Professional Documents
Culture Documents
Supported By:
2013
ii
Tim Penyusun
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional:
Tinjauan Kebencanaan
Studi Kasus Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR
PENANGGUNG JAWAB :
R. Aryawan Soetiarso Poetro, Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, selaku
Project Board SCDRR Phase II
TIM PENGARAH :
Deddy Koespramoedyo
Arifin Rudiyanto, Direktur Pengembangan Wilayah
Oswar Muadzin Mungkasa, Direktur Tata Ruang dan Pertanahan
TIM PENULIS :
Sri Peni Adiarti
Handoko Prastiyo
TIM SUPERVISI :
Mia Amalia
Rinella Tambunan
Santi Yulianti
Aswicaksana
Indra Ade Saputra
EDITOR :
Adriana Venny
Dwi Hariyawan
May Hendarmini
Khairul Rizal
Agung Dorodjatoen
Gina Puspitasari
KATA PENGANTAR
iii
iv
Tentunya hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi berbagai pihak, baik
pemerintah pusat, maupun provinsi, yang sedang dalam proses menyusun atau meninjau
kembali rencana tata ruang wilayahnya. Saran dan masukan yang konstruktif akan kami
terima dengan senang hati untuk peningkatan kualitas penataan ruang nasional dan
daerah. Selamat membaca.
DAFTAR ISI
TIM REDAKSI PENYUSUNAN BUKU .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL............................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xi
GLOSARI ...................................................................................................................... xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF ..........................................................................................xxxii
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Pendahuluan ...............................................................................................................
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................
1.1.1 Penataan Ruang dan Pengurangan Risiko Bencana...........................................
1.1.2 Peran Data Spasial dalam Perencanaan Tata Ruang dan Pengurangan
Risiko Bencana .................................................................................................................
1.2 Tujuan Penugasan .........................................................................................................................
1.3 Ruang Lingkup Pekerjaan ...........................................................................................................
1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah ................................................................................................
1.3.2 Ruang Lingkup Kajian....................................................................................................
1.4 Keluaran yang Diharapkan .........................................................................................................
1.5 Sistematika Penulisan Laporan .................................................................................................
1
1
2
9
9
13
13
14
18
21
21
21
25
35
35
37
37
3
4
4
4
5
5
6
vi
Bab 4
Bab 5
41
41
44
45
45
47
53
60
60
60
61
5.7 Tinjauan RTRW Kota Administrasi Jakarta Timur 2011-2030 terhadap Kebijakan
Penanggulangan Bencana Kota Jakarta Timur 2012-2016 ............................................. 133
5.7.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Jakarta Timur..................................................... 134
5.7.2 Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Kota Jakarta Timur
2011-2030 .......................................................................................................................... 136
5.7.3 Informasi Materi Kerentanan Bencana Jakarta Timur terhadap DKI Jakarta..... 138
5.7.4 Skala Peta dan Informasi Peta Risiko ........................................................................ 140
5.7.5 Informasi Potensi Risiko Bencana di Kota Jakarta Timur................................... 144
5.7.5.1 Bencana Banjir dan Upaya Mitigasi Bencana........................................ 144
5.7.5.2 Bencana Gempabumi dan Upaya Mitigasi Bencana .......................... 146
5.7.5.3 Bencana Cuaca Ekstrim (Angin Puting Beliung) dan Upaya Mitigasi
Bencana .............................................................................................................. 149
5.7.5.4 Bencana Kekeringan dan Upaya Mitigasi Bencana ............................ 151
5.7.5.5 Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit dan Upaya Mitigasi Bencana.. 153
Bab 6
vii
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17
Tabel 18
Tabel 19
Tabel 20
Tabel 21
Tabel 22
Tabel 23
Tabel 24
Tabel 25
Tabel 26
Tabel 27
Tabel 28
Tabel 29
Tabel 30
Tabel 31
ix
Tabel 32
Tabel 33
Tabel 34
Tabel 35
Tabel 36
Tabel 37
Tabel 38
Tabel 39
Tabel 40
Tabel 41
Tabel 42
Tabel 43
Tabel 44
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Kebakaran Permukiman .. 123
Zona Potensi Bencana Risiko Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR ........................ 124
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta ......................... 126
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi Jawa Barat .......................... 129
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi Banten ................................. 132
Luas Area Kota Jakarta Timur Per Kecamatan ............................................................................ 136
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Kota Administrasi
Jakarta Timur .......................................................................................................................................... 136
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hulu ................................................................................... 160
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Tengah .............................................................................. 163
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hilir .................................................................................... 168
Rekomendasi untuk Wilayah Hulu ................................................................................................. 174
Rekomendasi untuk Wilayah Tengah ............................................................................................ 175
Rekomendasi untuk Wilayah Hilir ................................................................................................... 176
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19
Gambar 20
Gambar 21
Gambar 22
Gambar 23
Gambar 24
Gambar 25
Gambar 26
Gambar 27
Gambar 28
5
11
18
19
20
22
25
26
29
32
38
42
43
44
45
46
48
50
51
51
51
52
52
52
53
53
55
56
xi
xii
Gambar 29
Gambar 30
Gambar 31
Gambar 32
Gambar 33
Gambar 34
Gambar 35
Gambar 36
Gambar 37
Gambar 38
Gambar 39
Gambar 40
Gambar 41
Gambar 42
Gambar 43
Gambar 44
Gambar 45
Gambar 46
Gambar 47
Gambar 48
Gambar 49
Gambar 50
Gambar 51
Gambar 52
Gambar 53
Gambar 54
Gambar 55
Gambar 56
Gambar 57
Gambar 58
Gambar 59
Gambar 60
Gambar 61
Gambar 62
Gambar 63
Gambar 64
Gambar 65
Gambar 66
Gambar 67
Gambar 68
Gambar 69
Gambar 70
Gambar 71
Gambar 72
Gambar 73
Gambar 74
Gambar 75
Gambar 76
Gambar 77
Gambar 78
Gambar 79
Gambar 80
Gambar 81
Gambar 82
Gambar 83
Gambar 84
Gambar 85
Gambar 86
Gambar 87
Gambar 88
Gambar 89
Gambar 90
Gambar 91
Gambar 92
Gambar 93
Gambar 94
Gambar 95
Gambar 96
Gambar 97
Gambar 98
Gambar 99
Gambar 100
xiii
xiv
GLOSARI
Abrasi: adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut
yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai
akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.
Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut
sebagai penyebab utama abrasi.
Aglomerasi: Kawasan penyangga pengembangan kota/wilayah atau daerah pemukiman
lanjutan. Desa atau Udik menurut definisi universal adalah sebuah aglomerasi
pemukiman di area pedesaan.
Agro Industri: Pengembangan dari sektor pertanian, industri kecil, pariwisata dan
perdagangan.
Akuntabilitas: bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan,
baik prosesnya, kebiayaannya maupun hasilnya.
Analisis Spasial: Analisis keruangan untuk pemanfaatan pembangunan yang ada di
permukaan bumi.
Ancaman bencana (hazard): Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan
bencana.
Angin Puting Beliung: dalam bahasa Indonesia disebut Tornado, adalah kolom udara
yang berputar kencang yang membentuk hubungan antara awan cumulonimbus atau
dalam kejadian langka dari dasar awan cumulus dengan permukaan tanah. Tornado
muncul dalam banyak ukuran namun umumnya berbentuk corong kondensasi yang
terlihat jelas yang ujungnya menyentuh bumi menyempit dan sering dikelilingi oleh awan
yang membawa puing-puing. Dengan kecepatan angin 177 km/jam atau lebih, dengan
rata-rata jangkauan 75 m dan menempuh beberapa kilometer sebelum menghilang.
BAKORSURTANAL: Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
BAPPEDA: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BAPPENAS: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
xv
xvi
Epidemi: Istilah umum untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang
luas, pada banyak orang, lebih cepat daripada yang diduga dalam suatu periode waktu
tertentu. Dengan kata lain, yang melampaui laju ekspektasi (dugaan), yang didasarkan
pada pengalaman mutakhir.
ESDM: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
EWS: Early Warning System/Sistem Peringatan Dini, adalah serangkaian kegiatan
pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan
terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Early warning
dilakukan melalui: 1) pengamatan gejala bencana; 2) analisis hasil pengamatan gejala
bencana; 3) pengembilan keputusan oleh pihak yang berwenang; 4) penyebarluasan
informasi tentang peringatan bencana; 5) pengambilan tindakan oleh masyarakat.
Exposure: Tingkat keterpajanan/keterpaparan. Penentuan Indeks Penduduk Terpapar
dihitung dari komponen sosial budaya di kawasan yang diperkirakan terlanda bencana.
Komponen ini diperoleh dari indikator kepadatan penduduk dan indikator kelompok
rentan pada suatu daerah bila terkena bencana. Indeks ini baru bisa diperoleh setelah Peta
Ancaman untuk setiap bencana selesai disusun. Data yang diperoleh untuk komponen
sosial budaya kemudian dibagi dalam 3 kelas ancaman, yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Selain dari nilai indeks dalam bentuk kelas (rendah, sedang atau tinggi), komponen ini juga
menghasilkan jumlah jiwa penduduk yang terpapar ancaman bencana pada suatu daerah.
Format GRID: Raster Data
Format Vector: Beberapa format gambar vektor, di antaranya: SGV, EPS. Vektor sangat
baik untuk kualitas pengskalaan ketika sebuah gambar berbasis informasi outline, dan
format vektornya bisa diskala. Peta tanah kini telah digambarkan dalam bentuk format
vektor digital dan raster yang dapat digunakan untuk berbagai penerapan ilmu bumi.
Framework: Kerangka kerja
Gelombang ekstrim: Bencana alam yang terjadi terkait iklim yang disebabkan
meningkatnya suhu bumi (pemanasan global) yang diikuti oleh cuaca ekstrim yang tidak
menentu, menyebabkan banjir dan kekeringan.
Gelombang pasang atau badai: gelombang tinggi yang yang ditimbulkan karena efek
terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan
bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon
tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi
disertai hujan deras.
xvii
xviii
Geodesi: 1) ilmu tentang pengukuran bentuk dan ukuran bumi, termasuk berat dan
kepadatannya; 2) pengamatan dan pengukuran secara teliti untuk menentukan posisi
titik pada permukaan bumi dan memetakannya.
Geometrik: Ukuran fisik jalan, yang didesain dengan mempertimbangkan masalah
keselamatan.
Geospasial: Survei dan Pemetaan
Geoteknik: Satu dari ilmu teknik sipil yang membahas permasalahan kekuatan tanah dan
batuan serta hubungannya dengan kemampuan menahan beban bangunan yang tediri
di atasnya.
GIS: Geographis Infrmation System atau Sistem Informasi Geografis/SIG, adalah sistem
informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi
keruangan). Dalam arti yang sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan
untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi bereferensi
geografis, misalnya data yang diindentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database.
Teknologi SIG digunaan untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan
pembangunan, kartografi dan perencanaan rute. SIG bisa membantu untuk secara tepat
menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam, atau SIG dapat digunakan
untuk mencari lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan dari polusi. SIG
merupakan sistem pertama di dunia dan hasil dari perbaikan aplikasi pemetaan yang
memiliki kemampuan tampang susun (overlay).
GRID: Grid merupakan komponen struktural dasar untuk contouring, pemodelan, dan
menampilkan data spasial. Grid dapat dianggap sebagai tipe data spasial keempat setelah
poligon, garis, dan titik. Sebuah grid terdiri dari sel-sel persegi yang teratur diatur di atas
daerah tertentu. Setiap sel memiliki simpul, yang merupakan titik pusatnya. Setiap sel
dapat diberi angka dan warna mewakili nilai. Jika ada beberapa sel diantara dua lokasi
yang dikenal, seperti dua garis kontur, perubahan warna menunjukkan bagaimana nilainilai berubah diantara lokasi.
Hazard: Bahaya/ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana.
HFA: Hyogo Framework for Action
Hidrografi: Sumber daya air
Historikal: Kejadian
Horisontal: Mendatar
Hydran: Pompa air
IAB: Indeks Ancaman Bencana
IG: Informasi Geospasial
IGD: Informasi Geospasial Dasar
IGT: Informasi Geospasial Tematik
Indeks Risiko Bencana: indeks ini menjelaskan range pewarnaan yang melambangkan
tingkat risiko bencana pada daerah yang dipetakan. Pewarnaan indeks ini mengikuti
aturan bahwa untuk indeks risiko tinggi menggunakan warna merah, indeks risiko sedang
menggunakan warna kuning dan indeks risiko rendah menggunakan warna hijau.
Indeks Ancaman Bencana: indeks disusun berdasarkan dua komponen utama, yaitu
kemungkinan terjadi suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk
bencana yang terjadi tersebut. Dapat dikatakan bahwa indeks ini disusun berdasarkan data
dan catatan sejarah kejadian yang pernah terjadi pada suatu daerah. Dalam penyusunan
peta risiko bencana, komponen-komponen utama ini dipetakan dengan menggunakan
Perangkat GIS. Pemetaan baru dapat dilaksanakan setelah seluruh data indikator pada
setiap komponen diperoleh dari sumber data yang telah ditentukan. Data yang diperoleh
kemudian dibagi dalam 3 kelas ancaman, yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Indirect Potential Economic Lost: Potensi kerugian ekonomi secara tidak langsung
Infrastruktur: mencakup fisik dan sosial, adalah sebagai kebutuhan dasar fisik
pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor sebagai
layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik,
Istilah ini merujuk kepada infrastruktur teknis atau fisik yang mendukung jaringan struktur
fasilitas, antara lain berupa: jalan kereta api, air bersih, kanal, waduk, tanggul, pengolahan
limbah, listrik, telekomunikasi, air bersih, gas, serat optik, bandara, pelabuhan. Sedangkan
infrastruktur sosial berupa kebutuhan dasar seperti sekolah dan rumah sakit.
IRBI: Indeks Rawan Bencana Indonesia
Instrumen: Alat
JABODETABEKPUNJUR: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur
xix
xx
xxi
xxii
KRB: Kajian Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,
jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan
gangguan kegiatan masyarakat.
KSN: Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan,
termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
KTC: Kepadatan timbulnya campak
KTDB: Kepadatan timbulnya demam berdarah
KTHIV/AIDS: Kepadatan timbulnya HIV/AIDS
KTM: Kepadatan timbulnya malaria
KZB: Koefisien Zona Bangunan
Land Use: penggunaan lahan, adalah wujud kegiatan penguasaan tanah supaya dapat
member manfaat berupa hasil dan /atau jasa tertentu, mewujudkan tata ruang, dan
menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Land subsidence: Penurunan tanah
Land use Existing PU: menunjuk kepada data yang diperoleh dari PU berupa peta Land
Use Eksisting (peta penggunaan lahan saat ini).
LAPAN: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Latitude-Longitude: Sistem Koordinat yang terproyeksi atau tidak terproyeksi
Limpasan (Efluen) Permukaan: Aliran air yang mengalir di atas permukaan karena
penuhnya infiltrasi tanah.
Lubang Biopori: Lubang saringan resapan air di dalam tanah dari kompos.
MABES TNI: Markas Besar Tentara Nasional Indonesia
Map services: Route MRT (Mass Rapid Transport)
xxiii
xxiv
Peta Risiko Bencana: Gambaran atau representasi suatu wilayah atau lokasi yang
menyatakan kondisi wilayah yang memiliki tingkat risiko tertentu berdasarkan adanya
parameter-parameter ancaman, kerentananan dan kapasitas yang ada di suatu wilayah.
PRB: Pengkajian Risiko Bencana, menggabungkan antara ancaman bencana dan
kerentanan dan kapasitas dengan formula risiko+ (ancaman x kerentanan)/kapasitas.
Ancaman yang kecil, kerentanan yang dikurangi dan peningkatan kapasitasn
menghasilkan risiko yang kecil.
Pertampalan: Tumpang susun
PKN: Pusat Kegiatan Nasional adalah wilayah yang mempunyai potensi sebagai pintu
gerbang ke kawasan internasional yang berfungsi sebagai pendorong percepatan
pembangunan daerah sekitar, pusat jasa dan pengolahan, simpul transportasi yang
melayani beberapa provinsi dan nasional antara lain kawasan strategis dan cepat tumbuh,
KAPET, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) dan Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK).
Potensi Risiko Bencana Tinggi: berkaitan dengan wilayah berpotensi rawan terhadap
bencana alam karena letak geologisnya, seperti gunung berapi, gerakan tanah/batuan
dan erosi, banjir, kekeringan, tsunami, angin, gempa bumi tektonik dan vulkanik. Terkait
dengan potensi bencana alam, maka penanggulangan bencana memegang peranan
penting, baik pada saat sebelum, saat dan sesudah terjadinya bencana, bagaimana
mengelola risiko bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan tidak terlalu parah.
Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, bencana dapat dilihat sebagai interaksi
antara ancaman bahaya dengan kerentanan masyarakat dan kurangnya kapasitas untuk
menangkalnya.
POLRI: Kepolisian Republik Indonesia
PP: Peraturan Pemerintah
Pre-Processing: Proses Pengolahan Teknis mencakup: proses penyeragaman skala,
proyeksi batas wilayah kajian dan generalisasi, pelaporan teknis untuk data-data yang
diterima, komparasi/uji ketepatan, pelaporan komparasi landuse/landcover, serta
pembuatan base-map.
Proses Overlay Peta: Proses Tumpang Susun Wilayah mencakup: Kesesuaian dengan UU
No. 4/2011; Risiko Bencana terhadap Landuse/Landcover Plan, Upaya mitigasi bencana
pada kawasan/zona berisiko tinggi bencana.
xxv
xxvi
xxvii
xxviii
xxix
xxx
Zero Delta Q Policy: Keharusan agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan
bertambahnya debit air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai.
Zooming: Mempertajam
Zona: atau wilayah, adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
yang batas unsur terkait dan sitemnya berdasarkan aspek administratif atau aspek
fungsional. Kawasan di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona, sebagai berikut:
1) perumahan dan permukiman; 2) perdagangan dan jasa; industri; 4) pendidikan;
5) perkantoran dan jasa; 6) terminal; 7) wisata dan taman rekreasi; 8) pertanian dan
perkebunan; 9) tempat pemakaman umum; 10) tempat pembuangan sampah.:
Zona B1: Perumahan Hunian Padat, Perdagangan dan Jasa, Industri Ringan Non Polutan
dan Berorientasi Pasar.
Zona B2: Perumahan Hunian Sedang, Perdagangan dan Jasa, Industri Padat Tenaga Kerja.
Zona B4: Perumahan Hunian Rendah, Pertanian Lahan Basah, Pertanian Lahan Kerinbg,
Perkebunan, Perikanan, Peternakan.
Zona B4/HP: Kawasan Hutan Produksi Tetap atau Terbatas Sesuai Peraturan per-Undangundang.
Zona B5: Pertanian Lahan Basah Beririgasi Teknis.
Zona B6: Perumahan Hunian Rendah dengan KZB maksimal 50%.
Zona B7: Perumahan Hunian Rendah dengan KZB maksimal 40% dan N1 (kawasan hutan
lindung, resapan air, kawasan pantai berhutan bakau).
Zona Budi Daya: Kawasan Budi Daya
Zona Buffer: Kawasan Penyangga
Zona N: Kawasan Non Budi Daya
Zona RTR KSN: Wilayah Rencana Tata Kota Kawasan Strategis Nasional
xxxi
xxxii
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. Latar Belakang
Substansi tata ruang dalam konteks penanggulangan bencana sudah diamanatkan
dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi risiko bencana dengan cara menyerap hasil
kajian risiko bencana ke dalam rencana tata ruang, penetapan standar keselamatan,
dan penerapan sanksi terhadap pelanggar. Demikian pula, dalam UU Nomor 26 Tahun
2007, diamanatkan tentang penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai
upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.
Kajian risiko merupakan identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya dan
potensi risiko bencana sebagai informasi geospasial, yang bermanfaat bagi penyusunan
rencana tata ruang sebagai dokumen kebijakan spasial yang menggunakan pendekatan
manajemen risiko bencana. Pada tahun 2012, BNPB telah menyelesaikan kajian dan peta
risiko bencana untuk 33 (tiga puluh tiga) provinsi di Indonesia pada skala peta 1:250.000,
sama dengan skala peta yang ditetapkan untuk menyajikan pola dan struktur ruang pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Adapun studi kasus yang dipilih adalah
Kawasan Strategis Nasional (KSN) JABODETABEKPUNJUR (Perpres No.54 tahun 2008) yang
saat ini sedang di tinjau ulang oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). KSN
JABODETABEKPUNJUR menjadi sangat strategis karena Provinsi DKI Jakarta sebagai salah
satu cakupan wilayah JABODETABEKPUNJUR adalah pusat pemerintahan negara, pusat
bisnis dan perekonomian, pusat pelayanan jasa; yang telah dibebani berbagai permasalahan
kota metropolitan yang daya dukung dan daya tampungnya telah terlampaui.
2. Tujuan
Tujuan kajian ini adalah: (i) Tersedianya perspektif mitigasi bencana pada KSN
JABODETABEKPUNJUR dengan mengintegrasikan hasil kajian risiko bencana kedalam
Rencana Tata Ruang (RTR); (ii) Tergambarkannya tingkat risiko bencana di KSN
JABODETABEKPUNJUR; (iii) Terumuskannya rekomendasi strategi manajemen risiko
dengan perspektif mitigasi bencana.
3. Metodologi
Data yang digunakan merupakan data sekunder (bersumber dari kebijakan, pedoman,
materi teknis RTRWP, dokumen lain terkait yang diperoleh dari publikasi resmi dari internet
dan lain-lain serta data spasial dalam GIS. Secara umum pendekatan yang akan dilakukan
dalam kajian ini adalah memasukkan kajian risiko bencana dan peta risiko bencana skala
1:250.000 dari BNPB ke dalam RTR KSN JABODETABEKPUNJUR dengan menggunakan teknik
overlay (pertampalan/tumpangsusun) antara Peta Ancaman, Kerentanan, dan Risiko Bencana
dengan Peta Rencana Struktur Ruang dan Pola Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR.
Secara lebih jelas kerangka metodologi kajian dapat dilihat pada Gambar berikut.
Gambar 1
Kerangka Metodologi Kajian
TUJUAN
KELUARAN
Desk Study:
UU No. 24/2007, Perpres 54/2008, Pedoman RTR
KSN, IRBI, Materi Teknis RTRWP, serta kebijakan
dan pedoman lainnya
xxxiii
xxxiv
Provinsi
Nilai /Skor
Tingkat Kerawanan
Ranking Nasional
Ranking
JABODETABEKPUNJUR
200
Tinggi
Jawa Barat
Banten
133
Tinggi
11
DKI Jakarta
113
Tinggi
21
Tabel 2
Profil Kerawanan Bencana Kabupaten/Kota di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No.
Kabupaten/Kota
Nilai /Skor
Tingkat Kerawanan
Ranking
Nasional
Ranking
JABODETABEKPUNJUR
Wilayah Hulu
Kabupaten Bogor
129
Tinggi
Kabupaten Cianjur
118
Tinggi
11
Kota Bogor
61
Tinggi
202
11
II
Wilayah Tengah
Kabupaten Tangerang
87
Tinggi
63
Kabupaten Bekasi
81
Tinggi
78
Kota Tangerang
65
Tinggi
173
10
Kota Depok
46
Tinggi
321
12
Kota Bekasi
41
Tinggi
357
14
15
Sedang
441
15
90
Tinggi
48
III
Wilayah Hilir
84
Tinggi
70
80
Tinggi
84
79
Tinggi
92
77
Tinggi
104
Kepulauan Seribu
42
Tinggi
352
13
1
Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Laporan Final Pendekatan Kajian Risiko Bencana Untuk Perencanaan KSN (Studi
Kasus: Perpres No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR) 38-53
Tabel 3
Profil Kerawanan Per Jenis Bencana di Wilayah Hulu pada Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No
1
Jenis Bencana
Angin Topan
Banjir
Wilayah Hulu
Nilai/
Skor
Tingkat
Kerawanan
Ranking
Nasional
Ranking
JABODETABEKPUNJUR
Kab. Bogor
59
Tinggi
Kab. Cianjur
46
Tinggi
21
Kota Bogor
22
Tinggi
179
Kab. Bogor
46
Tinggi
65
Kab. Cianjur
27
Tinggi
200
12
Kota Bogor
19
Tinggi
290
13
Kab. Bogor
64
Tinggi
Kab. Cianjur
64
Tinggi
Kota Bogor
26
Tinggi
95
Kab. Cianjur
22
Tinggi
49
Gempa bumi
Kab. Cianjur
52
Tinggi
30
Kab. Bogor
45
Tinggi
50
Kota Bogor
25
Sedang
123
Kebakaran Permukiman
Kecelakaan Industri
Kecelakaan Transportasi
Kekeringan
10
Konflik Sosial
11
Tanah Longsor
Kab. Cianjur
36
Tinggi
23
Kab. Bogor
29
Tinggi
50
Kab. Bogor
34
Tinggi
12
Kab. Cianjur
21
Tinggi
66
Kab. Bogor
24
Tinggi
17
Kab. Cianjur
19
Tinggi
72
Kab. Cianjur
73
Tinggi
Kab. Bogor
66
Tinggi
Kota Bogor
17
Sedang
102
Tabel 4
Profil Kerawanan Per Jenis Bencana di Wilayah Tengah pada Kawasan
JABODETABEKPUNJUR
No
1
Jenis Bencana
Angin Topan
Banjir
Wilayah
Tengah
Nilai/
Skor
Tingkat
Kerawanan
Ranking
Nasional
Ranking
JABODETABEKPUNJUR
Kab. Tangerang
33
Tinggi
82
Kota Depok
30
Tinggi
107
Kab. Bekasi
28
Tinggi
129
Kab. Tangerang
68
Tinggi
Kab. Bekasi
57
Tinggi
17
Kota Tangerang
57
Tinggi
19
Kota Depok
31
Tinggi
162
10
Kota Bekasi
28
Tinggi
192
11
xxxv
xxxvi
No
Jenis Bencana
Wilayah
Tengah
Gempabumi
Kebakaran Permukiman
Kecelakaan Industri
Kecelakaan Transportasi
Kekeringan
10
Konflik Sosial
11
Tanah Longsor
Nilai/
Skor
Tingkat
Kerawanan
Ranking
Nasional
Ranking
JABODETABEKPUNJUR
Kab. Tangerang
18
Tinggi
77
Kab. Tangerang
30
Tinggi
45
Kab. Bekasi
26
Tinggi
68
Kab. Bekasi
27
Tinggi
Kab. Bekasi
24
Tinggi
26
Kab. Tangerang
24
Tinggi
27
Kota Depok
21
Tinggi
57
Kota Tangerang
18
Tinggi
93
Kota Bekasi
13
Sedang
123
Kab. Tangerang
13
Sedang
133
Tabel 5
Profil Kerawanan Per Jenis Bencana di Wilayah Hilir pada Kawasan
JABODETABEKPUNJUR
No
Jenis Bencana
Angin Topan
Banjir
Gempabumi
Kebakaran Permukiman
Kecelakaan Industri
Kecelakaan Transportasi
Kekeringan
Wilayah Hilir
Nilai/
Skor
Tingkat
Kerawanan
Ranking
Nasional
Ranking
JABODETABEKPUNJUR
31
Tinggi
100
21
Tinggi
205
66
Tinggi
63
Tinggi
58
Tinggi
13
52
Tinggi
30
48
Tinggi
50
45
Tinggi
21
Tinggi
57
57
Tinggi
54
Tinggi
52
Tinggi
49
Tinggi
46
Tinggi
32
Tinggi
19
Kepulauan Seribu
28
Tinggi
32
24
Tinggi
48
No
10
11
Jenis Bencana
Konflik Sosial
Tanah Longsor
Wilayah Hilir
Nilai/
Skor
Tingkat
Kerawanan
Ranking
Nasional
Ranking
JABODETABEKPUNJUR
45
Tinggi
21
Sedang
25
16
Sedang
109
Jenis Bencana
Gempa Bumi
Tsunami
Banjir
Tanah Longsor
Provinsi
% Keterpaparan
Penduduk
Jawa Barat
76.17
Banten
12.13
DKI Jakarta
8.86
Banten
3.02
DKI Jakarta
0.65
Jawa Barat
0.29
DKI Jakarta
40.10
Jawa Barat
20.13
Banten
13.16
Jawa Barat
86.49
DKI Jakarta
78.00
Banten
77.79
Jawa Barat
1.33
DKI Jakarta
10.24
Jawa Barat
3.40
Cuaca Ekstrim
Kekeringan
Banten
0.57
Jawa Barat
29.12
Banten
27.31
DKI Jakarta
2.63
Jawa Barat
87.55
Banten
76.48
Jawa Barat
24.76
Banten
18.06
xxxvii
No
Jenis Bencana
10
11
12
13
Provinsi
% Keterpaparan
Penduduk
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Jawa Barat
89.37
DKI Jakarta
78.25
Banten
78.23
Jawa Barat
90.33
Banten
78.11
DKI Jakarta
77.75
Jawa Barat
90.26
Gagal Teknologi
Konflik Sosial
Banten
77.96
DKI Jakarta
77.30
Sumber: RPB DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, 2012-2016 dan http://indonesiadata.co.id/main/index.php/jumlah-penduduk
Berdasarkan analisis kecenderungan kejadian bencana dalam RPB, maka bencana yang
kecenderungannya naik setiap tahun di setiap provinsi adalah banjir.
4.2 Analisis RTR KSN JABODETABEKPUNJUR dari Perspektif Risiko Bencana2
Input informasi dari proses penyusunan RPB Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan
Banten terutama yang berkaitan dengan pengenalan ancaman dan kerentanan
bencana, serta analisis kemungkinan dampak bencana (risiko bencana) merupakan
informasi yang penting untuk dimasukkan ke dalam proses penyusunan evaluasi RTR
KSN JABODETABEKPUNJUR.
Analisis potensi risiko bencana dilakukan berdasarkan tumpangsusun peta ancaman,
kerentanan, dan risiko bencana (13 jenis bencana) BNPB dengan peta Struktur dan
Pola ruang dari Perpres 54/2008. Hasil analisis dan upaya mitigasi dapat dilihat pada
Kesimpulan, sedangkan peta-peta Ancaman, Kerentanan dan Risikonya dapat dilihat
pada Lampiran. Kemudian disimpulkan zona-zona yang signifikan terkena dampak
bencana tersebut untuk Kawasan JABODETABEKPUNJUR sebagai berikut.
2
Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Laporan Final Pendekatan Kajian Risiko Bencana Untuk Perencanaan KSN (Studi
Kasus: Perpres No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR) 55-125
Tabel 7
Zona Potensi Bencana Risiko Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No.
1
Jenis Bencana
DKI Jakarta
Gempa Bumi
-
Tsunami
Banjir
Tanah Longsor
Letusan Gn Api
Kekeringan
10
11
Jawa Barat
B, N dan 6 pusat kota (Cinere,
Kota Depok, Kota Bogor,
Cimanggis, Cileungsi, Kota
Bekasi)
Banten
B,N dan 2 pusat kota
(Kota Tangerang,
Serpong)
Bag. utara : B1, B6, B7,
N1 dan 1 pusat kota
(Kota Tangerang)
N di Kab Bogor
B di Kota Jakarta
Pusat, Utara, Barat,
Selatan, Timur
B, N di Kab. Tangerang
12
Gagal Teknologi
B, N di Jakarta Barat,
Selatan, Timur
B, N di Kota Tangerang
13
Konflik Sosial
xxxix
xl
untuk melakukan analisis spasial yang detil pada kota Jakarta Timur ini diperlukan
data pada skala 1:25.000.
5. Kesimpulan
Secara umum dapat disimpulkan bahwa:
Pendekatan Kajian Risiko Bencana BNPB tingkat basis yang tersedia saat ini dapat
dimanfaatkan pada perencanaan KSN pada skala peta 1:250.000 dan tidak dapat
dimanfaatkan untuk perencanaan tata ruang tingkat kabupaten/kota. Pendekatan
ini juga dapat diimplementasikan dalam konteks RTRWP pada skala peta 1:250.000.
Berdasarkan kajian ini, data spasial BNPB yang meliputi ancaman, kerentanan dan
risiko bencana pada skala 1:250.000 dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan
tingkat ancaman, kerentanan, dan risiko bencana beserta lokasinya untuk ke
tigabelas jenis bencana.
Pendekatan ini dapat dimanfaatkan untuk melengkapi substansi tinjauan ulang
RTR KSN (kasus studi RTR KSN JABODETABEKPUNJUR), RTRW Provinsi DKI Jakarta,
RTRW Provinsi Jawa Barat dan RTRW Provinsi Banten dengan substansi kajian risiko
bencana.
Berdasarkan perhitungan jarak antar pusat kegiatan ditemukan titik-titik pusat
kegiatan yang terlalu dekat dengan jarak hanya sekitar 6 sampai dengan 6,5
kilometer)- sehingga pada kenyataannya dapat menimbulkan aglomerasi (misalnya
Cinere Kota Depok Cimanggis). Lebih lanjut, hal tersebut menyebabkan potensi
kerentanan dan risiko bencana pada pusat-pusat tersebut akan semakin tinggi.
Indikasi kerawanan bencana dapat digunakan dan diolah untuk mempersiapkan
kemampuan kawasan di masa yang akan datang untuk menghadapi 13 jenis
bencana, dan dapat membantu fokus perencanaan tata ruang wilayah dalam
mitigasi bencana, terutama dalam menyelamatkan pusat-pusat kegiatan nasional
maupun sub-sub pusat kegiatan agar tetap tumbuh sebagaimana direncanakan.
Indikasi kerentanan bencana dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat menghadapi bencana dalam kurun waktu 5 tahun. Diperlukan kehatihatian dalam membaca indikasi kerentanan bencana terutama dalam membaca
potensi kerugian fisik dan ekonomi, serta potensi kerusakan lingkungan. Dengan
demikian fokus perencanaan tata ruang wilayah akan lebih efektif antara lain dalam
menentukan upaya mitigasi bencana beserta biaya yang harus disediakan oleh
pemerintah daerah yang bersangkutan.
Indikasi risiko bencana dapat digunakan untuk menurunkan potensi kerugian akibat
bencana pada kurun waktu tertentu (5 tahun) melalui penyusunan indikasi program
periode 5 tahunan.
Pada jenis bencana non alam (kegagalan teknologi, epidemi dan wabah penyakit,
serta konflik sosial), diperlukan studi lebih lanjut untuk mendapatkan rekomendasi
terbaik dan relevansinya terhadap penataan ruang, sejauh mana ketersediaan data
empirisnya, mitigasi yang perlu dilakukan apakah struktural atau non-struktural.
Gambar 2
Bencana Risiko Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR Berdasarkan Ketinggian
Wilayah
Kawasan BOPUNJUR (Bogor,
Puncak, Cianjur)
Kawasan Penyangga DKI (Depok,
Bekasi, Tangerang, dan lain-lain)
DKI Jakarta
Wilayah Hulu
Wilayah Tengah
Gempa Bumi
Tsunami
Banjir
Tanah Longsor
Cuaca Ekstrim
Wilayah Hilir
Kekeringan
10
11
12
Gagal Teknologi
13
Konflik Sosial
xli
xlii
Hulu: Gempa bumi, tanah longsor, letusan gunung api, kekeringan, kebakaran
hutan dan lahan, kebakaran gedung dan permukiman, epidemi dan wabah
penyakit, serta kegagalan teknologi;
Tengah: gempabumi, banjir, cuaca ekstrim, kekeringan, kebakaran gedung dan
permukiman, epidemi dan wabah penyakit, serta kegagalan teknologi;
Hilir: banjir, gelombang ekstrim dan abrasi, epidemi dan wabah penyakit, konflik
sosial, serta kegagalan teknologi.
Aspek kebencanaan pada RTRWP DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten belum lengkap
sebagaimana dalam RPB masing-masing provinsi; sehingga diperlukan upaya untuk
melengkapinya kelak apabila RTRWP akan dievaluasi.
Dari kasus KRB Jakarta Timur terlihat bahwa untuk perencanaan tata ruang skala
kabupaten/kota masih membutuhkan data spasial yang meliputi ancaman,
kerentanan dan risiko bencana pada skala 1:50.000 dan lebih detil dengan kualitas
data yang lebih baik. Hal ini membutuhkan kerjasama dan kesepakatan antara BIG
dan BNPB untuk menghasilkan IGD dan IGT yang berkualitas tinggi, baik dalam proses
pengumpulan data spasial kebencanaan baik dari citra satelit dan penginderaan jauh
lainnya, data spasial dari K/L lain, survei dan pemetaan, hingga pemrosesan data dan
bukan hanya sekedar rekayasa GIS.
Secara khusus, kesimpulan disusun menurut tiga belas jenis bencana yang memiliki
kecenderungan risiko tinggi pada wilayah hulu, tengah, dan hilir sebagaimana dapat
dilihat pada tabel 8 sampai dengan tabel 10.
6. Rekomendasi
Secara umum rekomendasi adalah sebagai berikut:
Info kerawanan bencana pada wilayah hulu, tengah dan hilir dapat digunakan untuk
melengkapi muatan teknis RTRWP DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Berdasarkan hasil tumpangsusun peta risiko bencana ditemukan penggunaan
lahan lain dengan potensi tingkat risiko bencana yang tinggi yang tidak sesuai
dengan Perpres 54/2008; sehingga alternatif rekomendasinya adalah antara lain: (i)
dilakukan perubahan pola pemanfaatan ruang; (ii) dilakukan upaya pengendalian
pemanfaatan ruang. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengkaji secara lebih detail
terhadap hal ini, antara lain melalui RDTR.
Dalam kaitan dengan upaya mitigasi bencana, maka pembangunan infrastruktur
kesiapsiagaan dianjurkan untuk dilakukan pada wilayah yang sudah padat dan sudah
tidak bisa diubah peruntukannya. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengkaji
secara lebih detail terhadap hal ini, antara lain melalui RDTR.
Dalam kaitan dengan arahan susunan pusat-pusat kegiatan di JABODETABEKPUNJUR,
diperlukan studi lebih lanjut untuk mereview terhadap sub-sub pusat perkotaan
tersebut mana yang akan lebih dominan sehingga dapat direkomendasikan untuk
digabung menjadi satu pusat perkotaan.
Adapun secara khusus rekomendasi disusun sebagai masukan pada kegiatan Kaji
Ulang KSN JABODETABEKPUNJUR dan juga sebagai masukan untuk instansi-instansi
terkait sebagai berikut:
Rekomendasi Untuk Kegiatan Kaji Ulang KSN JABODETABEKPUNJUR (lihat Tabel 11)
xliii
Tsunami
Banjir
Tanah Longsor
Letusan G. Api
Abrasi
Cuaca Ekstrim
Kekeringan
Gempa Bumi
Jenis
Bencana
No.
Bag. Selatan:
Citeureup, Cileungsi,
Kelapa Nunggal
Kab. Bogor:
Bag. Barat: Parung,
Tigaraksa, Gn Sindur
G. Pangrango
Sangat Tinggi
Sedang
Sedang-Tinggi
Kab. Bogor:
Bag. Barat dan Timur
Kab. Bogor:
G. Salak
Kebun campuran,
tegalan, persawahan
B4/B4/HP
N, B3,B4
N2
B4,B4/HP
N1-N2, B2,B3,B4,B4/HP
B1
Penggunaan Lahan
Perpres 54/2008
Sedang-Tinggi
Tinggi
Penggunaan Lahan
Saat Ini
Tingkat
Risiko
Kab. Bogor:
bag.Barat
Kota Bogor
Lokasi
Tabel 8
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hulu
Upaya Mitigasi
xliv
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Kebakaran
Gedung dan
Permukiman
Epidemi
dan Wabah
Penyakit
Gagal
Teknologi
Konflik Sosial
10
11
12
13
Lokasi
Kota Bogor
Kab. Bogor:
Cileungsi
Kota Bogor
Kab. Cianjur:
Perbatasan Kab.
Bogor
Kab. Bogor:
Bag. Utara dan
Selatan
Bag. Timur
Kab. Bogor:
Bag. Barat
Kebakaran
Hutan dan
Lahan
Jenis
Bencana
No.
Lanjutan Tabel 8
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tingkat
Risiko
B1
Dominan N2
Penggunaan Lahan
Perpres 54/2008
Penggunaan Lahan
Saat Ini
Penguatan manajemen risiko;
Pengendalian konversi: pengetatan penggunaan lahan;
Perlu studi lebih lanjut untuk menilai tren konversi lahan;
Penguatan/pembangunan infrastruktur antara lain wadukwaduk kecil, pembuatan sekat penghalang api, terutama
antara lahan perumahan, perkebunan, pertanian, dengan
hutan; pembuatan hujan buatan
Upaya Mitigasi
xlv
Tanah Longsor
Abrasi
Banjir
Letusan G. Api
Tsunami
Gempa Bumi
Jenis Bencana
No.
SedangTinggi
Kab. Bekasi:
Dekat kaw. Industri
Pulo Gadung
SedangTinggi
SedangRendah
Kab. Tangerang:
Area sekitar bandara
Soekarno-Hatta
Kota Bekasi:
Dekat kaw. Industri
Pulo Gadung
Tinggi
SedangTinggi
Tingkat
Risiko
Kab. Tangerang:
Bag. Tengah dan
Selatan
Kota Depok:
Cinere, Cimanggis,
Kota Depok
Kota Bekasi
Kota Tangerang
Selatan.
Kota Tangerang
Lokasi
Tabel 9
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Tengah
B2,B5
B2,B5
(dominan),B7,N1
B1
B2,B3,B5
B1
Penggunaan Lahan
Perpres 54/2008
Penggunaan Lahan
Saat Ini
Upaya Mitigasi
xlvi
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Gagal
Teknologi
Konflik Sosial
12
13
Kota Depok:
Cinere, Kota Depok,
Cimanggis
Kab. Bekasi:
Tambun
Kota Tangerang
Kota Depok:
Cinere, Cimanggis
Kab. Bekasi:
Setu, Tambun
Kota Bekasi
Kab. Bekasi:
Bagian Barat dan
Tengah
Kota Bekasi
Kab. Tangerang:
Bagian Selatan dan
Tengah
Tinggi
Sedang
Tinggi
Tinggi
Kab. Bekasi:
Bag. Utara
Tingkat
Risiko
SedangTinggi
Lokasi
Kab. Bekasi:
Bag. Utara
Epidemi
dan Wabah
Penyakit
Kebakaran
Hutan dan
Lahan
11
Kekeringan
10
Cuaca Ekstrim
Kebakaran
Gedung dan
Permukiman
Jenis Bencana
No.
Lanjutan Tabel 9
B1
B5 diselingi N1, N2
B4,B4/HP,B7, sedikit
B1
Penggunaan Lahan
Perpres 54/2008
Penggunaan Lahan
Saat Ini
Upaya Mitigasi
xlvii
Tsunami
Banjir
Tanah Longsor
Letusan G. Api
Gelombang
Ekstrim dan Abrasi
Cuaca Ekstrim
Kekeringan
Kebakaran Hutan
dan Lahan
Gempa Bumi
Jenis Bencana
No.
Lokasi
Tinggi
Tinggi
Tingkat
Risiko
Tabel 10
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hilir
Permukiman kepadatan
tinggi, industri dan gudang,
komersil dan bisnis,
perairan, rawa, sungai dan
kolam; pertanian dan ruang
terbuka
Penggunaan Lahan
Saat Ini
Upaya Mitigasi
B1
B1
Penggunaan Lahan
Perpres 54/2008
xlviii
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Kebakaran Gedung
dan Permukiman
Epidemi dan
Wabah Penyakit
Gagal Teknologi
Konflik Sosial
10
11
12
13
Lokasi
Jenis Bencana
No.
Lanjutan Tabel 10
Tinggi
Sedang
Tingkat
Risiko
Penggunaan Lahan
Saat Ini
B1
Upaya Mitigasi
Penggunaan Lahan
Perpres 54/2008
xlix
Provinsi/Kabupaten/
Kota
Jawa Barat
Kota Bogor
Kab. Bogor
Kab. Cianjur
Banten
Kota Tangerang
Kab. Tangerang
Jawa Barat
Kota Bekasi
Kab. Bekasi
Kota Depok
No.
II
Wilayah Hulu
Wilayah Tengah
Gempa Bumi
Jenis Bencana
Tabel 11
Rekomendasi untuk Wilayah Hulu, Tengah dan Hilir
Rekomendasi
l
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Jenis Bencana
Wilayah Hilir
Provinsi/Kabupaten/
Kota
No.
Lanjutan Tabel 11
Rekomendasi
li
lii
Untuk peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana diharapkan tidak berhenti pada
tingkat provinsi (skala 1:250.000) namun bisa dikembangkan sampai kedetilan skala
kabupaten yakni 1:50.000 dan untuk kota yakni 1:25.000 atau lebih rinci.
Berdasarkan kajian ini, BNPB perlu menyusun Kajian Risiko Bencana berupa dokumen
dan peta pada skala 1:50.000 untuk: Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang dan
Kabupaten Bekasi; dan pada skala 1:25.000 atau lebih detil untuk Kota Bogor, Kota
Depok, Kota Tangerang, Kota Bekasi, Kota Jakarta Utara, Kota Jakarta Pusat, Kota
Jakarta Barat, dan Kota Jakarta Selatan.
Kajian risiko dan peta risiko skala 1:50.000 dapat memberikan informasi yang lebih
rinci untuk mengidentifikasi kawasan dengan indeks risiko tinggi, yang memerlukan
program aksi mengurangi kerentanan dan meningkatkan ketahanan/resiliensi
terutama bagi masyarakat kelompok rentan.
Dari kajian studi kasus data spasial kebencanaan Kota Jakarta Timurdiperlukan
penyempurnaan KRB dan peta risiko 1:50.000 atau lebih detil agar dapat dimanfaatkan
untuk perencanaan tata ruang yang lebih detil.
Penyebarluasan informasi kebencanaan (ancaman, kerentanan dan risiko bencana)
menggunakan media internet pada http://geospasial.bnpb.go.id dalam bentuk map
services dan peta digital statik (JPG dan PDF) sudah efektif. Tetapi untuk pemanfaatan
map service masih harus lebih disosialiasikan dan ditingkatkan kecepatan aksesnya.
Terkait penyebarluasan informasi spasial kebencanaan secara online, BNPB perlu
mengintegrasikan sistemnya dengan infrastruktur data spasial nasional yang sedang
dikerjakan BIG sehingga tujuan UU No 4 Tahun 2011 terkait penyelenggaraan IGD
dan IGT dalam One-Map Policy dapat terwujud.
BNPB memerlukan dukungan berbagai pihak agar kedetilan dan keakuratan data
ancaman, kerentanan dan risiko bencana dapat lebih ditingkatkan. Indikator
kerentanan bencana perlu disepakati dengan Kementerian/Lembaga lainnya.
liii
Bab 1
Pendahuluan
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Substansi tata ruang dalam konteks penanggulangan bencana sudah diamanatkan
dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Tujuan
utamanya adalah untuk mengurangi risiko bencana dengan cara menyerap hasil
kajian risiko bencana ke dalam rencana tata ruang, penetapan standar keselamatan,
dan penerapan sanksi terhadap pelanggar. Demikian pula, dalam UU Nomor 26 Tahun
2007, diamanatkan tentang penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai
upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup disebutkan bahwa dampak dan risiko lingkungan dapat meningkatkan
intensitas bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan.
UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
mengamanatkan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai
jenis, tingkat dan wilayahnya.
Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur, yang selanjutnya
disebut sebagai Kawasan JABODETABEKPUNJUR, adalah salah satu kawasan strategis
nasional yang meliputi seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta, sebagian wilayah
Provinsi Jawa Barat, dan sebagian wilayah Provinsi Banten, yang telah ditetapkan
melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008. KSN JABODETABEKPUNJUR
menjadi sangat strategis karena Provinsi DKI Jakarta sebagai salah satu cakupan
wilayah JABODETABEKPUNJUR adalah pusat pemerintahan negara, pusat bisnis dan
perekonomian, pusat pelayanan jasa, yang telah dibebani berbagai permasalahan
kota metropolitan yang daya dukung dan daya tampungnya telah terlampaui.
Selain itu, area JABODETABEK merupakan salah satu pusat ekonomi dalam Koridor
Ekonomi Jawa, sesuai Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) 2011-2025 yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden nomor
32/2011, dengan rencana investasi yang terbesar dalam Koridor Ekonomi Jawa untuk
pembangunan bandar udara, rel kereta, pelabuhan, jaringan jalan dan infrastruktur
vital lainnya. Penataan ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR memiliki peran sebagai
acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang memperhatikan konservasi air
dan tanah, persediaan air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir, dan
pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.
yang terancam, dan dibagi (c) tingkat kapasitas kawasan yang terancam.
Bisa dikatakan bahwa tinggi rendahnya risiko bencana dipengaruhi oleh
besarnya bahaya/ancaman (hazard) yang dihadapi dan tinggi rendahnya
tingkat kerentanan (vulnerability) dari masyarakat. Besarnya bahaya (hazard)
dihitung berdasarkan tingkat keseringan dan keparahan terjadinya sebuah
bahaya. Bahaya cenderung bersifat alamiah, sehingga tidak banyak rekayasa
yang bisa dilakukan agar tingkat risiko bencana bisa menurun. Sedangkan
tingkat kerentanan dihitung berdasarkan tingkat keterpajanan/keterpaparan
(exposure) sebuah entitas berdasarkan faktor fisik, sosial, ekonomi dan
lingkungan. Adapun tingkat kapasitas entitas tersebut dilakukan dengan
mengidentifikasikan status kemampuan individu, masyarakat, lembaga
pemerintah atau non pemerintah di dalam menghadapi sebuah bahaya.
Pada faktor kerentanan inilah rekayasa bisa banyak dilakukan agar tingkat
risiko bencana bisa dikurangi.
Dengan demikian, ada dua rekayasa yang bisa dilakukan agar tingkat risiko
bencana bisa menurun. Pertama, dengan meningkatkan kapasitas sebuah
entitas dalam menghadapi sebuah bahaya. Dan kedua, dengan mengurangi
keterpaparan entitias tersebut terhadap sebuah bahaya. Dalam cara kedua
inilah, penataan ruang berperan penting. Sehingga jelas, konsep dasar
dari peran penataan ruang di dalam pengurangan risiko bencana adalah
bagaimana bisa mengatur letak sebuah entitas agar tidak terpapar terhadap
sebuah bahaya (Pogung, 2013). Selanjutnya apabila penataan ruangnya
baik, dalam arti sudah memasukkan aspek pengurangan risiko bencanamaka jika memang kemudian dalam pelaksanaan penataan ruang tersebut
terjadi bencana, diharapkan akan banyak mengurangi pula biaya yang akan
ditanggung pemerintah dalam penanggulangan bencana tersebut.
1.1.2
Gambar 1
Peta Administrasi Lingkup Wilayah Kajian KSN JABODETABEKPUNJUR
Sumber: Dikompilasi dari Peta Administrasi BPS, 2009, Perpres 54/2008, Peta RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota Kawasan
JABODETABEKPUNJUR
Bab 2
Tinjauan Literatur
10
Gambar 2
Peta Struktur dan Pola Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Sumber: Hasil gambar ulang dari Peta Rencana Struktur dan Pola Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR di Perpres 54/2008
Tabel 1
Arahan Pemanfaatan Ruang Tiap Zona di KSN JABODETABEKPUNJUR
Kode Zona
N (Non Budidaya)/Lindung
N-1
kawasan hutan lindung, resapan air, kawasan dengan kemiringan > 40%, sempadan
sungai, sempadan pantai, sekitar danau, waduk, dan situ, kawasan sekitar mata air, rawa,
pantai berhutan bakau, dan kawasan Rawan bencana alam geologi - tidak untuk
dibangun, lahan terbangun yang sudah ada harus dikeluarkan, riset, konservasi air dan
tanah.
N-2
cagar alam, suaka marga satwa, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam,
cagar budaya - tidak untuk dibangun; kawasan preservasi dan konservasi budaya, flora
dan fauna
B (Budidaya)
B-1
perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, serta industri ringan nonpolutan dan
berorientasi pasar- pusat kegiatan ekonomi unggulan di pantai utara Jakarta dengan
rehabilitasi/revitalisasi
B-2
perumahan hunian sedang, perdagangan dan jasa, industri padat tenaga kerja -
kawasan resapan air.
11
12
Kode Zona
B-3
B-4
perumahan hunian rendah, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan,
perikanan, peternakan, agroindustri, dan hutan produksi
B-4/HP
B-5
B-6
permukiman dan fasilitasnya dan/atau penyangga fungsi Zona N1; koefisien zona
terbangun paling tinggi 50% (lima puluh persen);
B-7
permukiman dan fasilitasnya, penjaga dan penyangga fungsi Zona N1, serta berfungsi
sebagai pengendali banjir terutama dengan penerapan sistem polder; koefisien zona
terbangun paling tinggi 40% (lima puluh persen)
B-7/HP
Zone B-7 ditetapkan sebagai hutan produksi dibawah peraturan; hutan produksi
terbatas.
P (Penyangga)
P-1
P-2
P-3
P-4
P-5
Definisi Istilah
13
14
2.2.2
Umum
Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana adalah cepat dan tepat,
prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan berhasil guna,
transparansi dan akuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan, non diskriminatif,
dan non proletisi (Pasal 3).
Penanggulangan bencana bertujuan untuk (Pasal 4):
a. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;
b. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
d. menghargai budaya lokal;
e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
f. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan
kedermawanan; dan
g. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Pasal 6 menjelaskan tanggungjawab Pemerintah dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi:
a. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana
dengan program pembangunan;
b. perlindungan masyarakat dari dampak bencana;
c. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena
bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum;
d. pemulihan kondisi dari dampak bencana;
e. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalamAnggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai;
f. pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan
dampak bencana.
Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
meliputi (Pasal 7 ayat (1)):
a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan
pembangunan nasional;
b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur
kebijakan penanggulangan bencana;
c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah;
d. penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan
negara lain, badan-badan, atau pihak-pihak internasional lain;
15
16
17
18
2.2.3
Pemulihan
Tanggap
Darurat
Pra-Bencana
(situasi tidak terjadi
bencana)
Pra-Bencana
(situasi ada potensi
bencana)
BENCANA
Gambar 4
Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
PEMULIHAN
RENCANA
MITIGASI
RENCANA
PEMULIHAN
AN
LIH T
MU RA
PE A R U
D
RENCANA
OPERASI
RENCANA
KONTINJENSI
N
TA
GA
IN INI
R
PE D
KAJIAN KILAT
BENCANA
TANGGAP DARURAT
KESIAPSIAGAAN
19
20
Pengenalan Kerentanan
2.2.3
Tabel 2
Jenis Ancaman Bencana dan Sumber Panduan
No.
Gempa Bumi
BMKG dan BG
Tsunami
BMKG dan BG
Banjir
Tanah Longsor
BG
BG
Cuaca Ekstrim
BMKG
Kekeringan
10
11
KEMKES
12
Gagal Teknologi
13
Konflik Sosial
Sumber: BNPB
21
22
Kerentanan
Risiko Bencana Ancaman X
Kapasitas
Ancaman bencana
(hazard):
suatu kejadian atau
peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana
Kerentanan (vulnerability):
suatu kondisi dari
suatu komunitas atau
masyarakat yang mengarah
atau menyebabkan
ketidakmampuan dalam
menghadapi ancaman bencana
Kapasitas (capacity):
kemampuan daerah
dan masyarakat untuk
melakukan tindakan
pengurangan Tingkat
Ancaman dan Tingkat
Kerugian akibat bencana
23
24
Probabilitas
Dampak
Kelembagaan/
Kebijakan
Kepadatan penduduk,
% kelompok rentan
Sosial Budaya
Peta
Bahaya
Peringatan
Dini
Penguatan
Kapasitas
Sosialisasi PRB,
kurikulum/muatan lokal,
pendidikan bencana,
desa tangguh
Mitigasi
Kesiapsiagaan
Rencana Kontingensi,
Pusdalops, depo logistik,
relawan
Ekonomi
(Rp)
Peta
Kerentanan
rumah, fasilitas umum,
fasilitas kritis
Peta
Risiko
Bencana
Peta
Kapasitas
Fisik
(Rp)
Lingkungan
(luas)
Rencana
Penanggulangan
Bencana
25
TINGKAT
KAPASITAS
TINGKAT
KERUGIAN
TINGKAT
ANCAMAN
DOKUMEN
KAJIAN RISIKO
Gambar 8
Metode Pengkajian
KOMPONEN
KELEMBAGAAN,
PERINGATAN DINI,
PENDIDIKAN, MITIGASI
dan KESIAPSIAGAAN
INDEKS
KAPASITAS
KOMPONEN
EKONOMI, FISIK dan
LINGKUNGAN
INDEKS KERUGIAN
KOMPONEN SOSIAL
BUDAYA
INDEKS PENDUDUK
TERPAPAR
KEMUNGKINAN
KEJADIAN dan
BESARAN DAMPAK
INDEKS
ANCAMAN
PETA KAPASITAS
PETA
KERENTANAN
PETA ANCAMAN
PETA MULTI
RISIKO
PETA RISIKO
26
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
DOKUMEN
KAJIAN RISIKO
BENCANA
PENGKAJIAN
RISIKO BENCANA
PETA RISIKO
BENCANA
1. ATURAN DAN
KELEMBAGAAN
2. PENGKAJIAN RISIKO DAN
SISTEM PERINGATAN DINI
3. PELATIHAN, PENDIDIKAN
DAN KETERAMPILAN
4. PENGURANGAN FAKTOR
RISIKO DASAR
5. SISTEM KESIAPSIAGAAN
UMUM
3
KEBIJAKAN
PRIORITAS PB
(BAB IV RPB)
KEBIJAKAN TEKNIS
PER BENCANA
1. PENCEGAHAN DAN
MITIGASI
2. KESIAPSIAGAAN
3. TANGGAP DARURAT
4. PEMULIHAN
27
Rendah
(pga value
< 0.2501)
Zona bahaya
Sedang
6.
Zona bahaya
sangat rendah
Kekeringan
5.
Letusan
Gunung Api
4.
KRB II
(zona kerentanan
gerakan
tanahmenengah)
(zona kerentanan
gerakan tanah
sangat rendah
rendah)
Tanah
Longsor
KRB I
Sedang
(1-3 m)
Rendah
(< 1 m)
Sedang
(1-3 m)
Sedang
(pga value 0,2501
0,70
SEDANG
KELAS INDEKS
Banjir
Rendah
(< 1 m)
2.
RENDAH
1.
KOMPONEN/INDIKATOR
3.
Tsunami
Gempa
Bumi
1.
2.
BENCANA
NO
Tabel 3
Komponen Indeks Ancaman Bencana
Zona bahaya
tinggi Sangat
Tinggi
KRB III
(zona kerentanan
gerakan
tanahtinggi)
Tinggi
(> 3 m)
Tinggi
(> 3 m)
Tinggi
(pga value > 0,70)
TINGGI
100%
100%
100%
100%
100%
100%
BOBOT TOTAL
Panduan dari
BMKG
Kementerian
Pertanian
Panduan dari
Badan Geologi
Nasional-ESDM
Panduan dari
Badan Geologi
Nasional-ESDM
BAHAN RUJUKAN
28
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
9.
8.
7.
NO
Kebakaran
Hutan dan
Lahan
Cuaca
Ekstrim
(Angin
Putting
Beliung)
Gel. Ekstrim
dan
Abrasi
BENCANA
Lanjutan Tabel 3
Skor Bahaya
2 Kemiringan Lereng
Lurus-berteluk
40-80 %
0.2 0.4
1-2.5 m
SEDANG
Hutan
< 0,34
Lahan Perkebunan
0,34 0,66
Berteluk
1 Lahan terbuka
> 80 %
< 0.2
< 1m
RENDAH
3 Tutupan lahan/vegetasi
pesisir (%)
2 Arus (current)
1 Tinggi gelombang
KOMPONEN/INDIKATOR
KELAS INDEKS
Padang rumput
kering
dan belukar,
lahan
pertanian
>0,67
Lurus
< 40 %
> 0.4
> 2.5 m
TINGGI
40%
33.33%
33.33%
33.33%
15%
15%
30%
30%
BOBOT TOTAL
Panduan dari
KEMENHUT
Panduan dari
BMKG
Panduan dari
BAKOSURTANAL
Panduan dari
BMKG dan
DISHIDROS
Panduan dari
Kementerian
Kehutanan
Panduan dari
BMKG dan
DISHIDROS
BAHAN RUJUKAN
29
11.
10.
NO
Epidemi dan
Wabah
Penyakit
Kebakaran
Gedung dan
Pemukiman
BENCANA
Lanjutan Tabel 3
< 5 orang
3 (Korban) : meninggal
4 Luka berat
Skor Bahaya
Kepadatan penduduk
5-10 orang
1 orang
Rp 1 M 3 M
2-5%
> 10 orang
> 1 orang
> Rp 3 M
>5%
Organik/gambut
Kemarau
TINGGI
< 0,34
0,34 0,66
>0,67
Skor Bahaya=(0.25*KTM/10+0.25*KTDB/5+0.25*
KTHIV/AIDS /(0.05)+0.25*KTC/5)*(Log(Kepadatan penduduk/0.01)/
Log(100/0.01))
< Rp 1 M
2 Dampak (40 %)
Kerugian Ekonomi)
<2%
Semi organik
Non organik/non
gambut
3 Jenis tanah
Penghujan kemarau
SEDANG
Penghujan
RENDAH
2 Iklim
KOMPONEN/INDIKATOR
KELAS INDEKS
25%
25%
25%
25%
15%
70%
15%
100%
30%
30%
BOBOT TOTAL
Panduan dari
KEMENKES
Panduan dari
DamkarKEMENDAGRI
Panduan dari
PUSLITANAH KEMENTAN
Panduan dari
BMKG
BAHAN RUJUKAN
30
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
12.
< 2x
< 5 org
Industri kecil
Kapasitas (40 %)
2 Dampak akibat
kejadian (historial)
(40 %)
RENDAH
KOMPONEN/INDIKATOR
5-10 orang
> 10
orang
>3x
Industri
besar
Industri
Menengah
2-3 x
Industri
kimia
TINGGI
Industri manufaktur
SEDANG
KELAS INDEKS
Sumber: Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 /2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana
Konflik
Sosial
Gagal
Teknologi
13.
BENCANA
NO
Lanjutan Tabel 3
100%
100%
100%
100%
BOBOT TOTAL
Panduan dari
KEMENSOS dan POLRI
Panduan dari
BPPT, LAPAN,
KEMENPERIND dan
KEMENHUB
BAHAN RUJUKAN
31
Kemudian untuk memahami warna baik pada peta Ancaman, Kerentanan dan
Risiko, menggunakan matriks penentuan tingkat ancaman, tingkat kerugian,
dan tingkat risiko bencana sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah
ini:
Gambar 10
Matriks Penentuan Tingkat Ancaman, Tingkat Kerugian, dan Tingkat Risiko Bencana
TINGKAT
ANCAMAN
RENDAH
SEDANG
TINGGI
INDEKS ANCAMAN
RENDAH
SEDANG
TINGGI
TINGKAT
TINGKAT RISIKO
INDEKS KERUGIAN
KERUGIAN
INDEKS KAPASITAS
BENCANA
RENDAH
SEDANG
TINGGI
RENDAH
SEDANG
TINGGI
RENDAH
INDEKS KERUGIAN
RENDAH
INDEKS ANCAMAN
32
Notasi warna :
Tingkat Risiko Tinggi
Tingkat Risiko Sedang
Tingkat Risiko Rendah
SEDANG
TINGGI
SEDANG
TINGGI
Bab 3
Metodologi
Penyusunan
Laporan
33
34
Bab 3 Metodologi
Penyusunan Laporan
3.1 Data dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penyusunan Pendekatan Kajian Risiko Bencana
Untuk Perencanaan Kawasan Strategis Nasional ini meliputi data sekunder
yang diperoleh dari berbagai sumber seperti lembaga pemerintah (Kementerian
Pekerjaan Umum, BKPRN, BNPB, BAPPEDA Provinsi), hasil penelitian, makalah, artikel
dan publikasi resmi. Data sekunder yang akan digunakan yakni:
Data sekunder yang akan digunakan yakni:
- Peraturan perundangan terkait Penataan Ruang diantaranya adalah: Perpres
Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR
- Peraturan perundangan terkait Penanggulangan Bencana diantaranya adalah:
UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
- Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana 2012-2016 Provinsi DKI Jakarta,
Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten
- Dokumen Materi Teknis RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota terkait
- Data Kabupaten/Kota Dalam Angka, tahun 2012 dari BPS
- Kajian-kajian lain yang terkait dari publikasi resmi maupun dari internet dan surat
kabar
Adapun untuk data spasial, diperlukan kesamaan data yang digunakan yang dapat
dilihat dalam bentuk format, jenis data, kedetilan/skala data sehingga memungkinkan
dilakukan overlay. Agar dapat dilakukan proses tumpang susun dan analisis datadata spasial yang dikumpulkan harus berada dalam GIS. Untuk data dengan format
Vektor yang berupa shapefile (SHP) dan untuk data dengan format raster bisa berupa
file JPG, Tiff atau GRID yang sudah memiliki sistem koordinat baik terproyeksi (UTM)
atau tidak terproyeksi (Latitude-Longitude).
Ketersediaan data spasial yang akan digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.
35
36
Tabel 4
Ketersediaan Data Spasial
Sumber
BNPB
Direktorat
Perkotaan
PU
BKPRN,
Bappeda
Provinsi DKI
Jakarta, Jawa
Barat, dan
Banten
Nama Data
Spasial
Format
Skala
Sistem Proyeksi
Keterangan
GRID
1:250.000
WGS 84
GRID
1:250.000
WGS 84
GRID
1:250.000
WGS 84
Shapefile
1:250.000
1: 50.000
1:25.000
WGS 84
Shapefile
1:250.000
WGS 84
Raster
30 m
WGS 84
Shapefile
1 : 10.000
WGS_1984
UTM_Z_48S
Dapat diolah
Landuse Planning
Shapefile
1 : 10.000
WGS_1984
UTM_Z_48S
Dapat diolah
Shapefile
1:250.000
WGS 84
Dapat diolah
Raster
2,5m dan
5 meter
WGS_1984
UTM_Z_48S
Dapat diolah
PDF, JPG
1 : 750.000
WGS 84
PDF, JPG,
SHP
1 : 50.000
WGS 84
PDF, JPG,
SHP
1 : 50.000
WGS 84
Dapat diolah
PDF, JPG
1:110000
PDF,
JPG,SHP
1 : 50.000
WGS 84
Dapat diolah
SHP, DWG
1:100.000
WGS 84
Dapat diolah
3.2
37
38
Gambar 11
Kerangka Metodologi Kajian
TUJUAN
KELUARAN
Desk Study:
UU No. 24/2007, Perpres 54/2008,
Pedoman RTR KSN, IRBI, Materi Teknis
RTRWP, serta kebijakan dan pedoman
lainnya
Bab 4
Gambaran Umum
Kawasan
JABODEBEKPUNJUR
39
40
41
42
Gambar 12
Kawasan Strategis Nasional JABODETABEKPUNJUR
Kawasan
strategis
nasional
JABODETABEKPUNJUR yang menurut
PP RTRWN 2008 terdiri dari kawasan
perkotaan
Jabodetabek,
kawasan
andalan Bopunjur dan sekitarnya dan
kawasan andalan laut P. Seribu
1.100 jiwa/km2. Pertumbuhan penduduk Provinsi DKI Jakarta (2000 2010) mencapai
1,41%, sedangkan laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Banten 2,78% dan Provinsi
Jawa Barat sebesar rata-rata 1,90% per tahun semenjak tahun 2000-2010 (BPS, 2012).
Adapun luas total Kawasan JABODETABEKPUNJUR sekitar 6.682,8 km2 dan gambaran
penggunaan lahan pada tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13
Peta Penggunaan Lahan Kawasan JABODETABEKPUNJUR Tahun 2010
Sumber: Dikompilasi dari: peta Administrasi BPS, 2009; Kota, Pelabuhan dan Bandara (UNDP); peta arahan Sistem Transportasi
Kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur (BKPRN).
Saat ini di Kawasan JABODETABEKPUNJUR telah terjadi alih fungsi lahan kawasan
lindung menjadi kawasan terbangun. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya
villa dan permukiman di kawasan Puncak yang tidak terkendali, serta pembangunan
permukiman pada kawasan-kawasan resapan air dan sempadan sungai/situ
(Kementerian PU, 29 Januari 2013). Dalam 35 tahun terakhir (1970-2005), secara
regional JABODETABEKPUNJUR telah kehilangan 27% ruang terbuka hijau
(termasuk hutan dan perkebunan tanaman tahunan/keras) diantaranya akibat
hilangnya 46% kawasan hutan. Kawasan terbangun (permukiman) tumbuh lebih
dari 12 kali lipat, menyebabkan daya dukung lingkungan menjadi sangat terbatas,
terutama kemampuan lahan di dalam meresapkan air ke dalam tanah terutama
43
44
pada
Pusat-Pusat
Kegiatan
di
Kawasan
kerawanan bencana ini diperoleh dari Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI, 2011)
yang merupakan suatu perangkat analisis kebencanaan yang telah terjadi dan
menimbulkan kerugian, dimana faktor utamanya adalah risiko kehilangan nyawa.
4.2.1
Gambar 15
Profil Kerawanan Bencana tingkat Provinsi
250
200
200
133
150
113
100
50
0
JAWA BARAT
BANTEN
DKI JAKARTA
4.2.2
Profil
Kerawanan
Bencana
JABODETABEKPUNJUR
Kabupaten/Kota
di
Kawasan
45
Tabel 5
Profil Kerawanan Bencana Kabupaten/Kota di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No.
Kabupaten/Kota
Nilai /
Skor
Tingkat
Kerawanan
Ranking
Nasional
Ranking
JABODETABEKPUNJUR
Kabupaten Bogor
129
Tinggi
Kabupaten Cianjur
118
Tinggi
11
90
Tinggi
48
Kabupaten Tangerang
87
Tinggi
63
84
Tinggi
70
Kabupaten Bekasi
81
Tinggi
78
80
Tinggi
84
79
Tinggi
92
77
Tinggi
104
10
Kota Tangerang
65
Tinggi
173
10
11
Kota Bogor
61
Tinggi
202
11
12
Kota Depok
46
Tinggi
321
12
13
Kepulauan Seribu
42
Tinggi
352
13
14
Kota Bekasi
41
Tinggi
357
14
15
15
Sedang
441
15
Gambar 16
Profil Kerawanan Bencana Tingkat Kabupaten/Kota
140
129
118
120
Prov. Banten
100
79
77
84
81
65
61
60
42
41
46
Tinggi
80
87
40
20
15
KO
TA
TA
TA
NG
NG
ER
ER
AN
AN
G
G
SE
LA
TA
TA
N
NG
KE
PU
ER
AN
LA
KO
UA
G
TA
N
SE
JA
RI
KA
BU
KO
RT
TA
A
BA
JA
KO
KA
RA
TA
T
RT
JA
A
PU
KA
SA
RT
KO
T
A
TA
SE
LA
JA
TA
KA
KO
N
RT
TA
A
JA
TIM
KA
UR
RT
A
UT
AR
A
BE
KA
SI
BO
GO
R
CI
AN
JU
KO
R
TA
BE
KA
KO
SI
TA
BO
GO
KO
R
TA
DE
PO
K
Sedang
KO
TA
46
4.2.3
per
Jenis
Bencana
di
Kawasan
Pada sub bab ini diperlihatkan profil kerawanan bencana yang dilihat per
jenis bencana (lihat gambar 17). Berdasarkan indeks kerawanan bencana
tingkat kabupaten/kota terlihat bahwa Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Cianjur merupakan kabupaten yang paling rawan di JABODETABEKPUNJUR.
Bila dicermati secara umum pada gambar 17 terlihat bahwa:
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur ternyata memiliki berbagai
jenis bencana yang rawan. Kabupaten Bogor terdapat sekitar 8 jenis
bencana yakni: tanah longsor, kekeringan, kecelakaan transportasi,
kebakaran permukiman, gempa bumi, banjir dan tanah longsor, banjir,
dan angin topan. Sedangkan di Kabupaten Cianjur terdapat sepuluh
jenis bencana yang rawan yakni: tanah longsor, kekeringan, kejadian
luar biasa, kecelakaan transportasi, gempa bumi, gelombang pantai dan
abrasi, banjir dan tanah longsor, banjir, dan angin topan.
Jika dilihat dari skor rawan bencana yang tertinggi, maka bencana tanah
longsor merupakan yang tertinggi yakni dengan nilai 73 dan terdapat
di Kabupaten Cianjur. Artinya Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten
yang rawan bencana tanah longsor dengan risiko kehilangan nyawa
penduduk tertinggi di JABODETABEKPUNJUR. Bencana tanah longsor
urutan kedua tertinggi di Kabupaten Bogor (skor 66). Dari gambar dapat
dilihat bahwa Kepulauan Seribu dan Kota Bekasi merupakan kota-kota
dengan jenis bencana paling sedikit.
Kajian tentang kerawanan bencana dapat memberikan informasi
tingkat kerawanan bencana di tiap provinsi maupun kabupaten/kota
di JABODETABEKPUNJUR. Berdasarkan tingkat kerawanan ini dapat
dimanfaatkan oleh Pemprov, Pemkab, maupun Pemkot untuk melakukan
analisis kelembagaan, menjadi masukan bagi RTRWP maupun RTRW
Kabupaten/Kota terutama pada provinsi atau kabupaten/kota yang berada
pada kawasan rawan bencana; dan terutama dapat memberikan masukan
untuk keperluan perbaikan/evaluasi RTRWP atau RTRWK yang berbasiskan
mitigasi bencana.
Secara lebih jelas bila dilihat per jenis bencana dapat dilihat pada tabel 6 dan
gambar 18-26.
47
N
TA
AN
N
TA
N
UA
LA
13
24
49
PU
KE
AN
30
18
R
GE
33
TA
KO
20
10
18
30
R
GE
57
68
Prov. Banten
28
40
50
60
70
80
TA
KO
IB
R
SE
A
AK
28
28
A
RT
T
RA
TA
KO
BA
52
57
J
TA
KO
TA
AR
21
44
32
JA
T
SA
PU
31
48
A
RT
A
AK
34
45
54
52
TA
KO
AN
AT
L
E
58
Gambar 17
Profil Kerawanan Bencana tingkat Kabupaten/Kota
A
RT
A
AK
49
TA
KO
UR
TI
44
A
AK
24
49
21
63
A
RT
16
AR
UT
21
4546
66
34
SI
24
39
27
26
KA
BE
28
57
OR
G
BO
24
34
29
46 45
59
64
AN
CI
R
JU
TA
KO
K
BE
28
73
23
22 21
19
27
36
52
64
46
66
I
AS
OR
G
BO
TA
KO
17
OK
P
DE
31
30
21
TA
KO
13
22
19
2625
TANAH LONGSOR
KONFLIK SOSIAL
KEKERINGAN
KECELAKAAN TRANSPORTASI
KECELAKAAN INDUSTRI
KEBAKARAN PERMUKIMAN
GEMPABUMI
BANJIR
ANGIN TOPAN
48
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Tabel 6
Profil Kerawanan per Jenis Bencana Kabupaten/Kota di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No
1
Jenis Bencana
Kabupaten/Kota
Nilai/
Skor
Tingkat
Kerawanan
Ranking
Nasional
Ranking
JABODETABEKPUNJUR
Angin Topan
Kabupaten Bogor
59
Tinggi
Kabupaten Cianjur
46
Tinggi
21
Kabupaten Tangerang
33
Tinggi
82
Banjir
Banjir dan
Tanah Longsor
Gelombang
Pantai dan
Abrasi
Gempa Bumi
Kebakaran
Permukiman
31
Tinggi
100
Kota Depok
30
Tinggi
107
Kabupaten Bekasi
28
Tinggi
129
Kota Bogor
22
Tinggi
179
21
Tinggi
205
Kabupaten Tangerang
68
Tinggi
66
Tinggi
63
Tinggi
58
Tinggi
13
Kabupaten Bekasi
57
Tinggi
17
Kota Tangerang
57
Tinggi
19
52
Tinggi
30
48
Tinggi
50
Kabupaten Bogor
46
Tinggi
65
Kota Depok
31
Tinggi
162
10
Kota Bekasi
28
Tinggi
192
11
Kabupaten Cianjur
27
Tinggi
200
12
Kota Bogor
19
Tinggi
290
13
Kabupaten Bogor
64
Tinggi
Kabupaten Cianjur
64
Tinggi
Kota Bogor
26
Tinggi
95
45
Tinggi
Kabupaten Cianjur
22
Tinggi
49
21
Tinggi
57
Kabupaten Tangerang
18
Tinggi
77
Kabupaten Cianjur
52
Tinggi
30
Kabupaten Bogor
45
Tinggi
50
Kota Bogor
25
Sedang
123
57
Tinggi
54
Tinggi
52
Tinggi
49
Tinggi
46
Tinggi
Kabupaten Cianjur
36
Tinggi
23
Kabupaten Tangerang
30
Tinggi
45
Kabupaten Bogor
29
Tinggi
50
Kabupaten Bekasi
26
Tinggi
68
49
Lanjutan Tabel 6
No
Nilai/
Skor
Tingkat
Kerawanan
Ranking
Nasional
Ranking
JABODETABEKPUNJUR
Kabupaten Bekasi
27
Tinggi
Kabupaten Bogor
34
Tinggi
12
Jenis Bencana
Kabupaten/Kota
Kecelakaan
Industri
Kecelakaan
Transportasi
Kekeringan
10
Konflik Sosial
11
Tanah Longsor
32
Tinggi
19
Kepulauan Seribu
28
Tinggi
32
24
Tinggi
48
Kabupaten Cianjur
21
Tinggi
66
Kabupaten Bogor
24
Tinggi
17
Kabupaten Bekasi
24
Tinggi
26
Kabupaten Tangerang
24
Tinggi
27
Kota Depok
21
Tinggi
57
Kabupaten Cianjur
19
Tinggi
72
Kota Tangerang
18
Tinggi
93
45
Tinggi
21
Sedang
25
Kabupaten Cianjur
73
Tinggi
Kabupaten Bogor
66
Tinggi
Kota Bogor
17
Sedang
102
16
Sedang
109
Kota Bekasi
13
Sedang
123
Kabupaten Tangerang
13
Sedang
133
Gambar 18
Profil Rawan Bencana Angin Topan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
70
60
50
40
30
20
10
0
59
46
33
31
28
21
30
22
K
DE
KO
TA
BO
PO
R
GO
R
KO
TA
CI
AN
JU
R
GO
BO
SI
BE
KA
A
UT
AR
JA
KO
TA
KO
TA
JA
KA
KA
RT
A
RT
A
GE
PU
RA
NG
SA
T
SKOR
TA
N
50
Gambar 19
Profil Rawan Bencana Banjir di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Banjir
80
70
60
50
40
30
20
10
0
68
57
52
63
48
58
66
57
46
28
27
31
19
JA
RA
KA
NG
KO
R
TA
TA
BA
JA
KA
RA
KO
RT
T
TA
A
JA
PU
KA
SA
RT
KO
T
A
TA
SE
JA
LA
KA
TA
KO
RT
N
TA
A
TI
JA
M
KA
UR
RT
A
UT
AR
A
BE
KA
SI
BO
GO
R
CI
AN
JU
KO
R
TA
BE
KA
KO
SI
TA
BO
GO
KO
R
TA
DE
PO
K
GE
KO
TA
KO
TA
TA
N
TA
N
GE
RA
NG
SKOR
Gambar 20
Profil Rawan Bencana Banjir dan Tanah Longsor dan Gempa Bumi di JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Gempabumi
64
60
64
60
40
40
20
26
SKOR
20
52
45
25
0
BOGOR
CIANJUR
KOTA BOGOR
0
BOGOR
CIANJUR
KOTA BOGOR
Skor Gempabumi
Gambar 21
Profil Rawan Bencana Gelombang Pantai dan Abrasi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
50
40
30
20
10
0
TANG
ERAN
IMUR
RTA T
JAKA
KOTA
22
21
18
JAK A
KOTA
RTA
UTAR
JUR
CIAN
SKOR
51
52
Gambar 22
Profil Rawan Bencana Gelombang Pantai dan Abrasi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Kebakaran Permukiman
57
60
50
40
30
20
10
0
54
52
49
46
30
TA
E
NG
RA
NG
J
TA
KO
AK
AB
RT
AR
AT
AT
AK
J
TA
KO
US
AP
RT
AK
J
TA
KO
SI
A
N
UR
TA
AR
LA
TIM
UT
A
A
T
T
AR
AR
AK
AK
J
J
TA
TA
KO
KO
GO
KA
BE
E
AS
RT
36
29
26
BO
UR
NJ
CIA
SKOR
Gambar 23
Profil Rawan Bencana Kecelakaan Industri dan Konflik Sosial di JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Kecelakaan Industri
27
30
60
45
40
20
21
20
10
K
KOTA JA
BEKASI
ARTA B
ARAT
K
KOTA JA
USAT
ARTA P
Gambar 24
Profil Rawan Bencana Kecelakaan Transportasi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Kecelakaan Transportasi
40
35
30
25
20
15
10
5
0
34
32
28
24
KEPULAUAN SERIBU
21
BOGOR
CIANJUR
Gambar 25
Profil Rawan Bencana Kekeringan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Kekeringan
24
24
JU
R
OR
SI
CI
AN
BO
G
RA
GE
TA
N
BE
KA
NG
NG
RA
GE
KO
TA
TA
N
21
19
18
DE
PO
K
24
KO
TA
30
25
20
15
10
5
0
Skor Kekeringan
Gambar 26
Profil Rawan Bencana Tanah Longsor di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Profil Rawan Bencana Tanah Longsor
73
66
80
60
40
13
20
16
17
13
0
TANGER
ANG
TIMUR
KARTA
KOTA JA
BOGOR
CIANJU
SI
EKA
KOTA B
OGO
KOTA B
53
54
Profil kerentanan bencana untuk seluruh provinsi untuk ketiga belas bencana yang
sudah didefinisikan oleh BNPB, dapat dilihat pada gambar 27-31.
35.000.000
38.860.521
37.695.006
37.239.279
32.792.740
40.000.000
38.476.137
Keterpaparan (Jiwa)
45.000.000
38.891.188
Gambar 27
Potensi Keterpaparan Penduduk Provinsi (jiwa)
30.000.000
8.288.980
7.426.664
8.304.966
7.469.792
8.317.102
7.518.396
10.660.096
8.131.244
1.919.864
252.626
984.163
1.461.695
60.317
7.494.503
8.270.790
572.471
62.764
126.908
321.448
5.000.000
850.829
10.000.000
1.290.084
15.000.000
3.852.545
8.664.638
1.399.482
20.000.000
2.903.608
12.538.639
25.000.000
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, 2012-2016
55
Gambar 28
Potensi Keterpaparan Penduduk (%)
90,26
77,96
77,30
77,75
78,11
89,37
78,23
76,48
78,25
87,55
86,49
78,00
80,00
77,79
76,17
90,00
90,33
70,00
60,00
24,76
18,06
2,63
10,24
1,33
0,00
0,65
0,29
3,02
10,00
12,13
20,00
20,13
13,16
30,00
3,40
0,57
40,00
29,12
27,31
40,10
50,00
8,86
56
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Sumber: diolah dari RPB DKI Jakarta, Jawa Barat, Bante,2012-2016 dan dari 2010 Indonesiadata.co.id
Gambar 29
Potensi Kerugian Fisik dan Ekonomi Provinsi (Triliun Rp)
2.337,442
2.500,00
0,00
DKI Jakarta
408,912
734,458
1.148,46
1.148,46
734,458
408,912
408,912
380,772
734,458
734,458
Jawa Barat
408,912
399,09
565,423
372,381
326,94
51,599
113,209
45,004
408,912
324,901
734,458
1.148,46
1.148,46
1.038,93
767,992
361,47
14,624
500,00
734,458
1.000,00
408,912
1.500,00
1.148,46
2.000,00
Banten
Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, 2012-2016
Di provinsi Banten, potensi kerugian akibat bencana banjir terlihat sangat tinggi yakni
mencapai 2.337 triliun rupiah. Kondisi ini merupakan kerugian fisik dan ekonomi
terbesar di kawasan JABODETABEKPUNJUR.
Di DKI Jakarta, potensi kerugian fisik dan ekonomi hampir merata untuk 6 jenis
bencana yakni rata-rata mencapai 1.148 triliun rupiah per bencana pada bencana
gempa bumi, banjir, tanah longsor, epidemi dan wabah penyakit, gagal teknologi,
dan konflik sosial.
Di Jawa Barat, potensi kerugian fisik dan ekonomi hampir merata untuk 6 jenis bencana
yakni rata-rata mencapai 734 triliun rupiah per bencana pada bencana gempa bumi,
tanah longsor, kekeringan, epidemi dan wabah penyakit, gagal teknologi, dan konflik
sosial.
Sedangkan gambar berikut ini menampilkan informasi potensi kerusakan lingkungan
dalam hektar apabila bencana tersebut terjadi.
57
Gambar 30
Potensi Kerusakan Lingkungan Provinsi (Ha)
3.749.466
3.752.552
3.752.623
3.752.552
4.000.000
3.696.161
3.749.911
3.753.445
3.500.000
2.040.763
3.000.000
2.500.000
DKI Jakarta
Jawa Barat
941.613
943.536
68.737
69.389
65.930
942.213
912.548
264.415
4.119
8.802
131.361
97.923
69.503
55.248
97.923
35.150
32.382
500.000
68.315
27.945
55.248
1.000.000
670.563
941.345
1.500.000
1.142.105
2.000.000
68.315
58
Banten
Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, 2012-2016
Di Jawa Barat, terdapat 7 jenis bencana dengan indeks kerusakan lingkungan yang
tinggi yakni: tanah longsor, epidemi dan wabah penyakit, kebakaran hutan dan lahan,
kegagalan teknologi, gempa bumi, konflik sosial, dan kekeringan. Rata-rata bencanabencana tersebut akan menyebabkan kerusakan lingkungan sekitar 3,7 juta hektar.
Di DKI Jakarta, terdapat 9 jenis bencana dengan indeks kerusakan lingkungan yang
bervariasi antara 4.119 hektar akibat bencana cuaca ekstrim, sd 69.503 hektar akibat
bencana tanah longsor.
Di Banten, yang menonjol adalah pada bencana kebakaran hutan dan lahan (sekitar
2 juta hektar), dan rata-rata 940 ribu hektar pada bencana epidemi dan wabah
penyakit, gagal teknologi, dan konflik sosial.
Jika dibandingkan terhadap luas wilayah masing-masing provinsi, maka potensi
kerusakan lingkungan untuk ketiga provinsi dapat dilihat pada Gambar 31, sehingga
dapat disimpulkan bahwa:
Gambar 31
Potensi Kerusakan Lingkungan Provinsi (%)
Potensi Kerusakan Lingkungan (%)
211,20
250,00
103,52
105,98
97,45
99,29
106,07
97,65
104,50
106,07
97,51
32,28
27,36
6,20
13,26
3,71
10,13
106,07
104,48
94,44
104,67
106,10
0,99
0,00
5,72
48,77
0,79
5,72
50,00
18,95
10,13
100,00
102,88
150,00
102,88
106,00
97,42
200,00
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Sumber: diolah dari RPB DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan dari 2010 Indonesiadata.co.id
Dilihat dari gambar di atas, diketahui terdapat delapan jenis bencana memiliki
persentase yang lebih besar dari 100% seperti pada gempa bumi, tsunami,
tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, epidemi, gagal teknologi
maupun konflik sosial. Hal ini dapat dimungkinkan mengingat dampak kerusakan
lingkungan akibat bencana yang diperkirakan terjadi ini tidak dapat berdasarkan
batas administrasi namun berdasarkan luas wilayah terdampak. Namun demikian
diperlukan klarifikasi lebih lanjut dari BNPB. Sedangkan untuk bencana banjir, potensi
kerusakan lingkungan tertinggi ada di DKI Jakarta mencapai 48,77% wilayahnya yang
akan rusak; Jawa Barat 18,95%, dan Banten 10,13%. Untuk bencana letusan gunung
api akan memberikan dampak bagi 0,99% wilayah Jawa Barat. Bencana gelombang
ekstrim dan abrasi akan berdampak pada 13,26% wilayah DKI Jakarta; 3,71% wilayah
Jawa Barat dan 10,13% wilayah Banten. Adapun bencana cuaca ekstrim akan
berdampak kerusakan lingkungan pada 32,28% wilayah Jawa Barat; 27,36% wilayah
Banten dan 6,20% wilayah DKI Jakarta.
Berdasarkan gambar-gambar di atas, terlihat bahwa potensi dampak berbagai jenis
bencana tersebut akan menimbulkan kerugian dan dampak yang tidak kecil bagi
perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat JABODETABEKPUNJUR dalam kurun
waktu 5 tahun. Sehingga dengan mengetahui kemungkinan dan besaran kerugian,
fokus dalam perencanaan tata ruang wilayah provinsi maupun kabupaten/kota
menjadi lebih efektif, antara lain dapat direncanakan upaya mitigasi bencana yang
59
60
tepat sesuai dengan masing-masing bencana dan juga dapat direncanakan kebutuhan
biaya bagi upaya pengurangan risiko bencana tersebut apabila bencana terjadi.
4.4 Kecenderungan Kejadian Bencana di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Berdasarkan analisis kecenderungan kejadian bencana dalam RPB, maka bencana
yang kecenderungannya naik setiap tahun di setiap provinsi adalah banjir. Sedangkan
kegagalan teknologi, cuaca ekstrim dan tanah longsor memiliki kecenderungan
kejadian yang naik di Banten sebagaimana dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7
Kecenderungan Kejadian Bencana
Provinsi
Menurun
Tetap
Naik
DKI Jakarta
banjir
Jawa Barat
banjir
Banten
Sumber: diolah dari: 1. Peraturan Menteri PU No. 15/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penyusunan RTR KSN
2. Peraturan Kepala BNPB Nomor 4/2008 tentanng Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
Berdasarkan kajian BAPPENAS, 2007, bahwa bencana banjir yang terjadi Februari 2007
(selama 7-10 hari) diperkirakan mengakibatkan total nilai kerusakan dan kerugian
yang diderita oleh masyarakat dan pemerintah mencapai Rp. 5,2 triliun, sementara
kerugian ekonomi tidak langsung (indirect potential economic loss) mencapai Rp. 3,6
triliun. Lebih lanjut disebutkan bahwa mengingat pertumbuhan ekonomi wilayah
Bogor-Depok-Bekasi dan Tangerang didukung oleh sektor industri pengolahan
yang dominan dibandingkan sektor lainnya, maka dampak bencana banjir secara
signifikan berpotensi menurunkan pertumbuhan PDRB daerah Bogor-Depok-Bekasi
sebesar 1,33%, Tangerang sebesar 2,62%, dan Jakarta 0,59% (pada sektor industri
dan perdagangan).
4.5 Profil Risiko Bencana tingkat Provinsi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
4.5.1
Tabel 8
Urutan Jenis Bencana Risiko Tinggi di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten
No.
Jenis Bencana
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Gempa Bumi
Tsunami
12
Banjir
Tanah Longsor
10
11
11
Cuaca Ekstrim
Kekeringan
10
10
11
12
Gagal Teknologi
13
Konflik Sosial
12
Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, 2012-2016
Dapat dilihat bahwa banjir memang merupakan bencana berisiko tinggi pada
urutan pertama di Jawa Barat, urutan ketiga di DKI Jakarta, dan urutan ke-3 di
Banten. Bencana tanah longsor berada pada urutan kedua di Jabar, kedelapan
di DKI Jakarta, dan kesepuluh di Banten. Adapun bencana gempa bumi berada
di urutan ketiga di Jawa Barat, dan kelima di DKI Jakarta dan Banten.
4.5.2
61
62
Tabel 9
Bencana Prioritas Provinsi
Provinsi
Bencana Prioritas
Keterangan
DKI Jakarta
1. Banjir
2. Gempa Bumi
3. Gelombang Ekstrim dan Abrasi
4. Cuaca Ekstrim
5. Epidemi dan Wabah Penyakit
6. Tsunami
Jawa Barat
1. Cuaca Ekstrim
2. Tanah Longsor
3. Kekeringan
4. Banjir
5. Letusan Gunung Api
6. Gempa Bumi
7. Tsunami
Banten
1. Tanah Longsor
3. Banjir
4. Kekeringan
5. Gagal Teknologi
6. Cuaca Ekstrim
7. Gempa Bumi
8. Tsunami
Bab 5
Analisis RTR KSN
JABODETABEKPUNJUR
dari Perspektif
Risiko Bencana
63
64
65
66
Sumber:
1.
2.
dilakukan
melalui
mitigasi
peringatan dini
pendidikan, penyuluhan,
pelatihan
pengaturan pembangunan,
pembangunan, Infrastruktur,
tata Bangunan
perencanaan dan
pelaksanaan penataan
ruang
pengumpulan informasi
persiapan penyusunan
RTR KSN
JABODETABEKPUNJUR
pemanfaatan ruang
perencanaan ruang
mengendalikan
pemanfaatan ruang
sesuai RTR
PELAKSAANAAN
dan penegakan
RTR
dilakukan untuk
kesiapsiagaan
dilakukan melalui
antara lain
proses
penyusunan RPB
Rencana
Penanggulangan
Bencana (RPB)
Gambar 32
Aspek Penanggulangan Bencana dalam RTR KSN
67
68
Tabel 10
Penyelenggaraan Peta Rupabumi Indonesia
1:1.000.000
1:500.000
1:250.000
1:100.000
1:50.000
1:25.000
BIG
1:10.000
1:5.000
1:2.500
1:1.000
Skala Peta
Kawasan perbatasan negara:
1) Kawasan perbatasan darat:
a) Yang didominasi kawasan terbangun : 1:25.000 1: 10.000
b) Yang didominasi kawasan non terbangun : 1 : 250.000 1:50.000
2) Kawasan perbatasan laut:
a) Yang keseluruhan merupakan laut 1 : 500000 1: 250.000
b) Yang mencakup pula pulau-pulau kecil 1:25.000 1 : 10.000
a. Wilayah pertahanan: skala peta ditentukan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Minimal 1 : 50.000
a.
KAPET
Kawasan ekonomi khusus (non
KAPET)
Kawasan warisan budaya/adat
tertentu
Minimal 1 : 100.000
kawasan inti dan kawasan penyangga: 1:25.0001:10.000
minimal 1:50.000
1:250.000 1:50.000
1:50.0001:25.000
Dalam kaitannya dengan Perpres 54/2008, 3 peta yang merupakan bagian tak
terpisahkan dalam Perpres tersebut diselenggarakan dalam skala 1:50.000.
Perpres No.54/2008 Pasal 13 ayat (4): Arahan pengembangan sistem pusat permukiman
digambarkan dalam peta struktur dan pola ruang kawasan JABODETABEKPUNJUR
dengan skala peta 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
Data spasial yang digunakan pada Perpres No.54/2008 tercetak pada peta-peta
Lampiran I, II dan III. Lampiran ini berupa peta cetak pada skala 1:150.000 dan dalam
bagian sumber peta-peta itu disebutkan menggunakan acuan Peta RBI Bakosurtanal
skala 1:25.000. Hal ini menunjukkan adanya generalisasi dari skala yang detil ke
skala yang lebih umum, yaitu dari peta dasar 1:25.000 kemudian proses zonasi
dan perencanaan dilakukan pada skala 1:50.000 dan disajikan sesuai ukuran kertas
1:150.000. Sehingga secara kaidah kartografi tidak ada masalah dan pertentangan
dengan penyelenggaraan skala yang umum dilakukan di BIG.
Tantangan pada penyusunan kajian ini adalah mendapatkan data spasial asli yang
digunakan pada penyusunan Perpres tersebut. Beberapa instansi terkait yang
dihubungi sudah tidak menyimpan data spasial asli/mentahnya, mengingat pada
saat penyusunan belum ada infrastruktur penyimpanan data geospasial yang
handal. Untuk memecahkan masalah tersebut dilakukan proses rektifikasi/register
image yang kemudian didigitasi ulang untuk menghasilkan data spasial turunan.
Sehingga data spasial tersebut dapat di tumpangsusunkan dengan peta lainnya
yaitu ancaman, kerentanan dan risiko bencana dalam skala 1:250.000. Digitasi ulang
ini dilakukan untuk data-data zonasi dan titik-titik PKN mengingat ketidaktersediaan
data mentah.
Data ancaman, kerentanan dan risiko bencana dari BNPB dapat diakses on-line
melalui http://geospasial.bnpb.go.id. Data tersebut dalam format GRID (Raster data)
dengan unit piksel 1 Ha dan unit administrasi kecamatan serta dapat dikatakan
setara dengan kedetilan peta skala 1:250.000. Sehingga dapat digunakan untuk
ditumpangsusunkan dengan Peta Tata Ruang untuk level KSN (1:250.000), RTRW
Provinsi (1:250.000). Dan data ini tidak dapat di tumpangsusunkan dengan RTRW
Kabupaten (1:50.000) dan tidak dapat digunakan untuk membuat rute evakuasi.
Informasi ancaman, kerentanan dan risiko ditunjukkan dalam gradasi warna dari
hijau ke merah, dimana hijau menunjukkan ancaman, kerentanan dan/atau resiko
yang rendah sedangkan merah menunjukkan ancaman, kerentanan dan/atau risiko
yang tinggi. Selain itu data ini juga tidak menutupi seluruh wilayah, tergantung unit
analisisnya. Misalnya peta ancaman abrasi hanya menutupi sepanjang zona buffer
garis pantai.
5.3 Analisis Spasial Kesesuaian Penggunaan Lahan Saat ini dengan Arahan Pola
Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Dalam analisis ini, diasumsikan bahwa arahan penggunaan lahan dan zonasinya
dalam peta Struktur dan Pola Ruang pada Perpres No.54/2008 adalah sebagai frame
dalam memahami kondisi penggunaan lahan saat ini. Peta Struktur dan Pola Ruang
tersebut juga akan digunakan sebagai framework untuk memahami ancaman,
kerentanan dan risiko bencana yang dikompilasi BNPB.
69
70
Zona yang digambarkan dalam Peta Struktur Ruang dan Pola Ruang Kawasan
JABODETABEKPUNJUR telah dihitung luasannya dengan menggunakan GIS,
sebagaimana dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12
Tabel Luasan Arahan Pemanfaatan Ruang per Zona di JABODETABEKPUNJUR
Kode Zona
Luas (Ha)
Luas (Km2)
Persentase (%)
B1
160757.08
1607.57
23.02
B2
95053.59
950.54
13.61
B3
96293.44
962.93
13.79
B4
168403.96
1684.04
24.12
B4/HP
40184.40
401.84
5.76
B5
65946.38
659.46
9.44
B6
1859.98
18.60
0.27
B7
501.52
5.02
0.07
B7/HP
4487.94
44.88
0.64
N1
20416.71
204.17
2.92
N2
44079.05
440.79
6.31
P1
164.65
1.65
0.02
P2
10.24
0.10
0.00
P3
2.92
0.03
0.00
P4
11.93
0.12
0.00
P5
45.76
0.46
0.01
Total
698219.52
6982.20
100
Sumber : Pengolahan data spasial Peta Struktur dan Pola Ruang Perpres No.54/2008, 2013
Tabel 13
Rincian Luasan Zona Per Provinsi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Provinsi
Banten
DKI Jakarta
Jawa Barat
Kode Zona
Luas (Ha)
Luas (Km2)
Persentase (%)
B1
27633.69
276.34
20.70
B2
38308.66
383.09
28.70
B3
28576.40
285.76
21.41
B4
1462.58
14.63
1.10
B5
35186.45
351.86
26.36
B6
1498.88
14.99
1.12
N-1
742.29
7.42
0.56
P2
10.24
0.10
0.01
P5
45.76
0.46
0.03
133464.93
1334.65
100
B1
54991.88
549.92
84.57
B2
2245.54
22.46
3.45
B3
6824.02
68.24
10.49
B4
9.70
0.10
0.01
B6
361.10
3.61
0.56
B7
365.61
3.66
0.56
N-1
222.40
2.22
0.34
P3
2.92
0.03
0.00
P4
1.47
0.01
0.00
65024.63
650.25
100
B1
78143.59
781.44
15.64
B2
54502.18
545.02
10.91
B3
60896.29
608.96
12.19
B4
166932.06
1669.32
33.40
B4/HP
40184.40
401.84
8.04
B5
30759.93
307.60
6.16
B7
135.91
1.36
0.03
B7/HP
4487.94
44.88
0.90
N-1
19452.02
194.52
3.89
N-2
44079.05
440.79
8.82
164.65
1.65
0.03
10.46
0.10
0.00
499748.49
4997.48
100
P1
P4
Sumber : Pengolahan data spasial peta struktur dan pola ruang Perpres No.54/2008, 2013
71
72
Provinsi DKI Jakarta memiliki zona B1 paling tinggi yaitu 84.57% sedangkan kawasan
lindung N-1 dan N-2 tertinggi dimiliki Jawa Barat (yang termasuk dalam kawasan
JABODETABEKPUNJUR) sebanyak N-1 3,8% dan N-2 8,82%.
Data penggunaan lahan saat ini (tahun 2010) yang akan digunakan untuk analisis
adalah hasil interpretasi citra spot 5 yang memiliki resolusi 2,5 meter untuk 1
pikselnya. Hasil interpretasi tersebut dapat digunakan untuk membuat peta dengan
kedetilan skala hingga 1:10.000 dan saat ini digunakan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum untuk melakukan Spatial Gap Analisys. Informasi penggunaan lahan dalam
shapefile hasil digitasi disajikan dalam bentuk kode sebagaimana dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14
Kode Penggunaan Lahan
Kode Penggunaan Lahan
Deskripsi
21
Rumah dibangun
22
23
24
25
26
27
Fasilitas Pemerintahan
28
29
30
31
Fasilitas Transportasi
32
33
Mangrove
35
Fasilitas Rekreasi
9999
Tidak Diketahui
Untuk keperluan analisis, maka data penggunaan lahan eksisting ini akan ditampalkan
dengan arahan zonasi dari Peta Rencana Struktur dan Pola Ruang dari Perpres 54/2008
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar. Perkembangan kawasan Non-Budidaya di
daerah selatan dan utara terlihat tidak banyak berubah dan masih sesuai dengan
arahan pola ruang. Hanya saja ada beberapa pengurangan/degradasi menjadi
pertanian dan ruang terbuka. Kondisi kawasan Non Budidaya di bagian utara juga
terlihat masih sesuai hanya saja dari segi jumlah dan sebaran tidak terlalu dominan.
Untuk itu zona Non Budidaya di utara perlu dipertimbangkan untuk ditambah.
Gambar 33
Peta Penggunaan Lahan 2010 Terhadap Zonasi Perpres 54/2008
Sumber: Kompilasi dari Peta Administrasi BPS 2009; Landuse Eksisting PU 2010; Peta Struktur dan Pola Ruang Perpres No.54/2008
73
74
Gambar 34
Perbandingan Penggunaan Lahan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR Tahun 2000 dan
Tahun 2010
yang meningkat atas pasokan air tanah dari hulu ke hilir, sedangkan peningkatan
lahan terbangun di wilayah hulu (Kota dan Kabupaten Bogor) justru mengurangi
pasokan ini. Belum lagi meningkatnya koefisien limpasan akibat pembangunan
tersebut yang akhirnya bermuara pada masalah banjir.
Semak-semak dan hutan (warna hijau) justru tidak terlihat mengalami perubahan
yang signifikan. Posisinya dominan di daerah hulu (Kabupaten Bogor) dan mangrove
(warna hijau tua) sedikit di daerah pantai (utara). Padahal kawasan ini merupakan
pemasok air tanah, paru-paru dan pendukung kegiatan di PKN dan sekitarnya. Dalam
perspektif bencana kadang daerah hulu ini juga di jadikan sebagai arah evakuasi,
terutama bila dikaitkan bencana yang datangnya dari arah pantai seperti tsunami
dan kenaikan muka air laut atau gelombang ekstrim dan abrasi.
Berdasarkan letak ketinggian dari muka laut, Kawasan JABODETABEKPUNJUR dapat
dibagi menjadi tiga wilayah yakni: wilayah hulu, wilayah tengah dan wilayah hilir,
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35
Pembagian wilayah di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Kawasan BOPUNJUR (Bogor,
Puncak, Cianjur)
Kawasan Penyangga DKI (Depok,
Bekasi, Tangerang, dan lain-lain)
DKI Jakarta
Untuk wilayah hulu/atas yang ditetapkan sebagai zona N sangat penting sebagai
wilayah tangkapan hujan, penyerapan/pasokan air tanah, dan pada beberapa kasus
bencana dijadikan sebagai tujuan evakuasi. Untuk kasus JABODETABEKPUNJUR,
kawasan hulu/atas ini adalah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor dan Puncak- Cianjur.
Adapun kondisi penggunaan lahan eksisting zona N1 dan N2 di Kabupaten Bogor
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
75
76
Tabel 15
Penggunaan Lahan Eksisting pada Arahan Zona N1 dan N2 di Kabupaten Bogor
Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No
Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
Luas (km2)
Persentase (%)
8.81
0.09
0.01
546.95
5.47
0.86
48.56
0.49
0.08
0.78
0.01
0.00
12691.19
126.91
20.02
5280.17
52.80
8.33
24.54
0.25
0.04
44805.92
448.06
70.66
63406.93
634.07
100.00
Sumber : Pengolahan data spasial Landuse JABODETABEKPUNJUR 2010, Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Dari tabel di atas terlihat bahwa penggunaan lahan tahun 2010 untuk zona N pada
Kabupaten Bogor masih cukup luas (sekitar 99%). Walaupun demikian kondisi
bencana terutama banjir yang masih terjadi di wilayah hilir menuntut analisis lebih
lanjut. Apakah ada rekayasa teknologi yang dapat mengurangi limpasan permukaan
hujan, misalnya konsep green roof, sumur resapan dan sebagainya.
5.4 Analisis Spasial terhadap Arahan Susunan Pusat-Pusat Perkotaan di Kawasan
JABODETABEKPUNJUR
Dalam hal ini arahan lokasi pusat-pusat perkotaan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
direpresentasikan dalam peta struktur ruang dengan titik-titik pusat dan sub-pusat
perkotaan. Titik terbesar adalah kota Inti DKI Jakarta yang dikelilingi oleh titik-titik
pusat permukiman yang merupakan kota satelit dan sub-pusat perkotaan (subsatelit). Selain Kota Bekasi dan Kota Bogor, titik-titik pusat perkotaan tersebut berpola
radial mengelilingi DKI Jakarta sebagai pusat PKN.
Perkiraan jarak dan kedekatan antar titik-titik pusat perkotaan dapat dilakukan
dengan analisis geometrik sederhana. Dengan melihat jarak euclidan/jarak udara
akan didapatkan gambaran umum jarak pada jalan (on-road) dengan mengabaikan
barrier-barrier lain seperti perbedaan ketinggian, kemacetan dan sebagainya. Pola
hubungan jarak udara antar pusat perkotaan pada Kawasan JABODETABEKPUNJUR
dapat dilihat pada peta di bawah ini. Dari peta tersebut didapatkan tabel jarak antar
pusat perkotaan yang dilakukan dengan perhitungan GIS. Untuk jarak tersebut yang
cukup penting adalah: jarak terhadap kota inti yaitu DKI Jakarta, jarak paling pendek
antar titik pusat perkotaan dan jarak paling jauh antara titik pusat perkotaan.
Gambar 36
Pola Hubungan Jarak Udara Antar Pusat Perkotaan di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
Tabel 16
Jarak Pusat Perkotaan ke Kota Inti Jakarta (km)
Kota Inti
Pusat Perkotaan
Jarak (m)
Jarak (km)
Kota Jakarta
Serpong
19738.06
19.74
Kota Jakarta
Kota Bekasi
20390.87
20.39
Kota Jakarta
Cinere
20431.98
20.43
Kota Jakarta
Kota Tangerang
20929.08
20.93
Kota Jakarta
Kota Depok
23347.06
23.35
Kota Jakarta
Cimanggis
25063.55
25.06
Kota Jakarta
Cileungsi
28270.16
28.27
Kota Jakarta
Tambun
29763.84
29.76
Kota Jakarta
Setu
30777.92
30.78
Kota Jakarta
Kota Bogor
47506.39
47.51
Sumber : Hasil pengukuran dari pola hubungan jarak udara antar pusat perkotaan di kawasan JABODETABEKPUNJUR
77
78
Gambar 37
Jarak Pusat Perkotaan Ke Kota Inti Jakarta (km)
50,00
45,00
40,00
35,00
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
Distance (km)
Sumber : Hasil pengukuran dari pola hubungan jarak udara antar pusat perkotaan di kawasan JABODETABEKPUNJUR
Dengan melihat hubungan antara titiktitik pusat perkotaan terhadap kota inti
Jakarta terlihat bahwa jaraknya hampir sama dan terdistribusi merata antar kota
satelit maupun sub-satelit. Jarak udara terdekat adalah dari kota Serpong dan kota
Bekasi dan Cinere. Sedangkan yang paling jauh adalah antara kota inti Jakarta
dengan Kota Bogor.
Tabel 17
Jarak Terdekat Antar Titik Pusat dan Sub Perkotaan
Kota-1
Kota-2
Jarak (m)
Jarak(km)
Cimanggis
Kota Depok
5938.465048
5.94
Cinere
Kota Depok
6532.125688
6.53
Cileungsi
Cimanggis
8708.616704
8.71
Setu
Tambun
9166.346669
9.17
Kota Bekasi
Tambun
9648.585273
9.65
Sumber : Hasil pengukuran dari pola hubungan jarak udara antar pusat perkotaan di kawasan JABODETABEKPUNJUR
Jarak terdekat antar pusat perkotaan ini penting diperhatikan agar pada saat kota
tersebut berkembang tidak terjadi konurbasi yang menyebabkan potensi ancaman,
kerentanan, dan risiko bencana akan lebih tinggi. Selain itu bentuk kota menjadi tidak
kompak dan berpotensi menimbulkan masalah transportasi (antara lain kemacetan).
Solusi yang dapat diusulkan antara lain dilakukan pengaturan kembali lokasi sistem
Kota-2
Jarak (m)
Jarak (km)
Jakarta
Bogor
47506.38987
47.51
Setu
Tangerang
49042.44089
49.04
Tambun
Bogor
49465.69107
49.47
Tangerang
Bogor
49833.51863
49.83
Tambun
Tangerang
49919.98805
49.92
Sumber : Hasil pengukuran dari pola hubungan jarak udara antar pusat perkotaan di kawasan JABODETABEKPUNJUR
Untuk jarak terjauh perlu diperhatikan terkait efisiensi dalam hal trasportasi atau
pergerakan manusia. Misalnya prioritas untuk jalur transportasi masal antar pusat
perkotaan, sehingga mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang menempuh jarak
jauh. Jarak terjauh ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membentuk
jalur lingkar luar yang menghubungkan pusat perkotaan terjauh dengan pusat
perkotaan lainnya.
5.5 Analisis Potensi Risiko Bencana pada RTR KSN JABODETABEKPUNJUR
Untuk memahami peta ancaman, kerentanan dan risiko BNPB, digunakan Tabel
Komponen Indeks Ancaman Bencana sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 2.
Ada 13 jenis ancaman, kerentanan dan risiko bencana yang di tumpangtindihkan
dengan peta Struktur dan Pola Ruang dari Perpres No.54/2008. Semua peta
ancaman, kerentanan dan risiko tersebut memiliki gradasi dari hijau ke merah yang
menunjukkan tingkat rendah ke tinggi. Dengan demikian untuk analisis spasial dari
data peta ancaman, kerentanan dan risiko dari BNPB dapat dilakukan secara visual
dengan memperhatikan aspek-aspek pada matriks aspek-aspek kebencanaan yang
perlu diperhatikan pada rencana struktur ruang dan rencana pola ruang (Tabel 19).
Dari Peta Ancaman diperoleh gambaran atau representasi suatu wilayah atau
lokasi yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu ancaman atau
bahaya tertentu. Dari Peta Kerentanan diperoleh gambaran atau representasi
suatu wilayah atau lokasi yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu
kerentanan tertentu pada aset-aset penghidupan dan kehidupan yang dimiliki yang
dapat mengakibatkan risiko bencana. Sedangkan dari Peta Risiko Bencana akan
diperoleh gambaran atau representasi suatu wilayah atau lokasi yang menyatakan
kondisi wilayah yang memiliki tingkat risiko tertentu berdasarkan adanya parameterparameter ancaman, kerentanan dan kapasitas yang ada di suatu wilayah.
79
80
Tabel 19
Aspek-Aspek Kebencanaan Yang Perlu Diperhatikan pada Rencana Struktur Ruang
dan Rencana Pola Ruang
Jenis Bencana
JABODETABEKPUNJUR
1. Gempa Bumi
2. Tsunami
3. Banjir
4. Tanah Longsor
5. Letusan Gunung Api
6. Gelombang Ekstrim dan Abrasi
7. Angin Puting Beliung/Cuaca
Ekstrim
8. Kekeringan
9. Kebakaran Hutan Lahan
10. Kebakaran Pemukiman
11. Epidemi dan Wabah Penyakit
12. Kegagalan Teknologi
13. Konflik Sosial
1. Sistem Pusat
Permukiman:
PKN Kawasan
Perkotaan
Jakarta kota inti:
1. Jakarta, kota
satelit:
2. Bogor, 3. Depok,
4. Tangerang,
5. Bekasi
Sub Pusat
Perkotaan: 6.
Serpong, 7. Cinere,
8. Cimanggis,
9. Cileungsi, 10.
Setu, 11. Tambun/
Cikarang
JORR 2
2. Sistem Jaringan
Prasarana:
Transportasi Darat,
Laut, Udara
Penyediaan Air
Baku
Pengelolaan Air
Limbah
Drainase dan
Pengendalian
Banjir
Pengelolaan
Sampah
Lainnya
1. Kawasan
Lindung atau Zona
Non-Budidaya (N):
N-1
N-2
2. Kawasan
Budidaya:
Zona Budidaya:
B-1
B-2
B-3
B-4
B-4/HP
B-5
B-6
B-7
B-7/HP
Zona Penyangga:
P-1
P-2
P-3
P-4
P-5
Pusat kegiatan
yang mana yang
berada di lokasi
yang rawan
bencana?
Jaringan prasarana
yang mana yang
berada di lokasi
rawan bencana?
Zona Lindung
yang mana yang
berada pada lokasi
rawan bencana?
Kawasan Budidaya
yang mana yang
berada pada lokasi
rawan bencana?
Kerusakan apa
yang bisa terjadi di
zona lindung?
Kerusakan apa
yang bisa terjadi di
zona budidaya?
Sumber: Matrix for Comparison of disaster Risk Maps and RTRW BDRM January 2010, dengan modifikasi
Keterangan: Untuk JABODETABEKPUNJUR, analisis dilakukan pada pola ruang yang sekaligus juga struktur ruang, dengan
penekanan pada pola ruang dan sebagian dari struktur ruang (pusat perkotaan dan jaringan prasarana yang strategis)
Analisis dilakukan pada 13 jenis bencana berdasarkan overlay dari peta ancaman,
kerentanan, dan risiko bencana BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang
JABODETABEKPUNJUR. Langkah kegiatan analisis adalah sebagai berikut:
Gambar 38
Peta Ancaman Bencana Banjir
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028 dengan Peta Ancaman/
Hazard Bencana Banjir BNPB tahun 2013
81
82
Ancaman bahaya banjir signifikan dibagian utara baik di Provinsi DKI Jakarta,
Jawa Barat maupun Banten, meliputi zona Budidaya (B), dan Non budidaya (N);
Ancaman juga signifikan untuk tiga titik pusat perkotaan (Jakarta Pusat, kota
Tangerang, kota Bekasi).
1. Kawasan Barat, termasuk wilayah Kota Tangerang, tingkat ancaman
bencana banjir tinggi pada kawasan pertanian dan sawah (zona B5),
kawasan bandara (pada zona B2). Sebagian merupakan kawasan industri
di sepanjang jalan Daan Mogot dan Kapuk, kawasan pergudangan di
daerah Dadap dan Kapuk/Kamal.
2. Kawasan Timur, tingkat ancaman bencana banjir tinggi pada kawasan
yang direncanakan pada Perpres No.54/2008 sebagai zona B5 (pertanian
lahan basah beririgasi teknis). Ada kecenderungan konversi dari B5 ke B1
juga. Ancaman banjir cukup luas akibat topografi.
Peta berikut ini adalah peta risiko bencana banjir berdasarkan overlay dari
peta kerentanan terhadap bencana banjir BNPB terhadap peta struktur dan
pola ruang JABODETABEKPUNJUR.
Gambar 39
Peta Kerentanan Bencana Banjir
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Banjir BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Terlihat kerentanan banjir signifikan untuk bagian utara Provinsi DKI Jakarta,
sebagian Kota Tangerang dan sebagian Bekasi sebelah timur sebagaimana
terlihat pada peta ancamannya.
Kemudian peta berikutnya adalah peta risiko bencana banjir berdasarkan
overlay dari peta risiko bencana banjir BNPB terhadap peta struktur dan pola
ruang JABODETABEKPUNJUR.
Gambar 40
Peta Risiko Bencana Banjir
1
3
3
Wilayah
Wilayah
risiko
risiko
banjir rendahbanjir
sedang.
Rencana
ruang
rendah
sedang.
Rencana
ruang
Wilayah
Wilayah
risiko
banjirrisiko
tinggi.banjir
Rencana
tinggi.
ruang
untuk
Rencana
permukiman
ruang untuk
padat.
permukiman
Isu reviu:
padat.
manajemen
Isu
reviu:
risiko
bencana
manajemen
(kesiapsiagaan,
risiko
bencana
(kesiapsiaga
an,
22
Wilayah
risiko risiko
banjir banjir
sedang Wilayah
tinggi.
sedang-tinggi.
Rencana
ruangruang
di dominasi
Rencana
di domisasi
lindung, lahan basah dan
lindung, lahan basah dan
permukiman padat-sedang.
permukiman padat-sedang.
Isu reviu:
Optimalkah
Isu
reviu:
Optimalkah
rencana
alokasi ruang
rencana
alokasi
ruang ini?
ini?
PerluPerlu
dipertimbangkan
alternatif
dipertimbangkan
peruntukan
ruang
yang lebihruang
alternatif
peruntukan
optimal
dengan
risiko yang
ada?
yang
lebih optimal
dengan
Risiko bencana banjir signifikan dibagian utara baik di Provinsi DKI Jakarta,
Jawa Barat maupun Banten. Meliputi zona Budidaya (B1, B6, B7) dan Non
budidaya (N1). Juga signifikan untuk 3 titik Pusat Perkotaan (Jakarta Pusat,
kota Tangerang, kota Bekasi).
83
84
Kondisi Bencana
Peta Ancaman
Peta
Kerentanan
Peta Risiko
85
86
5.5.2
Gambar 41
Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman /Hazard Bencana Tanah Longsor BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Tanah Longsor BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Kerentanan bencana tanah longsor signifikan di Kota Bogor dan Kota Jakarta
Timur pada zona B.
87
88
Berikut peta risiko bencana tanah longsor berdasarkan overlay dari peta
risiko bencana tanah longsor BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang
JABODETABEKPUNJUR.
Gambar 43
Peta Risiko Bencana Tanah Longsor
Wilayah
Wilayah
risiko
risiko
longsor
longsor
i i
Wilayah
Wilayah
risikorisiko
longsor
longsor
d
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Tanah Longsor BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Risiko bencana tanah longsor sangat signifikan pada zona B4 dan B4/HP di
Kabupaten Bogor.
1. Kawasan Barat Kabupaten Bogor: risiko sedang cenderung tinggi,
jumlah penduduk rendah. Arahan penggunaan lahan menurut Perpres
No.54/2008 sudah cukup tepat sebagai kawasan lindung; sehingga
perlu diperkuat manajemen risiko dengan pengetatan penggunaan
lahan agar tidak terjadi konversi dari perumahan hunian rendah menjadi
perumahan hunian sedang atau padat. Perlu studi lebih lanjut untuk
menilai tren konversi lahan di wilayah ini.
2. Kawasan Timur Kabupaten Bogor: risiko sedang cenderung tinggi. Akan
meningkat bila penggunaan lahan untuk pemukiman dan pembangunan
infrastruktur juga meningkat. Perlu studi lebih lanjut untuk menilai tren
konversi lahan di wilayah ini.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 21
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Tanah Longsor
Bencana Tanah Longsor
Kondisi Bencana
Peta Ancaman
Peta Kerentanan
Peta Risiko
5.5.3
Gambar 44
Peta Ancaman Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/Hazard Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai BNPB tahun 2013
dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
89
90
11
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai BNPB tahun 2013
dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 46
Peta Risiko Bencana Abrasi
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai BNPB tahun 2013 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
91
92
Tabel 22
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Abrasi
Bencana Abrasi
Kondisi Bencana
Peta Ancaman
Peta Kerentanan
Peta Risiko
Permukiman kepadatan
tinggi, industri dan gudang,
komersil dan bisnis,
perairan, rawa, sungai dan
kolam; pertanian dan ruang
terbuka
5.5.4
Gambar 47
Peta Ancaman Bencana Cuaca Ekstrim
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman / Hazard Bencana Cuaca Ekstrim/ Puting Beliung BNPB tahun 2013 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Cuaca Ekstrim/ Puting Beliung BNPB tahun 2013 dengan
Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
93
94
Gambar 49
Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim/ Puting Beliung BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Kondisi Bencana
Peta Ancaman
Peta Kerentanan
Peta Risiko
Risiko cuaca ekstrim signifikan di Kab Bekasi, pada zona B4, B4/
HP dan B7
Penggunaan Lahan
Saat ini
5.5.5
Gambar 50
Peta Ancaman Bencana Gempa Bumi
2
1
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/Hazard Bencana Gempa Bumi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
95
96
Gambar 51
Peta Kerentanan Bencana Gempa Bumi
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gempa Bumi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Kerentanan bencana gempa bumi signifikan untuk Kota Jakarta Timur dan
Kota Bogor. Kerentanan di kedua lokasi ini sedang cenderung tinggi.
1. Kota Jakarta Timur, merupakan daerah hilir dengan zona B1 yang
dominan, ada konversi dari permukiman padat horizontal menjadi
vertikal. Terlihat dari banyaknya pembangunan apartemen dan rumah
susun yang cenderung meningkat.
2. Kota Bogor, merupakan wilayah hulu dengan zona B1.
Sedangkan untuk risiko bencana gempa bumi, signifikan untuk Provinsi
Banten meliputi: Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang termasuk Tangerang
Selatan, kemudian Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kota
Bekasi.
Gambar 52
Peta Risiko Bencana Gempa Bumi
55
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gempa Bumi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
97
98
Kondisi Bencana
Peta Ancaman
Peta Kerentanan
Peta Risiko
5.5.6
Gambar 53
Peta Ancaman Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman /Hazard Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan BNPB tahun 2013 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
99
100
Gambar 54
Peta Kerentanan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan BNPB tahun 2013 dengan
Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 55
Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Untuk risiko bencana kebakaran hutan dan lahan ada dua titik yang cukup
signifikan dengan tingkat risiko sedang.
1. Bagian Barat Kabupaten Bogor, meliputi kawasan Cipanas dan Jasinga,
dominan N2, B4 dan B4/HP.
2. Bagian Timur Kabupaten Bogor, meliputi kawasan Gunung Gede
Pangrango, Ciawi, Cisarua, Caringan dan sebagian kawasan
Megamendung. Daerah ini dominan N2.
Mengingat arahan penggunaan lahan sudah sesuai dengan Perpres
No.54/2008, maka upaya mitigasi yang diperlukan adalah penguatan
manajemen risiko dengan:
pengetatan penggunaan lahan agar tidak terjadi konversi dari perumahan
hunian rendah menjadi perumahan hunian sedang atau padat. Perlu
studi lebih lanjut untuk menilai tren konversi lahan di wilayah ini;
pembangunan infrastruktur antara lain dengan:
- Pembuatan waduk di daerah sekitar untuk pemadaman api;
- Pembuatan sekat penghalang api, terutama antara lahan perumahan
hunian rendah, perkebunan, pertanian, dengan hutan;
- Pembuatan hujan buatan.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 25
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Kebakaran Hutan dan
Lahan
Bencana Kebakaran
Hutan Lahan
Kondisi Bencana
Peta Ancaman
Peta Kerentanan
Peta Risiko
Penggunaan Lahan
Saat ini
Semak-semak dan
hutan, pertanian dan
ruang terbuka
5.5.7
101
102
Untuk ancaman bencana epidemi dan wabah penyakit hampir semua wilayah
JABODETABEKPUNJUR menunjukkan tingkat ancaman yang rendah.
Untuk kerentanan bencana epidemi dan penyakit dominan di Kota Bogor
dan Kota Jakarta Timur.
Gambar 56
Peta Ancaman Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/Hazard Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit BNPB tahun 2013 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 57
Peta Kerentanan Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit BNPB tahun 2013 dengan
Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 58
Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
103
104
Risiko bencana epidemi sedang pada zona B DKI Jakarta dan di Jawa
Barat pada zona B.
1. Kota inti Jakarta (Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan, Timur), risiko
bencana epidemi sedang pada zona B;
2. Cinere, Kota Depok, Kota bogor, Cimanggis, Cileungsi, Setu, Tambun,
Kota Bekasi, risiko bencana sedang pada zona B;
3. Kota Bogor, tingkat risiko sedang pada zona B.
Mengingat wilayah yang berisiko sudah padat, diperlukan penanganan yang
terpadu lintas sektoral terkait untuk memahami risiko bila wabah terjadi
serta bagaimana cara-cara menghadapinya melalui kegiatan sosialisasi yang
berkesinambungan. Diperlukan studi lebih lanjut tentang pengendalian faktor
risiko dan deteksi secara dini. Upaya mitigasi dari sisi tata ruang diusulkan
untuk dipertimbangkan perencanaan dan pembangunan rumah sakit khusus
yang menangani wabah penyakit tertentu.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 26
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Epidemi
Bencana Epidemi (Demam
Berdarah, HIV/AIDS, Campak)
Kondisi Bencana
Peta Ancaman
Peta Kerentanan
Peta Risiko
5.5.8
Gambar 59
Peta Ancaman Bencana Kekeringan
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Kekeringan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Terlihat pola untuk wilayah utara cenderung rendah dan ancamannya semakin
meninggi ke arah selatan. Wilayah utara Jakarta, Tangerang dan Bekasi memang
aslinya merupakan ekosistem rawa, yang kemudian diolah menjadi kawasan
persawahan. Di RTR KSN pun arahan penggunaan lahannya untuk wilayah
utara Tangerang adalah B5, sedangkan Jakarta karena kebutuhan permukiman
yang sangat tinggi, rawa-rawa di bagian utara sudah dikonversi menjadi B1.
Ancaman bencana kekeringan ini signifikan di bagian selatan untuk Kabupaten
Bogor pada zona N dan B-4, B4/HP.
105
106
Gambar 60
Peta Kerentanan Bencana Kekeringan
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Kekeringan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 61
Peta Risiko Bencana Kekeringan
22
11
33
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Kekeringan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
107
108
Kondisi Bencana
Peta Ancaman
Peta
Kerentanan
Peta Risiko
5.5.9
Gambar 62
Peta Ancaman Bencana Gagal Teknologi
4
4
6
6
1
1
55
2
2
3
3
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Gagal Teknologi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
109
110
Gambar 63
Peta Kerentanan Bencana Gagal Teknologi
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gagal Teknologi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur
dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 64
Peta Risiko Bencana Gagal Teknologi
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gagal Teknologi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Untuk risiko bencana kegagalan teknologi ada 4 wilayah yang terlihat cukup
tinggi:
1. Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur, sebagian besar pada
zona B1 (perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, industri
ringan non polutan dan berorientasi pasar). Saat ini kawasan ini memang
sudah berkembang menjadi kawasan perdagangan, bisnis dan komersial
dan permukiman kepadatan tinggi.
2. Kota Bogor, sebagian besar zona B1, berkembang kawasan industri
sepanjang jalan Raya Bogor.
3. Kabupaten Bekasi, sebagian besar zona B1, berkembang kawasan
industri.
4. Kota Depok, Cinere, Cimanggis, Tambun, serta Kota Tangerang; sebagian
besar pada zona B1.
Mengingat hampir sebagian besar adalah kawasan terbangun dan padat
penduduk, maka upaya mitigasi yang dapat dilakukan antara lain:
Perlu dibangun infrastruktur kesiapsiagaan (rencana kontingensi,
penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini);
Pelatihan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi bencana
kegagalan teknologi;
111
112
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 28
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Kegagalan Teknologi
Bencana Kegagalan
Teknologi (Industri
Kimia, Manufaktur)
Kondisi Bencana
Peta Ancaman
Peta Kerentanan
Peta Risiko
Gambar 65
Peta Ancaman Bencana Gunung Api
1
2
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Gunung Api BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Pada peta ancaman bencana gunung api terlihat ada dua titik ancaman yang
tinggi di Kabupaten Bogor:
1. Gunung Salak, ancaman bencana letusan gunung api di sekitar zona
non budidaya. Ada aktifitas vulkanik yang ditandai dengan beberapa
fenomena panas bumi. Ancaman terlihat signifikan dan tinggi pada zona
N2.
2. Gunung Gede Pangrango, ancaman bencana letusan gunung api di
sekitar zona non budidaya. Ancaman terlihat signifikan dan cenderung
sedang di zona N-2.
113
114
Gambar 66
Peta Kerentanan Bencana Gunung Api
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gunung Api BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 67
Peta Risiko Bencana Gunung Api
11
22
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gunung Api BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
1. Gunung Salak, risiko bencana letusan gunung api di sekitar zona non
budidaya N-2 cenderung sedang. Risiko yang sedang ini sebagai akibat
kondisi eksisiting dan arahan penggunaan lahan sebagai zona N2 yang
mengurangi aktivitas manusia dan bangunan pada zona ini.
2. Gunung Gede Pangrango, risiko bencana letusan gunung api di sekitar
zona non budidaya, meluas juga ke arah zone B3 (perumahan hunian
rendah dan pertanian) dan B4 (perumahan hunian rendah dan pertanian
lahan basah). Perlu dipertimbangkan agar pemanfaatan lahan pada
zona yang masih terkena risiko letusan gunung ini diarahkan untuk
bebas dari perumahan (dialihkan menjadi zona non-budidaya), atau
paling tidak menjauhi atau diluar kawasan risiko tinggi. Selain itu perlu
dipertimbangkan bagi penerapan konstruksi bangunan yang tahan
terhadap tambahan beban akibat abu gunung api.
Mengingat arahan penggunaan lahan sudah sesuai dengan Pepres No.54/2008
sebagai kawasan lindung (zona N2), yang diperlukan adalah penguatan
manajemen risiko dan pengendalian konversi; yakni dengan pengetatan
penggunaan lahan pada zona B3 dan B4 agar tidak terjadi konversi dari
perumahan hunian rendah menjadi perumahan hunian sedang atau padat.
Perlu studi lebih lanjut untuk menilai tren konversi lahan di wilayah ini.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 29
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Gunung Api
Bencana Gunung
Api
Kondisi Bencana
Peta Ancaman
Peta Kerentanan
Peta Risiko
115
116
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Tsunami BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 69
Peta Kerentanan Bencana Tsunami
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Tsunami BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 70
Peta Risiko Bencana Tsunami
Sumber : Hasil pertampalan dari Risiko Bencana Tsunami BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
117
118
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko diatas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 30
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Tsunami
Bencana Tsunami
Kondisi Bencana
Penggunaan Lahan
Saat ini
Peta Ancaman
Peta Kerentanan
Peta Risiko
Perairan terbuka,
rawa sungai dan
kolam, pertanian
dan ruang terbuka
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Konflik Sosial BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 72
Peta Kerentanan Bencana Konflik Sosial
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Konflik Sosial BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 73
Peta Risiko Bencana Konflik Sosial
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Konflik Sosial BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang
JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
119
120
Untuk risiko bencana konflik sosial juga ada dua wilayah yang cenderung
tinggi pada zona B:
1. Kota Jakarta Selatan
2. Kota Jakarta Barat
Upaya mitigasi yang dapat diusulkan berupa mitigasi non struktural antara lain:
Mendorong peran serta penduduk dalam rangka memelihara stabilitas
ketentraman dan ketertiban;
Mengembangkan supremasi hukum dengan menegakkan hukum secara
konsisten, berkeadilan dan kejujuran;
Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatnya
perlindungan penghormatan, dan penegakan HAM.
Adapun upaya mitigasi yang berupa mitigasi struktural perlu penelitian lebih
lanjut.
Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko di atas dikaitkan
dengan penggunaan lahan saat ini dapat dirangkum menjadi tabel berikut ini:
Tabel 31
Informasi Penggunaan Lahan Saat ini pada Lokasi Bencana Konflik Sosial
Bencana Konflik
Sosial
Kondisi Bencana
Peta Ancaman
Peta Kerentanan
Peta Risiko
Gambar 74
Peta Ancaman Bencana Kebakaran Permukiman
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Kebakaran Permukiman BNPB tahun 2013 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
121
122
Gambar 75
Peta Kerentanan Bencana Kebakaran Permukiman
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Kebakaran Permukiman BNPB tahun 2013 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 76
Peta Risiko Bencana Kebakaran Permukiman
Sumber : Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Kebakaran Permukiman BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Kondisi Bencana
Peta Ancaman
Peta Kerentanan
Peta Risiko
123
124
Tabel 33
Zona Potensi Bencana Risiko Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR
No.
Jenis Bencana
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Gempa Bumi
Tsunami
Banjir
Tanah Longsor
N di Kabupaten Bogor
Gelombang Ekstrim
dan Abrasi
Cuaca Ekstrim
(Puting Beliung)
Kekeringan
Kebakaran Hutan
dan Lahan
10
Kebakaran Gedung
dan Pemukiman
B, N di Kabupaten Bogor,
Kabupaten dan Kota Bekasi,
Kabupaten Cianjur
B, N di Kabupaten
Tangerang
11
12
Gagal Teknologi
B, N di Jakarta Barat,
Selatan dan Timur
B, N di Kota Tangerang
13
Konflik Sosial
Wilayah Hilir: bencana banjir, gelombang ekstrim dan abrasi, epidemi, gagal
teknologi dan konflik sosial.
Gambar 77
Risiko Bencana Tinggi di Kawasan JABODETABEKPUNJUR Berdasarkan Ketinggian Wilayah
Kawasan BOPUNJUR (Bogor,
Puncak, Cianjur)
Kawasan Penyangga DKI (Depok,
Bekasi, Tangerang, dan lain-lain)
DKI Jakarta
Wilayah Hulu
Wilayah Tengah
Gempa Bumi
Tsunami
Banjir
Tanah Longsor
Cuaca Ekstrim
Kekeringan
Wilayah Hilir
10
11
12
Gagal Teknologi
13
Konflik Sosial
125
126
tata air, analisa resiko bencana, dan perbaikan ekosistem, harus menjadi
perhatian utama dalam penataan ruangnya. Untuk itu dalam sub bab ini
akan dilihat sejauh mana RTRWP DKI Jakarta sudah memasukkan substansi
penanggulangan kebencanaan melalui komparasi materi teknis atau juga
materi Perda RTRWP dengan kebijakan penanggulangan bencana yang
ada di RPB Provinsi DKI Jakarta. Aspek yang akan dilihat adalah terutama
tentang jenis ancaman bencana yang signifikan berdasarkan catatan sejarah
kejadiannya (dari tahun 1815-2011), lokasi persebaran kawasan rawan
bencana dan arahan pemanfaatan atau pengelolaan ruang bagi kawasan
rawan bencananya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta
No.
Jenis Bencana
Gempa Bumi
Tsunami
Banjir
No.
Jenis Bencana
Tanah Longsor
Letusan Gunung
Api
Gelombang
Ekstrim dan
Abrasi
Cuaca Ekstrim
Kekeringan
Kebakaran
Hutan dan
Lahan
10
Kebakaran
Gedung dan
Permukiman
127
128
No.
Jenis Bencana
11
Epidemi dan
Wabah Penyakit
12
Gagal Teknologi
13
Konflik Sosial
Sumber: RTRWP DKI Jakarta 2011-2030 dan RPB DKI Jakarta 2012-2016
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari tigabelas jenis bencana yang
diidentifikasi oleh BNPB, dalam RTRWP DKI Jakarta ada enam jenis bencana
yang disinggung (pada umumnya adalah bencana alam) yakni: gempa
bumi, tsunami, banjir, tanah longsor (termasuk juga penurunan tanah /
landsubsidence), gelombang ekstrim, dan kebakaran. Sedangkan dalam RPB
DKI Jakarta dijelaskan tentang 9 potensi bencana yang mengancam baik
bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia, yakni: gempa bumi,
tsunami, banjir, tanah longsor, gelombang ekstrim, cuaca ekstrim, epidemi
dan wabah penyakit, gagal teknologi, dan konflik sosial. Dapat disimpulkan
bahwa aspek kebencanaan yang diulas dalam RTRWP DKI Jakarta belum
lengkap sehingga diperlukan pertimbangan untuk melengkapinya kelak
apabila RTRWP DKI Jakarta akan dievaluasi 5 tahun yang akan datang.
5.6.2
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari tigabelas jenis bencana yang
diidentifikasi oleh BNPB, dalam RTRWP Jawa Barat ada 6 jenis bencana yang
disinggung (pada umumnya adalah bencana alam) yakni: gempa bumi,
tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, dan gelombang ekstrim.
Sedangkan dalam RPB Jawa Barat dijelaskan tentang duabelas potensi
bencana yang mengancam baik bencana alam maupun bencana akibat ulah
manusia, yakni: gempabumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung
api, gelombang ekstrim, cuaca ekstrim, kekeringan, kebakaran hutan dan
lahan, epidemi dan wabah penyakit, gagal teknologi, dan konflik sosial. Dapat
disimpulkan bahwa aspek kebencanaan yang diulas dalam RTRWP Jawa Barat
belum lengkap sehingga diperlukan pertimbangan untuk melengkapinya
kelak apabila RTRWP Jawa Barat akan dievaluasi 5 tahunan yakni pada sekitar
tahun 2015.
Tabel 35
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi Jawa Barat
No.
Jenis
Bencana
Gempa
Bumi
Tsunami
Banjir
129
130
No.
Jenis
Bencana
Tanah
Longsor
Letusan
Gunung Api
Gelombang
Ekstrim dan
Abrasi
Cuaca
Ekstrim
Kekeringan
No.
Jenis
Bencana
Kebakaran
Hutan dan
Lahan
10
Kebakaran
Gedung dan
Permukiman
11
Epidemi
dan Wabah
Penyakit
12
Gagal
Teknologi
13
Konflik
Sosial
Sumber: RTRWP Jawa Barat 2009-2029 dan RPB Jawa Barat 2012-2016
5.6.3
131
132
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari 13 jenis bencana yang
diidentifikasi oleh BNPB, dalam RTRWP Banten ada empat jenis bencana yang
disinggung (pada umumnya adalah bencana alam) yakni: tsunami, banjir,
tanah longsor/gerakan tanah, dan letusan gunung api. Sedangkan dalam
RPB Banten dijelaskan tentang sebelas potensi bencanayang mengancam
baik bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia, yakni: gempa
bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, gelombang ekstrim, cuaca ekstrim,
kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, epidemi dan wabah penyakit, gagal
teknologi, dan konflik sosial. Dapat disimpulkan bahwa aspek kebencanaan
yang diulas dalam RTRWP Banten belum lengkap sehingga diperlukan
pertimbangan untuk melengkapinya kelak apabila RTRWP Jawa Barat akan
dievaluasi lima tahunan yakni pada sekitar tahun 2015.
Tabel 36
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Provinsi
No.
Jenis
Bencana
Gempa Bumi
Tsunami
Banjir
No.
Jenis
Bencana
Letusan
Gunung Api
Gunung Krakatau
Arahan pengelolaan ruang:
Diperbolehkan pada zona waspada
dan zona siaga adanya budidaya
sementara, pertanian tanaman
semusim, permukiman namun perlu
diwaspadai dan selalu siap untuk
mengungsi;
Untuk kawasan rawan gas beracun,
maka pada zona bahaya dan zona
waspada ditetapkan sebagai daerah
tertutup bagi permukiman.
Gelombang
Ekstrim dan
Abrasi
Cuaca Ekstrim
Kekeringan
Kebakaran
Hutan dan
Lahan
10
Kebakaran
Gedung dan
Permukiman
11
Epidemi
dan Wabah
Penyakit
12
Gagal
Teknologi
13
Konflik Sosial
5.7 Tinjauan RTRW Kota Administrasi Jakarta Timur 2011-2030 terhadap Kebijakan
Penanggulangan Bencana Kota Jakarta Timur 2012-2016
Beberapa alasan dalam pemilihan bahasan tentang Kota Administrasi Jakarta Timur
adalah sebagai berikut:
Berdasarkan profil kerawanan bencana di Kawasan JABODETABEKPUNJUR pada
sub-bab 4.2, bahwa Jakarta Timur merupakan kota yang paling rawan bencana
tingkat Kabupaten/Kota pada Provinsi DKI Jakarta yakni dengan skor 90;
133
134
Gambar 78
Peta Orientasi Kota Jakarta Timur
Sumber: Peta Rencana Strukturdan Pola Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR yang sudah didigit ulang
Dalam Peta Rencana Struktur Ruang Jakarta Timur, Kawasan Sentra Primer
Timur merupakan pusat kegiatan primer; kawasan Jatinegara sebagai
pusat kegiatan sekunder; kawasan Walikota Jakarta Timur, kawasan Pasar
Pulogadung, kawasan Pasar Cakung, dan kawasan Grosir Cililitan merupakan
Pusat Kegiatan Tersier. Sedangkan menurut Rencana Pola Ruang Jakarta
Timur, wilayah Jakarta Timur merupakan kawasan peruntukan: permukiman,
perkantoran, perdagangan dan jasa, industri dan pergudangan, fungsi
Sumber: dikompilasi dari peta Administrasi BPS 2009, gambar background peta ancaman bencana abrasi BNPB skala
1:250.000, peta Rencana Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR, RTRWP DKI Jakarta.
135
136
Tabel 37
Luas Area Kota Jakarta Timur Per Kecamatan
Kecamatan
Luas (Km2)
Kode Kecamatan
Pasarrebo
3172010
12.9706
Ciracas
3172020
16.6475
Cipayung
3172030
27.8067
Makasar
3172040
21.2464
Kramatjati
3172050
13.1862
Jatinegara
3172060
10.3289
Duren Sawit
3172070
21.8349
Cakung
3172080
40.7914
Pulogadung
3172090
14.9886
Matraman
3172100
4.9114
Total
187.75
Tabel 38
Substansi Penanggulangan Bencana dalam RTRW Kota Admnistrasi Jakarta Timur
No.
Jenis Bencana
Gempa Bumi
Tsunami
No.
Jenis Bencana
Banjir
Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim
dan Abrasi
Cuaca Ekstrim
Kekeringan
Kebakaran Hutan
dan Lahan
10
Kebakaran Gedung
dan Permukiman
11
12
Gagal Teknologi
13
Konflik Sosial
Sumber: RTRW Kota Administrasi Jakarta Timur 2011-2030 dan RPB Kota Jakarta Timur 2013-2017
137
5.7.3
7.426.664
Keterpaparan (Jiwa)
7.469.792
8.000.000
7.518.396
7.494.503
Gambar 80
Potensi Keterpaparan Jiwa di Jakarta Timur
1.000.000
2.693.384
252.626
2.000.000
984.163
3.000.000
1.545.836
4.000.000
2.693.384
5.000.000
2.688.824
3.852.545
6.000.000
2.693.384
7.000.000
850.829
138
Jakarta Timur
DKI Jakarta
Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta 2012-2016 dan RPB Kota Jakarta Timur 2013-2017
Dilihat dari jumlah jenis bencana yang kemungkinan terjadi di Jakarta Timur
dan DKI Jakarta, dapat dilihat bahwa jumlah bencana yang ada di DKI Jakarta
8 jenis, sedangkan di Jakarta Timur terdapat lima jenis bencana: gempa bumi,
banjir, cuaca ekstrim, kekeringan, epidemi dan wabah penyakit. Malah terlihat
ada data bencana yang tercatat terjadi di Jakarta Timur, namun tidak ada atau
tidak tercatat di DKI Jakarta, yakni: kekeringan (Jakarta Timur: 2,7 juta jiwa).
Jika dilihat dari informasi potensi keterpaparan jiwa apabila bencana terjadi di
Jakarta Timur, maka bencana gempa bumi dan cuaca ekstrim akan memberikan
dampak yang lebih tinggi dibandingkan DKI Jakarta. Gempa bumi akan
mengakibatkan korban jiwa sekitar 2,7 juta jiwa di Jakarta Timur (DKI Jakarta
sekitar 850 ribu jiwa); dan cuaca ekstrim juga akan mengakibatkan korban sekitar
2,7 juta jiwa (DKI Jakarta sekitar 253 ribu jiwa). Adapun untuk banjir dan epidemi,
dampak di Jakarta Timur lebih rendah dibandingkan dengan DKI Jakarta.
Untuk informasi potensi kerugian fisik dan ekonomi, terlihat kelima jenis
bencana yang ada di Jakarta Timur menunjukkan potensi kerugian yang
sangat rendah dibandingkan dengan DKI Jakarta. Demikian pula jika dilihat
dari potensi kerusakan lingkungan, kelima jenis bencana di Jakarta Timur
menunjukkan kerusakan lingkungan yang sangat rendah dibandingkan
dengan DKI Jakarta.
1.148,46
1.148,46
1.200,000
1.148,46
1.400,000
1.038,93
1.148,46
1.148,46
Gambar 81
Potensi Kerugian Fisik dan Ekonomi di Jakarta Timur
1.000,000
18,242
0,049
399,09
18,205
200,000
0,018
400,000
10,065
600,000
326,94
361,47
800,000
0,000
Jakarta Timur
Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta 2012-2016 dan RPB Kota Jakarta Timur 2013-2017
DKI Jakarta
139
68.737
69.389
65.930
70000
69.503
80000
68.315
68.315
Gambar 82
Potensi Kerusakan Lingkungan di Jakarta Timur
8.802
30000
10000
55
20000
109
40000
109
50000
4.119
32.382
60000
109
140
Jakarta Timur
DKI Jakarta
Sumber: RPB Provinsi DKI Jakarta 2012-2016 dan RPB Kota Jakarta Timur 2013-2017
Sumber:
Penggunaan Lahan PU
1 : 10.000
Dari gambar di atas dapat dilihat perbedaan informasi yang dapat diambil
pada berbagai skala. Semakin kecil skala maka semakin sedikit informasi
yang bisa didapat/diinterpretasi. Misalnya untuk peta Arahan RTR KSN yang
setara dengan skala 1:250.000 maka hanya dapat dilihat 3 zona arahan. Tetapi
pada Peta Penggunaan Lahan PU saat ini dengan skala 1:10.000 dapat dilihat
ada 7 jenis penggunaan lahan. Sedangkan pada peta Multi-Risiko BNPB
yang diklaim memiliki skala 1: 50.000 tampak bahwa kedetilan yang
disajikan dan kedalaman informasi yang dapat di gali/diinterpretasikan
sangat jauh dari skala 1:50.000 dan hampir menyerupai skala 1:250.000.
Bahkan pada perbesaran ini tampak grid yang unitnya 1 hektar, terlihat
terlalu kasar dan agak pecah. Sehingga ada kesenjangan informasi pada peta
Ancaman, Kerentanan dan Risiko BNPB ini.
Kesenjangan skala ini mengakibatkan analisis hanya dapat dilakukan
pada skala yang lebih kecil dari 1 : 50.000. Bahkan dengan data ancaman,
kerentanan dan risiko yang sudah dibandingkan dengan data penggunaan
lahan saat ini dari PU yang berskala 1:10.000; menunjukkan kedalaman kajian
yang lebih rendah dari 1:50.000. Hal ini bisa terjadi akibat proses pembuatan
data ancaman, kerentanan dan risiko yang memang telah mengalami
generalisasi yang sebenarnya merupakan turunan dari skala 1:250.000.
141
142
Gambar 84
Pertampalan antara Peta Multi Risiko Jakarta Timur terhadap Penggunaan Lahan 2010
Sumber: Rencana Penanggulangan Bencana Jakarta Timur 2013 - 2017, BPBD Jakarta Timur.
Bila dilakukan zooming secara digital, GRID dengan ukuran 1 hektar yang
merupakan standar untuk data ancaman, kerentanan dan risiko bencana
juga dirasakan masih kurang. Hal ini karena dalam ukuran 1 hektar pada
penggunaan lahan skala 1:10.000 bisa didapatkan banyak jenis penggunaan
lahan. Misal pada 1 hektar di skala 1:10.000 akan ada permukiman kepadatan
tinggi dengan area bisnis dan komersil dan juga ada taman dan pemakaman.
Bila ukuran GRID 1 hektar ini dipertahankan maka akan mengurangi
kemampuan menggunakan data ancaman, kerentanan dan risiko. Misalnya
kesulitan yang ditemui untuk membuat jalur evakuasi, identifikasi kerusakan
terparah dan seterusnya.
Gambar 85
Pertampalan antara Peta Multi Risiko Kota Jakarta Timur terhadap Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Risiko Multi Bencana Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Untuk skala Kota/Kabupaten akan lebih baik jika tidak hanya sekedar peta
tetapi juga model yang dapat memberikan simulasi antara penggunaan lahan
dan ancaman, kerentanan, risiko atau kapasitas. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan kemampuan modeling dari GIS, misalnya Model Builder pada
ArcGIS. Dan bila model ini telah teruji cukup baik kedepannya dapat diarahkan
menjadi Early Warning System (EWS) baik untuk mitigasi bencana atau
mengantisipasi permasalahan keruangan yang lain. Namun demikian, tetap
143
144
akan dicoba untuk menampalkan peta risiko tiap bencana yang ada di Jakarta
Timur dengan peta struktur dan pola ruang yang ada di Perpres No.54/2008
untuk wilayah Jakarta Timur, yang akan dibahas pada sub bab 5.7.5.
5.7.5
Gambar 86
Peta Ancaman Bencana Banjir Kota Jakarta Timur
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Ancaman Bencana Banjir Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Sebagai bagian dari wilayah hulu dan kondisi bentang lahan yang
memang aslinya merupakan dataran banjir dan curah hujan yang
cenderung tinggi menjadikan ancaman yang tinggi. Kondisi drainase
juga memperparah ancaman tersebut. Kepadatan penduduk
dan permukiman telah mengorbankan lahan untuk drainase dan
mengurangi kemampuannya mengurangi ancaman banjir.
Untuk kerentanan banjir Kota Jakarta Timur sedang cenderung
tinggi terutama untuk wilayah utara dan barat. Sedangkan wilayah
timur dan selatan memang harus dicek juga apakah memang tidak
ada kerentanan banjir atau memang tidak ada data.
Gambar 87
Peta Kerentanan Bencana Bajir Kota Jakarta Timur
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Kerentanan terhadap Bencana Banjir Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
145
146
Gambar 88
Peta Risiko Bencana Banjir di Kota Jakarta Timur
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Risiko Bencana Banjir Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur dan Pola
Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 89
Peta Ancaman Bencana Gempabumi di Kota Jakarta Timur
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Ancaman Bencana Gempabumi Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur
dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 90
Peta Kerentanan Bencana Gempabumi di Kota Jakarta Timur
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Kerentanan terhadap Bencana Gempabumi Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan
Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
147
148
Gambar 91
Peta Risiko Bencana Gempabumi di Kota Jakarta Timur
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Risiko Bencana Gempabumi Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Ancaman Bencana Cuaca Ekstrim (Angin Puting Beliung) Kota Jakarta Timur 2013
2017 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
149
150
Gambar 93
Peta Kerentanan Bencana Cuaca Ekstrim di Kota Jakarta Timur
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Kerentanan terhadap Bencana Cuaca Ekstrim (Angin Puting Beliung) Kota Jakarta Timur
2013 2017 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 94
Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim di Kota Jakarta Timur
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim (Angin Puting Beliung) Kota Jakarta Timur 2013 2017
dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Ancaman Bencana Kekeringan Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur
dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
151
152
Gambar 96
Peta Kerentanan Bencana Kekeringan di Kota Jakarta Timur
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Kerentanan terhadap Bencana Kekeringan Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta
Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 97
Peta Risiko Bencana Kekeringan di Kota Jakarta Timur
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Risiko Bencana Kekeringan Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan Peta Struktur dan
Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Ancaman Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit Kota Jakarta Timur 2013 2017
dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
153
154
Gambar 99
Peta Kerentanan Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit di Kota Jakarta Timur
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Kerentanan terhadap Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit Kota Jakarta Timur 2013
2017 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Gambar 100
Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit di Kota Jakarta Timur
Sumber: Hasil pertampalan antara Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit Kota Jakarta Timur 2013 2017 dengan
Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Bab 6
Kesimpulan dan
Rekomendasi
155
156
Kesimpulan Umum
Secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pendekatan Kajian Risiko Bencana BNPB tingkat awal yang tersedia saat
ini dapat dimanfaatkan pada perencanaan KSN pada skala peta 1:250.000
dan tidak dapat dimanfaatkan untuk perencanaan tata ruang tingkat
kabupaten/kota. Pendekatan ini juga dapat diimplementasikan dalam
konteks RTRWP pada skala peta 1:250.000.
Berdasarkan kajian ini, data spasial BNPB yang meliputi ancaman,
kerentanan dan risiko bencana pada skala 1:250.000 dapat dimanfaatkan
untuk menggambarkan tingkat ancaman, kerentanan, dan risiko bencana
beserta lokasinya untuk ketigabelas jenis bencana.
Pendekatan ini dapat dimanfaatkan untuk melengkapi substansi tinjauan
ulang RTR KSN (kasus studi RTR KSN JABODETABEKPUNJUR), RTRW
Provinsi DKI Jakarta, RTRW Provinsi Jawa Barat dan RTRW Provinsi Banten
dengan substansi kajian risiko bencana.
Berdasarkan perhitungan jarak antar pusat kegiatan ditemukan titiktitik pusat kegiatan yang terlalu dekat dengan jarak hanya sekitar 6-6,5
Km) sehingga pada kenyataannya dapat menimbulkan aglomerasi
(misalnya Cinere Kota Depok Cimanggis). Lebih lanjut hal tersebut
menyebabkan potensi kerentanan dan risiko bencana pada pusat-pusat
tersebut akan semakin tinggi.
Indikasi kerawanan bencana dapat digunakan dan diolah untuk
mempersiapkan kemampuan kawasan di masa yang akan datang untuk
menghadapi tigabelas jenis bencana, dan dapat membantu fokus
perencanaan tata ruang wilayah dalam mitigasi bencana terutama dalam
menyelamatkan pusat-pusat kegiatan nasional maupun sub-sub pusat
kegiatan agar tetap tumbuh sebagaimana direncanakan.
Indikasi kerentanan bencana dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat menghadapi bencana dalam kurun waktu lima
tahun. Diperlukan kehati-hatian dalam membaca indikasi kerentanan
bencana terutama dalam membaca potensi kerugian fisik dan ekonomi,
serta potensi kerusakan lingkungan. Dengan demikian fokus perencanaan
157
158
tata ruang wilayah akan lebih efektif antara lain dalam menentukan upaya
mitigasi bencana beserta biaya yang harus disediakan oleh pemerintah
daerah yang bersangkutan.
Indikasi risiko bencana dapat digunakan untuk menurunkan potensi
kerugian akibat bencana pada kurun waktu tertentu (lima tahun) melalui
penyusunan indikasi program periode lima tahunan.
Pada jenis bencana non alam (kegagalan teknologi, epidemi dan
wabah penyakit, serta konflik sosial), diperlukan studi lebih lanjut untuk
mendapatkan rekomendasi terbaik dan relevansinya terhadap penataan
ruang, sejauh mana ketersediaan data empiriknya, mitigasi yang perlu
dilakukan apakah struktural atau non-struktural. Khusus untuk bencana
kegagalan teknologi, keberadaan lokasi-lokasi strategis yang sudah
ada (misalnya keberadaan kilang minyak, pabrik dinamit, reaktor nuklir,
dan lain-lain) perlu diperhatikan bagi keperluan analisis potensi risiko
bencana dan tidak hanya dilihat dari sejarah kejadiannya saja. Hal ini
penting mengingat bencana kegagalan teknologi pada skala yang besar
akan dapat mengancam kestabilan ekologi secara global.
Selain berdasarkan daerah administrasi, bencana risiko tinggi untuk
JABODETABEKPUNJUR juga dapat dianalisis berdasarkan ketinggian
wilayah di atas permukaan air laut. Secara umum ketinggian lokasi di
atas permukaan air laut dapat digolongkan menjadi hulu, tengah dan
hilir. Bencana berisiko tinggi untuk JABODETABEKPUNJUR dapat dibagi
menurut karakteristik wilayah sbb:
Hulu: gempa bumi, tanah longsor, letusan gunung api, kekeringan,
kebakaran hutan dan lahan, kebakaran gedung dan permukiman,
epidemi dan wabah penyakit, serta kegagalan teknologi.
Tengah: gempa bumi, banjir, cuaca ekstrim, kekeringan, kebakaran
gedung dan permukiman, epidemi dan wabah penyakit, serta
kegagalan teknologi.
Hilir: banjir, gelombang ekstrim dan abrasi, epidemi dan wabah
penyakit, konflik sosial, serta kegagalan teknologi.
Aspek kebencanaan pada RTRWP DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten
belum lengkap sebagaimana dalam RPB masing-masing provinsi,
sehingga diperlukan pertimbangan untuk melengkapinya kelak apabila
RTRWP akan dievaluasi.
Dari kasus KRB Jakarta Timur terlihat bahwa untuk perencanaan tata
ruang skala kabupaten/kota masih membutuhkan data spasial yang
meliputi ancaman, kerentanan dan risiko bencana pada skala 1:50.000
dan lebih detil dengan kualitas data yang lebih baik. Hal ini membutuhkan
kerjasama dan kesepakatan antara BIG dan BNPB untuk menghasilkan
IGD dan IGT yang berkualitas tinggi, baik dalam proses pengumpulan
Kesimpulan Khusus
Kesimpulan khusus ini disusun menurut jenis bencana yang berisiko
cenderung tinggi pada wilayah hulu, tengah dan hilir.
6.1.2.1 Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hulu
Bencana risiko tinggi pada wilayah hulu beserta upaya mitigasinya
dapat dilihat pada Tabel 39.
6.1.2.2 Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Tengah
Bencana risiko tinggi pada wilayah tengah beserta upaya mitigasinya
dapat dilihat pada tabel 40
6.1.2.3 Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hilir
Bencana risiko tinggi pada wilayah hilir beserta upaya mitigasinya
dapat dilihat pada tabel 41
159
No.
Jawa Barat/
Kota Bogor
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
Sedang-Tinggi
Sedang
Tinggi
Epidemi
dan Wabah
Penyakit
Gagal
Teknologi
Tingkat Risiko
Gempa Bumi
Jenis
Bencana
Tabel 39
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hulu
Kota Bogor
Kota Bogor
Kota Bogor
Lokasi
Penggunaan Lahan
Saat Ini
B1
B1
Penggunaan
Lahan
Perpres
54/2008
Upaya Mitigasi
160
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
No.
Jawa Barat/
Kabupaten.
Bogor
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
Tinggi
Tingkat Risiko
Sedang
Sangat Tinggi
Letusan
Gunung Api
Kekeringan
Gempa Bumi
Jenis
Bencana
Lanjutan Tabel 39
Gunung Pangrango
Bagian Barat:
Parung, Tigaraksa,
Gunung Sindur
Gunung Salak
Bagian Selatan:
Citeureup,
Cileungsi, Kelapa
Nunggal
Penggunaan Lahan
Saat Ini
Bagian Barat
Lokasi
B4/B4/HP
N, B3,B4
N2
B4,B4/HP
N1-N2,
B2,B3,B4,B4/
HP
Penggunaan
Lahan
Perpres
54/2008
Upaya Mitigasi
161
Jawa Barat/
Kabupaten.
Cianjur
Tinggi
Perbatasan
Kabupaten Bogor
Cileungsi
Sedang
Epidemi
dan Wabah
Penyakit
Kebakaran
Gedung dan
Permukiman
Bagian Utara,
Selatan
Bagian Timur
Tinggi
Sedang
Kebakaran
Hutan dan
Lahan
Bagian Barat
Lokasi
Kebakaran
Gedung dan
Permukiman
Tingkat Risiko
Jenis
Bencana
No.
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
Lanjutan Tabel 39
Penggunaan Lahan
Saat Ini
Dominan N2
Upaya Mitigasi
Penggunaan
Lahan
Perpres
54/2008
162
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Banten/
Kota Tangerang
Banten/
Kota Tangerang
Selatan
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
No.
Sedang-Tinggi
Tinggi
Sedang-Tinggi
Gagal Teknologi
Gempa Bumi
Tingkat Risiko
Gempa Bumi
Jenis Bencana
Tabel 40
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Tengah
Kota Tangerang
Selatan
Kota Tangerang
Kota Tangerang
Lokasi
Penggunaan Lahan
Saat Ini
B1
B1
B1
Arahan Zona
Perpres
54/2008
Upaya Mitigasi
163
No.
Banten/
Kabupaten
Tangerang
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
Lanjutan Tabel 40
Sedang-Tinggi
Sedang-Rendah
Tinggi
Banjir
Kebakaran
Gedung dan
Permukiman
Tingkat Risiko
Gempa Bumi
Jenis Bencana
Bagian Selatan
dan Tengah
Area sekitar
bandara
Soekarno- Hatta
Bagian Tengah
dan Selatan
Lokasi
Penggunaan Lahan
Saat Ini
Penguatan/pembangunan infrastruktur
antara lain penyediaan waduk-waduk kecil,
bak penampungan air, serta hidran untuk
pemadaman api.
Upaya Mitigasi
B2,B5
B2,B3,B5
Arahan Zona
Perpres
54/2008
164
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
No.
Jawa Barat/
Kota Bekasi
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
Lanjutan Tabel 40
Tinggi
Sedang-Tinggi
Tinggi
Sedang
Banjir
Kebakaran
Gedung dan
Permukiman
Epidemi dan
Wabah Penyakit
Tingkat Risiko
Gempa Bumi
Jenis Bencana
Kota Bekasi
Kota Bekasi
Dekat kawasan
Industri
Pulogadung
Kota Bekasi
Lokasi
Rumah dibangun,
pertanian dan ruang
terbuka
Penggunaan Lahan
Saat Ini
Penguatan/pembangunan infrastruktur
antara lain. penyediaan waduk-waduk kecil,
bak penampungan air, serta hydran untuk
pemadaman api.
Upaya Mitigasi
B1
B1
Arahan Zona
Perpres
54/2008
165
No.
Jawa Barat/
Kab. Bekasi
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
Lanjutan Tabel 40
Sedang-Tinggi
Sedang-Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Cuaca Ekstrim
Kekeringan
Kebakaran
Gedung dan
Permukiman
Epidemi dan
Wabah Penyakit
Tingkat Risiko
Banjir
Jenis Bencana
Setu, Tambun
Bagian barat
dan Tengah
Bagian utara
Bagian utara
Dekat kawasan
Industri
Pulogadung
Lokasi
Rumah dibangun,
pertanian dan ruang
terbuka
Penggunaan Lahan
Saat Ini
B5 diselingi
N1,N2
B4,B4/HP,B7,
sedikit B1
B2,B5
(dominan),
B7,N1
Arahan Zona
Perpres
54/2008
Penguatan/pembangunan infrastruktur
antara lain. penyediaan waduk-waduk kecil,
bak penampungan air, serta hidran untuk
pemadaman api.
Upaya Mitigasi
166
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Jawa Barat/
Kota Depok
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
No.
Lanjutan Tabel 40
Tinggi
Sedang
Tinggi
Epidemi dan
Wabah Penyakit
Gagal Teknologi
Tinggi
Gagal Teknologi
Gempa Bumi
Tingkat Risiko
Jenis Bencana
Cinere, Kota
Depok,
Cimanggis
Cinere,
Cimanggis
Cinere,
Cimanggis, Kota
Depok
Tambun,
Kabupaten
Bekasi
Lokasi
Arahan Zona
Perpres
54/2008
B1
B1
Komersil dan bisnis,
permukiman kepadatan
tinggi, industri dan gudang,
pendidikan dan fasilitas
umum, fasilitas transportasi,
rumah dibangun, semaksemak dan hutan, pertanian
dan ruang terbuka
Penggunaan Lahan
Saat Ini
Upaya Mitigasi
167
No.
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
DKI Jakarta/
Kota Jakarta Pusat
Jakarta
Pusat
Jakarta
Pusat
Sedang
Epidemi
dan Wabah
Penyakit
Lokasi
Tinggi
Tingkat
Risiko
Banjir
Jenis
Bencana
Tabel 41
Bencana Risiko Tinggi pada Wilayah Hilir
Penggunaan Lahan
Saat Ini
B1
Arahan Zona
Perpres 54/2008
Upaya Mitigasi
168
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
No.
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
DKI Jakarta/
Kota Jakarta Utara
Lanjutan Tabel 41
Tingkat
Risiko
Tinggi
Tinggi
Jenis
Bencana
Banjir
Gelombang
Ekstrim dan
Abrasi
Sepanjang
pantai
Utara
Sepanjang
pantai
Utara
Lokasi
Penggunaan Lahan
Saat Ini
B1, B6,B7,N1
Arahan Zona
Perpres 54/2008
Upaya Mitigasi
169
No.
DKI Jakarta/
Kota Jakarta Barat
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
Lanjutan Tabel 41
Tingkat
Risiko
Sedang
Sedang
Tinggi
Jenis
Bencana
Epidemi
dan Wabah
Penyakit
Epidemi
dan Wabah
Penyakit
Gagal
Teknologi
Jakarta
Barat
Jakarta
Barat
Jakarta
Utara
Lokasi
Penggunaan Lahan
Saat Ini
B1
Arahan Zona
Perpres 54/2008
Upaya Mitigasi
170
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
No.
DKI Jakarta/
Kota Jakarta
Selatan
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
Lanjutan Tabel 41
Tingkat
Risiko
Tinggi
Sedang
Tinggi
Tinggi
Jenis
Bencana
Konflik
Sosial
Epidemi
dan Wabah
Penyakit
Gagal
Teknologi
Konflik
Sosial
Jakarta
Selatan
Jakarta
Selatan
Kota
Jakarta
Selatan
Jakarta
Barat
Lokasi
B
Arahan Zona
Perpres 54/2008
B1
Penggunaan Lahan
Saat Ini
Upaya Mitigasi
171
Provinsi/
Kabupaten
/Kota
DKI Jakarta/
Kota Jakarta Timur
No.
Lanjutan Tabel 41
Jakarta
Timur
Sedang
Tinggi
Epidemi
dan Wabah
Penyakit
Gagal
Teknologi
Jakarta
Timur
Pulo
Gadung,
Cakung
Lokasi
Tinggi
Tingkat
Risiko
Banjir
Jenis
Bencana
B1
Arahan Zona
Perpres 54/2008
B1
Penggunaan Lahan
Saat Ini
Upaya Mitigasi
172
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
6.2 Rekomendasi
6.2.1
Rekomendasi Umum
6.2.2
Info kerawanan bencana pada wilayah hulu, tengah dan hilir dapat
digunakan untuk melengkapi muatan teknis RTRWP DKI Jakarta, Jawa
Barat, dan Banten.
Berdasarkan hasil tumpangsusun peta risiko bencana ditemukan
penggunaan lahan lain -dengan potensi tingkat risiko bencana yang
tinggi- yang tidak sesuai dengan Perpres No. 54/2008; sehingga alternatif
rekomendasinya adalah antara lain: (i) dilakukan perubahan pola
pemanfaatan ruang; (ii) dilakukan upaya pengendalian pemanfaatan
ruang. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengkaji secara lebih rinci
terhadap hal ini, antara lain melalui RDTR.
Dalam kaitan dengan upaya mitigasi bencana, maka pembangunan
infrastruktur kesiapsiagaan dianjurkan untuk dilakukan pada wilayah
yang sudah padat dan sudah tidak bisa diubah peruntukannya.
Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengkaji secara lebih rinci terhadap
hal ini, diantaranya melalui RDTR.
Dalam kaitan dengan arahan susunan pusat-pusat kegiatan di
JABODETABEKPUNJUR, diperlukan studi lebih lanjut untuk mereview
terhadap sub-sub pusat perkotaan tersebut mana yang akan lebih
dominan sehingga dapat direkomendasikan untuk digabung menjadi
satu pusat perkotaan.
Rekomendasi Khusus
6.2.2.1 Rekomendasi
Untuk
JABODETABEKPUNJUR
Kegiatan
Kaji
Ulang
KSN
173
174
Tabel 42
Rekomendasi untuk Wilayah Hulu
No.
Provinsi/Kabupaten
/Kota
Jenis Bencana
Rekomendasi
Jawa Barat
Gempa Bumi
Gagal Teknologi
Gempa Bumi
Tanah Longsor
Kota Bogor
Kabupaten Bogor
Kabupaten Cianjur
bencana
Kekeringan
Tabel 43
Rekomendasi untuk Wilayah Tengah
No.
Provinsi/Kabupaten
/Kota
Jenis Bencana
Rekomendasi
Banten
Gempa Bumi
Gagal Teknologi
Kota Tangerang
Gempa Bumi
Kabupateng Tangerang
Gempa Bumi
Banjir
Gempa Bumi
Banjir
Banjir
Cuaca Ekstrim
Kekeringan
Gagal Teknologi
Gempa Bumi
Gagal Teknologi
II
Jawa Barat
Kota Bekasi
Kabupaten Bekasi
Kota Depok
175
176
Tabel 44
Rekomendasi untuk Wilayah Hilir
No.
Provinsi/Kabupaten
/Kota
Jenis Bencana
Rekomendasi
Banjir
Banjir
Gagal Teknologi
Konflik Sosial
Gagal Teknologi
Konflik Sosial
Banjir
Gagal Teknologi
177
178
Referensi
Buku
Sagala, Saut, et al. Megakota Jakarta: Persoalan Kebencanaan dan Pendekatan
Penanganannya. Menarik Pelajaran dari 50 Tahun Perjalanan Perencanaan Wilayah dan
Kota di Indonesia, 2011.
Publikasi Pemerintah
Dinas PU DKI Jakarta. Masterplan Pengendalian Banjir, 2009.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.Indeks Rawan Bencana Indonesia, 2011.
BPBD Kota Jakarta Timur. Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) KotaJakarta Timur
2013-2017.
BPBD Provinsi Banten. Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi Banten 20122016.
BPBD Provinsi DKI Jakarta. Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi DKI Jakarta
2012-2016.
BPBD Provinsi Jawa Barat. Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi Jawa Barat
2012-2016.
Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Paparan Rencana
Audit Tata Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR, 2013.
Penjelasan Menteri Negara PPN/ Kepala BAPPENAS Tentang Hasil Penilaian Kerusakan
Dan Kerugian Pascabencana Banjir Awal Februari 2007 Di Wilayah Jabodetabek (Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, Dan Bekasi), 2007.
Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014.
Buletin
Djakapermana, RD. Rencana Tata Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR: Upaya
Menyeimbangkan Pertumbuhan ekonomi dengan Kelestarian Lingkungan Hidup. Buletin
Tata Ruang Edisi Juli-Agustus, 2008.
Hidup Harmoni Dengan Risiko Bencana. bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_
fullred&id=59. Bulletin Tata Ruang Edisi September-Oktober 2011.
Website
Http://geospasial.bnpb.go.id
Http://indonesiadata.co.id
179
180
MPKD UGM. Penataan Ruang Berbasis Mitigasi Bencana. Refreshing Course, 2012 (mitigasi.
mpkd.ugm.ac.id_wp-content_uploads_2012_12_Refreshing-Course-MPKD_PenataanRuang-Berbasis-Mitigasi-Bencana-14DES12)
Petrasawacana. Konsep Pemetaan Risiko Bencana, 2011
(http://petrasawacana.wordpress.com/2011/02/20/konsep-pemetaan-risiko-bencana/)
Rudiyanto, Arifin. Pengembangan Infrastruktur Data Spasial Nasional Dalam Rangka
Mendukung Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Data Spasial: Sistem Layanan
Informasi Mandiri (SLIM) Pertanahan, 2013 (http://slim.slemankab.go.id/index.php/
home/news/23)
Dalangan, Pogung. Peran Penting Penataan Ruang dalam Pengurangan Risiko Bencana:
Pemahaman Dasar, 2013. (http://muhammadrezkihr.blogspot.com/2013/04/peranpenataan-ruang-dalam-pengurangan.html)
Tagana (Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat) Provinsi Banten.
Manajemen Penanganan Bencana Berbasis Masyarakat, 2009.
(taganabanten-info.blogspot.com/2009/10/manajemen-penanganan-bencana-berbasis.
html).
Tesis/ Disertasi
Hakim, Ikhwan. The Spatial Structure of Employment and Its Impacts on The Journey to
Work in the Jakarta Metropolitan Area: A Southeast Asian Extended Metropolitan Region
(EMR) Perspective. Disertasi Program Doktor pada University of New South Wales, 2009
Peraturan/ Perundang-undangan
Peraturan Daerah No. 22 Tahun 2010 tentang RTRWP Jawa Barat Tahun 2009-2029.
Peraturan Daerah Provinsi banten No. 2 Tahun 2011 tentang RTRWP Banten Tahun 20102030.
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030.
Peraturan Kepala BNPB No. 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko
Bencana.
Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana.
Peraturan Menteri PU No. 15/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Nasional.
Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-Undang No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
Lampiran :
Peta-Peta Ancaman,
Kerentanan, dan
Risiko Bencana
181
182
Lampiran Peta-Peta
Ancaman, Kerentanan, dan
Risiko Bencana
183
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028 dengan Peta Ancaman/Hazard Bencana Banjir BNPB tahun 2013
1. Bencana Banjir
1.1Peta Ancaman Banjir (Gambar 38)
184
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Banjir BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Disclaimer :
185
Wilayah
Wilayah
risikorisiko
banjir
banjir
rendahrendahsedang.
sedang.
Rencana
Rencana
ruang
ruang
Wilayah
Wilayah
risiko
banjir
banjirrisiko
tinggi.
tinggi.
Rencana
Rencana
ruang
untuk
ruang
untuk
permukiman
permukiman
padat.
padat.
Isu reviu:
Isu reviu:
manajemen
risikomanajemen
bencana
risiko
(kesiapsiagaan,
bencana
(kesiapsiaga
an,
Wilayah
risikorisiko
banjirbanjir
sedang Wilayah
tinggi.sedang-tinggi.
Rencana
ruangruang
di dominasi
Rencana
di domisasi
lindung,
lahanlahan
basah
dan dan
lindung,
basah
permukiman
padat-sedang.
permukiman padat-sedang.
Isu
reviu:
Isu reviu: Optimalkah
Optimalkah
alokasi
rencanarencana
alokasi ruang
ini?
ruangPerlu
ini? dipertimbangkan
Perlu alternatif
dipertimbangkan
peruntukan ruang
alternatif
yangperuntukan
lebih optimalruang
dengan
yang risiko
lebih yang
optimal
dengan
ada?
risiko yang ada?
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Banjir BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
186
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman /Hazard Bencana Tanah Longsor BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
187
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Tanah Longsor BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
188
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Wilayah
risiko
longsor
i i
Wilayah
risiko
longsor
d
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Tanah Longsor BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Disclaimer :
189
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/Hazard Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
190
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
191
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi Pantai BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
11
192
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman / Hazard Bencana Cuaca Ekstrim/ Puting Beliung BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
193
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Cuaca Ekstrim/ Puting Beliung BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
194
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim/ Puting Beliung BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
195
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/Hazard Bencana Gempa Bumi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
196
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gempa Bumi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
197
55
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gempa Bumi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
198
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman /Hazard Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
199
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
200
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
201
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/Hazard Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
202
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
203
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
204
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Kekeringan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
8. Bencana Kekeringan
205
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Kekeringan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
206
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
33
22
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Kekeringan BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
11
207
55
22
11
44
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Gagal Teknologi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
33
66
208
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gagal Teknologi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
209
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gagal Teknologi BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
210
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Gunung Api BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
211
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Gunung Api BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
212
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
22
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Gunung Api BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
11
Disclaimer :
213
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Tsunami BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
214
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Tsunami BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
215
Sumber: Hasil pertampalan dari Risiko Bencana Tsunami BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Disclaimer :
216
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Konflik Sosial BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
217
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Konflik Sosial BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
218
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Konflik Sosial BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
Disclaimer :
219
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Ancaman/ Hazard Bencana Kebakaran Permukiman BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
220
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Kerentanan terhadap Bencana Kebakaran Permukiman BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
221
Disclaimer :
Sumber: Hasil pertampalan dari Peta Risiko Bencana Kebakaran Permukiman BNPB tahun 2013 dengan Peta Struktur dan Pola Ruang JABODETABEKPUNJUR 2008 2028
222
PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL