You are on page 1of 74

Dari

Diskusi Akhir Tahun


TELEMATIKA INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN


DEPUTI BIDANG KOORDINASI
INFRASTRUKTUR DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

Jakarta 2008
TIDAK UNTUK DIPERJUALBELIKAN

Tim Penyusun
“Diskusi Akhir Tahun Telematika Indonesia”

Asisten Deputi Telematika dan Utilitas


Gedung PAIK Lantai 7
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2 – 4
Jakarta – 10710
Telp. : 021 – 3456714
Fax. : 021 – 3456817
E-mail : rudydharmanto@ekon.go.id
frista@ekon.go.id

Isi dan materi yang ada dalam buku ini dapat direproduksi dan disebarluaskan dengan
tidak mengurangi isi dan arti dari dokumen ini. Diperbolehkan untuk mengutip isi buku
ini dengan menyebutkan sumbernya
Sambutan
Deputi Bidang
Koordinasi Infrastruktur
dan Pengembangan Wilayah
Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah S.W.T. atas


terselenggaranya acara Diskusi Akhir Tahun Telematika Indonesia
pada tanggal 27 Desember 2007 yang lalu. Selanjutnya, kami
mengucapkan terima kasih kepada para Dirjen, Deputi, Direktur, atau
yang mewakili dari Departemen Komunikasi dan Informatika,
Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Departemen
Kelautan dan Perikanan, Departemen Pendidikan Nasional, dan
beberapa departemen lain, serta para direksi operator penyelenggara
telematika, pimpinan lembaga penelitian, universitas, dan seluruh
peserta atas kehadiran dan partisipasinya yang dengan antusias telah
memperhatikan, memberikan masukan, serta aktif berdiskusi
mencurahkan butir-butir pemikiran dalam rangka memajukan
perkembangan dan pembangunan sektor Telematika atau
Information and Communication Technology (ICT).

Penyelenggaraan Diskusi Akhir Tahun Telematika Indonesia


ini adalah sebagai wujud pelaksanaan sebagian tugas dan fungsi dari
kantor Menko Perekonomian dalam menampung aspirasi masyarakat,
iv
mengevaluasi perencanaan serta menjamin implementasi dan
sinkronisasi kebijakan dapat berjalan dengan baik bersama-sama
dengan departemen teknis dan masyarakat.

Berbagai perencanaan dan kebijakan di bidang telematika


telah banyak dibuat oleh pemerintah, baik yang ada di Depkominfo,
Bappenas, Depdiknas, Departemen Perdagangan ataupun departemen
lainnya. Namun kami memahami pula bahwa tidak semua kebijakan
tersebut dapat dengan serta merta menjawab tantangan dan
memenuhi kebutuhan yang ada di industri yang sangat dinamis ini.
Kita menyaksikan tersendatnya pelaksanaan duopoli dimasa kita
harus menuju kompetisi, munculnya keputusan KPPU tentang cross-
ownership dugaan praktek anti kompetisi dalam pelaksanaan
telekomunikasi, dibatalkannya tender USO telekomunikasi, semakin
tertinggalnya sistem komunikasi satelit kita, serta masih belum
independennya Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI)
sebagaimana berjalannya badan serupa di sektor lain.

Hasil diskusi telah memperlihatkan kepada kita bahwa di


samping berbagai kemajuan yang telah dicapai, kita masih harus
bekerja keras dalam menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah seperti
memastikan Peta Jalan (Road Map) telematika di antara berbagai
pilihan yang ada, meningkatkan kepedulian terhadap peran
telematika, mensukseskan program-program DeTIKNas, memperkuat
BRTI, memurahkan tarif Internet sehingga terjangkau masyarakat
luas, melaksanakan pembangunan fasilitas telematika di perdesaan,
sampai kepada pemetaan struktur industri seperti pernah kita lakukan
bersama-sama di tahun 1990-an.

v
Akhirul kata, kami mengucapkan terima kasih atas segala
masukan bernas serta partisipasi yang pantang lelah dari semua
pihak. Segala masukan yang terhimpun dalam buku kecil ini, akan
menjadi sia-sia belaka tanpa dukungan para pejabat terkait, para
pimpinan operator penyelenggara telematika dan semua lini
pemangku kepentingan sektor telematika di Indonesia.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bambang Susantono.

vi
Kata Pengantar
Asisten Deputi
Urusan Telematika dan Utilitas
Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian

Assalamualaikum Wr. Wb.

Berbagai permasalahan telematika dan pengelolaannya


terutama hal-hal yang berpotensi menjadi kendala pembangunan,
dirasakan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan dunia
telematika Indonesia selama ini. Hal tersebut tercermin dengan masih
adanya persoalan lama yang sampai sekarang belum berhasil
mengangkat harkat teknologi informasi dan komunikasi, seperti
tingginya harga akses Internet, belum meratanya penyebaran fasilitas
Telematika, dan belum tersedianya beberapa perangkat regulasi.

Kondisi-kondisi tersebut di atas hanyalah beberapa pemikiran


yang melatarbelakangi diadakannya acara Diskusi Akhir Tahun
Telematika Indonesia. Diskusi diharapkan dapat menjembatani
pemerintah yang menjadi pemangkukepentingan (stakeholder) sektor
telematika dengan seluruh pelaku baik dari operator BUMN maupun
swasta dan masyarakat pengguna telematika secara umum. Melalui
diskusi sangat diharapkan pula untuk mendapatkan masukan terkini
masyarakat dari berbagai lapisan guna perbaikan pengembangan
Telematika Nasional.
vii
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan
kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam acara tersebut,
khususnya kepada Bp. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan
Pengembangan Wilayah yang telah mendukung dari awal persiapan
hingga tersusunnya laporan ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, awal 2008


Ketua Tim Penyusun,

Eddy Satriya

viii
Daftar Isi

Hal

Sambutan …………………………………………………………………………. iii


Kata Pengantar …………………………………………………................... vii
Daftar Isi ………………………………………………………………………….. ix
Daftar Lampiran ……………………………………………………………….. x

1. PENDAHULUAN …………………………………………………….. 1

2. ACARA DISKUSI ..…………………………………………………... 3


2.1. Pengantar Diskusi ……………………………………………………. 3
2.2. Materi Diskusi …………………………………………………………. 5

3. ANALISIS HASIL DISKUSI ……………………………………. 13


3.1. Regulasi dan Kerangka Kebijakan ……………………………… 13
3.2. Infrastruktur …………………………………………………………… 15
3.3. Industri Telematika ……………………………………………….… 17
3.4. Aplikasi dan Konten ………………………………………………… 18
3.5. Sumber Daya Manusia (SDM) …………………………………... 19

4. PASCA DISKUSI …..…………………………………………………. 21

5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …..……………….. 25

ix
Daftar Lampiran

Lampiran 1. Matriks Tindak Lanjut (Action Plan) Telematika


Lampiran 2. Undangan dan Agenda Acara
Lampiran 3. Materi Pengantar Diskusi
3.1. Presentasi Ketua Masyarakat Telematika Indonesia
(MASTEL)
3.2. Presentasi Asisten Deputi Urusan Telematika dan
Utilitas Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian

Lampiran 4. Notulensi Diskusi


Lampiran 5. Pembahasan di milis

x
Bab 1

1 PENDAHULUAN

Syukur Alhamdulillah, pada tanggal 27 Desember 2007 acara


Diskusi Akhir Tahun Telematika Indonesia (DATTI) telah
terlaksana dengan dihadiri tidak kurang 130 orang undangan dari
berbagai instansi pemerintah yang menjadi pemangkukepentingan
sektor telematika. Selain itu, diskusi dihadiri juga oleh Ketua Umum
dan anggota Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), para direksi
operator telematika (BUMN dan swasta), akademisi, pimpinan
lembaga riset nasional, para profesional, serta masyarakat yang
tergabung dalam berbagai asosiasi terkait maupun LSM.

Tujuan diskusi adalah untuk menampung masukan terkini dari


berbagai lapisan masyarakat guna perbaikan pelaksanaan kebijakan
pengembangan Telematika Nasional.

Acara dibuka dengan sambutan dari Bp.


Kemal Stamboel, selaku Wakil Ketua Tim
Pelaksana DeTIKNas yang kemudian dilanjutkan
dengan paparan pengantar diskusi oleh Ketua
Umum Mastel serta Asdep Telematika dan
Utilitas, Kantor Menko Perekonomian. Agenda
lengkap acara DATTI dapat dilihat dalam

1
Bab 1

Lampiran 2.

Dalam sambutannya, Bp. Kemal Stamboel memaparkan


perkembangan DeTIKNas sebagai lembaga yang mendapatkan
mandat untuk memonitor sekaligus
mengendalikan kebijakan dan strategi TIK
Indonesia, yang terdiri dari 7 program inti
(flagship) Dewan Teknologi Informasi dan
Komunikasi Nasional (DeTIKNas), yaitu e-Education, National
Identity Number (NIN), National Single Window (NSW),
e- Procurement, e- Budgeting, Palapa Ring, dan Legalisasi Software.

Selain itu dipaparkan pula management issues dalam


pengelolaan telematika, konsep penyelenggaraan pengadaan barang
dan jasa telematika, dan hal-hal lain yang juga menjadi fokus dari
DeTIKNas seperti local content, tarif Internet, dan dampak telematika
bagi masyarakat.

2
Bab 2

2 ACARA
DISKUSI

2.1. Pengantar Diskusi

Pengantar diskusi diisi oleh Bp. Giri Suseno selaku Ketua


Umum Mastel, dan Bp. Eddy Satriya selaku Asdep Telematika dan
Utilitas Kantor Menko Perekonomian.

Bp. Giri Suseno dalam pengantar diskusi


memaparkan tentang pentingnya penggunaan
telematika yang dapat menjadi pendukung dan
penggerak kehidupan bangsa di bidang Ideologi,
Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Keamanan.
Pada kenyataannya, telematika baru menjadi
faktor pendukung bagi bidang ekonomi.
Telematika baru dipandang sebagai kegiatan
ekonomi yang mampu memberikan “return” yang besar. Oleh sebab
itu diharapkan pemerintah lebih concern mengenai pengembangan
telematika ke depan karena telematika merupakan sektor strategis,
yang pengelolaannya tidak bisa diserahkan kepada masyarakat
seluruhnya.

Paparan beliau juga secara khusus menekankan pada perlunya


peningkatan pelaksanaan e-Government karena merupakan hal yang
berbeda dari apa yang berlaku saat ini. Konsekuensinya, cara

3
Bab 2

memegang dan menjalankan kekuasaan harus berubah. Harus ada


pembagian kekuasaan, partisipasi masyarakat, transparansi,
pelayanan dan fasilitas, efisiensi, dan produktifitas. Di sisi lain terjadi
perubahan-perubahan dimana kemudahan menjadi penting, jarak
menjadi tidak berarti lagi, perbedaan besar dalam gaya hidup dan
budaya, jalinan rumit antara commerce dengan trade, semakin
canggihnya jaringan pertahanan dan keamanan, dan penyediaan
anggaran besar. Selain itu, e-Government bukan hanya masalah
eksekutif, yang paling sulit justru di legislatif. Tidak mudah untuk
menyamakan pengertian di legislatif yang datang dari berbagai
kalangan.

Sedangkan pengantar diskusi dari Bp. Eddy Satriya berisi


tentang tujuan diselenggarakannya Diskusi Akhir Tahun Telematika
Indonesia, yaitu menyediakan ajang diskusi dua arah dengan periode
waktu yang memadai untuk menampung masukan masyarakat dan
dunia bisnis secara langsung, membahas berbagai permasalahan
telematika dan pengelolaannya terutama hal-hal yang berpotensi
menjadi kendala pembangunan, serta untuk mendapat masukan guna
meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi pembangunan telematika
bagi pemangkukepentingan (stakeholder) yang semakin beragam.

Dalam pengantar diskusi ini dijelaskan pula secara garis besar


mengenai tugas pokok dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, kondisi makroekonomi, dan kebutuhan investasi
infrastruktur di Indonesia. Pengantar diskusi dilanjutkan dengan
permasalahan dan tantangan pengembangan telematika di Indonesia
saat ini, termasuk kerangka regulasi dan kebijakan nasional, industri

4
Bab 2

telematika, aplikasi telematika, SDM telematika, serta program


DeTIKNas.

Presentasi pengantar diskusi dari Bp. Giri Suseno dan Bp. Eddy
Satriya dapat dilihat pada Lampiran 3.

2.2. Materi Diskusi

Acara diskusi segera dilaksanakan setelah pembukaan dan


paparan pengantar diskusi disampaikan. Mengingat tujuan utama
acara adalah untuk menampung masukan dari pelaku telematika dan
masyarakat, maka alokasi waktu disediakan cukup lama yaitu sekitar
2,5 jam. Dalam sesi
tanya jawab dan dis-
kusi cukup banyak
peserta yang men-
dapat kesempatan
bertanya untuk me-
nyampaikan perma-
salahan yang diha-
dapi, kritik, ide dan pemikiran, ataupun sekedar berkomentar atas
situasi terakhir perkembangan telematika nasional. Tercatat tidak
kurang dari 21 orang telah memberikan pertanyaan dan tanggapan
mereka. Nama-nama mereka dapat dilihat dalam Notulen pada
Lampiran 4. Di samping peserta dari LSM, sebagian besar penanya
merupakan para tokoh di organisasi masing-masing dengan
pengalaman dan jam terbang tinggi sebagai pelaku telematika
Indonesia.

5
Bab 2

Diskusi mengarah dengan tajam kepada persoalan-persoalan


mendasar pengelolaan telematika yang meliputi antara lain: faktor
kepemimpinan (leadership) untuk memajukan telematika, tingkat
kepedulian (awareness) akan potensi telematika dalam perekonomian
dan ilmu pengetahuan, regulasi dan kerangka kebijakan, struktur
industri, digital divide, peningkatan aplikasi, dan penyediaan
infrastruktur murah telematika, khususnya Internet. Diskusi sedikit
melebar kepada salah satu masalah mendasar yang dihadapi bangsa
kita saat ini, ketika salah seorang peserta yaitu dari LSM Pejuang
Tanpa Akhir (PETA) mengangkat isu sistem ekonomi nasional dan
korporasi multinasional (MNC) di sektor telematika. Diskusi
berlangsung dalam suasana hangat dan meriah karena partisipasi
seluruh peserta yang sangat serius dan memang menginginkan
terjadinya perbaikan terhadap telematika nasional.

Di samping isu-
isu standar tersebut di
atas, diskusi juga
mengangkat masalah
seputar keputusan
KPPU tentang dugaan
praktek anti-monopoli
Temasek Group dalam
sektor telekomunikasi dan juga tentang gagalnya pelaksanaan
program Universal Service Obligation (USO) Telekomunikasi yang
baru saja dibatalkan tendernya oleh Depkominfo setelah menyisakan
PT. Telkom dan PT. ACeS dalam proses seleksi akhir.

6
Bab 2

T e l e m a t i k a dianggap sebagai sektor strategis yang


pengelolaannya masih harus dilaksanakan pemerintah dengan
melibatkan pihak swasta sesuai aturan yang berlaku. Namun
demikian kepemilikan saham dan pengelolaannya disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat serta sifat industri yang sarat investasi. Karena
itu, diperlukan sinkronisasi Peraturan Presiden yang akan dibuat
sebagai turunan UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal yang
baru diterbitkan. Terkait dengan investasi ini, diskusi juga
mengangkat isu tentang jumlah operator yang wajar di Indonesia,
mengingat dari awal tidak ada kejelasan jumlah atau batasan operator
yang diperbolehkan.

Tingginya tarif Internet yang disebabkan oleh tertutupnya


struktur tarif dari masing-masing instansi/pelaku pasar juga menjadi
topik hangat yang menyita perhatian peserta diskusi. Salah satu
penyebab tingginya harga sambungan Internet di Indonesia adalah
mahalnya bandwidth internasional yang sampai saat ini masih belum
terpecahkan. Peserta dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) mengungkapkan untuk kapasitas bandwidth yang
sama, harga di Jakarta bisa mencapai 10 kali lipat harga di Singapura
dan Kuala Lumpur.

Terkait dengan penyediaan akses ke seluruh lapisan


masyarakat, maka disamping diteruskannya pembangunan Palapa
Ring yang menjadi salah satu tulang punggung (backbone)
telekomunikasi, diangkat juga isu tentang perlunya Pemda
menyediakan jasa last mile seperti Wifi gratis atau dengan harga yang
lebih terjangkau sehingga rakyat di kecamatan dan perdesaan mulai
mendapat layanan ini dan bisa digunakan untuk memacu penggunaan

7
Bab 2

Internet di daerah. Selama ini akses Internet murah via Wifi lebih
banyak dinikmati oleh masyarakat perkotaan.

Menurunnya pemanfaatan satelit untuk penggunaan telematika


di Indonesia juga menjadi sorotan penting dalam diskusi. Satelit
komunikasi yang telah menandai dimulainya era teknologi tinggi di
Indonesia pada 1976 melalui peluncuran Sistem Komunikasi Satelit
Domestik (SKSD) Palapa, kini semakin tertinggal dari negara tetangga
seperti Malaysia dan Singapura.

Perlunya peningkatan pemanfaatan telematika untuk


pendidikan dan e-literasi bangsa Indonesia juga menjadi topik yang
dibahas seru dalam diskusi. Terkait dengan hal ini seorang peserta
justru menanyakan kembali efektifitas MOU Depkominfo dengan
Microsoft yang dianggapnya telah membatasi percepatan penyebaran
telematika ke seluruh lapisan masyarakat,
terutama sekolah-sekolah di pelosok yang
minim anggarannya. Di sisi lain, Business
Software Alliance (BSA) dan Microsoft masih
mengatakan bahwa Indonesia adalah pembajak
perangkat lunak ketiga terbesar di dunia.
Terkait dengan penggunaan perangkat lunak
ilegal, kondisi riil di lapangan memperlihatkan
bahwa para penegak hukum semakin gencar
merazia penggunaan perangkat lunak di Warung Telekomunikasi
(Wartel) dan Warung Internet (Warnet). Suatu kondisi yang dapat
meningkatkan pengangguran dan menekan pertumbuhan UMKM.

Pendanaan telematika juga menjadi sorotan tajam ketika APJII


menyampaikan bahwa dalam anggaran yang disediakan untuk

8
Bab 2

telematika di departemen-departemen masih kecil dan sering


terlambat realisasinya. Di sisi lain, pengembangan sistem informasi
pemerintah masih berorientasi kepada perangkat keras, sementara
hal-hal lain seperti SDM dan perangkat lunak belum terlihat secara
jelas. Kondisi ini mengakibatkan lambatnya perkembangan e-
government di lembaga pemerintahan.

Perkembangan regulator (Badan Regulasi Telematika


Indonesia-BRTI) juga mendapat sorotan simpati dari peserta. Ketika
didiskusikan apakah sebaiknya BRTI lebih independen dengan
melepaskan diri dari Depkominfo, ada peserta yang justru ingin
mempertahankan BRTI tetap di bawah Ditjen Postel. Meski dirasakan
agak konservatif, pilihan tersebut dianggapnya masih lebih baik
karena bisa mengurangi intervensi partai politik dan politik uang
dalam pelaksanaan tugas BRTI. Dalam kaitan ini juga disinggung
tentang kejelasan pembagian wewenang untuk mengontrol persaingan
usaha antara BRTI dengan KPPU.

Keberpihakan pemerintah ataupun operator besar terhadap


perkembangan aplikasi dan berbagai teknologi baru yang bisa
dilaksanakan oleh industri dalam negeri juga mencuat tajam.
Disampaikan bahwa sudah ada beberapa industri dalam negeri yang
mempelopori penggunaan teknologi untuk Next Generation Network
(NGN), tapi justru tidak mendapat dukungan memadai. Demikian
pula beberapa industri konten dalam negeri yang justru akhirnya
dibeli oleh Korea kemudian dijual kembali (re-sale) ke Indonesia
dengan harga yang lebih tinggi.

Masalah budaya juga mendapat sorotan ketika akademisi dari


Universitas Gajah Mada mengatakan bahwa meskipun kota

9
Bab 2

Yogyakarta sudah melangkah pesat dalam pemanfaatan telematika,


namun kentalnya budaya dan birokrasi masih menjadi kendala dalam
menikmati berbagai kelonggaran yang harusnya sudah bisa
dilaksanakan. Beliau mengambil contoh ketika email yang masuk ke
pejabat di DIY masih harus dicatatkan dulu oleh sekretaris sebelum
didisposisikan kepada bawahannya. Sebagai seorang sosiolog beliau
juga mengangkat isu bahwa masyarakat saat ini sedang dihadapkan
terhadap tiga perubahan mendasar yaitu perubahan gerak ekonomi,
proses demokratisasi, dan proses desentralisasi. Beliau menyarankan
agar pembangunan lintas sektor, masalah gender dan etnis juga
sebaiknya disentuh oleh telematika.

Dirjen Aplikasi Telematika Depkominfo


memberi masukan bahwa bidang Telematika
selalu dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu dimensi
teknologi, finansial dan regulasi. Dimensi
teknologi harus dipahami dari dua sisi, sisi baik
maupun sisi buruknya. Sektor finansial juga tidak
kalah penting harus dipahami karena teknologi
dibeli dari luar dengan harga sangat mahal, oleh
sebab itu ada aturan-aturannya. Diharapkan regulator dapat
memahami ketiga dimensi tersebut.

Beliau juga menambahkan, Depkominfo akan sangat senang


jika ada matriks yang terkait dengan kebijakan yang telah ditetapkan,
sampaikan dampaknya, usulan-usulan, karena Pemerintah akan selalu
melakukan pengaturan kembali (re-alignment).

Setelah mendapat pujian dan penilaian sukses dari Dirjen


Aplikasi Telematika, diskusi ditutup pula dengan pernyataan yang

10
Bab 2

cukup memprihatinkan dari Ditjen Postel ketika mereka


mengungkapkan kesulitan dalam melaksanakan tugas membina
telematika di Indonesia karena keterbatasan SDM dan sulitnya proses
rekrutmen untuk mendapatkan tenaga-tenaga birokrasi yang
potensial.

Terkait dengan pengembangan industri telekomunikasi, seorang


peserta juga mengangkat isu apakah pemerintah tidak berkeinginan
membesarkan PT. Telkom sebagai satu-satunya BUMN
Telekomunikasi untuk menjadi “national champion”?

Dari beberapa peserta diskusi juga terungkap keinginan agar


DeTIKNas juga mampu cepat tanggap terhadap berbagai isu penting
yang kebetulan
berada di luar 7
f l a g s h i p s
p r o g r a m
DeTIKNas. H a l
ini dirasa penting
karena dinamika
yang sangat
tinggi dari berbagai aspek dalam pengembangan telematika baik
untuk keperluan pemerintah ataupun masyarakat.

Semua materi diskusi tersebut di atas termasuk komentar,


pertanyaan, dan tanggapan dari peserta maupun pemapar bahan
pengantar diskusi dapat dilihat dalam notulen yang dirangkum dalam
Lampiran 4.

11
Bab 2

12
Bab 3

3 ANALISIS
HASIL
DISKUSI

Dari paparan pengantar diskusi serta setelah memperhatikan


dengan seksama jalannya sesi tanya jawab yang menampung tidak
kurang dari 21 peserta, maka berikut ini adalah analisis sesuai dengan
topik yang dibahas.

3.1. Regulasi dan Kerangka Kebijakan

Untuk topik Regulasi dan Kerangka Kebijakan, masalah utama


yang mencuat adalah masih belum selesainya Undang Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU – ITE). Dengan
memperhatikan UU Telekomunikasi dan UU Penyiaran yang ada saat
ini, maka ada tiga alternatif yang mungkin dilaksanakan:
 UU Telekomunikasi, UU Penyiaran dan UU Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE), yang saat ini masih merupakan RUU
disatukan menjadi satu Undang – Undang;
 UU Telekomunikasi, UU Penyiaran dan UU ITE tetap terpisah,
namun sudah sejalan dan sudah diharmonisasikan;
 UU Telekomunikasi dan UU Penyiaran menjadi satu Undang –
Undang, dan RUU ITE yang saat ini masih dibahas di DPR tetap
berdiri sendiri.

13
Bab 3

Ketika buku ini dalam tahap penyelesaian, ternyata UU ITE


telah disahkan DPR bersama Pemerintah pada tanggal 25 Maret
2008. Namun demikian kemungkinan sinergi dan kombinasi UU ITE
dengan UU Telekomunikasi dan UU Penyiaran dalam rangka
mengantisipasi konvergensi seperti diuraikan di atas masih tetap
relevan untuk ditindaklanjuti mengingat ketiganya masih berlaku
hingga saat ini. Menjadi tantangan kemudian adalah menyiapkan
peraturan pelaksanaan berupa Peraturan Pemerintah ataupun
Keputusan Presiden yang relevan dan sejalan dengan berbagai
regulasi lainnya.

Di samping itu juga perlu diperhatikan peraturan pelaksanaan


dari Undang Undang Penanaman Modal yang akan terbit. Diharapkan
Depkominfo ikut aktif memantau pembuatan PP atau Keppres yang
terkait dengan industri serta aspek investasi telematika.

Keberadaan BRTI juga menarik untuk dikaji lebih jauh


sehubungan peningkatan aspek independensinya. Jika BRTI tetap di
bawah atau berafiliasi dengan Departemen Teknis (Depkominfo cq.
Ditjen Postel) maka independensi BRTI tetap diragukan. Namun jika
dilepas sebagai Badan Independen, besar kemungkinan akan
dipenetrasi oleh partai politik. Hingga saat ini, BRTI sudah
mengantisipasi hal tersebut, namun BRTI masih harus berkonsentrasi
terlebih dulu kepada Blue Print Telematika.

Blue Print Telematika tahun 1997 saat ini sudah sangat


mendesak untuk diperbaharui, mengingat perubahan iklim investasi
serta kemajuan teknologi yang sangat pesat. Untuk itu upaya bersama
perlu terus dilanjutkan untuk menyelesaikan Blue Print Telematika
sejalan dengan target Inpres No. 6/2007 tentang Kebijakan

14
Bab 3

Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha


Mikro, Kecil dan Menengah.

3.2. Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur perlu dikembangkan guna


memenuhi permintaan terhadap jasa telematika yang meningkat dari
hari ke hari. Khusus untuk pembangunan Serat Optik Palapa Ring,
Depkominfo diharapkan dapat segera memulai persiapan pelaksanaan
sosialisasi proyek ini ke kantor-kantor Pemda yang daerahnya
menjadi lokasi Palapa Ring. Pelaksanaan pembangunan proyek ini
masih dalam proses tender yang seyogyanya sudah disosialisasikan
kepada masyarakat dan daerah-daerah di Indonesia Bagian Timur
yang kota dan kabupatennya dilewati proyek ini.

Di samping pembangunan baru infrastruktur Fixed Wireless


Access (FWA) dan Global System for Mobile Communication (GSM),
juga dirasakan penting untuk memanfaatkan kapasitas telepon tetap
yang berpotensi menjadi “telepon tidur” dimana Average Revenue Per
User (ARPU) nya semakin kecil. Meskipun jumlah telepon tetap tidak
sampai 10 juta ss, kapasitas yang ada tersebut akan sangat bermanfaat
jika dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi yang ada saat ini seperti
untuk e-learning, e-health dan lain-lainnya. Terlebih lagi jika dilihat
ke belakang, pengadaan infrastruktur pada era 1990-an menyedot
dana cukup besar karena pada waktu itu harga ekivalen per ss telepon
tetap masih berkisar US$ 500-800 yang sebagian besar dibiayai dari
pinjaman lunak.

Sementara itu, langkah terobosan sangat diperlukan untuk


mencari penyelesaian kebuntuan pelaksanaan program USO yang

15
Bab 3

gagal lagi dilaksanakan pada tahun 2007, setelah terhenti dua tahun
sebelumnya. Program USO sangat diharapkan masyarakat di daerah-
daerah yang belum terlayani. Dari pengamatan kami di beberapa
daerah pada tahun 2007 ditemukan kondisi yang sangat
memprihatinkan dimana banyak potensi ekonomi dan potensi
masyarakat daerah secara umum, tidak bisa dikomunikasikan dan
dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan infrastruktur
telekomunikasi.

Semakin meningkatnya persaingan regional di bidang satelit,


juga sebaiknya mendapat perhatian yang besar dari
pemangkukepentingan. Masuknya siaran TV Berbayar “ASTRO” telah
memperlihatkan betapa kita telah lengah dalam infrastruktur satelit.
Ku-Band yang tidak dilirik sama sekali oleh Indonesia - yang masih
terpaku pada paradigma lama tentang redaman hujan- telah
dimanfaatkan Astro untuk meraih pangsa pasar TV Berbayar domestik
cukup besar. Sebagai pelopor teknologi satelit dengan Sistem
Komunikasi Satelit Domestik pada tahun 1976, Indonesia saat ini
mulai tertinggal dari negara tetangganya di Asia. Berbagai jenis satelit
asing telah menjadikan wilayah nusantara di bawah “foot print”
mereka yang jika waktunya persaingan bebas tiba, mereka telah siap
dengan berbagai infrastruktur dan jenis layanan. Sebagai contoh
Measat (Satelit Malaysia) yang menggunakan Ku-Band telah siap
dengan paling tidak 3 satelit terbaru mereka untuk memenangkan
persaingan pasar.

16
Bab 3

3.3. Industri Telematika

Cetak Biru industri telematika menjadi bagian penting dari road


map telematika nasional. Meski Departemen Perindustrian telah
menyelesaikan Cetak Biru (Kebijakan Industri Nasional), Depkominfo
diharapkan dapat mengisi atau memperkayanya untuk sektor
telematika. Besarnya investasi di sektor telematika yang sarat barang
modal dan teknologi baru sudah selayaknya diiringi pula oleh
tumbuhnya industri telematika nasional.

Sementara itu beberapa industri elektronika telekomunikasi


dalam negeri seperti PT. INTI dan PT. LEN di Bandung serta berbagai
usaha swasta lainnya sudah sewajarnya mampu menyerap sebagian
investasi yang masuk untuk pemanfaatan komponen lokal. Dengan
kata lain, perlu juga dipikirkan ulang tentang keberpihakan
pemerintah dalam rangka memberdayakan industri dalam negeri.
Baik untuk subsistem sentral, transmisi, maupun jaringan kabel.

Rencana pengembangan industri telematika ini dirasakan perlu


juga dikoordinasikan dengan berbagai instansi terkait lainnya seperti
Kantor Menristek, BPPT dan Bappenas mengingat keterkaitan yang
erat dari berbagai sektor dan lembaga penelitian yang ada di berbagai
instansi tersebut. Hingga saat ini belum ada semacam gugus tugas
yang mendapat arahan atau perintah melaksanakan mandat yang
cukup penting ini demi pengembangan industri telematika nasional.
Hingga hari ini Indonesia masih menjadi pasar besar yang baik dan
murah hati kepada berbagai produk luar yang nilai tambahnya justru
diperoleh industri telematika asing.

17
Bab 3

3.4. Aplikasi dan Konten

Penghargaan terhadap produk dan usaha-usaha untuk


mengikutsertakan konten lokal (local content) menjadi semakin
penting di sektor telematika. Karena itu pemerintah diharapkan dapat
meningkatkan pembinaan terhadap konten lokal yang berpotensi
cukup besar. Dari hasil diskusi terungkap bahwa berbagai aplikasi
baik di pemerintahan maupun swasta telah banyak yang
menggunakan hasil karya pelaku industri dalam negeri. Demikian
pula untuk aplikasi di bidang hiburan (entertainment) mapun di
bidang games. Tantangan ke depan adalah memulai pemanfaatan
karya anak bangsa dalam berbagai aplikasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan ekonomi sehari-hari.

Sementara itu, pelaksanaan e-governance dan praktek e-


government tinggal dilanjutkan ke daerah-daerah yang telah
beruntung memiliki pemimpin-pemimpin yang visinya sudah
melibatkan telematika.

Guna mengimbangi semakin mahalnya harga perangkat lunak,


program “Indonesia Go Open Source” (IGOS) sudah selayaknya
ditingkatkan dan diteruskan kepada tingkat yang lebih rendah dan
menyentuh masyarakat secara langsung sesuai keperluan mereka
sehari-hari. Sejalan dengan didengungkannya kembali “Visit
Indonesia Year 2008’, berbagai kegiatan budaya dan pariwisata
nasional sedapat mungkin juga mulai menggunakan karya-karya
dalam negeri yang tidak kalah mutunya dengan produk asing.

Dengan demikian juga menjadi penting untuk mengembangkan


dan memperbanyak “techno-park” dalam skala kecil yang hasilnya
dapat digunakan untuk menunjang aplikasi dan mengisi konten

18
Bab 3

berbagai layanan yang akan makin semarak seiring dengan


beroperasinya berbagai jenis komunikasi nirkabel baru seperti 3G dan
Wimax yang sudah di ambang mata.

3.5. Sumber Daya Manusia (SDM)

Pengembangan SDM bidang Telematika semakin menjadi isu


penting. Baik untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja
telematika di dalam dan luar negeri, serta untuk memenuhi
kebutuhan pegawai di kantor-kantor pemerintahan termasuk
Depkominfo. Program pemberian beasiswa dari Depkominfo
sebaiknya dilanjutkan untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi di
bidang telematika, demikian pula untuk berbagai departemen lainnya.

Penambahan jaringan dan akses untuk kantor-kantor


pendidikan dan sekolah dengan harga Internet yang murah dan gratis
dari Depdiknas kiranya perlu didukung oleh semua pihak. Dengan
demikian menjadi penting pula untuk mempercepat terwujudnya
berbagai fasilitas akses telematika (suara, gambar, dan data) untuk
berbagai wilayah terpencil sekalipun.

19
Bab 3

20
Bab 4

4 PASCA
DISKUSI

Semarak diskusi di Graha Sawala Depkeu, ternyata diikuti pula


oleh diskusi yang tidak kalah meriah dan hebohnya di berbagai
mailing list (milis) terkait telematika di Indonesia, antara lain di milis
Mastel-Anggota dan Telematika. Pada awalnya, berbagai rasa
pesimisme mengiringi diskusi virtual di milis. Namun akhirnya
dengan kesadaran dari berbagai pihak, telah dibuatkan butir-butir
topik diskusi yang akan dibahas oleh pemerhati, pelaku pasar,
maupun operator telematika Indonesia yang tersebar di seluruh
penjuru dunia.

Gema Diskusi Akhir Tahun Telematika Indonesia masih terus


muncul dalam diskusi, termasuk dalam rapat awal tahun pelaksanaan
DeTIKNas di Depkominfo baru-baru ini, serta pemberitaan media
massa seperti Kompas (14 Januari 2008) yang masih
memunculkannya pada analisa “Hal – Teknologi Informasi”.

Tanggapan dalam beberapa milis yang membahas kelanjutan


dari diskusi ini sekilas dapat dilihat pada Lampiran 5.

Dalam perkembangannya, menjelang penyelesaian buku ini juga


terjadi beberapa peristiwa penting dalam telematika nasional. Seperti
disampaikan dalam bab sebelumnya, UU ITE akhirnya telah disahkan

21
Bab 4

oleh DPR bersama dengan Pemerintah. Diidentifikasi ada beberapa


peraturan pelaksana yang harus segera disiapkan guna menjamin
berlangsungnya implementasi di kemudian hari, antara lain: tentang
Tanda Tangan Elektronik; Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik;
Penyelenggaraan Sistem Elektronik; Transaksi Elektronik;
Pengelolaan Nama Domain; Lawfull Interception. Berdasarkan
kebutuhan dan kemudahan pelaksanaan, peraturan pelaksanaan
tersebut bisa saja digabungkan atau dikombinasikan.

Namun UU ITE ini seolah mendapat ujian dimasa awal


implementasinya. Berbagai kehebohan yang dipicu oleh
ditayangkannya film “FITNA” yang disunting oleh salah seorang
anggota parlemen kerajaan Belanda telah menggiring UU ITE menjadi
sasaran complain sehubungan dengan diblokirnya situs
www.youtube.com dan beberapa situs atau portal penyedia jasa blog.
Berbagai kritikan dan umpatan diarahkan kepada UU yang
semestinya memiliki bobot lebih banyak untuk pengembangan
ekonomi nasional melalui penyebaran informasi dan proteksi
transaksi elektronik. Berbagai kritikan justru mengarah kepada isu
kebebasan pers, pencemaran nama baik dan pornografi.

Juga telah disahkan UU tentang Keterbukaan Informasi Publik


(KIP) yang menjadi fondasi awal terciptanya praktek good
governance yang transparan, terbuka dan partisipatoris sebagaimana
telah dimulai di berbagai negara termasuk di beberapa negara
berkembang lainnya dalam melayani jasa publik.

Sejalan dengan penerbitan buku DATTI ini, juga terekam


peristiwa dikeluarkannya Peraturan Menkominfo No. 2 tahun 2008
tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama

22
Bab 4

Telekomunikasi yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang


lebih besar bagi industri konstruksi dalam negeri untuk membangun
menara telekomunikasi. Namun berbagai pihak justru menuding
peraturan tersebut tidak sejalan dengan berbagai kebijakan
pemerintah yang ada saat ini, salah satunya adalah dengan kebijakan
di bawah Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan
Investasi (PEPI). Kesimpangsiuran dalam mensinergikan peraturan-
peraturan tersebut masih terjadi dan ramai diperbincangkan ketika
buku ini naik cetak.

Di samping itu juga ramai didiskusikan di kalangan pelaku


telematika, khususnya di Jawa Timur, tentang terjadinya razia besar-
besaran di sebuah Mall yang menjual perangkat keras dan perangkat
lunak komputer, yaitu di High Tech Mall atau dikenal juga dengan
THR Mall. Berbagai perangkat keras yang tidak memiliki sertifikasi
dari Depkominfo (cq. Postel) atau tidak dilengkapi dengan buku
manual berbahasa Indonesia juga ikut diangkut polisi. Kondisi yang
memprihatinkan ini mulai mengimbas ke berbagai daerah di Jawa
Timur, termasuk dikumpulkannya para pemilik Warnet dan Wartel di
sebuah kabupaten di Jawa Timur oleh polisi baru-baru ini.

23
Bab 4

24
5 KESIMPULAN
DAN
REKOMENDASI

Dari pelaksanaan diskusi dapat disimpulkan bahwa


pengembangan telematika nasional hendaknya masih tetap
diperhatikan oleh pemerintah dan diupayakan untuk semakin
mendapat prioritas yang
tinggi sebagai bagian
dari i n f r a s t r u k t u r
ekonomi nasional.
Bekerja sama dengan
instansi terkait, Kantor
M e n k o B i d a n g
P e r e k o n o m i a n
akan mengkoordinasikan pemutakhiran matriks permasalahan,
langkah tindak lanjut yang harus diambil, target penyelesaian, serta
instansi terkait dan instansi yang bertanggung jawab sebagai
executing agency.

Dari hasil diskusi terlihat bahwa banyak juga persoalan


telematika yang telah ditangani dengan baik di Depkominfo dan
departemen terkait lainnya, namun ada beberapa isu regulasi dan isu
lintas sektor lainnya yang masih membutuhkan sinkronisasi dan

25
koordinasi pelaksanaan program-program yang tidak bisa
ditinggalkan begitu saja.

Beberapa isu penting yang masih harus mendapat perhatian


dari pimpinan Kantor Menko Bidang Perekonomian antara lain
meliputi:

a. Mencarikan titik temu dari konvergensi UU – ITE dengan UU


Telekomunikasi No. 36/1999 dan UU Penyiaran No. 32/2002.
b. Menurunkan tarif sambungan internet hingga terjangkau
masyarakat, misalnya ke tingkat Rp 150.000,- per bulan –
unlimited.
c. Meminta penjelasan tentang gagalnya Tender USO-
Telekomunikasi dan memastikan program USO dapat berjalan
pada Tahun Anggaran 2008, karena program USO sudah tidak
berjalan dalam 2 tahun anggaran terakhir.
d. Mensinkronkan penyusunan peraturan turunan UU Penanaman
Modal untuk sektor telematika.
e. Meningkatkan iklim investasi sektor telematika dengan
mempercepat penyelesaian Road Map Telematika guna memacu
pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
termasuk hal-hal yang terkait isu HAKI dalam penggunaan
software untuk Wartel dan Warnet.
f. Mensinkronkan pelaksanaan tugas KPPU dengan Badan Regulasi
Telekomunikasi Indonesia dalam pelaksanaan persaingan sehat di
sektor telematika.

Adapun ringkasan permasalahan dan langkah tindak lanjut


pengembangan Telematika Nasional dapat dilihat dalam Lampiran 1.

26
Lampiran 1.
Tindak Lanjut (Action Plan) Telematika
PERMASALAHAN / TARGET
NO. TINDAKAN KELUARAN SASARAN STATUS INSTANSI TERKAIT
TOPIK PENYELESAIAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. DeTIKNas  Pengembangan TIK melalui


percepatan program-program
flagship DeTIKNas
- e-Pendidikan Jardiknas yang Tahun 2009 Meningkatnya iptek & Pelaksanaan Depdiknas*,
Mengembangkan konten menghubungkan keahlian SDM dan siap Bappenas,
dengan melibatkan pengajar semua kantor Diknas sebagai bagian dari Depkominfo,
tingkat provinsi dan masyarakat berbasis Deperind, KNRT,
kabupaten, sekolah informasi dan Kementerian PAN
dan PT seluruh berkemampuan global
Indonesia

- e-Procurement Beroperasinya Tahun 2008 Semua Tender Pemerintah Pelaksanaan Bappenas*,


Penyempurnaan model E-Procurement di dilakukan secara Depkominfo, Depkeu,
e-tendering dan kantor – kantor transparan dan elektronik Deperind, KNRT,
pengembangan model Pemerintahan sehingga kinerja Kementerian PAN
e-procurement lainnya Pemerintah menjadi lebih
cepat, lebih murah,
transparan, dan dapat
mengurangi kebocoran
dan manipulasi pajak dan
PNBP

- National Single Window (NSW) National Single Tahun 2008 Peluang ekspor & impor Pelaksanaan Depkeu*, Depkominfo,
Window (NSW) di lebih cepat dan proses Depdag, Dephub,
seluruh pelayanan lebih cepat serta Deptan, Depkumham,
kepelabuhan mempercepat pergerakan Deplu, Deperind,
perekonomian, sehingga KNRT, Kementerian
memiliki implikasi PAN
positif di forum
internasional.

- e-Anggaran Tersedianya Tahun 2009 Terciptanya Indonesia Persiapan, Depkeu*, Bappenas,


Penerapan 3 pilar sistem E-Anggaran untuk yang transparan dan butuh Depkominfo,
penganggaran baru yaitu: meningkatkan efisien melalui koordinasi percepatan Deperind, KNRT,
unified budgeting; medium efisiensi dan Sistem Anggaran Nasional Kementerian PAN
term expenditure transparansi dalam antar Kementerian /
PERMASALAHAN / TARGET
NO. TINDAKAN KELUARAN SASARAN STATUS INSTANSI TERKAIT
TOPIK PENYELESAIAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

framework; dan performance pengelolaan Lembaga dan DPR.


based budgeting anggaran Negara.

- Nomor Identitas Nasional Penggunaan Nomor Tahun 2009 Penggunaan identitas Persiapan, Depdagri*, Bappenas,
(NIN) Identitas Nasional tunggal untuk setiap butuh Depkominfo, Depkeu,
Pembangunan Data Center (NIN) yang penduduk sebagai dasar percepatan Deperind, KNRT,
Kependudukan dan merupakan kunci untuk identifikasi Kementerian PAN
mengkonsolidasikan, akses dalam berbagai pelayanan publik
memverifikasi data pelayanan publik (perpajakan, kesehatan,
kependudukan secara kependudukan, SIM,
nasional Jaminan sosial, dll)

- Palapa Ring Jaringan back-bone Tahun 2009 Akses komunikasi Sudah Depkominfo*,
Perlu sinkronisasi dan serat optik nasional terhubung di seluruh kota diusulkan ke Bappenas, Depkeu,
koordinasi usulan yang menjangkau 33 / kabupaten dan internet Depkeu Deperind, KNRT
keringanan pembayaran propinsi dan 440 dapat dinikmati di seluruh
pajak dan bea masuk dari kota / kabupaten di Indonesia dengan harga
konsorsium seluruh Indonesia murah.

- Software legal Tahun 2009 Citra positif Indonesia di Pelaksanaan Depkominfo*,


Perlu sosialisasi di setiap forum Internasional Bappenas, Depdag,
lembaga / Departemen meningkat dengan Depkeu, Deperind,
penggunaan software KNRT, Kementerian
legal (di seluruh instansi PAN
Pemerintah dan bertahap
secara nasional).

Monitoring Pelaksanaan :
 Pembentukan lembaga GCIO Terbentuknya CIO di Tahun 2008 Memudahkan komunikasi Persiapan Depkominfo*,
(Government Chief Information setiap Kementerian / antar departemen dan Kementerian PAN,
Officer) Lembaga Pusat dan koordinasi dalam kabinet KNRT
Daerah
PERMASALAHAN / TARGET
NO. TINDAKAN KELUARAN SASARAN STATUS INSTANSI TERKAIT
TOPIK PENYELESAIAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

 Government Information Online Tahun 2008 Depkominfo*, Setneg


System (GIOS)

 President Accountability System Sistem Akuntansi Tahun 2008 Membantu penyiapan Persiapan BPKP*, Depkominfo
(PAS) Anggaran untuk bahan monitoring untuk
Presiden Presiden

 Free Internet for Student Layanan internet Desember 2008 Mempercepat penyediaan Depdiknas*,
gratis pada 7.000 dan berlanjut akses Internet gratis di Depkominfo, KNRT
SMU dan sederajat sekolah sehingga
yang tersebar di mencapai seluruh SMU.
seluruh wilayah
Indonesia dan
berlanjut hingga
mencapai 17.000.

 Revitalisasi Industri Tahun 2008 Depkominfo,


Deperind, KNRT

2. Penyediaan  Percepatan pembangunan Tersedianya 38.471 Tahun 2009 Mewujudkan aksesibilitas Tender ulang Depkominfo*,
Infrastruktur Dasar telepon perdesaan baik inisiatif telepon di 38.471 telekomunikasi bagi USO masih Kementerian PDT,
di Perdesaan Pemda atau melalui APBN (USO) desa wilayah dan sebagian belum ada DKP, Kemenko Kesra
masyarakat yang belum kejelasan
terjangkau jaringan dan sehubungan
jasa telekomunikasi. keputusan
sela PTUN
PERMASALAHAN / TARGET
NO. TINDAKAN KELUARAN SASARAN STATUS INSTANSI TERKAIT
TOPIK PENYELESAIAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

3. Regulasi dan Kerangka


Kebijakan
 Penyesuaian UU 36/ Penyelesaian Naskah Akademik Naskah RUU Tahun 2009 Menyediakan regulasi Penyusunan Ditjen Postel (BRTI)
1999 penyesuaian UU 36/1999 Telematika guna mengakomodasi naskah Depkominfo
perkembangan bisnis dan akademik
kebutuhan regulasi di
sektor Kominfo

 RUU ITE (Rancangan Percepatan proses pembahasan UU ITE Tahun 2008 Menyediakan landasan Sudah di DPR Depkominfo
UU Informasi dan dengan DPR hukum dan aturan yang
Transaksi Elektronik) jelas dalam pengelolaan
informasi dan transaksi
elektronik

 Rancangan Peraturan Mempercepat penyelesaian Tersusunnya September 2009 Terciptanya kepastian Persiapan Depkominfo*
Pemerintah sebagai Rancangan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah hukum di bidang
tindak lanjut UU ITE (RPP) sebagai Tindak Lanjut UU ITE (PP) sebagai Informasi dan Transaksi
- Penyelenggara Sertifikasi peraturan turunan UU Elektronik
Elektronik dan Tanda Tangan ITE tentang :
Elektronik - Penyelenggaraan
- Penyelenggaraan Sistem Sertifikasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik dan
Elektronik Tanda Tangan
- Pengelola Nama Domain Elektronik
- Lawful Interception - Penyelenggaraan
- Lembaga Data Strategis Sistem Elektronik
dan Transaksi
Elektronik
- Pengelola Nama
Domain
- Lawful
Interception
- Lembaga Data
Strategis
PERMASALAHAN / TARGET
NO. TINDAKAN KELUARAN SASARAN STATUS INSTANSI TERKAIT
TOPIK PENYELESAIAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

 Peninjauan kembali Pembentukan Tim terpadu yang Rekomendasi Triwulan I - Mempercepat pelaksanaan Re-tender BTIP*
terhadap mekanisme mengakomodir beberapa Instansi pelaksanaan tender 2008 USO Telekomunikasi yang
dan aturan tentang terkait USO telah disediakan anggaran
pelaksanaan tender lewat APBN + dana
USO Telekomunikasi operator

 Peraturan-peraturan Pengkajian ulang semua peraturan Depkominfo*,


yang menghambat yang berhubungan dengan TIK Bappenas,
pengembangan TIK Depkumham

 RUU Cyber Crime dan Penyusunan draft RUU Tahun 2008 Depkominfo (APTEL)
RUU Ratifikasi
Convention on Cyber
Crime

4. Infrastruktur
 Sosialisasi Palapa Peningkatan sosialialisasi Terlaksananya Tahun 2008 Meningkatkan kesiapan Persiapan Ditjen Postel
Ring implementasi kegiatan Palapa Ring sosialisasi rencana pemda yang wilayahnya pelaksanaan
pembangunan Palapa dilalui jaringan serat optik
Ring ke wilayah Palapa Ring guna
pemda dan instansi melancarkan pelaksanaan
terkait pembangunannya
 Tertundanya Peninjauan ulang tender Rekomendasi Tahun 2008 Mempercepat pelaksanaan BTIP, Depkominfo
Implementasi penyelenggara USO pelaksanaan tender USO Telekomunikasi
kegiatan USO Telekomunikasi USO
Telekomunikasi

 Internet gratis untuk Pembuatan model matematis dan Rencana lengkap Tahun 2009 Mempercepat penyediaan Persiapan Depdiknas
pelajar SMU dan ekonomi untuk perhitungan biaya pelaksanaan Internet akses Internet di sekolah
sederajat gratis

5. Industri
 Cetak Biru Industri Percepatan penyelesaian Cetak Cetak Biru Tahun 2009 Menyediakan pemetaan Persiapan Depkominfo, Deperind
Telematika Biru Industri Telematika Pengembangan rencana pengembangan
Industri Telematika industri telematika dalam
negeri
PERMASALAHAN / TARGET
NO. TINDAKAN KELUARAN SASARAN STATUS INSTANSI TERKAIT
TOPIK PENYELESAIAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

6. Aplikasi / Konten
 Konten lokal Peningkatan penghargaan dan Meningkatnya Tahun 2008 Mengembangkan industri Pelaksanaan, Depkominfo
penggunaan konten lokal pemanfaatan konten telematika melalui aplikasi tapi masih
lokal yang bersumber dari “local tertinggal
wisdom”

 Pelaksanaan e- Pengintegrasian data dan Meningkatnya Tahun 2008 Mempercepat reformasi Pelaksanaan, Depkominfo
Government penerapan standarisasi aplikasi pemanfaatan aplikasi birokrasi dan tapi masih
e-Gov e-Government di mempermudah pelayanan tertinggal
daerah dan pusat publik

 Open source Peningkatan sosialisasi dan Meningkatnya Tahun 2008 Memperbaiki peringkat Depkominfo, KNRT
penggunaan open source di penggunaan open Indonesia dalam
lingkungan pemerintah dan BUMN source pembajakan perangkat
lunak sekaligus
mengembangan
kemampuan pembuat
perangkat lunak lokal

7. SDM
 SDM Telematika Melanjutkan program pendidikan Sarjana S-2 dan S-3 Tahun 2008 - 09 Meningkatkan Pelaksanaan Depkominfo
S2 dan S3 Telematika dalam dan dibidang Telematika kemampuan SDM di
luar negeri Depkominfo dan instansi
pemerintah lainnya di
bidang telematika

8. Lain-lain
 Internet murah / Peningkatan kerjasama antara Persaingan industri Tahun 2008 Menurunkan tarif internet Pelaksanaan Depkominfo
gratis operator besar dan NAP/ISP kecil sehat dengan tarif dan meningkatkan
wajar pengguna internet sampai
ke daerah pelosok

 Daftar Negatif Mensinkronkan DNI sektor Kejelasan Berkala Mempercepat / Pelaksanaan Depkominfo, BKPM
Investasi sektor Telekomunikasi persyaratan/perijinan memperjelas status
Telekomunikasi investasi asing investasi asing

*) Instansi Penanggung Jawab


Lampiran 2.
Undangan dan Agenda Acara
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2 - 4, Jakarta 10710
Telepon : 3808384 – 3850119. Fax : 3440394

Nomor : UND - 160/D.V.M.EKON/12/2007 Jakarta, 19 Desember 2007


Perihal : Diskusi Akhir Tahun Telematika Indonesia
Lampiran : Daftar Undangan

Kepada Yth. :
Daftar Undangan Terlampir
di
Tempat

Dalam rangka peningkatan sinkronisasi dan koordinasi pembangunan lintas sektor


telematika pada TA 2008 mendatang serta guna menghimpun masukan dari pemangku kepentingan
(stakeholder) terkait, dengan ini kami mengundang kehadiran Saudara dalam Diskusi Akhir Tahun
Telematika Indonesia yang akan diselenggarakan pada :

Hari/Tanggal : Kamis/27 Desember 2007


Jam : 09.30 WIB – selesai
Tempat : Ruang Graha Sawala, Gedung Utama Lantai 1
Departemen Keuangan
Jln. Lapangan Banteng Timur No 2-4, Jakarta, 10710

Mengingat pentingnya acara, kehadiran Saudara tepat pada waktunya sangat diharapkan.

Demikian dan atas kehadiran Saudara diucapkan terima kasih.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur


dan Pengembangan Wilayah

TTD

Bambang Susantono
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
AGENDA
DISKUSI AKHIR TAHUN TELEMATIKA INDONESIA
Graha Sawala, Gedung Utama, Menko Perekonomian
Jakarta, 27 Desember 2007

09.00 – 09.30 Wib Pendaftaran Peserta


09.30 – 09.45 Wib Sambutan dan Pembukaan oleh Bpk. Kemal A. Stamboel, Wakil
Ketua Tim Pelaksana DETIKNAS
09.45 – 10.45 Wib Paparan Pengantar Diskusi oleh :
a. Bpk. Giri Suseno Hadihardjono, Ketua Umum Mastel
b. Bpk. Eddy Satriya, Asdep Telematika dan Utilitas
10.45 – 12.45 Wib Tanya Jawab dan Diskusi
12.45 Wib - Selesai ISHOMA

Catatan :
Jika ada masukan/tanggapan/kritik atau saran yang tidak sempat dibahas dalam diskusi, dapat
dikirimkan melalui fax : 021 – 3456817 atau email kepada : Frista Vetrina (frista@ekon.go.id)
atau Rudy Dharmanto (rudydharmanto@ekon.go.id)
Lampiran 3.
Pengantar Diskusi

Lampiran 3.1

Lampiran 3.2

(Disajikan dalam file tersendiri)


Lampiran 4.
Notulensi Diskusi
NOTULEN
DISKUSI AKHIR TAHUN TELEMATIKA INDONESIA
Ruang Graha Sawala, DEPKEU
27 Desember 2007

PEMBUKAAN – Bp. Kemal A. Stamboel


- Beberapa perkembangan DeTIKNas sebagai lembaga yang mendapatkan
mandat untuk memonitor policy dan strategy TIK Indonesia:
o Tujuh program inti (flagship) DeTIKNas: e-Education, Palapa Ring,
e-Government (National Identity Number, National Single Window,
e- Procurement dan e- Budgeting), legalisasi software di
Pemerintah.
o Ketujuh program tersebut di atas berjalan dengan baik kecuali
National Identity Number yang baru fokus pada pemilu.
o Teknologi tidak menjadi masalah besar, tantangan justru terjadi
di governance dan benefit realization untuk publik.
o Pada ulang tahun pertama DeTIKNas 22 Nopember 2007,
diadakan seminar nasional “Progres Pembangunan Flagship TIK
Nasional” (evaluasi satu tahun DeTIKNas) dimana masing-masing
flagship memaparkan kemajuannya.
o Ada 3 hal yang harus ditangani segera: (1) Leadership dalam
pengelolaan pelaksanaan program DeTIKNas; (2) Budaya Kerja
masih menjadi hambatan pelaksanaan DeTIKNas; (3)
Infrastructure readiness.
- Management issues dalam pengelolaan ICT:
o Leadership dalam pelaksanaan program.
 Mulai tahun 2008 di setiap departemen akan ada CIO
(counterpart dari Menteri) yang bertanggung jawab
terhadap pengelolaan dan berbagai masalah ICT di
departemen.
 Keseimbangan antara pengelolaan pusat daerah yang
masih perlu didiskusikan lebih jauh.
 Legislasi undang-undang ITE yang sedang dalam
proses.
 Budget Allocation, masih terjadi kesulitan pengalokasian
anggaran untuk flagship program, tapi Bappenas sudah
memberikan gambaran.
o Budaya kerja yang masih menjadi hambatan dalam pelaksanaan
program.
 Sharing informasi antar departemen yang masih belum
cukup lancar.
 Government information yang online belum cukup
banyak.
o Infrastructure readiness
 Akan di address secara spesifik dalam program Palapa
Ring yang akan menghubungkan seluruh kabupaten di
Indonesia. Bagus sekali karena sudah ada komitmen
stakeholder.
 Hal penting lain adalah pembiayaan Palapa Ring yang
akan ditanggung oleh operator / private sector.
 Diharapkan program ini dapat mengurangi
permasalahan digital divide.
- Konsep penyelenggaraan penyediaan procurement dari ICT.
o Indonesia merupakan salah satu pembeli teknologi yang terbesar
(saat ini sekitar USD 5 Milyar per tahun).
o Pemerintah sendiri menganggarkan sekitar Rp. 3 T untuk ICT.
Perlu ada pemikiran yang sistematik yang dapat memanfaatkan
kondisi secara lebih efektif.
o DeTIKNas mengusulkan konsep perubahan dari Capex menjadi
Opex di lingkungan pemerintah.
- DeTIKNas tetap menggunakan roadmap yang sudah disepakati bersama
untuk langkah-langkah di masa yang akan datang.
o 2006 reformasi birokrasi terkait dengan ICT
o 2007 peningkatan awareness
o 2008 revitalisasi industri ICT dalam negeri
o 2009 diharapkan ICT menjadi daya saing bagi bangsa Indonesia
o 2010 sudah ada indikator-indikator baru yang menunjukkan
performansi industri
- DeTIKNas tidak hanya fokus pada roll out program (proses implementasi-
nya) namun juga dampak bagi masyarakat (hasil dari proses).
- Local content juga menjadi perhatian tersendiri bagi DeTIKNas. Diharapkan
nantinya trafik internet juga akan di generate dari dalam negeri.
- Tarif internet juga menjadi isu yang sangat penting. Salah satu programnya
adalah free internet for student. Telkom sudah menanggapi inisiatif ini
dengan sangat cepat.
- Usulan untuk dibahas dalam diskusi: Bagaimana bisa menjabarkan manfaat
akhir secara lebih nyata? DeTIKNas sudah dibentuk, swasta siap
berpartisipasi dalam pendanaan (contoh Palapa Ring), akan ada CIO
disetiap departemen.
- Pengguna internet saat ini mencapai 45 – 70 juta, pengguna tetap 37 juta,
dan seluler sekitar 120 juta.

DISKUSI

Paparan dari Ketua Mastel: Bp. Giri Suseno


Telaah Akhir Tahun 2007 ICT Indonesia
- Wilayah Indonesia sangat luas yang meliputi daratan maupun laut. Cara
terbaik untuk menghubungkan seluruh wilayah tersebut adalah melalui
ICT.
- Gambaran negara yang adil makmur belum terwujud, tanda-tanda sudah
mulai terlihat.
- TIK merupakan pendukung dan penggerak kehidupan bangsa (Ideologi,
Politik, Ekonomi, Sosial budaya dan Keamanan). Namun pada
kenyataannya, TIK baru menjadi faktor pendukung bagi ekonomi. TIK baru
dipandang sebagai kegiatan ekonomi yang mampu memberikan return
yang besar. Return itu sendiri sebagian besar dinikmati oleh orang luar
negeri, sedangkan dalam negeri hanya menjadi sumber dari retrun
tersebut.
- Tanggung jawab pemerintah adalah pada hal-hal yang srategis atau ketika
masyarakat tidak mampu. Untuk sektor yang strategis, masyarakat bisa
dilibatkan jika masyarakat mampu. ICT merupakan sektor yang strategis,
sehingga pemerintah bertanggung jawab terhadap sektor tersebut.
- Keadaan yang terjadi pada saat ini belum bisa terjadi kerjasama yang baik
antara pemerintah dengan masyarakat karena sistem birokrasi yang masih
menempatkan pemerintah sebagai penguasa, bukan partner yang setara.
- Pemerintah perlu ditransformasi untuk meningkatkan efisiensi dan
produktifitas secara dramatis  transformasi ini dilakukan dengan
menggunakan ICT.
- E-Government merupakan hal yang berbeda dari apa yang berlaku saat ini.
Konsekuensinya cara memegang dan menjalankan kekuasaan harus
berubah, harus ada pembagian kekuasaan, mayarakat harus turut serta,
transparansi, pelayanan dan fasilitas, efisiensi, produktifitas dan
kemudahan menjadi penting, jarak menjadi tidak berarti lagi, perbedaan
besar dalam gaya hidup dan budaya, jalinan rumit antara commerce
dengan trade, rumit dan canggihnya jaringan pertahanan dan keamanan,
penyediaan anggaran besar, dll.
- E-government tidak hanya masalah eksekutif, yang paling sulit justru di
legislatif. Tidak mudah untuk menyamakan pengertian di legislatif yang
datang dari berbagai kalangan.
- Software edukasi Indonesia sebenarnya sudah mampu untuk membuat tapi
tidak laku di Indonesia, justru laku di luar negeri karena internet di
Indonesia masih mahal.

Paparan dari Asisten Deput Telematika dan Utilitas: Bp. Eddy Satriya
Ada dalam bahan yang sudah dibagikan

Q&A
Moderator: Eddy Satriya

Pertanyaan/tanggapan: Haitan (Bandung)


- Indonesia belum memiliki layanan publik secara transparan.
- Pendekatan NIN yang dilakukan di Depdagri tidak bisa meng-cover
kebutuhan karena menggunakan pendekatan tempat kelahiran. Hal ini
dilakukan karena UU yang masih mengharuskan.
- Berapa banyak kerugian knowledge yang hilang karena tutupnya IPTN?
Indonesia belum memahami knowledge commersialitation.

Tanggapan: Giri Suseno


- Dari lingkungan industri strategis Nurtanio diubah menjadi PT strategis
yang bertujuan untuk membentuk holding company terkait dengan aspek
komersial.
- 2001, DPR meminta komisaris IPTN untuk memberikan paparan mengenai
industri strategis. Ternyata DPR sudah memutuskan untuk membubarkan
industri strategis. Inilah gambaran bahwa memberikan pengertian kepada
legislatif jauh lebih sulit dibandingkan kepada eksekutif.

Pertanyaan/tanggapan: Hartoyo
Kenapa tidak membuat e-korupsi atau e-KKN? Karena ICT merupakan kunci
untuk membuka “pandora box” masalah Indonesia. Kalau ICT dikerjakan secara
sungguh-sungguh akan mengubah budaya. Tidak harus seluruh rakyat pintar,
20% sudah cukup bagus. Pemerintah merupakan bagian dari permasalahan.

Pertanyaan/tanggapan: Setyanto P. Santosa


- Mendukung apa yang disampaikan Bp. Kemal. E-leadership sangat penting,
tidak harus ada CIO. Harus di mulai dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri
dan seterusnya. Hari ini, berapa pejabat yang menggunakan email?
Mahathir berhasil membangun Malaysia Superkoridor? Karena itu
merupakan mimpi Mahathir. Komitmen Presiden dan wakil presiden sangat
penting di sini.
- Hal penting lain adalah culture. Saat ini edukasi belum mendukung. 63,4%
penduduk Indonesia adalah tamatan Sekolah Dasar, dan tamatan
universitas saja saat ini hanya 3,7% (data Bappenas), bagaimana mungkin
pengguna internet bisa 40 juta?
- Industri manufaktur dan konten juga sangat penting peranannya dalam
industri TIK. Saat ini tidak mendapatkan perhatian. Infrastruktur bisa
menjadi pendorong.
- Diusulkan BRTI tetap di bawah pemerintah, jangan sampai di drive oleh
politisi.

Pertanyaan/Tanggapan: Wahyu Prawoto (APJII)


- Mengenai anggaran, sektor ICT tidak terlihat dalam presentasi Bappenas,
masih diselipkan di sektor lain.
- Pengembangan sistem informasi di pemerintah saat ini selalu berorientasi
pada hardware / komputer untuk menghindari kesulitan pada saat
pemeriksaan. Hal lain, seperti pengembangan SDM, software dan hal-hal
lain yang tidak terlihat secara fisik.
- Telepon atau listrik tidak pernah ada tender, tapi dalam hal internet justru
selalu tender. Anggaran pemerintah baru keluar akhir tahun, selama satu
tahun, penyedia internet harus memberikan talangan karena penyedia
bandwidth internasional misalnya, meminta pembayaran di depan.
Bagaimana jalan keluarnya?
- Tarif internet, APJII selalu menjadi kambing hitam. Padahal banyak
komponen yang harus dihitung, misalnya international bandwidth provider,
penyedia jaringan, harga komputernya sendiri, dll. Perlu diperhatikan
penyedia-penyedia tersebut. Contoh adalah harga bandwith di Singapura
US 200 per MBps, sedangkan di Jakarta adalah US 2000 per MBps.
Pertanyaan/Tanggapan: Arnold Mamesah (Sampurna Telekom)
- Tantangan untuk pak Hartoyo, dulu pernah US 1 = Rp. 1.000,- mengapa
sekarang tidak 1 GHz = US 1.000
- Data perlu dikumpulkan dan diolah untuk menjadi informasi sangat
diperlukan dalam melakukan prediksi.

Pertanyaan/Tanggapan: Barata (IDTUG/IndoWLI)


- Regulasi sangat tertinggal terhadap teknologi. Misalnya BWA, saat ini
masih dibekukan sejak April 2005. Di sisi lain, ada kewajiban untuk
membangun jaringan sehingga menjadi grey area.
- Mohon bantuan pemerintah untuk mensinkronkan penggunaan frequency
broadband access.

Pertanyaan/Tanggapan: Benny Nasution


- ICT merupakan infrastrukturnya infrastruktur (ICT bukan sekedar
infrastruktur karena infrastruktur lain membutuhkan ICT), sehingga perlu
menjadi kampanye nasional, barangkali di sounding di Sidang Kabinet.
- Dalam program DeTIKNas, ada Palapa Ring yang hanya untuk backbone.
Mengapa tidak diusulkan agar Pemda membangun Wifi gratis untuk
jaringan aksesnya sehingga bisa langsung dinikmati masyarakat dan
menumbuhkan industri lokal.
- Sekarang tidak ada lagi kebanggaan nasional. Dulu ada Satelit Palapa yang
menjadi kebanggaan nasional, sekarang sudah tidak ada lagi flagship
seperti itu.

Pertanyaan/Tanggapan: Sriyanto
Mudah-mudahan USO yang akan ditender ulang Januari nanti bukan akal-
akalan. USO sudah dua kali gagal. Pada USO ke-3 ini PT. Telkom mengajukan
penawaran sekitar 5 Triliun lebih yang berarti 1 SST sebesar Rp 150 juta dan
Access mengajukan penawaran 1 SST-nya sebesar Rp 45 juta. Penawaran ini
merupakan hal yang tidak wajar dan melanggar undang-undang, diusulkan
agar program USO ini dikembalikan pada undang-undangnya (UU No. 36/1999)
karena penawaran ini melampaui harga pasar. Penawaran 1 SST antara Rp 45
juta hingga Rp 150 juta merupakan suatu pemborosan. Dalam beberapa kali
rapat disepakati akan dibentuk suatu lembaga independen yang mengelola
bukan model BTIP seperti sekarang ini.
Pertanyaan/Tanggapan: San Herib (PT. Pos Indonesia)
- Otoritas ICT di Indonesia belum jelas, masih dalam tahap wacana. Salah
satu contohnya adalah kegagalan USO. Bagaimana tanggung jawab
Pemerintah terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang masih belum
terlayani ICT?
- Bagi PT. Posindo USO sangat penting karena lokasi USO yang tersebar
hingga ke pelosok desa. Dengan adanya USO, PT. Posindo akan
mendapatkan infrastruktur yang baik terutama dalam pengembangan
kompetensi yuristik, sehingga PT. Posindo akan mendapatkan tarif yang
feasible.

Pertanyaan/Tanggapan: Dayu P. Rengganis (PT. Indosat)


- Tidak mewakili Indosat
- Hasil-hasil dari WRC 2007, apa yang akan dilakukan oleh Indonesia?
Bagaimana tindak lanjutnya?
- Roadmap teknologi? Pemerintah belum ada kejelasan, apakah Pemerintah
ingin agar Indonesia sebagai enabler atau manufacturing? Operator sudah
mendapatkan kewajiban-kewajiban untuk menggunakan produksi lokal.
- Roadmap regulasi. Seperti apa regulasi dimasa yang akan datang untuk
melengkapi roadmap teknologi?
- Kode akses SLJJ? Bagaimana implementasinya? Mengapa ada kompromi?
Mengapa dikaitkan dengan jumlah pelanggan dan ditunda
implementasinya?
- Unified license? Bagaimana target waktunya?
- BHP Frekuensi? Sekarang ada dua cara, by ISR (untuk semua layanan selain
3G) dan by bandwidth (untuk 3G). Kapan menuju BHP by bandwith secara
keseluruhan?
- Tarif? Regulasi jangan terlalu ketat, lepaskan pada harga pasar. Sebaiknya
diregulasikan apa yang perlu diketahui oleh operator, tidak perlu interfensi
terlalu dalam pada bisnis operator.
- Sanksi denda? Perlu pengaturan yang sangat jelas, sehingga pada
implementasi tidak menimbulkan multi tafsir.
- Local content? Perlu regulasi di sektor lain (misal departemen
perindustrian) agar sinkron dengan pengaturan di Depkominfo.
- Kesetaraan Regulator dan Operator. Operator bisa menuntut regulator.
Payphone AT&T sudah dismantle, mengapa di Indonesia masih?
- Di beberapa Negara sudah ada kesetaraan antara operator dan regulator.
Sebagai contoh di India, pada suatu kasus operator dapat menempuh jalur
hukum untuk menggugat regulator agar tidak mengeluarkan lisensi baru.
Pertanyaan/Tanggapan: Soemitro Roestam
- Belum ada satu usulan yang bersifat revolusioner.
- Dari Bp. Taufik Hasan, pemanfaatan ICT di Indonesia sangat lambat
sehingga banyak lost opportunity. Belum ada sinkronisasi antara
pemerintah dan swasta, masing-masing membuat program sendiri-sendiri
yang tidak saling terkait.
- DeTIKNas seharusnya flagship-nya tidak hanya tujuh, yaitu enam belas
sebagaimana hasil rapat tanggal 28 Desember 2006.
- Operator masih menawarkan tarif terlalu mahal. Seperti keputusan KPPU
kemarin, ROE operator terlalu tinggi.
- Palapa Ring perlu dikaji kembali. Tarik kabel terlalu panjang perlu investasi
terlalu mahal untuk Indonesia timur. Sebaiknya untuk Indonesia timur
menggunakan satelit saja, optik untuk kota-kota besar.
- Saran untuk keputusan hari ini adalah mendukung teleworking, sudah
banyak yang menerapkan di Indonesia, misalnya IBM, HP, Cisco.

Tanggapan Bp. Kemal:


DeTIKNas selalu mengangkat tujuh flagship karena ingin fokus. Program-
program yang lain tetap jalan dan nantinya akan ketemu dari tujuh flagship
tersebut.

Pertanyaan/Tanggapan: Ani Iwasaki (Pusat Studi Jepang untuk Kemajuan


Indonesia)
- Sangat mendukung Prof. Hartoyo tentang e-korupsi.
- Sejak tahun 1992, salah satu syarat untuk mendapatkan bantuan adalah
database real time. Namun tidak ada yang menindaklanjuti walaupun
frame program kemajuan Indonesia itu sangat bagus.

Pertanyaan/Tanggapan: Rahman (LSM Pejuang tanpa Akhir)


- Setiap regulasi yang ditetapkan tidak mengacu pada apa sebenarnya tujuan
pembentukan negara ini. Hal-hal yang sebenarnya teknis diperdebatkan
sedemikian keras.
- Sistem ekonomi Indonesia juga harus dirubah, jangan mengikuti ekonomi
liberal Amerika.
- Kita mengalami ketinggalan di sisi IT kerena tidak pernah melakukan
kajian secara mendalam terhadap krisis teknologi.
Pertanyaan/Tanggapan: Naswil Idris
- Pernah menjadi penghargaan sebagai “sinister” ICT dari pak Sofyan Djalil.
- APW Komintel sudah dibekukan oleh Depkominfo, tapi diakui di dunia.
- CIO di republik ini tidak ada. Dulu Harmoko sebagai Menpen jelas,
sekarang justru tidak ada.
- Tujuan ICT sebenarnya adalah self learning.
- Penetrasi 1% akan meningkatkan kesejahteraan 3%, tapi sekarang
kemakmuran tidak meningkat. Lie of statistic.
- PSA dan Microsoft selalu mengatakan bahwa Indonesia adalah pembajak
no. 3 terbesar di dunia. Apakah data ini benar? Depkominfo akan segera
memberikan klarifikasi.
- Target 25 juta pemakai internet masih diragukan.
- Kita tidak bisa mengandalkan ICT saja, pertemuan antar manusia tetap
diperlukan.
- SIN, banyak pemalsuan umur saat ini oleh TKW.

Pertanyaan/Tanggapan: Ikhwan Mahri (Telkom)


- Tidak mewakili Telkom
- Telkom merupakan satu-satunya BUMN Telekomunikasi, banyak hal yang
bisa dimanfaatkan oleh bangsa. Namun keberpihakan pemerintah kepada
Telkom belum cukup. Bagaimana kebijakan pemerintah ke depan?
Mengapa Telkom tidak dibentuk sebagai national champion di
Telekomunikasi?
- Kepemilikan asing di sektor telekomunikasi, apakah kita biarkan saja
operator asing masuk ke Indonesia tanpa batas?

Pertanyaan/Tanggapan: Nies Purwati (XL)


- Mengusulkan agar Menko Perekonomian bisa lebih berperan untuk
mengkoordinasikan berbagai aparat Pemerintah. Contoh adalah Ditjen
Postel/BRTI dengan KPPU yang masing-masing merasa memiliki
wewenang. Misalnya KPPU meminta Telkomsel menurunkan tarif, padahal
penurunan tarif akan mengakibatkan peningkatan trafik yang mungkin
mengakibatkan kualitas network kurang bagus. Di sisi lain Ditjen Postel
akan menjatuhkan sanksi denda jika kualitas layanan turun.
- Contoh lain adalah komitmen pembangunan. Operator diminta untuk terus
membangun, pembangunan ini memerlukan dana yang biasanya diperoleh
dari return. Jika ada pengaturan yang sampai membatasi margin, maka
target pembangunan juga akan sulit dicapai.
- Kepemilikan asing, perlu ada sinkronisasi dari UU Investasi Asing dan
Peraturan Presiden yang baru. Ada perbedaan yang perlu diklarifikasi. Dari
BKPM mengatakan bahwa eksisting operator dikecualikan.
- Di Indonesia, tidak ada kejelasan sejak awal berapa jumlah operator di
Indonesia, adalah wajar jika investor asing datang berbondong-bondong
ke Indonesia. Indonesia luas sehingga diperlukan lebih banyak investor.
- Regulator hendaknya tidak masuk terlalu dalam pada urusan keuangan
operator, karena hal itu merupakan otoritas tim manajemen.

Pertanyaan/Tanggapan: Sunyoto Usman (Pusat Studi Transportasi dan Logistik


UGM)
- Bagaimana masyarakat kita disiapkan untuk menerima resiko?
- Yogya mendapatkan award sebagai ranking 3 dalam e-government. Email
yang masuk ke pejabat pemerintah di Yogyakarta masih harus di catat
lebih dulu oleh sekretaris. Hal ini adalah contoh bahwa kultur kita belum
siap.
- Persoalan-persoalan desa-kota, wilayah (terisolir/terpencil atau tidak),
sektor (pertanian, jasa, industri), etnis, gender, dsb, harus disentuh oleh
kebijakan-kebijakan telekomunikasi. Masyarakat kita sangat heterogen.
- Dari segi sosial, masyarakat kita sedang mengalami tiga perubahan
mendasar, yaitu perubahan gerak ekonomi (akibatnya timbul kesenjangan
atau kemiskinan baru), proses demokratisasi, dan proses desentralisasi
(jika tidak hati-hati NKRI akan terancam).
- Yang harus diperhatikan saat ini yaitu kesiapan masyarakat kita dalam
menerima ICT dan perlu adanya sosialisasi dan pemahaman tentang TIK,
yaitu dengan: (1) memperhatikan permasalahan kelas, status dan gender,
dan permasalahan teknis; (2) permasalahan modernitas; (3) permasalahan
kondisi wilayah; (4) permasalahan sektor jasa dan industri. Hendaknya
regulasi yang ada juga memperhatikan 4 hal tersebut.

Pertanyaan/Tanggapan: Arnold P. Djiwatampu


- Sudah waktunya untuk menghimpun banyak pendapat di masyarakat oleh
pemerintah karena fungsi Menko Perekonomian yang sangat strategis
dalam proses revisi aturan-aturan yang sangat menghambat kemajuan
telematika, misalnya aturan pengadaan barang yang menghambat
penunjukan. Contoh TKD sudah mengadakan percobaan-percobaan untuk
software NGN dengan Telkom dan Indosat yang akhirnya justru tidak
dipakai. Dirut Telkom mengatakan hal ini karena peraturan yang tidak
memungkinkan.
- Palapa Ring. Filosofi dasarnya adalah jika kita tidak memiliki backbone
yang memadai, maka tarif di end user akan mahal. Di sinilah peran
pentingya Palapa Ring. Sifat strategis tidak ada di negara yang sudah
memiliki jaringan lengkap. Dalam kasus Indonesia, telekomunikasi masih
strategis karena belum ada jaringan yang lengkap. Strategis baru akan
muncul jika tidak ada persaingan. Palapa Ring bisa menjadi dasar dalam
kompetisi yang sesungguhnya.
- WiMAx dan BWA harus segera diputuskan oleh pemerintah.
- R&D agar sangat diperhatikan, semua perusahaan harus menyisihkan
pendapatan untuk R&D. Korea mewajibakan perusahaan untuk
menyisihkan 10% untuk R&D.
- Local content bisa sampai 90% jika kita mempertahankan perusahaan-
perusahaan lokal.
- Prihatin dengan pemahaman yang masih terjadi kesenjangan di
masyarakat, contohnya adalah apa yang disampaikan oleh LSM Pejuang
Tanpa Akhir.

Pertanyaan/Tanggapan: Syaiful (PT. Telkom)


Kantor Menko Perekonomian sesuai dengan fungsinya harus meninjau kembali
peraturan-peraturan yang ada terutama yang berkaitan dengan pengadaan dari
UKM-UKM kecil yang tidak bisa ikut tender nasional.

Tanggapan: Heru Sutadi (BRTI)


- Dalam pembangunan ICT, jangan sampai pembangunan menjadi sarana
penghisapan sumber daya masyarakat.
- Fokus tujuan pengaturan adalah penetrasi meningkat/teledensitas naik,
tarif terjangkau dan kualitas layanan yang baik.
- EBITDA di Indonesia masih terlalu tinggi, lebih dari 60%
- Pembagian wewenang antara KPPU dengan BRTI memang masih belum
jelas.
- Mengenai kualitas layanan masih dalam wacana apakah akan dikenakan
denda atau ada mekanisme lain.
- Produksi dalam negeri juga menjadi fokus BRTI, akan sangat baik jika kita
mampu menjadi manufacture, bukan hanya pembeli.
- Sedang dilakukan kajian akademis untuk perubahan UU 36/1999 agar
lebih sesuai dengan perkembangan dalam industri telekomunikasi dan
industri lain (media, penyiaran). Salah satu point penting dalam UU baru
nanti adalah posisi regulator, apa yang akan terjadi dengan BRTI?
- Liberalisasi telekomunikasi juga masih menjadi hal yang dilematis.
Tantangannya adalah bagaimana kita bisa memilah sektor mana yang bisa
diatur kepemilikan maksimal asing?
- Depkominfo sedang menyusun roadmap mengenai liberalisasi
telekomunikasi di masa mendatang.
- WiMAX akan segera dilakukan tender untuk 2.3 GHz. Harus ada penyertaan
industri dalam negeri dalam isu ini.

Tanggapan: Ismail (Ditjen Postel)


- Untuk WiMAX, masih dalam wacana internal, apakah tender akan dibuka
untuk semua pihak termasuk operator seluler yang sudah memiliki
resource frekuensi besar? Atau khusus untuk perusahaan-perusahaan baru
saja? Masih banyak pro kontra.
- Ditjen postel masih melakukan kajian internal, bahkan dibuka ke publik
sehingga proses menjadi lambat.
- Selain mengenai siapa yang boleh berpartisipasi, metode seleksi juga
masih menjadi perdebatan, apakah lelang atau beauty contest?
- Dalam pengambilan keputusan diperlukan diskusi-diskusi seperti ini.
- Regulator banyak mengalami hambatan karena UU-nya sendiri masih
belum mendukung. Perlu dilakukan upaya pemahaman yang dilakukan
bersama-sama, terutama kepada legislator.
- Ditjen Postel juga memiliki handicap-handicap sendiri. Salah satu faktor
penting adalah SDM. Operator mudah melakukan rekrutmen-rekrutmen,
Ditjen Postel tidak bisa melakukan hal itu. Untuk mengatasi handicap itu,
diperlukan konsultan. Dalam model ini, Postel juga mengalami hambatan
dalam proses pengadaan. Postel harus banyak berakrobat untuk
menyiasati berbagai handicap tersebut.

Pertanyaan/Tanggapan: Cahyana Ahmad Djayadi


- Diskusi ini dinilai berhasil karena bersifat retrospektif dan pada saat yang
sama juga ada outlook.
- Dari segi substansi banyak bersifat operasional dan teknis (bisa dicek
langsung ke aturan-aturan yang ada) serta strategis (masukan-masukan
sangat bermanfaat).
- Lain waktu perlu diundang legislator untuk memberikan pemahaman yang
lebih baik.
- ICT selalu ada tiga sektor, yaitu dimensi teknologi, financial dan regulasi.
Untuk regulator, harus memahami ketiga dimensi tersebut.
- Teknologi harus dipahami dua sisi, sisi baik maupun sisi buruknya.
- Finansial juga harus dipahami, teknologi dibeli dari luar dengan harga
sangat mahal, oleh sebab itu ada aturan-aturan mengenai cross ownership
dll.
- Playing field yang memahami teknologi dan finansial akan lebih
komprehensif.
- Presiden juga aware, dan siap menjadi ketua DeTIKNas.
- Depkominfo akan sangat senang jika ada matriks yang terkait dengan
dengan kebijakan yang telah ditetapkan, sampaikan dampaknya, usulan-
usulan karena Pemerintah akan selalu melakukan re-allignment.
- Bagus sekali ada akademisi dalam forum ini.
- Besok di Depkominfo akan ada press conference untuk menginformasikan
program-program yang telah dan akan dilakukan.

PENUTUPAN
- Forum ini ditujukan untuk bersifat retrospektif maupun outlook
sebagaimana telah disampaikan
- Catatan akhir untuk Menko Perekonomian sebagai hasil diskusi ini:
Regulasi (beberapa UU yang perlu diubah), investasi (makro maupun mikro)
dan SDM.
- Optimisme untuk tahun 2008.

---oo0oo---

CATATAN:
 Notulen ini dibantu penulisannya oleh staf dari PT. Indosat, telah
diteliti dan diakui kebenarannya oleh Eddy Satriya.
 Jika ada hal-hal yang terlewat, nanti akan disempurnakan dalam
proses pembuatan laporan akhir diskusi.
 Mohon maaf jika ada kesalahan ejaan nama/asal/atau jabatan.
Lampiran 5.
Pembahasan di Milis

Catatan:
Bahan diambil dari Blog
mastel.wordpress.com dan
sroestam.wordpress.com
Oleh2 Diskusi Akhir Tahun Telematika, 27 Des 2007 di
Dept. Keuangan

Diskusi Akhir Tahun Telematika 2007 diselenggarakan pada hari Kamis, 27


Desember 2007 di Ruang Sawala Gedung Utama Dept. Keuangan R.I. atas
prakarsa Bapak Eddy Satiya, Asdep bidang Telematika dan Infrastruktur Menko
Perekonomian, dan dibuka oleh Bapak Kemal Stamboel, Wakil Ketua Harian
DeTIKNas.

Acara kemudian dilanjutkan dengan penyampaian pandangan oleh dua orang nara
sumber, yaitu Bapak Giri Suseno, Ketua MASTEL dan Bapak Eddy Satriya.

Bapak Giri Suseno menyampaikan ulasan tentang filosofi dan pengertian Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK), serta mencoba untuk menelaah keberhasilan atau
kekurang berhasilan pengembangan TIK di Indonesia sebagai enabler pembangunan
perekonomian di Indonesia selama ini.

Selanjutnya dalam acara diskusi dan tanya-jawab, pak Haitan Rahman


menyampaikan tentang belum transparannya layanan publik di bidang Telematika,
juga tentang belum adanya Repository Knowledge di Indonesia, dengan akibat
hilangnya Knowledge ketika para Knowledge Workers ber-migrasi ke L.N.
(Malaysia) karena alasan tidak adanya lagi tempat kerja mereka yang sesuai dengan
keahlian mereka (contoh, PT Dirgantara Indonresia).

Pak Hartoyo yang dizaman Krismon tahun 1997 pernah sesumbar bahwa beliau bisa
meningkatkan Kurs rupiah vs Dollar, US$1=Rp 1000,-, menyatakan bahwa
Pemerintah adalah bagian dari permasalahan di Indonesia. Beliau juga meng-
kritik ketidak-hadiran Menko Budiono di acara ini, sebagai simbol ke-tidak adanya
komitmen untuk beliau atas peran TIK selaku enabler untuk memajukan
perekonomiasn Indonesia.

Senada dengan pak Hartoyo, pak Setyanto P Santosa, mantan Diruttel, menyatakan
bahwa diperlukan e-Leadership di bidang TIK bila ingin keberhasilan peran TIK
dalam memajukan perekonomian bangsa. E-Leadership dalam TIK yang dapat
dicontoh adalah sebagaimana ditunjukkan oleh mantan Perdana Menteri Malaysia
Mahatir Muhammad, diamana beliau secara pribadi memang memanfaatkan dan
menghayati kegunaan TIK dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Beliau memiliki visi yang jelas bagaimana mengembangkan TIK di negerinya.

Pak Setyanto juga menyatakan bahwa Proyek Serat Optik Palapa Ring perlu
ditinjau ulang, mengingat kita belum mengoptimalkan penggunaan Satelit yang kita
miliki. Untuk jarak jauh, Satelit lebih cost-effective dibandingkan dengan Serat Optik,
terutama juga mengingat kebutuhan akan bandwidth di Indonesia Timur belum terlalu
besar untuk saat ini.

Pak Wahyu yang mewakili APJII menyatakan keheranannya, bahwa ditingkat


perencana, BAPPENAS tidak bisa menunjukkan dimana posting-nya dan berapa
besarnya anggaran TIK Pemerintah. Rupanya anggaran TIK itu terbenam dalam pos-
pos anggaran lainnya, bukan spesifik anggaran TIK.

Perihal masih mahalnya tariff Internet di Indonesia, pak Wahyu menjelaskan bahwa
profit margin perusahaan-perusahaan anggota APJII sudah sangat tipis, sehingga
penurunan tarif Internet hanya bisa dilakukan oleh para Operator yang memiliki
jaringan backbone (dengan profit margin yang besar).

Pak Barata dari INDOWLI menyampaikan keluhannya bahwa sudah lebih dari 2
tahun perijinan baru Jaringan Akses Wireless di-bekukan, sehingga banyak
pengusaha yang kehilangan kesempatan berusaha.

Pak Benny Nasution mengingatkan bahwa Rencana Pembangunan Palapa Ring


yang ibarat Jalan Toll, belum sinkron dengan rencana pembangunan Feederline-
nya, yaitu akses jaringan ke para calon pengguna.

Pak Srijanto mengingatkan agar dalam pelaksanaan Proyek USO, jangan sampai
menjurus ke “akal-akalan“, tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, sebab
menurutnya, Proyek USO 1 dan 2 dianggap gagal.

Pak San Herib dari PT Pos Indonesia menawarkan jaringan fisik PT Pos Indonesia
dalam layanan USO, karena menjangkau banyak lokasi-lokasi pedesaan yang
terpencil.

Ibu Dayu dari INDOSAT menyarankan agar tarif BHP didasarkan atas pemakaian
Bandwidth sesuai perijinannya, sehingga pihak Ditjen Postel tidak teralu di-repotkan
dengan survey dan inspeksi lapangan.

Ibu Dayu juga menyarankan agar Regulator Indonesia melakukan Benchmarking


dengan negara-negara lain (Australia), contohnya, Perangkat Payphone disediakan
dengan menggunakan teknologi baru, bukan teknologi yang lama.

Pak Rahman dari LSM Pejuang Tanpa Akhir, mengingatkan agar berhati-hati dalam
menerapkan modernisasi, jangan sampai kita hanya menjadi ajang “pemerasan”
asing.

Pak Naswil Idris dari APWKomitel mempertanyakan angka-angka yang sering di-
quote para pejabat yang diragukan kebenarannya, seperti tingkat pembajakan yang
sebesar 87% dan jumlah pengguna Internet yang 25 juta orang.

Ibu Nies dari XL meminta konfirmasi apakah Peraturan Perundangan tentang


kepemilikan Asing berlaku surut atau tidak?

Pak Sunyoto dari UGM menyarankan agar masyarakat dipersiapkan secara matang
agar bisa menerima kemajuan TIK. Contohnya, Yogya sudah menerapkan e-Gov,
tetapi tetap saja para Pejabat diharuskan baca e-mail lewat sekreataris-nya, karena e-
mail itu harus di-arsipkan dulu nomor-nya.

Pak Sumitro Roestam dari MASTEL meneruskan kritik dari Dr. Ir. Taufik Hasan,
mantan Kapuslitbangtel, bahwa pemanfaatan TIK di Indonesia sangat lambat,
sehingga banyak sekali Opportunity yang hilang untuk memajukan bangsa ini.

Pak Sumitro juga menyarankan agar sinkronisasi dan koordinasi antar Departemen,
Instansi dan Lembaga Pemerintahan lebih ditingkatkan, agar tidak terjadi tumpang
tindih atau duplikasi dalam pemanfaatan TIK di Indonesia.

Dipertanyakan pula perihal Flagship DeTIKNas yang hanya dilaporkan yang 7-butir
saja, padahal yang 9-butir lagi juga cukup penting atau strategis, misalnya Program
Cheap PC, yang bila dilaksanakan sebagai produk nasional akan dapat
membangkitkan Industri Manufacturing dan Software Dalam Negeri.

Pak Sumitro juga mengimbau agar para Penyelenggara Jaringan Backbone


Internet untuk menurunkan tariff jasa mereka, mengingat ROE atau EBITDA
mereka sangat tinggi. Ini juga menjadi perhatian KPPU dengan keputusannya agar
menurunkan tarif jasa sampai 15%.

Akhirnya pak Sumitro menyarankan agar segera diterapkan budaya bekerja jarak
jauh (Telcommuting, Teleworking) atau kerja dari rumah (Home Working),
mengingat sudah banyak tersedia berbagai jaringan akses Internet, seperti
Broadband Wireless (WiFi, 3G, 3.5G/HSDPA), Broadband Wirelines (Serat Optik,
ADSL-Speedy), maupun dial-up Internet di Indonesia dengan tarif yang terjangkau.
Disamping itu sudah ada lebih dari 5.000 warnet yang dapat digunakan utuk akses
murah Internet. Keuntungannya, jalan-jalan di kota-kota besar menjadi tidak macet
lagi, konsumsi BBM menurun, Pemerintah tidak perlu menaikkan harga BBM,
lebih banyak lagi waktu untuk bekerja (tidak pelu buang waktu karena macet 3-jam
tiap hari), sehingga produktivitas nasional meningkat.

Pak Djiwatampu menyarankan kepada pak Setyanto agar mengikuti Milis


Telematika, agar mengetahui perkembangan Proyek Palapa Ring.

Akhirnya pak Kemal Stamboel, Pak Heru, pak Ismail dan pak Cahyana mewakili
Pemerintah mencoba menjawab dan menjelaskan posisi Pemerintah/Regulator tentang
berbagai masalah dan saran-saran yang disampaikan dari audience.

Diskusi ditutup pada sekitar pukul 14:00 WIB dan dlanjutkan dengan makan siang
bersama.

Semoga catatan hasil Diskusi Akhir Tahun Telematika ini dapat memberikan manfaat
bagi kemajuan bangsa dan negara.

Entri ini dituliskan pada Desember 28, 2007 pada 8:59 am dan disimpan dalam Cheap Laptop,
Home Working, Telecommuting, kemacetan lalulintas. yang berkaitan: akal-akalan,
Benchmarking, BHP, BWA dibekukan, e-lEADERSHIP, EBITDA tinggi, kNOWLEDGE
Repository, KPPU, Lost Opportunity, Palapa Ring, ROE, Tarif Internet mahal, USO. Anda bisa
mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan
tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.

You might also like