETABEKPUNJUR

Sumber: Dikompilasi dari Peta Administrasi BPS, 2009, Perpres 54/2008, Peta RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota Kawasan
JABODETABEKPUNJUR

1.3.2. Ruang Lingkup Kajian


Ruang lingkup kajian dalam pekerjaan ini adalah menerapkan kajian
risiko bencana dari BNPB terhadap RTR KSN JABODETABEKPUNJUR. Kajian
ini menggunakan acuan dari Kajian Risiko Bencana BNPB dan Rencana
Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten; namun
belum dikaitkan dengan kajian tentang perubahan iklim.
1.4 Keluaran Yang Diharapkan
Keluaran yang diharapkan setelah mendapat persetujuan dari BAPPENAS, adalah
Review tentang Perpres 54/2008 yakni:
1. Laporan Pendahuluan Konsolidasi: menggambarkan latar belakang kontekstual,
metodologi penilaian, dan rencana kerja;
2. Laporan Draf Final Konsolidasi: menggambarkan hasil temuan dan analisis dalam:
(i) profil kerawanan, kerentanan, dan risiko bencana di KSN JABODETABEKPUNJUR;
(ii) kesesuaian dengan UU No. 4 Tahun 2011 mengenai informasi Geospasial; (iii)
kesesuaian penggunaan lahan KSN; dan (iv) tingkat risiko bencana pada struktur
dan pola ruang KSN JABODETABEKPUNJUR;

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

3. Laporan Final Konsolidasi: menggambarkan rekomendasi strategis bagi: (i)


upaya mitigasi untuk pengurangan risiko bencana yang akan terjadi di KSN
JABODETABEKPUNJUR; (ii) masukan bagi perbaikan Pedoman Penyusunan RTRKSN
dan RTRW Provinsi berdasarkan kajian pengalaman dari JABODETABEKPUNJUR;
(iii) rekomendasi spasial bagi peta digital yang digunakan.
1.5. Sistematika Penulisan Laporan
Penulisan Laporan ini terdiri atas 6 (enam) bab, yakni:
Bab 1 Pendahuluan
Bab 1 membahas mengenai latar belakang penyusunan pekerjaan, serta tujuan,
ruang lingkup dan keluaran yang diharapkan.
Bab 2 Tinjauan Literatur
Pada bab 2 mengulas kebijakan maupun pedoman yang mendasari kajian ini
yang terkait dengan KSN JABODETABEKPUNJUR dan penanggulangan bencana
diantaranya tentang Perpres 54/2008 dan pemahaman metodologi kajian risiko
bencana.
Bab 3 Metodologi
Pada bab 3 mengulas secara ringkas mengenai metodologi kajian, yakni data dan
sumber data, waktu pelaksanaan, dan kerangka metode kajian.
Bab 4 Gambaran Umum KSN JABODETABEKPUNJUR
Sesuai dengan tujuan kajian, pada bab 4 akan dibahas mengenai gambaran umum
wilayah KSN JABODETABEKPUNJUR secara singkat baik mengenai lokasi geografis,
administrasi, ekonomi, penduduk, serta permasalahan yang dihadapi. Pada bab ini
juga diperlihatkan tentang profil kerawanan dan kerentanan bencana pada pusatpusat kegiatan di KSN JABODETABEKPUNJUR, kecenderungan kejadian bencana,
profil risiko bencana di KSN JABODETABEKPUNJUR.
Bab 5 Analisis RTR KSN JABODETABEKPUNJUR dari Perspektif Risiko Bencana
Bab 5 membahas aspek penanggulangan bencana dalam RTR KSN; kesesuaian
data spasial dengan UU No. 4/2011; kesesuaian penggunaan lahan saat ini
dengan arahan pola ruang JABODETABEKPUNJUR secara spasial; analisis potensi
risiko bencana di Kawasan JABODETABEKPUNJUR yang diuraikan menurut jenis
bencana dan upaya mitigasi bencana yang diperlukan. Di akhir bab dibahas
tentang RTRWK Jakarta Timur terhadap kebijakan penanggulangan bencana yang
ada di Jakarta Timur.
Bab 6 Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab 6 berisi kesimpulan dan rekomendasi bagi peninjauan ulang KSN
JABODETABEKPUNJUR dalam perspektif pengurangan risiko bencana, baik
tentang upaya mitigasi bencana yang berisiko tinggi pada wilayah hulu, tengah
dan hilir; maupun upaya tindak lanjut.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 2
Tinjauan Literatur

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 2 Tinjauan Literatur


2.1 Peraturan Presiden No.54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur
Peraturan Presiden ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor
26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dengan Kawasan
JABODETABEKPUNJUR ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional yang
memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang secara terpadu sebagai alat koordinasi pelaksanaan
pembangunan lintas wilayah pada Kawasan JABODETABEKPUNJUR.
Melalui Perpres ini, diharapkan terwujudnya keterpaduan penyelenggaraan penataan
ruang antardaerah pada kawasan JABODETABEKPUNJUR serta terkembangkannya
perekonomian wilayah yang produktif, efektif dan efisien. Kebijakan penataan ruang
Kawasan JABODETABEKPUNJUR diarahkan pada keterpaduan penyelenggaraan
penataan ruang kawasan dalam rangka mewujudkan keseimbangan antara
pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup.
Strategi penataan ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR dikembangkan untuk
mendorong terselenggaranya: (1) pengembangan kawasan yang berdasar atas
keterpaduan antar daerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan, (2) pembangunan
kawasan yang dapat menjamin tetap berlangsungnya konservasi air tanah dan air
permukaan serta menanggulangi banjir, (3) pengembangan perekonomian wilayah
yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah.
Secara lebih jelas diuraikan beberapa pasal dalam Perpres 54/2008 ini sebagai berikut:
Tujuan (Pasal 2)
Tujuan penataan ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR adalah untuk:
a. Mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar daerah
sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan dengan memperhatikan
keseimbangan kesejahteraan dan ketahanan;
b. Mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan
kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin
tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir; dan

10

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

c. Mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien


berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat
yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Cakupan Kawasan (Pasal 5)
Kawasan JABODETABEKPUNJUR meliputi seluruh wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, sebagian wilayah Provinsi Jawa Barat (mencakup seluruh wilayah Kabupaten
Bekasi, seluruh wilayah Kota Bekasi, seluruh wilayah Kota Depok, seluruh wilayah
Kabupaten Bogor, seluruh wilayah Kota Bogor, dan sebagian wilayah Kabupaten
Cianjur yang meliputi Kecamatan Cugenang, Kecamatan Pacet, Kecamatan Sukaresmi,
dan Kecamatan Cipanas); dan sebagian wilayah Provinsi Banten (mencakup seluruh
wilayah Kabupaten Tangerang dan seluruh wilayah Kota Tangerang).
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang (Pasal 7 dan Pasal 8)
Kebijakan penataan ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR adalah mewujudkan
keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang kawasan dalam rangka
keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup.
Strategi penataan ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR merupakan pelaksanaan
dari kebijakan yang meliputi: (a) mendorong terselenggaranya pengembangan
kawasan yang berdasar atas keterpaduan antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah
perencanaan; (b) mendorong terselenggaranya pembangunan kawasan yang dapat
menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air
tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir dengan mempertimbangkan
daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan; dan (c)
mendorong pengembangan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan
efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat
dan pembangunan yang berkelanjutan.
Rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola Ruang (Pasal 10 dan Pasal 11)
Rencana struktur ruang terdiri atas sistem pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana.Sedangkan rencana pola ruang terdiri atas rencana distribusi ruang untuk
kawasan lindung dan kawasan budi daya.Peta Rencana Struktur Ruang dan Rencana
Pola Ruang yang telah didigit ulang dapat dilihat pada Gambar 2.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 2
Peta Struktur dan Pola Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR

Sumber: Hasil gambar ulang dari Peta Rencana Struktur dan Pola Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR di Perpres 54/2008

Tabel 1
Arahan Pemanfaatan Ruang Tiap Zona di KSN JABODETABEKPUNJUR
Kode Zona

Arahan Pemanfaatan Ruang

N (Non Budidaya)/Lindung

N-1

kawasan hutan lindung, resapan air, kawasan dengan kemiringan > 40%, sempadan
sungai, sempadan pantai, sekitar danau, waduk, dan situ, kawasan sekitar mata air, rawa,
pantai berhutan bakau, dan kawasan Rawan bencana alam geologi - tidak untuk
dibangun, lahan terbangun yang sudah ada harus dikeluarkan, riset, konservasi air dan
tanah.

N-2

cagar alam, suaka marga satwa, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam,
cagar budaya - tidak untuk dibangun; kawasan preservasi dan konservasi budaya, flora
dan fauna

B (Budidaya)
B-1

perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, serta industri ringan nonpolutan dan
berorientasi pasar- pusat kegiatan ekonomi unggulan di pantai utara Jakarta dengan
rehabilitasi/revitalisasi

B-2

perumahan hunian sedang, perdagangan dan jasa, industri padat tenaga kerja -
kawasan resapan air.

11

12

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Kode Zona

Arahan Pemanfaatan Ruang

B-3

perumahan hunian rendah, pertanian, dan untuk mempertahankan fungsi kawasan


resapan air.

B-4

perumahan hunian rendah, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan,
perikanan, peternakan, agroindustri, dan hutan produksi

B-4/HP

Zona B-4 yang di tetapkan sebagai hutan produksi terbatas.

B-5

pertanian lahan basah beririgasi teknis.

B-6

permukiman dan fasilitasnya dan/atau penyangga fungsi Zona N1; koefisien zona
terbangun paling tinggi 50% (lima puluh persen);

B-7

permukiman dan fasilitasnya, penjaga dan penyangga fungsi Zona N1, serta berfungsi
sebagai pengendali banjir terutama dengan penerapan sistem polder; koefisien zona
terbangun paling tinggi 40% (lima puluh persen)

B-7/HP

Zone B-7 ditetapkan sebagai hutan produksi dibawah peraturan; hutan produksi
terbatas.

P (Penyangga)
P-1

menjaga fungsi Zona N-1.

P-2

menjaga fungsi Zona N-1 dan P-5.

P-3

menjaga fungsi Zona B-1.

P-4

menjaga fungsi Zona B-2 dan B-4.

P-5

menjaga fungsi Zona N-1 dan B-1.

Sumber: Perpres No. 54 Tahun 2008

Kemudian Perpres No 54/2008 menyatakaan pengawasan penataan ruang dilakukan


melalui kegiatan pemantauan, pelaporan. Evaluasi pemanfaatan ruang yang
diselenggarakan pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan dengan melibatkan
partisipasi masyarakat.
Kegiatan evaluasi terhadap pemanfaatan ruang di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
(Pasal 62)
Kegiatan evaluasi terhadap pemanfaatan ruang di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
dilakukan oleh:
a. Kepala desa/Lurah terhadap laporan yang disampaikan oleh masyarakat;
b. Camat terhadap laporan yang disampaikan oleh Kepala Desa/Lurah dan/atau
masyarakat;
c. Bupati/Walikota terhadap laporan yang disampaikan oleh Camat, Kepala Desa/
Lurah dan/atau masyarakat;
d. Gubernur terhadap laporan yang disampaikan oleh Bupati/Walikota, Camat,
Kepala Desa/Lurah, dan/atau masyarakat; dan
e. Menteri terhadap laporan yang disampaikan oleh Gubernur, Bupati/Walikota,
Camat, Kepala Desa/Lurah, dan/atau masyarakat.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Kegiatan evaluasi dilakukan berdasarkan hasil kegiatan pemantauan dan pelaporan


sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang ditangani. Kegiatan evaluasi
dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR. Kegiatan evaluasi dilakukan agar pemanfaatan ruang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
2.2 Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
2.2.1

Definisi Istilah

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Ancaman bencana (hazard) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana.
Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu
kawasan untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi
dampak buruk bahaya tertentu.
Kerentanan (vulnerability) adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau
masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam
menghadapi ancaman bencana (Perka BNPB No. 02 Tahun 2012 tentang Pedoman
Umum Pengkajian Risiko Bencana).
Kerentanan suatu kawasan bila terpapar oleh suatu ancaman bencana terdiri
atas 3 indeks yakni: indeks penduduk terpapar (jiwa), indeks kerugian (rupiah),
dan indeks kerusakan lingkungan (hektar). Tingkat Kerugian dapat disusun bila
tingkat ancaman pada suatu daerah telah dikaji. Tingkat Kerugian diperoleh dari
penggabungan Tingkat Ancaman dengan Indeks Kerugian.
Risiko (risk) bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu kawasan dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan
harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Tingkat Risiko adalah perbandingan
antara Tingkat Kerugian dengan Kapasitas Daerah untuk memperkecil Tingkat
Kerugian dan Tingkat Ancaman akibat bencana.
Kapasitas (capacity) adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk
melakukan tindakan pengurangan Tingkat Ancaman dan Tingkat Kerugian akibat
bencana (Perka BNPB No. 02 Tahun 2012).

13

14

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

2.2.2

Umum
Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana adalah cepat dan tepat,
prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan berhasil guna,
transparansi dan akuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan, non diskriminatif,
dan non proletisi (Pasal 3).
Penanggulangan bencana bertujuan untuk (Pasal 4):
a. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;
b. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
d. menghargai budaya lokal;
e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
f. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan
kedermawanan; dan
g. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Pasal 6 menjelaskan tanggungjawab Pemerintah dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi:
a. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana
dengan program pembangunan;
b. perlindungan masyarakat dari dampak bencana;
c. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena
bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum;
d. pemulihan kondisi dari dampak bencana;
e. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalamAnggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai;
f. pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan
dampak bencana.
Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
meliputi (Pasal 7 ayat (1)):
a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan
pembangunan nasional;
b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur
kebijakan penanggulangan bencana;
c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah;
d. penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan
negara lain, badan-badan, atau pihak-pihak internasional lain;

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

e. perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi


sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana;
f. perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber
daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan;
dan
g. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang
berskala nasional.
Pasal 10 menguraikan mengenai Pemerintah membentuk BNPB (Badan
Nasional Penanggulangan Bencana) yang merupakan Lembaga Pemerintah
Non Departemen setingkat menteri. Unsur BNPB terdiri atas pengarah dan
pelaksana penanggulangan bencana (Pasal 11).
Pada Pasal 12 dan 13 menguraikan tugas dan fungsi BNPB yakni:
1. Tugas BNPB
a. memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan
setara;
b. menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundangundangan;
c. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
d. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada
Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat
dalam kondisi darurat bencana;
e. menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan
nasional dan internasional;
f. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
g. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundangundangan; dan
h. menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah.
2. Fungsi BNPB
a. perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, serta
efektif dan efisien; dan
b. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

15

16

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Pasal 26 dan 27 menjelaskan mengenai hak dan kewajiban masyarakat yaitu:


1. Setiap orang berhak:
a. mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi
kelompok masyarakat rentan bencana;
b. mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana;
c. mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang
kebijakan penanggulangan bencana;
d. berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan
program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk
dukungan psikososial;
e. berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan
penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri
dan komunitasnya; dan
f. melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas
pelaksanaan penanggulangan bencana.
2. Setiap orang berkewajiban:
a. menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara
keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi
lingkungan hidup;
b. melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan
c. memberikan informasi yang benar kepada publik tentang
penanggulangan bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap yaitu:
a) pra bencana; b) saat tanggap darurat; dan c) pasca bencana (Pasal 33).
Pada Pasal 34 dan 35 dijelaskan bahwa dalam situasi tidak terjadi bencana
(Pasal 34 huruf a), maka penyelenggaraan penanggulangan bencana pada
tahap prabencana meliputi (Pasal 35):
a. perencanaan penanggulangan bencana;
b. pengurangan risiko bencana;
c. pencegahan;
d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e. persyaratan analisis risiko bencana;
f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
g. pendidikan dan pelatihan; dan
h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Pasal 36 menjelaskan bahwa perencanaan penanggulangan bencana (Pasal
34 huruf a) ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

dengan kewenangannya dan penyusunan perencanaan penanggulangan


bencana dikoordinasikan oleh Badan.
Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dalam situasi tidak terjadi
bencana (35 huruf f ) dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang
mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar
keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar (Pasal 42).
Sedangkan dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana (Pasal 34 huruf b),
maka penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi (Pasal 44):
a. kesiapsiagaan;
b. peringatan dini;
c. mitigasi bencana
Kesiapsiagaan dilakukan melalui (Pasal 45 ayat 2):
a. penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan
bencana;
b. pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini;
c. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan
dasar;
d. pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme
tanggap darurat;
e. penyiapan lokasi evakuasi;
f. penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap
tanggap darurat bencana; dan
g. penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralataan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
Peringatan dini dilakukan melalui (Pasal 46 ayat 2):
a. pengamatan gejala bencana;
b. analisis hasil pengamatan gejala bencana;
c. pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang;
d. penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana;dan
e. pengambilan tindakan oleh masyarakat.
Kegiatan mitigasi dilakukan melalui (Pasal 47 ayat 2):
a. pelaksanaan penataan ruang;
b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata
bangunan; dan
c. penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan

17

18

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

2.2.3

Rencana Penanggulangan Bencana


Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya
penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan
bencana. Pengertian Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) adalah
rencana penyelenggaraan penanggulanganbencana suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu yang menjadi salah satu dasar pembangunan daerah
(Perka BNPB No. 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko
Bencana). Rangkaian kegiatan tersebut dapat digambarkan dalam siklus
penanggulangan bencana seperti Gambar 3.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada dasarnya terdiri dari 3 tahapan


sebagai berikut:
1. Pra bencana yang meliputi:
Situasi tidak terjadi bencana
Situasi terdapat potensi bencana
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana.
3. Pascabencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana.
Gambar 3
Siklus Penanggulangan Bencana

Pemulihan

Tanggap
Darurat

Pra-Bencana
(situasi tidak terjadi
bencana)
Pra-Bencana
(situasi ada potensi
bencana)
BENCANA

Sumber: Perka BNPB No. 4 Tahun 2008

Secara umum perencanaan dilakukan pada setiap tahapan dalam penyelenggaraan


penanggulangan bencana tersebut seperti terlihat pada Gambar 4:

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 4
Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
PEMULIHAN

PENCEGAHAN dan MITIGASI


RENCANA PB

RENCANA
MITIGASI

RENCANA
PEMULIHAN

AN
LIH T
MU RA
PE A R U
D

RENCANA
OPERASI

RENCANA
KONTINJENSI
N
TA
GA
IN INI
R
PE D

KAJIAN KILAT

BENCANA

TANGGAP DARURAT

KESIAPSIAGAAN

Sumber: Perka BNPB No. 4 Tahun 2008

1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan


penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan),
yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh
tahapan/bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan
dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi
misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta. Pengertian mitigasi adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana.
Kaitan dengan rencana tata ruang menurut pasal 35 UU nomor 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, maka pelaksanaan dan penegakan rencana
tata ruang merupakan bagian dari penanggulangan bencana dalam tahap
prabencana dan dalam situasi tidak terjadi bencana. Pada pasal 42 diamanatkan
bahwa tujuannya untuk mengurangi risiko bencana yang mencakup
pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar keselamatan,
dan penerapan sanksi terhadap pelanggar.
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana, dilakukan
penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang
didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard) maka
disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontijensi (Contingency Plan).
Pengertian kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

19

20

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang


tepat guna dan berdaya guna.
Kaitan dengan rencana tata ruang, apabila dalam situasi terdapat potensi terjadi
bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan meliputi:
(i) kesiapsiagaan, (ii) peringatan dini, dan (iii) mitigasi bencana. Mitigasi dilakukan
melalui: (i) perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang, (ii) pengaturan
pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan, dan (iii)
penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara
konvensional maupun modern.
3. Pada Saat Tanggap Darurat dilakukan Rencana Operasional (Operational Plan)
yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau
Rencana Kontingensi yang telah disusun sebelumnya.
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan)
yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca
bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi
kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk/pedoman
mekanisme penanggulangan pasca bencana.
Adapun proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan bencana secara
garis besar adalah sebagai berikut :
Gambar 5
Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
Pengenalan dan pengkajian bahaya

Pengenalan Kerentanan

Analisis Kemungkinan Dampak Bencana

Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana

Mekanisme Penanggulangan Dampak Bencana

Alokasi Tugas dan Peran Instansi

Sumber: Perka BNPB No. 4 Tahun 2008

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

2.2.3

Pemahaman Tentang Metodologi Kajian Risiko Bencana


2.2.3.1 Jenis Bencana di Indonesia
Indonesia adalah negara yang sangat rawan terkena bencana, hal
ini karena Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis,
dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana. Bencana
yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor alam seperti gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, tanah longsor, banjir, angin topan, dan
faktor non alam seperti gagal teknologi, epidemi, wabah penyakit,
maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat
pembangunan nasional.
BNPB telah mengidentifikasi tiga belas jenis ancaman bencana di
Indonesia yakni sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2:

Tabel 2
Jenis Ancaman Bencana dan Sumber Panduan
No.

Jenis Ancaman Bencana

Sumber Panduan dari Kementerian/Lembaga

Gempa Bumi

BMKG dan BG

Tsunami

BMKG dan BG

Banjir

Kementerian Pekerjaan Umum, BIG, BMKG

Tanah Longsor

BG

Letusan Gunung Api

BG

Gelombang Ekstrim dan Abrasi

BMKG, DISHIDROS, KEMHUT, BIG, KKP

Cuaca Ekstrim

BMKG

Kekeringan

BMKG dan KEMTAN

Kebakaran Hutan dan Lahan

KEMHUT, KEMTAN, BMKG

10

Kebakaran Gedung dan Permukiman

11

Epidemi dan Wabah Penyakit

KEMKES

12

Gagal Teknologi

BPPT dan KEMPERIND (untuk kecelakaan industri)

13

Konflik Sosial

Sumber: BNPB

2.2.3.2 Konsepsi Kajian Risiko Bencana


Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk
memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul
akibat suatu potensi bencana yang melanda. Potensi dampak
negatif yang timbul dihitung berdasarkan tingkat kerentanan dan

21

22

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

kapasitas kawasan tersebut. Potensi dampak negatif ini dilihat


dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta benda, dan
kerusakan lingkungan.
Kajian risiko bencana dapat dilaksanakan dengan menggunakan
pendekatan sebagaimana digambarkan pada Gambar berikut.
Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara
ancaman, kerentanan dan kapasitas yang membangun perspektif
tingkat risiko bencana suatu kawasan.
Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat risiko
bencana amat bergantung pada :
1. Tingkat ancaman kawasan;
2. Tingkat kerentanan kawasan yang terancam;
3. Tingkat kapasitas kawasan yang terancam.
Gambar 6
Konsep Umum Kajian Risiko Bencana
Risiko Bencana:
Potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu kawasan dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan
kegiatan masyarakat (UU 24/2007)

Kerentanan
Risiko Bencana Ancaman X
Kapasitas
Ancaman bencana
(hazard):
suatu kejadian atau
peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana

Kerentanan (vulnerability):
suatu kondisi dari
suatu komunitas atau
masyarakat yang mengarah
atau menyebabkan
ketidakmampuan dalam
menghadapi ancaman bencana

Sumber: Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana, BNPB, 2012

Kapasitas (capacity):
kemampuan daerah
dan masyarakat untuk
melakukan tindakan
pengurangan Tingkat
Ancaman dan Tingkat
Kerugian akibat bencana

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Kajian risiko bencana dilakukan dengan melakukan identifikasi,


klasifikasi dan evaluasi risiko melalui beberapa langkah, yaitu :
1. Pengkajian Ancaman;
Ancaman/Bahaya (hazard); adalah suatu kondisi, secara alamiah
maupun karena ulah manusia, yang berpotensi menimbulkan
kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia. Bahaya
berpotensi menimbulkan bencana, tetapi tidak semua bahaya
selalu menjadi bencana.
Pengkajian ancaman dimaknai sebagai cara untuk memahami
jenis dan unsur-unsur ancaman yang berisiko bagi daerah dan
masyarakat. Kajian ancaman bencana berdasarkan penilaian
probabilitas atau kemungkinan terjadinya bencana dan dampak
bencana atau dampak kerugian atau kerusakan yang ditimbulkan
akibat bencana.
Karakter-karakter ancaman pada suatu daerah dan masyarakatnya
berbeda dengan daerah dan masyarakat lain. Pengkajian karakter
ancaman dilakukan sesuai tingkatan yang diperlukan dengan
mengidentifikasikan unsur-unsur berisiko oleh berbagai ancaman
di lokasi tertentu.
2. Pengkajian Kerentanan;
Kerentanan (Vulnerability); adalah sekumpulan kondisi dan atau
suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan)
yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan bencana. Faktor kerentanan meliputi:
- Fisik: Kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan)
terhadap ancaman bencana
- Sosial: Kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi,
perilaku masyarakat) terhadap ancaman bencana
- Ekonomi: Kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi
ancaman di wilayahnya
- Lingkungan: Tingkat ketersediaan/kelangkaan sumberdaya
(lahan, air, udara) serta kerusakan lingkungan yang terjadi.
Pengkajian kerentanan dilakukan dengan menganalisa dan menilai
tingkat kerentanan suatu masyarakat, wilayah dan penghidupannya
dari faktor-faktor berisiko. Penilaian kerentanan ditentukan
dengan mengkaji aspek sosial-budaya, sumberdaya/lingkungan,

23

24

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

infrastruktur dan ekonomi terhadap ancaman dan dampak bencana


yang ada dan dinilai dengan faktor-faktor pembobotan yang
berbeda untuk masingmasing jenis ancaman yang berbeda.
3. Pengkajian Kapasitas;
Kapasitas (Capacity); Adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki
oleh perorangan, keluarga dan masyarakat yang membuat mereka
mampu mencegah, mengurangi, siap-siaga, menanggapi dengan
cepat atau segera pulih dari suatu kedaruratan dan bencana.
Pengkajian kapasitas dilakukan dengan mengidentifikasikan
status kemampuan individu, masyarakat, lembaga pemerintah
atau non pemerintah dan aktor lain dalam menangani ancaman
dengan sumber daya yang tersedia untuk melakukan tindakan
pencegahan, mitigasi, dan mempersiapkan penanganan darurat,
serta menangani kerentanan yang ada dengan kapasitas yang
dimiliki oleh masyarakat tersebut.
4. Pengkajian Risiko;
Risiko (Risk); adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi
korban manusia, kerusakan dan kerugian ekonomi yang disebabkan
oleh bahaya tertentu di suatu daerah pada suatu waktu tertentu.
Pengkajian risiko merupakan penilaian dari hasil-hasil pengkajian
ancaman/bahaya, kerentanan dan kemampuan/ketahanan
suatu daerah terhadap bencana. Hasil penilaian berupa peringat
risiko bencana yang ada pada suatu wilayah. Hasil kajian risiko
bencana akan menjadi dasar menentukan skala prioritas tindakan
yang dibuat dalam bentuk rencana kerja dan rekomendasi guna
mengurangi risiko bencana.
Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai landasan
penyelenggaraan penanggulangan bencana disuatu kawasan.
Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko
bencana. Dan upaya pengurangan risiko bencana berupa :
1. Memperkecil ancaman kawasan;
2. Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;
3. Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

2.2.3.3 Metode Pengkajian Risiko Bencana


Dalam mengkaji dan memetakan Tingkat Ancaman, Tingkat
Kerentanan dan Tingkat Kapasitas dilakukan berdasarkan Indeks
Kerugian, Indeks Penduduk Terpapar, Indeks Ancaman dan Indeks
Kapasitas. Sehingga kunci dalam mengkaji risiko setiap bencana
adalah 4 indeks kajian (lihat Gambar 7 dan Gambar 8). Metodologi
untuk menterjemahkan berbagai indeks tersebut ke dalam peta
dan kajian diharapkan dapat menghasilkan tingkat risiko untuk
setiap ancaman bencana yang ada pada suatu daerah. Tingkat risiko
bencana ini menjadi landasan utama untuk menyusun Rencana
Penanggulangan Bencana Daerah.
Gambar 7
Metode Umum Pengkajian Risiko Bencana

SNI dan Non SNI

Probabilitas

Dampak
Kelembagaan/
Kebijakan

Kepadatan penduduk,
% kelompok rentan

luas lahan produktif,


PDRB persektor

Sosial Budaya

Peta
Bahaya

hutan lindung, hutan alam,


bakau, rawa, semak

Peringatan
Dini

Peta rawan bencana,


Peringatan Dini

Penguatan
Kapasitas

Sosialisasi PRB,
kurikulum/muatan lokal,
pendidikan bencana,
desa tangguh

Mitigasi

RTRW berbasis mitigasi,


mitigasi bencana struktural

Kesiapsiagaan

Rencana Kontingensi,
Pusdalops, depo logistik,
relawan

Ekonomi
(Rp)

Peta
Kerentanan
rumah, fasilitas umum,
fasilitas kritis

Perda terkait PB,


Kelembagaan PB,
PB dalam pembangunan
daerah, RPB, Anggaran
dalam PB

Peta
Risiko
Bencana

Peta
Kapasitas

Fisik
(Rp)

Lingkungan
(luas)

Rencana
Penanggulangan
Bencana

Sumber: Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana, BNPB, 2012

25

TINGKAT
KAPASITAS

TINGKAT
KERUGIAN

TINGKAT
ANCAMAN

Sumber: Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana, BNPB, 2012

DOKUMEN
KAJIAN RISIKO

Gambar 8
Metode Pengkajian

KOMPONEN
KELEMBAGAAN,
PERINGATAN DINI,
PENDIDIKAN, MITIGASI
dan KESIAPSIAGAAN

INDEKS
KAPASITAS

KOMPONEN
EKONOMI, FISIK dan
LINGKUNGAN

INDEKS KERUGIAN

KOMPONEN SOSIAL
BUDAYA

INDEKS PENDUDUK
TERPAPAR

KEMUNGKINAN
KEJADIAN dan
BESARAN DAMPAK

INDEKS
ANCAMAN

PETA KAPASITAS

PETA
KERENTANAN

PETA ANCAMAN

PETA MULTI
RISIKO

PETA RISIKO

26
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Setelah seluruh indeks diperoleh, maka proses penyusunan kajian


dan peta risiko bencana dapat dilaksanakan. Hasil pengkajian risiko
bencana terdiri dari 2 bagian yaitu: (1) Peta Risiko Bencana, (2)
Dokumen Kajian Risiko Bencana. Output pengkajian risiko bencana
dapat dilihat pada Gambar 9 berikut ini.
Gambar 9
Output Pengkajian Risiko Bencana
KEBIJAKAN UMUM

DOKUMEN
KAJIAN RISIKO
BENCANA

PENGKAJIAN
RISIKO BENCANA
PETA RISIKO
BENCANA

1. ATURAN DAN
KELEMBAGAAN
2. PENGKAJIAN RISIKO DAN
SISTEM PERINGATAN DINI
3. PELATIHAN, PENDIDIKAN
DAN KETERAMPILAN
4. PENGURANGAN FAKTOR
RISIKO DASAR
5. SISTEM KESIAPSIAGAAN
UMUM

3
KEBIJAKAN
PRIORITAS PB
(BAB IV RPB)

KEBIJAKAN TEKNIS
PER BENCANA
1. PENCEGAHAN DAN
MITIGASI
2. KESIAPSIAGAAN
3. TANGGAP DARURAT
4. PEMULIHAN

Sumber: Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana, BNPB, 2012

Tabel Komponen Indeks Ancaman Bencana di bawah ini, digunakan


untuk memahami peta ancaman, kerentanan dan risiko. Semua
peta ancaman, kerentanan dan risiko tersebut memiliki gradasi dari
hijau ke merah yang menunjukkan tingkat dari rendah ke tinggi.

27

Rendah
(pga value
< 0.2501)

Zona bahaya
Sedang

6.

Zona bahaya
sangat rendah

Kekeringan

5.

Peta Bahaya Kekeringan

Peta KRB (divalidasi dengan


data kejadian)

Letusan
Gunung Api

4.

KRB II

(zona kerentanan
gerakan
tanahmenengah)

(zona kerentanan
gerakan tanah
sangat rendah
rendah)

Peta Bahaya Gerakan Tanah


(divalidasi dengan data
kejadian)

Tanah
Longsor

KRB I

Sedang
(1-3 m)

Rendah
(< 1 m)

Peta Zonasi Daerah rawan banjir


(divalidasi dengan data kejadian)

Sedang
(1-3 m)

Sedang
(pga value 0,2501
0,70

SEDANG

KELAS INDEKS

Banjir

Rendah
(< 1 m)

Peta Zonasi Gempa Bumi


2010 (divalidasi dengan data
kejadian)

2.

RENDAH

Peta Estimasi Ketinggian


Genangan Tsunami/Peta Bahaya
Tsunami

Peta Bahaya Gempa Bumi

1.

KOMPONEN/INDIKATOR

3.

Tsunami

Gempa
Bumi

1.

2.

BENCANA

NO

Tabel 3
Komponen Indeks Ancaman Bencana

Zona bahaya
tinggi Sangat
Tinggi

KRB III

(zona kerentanan
gerakan
tanahtinggi)

Tinggi
(> 3 m)

Tinggi
(> 3 m)

Tinggi
(pga value > 0,70)

TINGGI

100%

100%

100%

100%

100%

100%

BOBOT TOTAL

Panduan dari
BMKG
Kementerian
Pertanian

Panduan dari
Badan Geologi
Nasional-ESDM

Panduan dari
Badan Geologi
Nasional-ESDM

Panduan dari Kementerian


PU, BMKG dan
BAKOSURTANAL

Panduan dari Badan


Geologi Nasional-ESDM
dan BMKG

SNI yang merujuk pada


panduan yang diterbitkan
oleh Badan Geologi
Nasional

BAHAN RUJUKAN

28
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

9.

8.

7.

NO

Kebakaran
Hutan dan
Lahan

Cuaca
Ekstrim
(Angin
Putting
Beliung)

Gel. Ekstrim
dan
Abrasi

BENCANA

Lanjutan Tabel 3

1 Jenis Hutan dan lahan

Skor Bahaya

3 Curah Hujan Tahunan

2 Kemiringan Lereng

Lurus-berteluk

40-80 %

0.2 0.4

1-2.5 m

SEDANG

Hutan

< 0,34

Lahan Perkebunan

0,34 0,66

Skor Bahaya=0.3333*Lahan Terbuka+0.3333*(1KemiringanLereng)+0.3333*((Curah Hujan


Tahunan)/5000)

Berteluk

4 Bentuk garis pantai

1 Lahan terbuka

> 80 %

< 0.2

< 1m

RENDAH

3 Tutupan lahan/vegetasi
pesisir (%)

2 Arus (current)

1 Tinggi gelombang

KOMPONEN/INDIKATOR

KELAS INDEKS

Padang rumput
kering
dan belukar,
lahan
pertanian

>0,67

Lurus

< 40 %

> 0.4

> 2.5 m

TINGGI

40%

33.33%

33.33%

33.33%

15%

15%

30%

30%

BOBOT TOTAL

Panduan dari
KEMENHUT

Panduan dari
BMKG

Panduan dari
BAKOSURTANAL

Panduan dari
BMKG dan
DISHIDROS
Panduan dari
Kementerian
Kehutanan

Panduan dari
BMKG dan
DISHIDROS

BAHAN RUJUKAN

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

29

11.

10.

NO

Epidemi dan
Wabah
Penyakit

Kebakaran
Gedung dan
Pemukiman

BENCANA

Lanjutan Tabel 3

< 5 orang

3 (Korban) : meninggal

4 Luka berat

Skor Bahaya

Kepadatan penduduk

Kepadatan timbulnya campak


(KTC)

Kepadatan timbulnya demam


berdarah (KTDB)
Kepadatan timbulnya HIV/AIDS
(KTHIV/AIDS)

5-10 orang

1 orang

Rp 1 M 3 M

2-5%

> 10 orang

> 1 orang

> Rp 3 M

>5%

Organik/gambut

Kemarau

TINGGI

< 0,34

0,34 0,66

>0,67

Skor Bahaya=(0.25*KTM/10+0.25*KTDB/5+0.25*
KTHIV/AIDS /(0.05)+0.25*KTC/5)*(Log(Kepadatan penduduk/0.01)/
Log(100/0.01))

< Rp 1 M

2 Dampak (40 %)
Kerugian Ekonomi)

Kepadatan timbulnya malaria


(KTM)

<2%

Semi organik

Non organik/non
gambut

3 Jenis tanah

1 Frekuensi (sejarah kejadian)


(60%)

Penghujan kemarau

SEDANG

Penghujan

RENDAH

2 Iklim

KOMPONEN/INDIKATOR

KELAS INDEKS

25%

25%

25%

25%

15%

70%

15%

100%

30%

30%

BOBOT TOTAL

Panduan dari
KEMENKES

Panduan dari
DamkarKEMENDAGRI

Panduan dari
PUSLITANAH KEMENTAN

Panduan dari
BMKG

BAHAN RUJUKAN

30
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

12.

< 2x

1 Frekuensi kejadian (historical)


-60%

< 5 org

Industri kecil

Kapasitas (40 %)

2 Dampak akibat
kejadian (historial)
(40 %)

RENDAH

Jenis Industri (60 %)

KOMPONEN/INDIKATOR

5-10 orang

> 10
orang

>3x

Industri
besar

Industri
Menengah
2-3 x

Industri
kimia

TINGGI

Industri manufaktur

SEDANG

KELAS INDEKS

Sumber: Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 /2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana

Konflik
Sosial

Gagal
Teknologi

13.

BENCANA

NO

Lanjutan Tabel 3

100%

100%

100%

100%

BOBOT TOTAL

Panduan dari
KEMENSOS dan POLRI

Panduan dari
BPPT, LAPAN,
KEMENPERIND dan
KEMENHUB

BAHAN RUJUKAN

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

31

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Kemudian untuk memahami warna baik pada peta Ancaman, Kerentanan dan
Risiko, menggunakan matriks penentuan tingkat ancaman, tingkat kerugian,
dan tingkat risiko bencana sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah
ini:

Gambar 10
Matriks Penentuan Tingkat Ancaman, Tingkat Kerugian, dan Tingkat Risiko Bencana
TINGKAT

INDEKS PENDUDUK TERPAPAR

ANCAMAN
RENDAH

SEDANG

TINGGI

INDEKS ANCAMAN

RENDAH

SEDANG

TINGGI

TINGKAT

TINGKAT RISIKO

INDEKS KERUGIAN

KERUGIAN

INDEKS KAPASITAS

BENCANA
RENDAH

SEDANG

TINGGI

RENDAH

SEDANG

TINGGI

RENDAH
INDEKS KERUGIAN

RENDAH
INDEKS ANCAMAN

32

Sumber: Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana, BNPB 2012

Notasi warna :
Tingkat Risiko Tinggi
Tingkat Risiko Sedang
Tingkat Risiko Rendah

SEDANG

TINGGI

SEDANG

TINGGI

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 3
Metodologi
Penyusunan
Laporan

33

34

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 3 Metodologi
Penyusunan Laporan
3.1 Data dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penyusunan Pendekatan Kajian Risiko Bencana
Untuk Perencanaan Kawasan Strategis Nasional ini meliputi data sekunder
yang diperoleh dari berbagai sumber seperti lembaga pemerintah (Kementerian
Pekerjaan Umum, BKPRN, BNPB, BAPPEDA Provinsi), hasil penelitian, makalah, artikel
dan publikasi resmi. Data sekunder yang akan digunakan yakni:
Data sekunder yang akan digunakan yakni:
- Peraturan perundangan terkait Penataan Ruang diantaranya adalah: Perpres
Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR
- Peraturan perundangan terkait Penanggulangan Bencana diantaranya adalah:
UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
- Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana 2012-2016 Provinsi DKI Jakarta,
Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten
- Dokumen Materi Teknis RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota terkait
- Data Kabupaten/Kota Dalam Angka, tahun 2012 dari BPS
- Kajian-kajian lain yang terkait dari publikasi resmi maupun dari internet dan surat
kabar
Adapun untuk data spasial, diperlukan kesamaan data yang digunakan yang dapat
dilihat dalam bentuk format, jenis data, kedetilan/skala data sehingga memungkinkan
dilakukan overlay. Agar dapat dilakukan proses tumpang susun dan analisis datadata spasial yang dikumpulkan harus berada dalam GIS. Untuk data dengan format
Vektor yang berupa shapefile (SHP) dan untuk data dengan format raster bisa berupa
file JPG, Tiff atau GRID yang sudah memiliki sistem koordinat baik terproyeksi (UTM)
atau tidak terproyeksi (Latitude-Longitude).
Ketersediaan data spasial yang akan digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.

35

36

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 4
Ketersediaan Data Spasial
Sumber
BNPB

Direktorat
Perkotaan
PU

BKPRN,
Bappeda
Provinsi DKI
Jakarta, Jawa
Barat, dan
Banten

Nama Data

Spasial
Format

Skala

Sistem Proyeksi

Keterangan

Peta Risiko Bencana

GRID

1:250.000

WGS 84

Hanya view, tidak bisa


diolah di PC lokal

Peta Kerentanan Bencana

GRID

1:250.000

WGS 84

Hanya view, tidak bisa


diolah di PC lokal

Peta Ancaman Bencana

GRID

1:250.000

WGS 84

Hanya view, tidak bisa


diolah di PC lokal

Basemap (Titik Tinggi,


Fasilitas umum, Sungai,
Jaringan Jalan, Kontur,
Penggunaan Lahan)

Shapefile

1:250.000
1: 50.000
1:25.000

WGS 84

Hanya view, tidak bisa


diolah di PC lokal

Administrasi BPS 2009

Shapefile

1:250.000

WGS 84

Hanya view, tidak bisa


diolah di PC lokal

SRTM dan Topo

Raster

30 m

WGS 84

Hanya view, tidak bisa


diolah di PC lokal

Land Use Existing

Shapefile

1 : 10.000

WGS_1984
UTM_Z_48S

Dapat diolah

Landuse Planning

Shapefile

1 : 10.000

WGS_1984
UTM_Z_48S

Dapat diolah

Admin BPS 2009

Shapefile

1:250.000

WGS 84

Dapat diolah

SPOT + ALOS Image

Raster

2,5m dan
5 meter

WGS_1984
UTM_Z_48S

Dapat diolah

RTRW Provinsi Banten

PDF, JPG

1 : 750.000

WGS 84

Perlu Proses rektifikasi,


Dapat diolah

RTRW Propinsi DKI


Jakarta

PDF, JPG,
SHP

1 : 50.000

WGS 84

Perlu Proses rektifikasi,


Dapat diolah

RTRW Propinsi Jawa Barat

PDF, JPG,
SHP

1 : 50.000

WGS 84

Dapat diolah

RTRW Kota Bekasi

PDF, JPG

1:110000

RTRW Kota Tangerang

PDF,
JPG,SHP

1 : 50.000

WGS 84

Dapat diolah

SHP, DWG

1:100.000

WGS 84

Dapat diolah

Perlu Proses rektifikasi,


Dapat diolah

RTRW Kota Tangerang


Selatan
RTRW Kota Bogor
RTRW Kab Bogor
RTRW Kab Bekasi
RTRW Kab Tangerang
Sumber: Hasil kompilasi Tim Penyusun

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

3.2

Waktu Pelaksanaan Kajian


Waktu pelaksanaan kajian ini adalah sekitar 6 bulan, mulai pada pertengahan bulan
Mei sampai 30 November 2013. Proses pelaksanaan kajian difasilitasi oleh UNDP,
bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal (DIT. KKDT)
dan Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan (DIT. TRP), BAPPENAS; dan juga dengan
Kementerian Dalam Negeri.

3.3 Metode Kajian


Metode Kajian Review Perpres 54/2008 dilaksanakan dengan memasukkan penilaian
risiko bencana ke dalam penataan ruang untuk menjawab beberapa pertanyaan
strategis sebagai berikut:
1. Bagaimana mengintegrasikan Kajian Risiko Bencana pada penyusunan kaji ulang
RTR KSN JABODETABEKPUNJUR dalam kerangka pengurangan risiko bencana;
2. Bagaimana substansi penanggulangan bencana dalam RTRWP DKI Jakarta, Jawa
Barat, dan Banten;
3. Bagaimana kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang yang efisien bagi
kawasan yang memiliki tingkat risiko bencana tinggi.
Secara umum pendekatan yang akan dilakukan dalam kajian ini adalah menggunakan
teknik overlay (pertampalan/tumpang susun) antara Peta Risiko Bencana dengan
Peta Rencana Struktur Ruang dan Pola Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR. Dari
ketersediaan data spasial di atas, tumpang susun peta dapat dilakukan pada skala
1:250.000 yang berarti dapat dilakukan untuk level KSN JABODETABEKPUNJUR dan
RTRW Provinsi. Sedangkan untuk level kabupaten/kota yang membutuhkan kedetilan
setara dengan skala 1:50.000 tidak dapat di tumpang susunkan dengan data Ancaman,
Kerentanan dan Risiko dari BNPB yang saat ini masih pada skala 1:250.000.
Secara lebih jelas kerangka metodologi kajian dapat dilihat pada Gambar berikut:

37

38

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 11
Kerangka Metodologi Kajian

TUJUAN

Tersedianya perspektif mitigasi bencana pada KSN JABODETABEKPUNJUR


dengan memasukkan Kajian Risiko Bencana ke dalam RTR
Tergambarkannya potensi risiko bencana di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Terumuskannya rekomendasi strategi manajemen risiko dengan perspektif
mitigasi bencana

Profil Kerawanan dan


Kerentanan Bencana pada
Pusat-pusat Kegiatan
Profil Risiko Bencana

KELUARAN

Peta digital RTR KSN


JABODETABEKPUNJUR
Peta digital RTRWP
Peta Ancaman, Kerentanan
dan Risiko Bencana Provinsi
Skala 1:250.000

Desk Study:
UU No. 24/2007, Perpres 54/2008,
Pedoman RTR KSN, IRBI, Materi Teknis
RTRWP, serta kebijakan dan pedoman
lainnya

Proses Pengolahan Teknis (PreProcessing):


Proses penyeragaman skala, proyeksi,
batas wilayah kajian dan generalisasi
Report teknis untuk data-data yang
diterima
Komparasi/uji ketepatan
Report komparasi land use/landcover
Pembuatan base-map

Potensi Risiko Bencana di KSN


JABODETABEKPUNJUR
Mitigasi Bencana untuk 13
Jenis Bencana Risiko Tinggi
(Hulu, Tengah, Hilir)

Proses Overlay Peta dan Analisis/


Digitasi dan Layout:
Kesesuaian dengan UU No.4/2011
Risiko Bencana terhadap Landuse/
Landcover Plan
Upaya mitigasi bencana pada
kawasan/zona berisiko tinggi bencana

Analisis RTRW Kabupaten/


Kota terhadap Kebijakan
Penanggulangan Bencana

Studi Kasus: Kota Jakarta Timur

Rekomendasi Strategi Manajemen


Risiko Bencana dan Masukan bagi
Perbaikan Pedoman Penyusunan
RTR KSN dan RTRW Provinsi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 4
Gambaran Umum
Kawasan
JABODEBEKPUNJUR

39

40

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 4 Gambaran Umum


Kawasan
JABODETABEKPUNJUR
4.1 Umum
Secara geografis Kawasan JABODETABEKPUNJUR terletak pada 12109482 Bujur
Timur dan 60108 - 6030 Lintang Selatan, dan memiliki batas-batas sbb:
Sebelah utara: Laut Jawa.
Sebelah selatan: berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi.
Sebelah timur: berbatasan dengan wilayah Kabupaten Karawang.
Sebelah barat: berbatasan dengan Kab Serang dan Kab. Lebak.
Daerah cakupan Kawasan JABODETABEKPUNJUR meliputi seluruh wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, sebagian wilayah Provinsi Jawa Barat (mencakup seluruh
wilayah Kabupaten Bekasi, seluruh wilayah Kota Bekasi, seluruh wilayah Kota
Depok, seluruh wilayah Kabupaten Bogor, seluruh wilayah Kota Bogor, dan sebagian
wilayah Kabupaten Cianjur yang meliputi Kecamatan Cugenang, Kecamatan Pacet,
Kecamatan Sukaresmi, dan Kecamatan Cipanas); dan sebagian wilayah Provinsi
Banten (mencakup seluruh wilayah Kabupaten Tangerang, seluruh wilayah Kota
Tangerang, dan seluruh wilayah Kota Tangerang Selatan).

41

42

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 12
Kawasan Strategis Nasional JABODETABEKPUNJUR

Kawasan
strategis
nasional
JABODETABEKPUNJUR yang menurut
PP RTRWN 2008 terdiri dari kawasan
perkotaan
Jabodetabek,
kawasan
andalan Bopunjur dan sekitarnya dan
kawasan andalan laut P. Seribu

Sumber: Masterplan Pengendalian Banjir dan Drainase DKI Jakarta

Dari Gambar diatas dapat dicatat bahwa :


1. Kawasan Strategis Nasional JABODETABEKPUNJUR berada seluruhnya di
Wilayah Sungai Nasional Cidanau-Ciujung-Cidurian-Cisadane-CiliwungCitarum
2. Kawasan berada di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten
3. Ibukota Negara berada di kawasan ini
Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur
merupakan pusat perekonomian wilayah nasional. Kawasan ini sekaligus sebagai
kawasan konservasi air dan tanah serta keaneka ragaman hayati. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 26/2008 dan Peraturan Presiden No. 54/2008 Kawasan
JABODETABEKPUNJUR ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional.
Secara ekonomi, kawasan JABODETABEKPUNJUR memberikan share yang cukup
tinggi terhadap perekonomian nasional. Sekitar 59% (2010) investasi nasional
berada di Jawa-Bali dan hampir sebagian besar didominasi oleh atau berada dalam
lingkup Kawasan JABODETABEKPUNJUR, yaitu Provinsi DKI Jakarta 27%, Jawa Barat
24%, dan Banten 5%, dengan pusat kegiatan ekonomi dan sosial berada di Jakarta.
DKI Jakarta memberikan kontribusi yang tinggi terhadap PDRB wilayah seluruh
JABODETABEKPUNJUR. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, sekitar 28.336.934
jiwa tinggal di wilayah JABODETABEKPUNJUR. Kepadatan penduduk masing-masing
provinsi adalah DKI Jakarta 14.469 jiwa/km2, Jawa Barat 1.217 jiwa/km2, dan Banten

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

1.100 jiwa/km2. Pertumbuhan penduduk Provinsi DKI Jakarta (2000 2010) mencapai
1,41%, sedangkan laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Banten 2,78% dan Provinsi
Jawa Barat sebesar rata-rata 1,90% per tahun semenjak tahun 2000-2010 (BPS, 2012).
Adapun luas total Kawasan JABODETABEKPUNJUR sekitar 6.682,8 km2 dan gambaran
penggunaan lahan pada tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13
Peta Penggunaan Lahan Kawasan JABODETABEKPUNJUR Tahun 2010

Sumber: Dikompilasi dari: peta Administrasi BPS, 2009; Kota, Pelabuhan dan Bandara (UNDP); peta arahan Sistem Transportasi
Kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur (BKPRN).

Saat ini di Kawasan JABODETABEKPUNJUR telah terjadi alih fungsi lahan kawasan
lindung menjadi kawasan terbangun. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya
villa dan permukiman di kawasan Puncak yang tidak terkendali, serta pembangunan
permukiman pada kawasan-kawasan resapan air dan sempadan sungai/situ
(Kementerian PU, 29 Januari 2013). Dalam 35 tahun terakhir (1970-2005), secara
regional JABODETABEKPUNJUR telah kehilangan 27% ruang terbuka hijau
(termasuk hutan dan perkebunan tanaman tahunan/keras) diantaranya akibat
hilangnya 46% kawasan hutan. Kawasan terbangun (permukiman) tumbuh lebih
dari 12 kali lipat, menyebabkan daya dukung lingkungan menjadi sangat terbatas,
terutama kemampuan lahan di dalam meresapkan air ke dalam tanah terutama

43

44

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

di Jakarta (Djakapermana, RD., 2008). Perubahan fungsi kawasan lindung tidak


hanya terjadi pada hutan lindung, tetapi juga terjadi pada daerah aliran sungai di
sepanjang JABODETABEKPUNJUR. Dalam waktu kurun waktu 6 tahun (1990-1996),
terjadi peningkatan kawasan pemukiman di hulu DAS Ciliwung (Puncak) dari
6,25 km2 menjadi 19,26 km2 dan 10 tahun kemudian (2004) menjadi 26,61 km2.
Adanya pembangunan kawasan pemukiman di hulu DAS menyebabkan adanya
pendangkalan sungai, dan mengurangi kemampuan daya dukung lingkungan.
Kondisi tutupan lahan DAS Ciliwung saat ini dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14
Peta Ekoregion dan Tutupan Lahan DAS Ciliwung

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

4.2 Profil Kerawanan Bencana


JABODETABEKPUNJUR

pada

Pusat-Pusat

Kegiatan

di

Kawasan

Profil kerawanan bencana di Kawasan JABODETABEKPUNJUR dapat memberikan


informasi tingkat kerawanan bencana di tingkat provinsi (Provinsi DKI Jakarta,
Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten) maupun di tingkat kabupaten/kota yang
termasuk Kawasan JABODETABEKPUNJUR pada pusat-pusat kegiatannya. Profil

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

kerawanan bencana ini diperoleh dari Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI, 2011)
yang merupakan suatu perangkat analisis kebencanaan yang telah terjadi dan
menimbulkan kerugian, dimana faktor utamanya adalah risiko kehilangan nyawa.
4.2.1

Profil Kerawanan Bencana Provinsi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR


Dalam profil kerawanan bencana di tingkat provinsi di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR, dapat dilihat bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan
provinsi yang paling rawan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR (skor 200),
juga menempati nomor urut kedua di tingkat nasional. Provinsi Banten (skor
133, urutan kesebelas tingkat nasional); sedangkan Provinsi DKI Jakarta (skor
113, urutan keduapuluhsatu tingkat nasional).

Gambar 15
Profil Kerawanan Bencana tingkat Provinsi

250
200
200
133

150

113

100
50
0
JAWA BARAT

BANTEN

DKI JAKARTA

Sumber: IRBI BNPB, 2011

4.2.2

Profil
Kerawanan
Bencana
JABODETABEKPUNJUR

Kabupaten/Kota

di

Kawasan

Dari ke-15 kabupaten/kota di JABODETABEKPUNJUR yang terdata, hampir


seluruhnya memiliki indeks kerawanan bencana yang tinggi, kecuali Kota
Tangerang Selatan. Di Provinsi Jawa Barat, kabupaten/kota yang paling rawan
ada di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur; di Provinsi DKI Jakarta,
hampir semua kotanya rawan; dan di Provinsi Banten, Kabupaten Tangerang
paling rawan, kemudian Kota Tangerang. Lihat tabel dan gambar berikut:

45

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 5
Profil Kerawanan Bencana Kabupaten/Kota di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No.

Kabupaten/Kota

Nilai /
Skor

Tingkat
Kerawanan

Ranking
Nasional

Ranking
JABODETABEKPUNJUR

Kabupaten Bogor

129

Tinggi

Kabupaten Cianjur

118

Tinggi

11

Kota Jakarta Timur

90

Tinggi

48

Kabupaten Tangerang

87

Tinggi

63

Kota Jakarta Selatan

84

Tinggi

70

Kabupaten Bekasi

81

Tinggi

78

Kota Jakarta Utara

80

Tinggi

84

Kota Jakarta Barat

79

Tinggi

92

Kota Jakarta Pusat

77

Tinggi

104

10

Kota Tangerang

65

Tinggi

173

10

11

Kota Bogor

61

Tinggi

202

11

12

Kota Depok

46

Tinggi

321

12

13

Kepulauan Seribu

42

Tinggi

352

13

14

Kota Bekasi

41

Tinggi

357

14

15

Kota Tangerang Selatan

15

Sedang

441

15

Sumber: IRBI BNPB, 2011

Gambar 16
Profil Kerawanan Bencana Tingkat Kabupaten/Kota
140

129
118

120

Prov. Banten
100

79

77

84

Prov. Jawa Barat


90
80

81

65

61

60
42

41

46

Tinggi

80

Prov. DKI Jakarta

87

40
20

15

KO
TA
TA
TA
NG
NG
ER
ER
AN
AN
G
G
SE
LA
TA
TA
N
NG
KE
PU
ER
AN
LA
KO
UA
G
TA
N
SE
JA
RI
KA
BU
KO
RT
TA
A
BA
JA
KO
KA
RA
TA
T
RT
JA
A
PU
KA
SA
RT
KO
T
A
TA
SE
LA
JA
TA
KA
KO
N
RT
TA
A
JA
TIM
KA
UR
RT
A
UT
AR
A
BE
KA
SI
BO
GO
R
CI
AN
JU
KO
R
TA
BE
KA
KO
SI
TA
BO
GO
KO
R
TA
DE
PO
K

Sumber: IRBI BNPB, 2011

Sedang

KO
TA

46

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

4.2.3

Profil Kerawanan Bencana


JABODETABEKPUNJUR

per

Jenis

Bencana

di

Kawasan

Pada sub bab ini diperlihatkan profil kerawanan bencana yang dilihat per
jenis bencana (lihat gambar 17). Berdasarkan indeks kerawanan bencana
tingkat kabupaten/kota terlihat bahwa Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Cianjur merupakan kabupaten yang paling rawan di JABODETABEKPUNJUR.
Bila dicermati secara umum pada gambar 17 terlihat bahwa:
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur ternyata memiliki berbagai
jenis bencana yang rawan. Kabupaten Bogor terdapat sekitar 8 jenis
bencana yakni: tanah longsor, kekeringan, kecelakaan transportasi,
kebakaran permukiman, gempa bumi, banjir dan tanah longsor, banjir,
dan angin topan. Sedangkan di Kabupaten Cianjur terdapat sepuluh
jenis bencana yang rawan yakni: tanah longsor, kekeringan, kejadian
luar biasa, kecelakaan transportasi, gempa bumi, gelombang pantai dan
abrasi, banjir dan tanah longsor, banjir, dan angin topan.
Jika dilihat dari skor rawan bencana yang tertinggi, maka bencana tanah
longsor merupakan yang tertinggi yakni dengan nilai 73 dan terdapat
di Kabupaten Cianjur. Artinya Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten
yang rawan bencana tanah longsor dengan risiko kehilangan nyawa
penduduk tertinggi di JABODETABEKPUNJUR. Bencana tanah longsor
urutan kedua tertinggi di Kabupaten Bogor (skor 66). Dari gambar dapat
dilihat bahwa Kepulauan Seribu dan Kota Bekasi merupakan kota-kota
dengan jenis bencana paling sedikit.
Kajian tentang kerawanan bencana dapat memberikan informasi
tingkat kerawanan bencana di tiap provinsi maupun kabupaten/kota
di JABODETABEKPUNJUR. Berdasarkan tingkat kerawanan ini dapat
dimanfaatkan oleh Pemprov, Pemkab, maupun Pemkot untuk melakukan
analisis kelembagaan, menjadi masukan bagi RTRWP maupun RTRW
Kabupaten/Kota terutama pada provinsi atau kabupaten/kota yang berada
pada kawasan rawan bencana; dan terutama dapat memberikan masukan
untuk keperluan perbaikan/evaluasi RTRWP atau RTRWK yang berbasiskan
mitigasi bencana.
Secara lebih jelas bila dilihat per jenis bencana dapat dilihat pada tabel 6 dan
gambar 18-26.

47

N
TA

AN

N
TA

N
UA
LA

13

24

49

PU

KE

AN

30

18

R
GE

33

Sumber: IRBI BNPB, 2011

TA
KO

20

10

18

30

R
GE

57

68

Prov. Banten

28

40

50

60

70

80

TA
KO

IB

R
SE

A
AK

28
28

A
RT

T
RA

TA
KO

BA

52

57

J
TA
KO

TA
AR

21

44

32

JA

T
SA

PU

31

48

A
RT

A
AK

34

45

54
52

TA
KO

AN
AT
L
E

58

Prov. DKI Jakarta

Gambar 17
Profil Kerawanan Bencana tingkat Kabupaten/Kota

A
RT

A
AK

49

TA
KO

UR

TI

44

A
AK

24

49

21

63

A
RT

16

AR
UT

21

4546

66

34

SI

24

39

27
26

KA
BE

28

57

OR
G
BO

24

34
29

46 45

59

64

AN
CI

R
JU
TA
KO

K
BE

28

73

23
22 21
19

27

36

52

64

46

66

Prov. Jawa Barat

I
AS

OR
G
BO

TA
KO

17

OK
P
DE

31
30

21

Sumber : IRBI BNPB Tahun 2011

TA
KO

13

22
19

2625

TANAH LONGSOR

KONFLIK SOSIAL

KEKERINGAN

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

KECELAKAAN TRANSPORTASI

KECELAKAAN INDUSTRI

KEBAKARAN PERMUKIMAN

GEMPABUMI

GELOMBANG PANTAI DAN ABRA

BANJIR DAN TANAH LONGSOR

BANJIR

ANGIN TOPAN

48
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 6
Profil Kerawanan per Jenis Bencana Kabupaten/Kota di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No
1

Jenis Bencana

Kabupaten/Kota

Nilai/
Skor

Tingkat
Kerawanan

Ranking
Nasional

Ranking
JABODETABEKPUNJUR

Angin Topan

Kabupaten Bogor

59

Tinggi

Kabupaten Cianjur

46

Tinggi

21

Kabupaten Tangerang

33

Tinggi

82

Banjir

Banjir dan
Tanah Longsor

Gelombang
Pantai dan
Abrasi

Gempa Bumi

Kebakaran
Permukiman

Kota Jakarta Pusat

31

Tinggi

100

Kota Depok

30

Tinggi

107

Kabupaten Bekasi

28

Tinggi

129

Kota Bogor

22

Tinggi

179

Kota Jakarta Utara

21

Tinggi

205

Kabupaten Tangerang

68

Tinggi

Kota Jakarta Utara

66

Tinggi

Kota Jakarta Timur

63

Tinggi

Kota Jakarta Selatan

58

Tinggi

13

Kabupaten Bekasi

57

Tinggi

17

Kota Tangerang

57

Tinggi

19

Kota Jakarta Barat

52

Tinggi

30

Kota Jakarta Pusat

48

Tinggi

50

Kabupaten Bogor

46

Tinggi

65

Kota Depok

31

Tinggi

162

10

Kota Bekasi

28

Tinggi

192

11

Kabupaten Cianjur

27

Tinggi

200

12

Kota Bogor

19

Tinggi

290

13

Kabupaten Bogor

64

Tinggi

Kabupaten Cianjur

64

Tinggi

Kota Bogor

26

Tinggi

95

Kota Jakarta Utara

45

Tinggi

Kabupaten Cianjur

22

Tinggi

49

Kota Jakarta Timur

21

Tinggi

57

Kabupaten Tangerang

18

Tinggi

77

Kabupaten Cianjur

52

Tinggi

30

Kabupaten Bogor

45

Tinggi

50

Kota Bogor

25

Sedang

123

Kota Jakarta Barat

57

Tinggi

Kota Jakarta Pusat

54

Tinggi

Kota Jakarta Selatan

52

Tinggi

Kota Jakarta Timur

49

Tinggi

Kota Jakarta Utara

46

Tinggi

Kabupaten Cianjur

36

Tinggi

23

Kabupaten Tangerang

30

Tinggi

45

Kabupaten Bogor

29

Tinggi

50

Kabupaten Bekasi

26

Tinggi

68

49

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Lanjutan Tabel 6
No

Nilai/
Skor

Tingkat
Kerawanan

Ranking
Nasional

Ranking
JABODETABEKPUNJUR

Kabupaten Bekasi

27

Tinggi

Kabupaten Bogor

34

Tinggi

12

Jenis Bencana

Kabupaten/Kota

Kecelakaan
Industri

Kecelakaan
Transportasi

Kekeringan

10

Konflik Sosial

11

Tanah Longsor

Kota Jakarta Selatan

32

Tinggi

19

Kepulauan Seribu

28

Tinggi

32

Kota Jakarta Timur

24

Tinggi

48

Kabupaten Cianjur

21

Tinggi

66

Kabupaten Bogor

24

Tinggi

17

Kabupaten Bekasi

24

Tinggi

26

Kabupaten Tangerang

24

Tinggi

27

Kota Depok

21

Tinggi

57

Kabupaten Cianjur

19

Tinggi

72

Kota Tangerang

18

Tinggi

93

Kota Jakarta Barat

45

Tinggi

Kota Jakarta Pusat

21

Sedang

25

Kabupaten Cianjur

73

Tinggi

Kabupaten Bogor

66

Tinggi

Kota Bogor

17

Sedang

102

Kota Jakarta Timur

16

Sedang

109

Kota Bekasi

13

Sedang

123

Kabupaten Tangerang

13

Sedang

133

Sumber: IRBI BNPB, 2011

Gambar 18
Profil Rawan Bencana Angin Topan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR

Profil Rawan Bencana Angin Topan

70
60
50
40
30
20
10
0

59
46
33

31

28

21

30

22

Sumber: IRBI BNPB, 2011

K
DE
KO
TA

BO

PO

R
GO

R
KO
TA

CI

AN

JU

R
GO
BO

SI
BE

KA

A
UT
AR

JA
KO
TA

KO
TA

JA

KA

KA

RT
A

RT
A

GE

PU

RA

NG

SA
T

SKOR

TA
N

50

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 19
Profil Rawan Bencana Banjir di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Banjir

80
70
60
50
40
30
20
10
0

68
57

52

63

48

58

66

57
46
28

27

31
19

JA
RA
KA
NG
KO
R
TA
TA
BA
JA
KA
RA
KO
RT
T
TA
A
JA
PU
KA
SA
RT
KO
T
A
TA
SE
JA
LA
KA
TA
KO
RT
N
TA
A
TI
JA
M
KA
UR
RT
A
UT
AR
A
BE
KA
SI
BO
GO
R
CI
AN
JU
KO
R
TA
BE
KA
KO
SI
TA
BO
GO
KO
R
TA
DE
PO
K

GE
KO
TA

KO
TA

TA
N

TA
N

GE

RA

NG

SKOR

Sumber: IRBI BNPB, 2011

Gambar 20
Profil Rawan Bencana Banjir dan Tanah Longsor dan Gempa Bumi di JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Gempabumi

Profil Rawan Bencana Banjir Dan Tanah Longsor


80

64

60

64

60

40

40

20

26

SKOR

20

52

45

25

0
BOGOR

CIANJUR

KOTA BOGOR

0
BOGOR

CIANJUR

KOTA BOGOR

Skor Gempabumi

Sumber: IRBI BNPB, 2011

Gambar 21
Profil Rawan Bencana Gelombang Pantai dan Abrasi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR

Profil Rawan Bencana Gelombang Pantai Dan Abrasi

50
40
30
20
10
0
TANG

ERAN

IMUR

RTA T

JAKA
KOTA

Sumber: IRBI BNPB, 2011

22

21

18

JAK A
KOTA

RTA

UTAR

JUR

CIAN

SKOR

51

52

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 22
Profil Rawan Bencana Gelombang Pantai dan Abrasi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Kebakaran Permukiman

57

60
50
40
30
20
10
0

54

52

49

46

30

TA

E
NG

RA

NG

J
TA
KO

AK

AB
RT

AR

AT

AT
AK

J
TA
KO

US

AP
RT

AK

J
TA
KO

SI

A
N
UR
TA
AR
LA
TIM
UT
A
A
T
T
AR
AR
AK
AK
J
J
TA
TA
KO
KO

GO

KA

BE

E
AS
RT

36

29

26

BO

UR

NJ

CIA

SKOR

Sumber: IRBI BNPB, 2011

Gambar 23
Profil Rawan Bencana Kecelakaan Industri dan Konflik Sosial di JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Kecelakaan Industri
27

30

Profil Rawan Bencana Konflik Sosial

60

45

40

20

21

20

10

K
KOTA JA

BEKASI

ARTA B

ARAT

K
KOTA JA

USAT

ARTA P

Skor Kecelakaan Industri

Sumber: IRBI BNPB, 2011

Gambar 24
Profil Rawan Bencana Kecelakaan Transportasi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Kecelakaan Transportasi
40
35
30
25
20
15
10
5
0

34

32
28
24

KEPULAUAN SERIBU

KOTA JAKARTA SELATAN

KOTA JAKARTA TIMUR

Skor Kecelakaan Transportasi

Sumber: IRBI BNPB, 2011

21

BOGOR

CIANJUR

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 25
Profil Rawan Bencana Kekeringan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Kekeringan
24

24

JU
R

OR

SI

CI
AN

BO
G

RA
GE
TA
N

BE
KA

NG

NG
RA
GE
KO
TA

TA
N

21

19

18

DE
PO
K

24

KO
TA

30
25
20
15
10
5
0

Skor Kekeringan

Sumber: IRBI BNPB, 2011

Gambar 26
Profil Rawan Bencana Tanah Longsor di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Tanah Longsor
73
66

80
60
40
13

20

16

17

13

0
TANGER

ANG
TIMUR
KARTA
KOTA JA

BOGOR

CIANJU

SI

EKA
KOTA B

OGO
KOTA B

Skor Tanah Longsor

Sumber: IRBI BNPB, 2011

4.3 Profil Kerentanan Bencana di Kawasan JABODETABEKPUNJUR


Sebagaimana diuraikan dalam bab 2 terdahulu, kerentanan dapat didefinisikan
sebagai Exposure X Sensivity. Yang terekspos termasuk kehidupan manusia
(sosial: kepadatan penduduk, kepekaan sosial), wilayah ekonomi (PDRB per sektor,
penggunaan lahan kawasan budidaya), struktur fisik (bangunan dan prasarana)
dan wilayah ekologi/lingkungan (penggunaan lahan kawasan lindung). Indikator
yang digunakan terutama adalah informasi keterpaparan. Jadi penilaian kerentanan
ditentukan dengan mengkaji aspek sosial-budaya, sumberdaya/lingkungan,
infrastruktur dan ekonomi terhadap ancaman dan dampak bencana yang ada dan
dinilai dengan faktor-faktor pembobotan yang berbeda untuk masing-masing jenis
ancaman yang berbeda.

53

54

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Profil kerentanan bencana untuk seluruh provinsi untuk ketiga belas bencana yang
sudah didefinisikan oleh BNPB, dapat dilihat pada gambar 27-31.

Cara Membaca Profil Kerentanan:


1. Potensi keterpaparan penduduk provinsi (jiwa dan %) dalam kurun waktu 5 tahun:
Pada potensi keterpaparan penduduk (jiwa): hanya dapat dilihat jumlah penduduk
terpapar menurut jenis bencana tertentu pada provinsi tertentu. Jenis data yang
termasuk dalam data keterpaparan ini antara lain kepadatan penduduk dan
penduduk kelompok rentan;
Pada potensi keterpaparan penduduk(%) yang diperoleh dari perbandingan data
keterpaparan penduduk (jiwa) terhadap penduduk keseluruhan pada provinsi
tertentu: dapat dilihat prosentase penduduk terpapar menurut jenis bencana tertentu
pada provinsi tertentu dan dapat dibandingkan dengan provinsi lain.
2. Potensi kerugian fisik dan ekonomi (triliun rupiah) dalam kurun waktu 5 tahun: dapat
dilihat jumlah rupiah kerugian fisik dan ekonomi menurut jenis bencana tertentu
pada provinsi tersebut. Data ini dapat dibandingkan antarprovinsi. Jenis data yang
termasuk dalam data kerugian ini antara lain luas lahan produktif, kontribusi PDRB
per sektor, jumlah rumah, fasilitas umum, fasilitas kritis; yang kesemuanya dihitung
dalam rupiah;
3. Potensi kerusakan lingkungan (hektar dan %) dalam kurun waktu 5 tahun:
Pada potensi kerusakan lingkungan (hektar) hanya dapat dilihat luas kerusakan
lingkungan menurut jenis bencana tertentu pada provinsi tertentu. Jenis data yang
termasuk dalam data kerusakan lingkungan ini a.l. luas hutan lindung, hutan alam,
hutan bakau, dan semak belukar; yang kesemuanya dihitung dalam hektar;
Pada potensi kerusakan lingkungan (%) yang diperoleh dari perbandingan data
kerusakan lingkungan (hektar) terhadap luas wilayah keseluruhan pada provinsi
tertentu: dapat dilihat prosentase kerusakan lingkungan menurut jenis bencana
tertentu pada provinsi tertentu dan dapat dibandingkan dengan provinsi lain.
Bila ditemukan data > 100% maka kemungkinan besar dampak kerusakan
lingkungan tidak diukur dari batasan administrasi namun diukur dari seberapa
luas dampak yang akan terjadi yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Perlu klarifikasi lebih lanjut.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

35.000.000

38.860.521

37.695.006

37.239.279

32.792.740

40.000.000

38.476.137

Keterpaparan (Jiwa)
45.000.000

38.891.188

Gambar 27
Potensi Keterpaparan Penduduk Provinsi (jiwa)

30.000.000

8.288.980

7.426.664

8.304.966

7.469.792

8.317.102

7.518.396

10.660.096

8.131.244

1.919.864

252.626

984.163
1.461.695
60.317

7.494.503

8.270.790

572.471

62.764
126.908
321.448

5.000.000

850.829

10.000.000

1.290.084

15.000.000

3.852.545
8.664.638
1.399.482

20.000.000

2.903.608

12.538.639

25.000.000

DKI Jakarta

Jawa Barat

Banten

Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, 2012-2016

Gambar di atas ini menampilkan informasi potensi keterpaparan penduduk apabila


bencana tersebut terjadi di tiap provinsi.
Untuk Provinsi Jawa Barat, ada 6 bencana dengan dengan keterpaparan jiwa
yang tinggi yakni: gagal teknologi (38,9 juta jiwa), konflik sosial (38,8 juta jiwa),
epidemi dan wabah penyakit (38,5 juta jiwa), kekeringan (37,7 juta jiwa), tanah
longsor (37,2 juta jiwa), dan gempa bumi (32,8 juta jiwa). Keenam jenis bencana
ini mendominasi dalam hal keterpaparan penduduknya bila dibandingkan
dengan bencana lain di provinsi lain.
Di DKI Jakarta, ada 3 jenis bencana yang apabila terjadi akan mengakibatkan
kehilangan jumlah penduduk yang cukup tinggi yakni: bencana epidemi dan
wabah penyakit (7,5 juta jiwa), tanah longsor (7,5 juta jiwa), gagal teknologi (7,4
juta jiwa), konflik sosial (7,4 juta jiwa), dan banjir (3,8 juta jiwa);
Di Banten, kemungkinan bencana yang akan terjadi dengan dampak yang besar
kepada penduduk adalah bencana epidemi dan wabah penyakit (8,3 juta jiwa),
gagal teknologi (8,3 juta jiwa), konflik sosial (8,2 juta jiwa), tanah longsor (8,2 juta
jiwa), dan kekeringan (8,1 juta jiwa).
Jika dibandingkan terhadap jumlah penduduk masing-masing provinsi, maka potensi
keterpaparan jiwa untuk ketiga provinsi dapat dilihat pada gambar 28, sehingga dapat
disimpulkan bahwa:

55

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 28
Potensi Keterpaparan Penduduk (%)

90,26
77,96

77,30

77,75

78,11

89,37
78,23

76,48

78,25

87,55

86,49
78,00

80,00

77,79

76,17

90,00

90,33

Potensi Keterpaparan Penduduk (%)


100,00

70,00
60,00

24,76

18,06

2,63

10,24
1,33

0,00

0,65
0,29
3,02

10,00

12,13

20,00

20,13
13,16

30,00

3,40
0,57

40,00

29,12
27,31

40,10

50,00

8,86

56

DKI Jakarta

Jawa Barat

Banten

Sumber: diolah dari RPB DKI Jakarta, Jawa Barat, Bante,2012-2016 dan dari 2010 Indonesiadata.co.id

Secara keseluruhan terlihat bahwa Jawa Barat memiliki potensi keterpaparan


penduduk yang tertinggi diantara provinsi lain (lebih dari 75% penduduknya)
untuk bencana gempa bumi, tanah longsor, kekeringan, epidemi, gagal teknologi,
dan konflik sosial.
Untuk bencana banjir dan gelombang ekstrim, terlihat bahwa DKI Jakarta memiliki
potensi keterpaparan penduduk yang tertinggi diantara provinsi lainnya, yakni
mencapai 40,10 % penduduknya (banjir) dan 10,24% (gelombang ekstrim).
Untuk bencana tsunami, Banten memiliki potensi keterpaparan penduduk yang
tertinggi diantara provinsi lainnya, yakni mencapai 3,02 %.
Untuk bencana letusan gunung api hanya terdapat di Jawa Barat dengan potensi
keterpaparan penduduk 1,33 %.
Untuk bencana cuaca ekstrim dan kebakaran hutan dan lahan, Jawa Barat memiliki
potensi keterpaparan penduduk yang tertinggi diantara provinsi lainnya, yakni
mencapai 29,12 % (cuaca ekstrim) dan 24,76% (kebakaran hutan dan lahan).
Adapun gambar berikut menampilkan informasi potensi kerugian fisik dan ekonomi
dalam triliun rupiah apabila bencana tersebut terjadi.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 29
Potensi Kerugian Fisik dan Ekonomi Provinsi (Triliun Rp)
2.337,442

Kerugian Fisik & Ekonomi (Trilyun Rp)

2.500,00

0,00

DKI Jakarta

408,912

734,458

1.148,46

1.148,46
734,458
408,912

408,912

380,772

734,458

734,458

Jawa Barat

408,912

399,09
565,423
372,381

326,94
51,599
113,209

45,004

408,912

324,901

734,458

1.148,46

1.148,46

1.038,93

767,992
361,47
14,624

500,00

734,458

1.000,00

408,912

1.500,00

1.148,46

2.000,00

Banten

Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, 2012-2016

Di provinsi Banten, potensi kerugian akibat bencana banjir terlihat sangat tinggi yakni
mencapai 2.337 triliun rupiah. Kondisi ini merupakan kerugian fisik dan ekonomi
terbesar di kawasan JABODETABEKPUNJUR.
Di DKI Jakarta, potensi kerugian fisik dan ekonomi hampir merata untuk 6 jenis
bencana yakni rata-rata mencapai 1.148 triliun rupiah per bencana pada bencana
gempa bumi, banjir, tanah longsor, epidemi dan wabah penyakit, gagal teknologi,
dan konflik sosial.
Di Jawa Barat, potensi kerugian fisik dan ekonomi hampir merata untuk 6 jenis bencana
yakni rata-rata mencapai 734 triliun rupiah per bencana pada bencana gempa bumi,
tanah longsor, kekeringan, epidemi dan wabah penyakit, gagal teknologi, dan konflik
sosial.
Sedangkan gambar berikut ini menampilkan informasi potensi kerusakan lingkungan
dalam hektar apabila bencana tersebut terjadi.

57

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 30
Potensi Kerusakan Lingkungan Provinsi (Ha)

3.749.466

3.752.552

3.752.623

3.752.552

4.000.000

3.696.161

3.749.911

3.753.445

Kerusakan Lingkungan (Ha)

3.500.000

2.040.763

3.000.000
2.500.000

DKI Jakarta

Jawa Barat

941.613

943.536
68.737

69.389

65.930

942.213

912.548
264.415

4.119

8.802
131.361
97.923

69.503

55.248

97.923

35.150

32.382

500.000

68.315
27.945
55.248

1.000.000

670.563

941.345

1.500.000

1.142.105

2.000.000

68.315

58

Banten

Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, 2012-2016

Di Jawa Barat, terdapat 7 jenis bencana dengan indeks kerusakan lingkungan yang
tinggi yakni: tanah longsor, epidemi dan wabah penyakit, kebakaran hutan dan lahan,
kegagalan teknologi, gempa bumi, konflik sosial, dan kekeringan. Rata-rata bencanabencana tersebut akan menyebabkan kerusakan lingkungan sekitar 3,7 juta hektar.
Di DKI Jakarta, terdapat 9 jenis bencana dengan indeks kerusakan lingkungan yang
bervariasi antara 4.119 hektar akibat bencana cuaca ekstrim, sd 69.503 hektar akibat
bencana tanah longsor.
Di Banten, yang menonjol adalah pada bencana kebakaran hutan dan lahan (sekitar
2 juta hektar), dan rata-rata 940 ribu hektar pada bencana epidemi dan wabah
penyakit, gagal teknologi, dan konflik sosial.
Jika dibandingkan terhadap luas wilayah masing-masing provinsi, maka potensi
kerusakan lingkungan untuk ketiga provinsi dapat dilihat pada Gambar 31, sehingga
dapat disimpulkan bahwa:

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 31
Potensi Kerusakan Lingkungan Provinsi (%)
Potensi Kerusakan Lingkungan (%)

211,20

250,00

103,52
105,98
97,45

99,29
106,07
97,65

104,50
106,07
97,51

32,28
27,36
6,20

13,26
3,71
10,13

106,07

104,48
94,44

104,67
106,10

0,99

0,00

5,72

48,77
0,79
5,72

50,00

18,95
10,13

100,00

102,88

150,00

102,88
106,00
97,42

200,00

DKI Jakarta

Jawa Barat

Banten

Sumber: diolah dari RPB DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan dari 2010 Indonesiadata.co.id

Dilihat dari gambar di atas, diketahui terdapat delapan jenis bencana memiliki
persentase yang lebih besar dari 100% seperti pada gempa bumi, tsunami,
tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, epidemi, gagal teknologi
maupun konflik sosial. Hal ini dapat dimungkinkan mengingat dampak kerusakan
lingkungan akibat bencana yang diperkirakan terjadi ini tidak dapat berdasarkan
batas administrasi namun berdasarkan luas wilayah terdampak. Namun demikian
diperlukan klarifikasi lebih lanjut dari BNPB. Sedangkan untuk bencana banjir, potensi
kerusakan lingkungan tertinggi ada di DKI Jakarta mencapai 48,77% wilayahnya yang
akan rusak; Jawa Barat 18,95%, dan Banten 10,13%. Untuk bencana letusan gunung
api akan memberikan dampak bagi 0,99% wilayah Jawa Barat. Bencana gelombang
ekstrim dan abrasi akan berdampak pada 13,26% wilayah DKI Jakarta; 3,71% wilayah
Jawa Barat dan 10,13% wilayah Banten. Adapun bencana cuaca ekstrim akan
berdampak kerusakan lingkungan pada 32,28% wilayah Jawa Barat; 27,36% wilayah
Banten dan 6,20% wilayah DKI Jakarta.
Berdasarkan gambar-gambar di atas, terlihat bahwa potensi dampak berbagai jenis
bencana tersebut akan menimbulkan kerugian dan dampak yang tidak kecil bagi
perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat JABODETABEKPUNJUR dalam kurun
waktu 5 tahun. Sehingga dengan mengetahui kemungkinan dan besaran kerugian,
fokus dalam perencanaan tata ruang wilayah provinsi maupun kabupaten/kota
menjadi lebih efektif, antara lain dapat direncanakan upaya mitigasi bencana yang

59

60

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

tepat sesuai dengan masing-masing bencana dan juga dapat direncanakan kebutuhan
biaya bagi upaya pengurangan risiko bencana tersebut apabila bencana terjadi.
4.4 Kecenderungan Kejadian Bencana di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Berdasarkan analisis kecenderungan kejadian bencana dalam RPB, maka bencana
yang kecenderungannya naik setiap tahun di setiap provinsi adalah banjir. Sedangkan
kegagalan teknologi, cuaca ekstrim dan tanah longsor memiliki kecenderungan
kejadian yang naik di Banten sebagaimana dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7
Kecenderungan Kejadian Bencana
Provinsi

Menurun

Tetap

Naik

DKI Jakarta

kegagalan teknologi, konflik


sosial

gelombang ekstrim dan abrasi,


cuaca ekstrim, epidemi dan wabah
penyakit, gempa bumi, dan
tsunami

banjir

Jawa Barat

gelombang ekstrim dan abrasi,


epidemi dan wabah penyakit,
kebakaran hutan dan lahan,
kegagalan teknologi, dan konflik
sosial

kekeringan, cuaca ekstrim, gempa


bumi, letusan gunung api, tanah
longsor, dan tsunami

banjir

Banten

tsunami, epidemi dan wabah


penyakit, dan konflik sosial

gelombang ekstrim dan abrasi, dan


kebakaran hutan dan lahan

banjir, kegagalan teknologi,


cuaca ekstrim, dan tanah
longsor

Sumber: diolah dari: 1. Peraturan Menteri PU No. 15/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penyusunan RTR KSN
2. Peraturan Kepala BNPB Nomor 4/2008 tentanng Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

Berdasarkan kajian BAPPENAS, 2007, bahwa bencana banjir yang terjadi Februari 2007
(selama 7-10 hari) diperkirakan mengakibatkan total nilai kerusakan dan kerugian
yang diderita oleh masyarakat dan pemerintah mencapai Rp. 5,2 triliun, sementara
kerugian ekonomi tidak langsung (indirect potential economic loss) mencapai Rp. 3,6
triliun. Lebih lanjut disebutkan bahwa mengingat pertumbuhan ekonomi wilayah
Bogor-Depok-Bekasi dan Tangerang didukung oleh sektor industri pengolahan
yang dominan dibandingkan sektor lainnya, maka dampak bencana banjir secara
signifikan berpotensi menurunkan pertumbuhan PDRB daerah Bogor-Depok-Bekasi
sebesar 1,33%, Tangerang sebesar 2,62%, dan Jakarta 0,59% (pada sektor industri
dan perdagangan).
4.5 Profil Risiko Bencana tingkat Provinsi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
4.5.1

Urutan Bencana Risiko Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR


Berdasarkan hasil kajian tingkat risiko bencana masing-masing provinsi
diketahui urutan jenis bencana yang paling tinggirisikonya sampai yang
terendah risikonya yang dapat dilihat pada tabel berikut.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 8
Urutan Jenis Bencana Risiko Tinggi di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten
No.

Jenis Bencana

DKI Jakarta

Jawa Barat

Banten

Gempa Bumi

Tsunami

12

Banjir

Tanah Longsor

10

Letusan Gunung Api

11

11

Gelombang Ekstrim dan Abrasi

Cuaca Ekstrim

Kekeringan

10

Kebakaran Hutan dan Lahan

10

Kebakaran Gedung dan Permukiman

11

Epidemi dan Wabah Penyakit

12

Gagal Teknologi

13

Konflik Sosial

12

Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, 2012-2016

Dapat dilihat bahwa banjir memang merupakan bencana berisiko tinggi pada
urutan pertama di Jawa Barat, urutan ketiga di DKI Jakarta, dan urutan ke-3 di
Banten. Bencana tanah longsor berada pada urutan kedua di Jabar, kedelapan
di DKI Jakarta, dan kesepuluh di Banten. Adapun bencana gempa bumi berada
di urutan ketiga di Jawa Barat, dan kelima di DKI Jakarta dan Banten.
4.5.2

Bencana Prioritas Provinsi Di Kawasan JABODETABEKPUNJUR


Sebagaimana diketahui bahwa hasil pengkajian risiko merupakan dasar
kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Mengingat
adanya keterbatasan dalam sumber daya serta pembatasan kewenangan
daerah, maka dibutuhkan suatu perangkat yang mampu membatasi
intervensi kebijakan secara objektif. Perangkat tersebut sedapat mungkin
mampu memberikan pilihan-pilihan ancaman bencana yang menjadi
prioritas penanggulangan dalam lokus-lokus yang dipilih berdasarkan
standar objektif. Perangkat tersebut disusun berdasarkan penggabungan
parameter tingkat risiko bencana dan hasil analisis kecenderungan kejadian
bencana di daerah. Hasil yang diperoleh berdasarkan penggabungan
parameter-parameter ini adalah bencana-bencana prioritas yang perlu
ditanggulangi secara cepat baik di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, maupun
di Provinsi Banten sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:

61

62

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 9
Bencana Prioritas Provinsi
Provinsi

Bencana Prioritas

Keterangan

DKI Jakarta

1. Banjir
2. Gempa Bumi
3. Gelombang Ekstrim dan Abrasi
4. Cuaca Ekstrim
5. Epidemi dan Wabah Penyakit
6. Tsunami

1 : Potensi terjadinya MENINGKAT dan risiko


TINGGI
2 6: Kecenderungan TETAP dan risiko TINGGI

Jawa Barat

1. Cuaca Ekstrim
2. Tanah Longsor
3. Kekeringan
4. Banjir
5. Letusan Gunung Api
6. Gempa Bumi
7. Tsunami

1 7: Potensi terjadinya cenderung TETAP dan


risiko TINGGI

Banten

1. Tanah Longsor
3. Banjir
4. Kekeringan
5. Gagal Teknologi
6. Cuaca Ekstrim
7. Gempa Bumi
8. Tsunami

1 5: Potensi terjadinya MENINGKAT dan risiko


TINGGI
6 8: Potensi terjadinya MENINGKAT dan risiko
SEDANG

Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 5
Analisis RTR KSN
JABODETABEKPUNJUR
dari Perspektif
Risiko Bencana

63

64

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 5 Analisis RTR KSN


JABODETABEKPUNJUR
dari Perspektif
Risiko Bencana
5.1 Aspek Penanggulangan Bencana dalam RTR KSN
Upaya kaji ulang/evaluasi RTR KSN JABODETABEKPUNJUR dilakukan untuk menilai
kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang di Kawasan JABODETABEKPUNJUR.
Adanya kebijakan penanggulangan bencana yang dituangkan dalam Rencana
Penanggulangan Bencana (RPB) untuk Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten
dengan masa berlaku 5 tahun, juga dengan telah tersedianya peta risiko bencana
dari BNPB skala provinsi (tahun 2012) dengan masa berlaku 5 tahun; akan bermanfaat
untuk mengevaluasi RTR KSN JABODETABEKPUNJUR ini. Input informasi dari
proses penyusunan RPB ketiga provinsi tersebut terutama yang berkaitan dengan
pengenalan ancaman dan kerentanan bencana, serta analisis kemungkinan dampak
bencana (risiko bencana), merupakan informasi yang penting untuk dimasukkan ke
dalam proses penyusunan evaluasi RTR KSN JABODETABEKPUNJUR. Keterkaitan ini
dapat dilihat lebih jelas pada gambar 32.
5.2 Kesesuaian Data Spasial Yang Ada dengan UU No. 4 tahun 2011 tentang
Informasi Geospasial
UU No. 4/2011 tentang Informasi Geospasial (IG) menguraikan bahwa secara umum
IG terbagi menjadi Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik
(IGT). IGD mencakup acuan posisi dan peta dasar, adapun IGT mencakup berbagai
ragam tema, seperti kehutanan, pertanian, perikanan, dan pertambangan. Peta dasar
yang sangat diperlukan bagi perencanaan terdiri dari Peta Rupabumi yang memberikan
informasi secara khusus untuk wilayah darat; Peta Lingkungan Pantai yang memberikan
informasi secara khusus untuk wilayah pesisir dan Peta Lingkungan Laut Nasional yang
memberikan informasi secara khusus untuk wilayah laut.

65

66

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

UU tersebut juga mengamanatkan adanya referensi tunggal, ketersediaan akses yang


dapat dipertanggung jawabkan, keberhasilgunaan dan mendorong penggunaan
IG dalam pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat. Referensi tunggal yang
dimaksud, secara praktis untuk data GIS dalam format shapefile harus dibuat dalam
sistem datum WGS 84 baik menggunakan sistem koordinat tidak terproyeksi
latitude/longitude atau dalam sistem koordinat terproyeksi UTM (Universal Transverse
Mercator). Data yang memiliki informasi ini memungkinkan data dari berbagai sistem
koordinat dan proyeksi tetap dapat ditumpangtindihkan. Bila ada perbedaan misal
garis pantai, batas administrasi maka harus kembali ke acuan dari BIG untuk IGD.
UU No. 4 tahun 2011 juga mengamanatkan penyelenggaraan peta rupabumi Indonesia
pada berbagai skala yang tentunya juga akan menjadi acuan penyelenggaraan skala
pada peta-peta tematik, sebagaimana pada Tabel 10 berikut.

Sumber:

1.
2.

tahap pasca bencana -> R Pemulihan

tahap tanggap darurat -> Rencana Ops

tahap pra bencana-situasi terdapat


potensi bencana -> Rencana
Kontingensi (bencana tertentu)

tahap pra bencana-situasi tidak ada


bencana -> RPB (umum)

alokasi tugas dan peran instansi

dilakukan
melalui

upaya untuk mengurangi


risiko bencana
(pembangunan fisik;
penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi
ancaman bencana)

mitigasi

peringatan dini

pendidikan, penyuluhan,
pelatihan

pengaturan pembangunan,
pembangunan, Infrastruktur,
tata Bangunan

perencanaan dan
pelaksanaan penataan
ruang

tujuan, kebijakan, stretegi antara lain :


- konservasi air tanah
- penanggulangan banjir
struktur ruang
pola ruang:
- kaw. lindung/rawan bencana
- kaw. budidaya

pengolahan dan analisis data


perumusan konsepsi rencana
penyusunan naskah raperpres

pengumpulan informasi

persiapan penyusunan

proses penyusunan RTR KSN


(Permen PU 15/PRT/M/2012)

RTR KSN
JABODETABEKPUNJUR

input informasi yang penting bagi penataan ruang KSN JABODETABEKPUNJUR

pengendalian pemanfaatan ruang

pemanfaatan ruang

perencanaan ruang

mengendalikan
pemanfaatan ruang
sesuai RTR

PELAKSAANAAN
dan penegakan
RTR
dilakukan untuk

kesiapsiagaan

dilakukan melalui
antara lain

mekanisme penanggulangan dampak bencana

pilihan tindakan penanggulangan bencana (pencegahan


dan mitigasi); kesiapsiagaan; tanggap darurat; pemulihan

analisis kemungkinan dampak bencana (risiko)

pengenalan kerentanan (fisik, ek, sos, lingk)

Peraturan Menteri PU No 15/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penyusunan RTR KSN


Perka BNPB Nomor 4 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

proses
penyusunan RPB

RPB adalah rencana penyelenggaraan


penanggulangan bencana suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu yang menjadi salah satu
dasar pembangunan daerah (Perka BNPB No.02
Tahun 2012)

pengenalan dan pengkajian ancaman bencana

Rencana
Penanggulangan
Bencana (RPB)

digunakan sbg landasan penyelenggaraan


penanggulangan bencana untuk mengurangi
risiko bencana

Kajian Risiko Bencana


(dokumen dan peta)

Gambar 32
Aspek Penanggulangan Bencana dalam RTR KSN

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

67

68

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 10
Penyelenggaraan Peta Rupabumi Indonesia

1:1.000.000
1:500.000
1:250.000
1:100.000
1:50.000
1:25.000

BIG

1:10.000
1:5.000
1:2.500
1:1.000

Dapat dilaksanakan oleh K/L namun harus bekerjasama


dengan BIG

Sumber: Badan Informasi Geospasial, 2011

Sedangkan Kementerian Pekerjaan Umum juga telah membuat aturan mengenai


skala penyelenggaran data spasial untuk KSN berdasarkan tipologinya, sebagaimana
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 11
Skala Peta RTR KSN berdasarkan Tipologi KSN
Tipologi KSN
Kawasan pertahanan dan keamanan
(kawasan perbatasan negara dan
wilayah pertanahan)

Kawasan perkotaan yang merupakan


kawasan metropolitan

Skala Peta
Kawasan perbatasan negara:
1) Kawasan perbatasan darat:
a) Yang didominasi kawasan terbangun : 1:25.000 1: 10.000
b) Yang didominasi kawasan non terbangun : 1 : 250.000 1:50.000
2) Kawasan perbatasan laut:
a) Yang keseluruhan merupakan laut 1 : 500000 1: 250.000
b) Yang mencakup pula pulau-pulau kecil 1:25.000 1 : 10.000
a. Wilayah pertahanan: skala peta ditentukan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Minimal 1 : 50.000
a.

KAPET
Kawasan ekonomi khusus (non
KAPET)
Kawasan warisan budaya/adat
tertentu

Minimal 1 : 100.000
kawasan inti dan kawasan penyangga: 1:25.0001:10.000

Kawasan teknologi tinggi

a. kawasan inti: minimal 1:5.000


b. kawasan penyangga: 1:25.0001:10.000

Kawasan SDA di darat


Kawasan hutan lindung-taman
nasional
Kawasan rawan bencana

minimal 1:50.000
1:250.000 1:50.000

a. kawasan inti: minimal 1:5.000


b. kawasan penyangga: 1:25.0001:10.000

1:50.0001:25.000

Kawasan ekosistem termasuk kawasan a. kawasan kritis lingkungan: 1:50.0001:25.000


kritis lingkungan
b. kawasan ekosistem: 1:250.000 1:50.000
Sumber : Permen PU No. 15-PRT-M-2012 tentang Pedoman RTRKSN

Dalam kaitannya dengan Perpres 54/2008, 3 peta yang merupakan bagian tak
terpisahkan dalam Perpres tersebut diselenggarakan dalam skala 1:50.000.
Perpres No.54/2008 Pasal 13 ayat (4): Arahan pengembangan sistem pusat permukiman
digambarkan dalam peta struktur dan pola ruang kawasan JABODETABEKPUNJUR
dengan skala peta 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Data spasial yang digunakan pada Perpres No.54/2008 tercetak pada peta-peta
Lampiran I, II dan III. Lampiran ini berupa peta cetak pada skala 1:150.000 dan dalam
bagian sumber peta-peta itu disebutkan menggunakan acuan Peta RBI Bakosurtanal
skala 1:25.000. Hal ini menunjukkan adanya generalisasi dari skala yang detil ke
skala yang lebih umum, yaitu dari peta dasar 1:25.000 kemudian proses zonasi
dan perencanaan dilakukan pada skala 1:50.000 dan disajikan sesuai ukuran kertas
1:150.000. Sehingga secara kaidah kartografi tidak ada masalah dan pertentangan
dengan penyelenggaraan skala yang umum dilakukan di BIG.
Tantangan pada penyusunan kajian ini adalah mendapatkan data spasial asli yang
digunakan pada penyusunan Perpres tersebut. Beberapa instansi terkait yang
dihubungi sudah tidak menyimpan data spasial asli/mentahnya, mengingat pada
saat penyusunan belum ada infrastruktur penyimpanan data geospasial yang
handal. Untuk memecahkan masalah tersebut dilakukan proses rektifikasi/register
image yang kemudian didigitasi ulang untuk menghasilkan data spasial turunan.
Sehingga data spasial tersebut dapat di tumpangsusunkan dengan peta lainnya
yaitu ancaman, kerentanan dan risiko bencana dalam skala 1:250.000. Digitasi ulang
ini dilakukan untuk data-data zonasi dan titik-titik PKN mengingat ketidaktersediaan
data mentah.
Data ancaman, kerentanan dan risiko bencana dari BNPB dapat diakses on-line
melalui http://geospasial.bnpb.go.id. Data tersebut dalam format GRID (Raster data)
dengan unit piksel 1 Ha dan unit administrasi kecamatan serta dapat dikatakan
setara dengan kedetilan peta skala 1:250.000. Sehingga dapat digunakan untuk
ditumpangsusunkan dengan Peta Tata Ruang untuk level KSN (1:250.000), RTRW
Provinsi (1:250.000). Dan data ini tidak dapat di tumpangsusunkan dengan RTRW
Kabupaten (1:50.000) dan tidak dapat digunakan untuk membuat rute evakuasi.
Informasi ancaman, kerentanan dan risiko ditunjukkan dalam gradasi warna dari
hijau ke merah, dimana hijau menunjukkan ancaman, kerentanan dan/atau resiko
yang rendah sedangkan merah menunjukkan ancaman, kerentanan dan/atau risiko
yang tinggi. Selain itu data ini juga tidak menutupi seluruh wilayah, tergantung unit
analisisnya. Misalnya peta ancaman abrasi hanya menutupi sepanjang zona buffer
garis pantai.
5.3 Analisis Spasial Kesesuaian Penggunaan Lahan Saat ini dengan Arahan Pola
Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Dalam analisis ini, diasumsikan bahwa arahan penggunaan lahan dan zonasinya
dalam peta Struktur dan Pola Ruang pada Perpres No.54/2008 adalah sebagai frame
dalam memahami kondisi penggunaan lahan saat ini. Peta Struktur dan Pola Ruang
tersebut juga akan digunakan sebagai framework untuk memahami ancaman,
kerentanan dan risiko bencana yang dikompilasi BNPB.

69

70

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Zona yang digambarkan dalam Peta Struktur Ruang dan Pola Ruang Kawasan
JABODETABEKPUNJUR telah dihitung luasannya dengan menggunakan GIS,
sebagaimana dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12
Tabel Luasan Arahan Pemanfaatan Ruang per Zona di JABODETABEKPUNJUR
Kode Zona

Luas (Ha)

Luas (Km2)

Persentase (%)

B1

160757.08

1607.57

23.02

B2

95053.59

950.54

13.61

B3

96293.44

962.93

13.79

B4

168403.96

1684.04

24.12

B4/HP

40184.40

401.84

5.76

B5

65946.38

659.46

9.44

B6

1859.98

18.60

0.27

B7

501.52

5.02

0.07

B7/HP

4487.94

44.88

0.64

N1

20416.71

204.17

2.92

N2

44079.05

440.79

6.31

P1

164.65

1.65

0.02

P2

10.24

0.10

0.00

P3

2.92

0.03

0.00

P4

11.93

0.12

0.00

P5

45.76

0.46

0.01

Total

698219.52

6982.20

100

Sumber : Pengolahan data spasial Peta Struktur dan Pola Ruang Perpres No.54/2008, 2013

Dari tabel tersebut terlihat persentase tertinggi adalah zona B4 (perumahan


hunian rendah, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan,
perikanan, peternakan) sebesar 24,12%. Disusul zona B1 (perumahan hunian
padat, perdagangan dan jasa, industri ringan non polutan dan berorientasi pasar)
sebesar 23,02%. Sedangkan zona lindung N1 dan N2 hanya sebesar 2,9% dan 6,31%.
Zona penyangga juga memiliki persentase yang sangat kecil bila dibandingkan
dengan luasan kawasan JABODETABEKPUNJUR secara keseluruhan. Tabel berikut
menunjukkan rincian luasan zona per provinsi.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 13
Rincian Luasan Zona Per Provinsi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Provinsi
Banten

DKI Jakarta

Jawa Barat

Kode Zona

Luas (Ha)

Luas (Km2)

Persentase (%)

B1

27633.69

276.34

20.70

B2

38308.66

383.09

28.70

B3

28576.40

285.76

21.41

B4

1462.58

14.63

1.10

B5

35186.45

351.86

26.36

B6

1498.88

14.99

1.12

N-1

742.29

7.42

0.56

P2

10.24

0.10

0.01

P5

45.76

0.46

0.03

133464.93

1334.65

100

B1

54991.88

549.92

84.57

B2

2245.54

22.46

3.45

B3

6824.02

68.24

10.49

B4

9.70

0.10

0.01

B6

361.10

3.61

0.56

B7

365.61

3.66

0.56

N-1

222.40

2.22

0.34

P3

2.92

0.03

0.00

P4

1.47

0.01

0.00

65024.63

650.25

100

B1

78143.59

781.44

15.64

B2

54502.18

545.02

10.91

B3

60896.29

608.96

12.19

B4

166932.06

1669.32

33.40

B4/HP

40184.40

401.84

8.04

B5

30759.93

307.60

6.16

B7

135.91

1.36

0.03

B7/HP

4487.94

44.88

0.90

N-1

19452.02

194.52

3.89

N-2

44079.05

440.79

8.82

164.65

1.65

0.03

10.46

0.10

0.00

499748.49

4997.48

100

P1
P4

Sumber : Pengolahan data spasial peta struktur dan pola ruang Perpres No.54/2008, 2013

71

72

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Provinsi DKI Jakarta memiliki zona B1 paling tinggi yaitu 84.57% sedangkan kawasan
lindung N-1 dan N-2 tertinggi dimiliki Jawa Barat (yang termasuk dalam kawasan
JABODETABEKPUNJUR) sebanyak N-1 3,8% dan N-2 8,82%.
Data penggunaan lahan saat ini (tahun 2010) yang akan digunakan untuk analisis
adalah hasil interpretasi citra spot 5 yang memiliki resolusi 2,5 meter untuk 1
pikselnya. Hasil interpretasi tersebut dapat digunakan untuk membuat peta dengan
kedetilan skala hingga 1:10.000 dan saat ini digunakan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum untuk melakukan Spatial Gap Analisys. Informasi penggunaan lahan dalam
shapefile hasil digitasi disajikan dalam bentuk kode sebagaimana dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14
Kode Penggunaan Lahan
Kode Penggunaan Lahan

Deskripsi

21

Rumah dibangun

22

Permukiman Kepadatan Tinggi

23

Permukiman Kepadatan Rendah

24

Industri dan Gudang

25

Komersil dan Bisnis

26

Pendidikan dan Fasilitas Umum

27

Fasilitas Pemerintahan

28

Taman dan Pemakaman

29

Pertanian dan Ruang Terbuka

30

Rawa, Sungai dan Kolam

31

Fasilitas Transportasi

32

Semak-Semak dan Hutan

33

Mangrove

35

Fasilitas Rekreasi

9999

Tidak Diketahui

Sumber : ROI BAPPENAS JICA (2004c)

Untuk keperluan analisis, maka data penggunaan lahan eksisting ini akan ditampalkan
dengan arahan zonasi dari Peta Rencana Struktur dan Pola Ruang dari Perpres 54/2008
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar. Perkembangan kawasan Non-Budidaya di
daerah selatan dan utara terlihat tidak banyak berubah dan masih sesuai dengan
arahan pola ruang. Hanya saja ada beberapa pengurangan/degradasi menjadi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

pertanian dan ruang terbuka. Kondisi kawasan Non Budidaya di bagian utara juga
terlihat masih sesuai hanya saja dari segi jumlah dan sebaran tidak terlalu dominan.
Untuk itu zona Non Budidaya di utara perlu dipertimbangkan untuk ditambah.
Gambar 33
Peta Penggunaan Lahan 2010 Terhadap Zonasi Perpres 54/2008

Sumber: Kompilasi dari Peta Administrasi BPS 2009; Landuse Eksisting PU 2010; Peta Struktur dan Pola Ruang Perpres No.54/2008

73

74

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 34
Perbandingan Penggunaan Lahan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR Tahun 2000 dan
Tahun 2010

Sumber : Landuse PU 2010; hasil interpretasi SPOT 5

Tren perubahan penggunaan lahan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR dapat dilihat


dalam perbandingan peta penggunaan lahan 2000 dan 2010 di atas. Peningkatan yang
signifikan adalah penambahan area permukiman kepadatan tinggi (warna kuning)
yang semakin meluas. Terlihat pada tahun 2000, kawasan permukiman kepadan
tinggi berada di sekitar Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Timur, Utara dan Selatan; dan di
tahun 2010 area permukiman telah meluas sampai ke Kota Tangerang, Tangerang
Selatan (Serpong), Kota Depok, Kota Bekasi dan melebar ke Kabupaten Bekasi. Bila
melihat pada area rumah yang dibangun (warna oranye), tren ini juga meluas ke Kota
Bogor, hingga tidak lama lagi (sekitar 5 tahun) akan ada penyatuan permukiman
kepadatan tinggi dari Bogor ke Kota Depok dan DKI Jakarta. Bisa dikatakan trend
perkembangan permukiman kepadatan tinggi ini adalah ke Barat, Selatan dan Timur
DKI Jakarta.
Selain itu untuk area industri dan gudang (warna abu-abu gelap) juga mengalami
peningkatan yang signifikan di bagian selatan kawasan. Hal ini menunjukkan
pertumbuhan yang pesat dalam bidang industri, komersil dan bisnis dengan tren
mengarah ke timur (Kota bekasi dan Kabupaten Bekasi). Hal ini menunjukkan beban
yang semakin meningkat yang ditanggung oleh kawasan JABODETABEKPUNJUR,
yang juga menuntut peningkatan daya dukung lingkungan. Di satu sisi kebutuhan

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

yang meningkat atas pasokan air tanah dari hulu ke hilir, sedangkan peningkatan
lahan terbangun di wilayah hulu (Kota dan Kabupaten Bogor) justru mengurangi
pasokan ini. Belum lagi meningkatnya koefisien limpasan akibat pembangunan
tersebut yang akhirnya bermuara pada masalah banjir.
Semak-semak dan hutan (warna hijau) justru tidak terlihat mengalami perubahan
yang signifikan. Posisinya dominan di daerah hulu (Kabupaten Bogor) dan mangrove
(warna hijau tua) sedikit di daerah pantai (utara). Padahal kawasan ini merupakan
pemasok air tanah, paru-paru dan pendukung kegiatan di PKN dan sekitarnya. Dalam
perspektif bencana kadang daerah hulu ini juga di jadikan sebagai arah evakuasi,
terutama bila dikaitkan bencana yang datangnya dari arah pantai seperti tsunami
dan kenaikan muka air laut atau gelombang ekstrim dan abrasi.
Berdasarkan letak ketinggian dari muka laut, Kawasan JABODETABEKPUNJUR dapat
dibagi menjadi tiga wilayah yakni: wilayah hulu, wilayah tengah dan wilayah hilir,
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35
Pembagian wilayah di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Kawasan BOPUNJUR (Bogor,
Puncak, Cianjur)
Kawasan Penyangga DKI (Depok,
Bekasi, Tangerang, dan lain-lain)

DKI Jakarta

Sumber : Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan BAPPENAS, Januari 2013

Untuk wilayah hulu/atas yang ditetapkan sebagai zona N sangat penting sebagai
wilayah tangkapan hujan, penyerapan/pasokan air tanah, dan pada beberapa kasus
bencana dijadikan sebagai tujuan evakuasi. Untuk kasus JABODETABEKPUNJUR,
kawasan hulu/atas ini adalah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor dan Puncak- Cianjur.
Adapun kondisi penggunaan lahan eksisting zona N1 dan N2 di Kabupaten Bogor
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

75

76

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 15
Penggunaan Lahan Eksisting pada Arahan Zona N1 dan N2 di Kabupaten Bogor
Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No

Penggunaan Lahan

Luas (Ha)

Luas (km2)

Persentase (%)

21. Rumah dibangun

8.81

0.09

0.01

23. Permukiman Kepadatan Rendah

546.95

5.47

0.86

24. Industri dan Gudang

48.56

0.49

0.08

25. Komersil dan Bisnis

29. Pertanian dan Ruang Terbuka

30. Rawa, Sungai dan Kolam

31. Fasilitas Transportasi

32. Semak-semak dan Hutan

0.78

0.01

0.00

12691.19

126.91

20.02

5280.17

52.80

8.33

24.54

0.25

0.04

44805.92

448.06

70.66

63406.93

634.07

100.00

Sumber : Pengolahan data spasial Landuse JABODETABEKPUNJUR 2010, Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Dari tabel di atas terlihat bahwa penggunaan lahan tahun 2010 untuk zona N pada
Kabupaten Bogor masih cukup luas (sekitar 99%). Walaupun demikian kondisi
bencana terutama banjir yang masih terjadi di wilayah hilir menuntut analisis lebih
lanjut. Apakah ada rekayasa teknologi yang dapat mengurangi limpasan permukaan
hujan, misalnya konsep green roof, sumur resapan dan sebagainya.
5.4 Analisis Spasial terhadap Arahan Susunan Pusat-Pusat Perkotaan di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR
Dalam hal ini arahan lokasi pusat-pusat perkotaan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
direpresentasikan dalam peta struktur ruang dengan titik-titik pusat dan sub-pusat
perkotaan. Titik terbesar adalah kota Inti DKI Jakarta yang dikelilingi oleh titik-titik
pusat permukiman yang merupakan kota satelit dan sub-pusat perkotaan (subsatelit). Selain Kota Bekasi dan Kota Bogor, titik-titik pusat perkotaan tersebut berpola
radial mengelilingi DKI Jakarta sebagai pusat PKN.
Perkiraan jarak dan kedekatan antar titik-titik pusat perkotaan dapat dilakukan
dengan analisis geometrik sederhana. Dengan melihat jarak euclidan/jarak udara
akan didapatkan gambaran umum jarak pada jalan (on-road) dengan mengabaikan
barrier-barrier lain seperti perbedaan ketinggian, kemacetan dan sebagainya. Pola
hubungan jarak udara antar pusat perkotaan pada Kawasan JABODETABEKPUNJUR
dapat dilihat pada peta di bawah ini. Dari peta tersebut didapatkan tabel jarak antar
pusat perkotaan yang dilakukan dengan perhitungan GIS. Untuk jarak tersebut yang
cukup penting adalah: jarak terhadap kota inti yaitu DKI Jakarta, jarak paling pendek
antar titik pusat perkotaan dan jarak paling jauh antara titik pusat perkotaan.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 36
Pola Hubungan Jarak Udara Antar Pusat Perkotaan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR

Sumber: Hasil analisis, 2013

Tabel 16
Jarak Pusat Perkotaan ke Kota Inti Jakarta (km)
Kota Inti

Pusat Perkotaan

Jarak (m)

Jarak (km)

Kota Jakarta

Serpong

19738.06

19.74

Kota Jakarta

Kota Bekasi

20390.87

20.39

Kota Jakarta

Cinere

20431.98

20.43

Kota Jakarta

Kota Tangerang

20929.08

20.93

Kota Jakarta

Kota Depok

23347.06

23.35

Kota Jakarta

Cimanggis

25063.55

25.06

Kota Jakarta

Cileungsi

28270.16

28.27

Kota Jakarta

Tambun

29763.84

29.76

Kota Jakarta

Setu

30777.92

30.78

Kota Jakarta

Kota Bogor

47506.39

47.51

Sumber : Hasil pengukuran dari pola hubungan jarak udara antar pusat perkotaan di kawasan JABODETABEKPUNJUR

77

78

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 37
Jarak Pusat Perkotaan Ke Kota Inti Jakarta (km)

50,00
45,00
40,00
35,00
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00

Distance (km)

Sumber : Hasil pengukuran dari pola hubungan jarak udara antar pusat perkotaan di kawasan JABODETABEKPUNJUR

Dengan melihat hubungan antara titiktitik pusat perkotaan terhadap kota inti
Jakarta terlihat bahwa jaraknya hampir sama dan terdistribusi merata antar kota
satelit maupun sub-satelit. Jarak udara terdekat adalah dari kota Serpong dan kota
Bekasi dan Cinere. Sedangkan yang paling jauh adalah antara kota inti Jakarta
dengan Kota Bogor.
Tabel 17
Jarak Terdekat Antar Titik Pusat dan Sub Perkotaan
Kota-1

Kota-2

Jarak (m)

Jarak(km)

Cimanggis

Kota Depok

5938.465048

5.94

Cinere

Kota Depok

6532.125688

6.53

Cileungsi

Cimanggis

8708.616704

8.71

Setu

Tambun

9166.346669

9.17

Kota Bekasi

Tambun

9648.585273

9.65

Sumber : Hasil pengukuran dari pola hubungan jarak udara antar pusat perkotaan di kawasan JABODETABEKPUNJUR

Jarak terdekat antar pusat perkotaan ini penting diperhatikan agar pada saat kota
tersebut berkembang tidak terjadi konurbasi yang menyebabkan potensi ancaman,
kerentanan, dan risiko bencana akan lebih tinggi. Selain itu bentuk kota menjadi tidak
kompak dan berpotensi menimbulkan masalah transportasi (antara lain kemacetan).
Solusi yang dapat diusulkan antara lain dilakukan pengaturan kembali lokasi sistem

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

pusat-pusat perkotaan melalui penggabungan untuk pusat-pusat perkotaan yang


terlalu dekat atau me-review sub-sub perkotaan mana yang akan lebih dominan. Halhal tersebut perlu kajian studi lebih lanjut.
Tabel 18
Jarak Terjauh Antar Titik Pusat dan Sub Perkotaan
Kota-1

Kota-2

Jarak (m)

Jarak (km)

Jakarta

Bogor

47506.38987

47.51

Setu

Tangerang

49042.44089

49.04

Tambun

Bogor

49465.69107

49.47

Tangerang

Bogor

49833.51863

49.83

Tambun

Tangerang

49919.98805

49.92

Sumber : Hasil pengukuran dari pola hubungan jarak udara antar pusat perkotaan di kawasan JABODETABEKPUNJUR

Untuk jarak terjauh perlu diperhatikan terkait efisiensi dalam hal trasportasi atau
pergerakan manusia. Misalnya prioritas untuk jalur transportasi masal antar pusat
perkotaan, sehingga mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang menempuh jarak
jauh. Jarak terjauh ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membentuk
jalur lingkar luar yang menghubungkan pusat perkotaan terjauh dengan pusat
perkotaan lainnya.
5.5 Analisis Potensi Risiko Bencana pada RTR KSN JABODETABEKPUNJUR
Untuk memahami peta ancaman, kerentanan dan risiko BNPB, digunakan Tabel
Komponen Indeks Ancaman Bencana sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 2.
Ada 13 jenis ancaman, kerentanan dan risiko bencana yang di tumpangtindihkan
dengan peta Struktur dan Pola Ruang dari Perpres No.54/2008. Semua peta
ancaman, kerentanan dan risiko tersebut memiliki gradasi dari hijau ke merah yang
menunjukkan tingkat rendah ke tinggi. Dengan demikian untuk analisis spasial dari
data peta ancaman, kerentanan dan risiko dari BNPB dapat dilakukan secara visual
dengan memperhatikan aspek-aspek pada matriks aspek-aspek kebencanaan yang
perlu diperhatikan pada rencana struktur ruang dan rencana pola ruang (Tabel 19).
Dari Peta Ancaman diperoleh gambaran atau representasi suatu wilayah atau
lokasi yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu ancaman atau
bahaya tertentu. Dari Peta Kerentanan diperoleh gambaran atau representasi
suatu wilayah atau lokasi yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu
kerentanan tertentu pada aset-aset penghidupan dan kehidupan yang dimiliki yang
dapat mengakibatkan risiko bencana. Sedangkan dari Peta Risiko Bencana akan
diperoleh gambaran atau representasi suatu wilayah atau lokasi yang menyatakan
kondisi wilayah yang memiliki tingkat risiko tertentu berdasarkan adanya parameterparameter ancaman, kerentanan dan kapasitas yang ada di suatu wilayah.

79

80

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 19
Aspek-Aspek Kebencanaan Yang Perlu Diperhatikan pada Rencana Struktur Ruang
dan Rencana Pola Ruang
Jenis Bencana
JABODETABEKPUNJUR

A. Rencana Struktur Ruang


RTR KSN JABODETABEKPUNJUR

1. Gempa Bumi
2. Tsunami
3. Banjir
4. Tanah Longsor
5. Letusan Gunung Api
6. Gelombang Ekstrim dan Abrasi
7. Angin Puting Beliung/Cuaca
Ekstrim
8. Kekeringan
9. Kebakaran Hutan Lahan
10. Kebakaran Pemukiman
11. Epidemi dan Wabah Penyakit
12. Kegagalan Teknologi
13. Konflik Sosial

1. Sistem Pusat
Permukiman:
PKN Kawasan
Perkotaan
Jakarta kota inti:
1. Jakarta, kota
satelit:
2. Bogor, 3. Depok,
4. Tangerang,
5. Bekasi
Sub Pusat
Perkotaan: 6.
Serpong, 7. Cinere,
8. Cimanggis,
9. Cileungsi, 10.
Setu, 11. Tambun/
Cikarang
JORR 2

2. Sistem Jaringan
Prasarana:
Transportasi Darat,
Laut, Udara
Penyediaan Air
Baku
Pengelolaan Air
Limbah
Drainase dan
Pengendalian
Banjir
Pengelolaan
Sampah
Lainnya

1. Kawasan
Lindung atau Zona
Non-Budidaya (N):
N-1
N-2

2. Kawasan
Budidaya:
Zona Budidaya:
B-1
B-2
B-3
B-4
B-4/HP
B-5
B-6
B-7
B-7/HP
Zona Penyangga:
P-1
P-2
P-3
P-4
P-5

1 Peta Ancaman Bencana

Pusat kegiatan
yang mana yang
berada di lokasi
yang rawan
bencana?

Jaringan prasarana
yang mana yang
berada di lokasi
rawan bencana?

Zona Lindung
yang mana yang
berada pada lokasi
rawan bencana?

Kawasan Budidaya
yang mana yang
berada pada lokasi
rawan bencana?

Sampai batas apa


orang-orang di
pusat kegiatan
sensitif dengan
bencana ?

Sampai batas apa


jaringan prasarana
dan bangunan
sensitif terhadap
kerusakan ?

Kerusakan apa
yang bisa terjadi di
zona lindung?

Kerusakan apa
yang bisa terjadi di
zona budidaya?

Bagian mana dari


sistem perkotaan
yang memiliki
risiko tinggi ?

Bagian mana dari


jaringan prasarana
yang memiliki
risiko tinggi?

Bagian mana dari


zona proteksi yang
memiliki risiko
tinggi?

Bagian mana dari


zona budidaya
yang memiliki
risiko tinggi?

Menunjukkan lokasi yang


memiliki potensi untuk terjadi
bencana berdasarkan sejarah
kejadian bencana,dan analisis
secara geografis, geologi,
geomorfologi, hidrologi, dan
kondisi klimatologi (frekuensi dan
intensitas)
2 Peta Kerentanan Bencana
Menunjukkan eksposure dan
sensitivitas dari populasi (korban),
ekonomi (mata pencaharian),
infrastruktur (kerusakan) dan
lingkungan (degradasi)
3 Peta Risiko Bencana
Menggabungkan antara ancaman
bencana dan kerentanan dan
kapasitas dengan formula risiko
= (ancaman x kerentanan) /
kapasitas. Ancaman yang kecil,
kerentanan yang dikurangi
dan peningkatan kapasitas
menghasilkan risiko yang kecil.

B. Rencana Pola Ruang


RTR KSN JABODETABEKPUNJUR

Sumber: Matrix for Comparison of disaster Risk Maps and RTRW BDRM January 2010, dengan modifikasi
Keterangan: Untuk JABODETABEKPUNJUR, analisis dilakukan pada pola ruang yang sekaligus juga struktur ruang, dengan
penekanan pada pola ruang dan sebagian dari struktur ruang (pusat perkotaan dan jaringan prasarana yang strategis)

Analisis dilakukan pada 13 jenis bencana berdasarkan overlay dari peta ancaman,
kerentanan, dan risiko bencana BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang
JABODETABEKPUNJUR. Langkah kegiatan analisis adalah sebagai berikut:

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

1. Tampilkan hasil tumpangsusun peta ancaman, kerentanan, dan risiko bencana


terhadap peta struktur dan pola ruang JABODETABEKPUNJUR.
2. Amati lokasi yang memiliki tingkat acaman, kerentanan, dan risiko yang tinggi
(warna merah), sedang maupun rendah (warna hijau);
3. Perhatian lebih difokuskan pada lokasi dengan tingkat risiko bencana yang tinggi,
yang diartikan bahwa lokasi tersebut memiliki potensi tinggi terkena dampak
bencana apabila bencana tersebut terjadi dalam kurun waktu 5 tahun;
4. Kemudian dilihat zona dan pusat-pusat kegiatan menurut Perpres No.54/2008 yang
ada di lokasi tersebut dan dilihat pula penggunaan lahan saat ini pada zona tersebut
untuk melihat kesesuaiannya dengan arahan dari Perpres;
5. Susun upaya mitigasi bencana pada lokasi tersebut sebagai upaya pengurangan
risiko bencana yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah yang terkait.
5.5.1

Bencana Banjir dan Upaya Mitigasi Bencana


Peta berikut adalah peta ancaman bencana banjir berdasarkan overlay dari
peta ancaman bencana banjir BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang
JABODETABEKPUNJUR.

Gambar 38
Peta Ancaman Bencana Banjir

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028 dengan Peta Ancaman/
Hazard Bencana Banjir BNPB tahun 2013

81

82

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Ancaman bahaya banjir signifikan dibagian utara baik di Provinsi DKI Jakarta,
Jawa Barat maupun Banten, meliputi zona Budidaya (B), dan Non budidaya (N);
Ancaman juga signifikan untuk tiga titik pusat perkotaan (Jakarta Pusat, kota
Tangerang, kota Bekasi).
1. Kawasan Barat, termasuk wilayah Kota Tangerang, tingkat ancaman
bencana banjir tinggi pada kawasan pertanian dan sawah (zona B5),
kawasan bandara (pada zona B2). Sebagian merupakan kawasan industri
di sepanjang jalan Daan Mogot dan Kapuk, kawasan pergudangan di
daerah Dadap dan Kapuk/Kamal.
2. Kawasan Timur, tingkat ancaman bencana banjir tinggi pada kawasan
yang direncanakan pada Perpres No.54/2008 sebagai zona B5 (pertanian
lahan basah beririgasi teknis). Ada kecenderungan konversi dari B5 ke B1
juga. Ancaman banjir cukup luas akibat topografi.
Peta berikut ini adalah peta risiko bencana banjir berdasarkan overlay dari
peta kerentanan terhadap bencana banjir BNPB terhadap peta struktur dan
pola ruang JABODETABEKPUNJUR.
Gambar 39
Peta Kerentanan Bencana Banjir

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Banjir BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Terlihat kerentanan banjir signifikan untuk bagian utara Provinsi DKI Jakarta,
sebagian Kota Tangerang dan sebagian Bekasi sebelah timur sebagaimana
terlihat pada peta ancamannya.
Kemudian peta berikutnya adalah peta risiko bencana banjir berdasarkan
overlay dari peta risiko bencana banjir BNPB terhadap peta struktur dan pola
ruang JABODETABEKPUNJUR.
Gambar 40
Peta Risiko Bencana Banjir

1
3
3

Wilayah
Wilayah
risiko
risiko
banjir rendahbanjir
sedang.
Rencana
ruang
rendah

sedang.
Rencana
ruang

Wilayah
Wilayah
risiko
banjirrisiko
tinggi.banjir
Rencana
tinggi.
ruang
untuk
Rencana
permukiman
ruang untuk
padat.
permukiman
Isu reviu:
padat.
manajemen
Isu
reviu:
risiko
bencana
manajemen
(kesiapsiagaan,
risiko
bencana
(kesiapsiaga
an,

22

Wilayah
risiko risiko
banjir banjir
sedang Wilayah
tinggi.
sedang-tinggi.
Rencana
ruangruang
di dominasi
Rencana
di domisasi
lindung, lahan basah dan
lindung, lahan basah dan
permukiman padat-sedang.
permukiman padat-sedang.
Isu reviu:
Optimalkah

Isu
reviu:
Optimalkah
rencana
alokasi ruang
rencana
alokasi
ruang ini?
ini?
PerluPerlu
dipertimbangkan
alternatif
dipertimbangkan
peruntukan
ruang
yang lebihruang
alternatif
peruntukan
optimal
dengan
risiko yang
ada?
yang
lebih optimal
dengan

risiko yang ada?


Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Banjir BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Risiko bencana banjir signifikan dibagian utara baik di Provinsi DKI Jakarta,
Jawa Barat maupun Banten. Meliputi zona Budidaya (B1, B6, B7) dan Non
budidaya (N1). Juga signifikan untuk 3 titik Pusat Perkotaan (Jakarta Pusat,
kota Tangerang, kota Bekasi).

83

84

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

1. Kawasan Barat; tingkat risiko sedang cenderung rendah akibat kepadatan


infrastruktur yang masih rendah terkait juga dengan area pendukung
sekitar bandara (zona B2 dan B5). Risiko cenderung meningkat apabila
ada pembangunan infrastruktur strategis (misalnya pembangunan jalan
tol dan rel kereta api ke arah Serpong atau Kalideres) atau konversi dari
B2 (perumahan hunian sedang, perdagangan dan jasa, industri padat
tenaga kerja), maupun B5 (pertanian lahan basah beririgasi teknis) ke
B1 (perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, industri ringan
non polutan dan berorientasi pasar). Hal tersebut juga berpotensi
meningkatkan risiko dan frekuensi bencana banjir yang merugikan serta
mengancam kehidupan manusia. Perlu dikembangkan pengelolaan
lingkungan yang tepat untuk melindungi kawasan bandara dari bencana
banjir, dan perlu studi lebih lanjut untuk melakukan realokasi arahan
penggunaan lahan menjadi kawasan lindung berupa situ, hutan bakau
atau hutan kota.
2. Kawasan Timur; tingkat risiko sedang cenderung tinggi akibat
perkembangan kawasan industri, pergudangan dan pusat transportasi
di Pulo Gadung dan pertumbuhan permukiman. Banjir juga sampai
menyebabkan kerugian di kawasan industri Pulo Gadung tahun 2012
yang lalu. Sebagian kawasan pada tingkat risiko sedang menurut
rencana dalam Perpres No.54/2008 adalah zona B5 (pertanian lahan
basah beririgasi teknis). Perlu dipertimbangkan untuk dicarikan alternatif
lain selain untuk pertanian mengingat kurang optimal penggunaannya
apalagi bila banjir datang. Perlu dipertimbangkan alternatif peruntukan
ruang yang lebih optimal di kawasan. Alternatifnya antara lain: konversi
dari sawah ke biofarming (tambak), atau menjadi situ dan hutan kota
untuk meningkatkan daya dukung dan kualitas lingkungan sekaligus
tempat wisata. Perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk melakukan
realokasi penggunaan lahan tersebut.
3. Kawasan Tengah; merupakan wilayah DKI Jakarta, tingkat risiko cenderung
tinggi, sudah terlampau padat, menurut Perpres direncanakan sebagai
zona B1 (perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, industri
ringan non-polutan dan berorientasi pasar), juga di kawasan pantai utara
Jakarta padazona B6 (perumahan hunian rendah dengan KZB maksimal
50%), B7 (perumahan hunian rendah dengan KZB maksimal 40%) dan N1
(kawasan hutan lindung, resapan air, kawasan pantai berhutan bakau).
Upaya mitigasi bencana banjir dengan risiko bencana yang tinggi pada zona
B1 antara lain:

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

sangat diperlukan untuk membangun infrastruktur kesiapsiagaan


agar masyarakat dapat lebih tangguh menghadapi bahaya antara lain
penyusunan rencana kontingensi dimana diperlukan koordinasi antar
K/L, dan pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan masyarakat maupun
Pemerintah Kecamatan/Kelurahan dalam menghadapi bencana banjir;
perlu dipertimbangkan pula pergeseran paradigma menuju
penggunaan lahan intensif (diperlukan arahan tentang intensitas ruang,
pengaturan kawasan budidaya dengan instrumen KZB, KDB, KLB), misal
pembangunan hunian vertikal (KDB ditekan sedang, KLB besar atau
sangat besar, KZB ditekan sekecil mungkin), pelarangan/pengurangan
hunian satu tingkat, transportasi masal, penataan bantaran sungai
Ciliwung melalui penertiban bangunan ilegal, penerapan sistem polder,
normalisasi kali Ciliwung dan seterusnya;
selain itu perlu juga memperkuat bangunan dan infrastruktur yang
berpotensi terkena bencana;
Sehubungan dengan risiko bencana banjir yang tinggi akan mengenai
struktur pusat perkotaan di Jakarta Pusat pada kawasan Medan Merdeka
yang merupakan pusat kegiatan primer; perlu dipertimbangkan bagi
pembangunan dan pemulihan kapasitas polder dan pemompaan di
polder (misal di wilayah Istana Merdeka);
Kesemuanya harus didukung oleh Pemprov. DKI Jakarta untuk segera
menyusun RDTR berbasis mitigasi bencana banjir di Kota Jakarta Utara
dan Kota Jakarta Pusat.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut
ini:
Tabel 20
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Banjir
Bencana Banjir

Kondisi Bencana

Peta Ancaman

Ancaman bahaya banjir signifikan di bagian utara baik untuk


Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat maupun Banten. Meliputi
zona Budidaya terutama B5, dan Non budidaya (N) dan
Penyangga. Bahkan ancaman juga signifikan untuk tiga titik
pusat perkotaan

Peta
Kerentanan
Peta Risiko

Penggunaan Lahan Saat ini

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan tinggi,
Kerentanan banjir signifikan untuk bagian utara Provinsi DKI pertanian dan lahan terbuka,
Jakarta, sebagian Kota Tangerang dan sebagian Bekasi Timur. industri dan gudang, pendidikan
dan fasilitas umum, fasilitas
Risiko Bencana banjir signifikan dibagian utara baik untuk
transportasi, rumah dibangun.
Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat maupun Banten., meliputi
zona Budidaya terutama B5, dan Non budidaya (N) dan
Penyangga. Bahkan ancaman juga signifikan untuk tiga titik
pusat perkotaan

Sumber : Hasil analisis, 2013

85

86

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

5.5.2

Bencana Tanah Longsor dan Upaya Mitigasi Bencana


Peta berikut adalah peta ancaman bencana tanah longsor berdasarkan
overlay dari peta ancaman bencana tanah longsor BNPB Tahun 2012 terhadap
peta struktur dan pola ruang JABODETABEKPUNJUR.

Gambar 41
Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman /Hazard Bencana Tanah Longsor BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Berbeda dengan banjir yang mengancam pantai utara, maka ancaman


bencana tanah longsor sangat signifikan terjadi di bagian selatan
JABODETABEKPUNJUR yakni di Kabupaten Bogor pada zona B4 dan B4/HP.
1. Kawasan Barat Kabupaten Bogor; ancaman tinggi pada zona B4
(perumahan hunian rendah, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering,
perkebunan, perikanan, peternakan), dan zona B4/HP (kawasan hutan
produksi tetap atau terbatas sesuai peraturan per Undang-undangan).
Kawasan ini dipengaruhi oleh topografi, terdapat di daerah Cipanas,
Sukajaya, Jasinga, Cigudeg, dan Nanggung. Arahan penggunaan lahan
menurut Perpres No.54/2008 sudah cukup tepat sebagai kawasan lindung;

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

2. Kawasan Timur Kabupaten Bogor; ancaman tinggi pada zona B4


(perumahan hunian rendah, pertanian lahan basah, pertanian
lahan kering, perkebunan, perikanan, peternakan), dan dipengaruh
topografi di daerah Citeureup, Babakanmadang, Sukamakmur, Cisarua,
Megamendung, dan Ciawi.
Kemudian berikut adalah peta kerentanan bencana tanah longsor
berdasarkan overlay dari peta kerentanan bencana tanah longsor BNPB
Tahun 2012 terhadap peta struktur dan pola ruang JABODETABEKPUNJUR.
Gambar 42
Peta Kerentanan Bencana Tanah Longsor

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Tanah Longsor BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Kerentanan bencana tanah longsor signifikan di Kota Bogor dan Kota Jakarta
Timur pada zona B.

87

88

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Berikut peta risiko bencana tanah longsor berdasarkan overlay dari peta
risiko bencana tanah longsor BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang
JABODETABEKPUNJUR.
Gambar 43
Peta Risiko Bencana Tanah Longsor

Wilayah
Wilayah
risiko
risiko
longsor
longsor
i i

Wilayah
Wilayah
risikorisiko
longsor
longsor
d

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Tanah Longsor BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Risiko bencana tanah longsor sangat signifikan pada zona B4 dan B4/HP di
Kabupaten Bogor.
1. Kawasan Barat Kabupaten Bogor: risiko sedang cenderung tinggi,
jumlah penduduk rendah. Arahan penggunaan lahan menurut Perpres
No.54/2008 sudah cukup tepat sebagai kawasan lindung; sehingga
perlu diperkuat manajemen risiko dengan pengetatan penggunaan
lahan agar tidak terjadi konversi dari perumahan hunian rendah menjadi
perumahan hunian sedang atau padat. Perlu studi lebih lanjut untuk
menilai tren konversi lahan di wilayah ini.
2. Kawasan Timur Kabupaten Bogor: risiko sedang cenderung tinggi. Akan
meningkat bila penggunaan lahan untuk pemukiman dan pembangunan
infrastruktur juga meningkat. Perlu studi lebih lanjut untuk menilai tren
konversi lahan di wilayah ini.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 21
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Tanah Longsor
Bencana Tanah Longsor

Kondisi Bencana

Peta Ancaman

Ancaman bencana tanah longsor sangat signifikan di


Kabupaten Bogor pada zona B4, B4/H

Peta Kerentanan

Kerentanan bencana tanah longsor signifikan di Kota


Bogor dan Kota Jakarta Timur pada zona B

Peta Risiko

Risiko bencana tanah longsor sangat signifikan di


Kabupaten Bogor pada zona B4, B4/HP

Penggunaan Lahan Saat ini

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka

Sumber : Hasil analisis, 2013

5.5.3

Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi dan Upaya Mitigasi Bencana


Berikut adalah peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana Gelombang
Ekstrim dan Abrasi. Bencana abrasi pantai ini berupa garis lurus sepanjang
pantai dan cenderung dominan di bagian utara yang merupakan daerah hilir
bagi Kawasan JABODETABEKPUNJUR.

Gambar 44
Peta Ancaman Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/Hazard Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai BNPB tahun 2013
dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

89

90

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Dari peta ancaman di atas terlihat bencana abrasi dominan di sepanjang


pantai utara Jakarta dan pantai utara Provinsi Banten, dalam hal ini
Kabupaten Tangerang. Sedangkan untuk pantai utara Jawa Barat cenderung
rendah. Untuk wilayah dengan ancaman yang rendah atau tidak ada bisa
dianggap pula terjadi proses sebaliknya yaitu pengendapan yang berarti
juga pendangkalan tinggi muka air laut.
1. Pantai utara Kabupaten Tangerang, mulai dari pantai Dadap hingga
Tanjung Pasir ancaman abrasi pantai cukup signifikan dan sedang
cenderung tinggi. Pada perbatasan antara Kabupaten Tangerang
dengan DKI Jakarta justru tidak terlihat ancaman yang signifikan, justru
memberikan indikasi adanya pengendapan/pendangkalan.
2. Pantai utara DKI Jakarta ancaman abrasi cenderung tinggi pada zona B1,
B6, B7 dan N1. Pada kawasan ini saat ini sudah padat dengan perumahan
baru yang semakin berkembang ke pantai dan infrastruktur sepanjang
garis pantai (tol ke bandara, pelabuhan Muara Angke dan Tanjung Priok).
Selain itu ada isu penurunan muka air tanah dan penurunan daya dukung
akibat minimnya zona non budidaya dan berkurangnya lahan bakau.
Gambar 45
Peta Kerentanan Bencana Abrasi
Kerentanan bencana abrasi sedang di pantai utara Jakarta.

11

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai BNPB tahun 2013
dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 46
Peta Risiko Bencana Abrasi

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai BNPB tahun 2013 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

3. Risiko bencana abrasi pantai cenderung tinggi di sepanjang pantai utara


DKI Jakarta di Zona B1, B6, B7, N1 akibat perkembangan kawasan industri,
pergudangan, pelabuhan Muara Angke dan pelabuhan Tanjung Priok, serta
pertumbuhan permukiman baru sepanjang pantai. Mengingat hampir
sebagian besar adalah kawasan terbangun, maka upaya mitigasi yang dapat
dilakukan antara lain:

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana kontingensi);


Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi bencana
gelombang ekstrim;
Penguatan bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana;
Peremajaan pantai dengan penanaman vegetasi bakau pada zona N;
Pertimbangan untuk menata ulang kawasan permukiman yang berada
di pinggir pantai.

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:

91

92

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 22
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Abrasi
Bencana Abrasi

Kondisi Bencana

Penggunaan Lahan Saat ini

Peta Ancaman

Ancaman bencana gelombang ekstrim dan abrasi signifikan di


pantai utara Jakarta dan Tangerang pada zona B1, B6, B7 dan N1

Peta Kerentanan

Kerentanan signifikan di zona P3 DKI Jakarta

Peta Risiko

Risiko signifikan di Zona B1, B6, B7, N1 untuk kawasan pantai


utara DKI Jakarta

Permukiman kepadatan
tinggi, industri dan gudang,
komersil dan bisnis,
perairan, rawa, sungai dan
kolam; pertanian dan ruang
terbuka

Sumber : Hasil analisis, 2013

5.5.4

Bencana Cuaca Ekstrim/Angin Putting Beliung dan Upaya Mitigasi


Bencana
Berikut adalah peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana cuaca ekstrim/
puting beliung berdasarkan overlay dari peta risiko bencana BNPB terhadap
peta struktur dan pola ruang JABODETABEKPUNJUR.

Gambar 47
Peta Ancaman Bencana Cuaca Ekstrim

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman / Hazard Bencana Cuaca Ekstrim/ Puting Beliung BNPB tahun 2013 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Untuk daerah yang signifikan adalah di Provinsi Jawa Barat, yakni:


1. Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, ancaman cenderung tinggi pada
zona B1, B3, B4.
2. Kabupaten Bogor signifikan pada zona B4.
Gambar 48
Peta Kerentanan Bencana Cuaca Ekstrim

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Cuaca Ekstrim/ Puting Beliung BNPB tahun 2013 dengan
Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Untuk kerentanan bencana cuaca ekstrim sebagaimana terlihat pada peta


berikut tampak tidak signifikan. Sebagian besar untuk wilayah Barat dan
Timur kawasan JABODETABEKPUNJUR cenderung rendah dan ada yang
mendekati sedang.

93

94

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 49
Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim/ Puting Beliung BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Untuk risiko bencana cuaca ekstrim:


1. Risiko sedang cenderung tinggi di Kabupaten Bekasi pada zona B4,
B4/HP, B7, dan ada sedikit B1. Upaya mitigasi dapat dilakukan dengan:
penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban
angin, meningkatkan kesiapsiagaan.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 23
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Cuaca Ekstrim
Bencana Cuaca Ekstrim

Kondisi Bencana

Peta Ancaman

Ancaman cuaca ekstrim signifikan di Kab Bekasi, pada zona B4,


B4/HP dan B7

Peta Kerentanan

Kerentanan cuaca ekstrim tidak terlalu signifikan

Peta Risiko

Risiko cuaca ekstrim signifikan di Kab Bekasi, pada zona B4, B4/
HP dan B7

Sumber : Hasil analisis, 2013

Penggunaan Lahan
Saat ini

Sawah, lahan terbangun


dan permukiman

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

5.5.5

Bencana Gempa Bumi dan Upaya Mitigasi Bencana


Berikut adalah peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana gempa bumi
berdasarkan overlay dari peta risiko bencana BNPB terhadap peta struktur
dan pola ruang JABODETABEKPUNJUR.

Gambar 50
Peta Ancaman Bencana Gempa Bumi

2
1

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/Hazard Bencana Gempa Bumi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Ancaman gempa bumi cenderung sedang untuk Kabupaten Bogor dan


Kota Bogor. Selain kedua wilayah tersebut, sebagian kecil Tangerang
bagian selatan juga memiliki ancaman bencana gempa bumi yang
cenderung sedang.
1.

Kota Bogor, merupakan daerah hulu dengan karakteristik permukiman


yang cenderung padat, zona B1. Kawasan ini sudah cenderung padat
dengan pertumbuhan kota yang mulai menyatu/menuju Kota Depok
sepanjang jalur transportasi dari Kota Bogor menuju Jakarta.
2. Kabupaten Bogor merupakan wilayah hulu dengan karakteristik kawasan
lindung, zona N-1 dan N-2 juga terdapat arahan kawasan budidaya zona
B4 dan dominan, B1, B2, dan B3 yang tersebar di seluruh wilayah.

95

96

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 51
Peta Kerentanan Bencana Gempa Bumi

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gempa Bumi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Kerentanan bencana gempa bumi signifikan untuk Kota Jakarta Timur dan
Kota Bogor. Kerentanan di kedua lokasi ini sedang cenderung tinggi.
1. Kota Jakarta Timur, merupakan daerah hilir dengan zona B1 yang
dominan, ada konversi dari permukiman padat horizontal menjadi
vertikal. Terlihat dari banyaknya pembangunan apartemen dan rumah
susun yang cenderung meningkat.
2. Kota Bogor, merupakan wilayah hulu dengan zona B1.
Sedangkan untuk risiko bencana gempa bumi, signifikan untuk Provinsi
Banten meliputi: Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang termasuk Tangerang
Selatan, kemudian Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kota
Bekasi.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 52
Peta Risiko Bencana Gempa Bumi

55

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gempa Bumi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

1. Provinsi Banten, meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan


Kota Tangerang Selatan, tingkat risiko tinggi. Untuk Kota Tangerang
dan Tangerang Selatan dominan pada zona B1, sedangkan Kabupaten
Tangerang dominan zona B5, B2 dan B3;
2. Kota Bogor, tingkat risiko tinggi, dominan zona B1;
3. Kabupaten Bogor, merupakan bagian hulu dari KSN JABODETABEKPUNJUR,
tingkat risiko tinggi meliputi zona budidaya dan non budidaya. Zona N-1
dan N-2 dan diselingi zona-zona B4, B4/HP, B2 dan B3;
4. Kota Depok, tingkat risiko tinggi, dominan zona B1;
5. Kota Bekasi, tingkat risiko tinggi, dominan zona B1.
Terlihat risiko bencana gempa bumi ini lebih dominan ke wilayah kota
satelit dan sub-perkotaan di sekeliling kota inti Jakarta. Dan bila dilihat dari
hubungan hulu-hilir, maka bagian hulu dan tengah memiliki risiko yang
cenderung tinggi untuk bahaya gempa bumi. Upaya mitigasi yang dapat
diusulkan antara lain:

97

98

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Pada zona B-1:


perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana kontingensi);
Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi bencana gempa
bumi;
Penguatan bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana;
Pada zona B5, B2 dan B3:

Mengingat arahan penggunaan lahan pada zona B5 sudah sesuai


dengan Pepres No.54/2008 sebagai kawasan pertanian lahan basah
beririgasi teknis, yang diperlukan adalah penguatan manajemen risiko
dan pengendalian konversi pada zona B2 (perumahan hunian sedang)
dan B3 (perumahan hunian rendah); yakni dengan pengetatan
penggunaan lahan agar tidak terjadi konversi dari perumahan hunian
rendah menjadi perumahan hunian sedang atau padat. Perlu studi
lebih lanjut untuk menilai tren konversi lahan di wilayah ini.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas
dikaitkan dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi
tabel berikut ini:
Tabel 24
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Gempabumi
Bencana Gempa
Bumi

Kondisi Bencana

Peta Ancaman

Ancaman gempa bumi signifikan untuk Kabupaten Bogor


sebagian zona N dan B

Peta Kerentanan

Kerentanan gempa bumi signifikan untuk Kota Bogor dan


Kota Jakarta Timur pada zona B

Peta Risiko

Risiko gempa bumi signifikan untuk sebagian Provinsi


Banten dan Jawa Barat untuk zona B maupun N. 8 pusat
kegiatan signifikan risiko gempa bumi.

Penggunaan Lahan Saat ini

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang terbuka,
komersil dan bisnis, permukiman
kepadatan tinggi

Sumber : Hasil analisis, 2013

5.5.6

Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan dan Upaya Mitigasi Bencana

Berikut adalah peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana kebakaran


hutan dan lahan berdasarkan overlay dari peta risiko bencana BNPB
terhadap peta struktur dan pola ruang JABODETABEKPUNJUR.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 53
Peta Ancaman Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman /Hazard Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan BNPB tahun 2013 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Untuk ancaman kebakaran hutan dan lahan signifikan hanya di


Kabupaten Bogor dengan kondisi sedang cenderung rendah.
1. Bagian barat Kabupaten Bogor meliputi kecamatan Cipanas dan
Sukajaya. Pada arahan pernggunaan lahan dominan N-2, B4 dan B4/
HP. Sedangkan penggunaan lahan saat ini berupa pertanian dan ruang
terbuka, semak-semak dan hutan.

Untuk kerentanan bencana kebakaran hutan dan lahan di semua


Kawasan JABODETABEKPUNJUR cenderung rendah.

99

100

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 54
Peta Kerentanan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan BNPB tahun 2013 dengan
Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Gambar 55
Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Untuk risiko bencana kebakaran hutan dan lahan ada dua titik yang cukup
signifikan dengan tingkat risiko sedang.
1. Bagian Barat Kabupaten Bogor, meliputi kawasan Cipanas dan Jasinga,
dominan N2, B4 dan B4/HP.
2. Bagian Timur Kabupaten Bogor, meliputi kawasan Gunung Gede
Pangrango, Ciawi, Cisarua, Caringan dan sebagian kawasan
Megamendung. Daerah ini dominan N2.
Mengingat arahan penggunaan lahan sudah sesuai dengan Perpres
No.54/2008, maka upaya mitigasi yang diperlukan adalah penguatan
manajemen risiko dengan:
pengetatan penggunaan lahan agar tidak terjadi konversi dari perumahan
hunian rendah menjadi perumahan hunian sedang atau padat. Perlu
studi lebih lanjut untuk menilai tren konversi lahan di wilayah ini;
pembangunan infrastruktur antara lain dengan:
- Pembuatan waduk di daerah sekitar untuk pemadaman api;
- Pembuatan sekat penghalang api, terutama antara lahan perumahan
hunian rendah, perkebunan, pertanian, dengan hutan;
- Pembuatan hujan buatan.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 25
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Kebakaran Hutan dan
Lahan
Bencana Kebakaran
Hutan Lahan

Kondisi Bencana

Peta Ancaman

Ancaman bahaya kebakaran hutan lahan signifikan di


Kabupaten Bogor pada zona N, B4/HP dan B4

Peta Kerentanan

Kerentanan bahaya kebakaran hutan lahan signifikan di


Kabupaten Bogor pada zona N, B4/HP dan B4

Peta Risiko

Risiko bahaya kebakaran hutan lahan cukup signifikan di


Kabupaten Bogor pada zona N, B4/HP dan B4

Penggunaan Lahan
Saat ini

Semak-semak dan
hutan, pertanian dan
ruang terbuka

Sumber : Hasil analisis, 2013

5.5.7

Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit dan Upaya Mitigasi Bencana


Berikut adalah peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana epidemi dan
wabah penyakit berdasarkan overlay dari peta risiko bencana BNPB terhadap
peta struktur dan pola ruang JABODETABEKPUNJUR.

101

102

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Untuk ancaman bencana epidemi dan wabah penyakit hampir semua wilayah
JABODETABEKPUNJUR menunjukkan tingkat ancaman yang rendah.
Untuk kerentanan bencana epidemi dan penyakit dominan di Kota Bogor
dan Kota Jakarta Timur.
Gambar 56
Peta Ancaman Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/Hazard Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit BNPB tahun 2013 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 57
Peta Kerentanan Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit BNPB tahun 2013 dengan
Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Gambar 58
Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

103

104

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Risiko bencana epidemi sedang pada zona B DKI Jakarta dan di Jawa
Barat pada zona B.
1. Kota inti Jakarta (Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan, Timur), risiko
bencana epidemi sedang pada zona B;
2. Cinere, Kota Depok, Kota bogor, Cimanggis, Cileungsi, Setu, Tambun,
Kota Bekasi, risiko bencana sedang pada zona B;
3. Kota Bogor, tingkat risiko sedang pada zona B.
Mengingat wilayah yang berisiko sudah padat, diperlukan penanganan yang
terpadu lintas sektoral terkait untuk memahami risiko bila wabah terjadi
serta bagaimana cara-cara menghadapinya melalui kegiatan sosialisasi yang
berkesinambungan. Diperlukan studi lebih lanjut tentang pengendalian faktor
risiko dan deteksi secara dini. Upaya mitigasi dari sisi tata ruang diusulkan
untuk dipertimbangkan perencanaan dan pembangunan rumah sakit khusus
yang menangani wabah penyakit tertentu.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 26
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Epidemi
Bencana Epidemi (Demam
Berdarah, HIV/AIDS, Campak)

Kondisi Bencana

Peta Ancaman

Ancaman bencana epidemi rendah untuk


seluruh kawasan JABODETABEK-PUNJUR

Peta Kerentanan

Kerentanan epidemi signifikan untuk Kota


Jakarta Timur dan Kota Bogor

Peta Risiko

Risiko bencana epidemi agak signifikan untuk


sembilan pusat kegiatan, pada zona B DKI
Jakarta dan Jawa Barat.

Penggunaan Lahan Saat ini

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan tinggi,
pertanian dan lahan terbuka,
industri dan gudang, pendidikan
dan fasilitas umum, fasilitas
transportasi, rumah dibangun

Sumber : Hasil analisis, 2013

5.5.8

Bencana Kekeringan dan Upaya Mitigasi Bencana


Kekeringan akan berdampak terutama pada kegiatan pertanian, baik
persawahan, perkebunan dan perikanan. Efek yang dirasakan bisa berupa
gagal panen, kerugian pertanian, meningkatnya kebutuhan akan air bersih,
produksi perikanan dan berkurangnya pasokan air tawar permukaan maupun
bawah tanah.
Berikut adalah peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana kekeringan
berdasarkan overlay dari peta risiko bencana BNPB terhadap peta struktur
dan pola ruang JABODETABEKPUNJUR.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 59
Peta Ancaman Bencana Kekeringan

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Kekeringan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Terlihat pola untuk wilayah utara cenderung rendah dan ancamannya semakin
meninggi ke arah selatan. Wilayah utara Jakarta, Tangerang dan Bekasi memang
aslinya merupakan ekosistem rawa, yang kemudian diolah menjadi kawasan
persawahan. Di RTR KSN pun arahan penggunaan lahannya untuk wilayah
utara Tangerang adalah B5, sedangkan Jakarta karena kebutuhan permukiman
yang sangat tinggi, rawa-rawa di bagian utara sudah dikonversi menjadi B1.
Ancaman bencana kekeringan ini signifikan di bagian selatan untuk Kabupaten
Bogor pada zona N dan B-4, B4/HP.

105

106

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 60
Peta Kerentanan Bencana Kekeringan

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Kekeringan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Kerentanan bencana kekeringan signifikan di bagian selatan dan tersebar


merata di bagian tengah pada zona N dan B.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 61
Peta Risiko Bencana Kekeringan

22

11

33

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Kekeringan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Untuk risiko kekeringan di beberapa lokasi terlihat sangat tinggi.


1. Bagian Barat Kabupaten Bogor pada zona N, termasuk wilayah Parung,
Tigaraksa dan Gunung Sindur. Sebagian besar penggunaan lahannya
adalah kebun campuran, tegalan dan sedikit sekali persawahan.
2. Bagian utara Kabupaten Bekasi, dari mulai Muara Gembong sampai
dengan perbatasan Cilincing. Penggunaan lahan utamanya adalah
persawahan dan tambak dan sudah tepat dengan arahan Perpres
54/2008 yakni B5 (pertanian lahan basah beririgasi teknis) dengan
diselingi N-1 dan N-2. Adanya risiko kekeringan yang tinggi pada kedua
wilayah ini dapat menyebabkan gagal panen karena kekurangan air. Perlu
dipertimbangkan untuk konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi
dengan pembuatan check dam dan reboisasi. Selain itu juga pengenalan
pola tanam dan penanaman jenis tanaman yang bervariasi.
3. Bagian selatan Kabupaten Bogor, meliputi wilayah Citereup, Cileungsi
dan Kelapa Nunggal dengan penggunaan lahan saat ini berupa
pertanian dan ruang terbuka. Selain itu dalam arahan penggunaan lahan
berupa B4 dan B4/HP. Perlu dipertimbangkan untuk pengelolaan air

107

108

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

secara bijaksana, yaitu dengan mengganti penggunaan air tanah dengan


penggunaan air permukaan dengan cara pembuatan waduk, pembuatan
saluran distribusi yang efisien.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 27
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Kekeringan
Bencana
Kekeringan

Kondisi Bencana

Penggunaan Lahan Saat ini

Peta Ancaman

Ancaman bencana kekeringan ini signifikan di bagian selatan


Kabupaten Bogor pada zona N dan B4, B4/HP

Peta
Kerentanan

Kerentanan bencana kekeringan signifikan di bagian selatan dan


tersebar merata di bagian tengah pada zona N dan B

Peta Risiko

Risiko bencana kekeringan tersebar merata dari Kabupaten. Bogor,


Kab. Bekasi pada zona N dan B4 dan B4/HP, B7 dan B7/HP

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang terbuka

Sumber : Hasil analisis, 2013

5.5.9

Bencana Gagal Teknologi dan Upaya Mitigasi Bencana


Berikut adalah peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana gagal teknologi
berdasarkan overlay dari peta risiko bencana BNPB terhadap peta struktur dan
pola ruang JABODETABEKPUNJUR.

Gambar 62
Peta Ancaman Bencana Gagal Teknologi

4
4
6
6

1
1

55

2
2

3
3

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Gagal Teknologi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Berdasarkan wilayah administratifnya ada 6 wilayah yang memiliki ancaman


gagal teknologi yang tinggi, yakni:
1. DKI Jakarta, di semua wilayahnya, Jakarta Barat, Timur, Utara dan Selatan
sebagian besar zona B1, penggunaan lahan saat ini bisnis dan komersil
dan permukiman kepadatan tinggi.
2. Kota Bogor, pada zona B1, kepadatan penduduk yang tinggi
3. Kabupaten Bogor, jalur transportasi padat.
4. Kabupaten Bekasi, industri yang berpusat di Cikarang dan sebagian
besar perbatasan dengan DKI Jakarta, kepadatan penduduk yang
tinggi, jumlah pekerja yang juga cukup banyak dan bercampurnya
penggunaan transportasi baik pribadi hingga alat berat dan kendaraan
pengangkut. 5.
Kota Depok, kepadatan penduduk tinggi, adanya
fasilitas pendidikan, jalur transportasi padat,
6. Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, penggunaan lahan
sebagian besar kawasan industri di sepanjang Jalan Daan Mogot, dari
Kalideres hingga Bandara Soekarno Hatta, beberapa pabrik farmasi, jalur
lintas transportasi dari DKI menuju Merak yang padat. Adanya reaktor
nuklir di Kota Tangerang Selatan turut meningkatkan ancaman bencana
kegagalan teknologi.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya
permukiman dan kawasan industri, maka ancaman bencana kegagalan
teknologi makin meningkat antara lain banyaknya kecelakaan transportasi;
adanya kesalahan desain dan prosedur pengoperasian pabrik yang
diakibatkan kelalaian, kesengajaan manusia atau pabrik dalam penggunaan
teknologi.

109

110

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 63
Peta Kerentanan Bencana Gagal Teknologi

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gagal Teknologi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur
dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Untuk kerentanan bencana kegagalan teknologi sebagian besar wilayah


JABODETABEKPUNJUR cenderung rendah, selain Jakarta Timur dan Kota
Bogor yang cenderung sedang.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 64
Peta Risiko Bencana Gagal Teknologi

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gagal Teknologi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Untuk risiko bencana kegagalan teknologi ada 4 wilayah yang terlihat cukup
tinggi:
1. Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur, sebagian besar pada
zona B1 (perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, industri
ringan non polutan dan berorientasi pasar). Saat ini kawasan ini memang
sudah berkembang menjadi kawasan perdagangan, bisnis dan komersial
dan permukiman kepadatan tinggi.
2. Kota Bogor, sebagian besar zona B1, berkembang kawasan industri
sepanjang jalan Raya Bogor.
3. Kabupaten Bekasi, sebagian besar zona B1, berkembang kawasan
industri.
4. Kota Depok, Cinere, Cimanggis, Tambun, serta Kota Tangerang; sebagian
besar pada zona B1.
Mengingat hampir sebagian besar adalah kawasan terbangun dan padat
penduduk, maka upaya mitigasi yang dapat dilakukan antara lain:
Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana kontingensi,
penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini);
Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi bencana
kegagalan teknologi;

111

112

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Perkuatan bangunan dan infrastruktur yang berfungsi untuk mencegah,


mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan;
Perlu pertimbangan untuk menata ulang kawasan industri yang berada
di lingkungan perumahan padat.

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 28
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Kegagalan Teknologi
Bencana Kegagalan
Teknologi (Industri
Kimia, Manufaktur)

Kondisi Bencana

Peta Ancaman

Ancaman bencana kegagalan teknologi sangat


signifikan untuk Prov. DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat
dan sebagian Provinsi Banten pada zona B dan N

Peta Kerentanan

Kerentanan bencana kegagalan teknologi signifikan


untuk Kota Jakarta Timur dan Kota Bogor

Peta Risiko

Risiko bencana kegagalan teknologi signifikan untuk


Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat dan sebagian
Provinsi Banten pada zona B dan N

Penggunaan Lahan Saat ini

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan tinggi,
industri dan gudang, pendidikan
dan fasilitas umum, fasilitas
transportasi, rumah dibangun,
semak-semak dan hutan,
pertanian dan ruang terbuka

Sumber : Hasil analisis, 2013

5.5.10 Bencana Letusan Gunung Api dan Upaya Mitigasi Bencana


Berikut adalah peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana letusan gunung
api berdasarkan overlay dari peta risiko bencana BNPB terhadap peta struktur
dan pola ruang JABODETABEKPUNJUR.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 65
Peta Ancaman Bencana Gunung Api

1
2

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Gunung Api BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Pada peta ancaman bencana gunung api terlihat ada dua titik ancaman yang
tinggi di Kabupaten Bogor:
1. Gunung Salak, ancaman bencana letusan gunung api di sekitar zona
non budidaya. Ada aktifitas vulkanik yang ditandai dengan beberapa
fenomena panas bumi. Ancaman terlihat signifikan dan tinggi pada zona
N2.
2. Gunung Gede Pangrango, ancaman bencana letusan gunung api di
sekitar zona non budidaya. Ancaman terlihat signifikan dan cenderung
sedang di zona N-2.

113

114

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 66
Peta Kerentanan Bencana Gunung Api

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gunung Api BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Gambar 67
Peta Risiko Bencana Gunung Api

11

22

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gunung Api BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

1. Gunung Salak, risiko bencana letusan gunung api di sekitar zona non
budidaya N-2 cenderung sedang. Risiko yang sedang ini sebagai akibat
kondisi eksisiting dan arahan penggunaan lahan sebagai zona N2 yang
mengurangi aktivitas manusia dan bangunan pada zona ini.
2. Gunung Gede Pangrango, risiko bencana letusan gunung api di sekitar
zona non budidaya, meluas juga ke arah zone B3 (perumahan hunian
rendah dan pertanian) dan B4 (perumahan hunian rendah dan pertanian
lahan basah). Perlu dipertimbangkan agar pemanfaatan lahan pada
zona yang masih terkena risiko letusan gunung ini diarahkan untuk
bebas dari perumahan (dialihkan menjadi zona non-budidaya), atau
paling tidak menjauhi atau diluar kawasan risiko tinggi. Selain itu perlu
dipertimbangkan bagi penerapan konstruksi bangunan yang tahan
terhadap tambahan beban akibat abu gunung api.
Mengingat arahan penggunaan lahan sudah sesuai dengan Pepres No.54/2008
sebagai kawasan lindung (zona N2), yang diperlukan adalah penguatan
manajemen risiko dan pengendalian konversi; yakni dengan pengetatan
penggunaan lahan pada zona B3 dan B4 agar tidak terjadi konversi dari
perumahan hunian rendah menjadi perumahan hunian sedang atau padat.
Perlu studi lebih lanjut untuk menilai tren konversi lahan di wilayah ini.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 29
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Gunung Api
Bencana Gunung
Api

Kondisi Bencana

Peta Ancaman

Ancaman bencana gunung api tidak signifikan untuk titik-titik


pusat kegiatan namun signifikan di zona N Kabupaten Bogor.

Peta Kerentanan

Kerentanan bencana gunung api tidak signifikan untuk titik-titik


pusat kegiatan namun signifikan di zona N Kabupaten Bogor.

Peta Risiko

Risiko bencana gunung api tidak signifikan untuk untuk titik-titik


pusat kegiatan namun signifikan di zona N Kabupaten Bogor.

Penggunaan Lahan Saat ini

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka

Sumber : Hasil analisis, 2013

5.5.11 Bencana Tsunami dan Upaya Mitigasi Bencana


Ancaman, kerentanan dan risiko bencana tsunami cenderung rendah
untuk Kawasan JABODETABEKPUNJUR. Tetapi bila dilihat dari provinsi maka
Provinsi Banten yang terletak di sebelah barat KSN JABODETABEKPUNJUR
memiliki daerah yang rawan terhadap bencana tsunami. Data IRBI juga tidak
menunjukkan adanya kerawanan terhadap kawasan JABODETABEKPUNJUR
terhadap bahaya tsunami.

115

116

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Berikut adalah peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana tsunami


berdasarkan overlay dari peta risiko bencana BNPB terhadap peta struktur
dan pola ruang JABODETABEKPUNJUR.
Gambar 68
Peta Ancaman Bencana Tsunami

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Tsunami BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 69
Peta Kerentanan Bencana Tsunami

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Tsunami BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Gambar 70
Peta Risiko Bencana Tsunami

Sumber : Hasil pertampalan dari Risiko Bencana Tsunami BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

117

118

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko diatas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 30
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Tsunami
Bencana Tsunami

Kondisi Bencana

Penggunaan Lahan
Saat ini

Peta Ancaman

Ancaman bencana tsunami tidak signifikan untuk JABODETABEKPUNJUR,

Peta Kerentanan

Kerentanan bencana tsunami tidak signifikan untuk JABODETABEKPUNJUR,

Peta Risiko

Risiko bencana tsunami tidak signifikan untuk JABODETABEKPUNJUR

Perairan terbuka,
rawa sungai dan
kolam, pertanian
dan ruang terbuka

Sumber : Hasil analisis, 2013

5.5.12 Bencana Konflik Sosialdan Upaya Mitigasi Bencana


Berikut adalah peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana konflik sosial
berdasarkan overlay dari peta risiko bencana BNPB terhadap peta struktur
dan pola ruang JABODETABEKPUNJUR.
Untuk ancaman bencana konflik sosial, ada dua wilayah yang cenderung tinggi;
1. Kota Jakarta Selatan
2. Kota Jakarta Barat
Gambar 71
Peta Ancaman Bencana Konflik Sosial

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Konflik Sosial BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 72
Peta Kerentanan Bencana Konflik Sosial

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Konflik Sosial BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Gambar 73
Peta Risiko Bencana Konflik Sosial

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Konflik Sosial BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

119

120

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Untuk risiko bencana konflik sosial juga ada dua wilayah yang cenderung
tinggi pada zona B:
1. Kota Jakarta Selatan
2. Kota Jakarta Barat
Upaya mitigasi yang dapat diusulkan berupa mitigasi non struktural antara lain:
Mendorong peran serta penduduk dalam rangka memelihara stabilitas
ketentraman dan ketertiban;
Mengembangkan supremasi hukum dengan menegakkan hukum secara
konsisten, berkeadilan dan kejujuran;
Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatnya
perlindungan penghormatan, dan penegakan HAM.
Adapun upaya mitigasi yang berupa mitigasi struktural perlu penelitian lebih
lanjut.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 31
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Konflik Sosial
Bencana Konflik
Sosial

Kondisi Bencana

Peta Ancaman

Ancaman konflik sosial signifikan di Prov DKI Ja-karta yakni


mengancam Kota Jakarta Selatan dan Kota Jakarta Barat

Peta Kerentanan

Kerentanan Konflik sosial tersebar merata teru-tama


signifikan di Kota Jakarta Timur dan Kota Bogor, sisanya
medium untuk seluruh provinsi DKI Jakarta, Kabupaten
Bekasi dan Bogor

Peta Risiko

Risiko konflik sosial Signifikan di Provinsi DKI Ja-karta, Kota


Jakarta Selatan dan Kota Jakarta Barat

Penggunaan Lahan Saat ini

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan tinggi,
industri dan gudang, pendidikan
dan fasilitas umum, fasilitas
transportasi, rumah dibangun

Sumber : Hasil analisis, 2013

5.5.13 Bencana Kebakaran Gedung dan Permukiman dan Upaya Mitigasi


Bencana
Berikut adalah peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana kebakaran
gedung dan permukiman berdasarkan overlay dari peta risiko bencana BNPB
terhadap peta struktur dan pola ruang JABODETABEKPUNJUR.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 74
Peta Ancaman Bencana Kebakaran Permukiman

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Kebakaran Permukiman BNPB tahun 2013 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Ancaman bencana kebakaran gedung dan permukiman cukup dominan pada


tingkat sedang cenderung tinggi terutama disekitar kawasan satelit, seperti
Kabupaten dan Kota Bekasi, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang.
Sedangkan di DKI Jakarta cenderung sedang rendah. Untuk Kota Bogor, Kota
Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kota Depok cenderung rendah.
Untuk kerentanan bencana kebakaran permukiman signifikan pada dua
lokasi. Kerentanan ini menunjukkan bahwa berdasarkan sejarahnya di
kedua wilayah ini lebih sering terjadi bencana kebakaran permukiman
dibandingkan dengan wilayah lainnya dan kejadian kebakaran tersebut lebih
banyak membawa kerugian baik secara materil maupun korban jiwa.
1. Kota Jakarta Timur, arahan yang dominan adalah B1
2. Kota Bogor, arahan yang dominan adalah B1

121

122

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 75
Peta Kerentanan Bencana Kebakaran Permukiman

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Kebakaran Permukiman BNPB tahun 2013 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Gambar 76
Peta Risiko Bencana Kebakaran Permukiman

Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Kebakaran Permukiman BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Risiko bencana kebakaran permukiman sebagaimana digambarkan di bawah


ini, signifikan untuk Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten dan
Kota Bekasi dan Kabupaten Cianjur pada zona B, dan N. Upaya mitigasi yang
dapat dilakukan terutama untuk zona B adalah antara lain:
Pengaturan kepadatan bangunan permukiman melalui rencana
penataan bangunan dan lingkungan
Penyediaan waduk-waduk kecil, bak penampungan air, serta hydran
untuk pemadaman api
Untuk wilayah Kota Bogor walaupun memiliki kerentanan yang cukup tinggi
tetapi risiko menunjukkan rendah. Sedangkan Kota Jakarta Timur, dengan
kerentanan yang cukup tinggi, risikonya sedang cenderung tinggi.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 32
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Kebakaran Permukiman
Bencana Kebakaran
Pemukiman

Kondisi Bencana

Peta Ancaman

Ancaman bencana kebakaran permukiman signifikan untuk


Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten dan
Kota Bekasi dan Kabupaten Cianjur pada zona B, dan N

Peta Kerentanan

Kerentanan bencana kebakaran permukiman signifikan


untuk Kota Jakarta Timur dan Bogor

Peta Risiko

Risiko bencana kebakaran permukiman signifikan untuk


Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kab dan Kota
Bekasi dan Kabupaten Cianjur pada zona B, dan N

Penggunaan Lahan Saat ini

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, semak-semak dan
hutan, pertanian dan ruang
terbuka

Sumber : Hasil analisis, 2013

5.5.14 Potensi Risiko Bencana Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR


Berdasarkan ketigabelas jenis bencana tersebut dapat disimpulkan zonazona yang signifikan terkena dampak bencana tersebut untuk Kawasan
JABODETABEKPUNJUR sebagai berikut.

123

124

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 33
Zona Potensi Bencana Risiko Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No.

Jenis Bencana

DKI Jakarta

Jawa Barat

Banten

Gempa Bumi

B, N dan enam pusat kota


(Cinere, Kota Depok, Kota Bogor,
Cimanggis, Cileungsi, Kota Bekasi)

B,N dan dua pusat


kota (Kota Tangerang,
Serpong)

Tsunami

Banjir

Bagian utara : B1, B6,


B7, N1, dan satu 1 pusat
kota (Jakarta Pusat)

Bagian utara:B1, B2, B5, B7, N1 dan


satu pusat kota (Kota Bekasi)

Bagian utara: B1, B6,


B7, N1 dan satu pusat
kota (Kota Tangerang)

Tanah Longsor

B4, B4/HP di Kabupaten Bogor

Letusan Gunung Api

N di Kabupaten Bogor

Gelombang Ekstrim
dan Abrasi

Pantai utara (B1, B6, B7


dan N1)

Cuaca Ekstrim
(Puting Beliung)

B4, B4/HP, B7 di Kab. Bekasi

Kekeringan

B4, B4/HP, B7, B7/HP,N di Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi

Kebakaran Hutan
dan Lahan

N, B4/HP, B4 di Kabupaten Bogor

10

Kebakaran Gedung
dan Pemukiman

B, N di Kabupaten Bogor,
Kabupaten dan Kota Bekasi,
Kabupaten Cianjur

B, N di Kabupaten
Tangerang

11

Epidemi dan Wabah


Penyakit

B di Kota Jakarta Pusat,


Utara, Barat, Selatan,
Timur

B, N di Cinere, Kota Depok, Kota


Bogor, Cimanggis, Cileungsi, Setu,
Tambun, Kota Bekasi

12

Gagal Teknologi

B, N di Jakarta Barat,
Selatan dan Timur

B, N di Kota Bogor, Kota Depok,


Cinere, Cimanggis, Tambun

B, N di Kota Tangerang

13

Konflik Sosial

B di Jakarta Selatan dan


Barat

Sumber: Analisis Spasial, 2013

Selain berdasarkan daerah administrasi, bencana risiko tinggi untuk


JABODETABEKPUNJUR juga dapat dianalisis berdasarkan ketinggian wilayah di atas
permukaan air laut. Secara umum ketinggian lokasi di atas permukaan air laut dapat
digolongkan menjadi hulu, tengah dan hilir. Jenis bencana yang timbul juga dapat
dilihat dalam ilustrasi sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 77.
Wilayah Hulu, merupakan wilayah yang akan terkena dampak apabila terjadi bencana
gempa bumi, tanah longsor, letusan gunung api, kekeringan, kebakaran hutan dan
lahan, kebakaran gedung dan permukiman, epidemi, dan gagal teknologi.
Wilayah Tengah: bencana gempabumi, banjir, cuaca ekstrim, kekeringan,
kebakaran gedung dan permukiman, epidemi, dan gagal teknologi.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Wilayah Hilir: bencana banjir, gelombang ekstrim dan abrasi, epidemi, gagal
teknologi dan konflik sosial.
Gambar 77
Risiko Bencana Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR Berdasarkan Ketinggian Wilayah
Kawasan BOPUNJUR (Bogor,
Puncak, Cianjur)
Kawasan Penyangga DKI (Depok,
Bekasi, Tangerang, dan lain-lain)

DKI Jakarta

Wilayah Hulu

Wilayah Tengah

Gempa Bumi

Tsunami

Banjir

Tanah Longsor

Letusan Gunung Api

Gelombang Ekstrim dan Abrasi

Cuaca Ekstrim

Kekeringan

Wilayah Hilir

Kebakaran Hutan dan Lahan

10

Kebakaran Gedung dan Permukiman

11

Epidemi dan Wabah Penyakit

12

Gagal Teknologi

13

Konflik Sosial

Sumber: Hasil Analisis, 2013

5.6 Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi


5.6.1

Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta


RTRWP DKI Jakarta yang telah disahkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi
DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030,
dalam konsideran Menimbang butir d menyatakan bahwa bahwa Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta berada dalam kota delta (delta city) sehingga
pengarusutamaantantangan dan kendala daerah delta melalui pengelolaan

125

126

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

tata air, analisa resiko bencana, dan perbaikan ekosistem, harus menjadi
perhatian utama dalam penataan ruangnya. Untuk itu dalam sub bab ini
akan dilihat sejauh mana RTRWP DKI Jakarta sudah memasukkan substansi
penanggulangan kebencanaan melalui komparasi materi teknis atau juga
materi Perda RTRWP dengan kebijakan penanggulangan bencana yang
ada di RPB Provinsi DKI Jakarta. Aspek yang akan dilihat adalah terutama
tentang jenis ancaman bencana yang signifikan berdasarkan catatan sejarah
kejadiannya (dari tahun 1815-2011), lokasi persebaran kawasan rawan
bencana dan arahan pemanfaatan atau pengelolaan ruang bagi kawasan
rawan bencananya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta
No.

Jenis Bencana

Bencana yang signifikan berdasarkan


sejarahnya (tahun 1815-2011) pada RPB
DKI Jakarta 2012-2016

Kawasan Rawan Bencana dalam RTRWP DKI


Jakarta 2011-2030

Gempa Bumi

Tingkat Ancaman: TINGGI


Tingkat kerugian TINGGI
Tingkat kapasitas: RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Diperkirakan terdapat 10 sumber gempa


dengan potensi terbesar di sekitar Selat Sunda
yang menyimpan potensi gempa yang tinggi
terhadap Jakarta. Kondisi Jakarta bagian utara
yang merupakan batuan atau tanah lunak
akan lebih rentan terhadap dampak gempa
dibandingkan wilayah Jakarta bagian selatan.

Tsunami

Tingkat Ancaman: SEDANG


Tingkat kerugian TINGGI
Tingkat kapasitas: RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Gelombang tsunami yang mungkin terjadi


akibat kejadian tektonik di dalam laut
dihindarkan melalui pengaturan fungsi
kawasan yang rawan tsunami.

Banjir

Kejadian: 93 kali, 87 jiwa meninggal dunia,


mengungsi 818.020 jiwa, 7.323 rumah
rusak berat, lokasi hampir seluruh penjuru
kota. Pernah dilanda banjir besar tahun
1621, 1654, dan 1918; 1976, 1996, 2002,
dan 2007, 2008.
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian: TINGGI
Tingkat kapasitas: RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Secara umum kawasan yang berpotensi banjir


terletak di bagian utara wilayah DKI Jakarta serta
di sepanjang tepi sungai atau di muara sungai.
Tahun 1980 daerah genangan banjir seluas 7,7
km2; 1996: 22,59 km2; 2002: 167,88 km2 (sekitar
13% wilayah DKI); 2007: 238,32 km2 (sekitar
45% wilayah DKI).
Arahan pemanfaatan dan pengelolaan ruang:
pengurangan dampak bencana karena
banjir;
mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan
ancaman bencana;
penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari
permukiman penduduk dan pusat kegiatan
perkotaan;
pengurangan dan pengendalian
pemanfaatan ruang untuk permukiman dan
fasilitas umum;
pengembangan RTH dan pembangunan
fasilitas umum dengan kepadatan rendah;
rekayasa teknik;
pengembangan sistem peringatan dini.
Kawasan berpotensi sedimentasi terletak di 13
muara sungai di sepanjang pantai utara Jakarta.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bencana yang signifikan berdasarkan


sejarahnya (tahun 1815-2011) pada RPB
DKI Jakarta 2012-2016

Kawasan Rawan Bencana dalam RTRWP DKI


Jakarta 2011-2030

No.

Jenis Bencana

Tanah Longsor

Letusan Gunung
Api

Gelombang
Ekstrim dan
Abrasi

Kejadian: 8 kali, mengungsi 4.300 jiwa, 17


rumah rusak berat;
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGI
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Meliputi wilayah sepanjang pantai Ancol,


Tanjung Priok, Muara Kelapa, dan Muara Tawar;

Cuaca Ekstrim

Kejadian: 5 kali, terbesar di Jakarta Pusat


tahun 2006, korban meninggal 3 jiwa, luka
4 jiwa;
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGI
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Kejadian: 1 kali, luka-luka 2 jiwa, lokasi:


Jakarta Timur;
Tingkat Ancaman: SEDANG
Tingkat kerugian TINGGI
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Kawasan rawan gerakan tanah (rawan longsor)


meliputi sepanjang alur aliran bagian selatan
kali Ciliwung, Pesanggrahan, Grogol, Krukut,
Gongseng, Cibubur dan Sunter;
Kawasan rawan penurunan tanah, meliputi
Jakarta Barat, di Cengkareng Barat, Meruya,
Kebun Jeruk dan Daan Mogot; Jakarta Utara,
di Muara Angke, Muara Baru, Pasar Ikan, dan
Pantai Indah Kapuk; Jakarta Pusat, di Gunung
Sahari khususnya di utara, MH Thamrin, dan
Cikini; Jakarta Timur, di Gempol dan Kelapa
Gading; Jakarta Selatan, di Pondok Indah dan
Kuningan.
Arahan pemanfaatan ruang dan pengelolaan
ruang:
pengaturan pembangunan gedung lebih
dari 5 lantai dan pemompaan air tanah
sesuai hasil kajian geoteknik
mitigasi penurunan tanah permukaan
rekayasa teknik
mitigasi air tanah dangkal dan air tanah
dalam
penerapan prinsip zero delta Q policy
pembatasan pengambilan air tanah
-

Kekeringan

Kebakaran
Hutan dan
Lahan

10

Kebakaran
Gedung dan
Permukiman

Rawan kebakaran: permukiman padat,


lingkungan pasar dan kantor dan tersebar di
53 kelurahan.
Kerugian: Rp 197,62 milyar (2010), luas yang
terbakar 256,06 Ha.
Rawan ledakan: berada dekat instalasi militer,
instalasi listrik, dan depo bahan bakar.
Arahan pengembangan kawasan:
pencegahan dan pengurangan dampak
bencana di kawasan permukiman padat
penyediaan akses pemadam kebakaran dan
ruang evakuasi bencana
pembangunan pos pemadam kebakaran di
kawasan permukiman padat
penyediaan prasarana dan sarana
pendukung mitigasi bencana, dan
pengembangan sistem peringatan dini.

127

128

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bencana yang signifikan berdasarkan


sejarahnya (tahun 1815-2011) pada RPB
DKI Jakarta 2012-2016

Kawasan Rawan Bencana dalam RTRWP DKI


Jakarta 2011-2030

No.

Jenis Bencana

11

Epidemi dan
Wabah Penyakit

Tingkat Ancaman: SEDANG


Tingkat kerugian: TINGGI
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

12

Gagal Teknologi

Kejadian: 3 kali, 54 jiwa meninggal dunia


akibat kecelakaan transportasi d Kep.
Seribu tahun 2007 dan kecelakaan industri
tahun 2004 menumpahkan minyak 21,03 %
disekitar pulau Pabelokan Kepulauan Seribu;
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian: TINGGI
Tingkat kapasitas: RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

13

Konflik Sosial

Kejadian: 6 kali, korban meninggal 295


jiwa, luka 219 jiwa, 1.026 rumah rusak
berat; tragedI 14-15 Mei 1988 terkait Kasus
Trisakti, kerugian fisik sekitar Rp. 2,5 Triliun;
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian: TINGGI
Tingkat kapasitas: RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Sumber: RTRWP DKI Jakarta 2011-2030 dan RPB DKI Jakarta 2012-2016

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari tigabelas jenis bencana yang
diidentifikasi oleh BNPB, dalam RTRWP DKI Jakarta ada enam jenis bencana
yang disinggung (pada umumnya adalah bencana alam) yakni: gempa
bumi, tsunami, banjir, tanah longsor (termasuk juga penurunan tanah /
landsubsidence), gelombang ekstrim, dan kebakaran. Sedangkan dalam RPB
DKI Jakarta dijelaskan tentang 9 potensi bencana yang mengancam baik
bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia, yakni: gempa bumi,
tsunami, banjir, tanah longsor, gelombang ekstrim, cuaca ekstrim, epidemi
dan wabah penyakit, gagal teknologi, dan konflik sosial. Dapat disimpulkan
bahwa aspek kebencanaan yang diulas dalam RTRWP DKI Jakarta belum
lengkap sehingga diperlukan pertimbangan untuk melengkapinya kelak
apabila RTRWP DKI Jakarta akan dievaluasi 5 tahun yang akan datang.
5.6.2

Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRWP Jawa Barat


Demikian pula dengan RTRWP Jawa Barat yang telah disahkan menjadi Peraturan
Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Jawa Barat Tahun 2009-2029; akan dilihat sejauh mana RTRWP Jawa Barat sudah
memasukkan substansi penanggulangan kebencanaan melalui komparasi
materi teknis atau juga materi Perda RTRWP dengan kebijakan penanggulangan
bencana yang ada di RPB Provinsi Jawa Barat. Aspek yang akan dilihat adalah
terutama tentang jenis ancaman bencana yang signifikan berdasarkan catatan
sejarah kejadiannya (dari tahun 2002-2011), lokasi persebaran kawasan rawan
bencana dan arahan pemanfaatan atau pengelolaan ruang bagi kawasan rawan
bencananya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 35.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari tigabelas jenis bencana yang
diidentifikasi oleh BNPB, dalam RTRWP Jawa Barat ada 6 jenis bencana yang
disinggung (pada umumnya adalah bencana alam) yakni: gempa bumi,
tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, dan gelombang ekstrim.
Sedangkan dalam RPB Jawa Barat dijelaskan tentang duabelas potensi
bencana yang mengancam baik bencana alam maupun bencana akibat ulah
manusia, yakni: gempabumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung
api, gelombang ekstrim, cuaca ekstrim, kekeringan, kebakaran hutan dan
lahan, epidemi dan wabah penyakit, gagal teknologi, dan konflik sosial. Dapat
disimpulkan bahwa aspek kebencanaan yang diulas dalam RTRWP Jawa Barat
belum lengkap sehingga diperlukan pertimbangan untuk melengkapinya
kelak apabila RTRWP Jawa Barat akan dievaluasi 5 tahunan yakni pada sekitar
tahun 2015.
Tabel 35
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi Jawa Barat
No.

Jenis
Bencana

Bencana alam yang signifikan


berdasarkan catatan sejarahnya
(tahun 2002-2011) pada RPB Jawa
Barat 2012-2016

Kawasan Rawan Bencana dalam RTRWP Jawa


Barat 2009-2029

Gempa
Bumi

Kejadian: 40 kali, terletak di selatan pulau


Jawa, disekitar zona patahan aktif daerah
Jabar, meliputi zona Sesar Cimandiri,
Sesar Lembang, dan Sesar Baribis;
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGI dengan tingkat
ancaman tinggi dan indeks kerugian
tinggi
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Bogor-Puncak-Cianjur, Sukabumi-PadalarangBandung, Purwakarta-Subang-Majalengka, dan GarutTasikmalaya-Ciamis;


Kawasan rawan gerakan tanah, tersebar
di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur,
KabupatenSukabumi, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Subang, Kabupaten Majalengka,
Kabupaten Kuningan, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang,
Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan
Kabupaten Ciamis;
Kawasan zona sesar aktif, tersebar di Sesar
Cimandiri (Palabuhanratu-Padalarang), Sesar
Lembang (Bandung Barat), dan Sesar Baribis
(Kuningan-Majalengka).

Tsunami

Kejadian: 3 kali, salah satunya tsunami


Pangandaran 2006 yg dipicu gempa 6,8 SR.;
Tingkat kerugian TINGGI dengan tingkat
ancaman tinggi dan indeks kerugian tinggi
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Pantai Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya,


Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten
Sukabumi.

Banjir

Kejadian: 509 kali, 447 jiwa meninggal


dunia, mengungsi 567.700 jiwa, lokasi
cekungan bentang alam Kabupaten
Bandung, Kabupaten Sukabumi, DAS
yang terkonsentrasi di pantai utara
Kecenderungan: meningkat
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Cirebon,


Kota Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten
Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi.
Arahan zonasi memperhatikan:
penetapan batas dataran banjir;
Pemanfaatan untk RTH dan pengendalian
pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan
rendah;
Ketentuan larangan kegiatan untuk fasilitas umum;
dan
pengendalian permukiman

129

130

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

No.

Jenis
Bencana

Bencana alam yang signifikan


berdasarkan catatan sejarahnya
(tahun 2002-2011) pada RPB Jawa
Barat 2012-2016

Kawasan Rawan Bencana dalam RTRWP Jawa


Barat 2009-2029

Tanah
Longsor

Kejadian: 84 kali, 87 jiwa korban, lokasi:


ruas jalan Bogor-Puncak-Cianjur, ruas jalan
Cadas Pangeran di Kecamatan Sumedang
Selatan Ruas jalan Sukabumi-Pelabuhan
Ratu, ruas jalan Jabar-Jateng, Jabar bagian
Selatan;
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGI dengan tingkat
ancaman tinggi dan indeks kerugian
tinggi
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten


Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung
Barat, Kabupaten Garut, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya,
Kabupaten Ciamis, Kabupaten Majalengka, Kabupaten
Kuningan, dan Kabupaten Cirebon;
Arahan zonasi untuk tingkat kerawanan tinggi
(kemiringan lebih besar dari 40%): dilarang untuk
permukiman; dilarang untuk penggalian dan
pemotongan lereng.

Letusan
Gunung Api

Kejadian: 3 kali, 10.922 jiwa mengungsi,


lokasi gunung Papandayan di Kabupaten
Garut, mengakibatkan semburan debu
pekat ke udara (ketinggian 5 Km dari atas
puncak), longsor dahsyat di sebagian
dinding bukit Nangklak, menyebabkan
banjir bandang lumpur, terputusnya jalan
antara Garut-Cikajang;
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat risiko: TINGGI

Kawasan Gunung Salak, terletak di Kabupaten Bogor


dan Kabupaten Sukabumi;
Kawasan Gunung Gede-Pangrango, terletak
di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan
Kabupaten Sukabumi;
Kawasan Gunung Patuha, Kawasan Gunung Wayang
Windu, dan Kawasan Gunung Talagabodas, terletak
di Kabupaten Bandung;
Kawasan Gunung Ciremai, terletak di Kabupaten
Kuningan, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten
Majalengka;
Kawasan Gunung Guntur, terletak di Kabupaten
Garut;
Kawasan Gunung Tangkubanparahu, terletak di
Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang;
Kawasan Gunung Papandayan, terletak di
Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung; dan
Kawasan Gunung Galunggung, terletak di
Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut.

Gelombang
Ekstrim dan
Abrasi

Kejadian: 8 kali; lokasi 50% pantai


utara Jabar mengalami abrasi; pantai
Indramayu mengalami abrasi terpanjang
(48,57 km);
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGI dengan tingkat
ancaman tinggi dan indeks kerugian
tinggi
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Gelombang pasang: Kabupaten Cirebon,


Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang,
Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi;
Abrasi: di pantai Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten
Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kabupaten
Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut,
Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis.

Cuaca
Ekstrim

Kejadian: 216 kali, korban meninggal 18


jiwa, mengungsi 7.131 jiwa;
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGI dengan tingkat
ancaman tinggi dan indeks kerugian
tinggi
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Kekeringan

Kejadian: 306 kali, lokasi Kabupaten


Purwakarta, Kabupaten Kuningan dan
Kabupaten Indramayu;
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGIdengan tingkat
ancaman tinggi dan indeks kerugian
tinggi
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

No.

Jenis
Bencana

Bencana alam yang signifikan


berdasarkan catatan sejarahnya
(tahun 2002-2011) pada RPB Jawa
Barat 2012-2016

Kebakaran
Hutan dan
Lahan

10

Kebakaran
Gedung dan
Permukiman

11

Epidemi
dan Wabah
Penyakit

Kejadian: 20 kali, korban meninggal 263


jiwa (terutama epidemic flu burung di
tahun 2006 dan hepatitis A pada 2011;
Tingkat kapasitas RENDAH

12

Gagal
Teknologi

Kejadian: 9 kali, 56 jiwa meninggal


dunia, 634 jiwa luka, lokasi Kota Bekasi,
Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut
(karena terdapat kawasan industri dan
pembangkit listrik, pengeboran minyak
lepas pantai selatan, BATAN-Badan Tenaga
Nuklir Nasional);
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGI dengan tingkat
ancaman tinggi dan indeks kerugian
tinggi
Tingkat kapasitas RENDAH

13

Konflik
Sosial

Kejadian: 5 kali, korban meninggal 6


orang, lokasi kabupaten Sumedang dan
Cirebon;
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGI dengan tingkat
ancaman tinggi dan indeks kerugian
tinggi
Tingkat kapasitas RENDAH

Kawasan Rawan Bencana dalam RTRWP Jawa


Barat 2009-2029

Kejadian: 3 kali, lokasi Kabupaten


Kuningan seluas 200 Ha dan 14 desa
kerugian materil ratusan juta;
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGI dengan tingkat
ancaman tinggi dan indeks kerugian
tinggi
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Sumber: RTRWP Jawa Barat 2009-2029 dan RPB Jawa Barat 2012-2016

5.6.3

Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRWP Banten


Sama halnya dengan RTRWP Banten yang telah disahkan menjadi Peraturan
Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Banten Tahun 2010-2030; akan dilihat sejauh mana RTRWP
Banten sudah memasukkan substansi penanggulangan kebencanaan
melalui komparasi materi teknis atau juga materi Perda RTRWP dengan
kebijakan penanggulangan bencana yang ada di RPB Provinsi Banten. Aspek
yang akan dilihat adalah terutama tentang jenis ancaman bencana yang
signifikan berdasarkan catatan sejarah kejadiannya (dari tahun 1999-2011),
lokasi persebaran kawasan rawan bencana dan arahan pemanfaatan atau
pengelolaan ruang bagi kawasan rawan bencananya. Lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 36.

131

132

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari 13 jenis bencana yang
diidentifikasi oleh BNPB, dalam RTRWP Banten ada empat jenis bencana yang
disinggung (pada umumnya adalah bencana alam) yakni: tsunami, banjir,
tanah longsor/gerakan tanah, dan letusan gunung api. Sedangkan dalam
RPB Banten dijelaskan tentang sebelas potensi bencanayang mengancam
baik bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia, yakni: gempa
bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, gelombang ekstrim, cuaca ekstrim,
kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, epidemi dan wabah penyakit, gagal
teknologi, dan konflik sosial. Dapat disimpulkan bahwa aspek kebencanaan
yang diulas dalam RTRWP Banten belum lengkap sehingga diperlukan
pertimbangan untuk melengkapinya kelak apabila RTRWP Jawa Barat akan
dievaluasi lima tahunan yakni pada sekitar tahun 2015.
Tabel 36
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi
No.

Jenis
Bencana

Bencana alam yang signifikan berdasarkan


catatan sejarah (tahun 1999-2011) pada RPB
Banten 2012-2016

Kawasan Rawan Bencana dalam RTRWP


Banten 2010-2030

Gempa Bumi

Tingkat Ancaman: TINGGI


Tingkat kerugian: TINGGI; Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Tsunami

Tingkat Ancaman: TINGGI


Tingkat kerugian: TINGGI; Tingkat kapasitas:
RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Di Pantai Utara (Kabupaten Serang, Kota


Serang, dan Kabupaten Tangerang),
Pantai Selatan (Kabupaten Pandeglang
dan Kabupaten Lebak), Pantai Barat
(Kabupaten Pandeglang, Kabupaten
Serang, dan Kota Cilegon).

Banjir

Kejadian: 26 kali, 5 jiwa meninggal dunia,


mengungsi 3.254 jiwa, 526 rumah rusak berat,
lokasi di wilayah Pandeglang dan Lebak.
Tahun 2010 bencana banjir menimpa wilayah
Tangerang Selatan
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian: TINGGI; Tingkat kapasitas:
RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Di Kab. Tangerang (DAS Cisadane,


Pasanggrahan, Cirarab, Cimanceuri,
Cidurian), Kota Tangerang (DAS Cisadane),
Kabupaten Pandeglang (DAS Ciliman,
Cilemer), Kabupaten Lebak (DAS Ciujung
dan Cibinuangeun), Kabupaten Serang
(DAS Ciujung).

Tanah Longsor Kejadian: 8 kali, 3 jiwa meninggal dunia,


mengungsi 25 jiwa, lokasi: 21 kecamatan di
Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Lebak, Kota Cilegon dan Kota Serang;
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGI; Tingkat kapasitas
RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Arahan pengelolaan ruang:


Diperbolehkan pembangunan fisik
berupa pengembangan saluran
drainase.
Dilarang atau diperbolehkan dengan
syarat: kegiatan lain yg dapat
mempengaruhi kelancaran tata drainase
Kawasan rawan gerakan tanah (rawan
longsor) terdapat di Kabupaten
Pandeglang, dan Kabupaten Lebak
Arahan pengelolaan ruang:
Tertutup bagi kegiatan permukiman,
persawahan, tanaman semusim, kolam
ikan, atau kegiatan budidaya lainnya
yg berbahaya bagi keselamatan
manusia dan lingkungan.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

No.

Jenis
Bencana

Bencana alam yang signifikan berdasarkan


catatan sejarah (tahun 1999-2011) pada RPB
Banten 2012-2016

Kawasan Rawan Bencana dalam RTRWP


Banten 2010-2030

Letusan
Gunung Api

Tingkat Ancaman: TINGGI

Gunung Krakatau
Arahan pengelolaan ruang:
Diperbolehkan pada zona waspada
dan zona siaga adanya budidaya
sementara, pertanian tanaman
semusim, permukiman namun perlu
diwaspadai dan selalu siap untuk
mengungsi;
Untuk kawasan rawan gas beracun,
maka pada zona bahaya dan zona
waspada ditetapkan sebagai daerah
tertutup bagi permukiman.

Gelombang
Ekstrim dan
Abrasi

Tingkat Ancaman: SEDANG


Tingkat kerugian TINGGI; Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Cuaca Ekstrim

Kejadian: 10 kali, meninggal 1 jiwa, luka 8 jiwa;


mengungsi 55 jiwa, dan 37 rumah rusak berat; lokasi
di Kabupaten Serang dan di kawasan pesisir barat
provinsi Banten yakni di Pandeglang.
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGI; Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Kekeringan

Kejadian: 9 kali, tidak ada korban jiwa; lokasi


di Kabupaten Pandeglang, Kabupate. Serang,
Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota
Serang.
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian TINGGI; Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Kebakaran
Hutan dan
Lahan

Tingkat Ancaman: TINGGI


Tingkat kerugian: TINGGI; Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

10

Kebakaran
Gedung dan
Permukiman

11

Epidemi
dan Wabah
Penyakit

Tingkat Ancaman: SEDANG


Tingkat kerugian: TINGGI; Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

12

Gagal
Teknologi

Tingkat Ancaman: TINGGI


Tingkat kerugian: TINGGI; Tingkat kapasitas: RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

13

Konflik Sosial

Tingkat Ancaman: TINGGI


Tingkat kerugian: TINGGI; Tingkat kapasitas: RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Sumber: RTRWP Banten 2010-2030 dan RPB Banten 2012-2016

5.7 Tinjauan RTRW Kota Administrasi Jakarta Timur 2011-2030 terhadap Kebijakan
Penanggulangan Bencana Kota Jakarta Timur 2012-2016
Beberapa alasan dalam pemilihan bahasan tentang Kota Administrasi Jakarta Timur
adalah sebagai berikut:
Berdasarkan profil kerawanan bencana di Kawasan JABODETABEKPUNJUR pada
sub-bab 4.2, bahwa Jakarta Timur merupakan kota yang paling rawan bencana
tingkat Kabupaten/Kota pada Provinsi DKI Jakarta yakni dengan skor 90;

133

134

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Ketersediaan dokumen Kajian Risiko Bencana dan peta ancaman, kerentanan,


dan risiko bencana dari BNPB pada level Kabupaten/Kota (skala peta 1:50.000)
untuk Provinsi DKI Jakarta adalah baru untuk Kota Jakarta Timur.
5.7.1

Gambaran Umum Wilayah Kota Jakarta Timur


Letak geografis Kota Administrasi Jakarta Timur berada di antara antara 10604935
Bujur Timur dan 0601037 Lintang Selatan dengan batasbatasnya yaitu:
1. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi Jawa Barat.
2. Sebelah utara berbatasan dengan Kota Jakarta Utara.
3. Sebelah barat berbatasan dengan Kota Jakarta Selatan.
4. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Gambar 78
Peta Orientasi Kota Jakarta Timur

Sumber: Peta Rencana Strukturdan Pola Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR yang sudah didigit ulang

Dalam Peta Rencana Struktur Ruang Jakarta Timur, Kawasan Sentra Primer
Timur merupakan pusat kegiatan primer; kawasan Jatinegara sebagai
pusat kegiatan sekunder; kawasan Walikota Jakarta Timur, kawasan Pasar
Pulogadung, kawasan Pasar Cakung, dan kawasan Grosir Cililitan merupakan
Pusat Kegiatan Tersier. Sedangkan menurut Rencana Pola Ruang Jakarta
Timur, wilayah Jakarta Timur merupakan kawasan peruntukan: permukiman,
perkantoran, perdagangan dan jasa, industri dan pergudangan, fungsi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

pemerintahan dan terbuka hijau (budaya, lindung, biru). Bila dikaitkan


dengan arahan pola ruang pada Perpres No.54/2008, wilayah Jakarta Timur
hanya terdiri dari tiga zona arahan, yaitu B1, B2 dan B3. Dan ada sedikit sekali
persinggungan dengan B4.
Secara administratif berdasarkan batas administrasi BPS 2009, Kota Jakarta
Timur terdiri dari 10 kecamatan dan 65 kelurahan. Kecamatan terluas
adalah Cakung dengan luasan sekitar 40 kilometer persegi. Kecamatan
terkecil adalah Matraman dengan luasan hanya sekitar 4 kilometer persegi.
Kelurahan terluas adalah Halim Perdanakusumah di Kecamatan Makassar
(seluas duabelas kilometer persegi), sedangkan keluarahan terkecil adalah
Kelurahan Bidara Cina di Kecamatan Jatinegara (sekitar kurang dari satu
kilometer persegi). Jakarta Timur dilintasi oleh jalan tol lingkar luar dan
lingkar dalam Jakarta. Selain itu dilewati jalan tol Jagorawi yang merupakan
salah satu penghubung antara DKI Jakarta dengan Kota Bogor.
Gambar 79
Peta Administrasi dan Jaringan Jalan Kota Jakarta Timur

Sumber: dikompilasi dari peta Administrasi BPS 2009, gambar background peta ancaman bencana abrasi BNPB skala
1:250.000, peta Rencana Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR, RTRWP DKI Jakarta.

135

136

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 37
Luas Area Kota Jakarta Timur Per Kecamatan
Kecamatan

Luas (Km2)

Kode Kecamatan

Pasarrebo

3172010

12.9706

Ciracas

3172020

16.6475

Cipayung

3172030

27.8067

Makasar

3172040

21.2464

Kramatjati

3172050

13.1862

Jatinegara

3172060

10.3289

Duren Sawit

3172070

21.8349

Cakung

3172080

40.7914

Pulogadung

3172090

14.9886

Matraman

3172100

4.9114

Total

187.75

Sumber: Administrasi BPS, 2009

Kota Administrasi Jakarta Timur mempunyai beberapa karakteristik khusus


antara lain memiliki beberapa kawasan industri, antara lain Pulo Gadung.
Untuk sektor ekonomi, Jakarta Timur memiliki beberapa pasar jenis induk,
antara lain pasar sayur-mayur Kramat Jati, pasar Induk Cipinang. Selain itu,
terdapat beberapa instansi pemerintahan yang vital dan strategis antara
lain Markas Besar (MABES) TNI Cilangkap dan Bandara Militer Halim Perdana
Kusuma. Kategori wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur terdiri 95% daratan
dan selebihnya rawa atau persawahan dengan ketinggian rata-rata 50 meter
dari permukaan air laut.
5.7.2

Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Kota Jakarta Timur


2011-2030
Sebagaimana diketahui bahwa dokumen RTRW Kota Jakarta Timur 20112030 merupakan bagin dari dokumen RTRWP DKI Jakarta 2011-2030, maka
tidak banyak yang diketahui tentang substansi penanggulangan bencana
yang ada di Jakarta Timur. Dapat dilihat pada Tabel 38.

Tabel 38
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Kota Admnistrasi Jakarta Timur
No.

Jenis Bencana

Bencana yang signifikan berdasarkan


catatan sejarah (tahun 1815-2011) pada
RPB Kota Jakarta Timur 2013-2017

Kawasan Rawan Bencana dalam RTRWK


Jakarta Timur 2011-2030

Gempa Bumi

Tingkat Ancaman: TINGGI


Tingkat kerugian TINGGI
Tingkat kapasitas: RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Tsunami

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

No.

Jenis Bencana

Bencana yang signifikan berdasarkan


catatan sejarah (tahun 1815-2011) pada
RPB Kota Jakarta Timur 2013-2017

Kawasan Rawan Bencana dalam RTRWK


Jakarta Timur 2011-2030

Banjir

Kejadian: 28 kali, 20 jiwa meninggal dunia,


mengungsi 249.662 jiwa, 3.162 rumah
rusak berat. Banjir terparah tahun 2007
(meninggal 16 jiwa, mengungsi 219.534,
3.022 rumah rusak berat).
Tingkat kecenderungan meningkat hingga
2008, lalu menurun.
Tingkat Ancaman: TINGGI
Tingkat kerugian: TINGGI
Tingkat kapasitas: RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Arahan pengembangan prasarana


pengendalian daya rusak air:
pemulihan kapasitas aliran mantap
terutama Kali Ciliwung, Kali Cakung, Kali
Sunter, Kali Cipinang, Kali Buaran, Kali Jati
Kramat dan Kali Baru Timur;
pemulihan dan peningkatan kapasitas
saluran untuk mengatasi masalah
genangan air terutama di Kawasan
Kampung Rambutan, Kampung Makassar,
Kebon Pala, Dewi Sartika, Otista, Kebon
Nanas, Cipinang Jaya, Cipinang Muara,
Pondok Bambu dan Otista 3;
penataan bantaran sungai melalui
penertiban bangunan ilegal di bantaran
Kali Ciliwung, Kali Baru Timur, Kali
Cipinang, Kali Sunter, Kali Jati Kramat dan
Kali Buaran; dan
pembangunan dan pemulihan kapasitas
polder dan pemompaan pada polder
UPP, Cibubur, Pulomas, Bidara Cina, dan
terowongan DI Panjaitan.

Tanah Longsor

Kejadian: 1 kali di tahun 2006, luka-luka 2


jiwa, 4 rumah rusak berat, 12 rumah rusak
ringan
Tingkat kecenderungan menurun

Letusan Gunung Api

Gelombang Ekstrim
dan Abrasi

Tingkat kecenderungan tetap

Cuaca Ekstrim

Tingkat Ancaman: TINGGI


Tingkat kerugian TINGGI
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Kekeringan

Tingkat Ancaman: TINGGI


Tingkat kerugian TINGGI
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: TINGGI

Kebakaran Hutan
dan Lahan

10

Kebakaran Gedung
dan Permukiman

11

Epidemi dan Wabah


Penyakit

Kejadian: 2 kali, di tahun 2005, 15 jiwa


meninggal, luka-luka 3.160 jiwa. Bencana
ini diintegrasikan dengan KLB (Kejadian
Luar Biasa).
Tingkat kecenderungan menurun.
Tingkat Ancaman: SEDANG
Tingkat kerugian: RENDAH
Tingkat kapasitas RENDAH
Tingkat risiko: RENDAH

12

Gagal Teknologi

13

Konflik Sosial

Sumber: RTRW Kota Administrasi Jakarta Timur 2011-2030 dan RPB Kota Jakarta Timur 2013-2017

137

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

5.7.3

Informasi Materi Kerentanan Bencana Jakarta Timur terhadap DKI Jakarta


Berdasarkan IRBI 2011, Kota Jakarta Timur memiliki indeks rawan bencana
tertinggi di Provinsi DKI Jakarta yakni skor 90; dan apabila dilihat pada tingkat
Kawasan JABODETABEKPUNJUR, Jakarta Timur merupakan ke-3 tertinggi
setelah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur. Jika dilihat dari indeks
rawan bencana banjir, Jakarta Timur memiliki skor 63, juga ketiga tertinggi
pada Kawasan JABODETABEKPUNJUR setelah Kabupaten Tangerang dan
Kota Jakarta Utara.
Dari informasi kerentanan bencana di Kota Jakarta Timur, lebih detailnya
dapat dibandingkan dengan DKI Jakarta secara keseluruhan adalah dapat
dilihat pada gambar-gambar berikut:

7.426.664

Keterpaparan (Jiwa)

7.469.792

8.000.000

7.518.396

7.494.503

Gambar 80
Potensi Keterpaparan Jiwa di Jakarta Timur

1.000.000

2.693.384

252.626

2.000.000

984.163

3.000.000

1.545.836

4.000.000

2.693.384

5.000.000

2.688.824

3.852.545

6.000.000

2.693.384

7.000.000

850.829

138

Jakarta Timur

DKI Jakarta

Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta 2012-2016 dan RPB Kota Jakarta Timur 2013-2017

Dilihat dari jumlah jenis bencana yang kemungkinan terjadi di Jakarta Timur
dan DKI Jakarta, dapat dilihat bahwa jumlah bencana yang ada di DKI Jakarta
8 jenis, sedangkan di Jakarta Timur terdapat lima jenis bencana: gempa bumi,
banjir, cuaca ekstrim, kekeringan, epidemi dan wabah penyakit. Malah terlihat
ada data bencana yang tercatat terjadi di Jakarta Timur, namun tidak ada atau
tidak tercatat di DKI Jakarta, yakni: kekeringan (Jakarta Timur: 2,7 juta jiwa).

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Jika dilihat dari informasi potensi keterpaparan jiwa apabila bencana terjadi di
Jakarta Timur, maka bencana gempa bumi dan cuaca ekstrim akan memberikan
dampak yang lebih tinggi dibandingkan DKI Jakarta. Gempa bumi akan
mengakibatkan korban jiwa sekitar 2,7 juta jiwa di Jakarta Timur (DKI Jakarta
sekitar 850 ribu jiwa); dan cuaca ekstrim juga akan mengakibatkan korban sekitar
2,7 juta jiwa (DKI Jakarta sekitar 253 ribu jiwa). Adapun untuk banjir dan epidemi,
dampak di Jakarta Timur lebih rendah dibandingkan dengan DKI Jakarta.
Untuk informasi potensi kerugian fisik dan ekonomi, terlihat kelima jenis
bencana yang ada di Jakarta Timur menunjukkan potensi kerugian yang
sangat rendah dibandingkan dengan DKI Jakarta. Demikian pula jika dilihat
dari potensi kerusakan lingkungan, kelima jenis bencana di Jakarta Timur
menunjukkan kerusakan lingkungan yang sangat rendah dibandingkan
dengan DKI Jakarta.

1.148,46

1.148,46

1.200,000

1.148,46

1.400,000

1.038,93

1.148,46

Kerugian Fisik & Ekonomi (Trilyun Rp)

1.148,46

Gambar 81
Potensi Kerugian Fisik dan Ekonomi di Jakarta Timur

1.000,000

18,242

0,049

399,09
18,205

200,000

0,018

400,000

10,065

600,000

326,94

361,47

800,000

0,000

Jakarta Timur
Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta 2012-2016 dan RPB Kota Jakarta Timur 2013-2017

DKI Jakarta

139

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

68.737

69.389

Kerusakan Lingkungan (Ha)

65.930

70000

69.503

80000

68.315

68.315

Gambar 82
Potensi Kerusakan Lingkungan di Jakarta Timur

8.802

30000
10000

55

20000

109

40000

109

50000

4.119

32.382

60000

109

140

Jakarta Timur

DKI Jakarta

Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta 2012-2016 dan RPB Kota Jakarta Timur 2013-2017

Informasi tingkat kerawanan bencana di Jakarta Timur sebagaimana


dinyatakan dalam IRBI, ternyata berbeda dengan potensi keterpaparan jiwa
pada RPB sebagaimana digambarkan diatas. Dalam IRBI, disebutkan ada enam
jenis bencana (banjir, gelombang pantai dan abrasi, kebakaran permukiman,
kecelakaan transportasi, kejadian luar biasa, dan tanah longsor) dengan skor
keterpaparan jiwa tertinggi pada banjir. Sedangkan dalam RPB disebutkan
lima jenis bencana (gempabumi, banjir, cuaca ekstrim, kekeringan, epidemi
dan wabah penyakit), dengan dampak keterpaparan jiwa tertinggi pada
gempabumi. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena inkonsistensi data
pada jumlah penduduk yang terpapar, walaupun keseluruhan nilai tingkat
kerugian menunjukkan nilai tinggi pada empat bencana kecuali epidemi dan
wabah penyakit menunjukkan nilai rendah.
Kemudian dalam RPB Jakarta Timur disebutkan pula bahwa bencana prioritas
(dengan indeks kecenderungan meningkat dan tingkat risiko tinggi) di Kota
Jakarta Timur adalah bencana banjir.
5.7.4

Skala Peta dan Informasi Peta Risiko


Zona-zona RTR KSN JABODETABEKPUNJUR yang masuk dalam wilayah
Jakarta Timur didominasi oleh zona B1, diikuti B2 dan B3. Sehingga tidak
banyak yang dapat dianalisis dari kondisi zona ini. Analisis spasial yang telah
diuraikan pada sub bab terdahulu yakni dengan pertampalan antara peta
RTR KSN JABODETABEKPUNJUR terhadap peta ancaman, kerentanan dan
risiko bencana; memang dapat dilakukan pada skala 1:250.000; walaupun

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

sebenarnya tuntutan skala yang dibutuhkan adalah 1:50.000. Sehingga untuk


melakukan analisis spasial yang detil pada kota Jakarta Timur ini diperlukan
data pada skala 1:25.000. Untuk Lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut.
Gambar 83
Informasi Penggunaan Lahan pada Peta Skala Peta 1:250.000, 1:50.000, dan 1:10.000
Arahan RTR KSN
Skala 1 : 250.000

Sumber:

Penggunaan Lahan PU
1 : 10.000

Multi Risiko BNPB


1 : 50.000

1. Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028


2. Peta Penggunaan Lahan Existing JABODETABEKPUNJUR 2008 2028, Kemen PU
3. Peta Risiko Multi Bencana, BNPB 2011

Dari gambar di atas dapat dilihat perbedaan informasi yang dapat diambil
pada berbagai skala. Semakin kecil skala maka semakin sedikit informasi
yang bisa didapat/diinterpretasi. Misalnya untuk peta Arahan RTR KSN yang
setara dengan skala 1:250.000 maka hanya dapat dilihat 3 zona arahan. Tetapi
pada Peta Penggunaan Lahan PU saat ini dengan skala 1:10.000 dapat dilihat
ada 7 jenis penggunaan lahan. Sedangkan pada peta Multi-Risiko BNPB
yang diklaim memiliki skala 1: 50.000 tampak bahwa kedetilan yang
disajikan dan kedalaman informasi yang dapat di gali/diinterpretasikan
sangat jauh dari skala 1:50.000 dan hampir menyerupai skala 1:250.000.
Bahkan pada perbesaran ini tampak grid yang unitnya 1 hektar, terlihat
terlalu kasar dan agak pecah. Sehingga ada kesenjangan informasi pada peta
Ancaman, Kerentanan dan Risiko BNPB ini.
Kesenjangan skala ini mengakibatkan analisis hanya dapat dilakukan
pada skala yang lebih kecil dari 1 : 50.000. Bahkan dengan data ancaman,
kerentanan dan risiko yang sudah dibandingkan dengan data penggunaan
lahan saat ini dari PU yang berskala 1:10.000; menunjukkan kedalaman kajian
yang lebih rendah dari 1:50.000. Hal ini bisa terjadi akibat proses pembuatan
data ancaman, kerentanan dan risiko yang memang telah mengalami
generalisasi yang sebenarnya merupakan turunan dari skala 1:250.000.

141

142

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 84
Pertampalan antara Peta Multi Risiko Jakarta Timur terhadap Penggunaan Lahan 2010

Sumber: Rencana Penanggulangan Bencana Jakarta Timur 2013 - 2017, BPBD Jakarta Timur.

Bila ditampalkan dengan data Penggunaan Lahan PU dengan skala 1:10.000


maka didapatkan tampilan yang lebih informatif. Ada sekitar limabelas jenis
penggunaan lahan yang dapat diidentifikasi, yang tentu saja hal ini akan
berpengaruh terhadap ancaman, kerentanan dan risiko kota ini terhadap
bencana. Dari hasil overlay dengan data multi risiko terlihat tidak ada
kecocokan antara penggunaan lahan dengan peta multi risiko ini. Tampaknya
peta multi risiko yang dibuat pada skala 1:50.000 masih terlalu umum dan
harus lebih diperinci lagi.
Untuk itu kedetilan peta kajian risiko perlu lebih ditingkatkan minimal pada
skala 1:25.000 yang berarti juga tuntutan data yang lebih detil untuk peta
ancaman, kerentanan dan kapasitas untuk skala kota. Idealnya memang
untuk kajian pada level kota ini dapat dilakukan pada skala 1:5000 dengan
memasukkan data 3D model baik untuk terrain maupun bangunannya.
Sehingga kajian mengenai KZB, KDB dan KLB yang banyak digunakan dalam
penentuan zonasi di Perpres No.54/2008 dapat dihitung menggunakan GIS 3D
dengan hasil yang lebih mendekati akurat. Dan juga dapat mengakomodasi
pemodelan/analisis aspek-aspek dari tren konversi kawasan hunian/
terbangun padat ke arah hunian/terbangun vertikal.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bila dilakukan zooming secara digital, GRID dengan ukuran 1 hektar yang
merupakan standar untuk data ancaman, kerentanan dan risiko bencana
juga dirasakan masih kurang. Hal ini karena dalam ukuran 1 hektar pada
penggunaan lahan skala 1:10.000 bisa didapatkan banyak jenis penggunaan
lahan. Misal pada 1 hektar di skala 1:10.000 akan ada permukiman kepadatan
tinggi dengan area bisnis dan komersil dan juga ada taman dan pemakaman.
Bila ukuran GRID 1 hektar ini dipertahankan maka akan mengurangi
kemampuan menggunakan data ancaman, kerentanan dan risiko. Misalnya
kesulitan yang ditemui untuk membuat jalur evakuasi, identifikasi kerusakan
terparah dan seterusnya.
Gambar 85
Pertampalan antara Peta Multi Risiko Kota Jakarta Timur terhadap Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Risiko Multi Bencana Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Untuk skala Kota/Kabupaten akan lebih baik jika tidak hanya sekedar peta
tetapi juga model yang dapat memberikan simulasi antara penggunaan lahan
dan ancaman, kerentanan, risiko atau kapasitas. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan kemampuan modeling dari GIS, misalnya Model Builder pada
ArcGIS. Dan bila model ini telah teruji cukup baik kedepannya dapat diarahkan
menjadi Early Warning System (EWS) baik untuk mitigasi bencana atau
mengantisipasi permasalahan keruangan yang lain. Namun demikian, tetap

143

144

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

akan dicoba untuk menampalkan peta risiko tiap bencana yang ada di Jakarta
Timur dengan peta struktur dan pola ruang yang ada di Perpres No.54/2008
untuk wilayah Jakarta Timur, yang akan dibahas pada sub bab 5.7.5.
5.7.5

Informasi Potensi Risiko Bencana di Kota Jakarta Timur


5.7.5.1 Bencana Banjir dan Upaya Mitigasi Bencana
Peta berikut adalah peta ancaman, kerentanan, dan risiko bencana
banjir berdasarkan overlay dari peta ancaman, kerentanan, dan
risiko bencana banjir Kota Jakarta Timur terhadap peta struktur dan
pola ruang JABODETABEKPUNJUR.

Gambar 86
Peta Ancaman Bencana Banjir Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Ancaman Bencana Banjir Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Ancaman banjir cenderung tinggi untuk semua wilayah Jakarta


Timur, terutama wilayah barat dan utara. Untuk wilayah selatan dan
timur perlu diteliti lebih lanjut apakah ketiadaan ancaman banjir
yang tinggi memang menunjukkan kondisi aman dari banjir atau
ketidaktersediaan data. Bila memang aman dari banjir maka wilayah
tersebut dapat dijadikan kawasan evakuasi ketika terjadi bencana.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Sebagai bagian dari wilayah hulu dan kondisi bentang lahan yang
memang aslinya merupakan dataran banjir dan curah hujan yang
cenderung tinggi menjadikan ancaman yang tinggi. Kondisi drainase
juga memperparah ancaman tersebut. Kepadatan penduduk
dan permukiman telah mengorbankan lahan untuk drainase dan
mengurangi kemampuannya mengurangi ancaman banjir.
Untuk kerentanan banjir Kota Jakarta Timur sedang cenderung
tinggi terutama untuk wilayah utara dan barat. Sedangkan wilayah
timur dan selatan memang harus dicek juga apakah memang tidak
ada kerentanan banjir atau memang tidak ada data.
Gambar 87
Peta Kerentanan Bencana Bajir Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Kerentanan terhadap Bencana Banjir Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

145

146

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 88
Peta Risiko Bencana Banjir di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Risiko Bencana Banjir Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Untuk risiko bencana banjir Jakarta Timur terlihat rendah untuk


wilayah selatan dan cenderung sedang untuk wilayah utara. Ini cukup
aneh mengingat dari peta kerentanan yang cenderung sedang dan
peta ancaman yang cenderung tinggi ternyata Jakarta Timur memiliki
risiko bencana banjir yang rendah dan sedang. Perlu diteliti lebih lanjut
apakah ini sebagai akibat tingginya kapasitas atau kondisi lain. Namun
jika dilihat tingkat kapasitas Jakarta Timur dari RPB menunjukkan
tingkat yang rendah, maka kemungkinannya adalah kekurangan data.
5.7.5.2 Bencana Gempabumi dan Upaya Mitigasi Bencana
Ancaman bencana gempabumi sedang cenderung tinggi untuk
Kota Jakarta Timur. Ada pola kelurusan dalam ancaman yang
cenderung tinggi. Pola kelurusan ini membujur dari utara ke selatan,
dan kebetulan pola kelurusan tersebut merupakan perbatasan
antara Kecamatan Ciracas Cipayung, dan Makasar Kramat
Jati. Bila dilihat pada arahan pola ruang, maka kelurusan tersebut
merupakan perbatasan antara zona B2 dan B3.
Kerentanan bencana gempa bumi kondisinya sedang cenderung
tinggi untuk wilayah Jakarta Timur. Kecamatan yang cenderung
tinggi antara lain Pulogadung, Makassar, Cakung dan Jatinegara.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 89
Peta Ancaman Bencana Gempabumi di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Ancaman Bencana Gempabumi Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur
dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Gambar 90
Peta Kerentanan Bencana Gempabumi di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Kerentanan terhadap Bencana Gempabumi Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan
Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

147

148

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 91
Peta Risiko Bencana Gempabumi di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Risiko Bencana Gempabumi Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Untuk risiko bencana gempa bumi kondisinya sedang cenderung


tinggi untuk Kotamadya Jakarta timur. Pola kelurusan yang sama
menunjukkan risiko yang tinggi dan meningkat pada kecamatan
Makassar yang juga memiliki kerentanan yang tinggi.
Untuk risiko bencana gempa bumi, sebagian wilayah perpotongan
kecamatan Makassar dengan pola kelurusan adalah yang paling
tinggi. Wilayah ini sudah merupakan kawasan B1 dan kondisi
eksisting penggunaan lahannya adalah permukiman kepadatan
tinggi, perkantoran, komersil dan perdagangan. Upaya mitigasi
dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas dan manajemen
risiko bencana meliputi pembangunan kesiapsiagaan dan
penguatan infrastruktur tahan bencana.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

5.7.5.3 Bencana Cuaca Ekstrim (Angin Puting Beliung) dan Upaya


Mitigasi Bencana
Ancaman bencana cuaca ekstrim sedang di semua wilayah Jakarta
Timur. Kerentanan bencana bencana cuaca ekstrim sedang
cenderung tinggi untuk wilayah Jakarta Timut. Kecamatan yang
cenderung tinggi antara lain Pulogadung, Makassar, Cakung dan
Jatinegara.
Untuk risiko bencana bencana cuaca ekstrim, Kecamatan Makassar
yang paling tinggi. Wilayah ini sudah merupakan kawasan B1
dan kondisi eksisting penggunaan lahannya adalah permukiman
kepadatan tinggi, perkantoran, komersil dan perdagangan. Upaya
mitigasi dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas dan
manajemen risiko bencana meliputi pembangunan kesiapsiagaan
dan penguatan infrastruktur tahan bencana.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar-gambar berikut.
Gambar 92
Peta Ancaman Bencana Cuaca Ekstrim di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Ancaman Bencana Cuaca Ekstrim (Angin Puting Beliung) Kota Jakarta Timur 2013
2017 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

149

150

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 93
Peta Kerentanan Bencana Cuaca Ekstrim di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Kerentanan terhadap Bencana Cuaca Ekstrim (Angin Puting Beliung) Kota Jakarta Timur
2013 2017 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Gambar 94
Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim (Angin Puting Beliung) Kota Jakarta Timur 2013 2017
dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

5.7.5.4 Bencana Kekeringan dan Upaya Mitigasi Bencana


Ancaman kekeringan untuk kota Jakarta Timur sangat tinggi untuk
seluruh wilayah. Kondisi ancaman kekeringan yang tinggi ini
bertolak belakang dengan kondisi ancaman banjir yang juga tinggi.
Sedangkan kerentanan terhadap bahaya kekeringan cenderung
sedang.
Risiko bencana kekeringan kondisinya sedang cenderung tinggi.
Risiko yang tinggi ini terutama pada sebagian wilayah Kecamatan
Duren Sawit, Jatinegara dan Kramat Jati. Sementara itu bagian utara
cenderung rendah yakni di Kecamatan Cakung, Pulogadung dan
Matraman. Diperlukan studi lebih mendalam mengenai pengelolaan
air, baik di waktu musim hujan maupun di waktu musim kemarau.
Dapat dipertimbangkan juga pengembangan sumur resapan dan
lubang biopori, penerapan konsep taman atap (roof garden) dan
dinding hijau di kawasan permukiman dan perkantoran terutama
di kawasan dengan KDB tinggi, serta pelarangan perubahan
peruntukan lahan di kawasan RTH Publik.
Gambar 95
Peta Ancaman Bencana Kekeringan di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Ancaman Bencana Kekeringan Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur
dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

151

152

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 96
Peta Kerentanan Bencana Kekeringan di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Kerentanan terhadap Bencana Kekeringan Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Gambar 97
Peta Risiko Bencana Kekeringan di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Risiko Bencana Kekeringan Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

5.7.5.5 Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit dan Upaya Mitigasi


Bencana
Ada empat jenis penyakit yang digunakan untuk menentukan
ancaman bahaya bencana epidemi dan wabah penyakit yakni:
penyakit HIV/AIDS, Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), dan
Penyakit Campak.
Ancaman bencana epidemi dan wabah penyakit cukup rendah
untuk Kota Jakarta Timur, sedangkan kerentanannya sedang
cenderung tinggi. Kecamatan yang cenderung tinggi antara lain
Pulogadung, Makassar, Cakung dan Jatinegara.
Risiko bencana epidemi dan wabah penyakit ini terlihat cenderung
rendah untuk wilayah Jakarta Timur sehingga upaya pengurangan
risiko yang diusulkan tidak ada.
Gambar 98
Peta Ancaman Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Ancaman Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit Kota Jakarta Timur 2013 2017
dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

153

154

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Gambar 99
Peta Kerentanan Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Kerentanan terhadap Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit Kota Jakarta Timur 2013
2017 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

Gambar 100
Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit di Kota Jakarta Timur

Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan
Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 6
Kesimpulan dan
Rekomendasi

155

156

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Bab 6 Kesimpulan dan


Rekomendasi
6.1 Kesimpulan
6.1.1

Kesimpulan Umum
Secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pendekatan Kajian Risiko Bencana BNPB tingkat awal yang tersedia saat
ini dapat dimanfaatkan pada perencanaan KSN pada skala peta 1:250.000
dan tidak dapat dimanfaatkan untuk perencanaan tata ruang tingkat
kabupaten/kota. Pendekatan ini juga dapat diimplementasikan dalam
konteks RTRWP pada skala peta 1:250.000.
Berdasarkan kajian ini, data spasial BNPB yang meliputi ancaman,
kerentanan dan risiko bencana pada skala 1:250.000 dapat dimanfaatkan
untuk menggambarkan tingkat ancaman, kerentanan, dan risiko bencana
beserta lokasinya untuk ketigabelas jenis bencana.
Pendekatan ini dapat dimanfaatkan untuk melengkapi substansi tinjauan
ulang RTR KSN (kasus studi RTR KSN JABODETABEKPUNJUR), RTRW
Provinsi DKI Jakarta, RTRW Provinsi Jawa Barat dan RTRW Provinsi Banten
dengan substansi kajian risiko bencana.
Berdasarkan perhitungan jarak antar pusat kegiatan ditemukan titiktitik pusat kegiatan yang terlalu dekat dengan jarak hanya sekitar 6-6,5
Km) sehingga pada kenyataannya dapat menimbulkan aglomerasi
(misalnya Cinere Kota Depok Cimanggis). Lebih lanjut hal tersebut
menyebabkan potensi kerentanan dan risiko bencana pada pusat-pusat
tersebut akan semakin tinggi.
Indikasi kerawanan bencana dapat digunakan dan diolah untuk
mempersiapkan kemampuan kawasan di masa yang akan datang untuk
menghadapi tigabelas jenis bencana, dan dapat membantu fokus
perencanaan tata ruang wilayah dalam mitigasi bencana terutama dalam
menyelamatkan pusat-pusat kegiatan nasional maupun sub-sub pusat
kegiatan agar tetap tumbuh sebagaimana direncanakan.
Indikasi kerentanan bencana dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat menghadapi bencana dalam kurun waktu lima
tahun. Diperlukan kehati-hatian dalam membaca indikasi kerentanan
bencana terutama dalam membaca potensi kerugian fisik dan ekonomi,
serta potensi kerusakan lingkungan. Dengan demikian fokus perencanaan

157

158

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

tata ruang wilayah akan lebih efektif antara lain dalam menentukan upaya
mitigasi bencana beserta biaya yang harus disediakan oleh pemerintah
daerah yang bersangkutan.
Indikasi risiko bencana dapat digunakan untuk menurunkan potensi
kerugian akibat bencana pada kurun waktu tertentu (lima tahun) melalui
penyusunan indikasi program periode lima tahunan.
Pada jenis bencana non alam (kegagalan teknologi, epidemi dan
wabah penyakit, serta konflik sosial), diperlukan studi lebih lanjut untuk
mendapatkan rekomendasi terbaik dan relevansinya terhadap penataan
ruang, sejauh mana ketersediaan data empiriknya, mitigasi yang perlu
dilakukan apakah struktural atau non-struktural. Khusus untuk bencana
kegagalan teknologi, keberadaan lokasi-lokasi strategis yang sudah
ada (misalnya keberadaan kilang minyak, pabrik dinamit, reaktor nuklir,
dan lain-lain) perlu diperhatikan bagi keperluan analisis potensi risiko
bencana dan tidak hanya dilihat dari sejarah kejadiannya saja. Hal ini
penting mengingat bencana kegagalan teknologi pada skala yang besar
akan dapat mengancam kestabilan ekologi secara global.
Selain berdasarkan daerah administrasi, bencana risiko tinggi untuk
JABODETABEKPUNJUR juga dapat dianalisis berdasarkan ketinggian
wilayah di atas permukaan air laut. Secara umum ketinggian lokasi di
atas permukaan air laut dapat digolongkan menjadi hulu, tengah dan
hilir. Bencana berisiko tinggi untuk JABODETABEKPUNJUR dapat dibagi
menurut karakteristik wilayah sbb:
Hulu: gempa bumi, tanah longsor, letusan gunung api, kekeringan,
kebakaran hutan dan lahan, kebakaran gedung dan permukiman,
epidemi dan wabah penyakit, serta kegagalan teknologi.
Tengah: gempa bumi, banjir, cuaca ekstrim, kekeringan, kebakaran
gedung dan permukiman, epidemi dan wabah penyakit, serta
kegagalan teknologi.
Hilir: banjir, gelombang ekstrim dan abrasi, epidemi dan wabah
penyakit, konflik sosial, serta kegagalan teknologi.
Aspek kebencanaan pada RTRWP DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten
belum lengkap sebagaimana dalam RPB masing-masing provinsi,
sehingga diperlukan pertimbangan untuk melengkapinya kelak apabila
RTRWP akan dievaluasi.
Dari kasus KRB Jakarta Timur terlihat bahwa untuk perencanaan tata
ruang skala kabupaten/kota masih membutuhkan data spasial yang
meliputi ancaman, kerentanan dan risiko bencana pada skala 1:50.000
dan lebih detil dengan kualitas data yang lebih baik. Hal ini membutuhkan
kerjasama dan kesepakatan antara BIG dan BNPB untuk menghasilkan
IGD dan IGT yang berkualitas tinggi, baik dalam proses pengumpulan

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

data spasial kebencanaan baik dari citra satelit dan penginderaan


jauh lainnya, data spasial dari K/L lain, survei dan pemetaan, hingga
pemrosesan data dan bukan hanya sekedar rekayasa GIS.
6.1.2

Kesimpulan Khusus
Kesimpulan khusus ini disusun menurut jenis bencana yang berisiko
cenderung tinggi pada wilayah hulu, tengah dan hilir.
6.1.2.1 Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hulu
Bencana risiko tinggi pada wilayah hulu beserta upaya mitigasinya
dapat dilihat pada Tabel 39.
6.1.2.2 Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Tengah
Bencana risiko tinggi pada wilayah tengah beserta upaya mitigasinya
dapat dilihat pada tabel 40
6.1.2.3 Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hilir
Bencana risiko tinggi pada wilayah hilir beserta upaya mitigasinya
dapat dilihat pada tabel 41

159

No.

Jawa Barat/
Kota Bogor

Provinsi/
Kabupaten
/Kota

Sedang-Tinggi

Sedang

Tinggi

Epidemi
dan Wabah
Penyakit

Gagal
Teknologi

Tingkat Risiko

Gempa Bumi

Jenis
Bencana

Tabel 39
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hulu

Kota Bogor

Kota Bogor

Kota Bogor

Lokasi

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, industri dan
gudang, pendidikan dan
fasilitas umum, fasilitas
transportasi, rumah
dibangun, semak-semak
dan hutan, pertanian dan
ruang terbuka

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, pertanian dan
lahan terbuka, industri
dan gudang, pendidikan
dan fasilitas umum,
fasilitas transportasi,
rumah dibangun

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka, komersil dan
bisnis, permukiman
kepadatan tinggi

Penggunaan Lahan
Saat Ini

B1

B1

Penggunaan
Lahan
Perpres
54/2008

Penataan ulang kawasan industri yang berada di


lingkungan perumahan padat.

Perkuatan bangunan dan infrastruktur;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana


kontingensi, penyiapan dan pemasangan instrumen
sistem peringatan dini);

Dari sisi tata ruang diusulkan untuk


dipertimbangkan perencanaan dan pembangunan
rumah sakit khusus yang menangani wabah
penyakit tertentu.

Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu


studi lebih lanjut untuk pengendalian faktor risiko;

Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan


kesiagaan menghadapi bencana epidemi dan
wabah penyakit;

Perkuatan bangunan dan infrastruktur yang


berpotensi terkena bencana;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan


(rencana kontingensi, penyiapan dan pemasangan
instrument sistem peringatan dini);

Upaya Mitigasi

160
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

No.

Jawa Barat/
Kabupaten.
Bogor

Provinsi/
Kabupaten
/Kota

Tinggi

Tingkat Risiko

Sedang

Sangat Tinggi

Letusan
Gunung Api

Kekeringan

Tanah Longsor Sedang-Tinggi

Gempa Bumi

Jenis
Bencana

Lanjutan Tabel 39

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka
Kebun campuran,
tegalan, persawahan

Gunung Pangrango

Bagian Barat:
Parung, Tigaraksa,
Gunung Sindur

Pertanian, ruang terbuka

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka

Gunung Salak

Bagian Selatan:
Citeureup,
Cileungsi, Kelapa
Nunggal

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka, komersil dan
bisnis, permukiman
kepadatan tinggi

Penggunaan Lahan
Saat Ini

Bagian Barat dan


Timur

Bagian Barat

Lokasi

B4/B4/HP

N, B3,B4

N2

B4,B4/HP

N1-N2,
B2,B3,B4,B4/
HP

Penggunaan
Lahan
Perpres
54/2008

Penguatan manajemen risiko melalui pengelolaan air


secara bijaksana

Perlu studi lebih lanjut untuk menilai tren konversi


lahan.

Pengendalian konversi: pengetatan penggunaan


lahan

Penguatan manajemen risiko;

Perlu studi lebih lanjut untuk menilai trend konversi


lahan.

Pengendalian konversi: pengetatan penggunaan


lahan

Penguatan manajemen risiko;

Upaya Mitigasi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

161

Jawa Barat/
Kabupaten.
Cianjur

Tinggi

Perbatasan
Kabupaten Bogor

Cileungsi

Sedang

Epidemi
dan Wabah
Penyakit

Kebakaran
Gedung dan
Permukiman

Bagian Utara,
Selatan

Bagian Timur

Tinggi

Sedang

Kebakaran
Hutan dan
Lahan

Bagian Barat

Lokasi

Kebakaran
Gedung dan
Permukiman

Tingkat Risiko

Jenis
Bencana

Sumber: hasil analisis, 2013

No.

Provinsi/
Kabupaten
/Kota

Lanjutan Tabel 39

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, semak-semak dan
hutan, pertanian dan
ruang terbuka

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, pertanian dan
lahan terbuka, industri
dan gudang, pendidikan
dan fasilitas umum,
fasilitas transportasi,
rumah dibangun

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, semak-semak dan
hutan, pertanian dan
ruang terbuka

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka

Penggunaan Lahan
Saat Ini

Dominan N2

Penguatan manajemen risiko;

N2, B4, B4/HP

Penguatan/pembangunan infrastruktur antara lain


penyediaan waduk-waduk kecil, bak penampungan
air, serta hidran untuk pemadaman api.

Penguatan manajemen risiko agar kepadatan


bangunan permukiman tidak bertambah tinggi
melalui perencanaan lebih detil;

Dari sisi tata ruang diusulkan untuk


dipertimbangkan perencanaan dan pembangunan
rumah sakit khusus yang menangani wabah
penyakit tertentu.

Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu


studi lebih lanjut untuk pengendalian faktor risiko;

Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan


kesiagaan menghadapi bencana epidemi dan
wabah penyakit;

Penguatan/pembangunan infrastruktur antara lain


penyediaan waduk-waduk kecil, bak penampungan
air, serta hidran untuk pemadaman api.

Penguatan manajemen risiko agar kepadatan


bangunan permukiman tidak bertambah tinggi
melalui perencanaan lebih detil;

pembuatan hujan buatan

Penguatan/pembangunan infrastruktur antara lain.


waduk-waduk kecil, pembuatan sekat penghalang
api, terutama antara lahan perumahan, perkebunan,
pertanian, dengan hutan;

Perlu studi lebih lanjut untuk menilai tren konversi


lahan;

Pengendalian konversi: pengetatan penggunaan


lahan;

Upaya Mitigasi

Penggunaan
Lahan
Perpres
54/2008

162
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Banten/
Kota Tangerang

Banten/
Kota Tangerang
Selatan

Provinsi/
Kabupaten
/Kota

No.
Sedang-Tinggi

Tinggi

Sedang-Tinggi

Gagal Teknologi

Gempa Bumi

Tingkat Risiko

Gempa Bumi

Jenis Bencana

Tabel 40
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Tengah

Kota Tangerang
Selatan

Kota Tangerang

Kota Tangerang

Lokasi

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka, komersil dan
bisnis, permukiman
kepadatan tinggi

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, industri dan
gudang, pendidikan dan
fasilitas umum, fasilitas
transportasi, rumah
dibangun, semak-semak
dan hutan, pertanian dan
ruang terbuka

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka, komersil dan
bisnis, permukiman
kepadatan tinggi

Penggunaan Lahan
Saat Ini

B1

B1

B1

Arahan Zona
Perpres
54/2008

Penguatan bangunan dan infrastruktur yang


berpotensi terkena bencana;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan


(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrument sistem peringatan
dini);

Penataan ulang kawasan industri yang berada


di lingkungan perumahan padat.

Penguatan bangunan dan infrastruktur;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan


(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrumen sistem peringatan dini);

Penguatan bangunan dan infrastruktur yang


berpotensi terkena bencana;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan


(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrumen sistem peringatan
dini);

Upaya Mitigasi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

163

No.

Banten/
Kabupaten
Tangerang

Provinsi/
Kabupaten
/Kota

Lanjutan Tabel 40

Sedang-Tinggi

Sedang-Rendah

Tinggi

Banjir

Kebakaran
Gedung dan
Permukiman

Tingkat Risiko

Gempa Bumi

Jenis Bencana

Bagian Selatan
dan Tengah

Area sekitar
bandara
Soekarno- Hatta

Bagian Tengah
dan Selatan

Lokasi

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, semak-semak dan
hutan, pertanian dan
ruang terbuka

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, pertanian dan
lahan terbuka, Industri dan
gudang, pendidikan dan
fasilitas umum, fasilitas
transportasi, rumah
dibangun

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka, komersil dan
bisnis, permukiman
kepadatan tinggi

Penggunaan Lahan
Saat Ini

Penguatan manajemen risiko agar kepadatan


bangunan permukiman tidak bertambah tinggi
melalui perencanaan lebih detail;

Penguatan/pembangunan infrastruktur
antara lain penyediaan waduk-waduk kecil,
bak penampungan air, serta hidran untuk
pemadaman api.

Perlu dikembangkan pengelolaan lingkungan


untuk menjaga infrastruktur bandara dan akses
menuju bandara.

Perlu studi lebih lanjut untuk menilai tren


konversi lahan.

Pengendalian konversi: pengetatan


penggunaan lahan

Penguatan manajemen risiko;

Upaya Mitigasi

B2,B5

B2,B3,B5

Arahan Zona
Perpres
54/2008

164
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

No.

Jawa Barat/
Kota Bekasi

Provinsi/
Kabupaten
/Kota

Lanjutan Tabel 40

Tinggi

Sedang-Tinggi

Tinggi

Sedang

Banjir

Kebakaran
Gedung dan
Permukiman

Epidemi dan
Wabah Penyakit

Tingkat Risiko

Gempa Bumi

Jenis Bencana

Kota Bekasi

Kota Bekasi

Dekat kawasan
Industri
Pulogadung

Kota Bekasi

Lokasi

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, pertanian dan
lahan terbuka, industri dan
gudang, pendidikan dan
fasilitas umum, fasilitas
transportasi, rumah
dibangun

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, semak-semak dan
hutan, pertanian dan
ruang terbuka

Rumah dibangun,
pertanian dan ruang
terbuka

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka, komersil dan
bisnis, permukiman
kepadatan tinggi

Penggunaan Lahan
Saat Ini

Penguatan manajemen risiko agar kepadatan


bangunan permukiman tidak bertambah tinggi
melalui perencanaan lebih detil;
B

Dari sisi tata ruang diusulkan untuk


dipertimbangkan perencanaan dan
pembangunan rumah sakit khusus yang
menangani wabah penyakit tertentu.

Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu


studi lebih lanjut untuk pengendalian faktor
risiko;

Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan


kesiagaan menghadapi bencana epidemi dan
wabah penyakit;

Penguatan/pembangunan infrastruktur
antara lain. penyediaan waduk-waduk kecil,
bak penampungan air, serta hydran untuk
pemadaman api.

Perlu dipertimbangkan penggunaan lahan


alternatif lain selain untuk pertanian

Perkuatan bangunan dan infrastruktur yang


berpotensi terkena bencana;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan


(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrument sistem peringatan
dini);

Upaya Mitigasi

B1

B1

Arahan Zona
Perpres
54/2008

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

165

No.

Jawa Barat/
Kab. Bekasi

Provinsi/
Kabupaten
/Kota

Lanjutan Tabel 40

Sedang-Tinggi

Sedang-Tinggi

Tinggi

Tinggi

Sedang

Cuaca Ekstrim

Kekeringan

Kebakaran
Gedung dan
Permukiman

Epidemi dan
Wabah Penyakit

Tingkat Risiko

Banjir

Jenis Bencana

Setu, Tambun

Bagian barat
dan Tengah

Bagian utara

Bagian utara

Dekat kawasan
Industri
Pulogadung

Lokasi

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, pertanian dan
lahan terbuka, industri dan
gudang, pendidikan dan
fasilitas umum, fasilitas
transportasi, rumah
dibangun

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, semak-semak dan
hutan, pertanian dan
ruang terbuka

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka

Sawah, lahan terbangun


dan permukiman

Rumah dibangun,
pertanian dan ruang
terbuka

Penggunaan Lahan
Saat Ini

B5 diselingi
N1,N2

B4,B4/HP,B7,
sedikit B1

B2,B5
(dominan),
B7,N1

Arahan Zona
Perpres
54/2008

Dari sisi tata ruang diusulkan untuk


dipertimbangkan perencanaan dan
pembangunan rumah sakit khusus yang
menangani wabah penyakit tertentu.

Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu


studi lebih lanjut untuk pengendalian faktor
risiko;

Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan


kesiagaan menghadapi bencana epidemi dan
wabah penyakit;

Penguatan/pembangunan infrastruktur
antara lain. penyediaan waduk-waduk kecil,
bak penampungan air, serta hidran untuk
pemadaman api.

Penguatan manajemen risiko agar kepadatan


bangunan permukiman tidak bertambah tinggi
melalui perencanaan lebih detail;

Perlu dipertimbangkan untuk konservasi tanah


dan pembuatan check dam dan reboisasi

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana.

Penguatan bangunan dan infrastruktur


yang berpotensi terkena bencana melalui
penerapan aturan standar bangunan yang
memperhitungkan beban angin.;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan


(rencana kontingensi);

Perlu dipertimbangkan penggunaan lahan


alternatif lain selain untuk pertanian

Upaya Mitigasi

166
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Jawa Barat/
Kota Depok

Provinsi/
Kabupaten
/Kota

Sumber: hasil analisis, 2013

No.

Lanjutan Tabel 40

Tinggi

Sedang

Tinggi

Epidemi dan
Wabah Penyakit

Gagal Teknologi

Tinggi

Gagal Teknologi

Gempa Bumi

Tingkat Risiko

Jenis Bencana

Cinere, Kota
Depok,
Cimanggis

Cinere,
Cimanggis

Cinere,
Cimanggis, Kota
Depok

Tambun,
Kabupaten
Bekasi

Lokasi

Arahan Zona
Perpres
54/2008

B1

B1
Komersil dan bisnis,
permukiman kepadatan
tinggi, industri dan gudang,
pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi,
rumah dibangun, semaksemak dan hutan, pertanian
dan ruang terbuka

Komersil dan bisnis,


permukiman kepadatan
tinggi, pertanian dan
lahan terbuka, industri dan
gudang, pendidikan dan
fasilitas umum, fasilitas
transportasi, rumah
dibangun

Semak-semak dan hutan,


pertanian dan ruang
terbuka, komersil dan
bisnis, permukiman
kepadatan tinggi

Komersil dan bisnis,


B1
permukiman kepadatan
tinggi, industri dan gudang,
pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi,
rumah dibangun, semaksemak dan hutan, pertanian
dan ruang terbuka

Penggunaan Lahan
Saat Ini

Penataan ulang kawasan industri yang berada


di lingkungan perumahan padat.

Penguatan bangunan dan infrastruktur;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan


(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrumen sistem peringatan dini);

Dari sisi tata ruang diusulkan untuk


dipertimbangkan perencanaan dan
pembangunan rumah sakit khusus yang
menangani wabah penyakit tertentu.

Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu


studi lebih lanjut untuk pengendalian faktor
risiko;

Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan


kesiagaan menghadapi bencana epidemi dan
wabah penyakit;

Perkuatan bangunan dan infrastruktur yang


berpotensi terkena bencana;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan


(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrumen sistem peringatan
dini);

Penataan ulang kawasan industri yang berada


di lingkungan perumahan padat.

Penguatan bangunan dan infrastruktur;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan


(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrumen sistem peringatan dini);

Upaya Mitigasi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

167

No.

Provinsi/
Kabupaten
/Kota
DKI Jakarta/
Kota Jakarta Pusat
Jakarta
Pusat

Jakarta
Pusat

Sedang

Epidemi
dan Wabah
Penyakit

Lokasi

Tinggi

Tingkat
Risiko

Banjir

Jenis
Bencana

Tabel 41
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hilir

Komersil dan bisnis, permukiman


kepadatan tinggi, pertanian
dan lahan terbuka, industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi, rumah
dibangun

Komersil dan bisnis, permukiman


kepadatan tinggi, pertanian
dan lahan terbuka, Industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi, rumah
dibangun

Penggunaan Lahan
Saat Ini

B1

Arahan Zona
Perpres 54/2008

Dari sisi tata ruang diusulkan untuk


dipertimbangkan perencanaan dan
pembangunan rumah sakit khusus yang
menangani wabah penyakit tertentu.

Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu


studi lebih lanjut untuk pengendalian faktor
risiko.

Pertimbangan pembangunan dan pemulihan


kapasitas polder dan pemompaan di polder
(missal: area Istana Merdeka).
Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan
kesiagaan menghadapi bencana epidemi dan
wabah penyakit;

Perkuatan bangunan dan infrastruktur yang


berpotensi terkena bencana;

Arahan tentang intensitas penggunaan


ruang, pengaturan kawasan budidaya dengan
instrumen KZB, KDB, KLB, misal pembangunan
hunian vertikal;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana banjir;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan


(rencana kontingensi);

Upaya Mitigasi

168
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

No.

Provinsi/
Kabupaten
/Kota
DKI Jakarta/
Kota Jakarta Utara

Lanjutan Tabel 41

Tingkat
Risiko

Tinggi

Tinggi

Jenis
Bencana

Banjir

Gelombang
Ekstrim dan
Abrasi

Sepanjang
pantai
Utara

Sepanjang
pantai
Utara

Lokasi

Permukiman kepadatan tinggi,


industri dan gudang, komersil
dan bisnis, perairan, rawa, sungai
dan kolam; pertanian dan ruang
terbuka

Komersil dan bisnis, permukiman


kepadatan tinggi, pertanian
dan lahan terbuka, Industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi, rumah
dibangun

Penggunaan Lahan
Saat Ini

B1, B6, B7, N1

B1, B6,B7,N1

Arahan Zona
Perpres 54/2008

Pertimbangan untuk menata ulang kawasan


permukiman yang berada di pinggir pantai.

Peremajaan pantai dengan penanaman


vegetasi bakau pada zona N;

Perkuatan bangunan dan infrastruktur yang


berpotensi terkena bencana;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana gelombang ekstrim;

Relokasi terhadap kawasan perumahan yang


berada di sekitar bantaran sungai, waduk dan
situ yang mengganggu sistem tata air.
Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan
(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrumen sistem peringatan
dini);

Pelebaran dan pendalaman muara sungai di


Teluk Jakarta;

Normalisasi sungai, saluran, waduk dan situ;

Penghijauan kembali kawasan sempadan


pantai dan sungai/kanal;

Penerapan dan perluasan sistem polder;

Perkuatan bangunan dan infrastruktur yang


berpotensi terkena bencana;

Arahan tentang intensitas penggunaan


ruang, pengaturan kawasan budidaya dengan
instrumen KZB, KDB, KLB, misal pembangunan
hunian vertikal;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana banjir;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan


(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrument sistem peringatan dini);

Upaya Mitigasi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

169

No.

DKI Jakarta/
Kota Jakarta Barat

Provinsi/
Kabupaten
/Kota

Lanjutan Tabel 41

Tingkat
Risiko

Sedang

Sedang

Tinggi

Jenis
Bencana

Epidemi
dan Wabah
Penyakit

Epidemi
dan Wabah
Penyakit

Gagal
Teknologi

Jakarta
Barat

Jakarta
Barat

Jakarta
Utara

Lokasi

Komersil dan bisnis, permukiman


kepadatan tinggi, industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi,
rumah dibangun, semak-semak
dan hutan, pertanian dan ruang
terbuka

Komersil dan bisnis, permukiman


kepadatan tinggi, pertanian
dan lahan terbuka, industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi, rumah
dibangun

Komersil dan bisnis, permukiman


kepadatan tinggi, pertanian
dan lahan terbuka, industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi, rumah
dibangun

Penggunaan Lahan
Saat Ini

B1

Arahan Zona
Perpres 54/2008

Penataan ulang kawasan industri yang berada


di lingkungan perumahan padat.

Penguatan bangunan dan infrastruktur;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana kegagalan teknologi;

Dari sisi tata ruang diusulkan untuk


dipertimbangkan perencanaan dan
pembangunan rumah sakit khusus yang
menangani wabah penyakit tertentu.
Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan
(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrumen sistem peringatan
dini);

Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu


studi lebih lanjut untuk pengendalian faktor
risiko.

Dari sisi tata ruang diusulkan untuk


dipertimbangkan perencanaan dan
pembangunan rumah sakit khusus yang
menangani wabah penyakit tertentu.
Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan
kesiagaan menghadapi bencana epidemi dan
wabah penyakit;

Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu


studi lebih lanjut untuk pengendalian faktor
risiko.

Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan


kesiagaan menghadapi bencana epidemi dan
wabah penyakit;

Upaya Mitigasi

170
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

No.

DKI Jakarta/
Kota Jakarta
Selatan

Provinsi/
Kabupaten
/Kota

Lanjutan Tabel 41

Tingkat
Risiko

Tinggi

Sedang

Tinggi

Tinggi

Jenis
Bencana

Konflik
Sosial

Epidemi
dan Wabah
Penyakit

Gagal
Teknologi

Konflik
Sosial

Jakarta
Selatan

Jakarta
Selatan

Kota
Jakarta
Selatan

Jakarta
Barat

Lokasi
B

Arahan Zona
Perpres 54/2008

Komersil dan bisnis, permukiman


kepadatan tinggi, industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi, rumah
dibangun

Komersil dan bisnis, permukiman


kepadatan tinggi, industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi,
rumah dibangun, semak-semak
dan hutan, pertanian dan ruang
terbuka

B1

Komersil dan bisnis, permukiman B


kepadatan
tinggi,
pertanian
dan lahan terbuka, industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi, rumah
dibangun

Komersil dan bisnis, permukiman


kepadatan tinggi, industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi, rumah
dibangun

Penggunaan Lahan
Saat Ini

Meningkatkan pemahaman dan penyadaran


serta meningkatnya perlindungan
penghormatan, dan penegakan HAM.

Mengembangkan supremasi hukum dengan


menegakkan hukum secara konsisten,
berkeadilan dan kejujuran;

Penataan ulang kawasan industri yang berada


di lingkungan perumahan padat.
Mendorong peran serta penduduk dalam
rangka memelihara stabilitas ketentraman dan
ketertiban;

Perkuatan bangunan dan infrastruktur;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana kegagalan teknologi;

Dari sisi tata ruang diusulkan untuk


dipertimbangkan perencanaan dan
pembangunan rumah sakit khusus yang
menangani wabah penyakit tertentu.
Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan
(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrumen sistem peringatan
dini);

Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu


studi lebih lanjut untuk pengendalian faktor
risiko;

Meningkatkan pemahaman dan penyadaran


serta meningkatnya perlindungan
penghormatan, dan penegakan HAM.
Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan
kesiagaan menghadapi bencana epidemi dan
wabah penyakit;

Mengembangkan supremasi hukum dengan


menegakkan hukum secara konsisten,
berkeadilan dan kejujuran;

Mendorong peran serta penduduk dalam


rangka memelihara stabilitas ketentraman dan
ketertiban;

Upaya Mitigasi

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

171

Provinsi/
Kabupaten
/Kota
DKI Jakarta/
Kota Jakarta Timur

Sumber: hasil analisis, 2013

No.

Lanjutan Tabel 41

Jakarta
Timur

Sedang

Tinggi

Epidemi
dan Wabah
Penyakit

Gagal
Teknologi

Jakarta
Timur

Pulo
Gadung,
Cakung

Lokasi

Tinggi

Tingkat
Risiko

Banjir

Jenis
Bencana
B1

Arahan Zona
Perpres 54/2008

Komersil dan bisnis, permukiman


kepadatan tinggi, industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi,
rumah dibangun, semak-semak
dan hutan, pertanian dan ruang
terbuka

B1

Komersil dan bisnis, permukiman B


kepadatan
tinggi,
pertanian
dan lahan terbuka, industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi, rumah
dibangun

Komersil dan bisnis, permukiman


kepadatan tinggi, pertanian
dan lahan terbuka, Industri dan
gudang, pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi, rumah
dibangun

Penggunaan Lahan
Saat Ini

Penataan ulang kawasan industri yang berada


di lingkungan perumahan padat.

Penguatan bangunan dan infrastruktur;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana kegagalan teknologi;

Dari sisi tata ruang diusulkan untuk


dipertimbangkan perencanaan dan
pembangunan rumah sakit khusus yang
menangani wabah penyakit tertentu.
Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan
(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrumen sistem peringatan dini);

Manajemen risiko dan deteksi secara dini. Perlu


studi lebih lanjut untuk pengendalian faktor
risiko;

Penguatan bangunan dan infrastruktur yang


berpotensi terkena bencana.
Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan
kesiagaan menghadapi bencana epidemi dan
wabah penyakit;

Arahan tentang intensitas penggunaan


ruang, pengaturan kawasan budidaya dengan
instrumen KZB, KDB, KLB, misal pembangunan
hunian vertikal;

Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan


menghadapi bencana banjir;

Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan


(rencana kontingensi, penyiapan dan
pemasangan instrumen sistem peringatan dini);

Upaya Mitigasi

172
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

6.2 Rekomendasi
6.2.1

Rekomendasi Umum

6.2.2

Info kerawanan bencana pada wilayah hulu, tengah dan hilir dapat
digunakan untuk melengkapi muatan teknis RTRWP DKI Jakarta, Jawa
Barat, dan Banten.
Berdasarkan hasil tumpangsusun peta risiko bencana ditemukan
penggunaan lahan lain -dengan potensi tingkat risiko bencana yang
tinggi- yang tidak sesuai dengan Perpres No. 54/2008; sehingga alternatif
rekomendasinya adalah antara lain: (i) dilakukan perubahan pola
pemanfaatan ruang; (ii) dilakukan upaya pengendalian pemanfaatan
ruang. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengkaji secara lebih rinci
terhadap hal ini, antara lain melalui RDTR.
Dalam kaitan dengan upaya mitigasi bencana, maka pembangunan
infrastruktur kesiapsiagaan dianjurkan untuk dilakukan pada wilayah
yang sudah padat dan sudah tidak bisa diubah peruntukannya.
Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengkaji secara lebih rinci terhadap
hal ini, diantaranya melalui RDTR.
Dalam kaitan dengan arahan susunan pusat-pusat kegiatan di
JABODETABEKPUNJUR, diperlukan studi lebih lanjut untuk mereview
terhadap sub-sub pusat perkotaan tersebut mana yang akan lebih
dominan sehingga dapat direkomendasikan untuk digabung menjadi
satu pusat perkotaan.

Rekomendasi Khusus
6.2.2.1 Rekomendasi
Untuk
JABODETABEKPUNJUR

Kegiatan

Kaji

Ulang

KSN

Rekomendasi untuk kegiatan kaji ulang KSN JABODETABEKPUNJUR


disusun berdasarkan wilayah hulu, tengah dan hilir sebagai berikut:

173

174

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 42
Rekomendasi untuk Wilayah Hulu
No.

Provinsi/Kabupaten
/Kota

Jenis Bencana

Rekomendasi

Jawa Barat

Cuaca ekstrim, kekeringan,


kebakaran hutan dan
lahan, epidemi dan wabah
penyakit, gagal teknologi,
dan konflik sosial

Direkomendasikan untuk melengkapi aspek


kebencanaan pada kegiatan evaluasi RTRWP Jawa
Barat untuk jenis bencana tersebut;

Gempa Bumi

Penyusunan RDTR berbasis


gempabumi (skala 1:5.000)

Epidemi dan Wabah


Penyakit

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana epidemi


dan wabah penyakit (skala 1:5.000)

Gagal Teknologi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana kegagalan


teknologi (skala 1:5.000)

Gempa Bumi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


gempabumi (skala 1:5.000)

Tanah Longsor

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana tanah


longsor (skala 1:5.000)

Kota Bogor

Kabupaten Bogor

Letusan Gunung Api

Kabupaten Cianjur

Sumber: hasil analisis, 2013

Direkomendasikan agar kedalaman materi aspek


kebencanaan yang telah ada disesuaikan dengan
hasil Kajian Risiko Bencana Provinsi Jawa Barat (12
jenis potensi bencana)
mitigasi

bencana

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana letusan


gunung api (skala 1:5.000)

Kekeringan

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana kekeringan


(skala 1:5.000)

Kebakaran Hutan dan


Lahan

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana kebakaran


hutan dan lahan (skala 1:5.000)

Kebakaran Gedung dan


Permukiman

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana kebakaran


gedung dan permukiman (skala 1:5.000).

Epidemi dan Wabah


Penyakit

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana epidemi


dan wabah penyakit (skala 1:5.000)

Kebakaran Gedung dan


Permukiman

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana kebakaran


gedung dan permukiman (skala 1:5.000).

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 43
Rekomendasi untuk Wilayah Tengah
No.

Provinsi/Kabupaten
/Kota

Jenis Bencana

Rekomendasi

Banten

Gempa bumi, gelombang


ekstrim, cuaca ekstrim,
kekeringan, kebakaran hutan
dan lahan, epidemi dan wabah
penyakit, gagal teknologi, dan
konflik sosial.

Direkomendasikan untuk melengkapi aspek


kebencanaan pada kegiatan evaluasi RTRWP
Banten untuk jenis bencana tersebut;

Gempa Bumi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


gempa bumi (skala 1:5.000)

Gagal Teknologi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


kegagalan teknologi (skala 1:5.000)

Kota Tangerang

Direkomendasikan agar kedalaman materi


aspek kebencanaan yang telah ada disesuaikan
dengan hasil Kajian Risiko Bencana Provinsi
Banten (11 jenis potensi bencana)

Kota Tangerang Selatan

Gempa Bumi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


gempa bumi (skala 1:5.000)

Kabupateng Tangerang

Gempa Bumi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


gempa bumi (skala 1:5.000)

Banjir

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


banjir (skala 1:5.000)

Kebakaran Gedung dan


Permukiman

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


kebakaran gedung dan permukiman (skala
1:5.000).

Gempa Bumi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


gempa bumi (skala 1:5.000)

Banjir

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


banjir (skala 1:5.000)

Kebakaran Gedung dan


Permukiman

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


kebakaran gedung dan permukiman (skala
1:5.000).

Epidemi dan Wabah Penyakit

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


epidemi dan wabah penyakit (skala 1:5.000)

Banjir

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


banjir (skala 1:5.000)

Cuaca Ekstrim

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


cuaca ekstrim (skala 1:5.000)

Kekeringan

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


kekeringan (skala 1:5.000)

Kebakaran Gedung dan


Permukiman

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


kebakaran gedung dan permukiman (skala
1:5.000).

Epidemi dan Wabah Penyakit

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


epidemi dan wabah penyakit (skala 1:5.000)

Gagal Teknologi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


kegagalan teknologi (skala 1:5.000)

Gempa Bumi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


gempa bumi (skala 1:5.000)

Epidemi dan Wabah Penyakit

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


epidemi dan wabah penyakit (skala 1:5.000)

Gagal Teknologi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


kegagalan teknologi (skala 1:5.000)

II

Jawa Barat

Kota Bekasi

Kabupaten Bekasi

Kota Depok

Sumber: hasil analisis, 2013

175

176

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Tabel 44
Rekomendasi untuk Wilayah Hilir
No.

Provinsi/Kabupaten
/Kota

Provinsi DKI Jakarta

Kota Jakarta Pusat

Kota Jakarta Utara

Kota Jakarta Barat

Kota Jakarta Selatan

Kota Jakarta Timur

Sumber: hasil analisis, 2013

Jenis Bencana

Rekomendasi

Cuaca ekstrim, epidemi


dan wabah penyakit, gagal
teknologi, dan konflik
sosial

Direkomendasikan untuk melengkapi aspek


kebencanaan pada kegiatan evaluasi RTRWP DKI
Jakarta untuk jenis bencana tersebut;

Banjir

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana banjir


(skala 1:5.000)

Epidemi dan Wabah


Penyakit

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana epidemi


dan wabah penyakit (skala 1:5.000)

Banjir

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana banjir


(skala 1:5.000)

Gelombang Ekstrim dan


Abrasi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana


gelombang ekstrim dan abrasi (skala 1:5.000)

Epidemi dan Wabah


Penyakit

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana epidemi


dan wabah penyakit (skala 1:5.000)

Epidemi dan Wabah


Penyakit

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana epidemi


dan wabah penyakit (skala 1:5.000)

Gagal Teknologi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana kegagalan


teknologi (skala 1:5.000)

Konflik Sosial

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana konflik


sosial (skala 1:5.000)

Epidemi dan Wabah


Penyakit

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana epidemi


dan wabah penyakit (skala 1:5.000)

Gagal Teknologi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana kegagalan


teknologi (skala 1:5.000)

Konflik Sosial

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana konflik


sosial (skala 1:5.000)

Banjir

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana banjir


(skala 1:5.000)

Epidemi dan Wabah


Penyakit

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana epidemi


dan wabah penyakit (skala 1:5.000)

Gagal Teknologi

Penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana kegagalan


teknologi (skala 1:5.000)

Direkomendasikan agar kedalaman materi aspek


kebencanaan yang telah ada disesuaikan dengan
hasil Kajian Risiko Bencana Provinsi DKI Jakarta (9
jenis potensi bencana)

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

6.2.2.2 Rekomendasi untuk Badan Informasi Geospasial (BIG)


Peta-peta RTRW Provinsi, Kabupaten/Kota sebaiknya bisa
disebarluaskan secara online baik berupa peta digital statik (PDF
dan JPG) atau berupa map services menggunakan infrastruktur
geospasial dari BIG.
BIG perlu mengusahakan dan mempersiapkan dukungan untuk
penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana pada skala 1:5.000
dan 1:10.000 khususnya pada KSN JABODETABEKPUNJUR untuk
Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang,
Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi, Kota
Jakarta Utara, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, dan Kota
Jakarta Selatan.
6.2.2.3 Rekomendasi untuk Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB)
Untuk peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana diharapkan
tidak berhenti pada tingkatprovinsi (skala 1:250.000) tetapi bisa
dikembangkan sampai kedetilan skala kabupaten yakni 1:50.000
dan untuk kota yakni 1:25.000 atau lebih detil.
Berdasarkan kajian ini, BNPB perlu menyusun Kajian Risiko
Bencana berupa dokumen dan peta pada skala 1:50.000 untuk
Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bekasi;
dan pada skala 1:25.000 atau lebih detil untuk Kota Bogor, Kota
Depok, Kota Tangerang, Kota Bekasi, Kota Jakarta Utara, Kota
Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, dan Kota Jakarta Selatan.
Kajian risiko dan peta risiko skala 1:50.000 dapat memberikan
informasi yang lebih rinci untuk mengidentifikasi kawasan
dengan indeks risiko tinggi, yang memerlukan program aksi
mengurangi kerentanan dan meningkatkan ketahanan/resiliensi
terutama bagi masyarakat kelompok rentan.
Dari kajian studi kasus data spasial kebencanaan Kota Jakarta
Timur diperlukan penyempurnaan KRB dan peta risiko 1:50.000
atau lebih rinci agar dapat dimanfaatkan untuk perencanaan
tata ruang yang lebih detil.
Penyebarluasan informasi kebencanaan (ancaman, kerentanan
dan risiko bencana) menggunakan media internet pada
http://geospasial.bnpb.go.id dalam bentuk map services dan
peta digital statik (JPG dan PDF) sudah efektif. Tetapi untuk
pemanfaatan map service masih harus lebih disosialiasikan dan
ditingkatkan kecepatan aksesnya.

177

178

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Terkait penyebarluasan informasi spasial kebencanaan secara


online, BNPB perlu mengintegrasikan sistemnya dengan
infrastruktur data spasial nasional yang sedang dikerjakan BIG
sehingga tujuan UU no 4 tahun 2011 terkait penyelenggaraan
IGD dan IGT dalam One Map Policy dapat terwujud.
BNPB memerlukan dukungan berbagai pihak agar kedetilan
dan keakuratan data ancaman, kerentanan dan risiko bencana
dapat lebih ditingkatkan. Indikator kerentanan bencana perlu
disepakati dengan Kementerian/Lembaga lainnya.
6.2.2.4 Rekomendasi untuk Perbaikan Pedoman Penyusunan RTR KSN
dan RTRWP
Perlu memaparkan manfaat informasi kerawanan bagi
perencanaan tata ruang.
Perlu memuat informasi ancaman, kerentanan, dan risiko bencana
bagi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Untuk kegiatan analisis spasial dari data peta ancaman,
kerentanan dan risiko dari BNPB perlu diinformasikan untuk
dilakukan secara visual dengan memperhatikan aspek-aspek
kebencanaan pada struktur dan pola ruang.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Referensi
Buku
Sagala, Saut, et al. Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan
Penanganannya. Menarik Pelajaran dari 50 Tahun Perjalanan Perencanaan Wilayah dan
Kota di Indonesia, 2011.

Publikasi Pemerintah
Dinas PU DKI Jakarta. Masterplan Pengendalian Banjir, 2009.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.Indeks Rawan Bencana Indonesia, 2011.
BPBD Kota Jakarta Timur. Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) KotaJakarta Timur
2013-2017.
BPBD Provinsi Banten. Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi Banten 20122016.
BPBD Provinsi DKI Jakarta. Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi DKI Jakarta
2012-2016.
BPBD Provinsi Jawa Barat. Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi Jawa Barat
2012-2016.
Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Paparan Rencana
Audit Tata Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR, 2013.
Penjelasan Menteri Negara PPN/ Kepala BAPPENAS Tentang Hasil Penilaian Kerusakan
Dan Kerugian Pascabencana Banjir Awal Februari 2007 Di Wilayah Jabodetabek (Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, Dan Bekasi), 2007.
Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014.

Buletin
Djakapermana, RD. Rencana Tata Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR: Upaya
Menyeimbangkan Pertumbuhan ekonomi dengan Kelestarian Lingkungan Hidup. Buletin
Tata Ruang Edisi Juli-Agustus, 2008.
Hidup Harmoni Dengan Risiko Bencana. bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_
fullred&id=59. Bulletin Tata Ruang Edisi September-Oktober 2011.

Website
Http://geospasial.bnpb.go.id
Http://indonesiadata.co.id

179

180

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

MPKD UGM. Penataan Ruang Berbasis Mitigasi Bencana. Refreshing Course, 2012 (mitigasi.
mpkd.ugm.ac.id_wp-content_uploads_2012_12_Refreshing-Course-MPKD_PenataanRuang-Berbasis-Mitigasi-Bencana-14DES12)
Petrasawacana. Konsep Pemetaan Risiko Bencana, 2011
(http://petrasawacana.wordpress.com/2011/02/20/konsep-pemetaan-risiko-bencana/)
Rudiyanto, Arifin. Pengembangan Infrastruktur Data Spasial Nasional Dalam Rangka
Mendukung Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Data Spasial: Sistem Layanan
Informasi Mandiri (SLIM) Pertanahan, 2013 (http://slim.slemankab.go.id/index.php/
home/news/23)
Dalangan, Pogung. Peran Penting Penataan Ruang dalam Pengurangan Risiko Bencana:
Pemahaman Dasar, 2013. (http://muhammadrezkihr.blogspot.com/2013/04/peranpenataan-ruang-dalam-pengurangan.html)
Tagana (Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat) Provinsi Banten.
Manajemen Penanganan Bencana Berbasis Masyarakat, 2009.
(taganabanten-info.blogspot.com/2009/10/manajemen-penanganan-bencana-berbasis.
html).

Tesis/ Disertasi
Hakim, Ikhwan. The Spatial Structure of Employment and Its Impacts on The Journey to
Work in the Jakarta Metropolitan Area: A Southeast Asian Extended Metropolitan Region
(EMR) Perspective. Disertasi Program Doktor pada University of New South Wales, 2009

Peraturan/ Perundang-undangan
Peraturan Daerah No. 22 Tahun 2010 tentang RTRWP Jawa Barat Tahun 2009-2029.
Peraturan Daerah Provinsi banten No. 2 Tahun 2011 tentang RTRWP Banten Tahun 20102030.
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030.
Peraturan Kepala BNPB No. 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko
Bencana.
Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana.
Peraturan Menteri PU No. 15/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Nasional.
Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-Undang No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Lampiran :
Peta-Peta Ancaman,
Kerentanan, dan
Risiko Bencana

181

182

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Lampiran Peta-Peta
Ancaman, Kerentanan, dan
Risiko Bencana

183

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028 dengan Peta Ancaman/Hazard Bencana Banjir BNPB tahun 2013

1. Bencana Banjir
1.1Peta Ancaman Banjir (Gambar 38)

184
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Banjir BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

1.2 Peta Kerentanan Banjir (Gambar 39)


Peta ini adalah hasil
pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

185

Wilayah
Wilayah
risikorisiko
banjir
banjir
rendahrendahsedang.
sedang.
Rencana
Rencana
ruang
ruang

Wilayah
Wilayah
risiko
banjir
banjirrisiko
tinggi.
tinggi.
Rencana
Rencana
ruang
untuk
ruang
untuk
permukiman
permukiman
padat.
padat.
Isu reviu:
Isu reviu:
manajemen
risikomanajemen
bencana
risiko
(kesiapsiagaan,
bencana
(kesiapsiaga
an,

Wilayah
risikorisiko
banjirbanjir
sedang Wilayah
tinggi.sedang-tinggi.
Rencana
ruangruang
di dominasi
Rencana
di domisasi
lindung,
lahanlahan
basah
dan dan
lindung,
basah
permukiman
padat-sedang.
permukiman padat-sedang.
Isu
reviu:
Isu reviu: Optimalkah
Optimalkah
alokasi
rencanarencana
alokasi ruang
ini?
ruangPerlu
ini? dipertimbangkan
Perlu alternatif
dipertimbangkan
peruntukan ruang
alternatif
yangperuntukan
lebih optimalruang
dengan
yang risiko
lebih yang
optimal
dengan
ada?
risiko yang ada?

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Banjir BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

1.3 Peta Risiko Banjir (Gambar 40)

186
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman /Hazard Bencana Tanah Longsor BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

2.1 Peta Ancaman Tanah Longsor (Gambar 41)

2. Bencana Tanah Longsor

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

187

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Tanah Longsor BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

2.2 Peta Kerentanan Tanah Longsor (Gambar 42)

188
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Wilayah
risiko
longsor
i i

Wilayah
risiko
longsor
d

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Tanah Longsor BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

2.3 Peta Risiko Tanah Longsor (Gambar 43)

Peta ini adalah


hasil pengolahan
lebih lanjut dari
peta-peta yang
sudah jadi untuk
tujuan analisis.
Proses Rektifikasi,
registrasi ulang dari
data raster dan non
GIS memungkinkan
adanya pergeseran
dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

189

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/Hazard Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

3.1 Peta Ancaman Gelombang Ekstrim dan Abrasi (Gambar 44)

3. Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi

190
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

3.2 Peta Kerentanan Gelombang Ekstrim dan Abrasi (Gambar 45)

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

191

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

11

3.3 Peta Risiko Gelombang Ekstrim dan Abrasi (Gambar 46)

192
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman / Hazard Bencana Cuaca Ekstrim/ Puting Beliung BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

4.1 Peta Ancaman Cuaca Ekstrim (Gambar 47)

4. Bencana Cuaca Ekstrim /Angin Puting Beliung

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

193

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Cuaca Ekstrim/ Puting Beliung BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

4.2 Peta Kerentanan Cuaca Ekstrim (Gambar 48)

194
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim/ Puting Beliung BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

4.3 Peta Risiko Cuaca Ekstrim (Gambar 49)

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

195

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/Hazard Bencana Gempa Bumi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

5.1 Peta Ancaman Gempa Bumi (Gambar 50)

5. Bencana Gempa Bumi

196
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gempa Bumi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

5.2 Peta Kerentanan Gempa Bumi (Gambar 51)

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

197

55

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gempa Bumi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

5.3 Peta Risiko Gempa Bumi (Gambar 52)

198
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman /Hazard Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

6.1 Peta Ancaman Kebakaran Hutan dan Lahan (Gambar 53)

6. Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

199

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

6.2 Peta Kerentanan Kebakaran Hutan dan Lahan (Gambar 54)

200
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

6.3 Peta Risiko Kebakaran Hutan dan Lahan (Gambar 55)

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

201

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/Hazard Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

7.1 Peta Ancaman Epidemi dan Wabah Penyakit (Gambar 56)

7. Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit

202
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

7.2 Peta Kerentanan Epidemi dan Wabah Penyakit (Gambar 57)

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

203

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

7.3 Peta Risiko Epidemi dan Wabah Penyakit (Gambar 58)

204
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Kekeringan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

8.1 Peta Ancaman Kekeringan (Gambar 59)

8. Bencana Kekeringan

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

205

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Kekeringan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

8.2 Peta Kerentanan Kekeringan Gambar 60)

206
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

33

22

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Kekeringan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

11

8.3 Peta Risiko Kekeringan (Gambar 61)

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

207

55

22

11

44

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Gagal Teknologi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

33

66

9.1 Peta Ancaman Kegagalan Teknologi (Gambar 62)

9. Bencana Kegagalan Teknologi

208
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gagal Teknologi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

9.2 Peta Kerentanan Kegagalan Teknologi (Gambar 63)

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

209

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gagal Teknologi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

9.3 Peta Risiko Kegagalan Teknologi (Gambar 64)

210
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Gunung Api BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

10.1 Peta Ancaman Bencana Gunung Api (Gambar 65)

10. Bencana Letusan Gunung Api

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

211

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gunung Api BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

10.2 Peta Kerentanan Bencana Gunung Api (Gambar 66)

212
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

22

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gunung Api BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

11

10.3 Peta Risiko Bencana Gunung Api (Gambar 67)

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

213

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Tsunami BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

11.1 Peta Ancaman Tsunami (Gambar 68)

11. Bencana Tsunami

214
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Tsunami BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

11.2 Peta Kerentanan Tsunami (Gambar 69)

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

215

Sumber: Hasil pertampalan dari Risiko Bencana Tsunami BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

11.3 Peta Risiko Tsunami (Gambar 70)

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

216
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Konflik Sosial BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

12.1 Peta Ancaman Konflik Sosial (Gambar 71)

12. Bencana Konflik Sosial

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

217

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Konflik Sosial BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

12.2 Peta Kerentanan Konflik Sosial (Gambar 72)

218
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Konflik Sosial BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

12.3 Peta Risiko Konflik Sosial (Gambar 73)

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

219

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Kebakaran Permukiman BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

13.1 Peta Ancaman Kebakaran Permukiman (Gambar 74)

13. Bencana Kebakaran Gedung dan Permukiman

220
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Kebakaran Permukiman BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

13.2 Peta Kerentanan Kebakaran Permukiman (Gambar 75)

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

221

Peta ini adalah hasil


pengolahan lebih lanjut dari
peta-peta yang sudah jadi
untuk tujuan analisis. Proses
Rektifikasi, registrasi ulang
dari data raster dan non
GIS memungkinkan adanya
pergeseran dan ketidak
akuratan.

Disclaimer :

Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Kebakaran Permukiman BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028

13.3 Peta Risiko Kebakaran Permukiman (Gambar 76)

222
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

You might also like