Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat atau disebut juga ilmu filsafat, mempunyai beberapa cabang ilmu
utama . Cabang Ilmu utama dari filsafat adalah ontologi, epistimologi, tentang
nilai (aksiologi), dan moral (etika). Ontologi (metafisika) membahas tentang
hakikat mendasar atas keberadaan sesuatu. Epistimologi membahas
pengetahuan yang diperoleh manusia, misalnya mengenai asalnya (sumber)
dari mana sajakah pengetahuan itu diperoleh manusia, apakah ukuran
kebenaran pengetahuan yang telah diperaleh manusia itu dan bagaimanakah
susunan pengetahuan yang sudah diperaleh manusia. I1mu tentang nilai atau
aksiologi adalah bagian dari filsafat yang khusus membahas mengenai hakikat
nilai berkaitan dengan sesuatu. Sedangkan filsafat moral membahas nilai
1
Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 1.
1
berkaitan dengan tingkah laku manusia dimana nilai disini meneakup baik dan
buruk serta benar dan salah.2
2
Ibid. Hal. 2.
3
Ibid. Hal. 19.
4
Ibid. Hal. 24.
5
Erman Rajagukguk, Kaum Positivis, http://www.findtoyou.com/ebook/. 25-12-2009.
Hal. 1.
2
Sedangkan rentang waktu dari renaissance hingga kira-kira pertengahan abad
ke-19 termasuk dalam tahap metafisis. Ajaran hukum alam klasik maupun
filsafat-filsafat hukum revolusioner yang didukung oleh Savigny, Hegel dan
Marx diwarnai oleh unsur-unsur metafisis tertentu. Teori-teori ini mencoba
menjelaskan sifat hukum dengan menunjuk kepada ide-ide tertentu atau
prinsip-prinsip tertinggi. Pada pertengahan abad ke-19 sebuah gerakan mulai
menentang tendensi-tendensi metafisika yang ada pada abad-abad sebelumnya.
Gerakan ini mungkin dijelaskan sebagai positivisme, yaitu sebuah sikap
ilrniah, menolak spekulasi-spekulasi apriori dan membatasi dirinya pada data
pengalaman (Muslehuddin, ]991: 27-28).6
Positivisme dalam pengertian modem adalah suatu sistem filsafat yang
mengakui hanya fakta-fakta positif dan fenomena-fenomena yang bisa
diobservasi. Dengan hubungan objektif fakta-fakta ini dan hukurn-hukum yang
menentukannya, meninggalkan semua penyelidikan menjadi sebab-sebab atau
asal-asul tertinggi (Muslehuddin, 1991: 27). Dengan kata lain, positivisme
merupakan sebuah sikap ilmiah, menolak spekulasi-spekulasi apriori dan
berusaha membangun dirinya pada data pengalaman. Teori ini dikembangkan
oleh August Comte, seorang sarjana Perancis yang hidup pada tahun 1798
hingga 1857.7
Dalam positivisme terdapat berbagai cabang pemahaman yang berlainan
pendapat satu sama lain. Namun demikian, pada prinsipnya mempunyai
kesamaan dasar fundamental yakni: (1) A positive law is binding even if it is
supremely immoral; (2) No principile of morality is legally binding until it has
been enacted into moral law; (3) That a statute is legally binding does not
settle the moral question of whether we ought (morally speaking) to obey or
disobey the law.8
6
Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 24.
7
Ibid. Hal. 92.
8
Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Civil Law, Common
Law, Hukum Islam, Cet. 2, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Hal. 39.
3
Pemahaman terhadap positivisme sangat dipengaruhi oleh dua ahli
hukum terkemuka, salah satunya adalah Hans Kelsen dengan teori konvensi
sosial (teori hukum murni). Hans Kelsen, pembela positivism mengakui bahwa
akhirnya hukum yang ditetapkan oleh alat alat kekuasaan negara saja tidak
cukup.
B. Rumusan Masalah
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Positivisme
1. Positivisme yuridis
2. Positivisme sosiologis
5
positivisme sosiologis harus diselidiki melalui metode ilmiah. Tokohnya
adalah Auguste Comte (1789-1857) yang menciptakan ilmu pengetahuan
baru, sosiologi.9
1. Hukum Allah, merupakan suatu moral hidup daripada hukum dalam arti
sejati.
2. Hukum manusia, yakni segala peraturan yang dibuat oleh manusia sendiri.
Hukum manusia dibedakan lagi menjadi:
9
Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 92 - 93.
10
Ibid. Hal. 95
6
dikonsepkan oleh Comte (dan penerusnya yang berpaham positivisme) sebagai
paradigma rule of law. Adapun law yang dimaksud di sini adalah law yang
berdayalaku universal serta berkedudukan tertinggi (having supremacy state of
law), lepas dari kehendak sesiapapun yang subjektif.11
Teori hukum murni menenurut Kelsen adalah sebuah teori hukum positif.
Teori ini berusaha menjawab pertanyaan "apa hukum itu?" tetapi bukan
pertanyaan "apa hukum itu seharusnya?". Teori ini mengkonsentrasikan diri
pada hukum semata-mata dan berusaha melepaskan ilmu pengetahuan hukum
dari campur tangan ilrnu pengetahuan asing seperti psikologi dan etika. Kelsen
memisahkan pengertian hukum dari segala unsur yang berperan dalam
pembentukan hukum seperti unsur-unsur psikologi , sosiologi, sejarah, politik,
dan bahkan juga etika. Semua unsur ini termasuk 'ide hukum' atau ' isi hukum' .
Isi hukum tidak pernah lepas dari unsur politik, psikis, sosial budaya, dan lain-
lain. Bukan demikian halnya dengan pengertian hukum. Pengertian hukum
menyatakan hukum dalam arti formalnya, yaitu sebagai peraturan yang berIaku
11
Soetandyo Wignjosoebroto, Teori-Teori Sosial Untuk Kajian Hukum,
http://www.findtoyou.com/ebook/. 25-12-2009. Hal. 2.
12
Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 98.
7
secara yuridis. Inilah hukum dalam arti yang benar, hukum yang murni (das
reine Recht).13
13
Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 98 - 99.
14
Soetandyo Wignjosoebroto, Teori-Teori Sosial Untuk Kajian Hukum,
http://www.findtoyou.com/ebook/. 25-12-2009. Hal. 4.
8
BAB III
PEMBAHASAN
Jika dilihat karya-karya yang dibuat oleh Hans Kelsen, pemikiran yang
dikemukakan meliputi tiga masalah utama, yaitu tentang teori hukum, negara,
dan hukum internasional. Ketiga masalah tersebut sesungguhnya tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya karena saling terkait dan dikembangkan secara
konsisten berdasarkan logika hukum secara formal. Logika formal ini telah
lama dikembangkan dan menjadi karakteristik utama filsafat Neo-Kantian yang
kemudian berkembang menjadi aliran strukturalisme. Teori umum tentang
hukum yang dikembangkan oleh Kelsen meliputi dua aspek penting, yaitu
aspek statis (nomostatics) yang melihat perbuatan yang diatur oleh hukum, dan
aspek dinamis (nomodinamic) yang melihat hukum yang mengatur perbuatan
tertentu.
5. Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi
dengan cara yang khusus. Hubungan antara teori hukum dan sistem yang
khas dari hukum positif ialah hubungan apa yang mungkin dengan hukum
yang nyata.
9
Pendekatan yang dilakukan oleh Kelsen disebut The Pure Theory of Law,
mendapatkan tempat tersendiri karena berbeda dengan dua kutub pendekatan
yang berbeda antara mahzab hukum alam dengan positivisme empiris.
Beberapa ahli menyebut pemikiran Kelsen sebagai “jalan tengah” dari dua
aliran hukum yang telah ada sebelumnya.
The pure theory of law menolak menjadi kajian metafisis tentang hukum.
Teori ini mencari dasar-dasar hukum sebagai landasan validitas, tidak pada
prinsip-prinsip meta-juridis, tetapi melalui suatu hipotesis yuridis, yaitu suatu
norma dasar, yang dibangun dengan analisis logis berdasarkan cara berpikir
yuristik aktual. The pure theory of law berbeda dengan analytical
10
jurisprudence dalam hal the pure theory of law lebih konsisten menggunakan
metodenya terkait dengan masalah konsep-konsep dasar, norma hukum, hak
hukum, kewajiban hukum, dan hubungan antara negara dan hukum.15
15
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa‟at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta:
Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI Jakarta, 2006. Hal. 8 – 12.
16
Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 99 - 100.
11
B. Kritikan Terhadap Pokok-Pokok Pemikiran Teori Hukum Hans Kelsen
Seperti halnya teori pada umumnya, teori hukum Hans Kelsen juga tidak
terlepas dari berbagai keberatan maupun kritik baik yang berasal dari aliran
hukum sebelumnya (khususnya hukum alam dan positivisme empiris), maupun
dari aliran hukum yang berkembang belakangan. Kritik terhadap teori hukum
yang dikemukakan Kelsen pada umumnya antara lain terkait dengan metode
formal yang digunakan dalam Pure Theory of Law, konsep hukum sebagai
perintah yang memaksa namun tidak secara psikologis, postulasi validitas
norma dasar, hubungan hukum dan negara, dan masalah konsep hukum
internasional sebagai suatu sistem.17
Hari Chand membahas secara khusus Pure Theory of Law dalam bab
kelima buku Modern Jurisprudence. Setelah menguraikan pokok-pokok
pikiran dari teori tersebut, Chand memberikan kritik terhadap teori yang
dikemukakan oleh Kelsen tersebut sebagai berikut.19
17
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa‟at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta:
Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI Jakarta, 2006. Hal. 8 – 12.
18
Ibid. Hal. 155
19
Ibid. Hal. 164
12
mengasumsikan hukum berasal dari norma dasar yang tidak dapat
ditemukan.20
Norma dasar yang dikemukakan oleh Kelsen tidak lebih dari suatu
presuposisi moral yang memerintahkan kepatuhan. Julius Stone menduga
bahwa norma dasar tersebut hanya merupakan norma puncak (apex norm)
dan digunakan untuk tujuan seperti konstitusi menggantikan supremasi
parlemen. Penekanan bahwa kita harus mematuhi konstitusi harus didukung
oleh landasan fakta sosial, moralitas dan etika umum masyarakat. Tidak ada
realitas makna lain yang dapat diterapkan. Validitas suatu norma dasar pada
akhirnya adalah suatu prinsip moral atau tidak bermakna sama sekali.21
2. Metodologi
3. Kemurnian
20
Ibid. Hal. 164
21
Ibid. Hal. 164
22
Ibid. Hal. 165
13
level norma subordinat, dalam menentukan fakta di mana norma harus
diterapkan, fakta harus ditentukan, pembuktian dan penghakiman
mengambil peran. Penemuan hukum ada bersama penemuan fakta.23
4. Keadilan
Salah satu dalil Pure Theory of Law adalah bahwa hukum tidak dapat
menjawab pertanyaan apakah suatu hukum itu adil atau tidak adil, atau
apakah keadilan itu. Keadilan adalah sesuatu yang di luar rasio. Keadilan
ditolak menjadi jiwa dari hukum atas nama kemurnian hukum. Apakah
dengan begitu Kelsen tidak kehilangan pusat dari permasalahan yang
dibahas? Zaman ini menangis karena masalah keadilan, baik sosial maupun
politik, namun Kelsen menolak dan menyatakannya sebagai sesuatu ide
yang irasional. Teori Kelsen tidak berbicara apapun tentang ketidakadilan
berupa penindasan kulit putih minoritas terhadap kulit hitam di Afrika
Selatan atau penindasan terhadan etnis asia di Inggris, demikian pula dengan
ketidakadilan ekonomi dan politik dalam hubungan internasional. Apa
artinya suatu studi jika substansinya diabaikan? Teori Kelsen hanyalah kulit
dari sistem hukum, meninggalkan kehidupan dan aktivitasnya pada sosiolog
dan ilmuwan sosial lain. Teorinya adalah bentuk lain dari kekaburan dan
penghindaran.25
23
Ibid. Hal. 165
24
Ibid. Hal. 165 - 166
25
Ibid. Hal. 166
14
5. Keberlakuan
6. Hirarki Norma
26
Ibid 166 -167
27
Ibid 167
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
2. Seperti halnya teori pada umumnya, teori hukum Hans Kelsen juga tidak
terlepas dari berbagai keberatan maupun kritik baik yang berasal dari aliran
hukum sebelumnya (khususnya hukum alam dan positivisme empiris),
maupun dari aliran hukum yang berkembang belakangan. Kritik terhadap
teori hukum yang dikemukakan Kelsen pada umumnya antara lain terkait
dengan metode formal yang digunakan dalam Pure Theory of Law, konsep
hukum sebagai perintah yang memaksa namun tidak secara psikologis,
postulasi validitas norma dasar, hubungan hukum dan negara, dan masalah
konsep hukum internasional sebagai suatu sistem. Salah satunya adalah Hari
Chand dalam buku Modern Jurisprudence. Hari Chand memberikan kritik
terhadap teori yang dikemukakan oleh Kelsen tersebut dari segi (1) Tentang
Norma Dasar; (2) Metodologi; (3) kemurnian; (4) keadilan; dan (5)
keberlakuan serta (6) hirarki norma.
16
B. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghofur Ansori. 2006. Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ade Maman Suherman. 2006. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Civil Law,
Common Law, Hukum Islam. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa‟at. 2006. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum.
Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,
Jakarta.
18
19