You are on page 1of 35

FRAKTUR

A. Landasan Teoritis Penyakit


1. Definisi
Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer S.C & Bare B.G,2001).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.( Reeves C.J,Roux G
& Lockhart R,2001 ).
Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan.
Sedangkan pada Usila prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita
berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.
Berdasarkan batasan diatas dapat disimpulkan bahwa, fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh
trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma.
Anatomi dan Fisiologi Muskuloskeletal
1. Sistem Tulang
Menurut Smeltzer S.C. dan Bare B.G. (2002) tulang manusia saling berhubungan
satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi sistem
muskuloskeletal yang optimal. Jumlah tulang dalam tubuh manusia ada 206 buah, yang
terbagi dalam 4 kategori:
a. Tulang panjang (misalnya femur, humerus, dan klavikula), pada tulang panjang,
batang atau diafisis terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung tulang panjang
dinamakan epifisis dan terutama tersusun oleh tulang kanselus dan ditutupi oleh
kartilago artikular pada sendi-sendinya.
b. Tulang pendek (misalnya tulang t2arsalia dan karpalia), tulang pendek merupakan
tulang yang lebih kecil dari tulang panjang, bentuknya seperti kubus, kapal atau
bulat.
c. Tulang pipih (misalnya tulang sternum dan skapula), tulang pipih berbentuk
lempengan-lempengan.
d. Tulang tidak beraturan (misalnya tulang panggul).

Sel-sel yang terutama berperan dalam pembentukan resorpsi tulang adalah


osteoblas dan osteoklas, keduanya berasal dari sumsum tulang. Osteoblas adalah selsel pembentuk tulang yang berasal dari prekursor sel stroma di sumsum tulang. Selsel ini mengekskresikan sejumlah besar kolagen tipe I, protein matriks tulang yang
lain dan fosfatase alkali, adenosin trifosfat dan pirofosfat yang membantu kristalisasi
dari garam-garam kalsium serta mineralisasi tulang. Sel-sel ini berdiferensiasi
menjadi osteosit. Osteosit adalah sel-sel dewasa untuk pemeliharaan fungsi tulang
yang terletak dalam osteon (matriks tulang) dan pertukaran ion kalsium dengan ion
lainnya. Sedangkan osteoklas adalah sel multinukleus yang mengerosi dan menyerap
tulang yang sebelumnya telah terbentuk. Osteoklas berperan dalam penghancuran,
resorpsi, dan remodeling

Vitamin D berfungsi meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran


pencernaan. Kekurangan vitamin D akan menyebabkan defisiensi mineral, deformitas
tulang, dan patah tulang. Pada anak-anak dikenal dengan rakhitis dan osteomalasia
pada dewasa.
Kartilago (tulang rawan) terdiri atas serat-serat fleksibel dan tidak memiliki
vaskular. Nutrisi kartilago melalui difusi dari kapiler yang berada pada perikondrium
melalui cairan sinovial. Kartilago pada telinga sangat elastis karena sedikit serat.
Ligamen (simpai) adalah suatu susunan serabut yang terdiri atas jaringan ikat, kenyal,
dan fleksibel. Ligamen mempertemukan dua ujung tulang dan mempertahankan
stabilitas. Tendon adalah ikatan jaringan fibrosa yang padat dan merupakan ujung dari
otot dan menempel pada tulang. Sedangkan fasial adalah suatu permukaan jaringan
penyambung longgar yang didapatkan langsung dibawah kulit, sebagai sfasia
superfisial. Fasia dalam adalah jaringan penyambung fibrosa yang membungkus otot,
saraf, dan pembuluh darah. Bursae adalah kantong kecil dari jaringan ikat diatas
bagian yang bergerak, dibatasi membran sinovisial dan mengandung cairan sinovisial,
yang merupakan bantalan.
Metabolisme Tulang
Metabolisme tulang berfungsi sebagai cadangan dan pengatur keseimbangan
berbagai mineral dalam tubuh seperti kalsium, fosfor, magnesium, dan lain-lain.
Semuanya itu dipengaruhi oleh hormon dan keadaan, antara lain hormon paratiroid,
kalsitonin, growth hormon, tiroid, kadar vidamin D, kalsium atau fosfor dalam darah,

dan lain-lain. Diperkirakan aliran darah ke tulang mencapai 200-400 ml/menit, yang
berguna dalam membantu metabolisme tulang.
Fungsi tulang adalah sebagai berikut:
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberi bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya, jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang belakang
(hematopoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, dan fosfor.
2. Sistem Persendian
Sendi dalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulangtulang tersebut dapat bergerak satu sama lain maupun tidak dapat bergerak satu sama
lain (Noer S., 1996).
Klasifikasi sendi terdiri atas sinartrosis, amfiartrosis, dan diartrosis. Sinartrosis
adalah sendi yang tidak bisa digerakkan. Hal ini karena terdapat jaringan yang padat
berupa jaringan ikat seperti pada tulang tengkorak, antara gigi dan rahang, atau
jaringan

tulang

rawan.

Sedangkan

sendi

amfiartrosis

adalah

sendi

yang

memungkinkan gerakan terbatas, seperti tulang vertebra, pubis dan sendi sakroliaka.
Sedangkan sendi diartrosis adalah sendi yang mampu digerakkan secara bebas.
Sendi diartrosis terdiri atas:
Sendi peluru
: Sendi panggul, bahu
Sendi Engsel
: Gerakan melipat satu arah, misalnya, pada siku, lutut, dan

antara ruas jari.


Sendi Pelana

misalnya antara telapak tangan dengan ibu jari (metakarpal).


Sendi Pivot
: Gerakan rotasi, untuk melakukan aktivitas seperti memutar

pegangan pintu, misalnya radius dan ulna


Sendi Peluncur : Gerakan terbatas kesemua arah, misalnya tulang karpalia di

: Memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling lurus,

pergelangan tangan.
3. Sistem Otot
Otot skelet merupakan organ yang berkontraksi dengan tujuan memperoleh
tenaga dan gerakan kearah tertentu. Otot dihubungkan dengan tulang oleh tendon.
Ada tiga jenis otot utama pada tubuh manusia yaitu otot dalam (polos), otot skeletal
(lurik), dan otot jantung. Jenis-jenis kontraksi otot adalah isotonik dan isometrik.
Isometrik, panjang otot tetaptetapi tenaga yang dihasilkan meningkat,misalnya,

mendorong dinding yang tidak dapat digerakkan. Sedangkan isotonik adalah


pemendekan otot tanpa peningkatan tegangan, misalnya fleksi lengan atas (Smeltzer,
2002).

2. Etiologi
Faktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer, 2002). Umumnya fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur
cendrung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan
sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orangtua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause (Reeves, 2001).
Fraktur dapat terjadi akibat adanya trauma yang mengenai tulang yang
kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
fraktur adalah:

Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang,

arah serta kekuatan tulang.


Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma,
kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.

3. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang

membungkus tulang rusak. Pendarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan


terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
4. Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
Klasifikasi Fraktur

1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)


a. Fraktur Tertutup (Closed) : tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound) : adanya hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang
b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti :
1) Hair Line Fracture, ditandai dengan adanya garis sangat kecil atau retak
pada tulang. Disebabkan oleh stres yang tidak biasa atau berulang-ulang

dan juga karena menahan berat badan terus-menerus pada pergelangan


kaki atau kaki. Biasanya terjadi di tibia, metatarsal (tulang kaki).
2) Buckle atau Torus Fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
3) Green Stick Fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
a. Fraktur Transversal : Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik : Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi
c. Fraktur Spiral : Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kearah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi : Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah
a. Fraktur Komunitif : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen tulang, terbagi atas :
1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua tulang saling menjauh).
6. Berdasarkan posisi fraktur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian:
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
7. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
8. Fraktur Patologi : Fraktur yang disebabkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:

a. Tingkat 0 : Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1 : Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
c. Tingkat 2 : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.

5. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai pemunjang, pemeriksaan

yang

penting

adalah

pencitraan

menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan


dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya super posisi. Perlu disadari
bahwa permintaan ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang
dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada X-ray:
a. Bayangan jaringan lunak
b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau bimekanik atau
juga rotasi
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuk arsitektur sendi.
Selain foto polos ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik khusus seperti:
a. Tomografi: Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi yang lain tertutup yang
sulit divisualisasikan. Ppada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada astu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
b. Myelografi: Menggambbarkan cabang-cabang saraf pinal dan pembuluh darah
di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
c. Arthrografi: Menggambarkan jaringan ringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d. Computed Tomografi Scanning: Menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkaykan pada tahap penyembuhan
tulang
b. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), asparat
amino transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme

kultur

dan

test

sensitivitas:

Didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.


b. Biopsi tulang dan otot: Pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih diindikasi bila terjadi infeksi
c. Elektromyografi: Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatakan fraktur.
d. Arthroscopy: Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek kerena trauma
yang berlebihan.
e. Indium Imaging: Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang
f. MRI: Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 2006)

6. Penatalaksaan medis dan Keperawatan


a. Penatalaksanaan umum
1) Atasi syok dan perdarahan, serta dijaga lapangnya jalan nafas.
2) Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,
mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya
kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di
anggota gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan ke
badan penderita, pada lesi bagian anggota gerak bawah maka anggota gerak
yang sakit dibebatkan ke anggota gerak yang sehat. Terhadap lesi di daerah
vertebra, penderita dibaringkan di alas yang keras. (Agus Purwadianto &
Sampurna, 2000)

b. Penanganan Umum Pada Kondisi Fraktur Dan Cedera


1. Pembidaian
Penanganan patah tulang yang paling utama adalah dengan melakukan
pembidaian. Pembidaian adalah berbagai tindakan dan upaya untuk mengistirahatkan
bagian yang patah.
Tujuan pembidaian
1.
2.
3.
4.
5.

Mencegah pergerakan/pergeseran dari ujung tulang yang patah


Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah
Memberi istirahat pada anggota badan yang patah
Mengurangi rasa nyeri
Mempercepat penyembuhan

Beberapa macam jenis bidai:


1. Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang
kuat dan ringan.pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dalam keadaan
darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh: Bidai kayu
2. Bidai traksi

Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya


dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang
paha.
3. Bidai improvisasi
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk menopang.
Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan improvisasi
si penolong. Contoh: majalah, koran, karton dan lain-lain.
4. Gendongan/Belat dan bebat
Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela(kain
segitiga) dan memanfaatkan tubuh si penderita sebagai sarana untuk menghentikan
pergerakan daerah cedera. Contoh: Gendongan lengan.
Pedoman umum pembidaian :
1. Sedapat mungkin beritahu rencana tindakan kepada penderita.
2. Sebelum membidai paparkan seluruh bagian yang cedera dan rawat perdarahan bila
ada.
3. Selalu buka dan bebaskan pakaian pada daerah sendi sebelum membidai, buka
perhiasan didaerah patah atau dibagian distalnya.
4. Nilai gerakan-sensasi-sirkulasi (GSS) pada bagian distal cedera sebelum melakukan
pembidaian.
5. Siapkan alat-alat selengkapnya.
6. Jangan berupaya mencegah posisi bagian yang cedera.
Upayakan membidai dalam posisi ketika ditemukan untuk mengurangi keparahan.
7. Jangan berusaha memasukkan bagian tulang yang patah karena dapat memperparah
keadaan yang patah.
8. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang diukur
terlebih dahulu pada anggota badan penderita ang sehat.
9. Bila cedera terjadi pada sendi, bidai kedua tulang yang mengapit sendi tersebut.
Upayakan juga membidai sendi distalnya.
10. Lapisi bidai dengan bahan yang lunak, bila memungkinkan.
11. Isilah bagian yang kosong antara tubuh dengan bidai dengan bahan pelapis.
12. Ikatan jangan terlalu keras dan jangan longgar.
13. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sendi yang banyak bergerak, kemudian
sendi atas dari tulang yang patah.
14. Selesai dilakukan pembidaian, dilakukan pemeriksaan GSS kembali, bandingkan
dengan pemeriksaan GSS yang pertama.
15. Jangan membidai berlebihan karena dapat membatasi gerak pasien.

2. Gips

Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku, dicetak sesuai kontur tubuh di mana
gios dipasang. Secara umum gips memungkinkan mobilisasi klien, sementara membatasi
gerak bagian tubuh tertentu. Tujuan pemasangan gips adalah untuk mengimobilisasi bagian
tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang merata pada jaringan yang terletak
di dalamnya. Gips dapat digunakan untuk mengimobilisasi fraktur yang telah direduksi,
mengoreksi deformitas, memberikan tekanan merata pada jaringan lunak di bawahnya,
memberikan dukungan dan stabilitas bagi sendi yang mengalami kelemahan.
Imobilisasi dengan gips sedapat mungkin dilakukan pada posisi faal. Faal yang
memadai dapat dicapai dengan penyembuhan pada posisi faal. Yang paling penting pada
imobilisasi adalah latihan aktif dan penggunaan sendi yang tidak ikut di imobilisasi. Gerakan
aktif merupakan syarat mutlak untuk mencapai penyembuhan cepat dan baik, sebab dapat
merangsang peredaran darah dan perfusi jaringan. Jenis-Jenis Gips antara lain: gips lengan,
gips tungkai, gips tubuh atau spika

3. Penatalaksanaan Fraktur Terbuka


Patah tulang terbuka memerlukan pertolongan segera. Penundaan waktu dalam
memberikan pertolongan akan mengakibatkan komplikasi infeksi karena adanya pemaparan
dari lingkungan luar. Waktu yang optimal untuk melaksanakan tindakan sebelum 6-7 jam
sejak kecelakaan,disebut golden period.
Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat (Pusponegoro A.D.,2007), yaitu
:

Derajat I

: terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini didapat dari tulang

fragmen-fragmen tulang dari dalam

Derajat II

kadang ditemukan adanya benda-benda asing disekitar luka.


Derajat III
: luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat II. Kerusakan

: luka lebih besar disertai dengan kerusakan kulit subkutis. Kadang-

lebih hebat karena sampain melukai tendon dan otot-otot saraf tepi.
Pada luka derajat I biasanya tidak mengalami kerusakan kulit, sehingga penutupan
kulit dapat ditutup secara primer. Namun pada derajat II, luka lebih besar dan bila dipaksaan
menutup luka secara primer akan terjadi tegangan kulit. Hal ini akan mengganggu sirkulasi
bagian distal. Sebaiknya luka dibiarkan terbuka dan luka ditutup setelah 5-6 hari. Untuk
fiksasi tulang pada derajat II dan III paling baik menggunakan fiksasi eksterna. Fiksasi
eksterna yang sering dipakai adalah Judet, Roger Anderson, dan Methyl Methacrylate.
Pemakaian gips masih dapat diterima, bila peralatan tidak ada. Namun, kelemahan pemakaian
gips adalah perawatan yang lebih sulit.
Salah satu tindakan untuk fraktur terbuka yaitu dilakukan debridemen. Debridemen
bertujuan untuk membuat keadaan luka yang kotor menjadi bersih, sehingga secara teoritis
fraktur tersebut dapat dianggap sebagai fraktur tertutup. Tindakan debrimen dilakukan dalam
anastesi umum dan disertai pencucian luka dengan air yang steril/NaCl yang mengalir.

Gambar fraktur tertutup


Fraktur Klavikula
Deformitas dapat diperbaiki dengan menopang bahu ke belakang dan berat lengan
atas harus di topang dalam suatu collar and cuff selama masa permulaan nyeri. Bahu
dipertahankan ke arah belakang sementara plester angka 8 di kenakan. Koreksi yang
berlebihan tidak diperlkuan dan fraktur menyambung dalam 6-8 minggu.
Dislokasi Sendi Bahu

Kaput humeri biasanya berpindah letak melalui suatu robekan pada kapsul sendi
bagian anterior. Dislokasi posterior jarang terjadi. Secara klinis terdapat pendataran kontur
bahu dan pengosongan subaktomial yang di sebabkan kabum glenoidale tidak terisi.
Cara:
1. Reposisi dilakukan dalam anestesi umu
2. Teknik Kocher:
a. Lakukan traksi sepanjang sumbu panjang humerus.
b. Sambil traksi dipertahankan, dilakukan eksorotasi
c. Siku (dalam keadaan fleksi) dibawa menyilang ke depan dada, mendekati garis
tengah tubuh.
d. Lengan diendorotasikan untuk membawa tangan ke bahu sisi lain. Pada saat yang
sama tangan penolomg membantu caput humeri masuk ke glenoid dengan tekanan
langsung.
3. Teknik Hipprocrates
Kaki penolong diletakkan pada rusuk dekat aksila dan penolong memegang
pergelangan tangan penderita dengan kedua tangannya. Lengan di pindahkan ke
tengah setelah traksi oleh kaki penolong yang berlaku sebagai umpil yang mendorong
kaput humeri masuk ke fossa glenoidales. Dilakukan sedikit eksorotasi sementara
traksi dipertahankan akan membantu tindakan
4. Hasil reposisi harus dipastika dengan pemeriksaan radiologik
5. Sesduah direduksi anggota badan diimmobilisasi dengan balut segitiga selama 3-4
minggu. Setiap hari latihan jari dan siku yang lembut dan sesudah 10 hari gerakan
bahu dan sendi-sendi lain ditingkatkan perlahan-lahan.
Fraktur Humeri
Fraktur humeri biasanya akibat trauma langsung. Tipe kelainan letak berhubungan dengan
eefek dari kontraksi otot-otot abduktor atau adduktor
Cara:
1. Asisten pertama melakukan traksi dan menahan bahu. Asisten kedua melakukan traksi
cukup kuat searah sumbu panjang humerus sambil melakukan fleksi sendi siku.
2. Sebuah angulasi dan pemendekan dikoreksi, penolong mengembalikan fragmen ke
posisi normal dan menjajarkan (aligment).
Sendi bahu selama diimobilisasi sebaiknya abduksi 90 pada posisi 45 di depan
bidang frontal.
3. Imobilisasi dengan plester (lebar 6,5 cm)yang mulai dari akromion ke bawah
sepanjang sisi lateral lengan atas, mengelilingi siku, kemudian le atas sepanjang sisi

medial lengan atas, selanjutnya dipertahankan dengan perban elastik. Pada ketiak
diberi bantalan kapas. Lengan digantung dengan balut segitiga.
Sekitar Siku dan Lengan Bawah
Fraktur di daerah ini, dapat terjadi komplikasi-komplikasi tertentu; oleh karena itu harus
dicegah ataupun mengurangi akibat-akibatnya.
1. Komplikasi vaskuler
Pada suatu fraktur suprakondiler pemindahan fragmen kecil ke belakang
meregangkan arteria brakialis pada tempat itu menyebabkan kontusio atau kerusakan.
Komplikasi ini bahkan lebih sering terjadi pada fraktur yang mengenai bagian
sepertiga distal lengan bawah. Penyumbatan arteri secara total menyebabkan gangren
anggota badan; bila sumbatan tersebut tidak sempurna akan terjadi kontraktur iskemik
(Volkmann).
Gambaran klinis meliputi rasa nyeri, kepucatan, paralis, hilangnya nadi arteria
2.
3.
4.
5.

radialis, jari-jari dingin sedikit membengkak dapat sianosis atau pucat.


Myositisossifican
Kontraktur di sekitar persendian
Kelainan bentuk dalam pertumbuhan
Iregularitas pada tulang

Fraktur Suprakondiler
Fraktur ini sering terjadi pada anak-anak, dimana seringkali terjatuh pada tangan yang
terbentang ke luar. Fragmen distal dislokasi ke belakang dengan sedikit dislokasi ke lateral
dan rotasi.
Cara:
1. Asisten memfiksasi lengan penderita
2. Dengan satu tangan lakukan traksi pada lengan yang terentang searang dengan sumbu
pangjang, sambil tangan yang lain mendorong fragmen distal ke depan dengan yang
lain mendorong fragmen distal ke depan ibujari, sedang keempat jari lainnya
mencekam ujung bawah fragmen atas sebagai penahan.
3. Lakukan koreksi terhadap angulasi.
4. Setelah semuanya terkoreksi, tetap pertahanlan traksi dengan satu tangan. Letakkan
ibu jari tangan yang lain di atas permukaan depan ujung proksimal fragmen distal dan
jari-jari lainnya di permukaan belakang fragmen distal dan jari-jari lainnya di
belakang fragmen distal. Fleksikan sendi siku.

5. Dengan fleksi sendi siku dan lengan bawah pada posisi antara pronasisupinasi,imobilisasi dengan plester lebar mulai dari ketiak sampai ujung proksimal
metakarpal yang selanjutnya difiksasi dengan perban elastik. Gunung lengan dengan
balut segitiga.
Dislokasi Siku
Fossa artikulasi ulnae tergeser ke belakang. Secara klinis tampak lengan bawah memendek
dan olektranon sangat menonjol.
Cara:
1. Asisten memegang lengan atas dan melakukan tarikan ke atas.
2. Penolong memegang pergelangan tangan penderita, dilakukan traksi lengan bawah
dengan siku dalam keadaan fleksi. Traksi dipertahankan kemudian legna bwah
difleksikan dimana terasa klik pertanda elekranon kembali ke permukaan sendi yang
normal.
3. Imobilisasi dengan lempengan gips posterior dari lengan atas ke basis jari-jari dimana
siku fleksi semaksimal mungkin tanpa mengganggu aliran darah. Fiksasi dengan
perban elastik dan tangan digantung dengan collar and cuff.
Fraktur Colles
Terjadi terutama pada wanita tua yang sudah mengalami osteoporosis pasca
menopausal. Fraktur radius 1/3 distal dalam batas 4 cm dari permukaan distal osradius;
fragmen distal berdislokasi ke arah posterior atau dorsal; subluksasi sendi radio-ulnar distal
dan avulasi prosesus stiloideus ulna. Secara klinik bentuk deformitas ialah dinner fork.
Reposisi dan imobilisasi
Biasanya reposisi dilakukan dibawah narkose. Dilakukan tarikan, fragmen distal
diendorotasi. Pertahankan kedudukan dalam pronasi maksimal pada pergelangan tangan,
sedikit fleksi dan deviasi ke arah ulnar.Gips sirkuler dipasang dengan padding yang tipid,
mulai dari siku ke proksimal, di dorsal sampa metacarpal heads dan di sisi volar mencapai
pertengahan palmar. Sendi siku dalam fleksi 90 derajat. Gips dipasang selama 6-8 minggu.

Fraktur Simth
Fraktur ini sering terjadi pada dewasa muda. Fraktur radius 1/3 distal dengan dislokasi
fragmen distal kearah anterior. Secara klinis terdapat deformitas garden spade.
Reposisi dan imobilisasi:
Reposisi dilakukan pada siku dalam fleksi 90 derajat dan lengan bawah supinasi.
Dipasang traksi jari-jari sampai prosesus stiloideus radii berada di distal prosesus stiloideus
ulnae. Sementara kedudukan traksi dipertahankan jari ke 2-5 penolong mempertahankan
ujung bawah fragmen distal ke atas dan ke belakang. Pergelangan tangan di dorsofleksikan
dan deviasi ke arah ulnar, keadaan ini pertahankan oleh asisten. Dipasang gips sirkuler mulai
dari pertengahan lengan ke atas ke proksimal menuju metakarpal.
Fraktur Bennett
Merupakan fraktur basis metakarpal I dengan garis patah oblik. Terjadi kerusakan
kapsul dorsalis. Fragmen (biasanya bagian lateral) akan terputar karena tarikan tendo otot
abduktor policis longus, sehingga sukar untuk dilakukan reposisi secara tertutup. De palma
memilih reposisi terbuka dengan fiksasi interna disertai perbaikan kapsul sendi bagian dorsal.
Fraktur Mallet (Base Ball Finger Fracture)
Terjadi pada persendian interfalang terdistal. Biasanya terjadi avulasi dari bagian
dorsal, proksimal falang terkhir. Penyebabnya adalah trauma tiba-tiba pada posisi fleksi, di
sini terjadi robekan pada otot Ektensor Digitorum Langus. Secara klinis dijumpai falang
terkahir dalam posisi fleksi, tidak dapat diekstensikan. Reposisi lebih mudah bila penderita
segera datang, kurang dari 24 jam sesudah trauma. Reposisi dilakukan dengan prinsip fleksi
pada proksimal interphalangeal joint dan hiperekstensi maksimal pada distal intherphalangeal
joint Splint dipasang di bagian volar dan di pertahankan dengan Gips.
(Splint yang digunakan ialah Mallets splint)
Kedudukan tersebut dipertahan selama 3 minggu. Bila penderita datang terlambat atau
terdapat fragmen tulang yang besar masuk ke permukaan sendi dilakukan reposisi terbuka
dan fiksasi dengan wiring.

Dislokasi Sendi Panggul


Bentuk yang paling sering ialah dislokasi posterior. Tungkai dalam keadaan adduksi,
endorotasi dan paha fleksi.
Fraktur Femur
Di bagi atas:
a. Fraktur kolum femoris
b. Fraktur melalui korpus femoris
Reposisi dilakukan secara terbuka atau tertutup pada orang dewasa. Pada anak-anak,
reposisi dilakukan secara tertutup. Fraktur kolum femoris biasanya memerlukan reposisi
terbuka dengan pemasangan pen. Reposisi terbuka pada fraktur korpus femoris dilakukan
dengan disertai pemasangan pen KUNTSCHER. Reposisi tertutup dapat dilakukan
dengan berbagai cara, dengan pemasnagan traksi:
a. Traksi Bryant: (Traksi Gallow)
Dilakukan untuk anak-anak dibawah usia 5 tahun. Tempelkan plester dari proksimal
ke distal melingkari papan kembali ke proksimal di medial paha. Papan diikatkan
pada katrol dengan tali yang digantungkan pada Balkans frame. Tungkai
digantungkan pada keduanya, supaya anak tidak bergerak-gerak/berputar yang dapat
menimbulkan dislokasi juga nutk mempermudah perawatan. Katrol dihubungkan
dengan beban 1 kg (masing-masing). Traksi dipertahankan biasanya selama 4 minggu,
bidai-bidai dilepas tetapi menopang berat badan tidak diperbolehkan minimal 6
minggu setelah fraktur.
b. Traksi kulit Russel (modifikasi)
Sering dipakai untuk anak-anak dibawah usia 10 tahun. Tempelkan plester yang
lebarnya 5 cm dari sisi lateral melingkari papan kembali ke proksimal medial. Lalu
dipasang pembalut elastis pada tungkai bwah sampai tungkai atas, dan pada papan
dipasang katrol-katrol yang dihubungkan dengan beban 2 kg.
c. Bucks extension traction
Biasa sebagai traksi sementara pada orang dewasa, sebelum dilakukan repotasi
terbuka.
d. Balenced traction
Merupakan traksi skletal dilakukan pada orang dewasa. Tungkai bawah diletakkan
dalam Thomas splint dan Pierson attachment dimana tungkai bawah dengan splint
abduksi 45 derajat sedangkan paha fleksi 30 derajat. Tuberositas tibia dibor dan

dipasang kawat untuk traksi yang dihubungkan dengan beban 6-8 kg yang kemudian
dapat dikurangi. Kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi. Traksi dipertahankan sampai
keseluruhan normal tanpa distraksi atau overlap, biasanya 8-10 minggu. Sedangkan
menopang berat badan di tunda sampai penyambungan kokoh yang dapat mencapai 36 bulan setelah fraktur.
c. Penatalaksanaan medik
Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman
a.
b.
c.
d.

belum terlalu jauh meresap dilakukan :


Pembersihan luka
Eksisi jaringan mati/ debridement
Hecting situasi
Antibiotik
Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/ pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi/ Manipulasi/ Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang)
adalah mengembalikan fragmen tulang pada keadaan sejajarnya dan
rotasfanatomis (Brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun
prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi
fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan
kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalani prosedur, harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan
analgetika yang diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anestasia.
Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut.

Reduksi tertutup.

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan

dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling


berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan. Sementara gips,
bidai dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi
dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar X harus
dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran
yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar
X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang.
Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar X. Ketika
kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan disisi tulang atau langsung ke
rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat
bagi fragmen tulang.
c. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Immobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis.pengkajian peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu
segera bila ada

tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan

ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. Meyakinkan,


perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang diperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stess pada ekstremitas yang
diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.

7. Proses Penyembuhan Tulang


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk
tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel
tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu :
1) Stadium Satu-Fase Inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan
pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami
devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan insomasikan
pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan.
Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat
kondisi mikro yang sesuai untuk :
a. Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra membran
pada tempat fraktur.
b. Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur.
c. Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan osifikasi
endokondral yang mengiringinya. (Kaiser 1996).
Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan
pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada
perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan
pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan
kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur
terjadi sampai 2-3 minggu.

2) Stadium Dua-Fase Proliferasi


Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benangbenang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan
invasi fibroblast dan osteoblast. fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit,
sel endotel dan sel periosteum) akan menghasilkan kologen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang
rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang
rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang.
Tetapi gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang
berlebihan akan merusak struktur kalus. Tukang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2-3
setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4-8.
3) Stadium Tiga- Pembentukan Kallus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk
jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya
disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi
menjadi tulang lamellar dan wovenbone.
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan
dnegan jaringan fibrous, tulang rawan dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan
volume dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3 sampai 4 minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis
fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama
masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah
satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah
Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya
dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler.
Faktor lain yaitu Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan
penting pada proses angiogenesis selama proses penyembuhan fraktur. (chen, et, al,
2004).
Pusat dari kalus lunak adalah kartilagenous yang kemudian bersama osteoblast
akan berdiferensiasi membentuk satu jaringan rantau osteosit, hal ini menandakan
adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan mekanis (Rubin, E,
1999).

Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudia berlanjut sampai fase
remodelling adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan fraktur. (Ford, J. L,
et al, 2003).
Jenis-jenis Kalus
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada
terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2 minggu.
Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak bersambung.
Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara perlahan-lahan,
Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur dibawah periosteum periosteal callus
terbentuk diantara perosteum dan tulang yang fraktur. Interfragmentary callus
merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi celah fraktur di anraea tulang yang
fraktur. Medullary callus terbentuk didalam medula tulang disekitar daerah fraktur
(Miller, 2000).
4) Stadium Empat-Konsilidasi
Dengan aktifitas osteoblast dan osteoklast yang terus menerus, tulang yang
immature (woven bone) di ubah menjadi mature (lamellar bone).Keadan tulang ini
menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah
fraktue dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan
tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum
tulang cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk
yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahuntahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella
yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan
terbtnuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang
akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan
ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.
8. Komplikasi
Komplikasi awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CTR menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada

ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi


pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan ole oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
c. Fat Embolidm Syndrom
Fat Embolidm Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke dalam darah dan menyebabkan tingkat
oksigwn dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachykardi, hypertensi, tachipnea, demam.
d. Infeksi
Sistem prtahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak dan
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya
Volkmans Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilngan banyak darah dan meningkatkannya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan penurunan oksigenasi. Ini biasanya
terjadi pada fraktur.
Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menysmbung. Ini disebabkan karena
penurunan sulplai darah ketulang.
b. Non Union

Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi


sambungan yang lengkap dan memproduksi stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adalah pergerakan yang berlebih pada satu sisi fraktuur yang
membetnuk sendi palsu atau pseudoathrosis. Ini juga disebabkan karena aliran
darah yang kurang.
c. Mal Union
Mal union merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingakat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malu union dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Pengumpulan Data
Data yang perlu dikumpulkan yaitu meliputi:
1. Identitas pasien
Merupakan biodata pasien yang meliputi: nama, umur, jensi kelamin, agama,
2.
3.
4.
5.
6.

suku bangsa/ras, pendidikan, pekerjaan, alamat dan lainnya.


Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Pola fungsional Gordon
1) Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat
Cara pasien dalam memelihara kesehatan, kebiasaan

dalam

mengkonsumsi obat-obat tertentu untuk menahan rasa sakit dan adanya


kebiasaan pasien untuk melakukan metode pijat dalam berobat.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pola nutrisi metabolik pada pasien yang mengalami fraktur akan menjadi
terganggu, nafsu makan pasien akan menjadi berkurang, sehingga akan
mengakibatkan penurunan berat badan pasien. Selain itu, kurangnya
kebutuhan nutrisi pasien akan mengakibatkan terganggunya integritas kulit
pasien yang berakibat lambatnya proses penyembuhan pada pasien.
3) Pola eliminasi
Proses eliminasi pasien tidak mengalami terganggu.
4) Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas dan latihan pasien akan terganggu selama mengalami
fraktur baik itu preoperatif maupun postoperatif, ini terjadi karena terbatasnya
gerakan akitvitas dari pasien selama dalam masa penyembuhan sehingga
membutuhkan alat bantu dalam beraktifitas seperti kursi roda dan kruk,
maupun bantuan dari keluarga.

5) Pola tidur dan istirahat


Pola tidur dan istirahat pasien akan mengalami gangguan karena pasien
akan merasa terganggu dengan fraktur yang dideritanya.
6) Pola kognitif dan persepsi
Biasanya akan mengalami nyeri pada fraktur dan terjadinya pengurangan
sensasi rasa pada bagian yang mengalami fraktur.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Pada pola ini emosi pasien biasanya tidak stabil, pasien akan merasa
kurang percaya diri karena mengalami gangguan pada citra tubuhnya.
8) Pola peran dan hubungan
Pasien fraktur akan mengalami perubahan dalam peran dan tanggung
jawabnya karena pasien tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya dan
bagi keluarga pasien yang mau menerima keadaan pasien saat ini akan lebih
mengeratkan hubungan pasien dan keluarga.
9) Pola seksual dan reproduksi
Biasanya pada pasien fraktur pola ini akan mengalami gangguan.
10) Pola koping dan toleransi stress
Pada pasien fraktur yang berambisi maka ia akan merasa tidak bisa
melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Disaat apa yang diinginkanya
tidak tercapai, klien akan merasa rendah diri dan merasa stress.
11) Pola nilai dan keyakinan
Selama fraktur, pasien akan mengalami gangguan dalam beribadah,
namun pasien bisa melakukan kegiatan ibadahnya dengan cara-cara yang di
anjurkan oleh agama yang dianutnya.
2) Perumusan Diagnosa Keperawatan NANDA, NOC dan NIC.
No

DIAGNOSA

NOC

1.

NANDA
Nyeri
akut Nyeri Akut

Manajemen nyeri

berhubungan

Hasil yang disarankan:

terputusnya

jaringan tulang

dengan

NIC

Status kenyamanan: fisik


Tingkat ketidaknyamanan
Mengontrol rasa sakit
Tingkat nyeri
Tingkat stres
Tanda- tanda vital

Melakukan

penilaian

yang

komprehensif darirasa sakit untuk


mencakup

lokasi,

karakteristik,

serangan/durasi, frekuensi, kualitas,


intensitas atau keparahan nyeri, dan

faktorpencetus
observasi penyebab ketidaknyamanan

Tingkatan Nyeri

Melaporkan Nyeri
Persen respon tubuh
Frekuensi nyeri
Lamanya nyeri
Ekspresi nyeri lisan
Ekspresi wajah saat nyeri
Kegelisahan
Ketegangan Otot
Perubahan frekuensi nadi
Perubahan Tekanan darah
Berkeringat
Hilangnya Nafsu makan

Kontrol Nyeri

Penggunaan analgesic yang

tepat
Gunakan tanda tanda vital

memantau perawatan
Laporkan tanda / gejala nyeri
pada

2.

Gangguan

tenaga

kesehatan

professional
Menilai gejala dari nyeri
Gunakan catatan nyeri
Laporkan
bila
nyeri

terkontrol
Ambulasi : kursi roda

muskuloskletal
DO :
DS :

komunikasi

rasa

sakit

dan

menyampaikan

penerimaan respon pasien terhadap

nyeri
menentukan dampak dari pengalaman
nyeri pada kualitas hidup

Pengaturan lingkungan : kenyamanan

mencegah gangguan yang tidak perlu

dan memungkinkan untuk beristirahat


menentukan
penyebab

ketidaknyamanan
menyesuaikan suhu ruang untuk yang

paling nyaman bagi individu


memberikan atau menghilangkan
selimut

untuk

meningkatkan

kenyamanan suhu
memfasilitasi tindakan

kebersihan

untuk menjaga kenyamanan individu

traksi

gangguan

mobilisasi

Berpindah ke dan dari kursi

Menyelaraskan posisi tubuh yang

roda
Mendorong

tepat
Mempertahankan posisi yang tepat di

dengan aman
Mendorong kursi roda dalam

jarak pendek
Mendorong kursi roda dalam

jarak sedang
Mendorong kursi roda dalam

dengan
kerusakan

strategi

terapeutik untuk mengakui mengalami

Perawatan

mobilitas fisik Indikator :


berhubungan

menggunakan

kursi

roda

tempat tidur untuk meningkatkan

jarak jauh

traksi
Memastikan bahwa tali dan katrol
tergantung bebas
Memastikan bahwa tarikan tali dan
berat tetap sepanjang sumbu tulang
retak
Menguatkan bobot traksi saat pasien

Ambulasi : berjalan

bergerak
Mempertahankan traksi setiap saat
Memantau kemampuan perawatan

diri sementara di traksi


Memonitor
perangkat

eksternal
Memantau kulit dan menonjolkan

Berjalan

dengan

langkah

efektif
Berjalan

dengan

langkah

lambat
Berjalan

dengan

langkah

sedang
Berjalan dengan cepat

Berjalan dengan langkah


naik, turun, miring ke atas,
dan kebawah

Posisi badan : inisiatif sendiri

Telentang ke telentang dan ke

duduk
Duduk

berdiri dan berdiri ke duduk


Berdiri ke berlutut
Berlutut ke berdiri
Berdiri ke jongkok
Jongkok ke berdiri
Melengkungkan punggung
Sisi ke sisi

ke

telentang,

Perpindahan sendi : aktif

Rahang
Leher
Jari kanan
Jari kiri
Ibu jari kanan
Ibu jari kiri
Pergelangan kanan
Pergelangan kiri
Siku kanan
Siku kiri
Bahu kanan
Bahu kiri
Mata kaki kanan

ke

tanda-tanda kerusakan kulit


Monitor sirkulasi, gerakan,

fiksasi

dan

sensasi dari pengaruh


Memonitor komplikasi dari gangguan

mobilisasi
Mengelola perawatan kulit tepat pada
titik-titik gesekan

Tirah baring

Penyediaan

terapeutik
Menghindari tekstur kasar dari alas

tidur
Pencegahan terjadinya footdroop/kaki

jatuh
Mengatur imobilisasi pasien sekali 2

jam sesuai jadwal yang ditentukan


Memutar badan sebagai indikasi kulit
Mengontrol kondisi kulit
Mengajarkan latihan tidur
Aktifitas
pasif/aktif
sebagai

tempat

tidur

yang

peningkatan dari latihan


Peningkatan latihan

Meyakinkan

mengenai latihan fisik


Membantu dalam mengidentifikasi
model

peran

kesehatan

positif

pasien

untuk

pemeliharaan program latihan


Melibatkan keluarga pasien dalam

perencanaan dan perawatan program

Mata kaki kiri


Lutut kanan
Lutut kiri
Pinggang kanan
Pinggang kiri

latihan yang tepat untuk tingkat


kesehatan,

dalam

berkolaborasi

dengan dokter dan atau latihan

Tingkat mobilitas

latihan
Mengajarkan pasien mengenai jenis

Keseimbangan penampilan
Posisi tubuh
Perpindahan otot
Perpindahan sendi
Perpindahan penampilan
Ambulansi : berjalan
Ambulansi dengan kursi roda

Perpindahan aktifitas

psikologis
Memberitahukan
frekuensi

pasien

keinginan,

tentang

lama,

dan

intensitas program latihan


Membantu pasien untuk menyiapkan
dan merawat kemajuan grafik untuk
memotifasi

peningkatan

latihan
Menginstruksikan

program

pasien

tentang

Berpindah dari tempt tidur ke

penghentian perjanjian dari program

kursi
Berpindah

latihan
Menginstruksikan

tempat tidur
Berpindah dari kursi ke kursi
Berpindahan dari kursi roda

ke kendaraan
Berpindah dari kendaraan ke

dari

kursi

ke

kursi roda

pasien

dalam

pemanasan dan pendinginan latihan


Menginstruksikan
pasien
cara
menghindari

kecelakaan

latihan
Meniginstruksikan

pasien

ketika
cara

bernafas untuk memasukan oksigen

yang maksimal selama latihan fisik


Menyediakan umpan balik positif
untuk usaha latihan

Latihan terapi : mobilitas sendi

Menentukan batasan dari perpindahan

sendi dan dampak dari fungsinya


Menetukan tingkat motifasi pasien
untuk

perawatan

dan

pemulihan

perpindahan sendi
Menjelaskan kepada pasien/keluarga
tujuan dan rencana dari latihan sendi

Mengontrol

lokasi

dan

ketidaknyamanan dan nyeri selama

beraktifitas/berpindah
Melindungi pasien dari trauma selama

latihan
Aktifitas

pasif

(PROM)

atau

membantu latihan (AROM),


Posisi : kursi roda
Memilih kursi roda untuk standar pasien
Memeriksa posisi pasien dalam kursi
roda ketika pasien duduk
Memeriksa tingkat kesejajaran tubuh dari
sisi ke sisi
Menginstrusikan

kepada

pasien

bagaimana berpindah
3.

Kerusakan

Penyembuhan Luka : Tahapan Perawatan Luka

integritas kulit Utama

Aktivitas :

Skin approximation

Pengeringan Purulensi
dengan
Pengeringan serosa dari luka
gangguan
Pengurangan drainase dari luka
status
Pengeringan seroanginosa dari
metabolic dan
luka

Pengurangan
area
yang
penutunan

kemerahan
aktivitas
Penguranagn edema luka

Tingginya temperatur kulit

Bau luka
berhubungan

Bersihkan balutan yang melekat dan


debris
Cukur rambut sekitar area yang rusak
Catat karakteristik luka
Catat karakteristik drainase
Berikan perawatan pada tempat insisi
Berikan perawatan ulkus pada kulit
Masase

area

sekitar

luka

untuk

menstimulasi sirkulasi
Penyembuhan Luka : Tahapan

Gunakan

Kedua

Electrical Nerve Stimulation) untuk

Granulasi
Epitelisasi
Pengeringan purulensi
Pengeringan serosa
Pengurangan drainase

TENS

(Transcutaneous

perbaikan perawatan luka

Pertahankan kepatenan pipa drainase

Gunakan salep kulit dengan tepat

Balut dengan tepat

Pengeringan Seroanginosa

Pengurangan
area
kuit

kemerahan

Edema
Pengurangan area kulit yang

abnormal
Pelepuhan kulit
Maserasi kulit
Nekrosis
Pengelupasan
Bau Luka
Ukuran Luka

Gunakan balutan yang oklusif


Kuatkan balutan
Pertahankan

teknik

balutan

steril

selama perawatan luka


Inspeksi

luka

setiap

penggantian

balutan

Bandingkan dan catat dengan teratur


setiap penggantian balutan

Posisikan untuk menghindari tegangan


pada luka, dengan tepat.

4.

Integritas Jaringan: Kulit &

Ajarkan pasien dan anggota keluarga

Membran Mukosa

prosedur perawatan luka

Temperatur jaringan IER


Sensasi IER
Elestisita IER
Hidrasi IER
Pigmentasi IER
Perspirasi IER
Warna IER
Tekstur IER
Ketebalan IER
Jaringan bebas lesi
Perfusi jaringan
Pertumbuhan rambut pada

kulit IER
Kesehatan kulit

Risiko infeksi Integritas Jaringan: Kulit & Pengontrolan Infeksi


berhubungan

Membran Mukosa

dengan

pembedahan

Temperatur jaringan IER


Sensasi IER
Elestisita IER
Hidrasi IER
Pigmentasi IER
Perspirasi IER
Warna IER
Tekstur IER
Ketebalan IER

Aktivitas :
Gunakan alat-alat yang baru dan berbeda
setiap

akan

melakukan

tindakan

keperawatan ke pasien
Gunakan selalu handscoon sebagai salah
satu ketentuan kewaspadaan universal
Gunakan baju yang bersih atau gown

ketika menangani pasien infeksi


Jaringan bebas lesi
Perfusi jaringan
Gunakan sarung tangan yang steril, jika
Pertumbuhan rambut pada
memungkinkan
kulit IER
Bersihkan kulit pasien dengan pembersih
Kesehatan kulit
antibakteri

Kontrol Resiko

Menyatakan resiko
Memantau faktor

lingkungan
Memantau

perilaku pribadi
Mengembangkan

Perawatan Luka
resiko Aktivitas :

faktor

resiko
strategi

Bersihkan balutan yang melekat dan


debris

Cukur rambut sekitar area yang rusak

kontrol risiko yg efektif


Menyesuaikan
strategi

Catat karakteristik luka

kontrol risiko yg dibutuhkan


Melakukan strategi kontrol

risiko
Mengikuti strategi kontrol

Bersihkan dengan sabun antibakterial

risiko yg dipilih
Modifikasi gaya hidup untuk

menurunkan resiko

Mendapatkan imunisasi yg

sesuai

Rendam pada larutan saline

Mengenal perubahan status


kesehatan

Pantau perubahan status

kesehatan

Berikan perawatan pada tempat insisi

Catat karakteristik drainase

Bersihkan area yang rusak pada air


mengalir

Berikan perawatan pada tempat IV


Berikan perawatan Hickman
Berikan perawatan pada venus sentral

Berikan perawatan ulkus pada kulit


Masase area sekitar luka untuk
menstimulasi sirkulasi

Status Nutrisi

Asupan zat gizi

Asupan makanan dan cairan

Energi

Indeks masa tubuh

Berat badan

Gunakan

TENS

(Transcutaneous

Electrical Nerve Stimulation) untuk


perbaikan perawatan luka

Pertahankan kepatenan pipa drainase

Gunakan salep kulit dengan tepat

Balut dengan tepat

Gunakan balutan yang oklusif

Pertahankan teknik balutan steril


selama perawatan luka

Inspeksi

luka

setiap

penggantian

balutan

Ajarkan pasien dan anggota keluarga


prosedur perawatan luka

DAFTAR PUSTAKA
Purwadianto, Agus & Budi Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi Pedoman
Pelaksanaan Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara.
Ningsih Lukman Nurma. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskoletal.

Wahid, Abdul (2013). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Muskuloskeletal. Pamekasan:


CV. Trans Info Media.
NANDA International. 2012. Diagnosa Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Moprhead Se, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Printed in the United
States Of America: Elsevier
M Gloria Bulechek. 3013. Nursing Interventions Classification (NIC). Printed in the United
States Of America: Elsevier

You might also like