You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Remaja merupakan bagian fase kehidupan manusia dengan karakter
khasnya yang penuh gejolak. Perkembangan emosi yang belum stabil dan
bekal hidup yang masih perlu dipupuk menjadikan remaja lebih rentan
mengalami gejolak sosial. Diakui atau tidak, fakta telah menjelaskan
keteledoran orang tua dan pendidik dalam mengarahkan dan membimbing
anaknya berkontribusi meningkatkan problem-problem sosial dan kriminal.
(dr. Siti Nurul Muzayyanah 2008)
Berdasarkan pengamatan terhadap sikap seksual remaja saat ini, para
guru dan organisasi murid sebuah sekolah menengah pertama (SMP) Islam di
Jakarta mengidentifikasi kebutuhan untuk meningkatkan pengetahuan melalui
pendidikan kesehatan reproduksi termasuk pendidikan seksual dalam rangka
melindungi para siswa/anak mereka dari sikap sosial yang bisa berbahaya.
Selain itu, beberapa penelitian menunjukan bahwa pendidikan seks bisa
membantu menunda terjadinya hubungan seksual yang pertama untuk remaja
yang belum aktif seksual. Sedangkan untuk remaja yang telah aktif seksual,
pendidikan seks dapat mendorong pemakaian kontrasepsi atau pencegahan
PMS secara tepat dan konsisten.(Iis, 2002)
Pada kenyataan, dinegara-negara berkembang (termasuk Indonesia)
masih banyak remaja yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap
perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal
pada tahap sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang
digunakan masih sangat sederhana dan mampu melihat masalah dari berbagai
dimensi. Hal ini bisa saja mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya
perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. Penyebab lainnya bisa juga
diakibatkan oleh pola asuh orang tua yang cenderung masih memperlakukan
remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam
memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya.
Semestinya, seorang remaja sudah mampu mencapai tahap pemikiran abstrak
supaya saat mereka lulus sekolah menengah sudah terbiasa berpikir kritis dan
mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
Peranan orang tua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan
alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertahankan oleh putra-putri
remajanya. Orang yang bijak akan memberikan yang terbaik. Orang tua yang
tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan
membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari
jawaban diluar lingkaran orang tua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa jadi
berbahaya jika lingkungan baru memberi jawaban yang tidak diinginkan atau
bertentangan dengan yang diberikan oleh orang tua. Konflik dengan orang tua
mungkin akan mulai menajam. (Sanny P. Wardhana, 2007)
Pengetahuan remaja tentang resiko melakukan hubungan seksual
masih sangat rendah karena kurangnya informasi mengenali seksualitas dan
reproduksi. Keadaan ini menjadi alasan pentingnya membentuk wadah
konsultasi remaja yang akan mengarahkan remaja untuk tidak melakukan
hubungan seks atau berkata tidak kepada pasangannya, dan memberi layanan
untuk pencegahan kehamilan serta kehamilan tidak diinginkan. Gagasan
kespro ini, menurut Tini Hadad (ketua Yayasan Kesehatan Perempuan)
dilatarbelakangi oleh banyaknya angka kematian ibu dan bayi, juga
banyaknya kasus-kasus pelanggaran hak reproduksi perempuan seperti
kasus perkosaan dalam perkawinan, perjodohan, larangan aborsi, pelecehan
seksual, penyiksaan, tidak adanya akses mudah terhadap masalah kesehatan
reproduksi, dan berbagai bentuk diskriminasi yang menomorduakan
kedudukan perempuan. Gagasan kespro ini pertama kali dipopulerkan oleh
International Conference On Population and Development (ICPD)
Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan yang berlangsung
5-13 September 1994 di Kairo. Hal ini dapat dilihat dari 4 kerangka tujuan
ICPD:
- Tujuan agar setiap kegiatan seks harus bebas dari paksaan serta berdasarkan
pilihan yang dipahami dan bertanggun jawab.
- Setiap tindakan seks harus bebas dari infeksi. Diantaranya dengan
kondomisasi bagi yang aktif secara seksual dengan lebih dari satu pasangan.
- Setiap kehamilan dan persalinan harus diinginkan.
- Setiap kehamilan dan persalinan harus aman. Elemen-elemen kespro di
Indonesia, menurut Departemen Kesehatan tahun 1995, adalah keluarga
berencana, kesehatan ibu dan anak, penanggulangan infeksi saluran
reproduksi dan HIV/AIDS. Hanya saja, penerapan elemen kespro ini
membawa semangat ICPD yang penuh dengan nuansa kebebasan
dalam mengagungkan hak reproduksi perempuan. Definisi reproduksi adalah
keadaan yang menunjukkan kondisi kesehatan fisik, mental dan sosial yang
dihubungkan dengan fungsi dan proses reproduksi. Sasaran program ini
tentunya bukan hanya perempuan yang menikah tetapi remaja putri juga
harus memahami konsep kespro ini. Oleh karena itu, Pendidikan seks bagi
remaja menjadi program yang harus direalisasikan. Tak hanya dari orang tua,
tetapi juga pendidikan di sekolah. Pengetahuan remaja tentang seks masih
sangat kurang. Faktor ini ditambah dengan informasi keliru yang diperoleh
dari sumber yang salah, seperti mitos seputar seks, VCD porno, situs porno di
internet, dan lainnya akan membuat pemahaman dan persepsi anak tentang
seks menjadi salah. Di Indonesia, pemerintah mengeluarkan kebijakan
pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui penyuluhan dan seminar
oleh BKKBN, buku saku dan dirumuskan dalam kurikulum formal maupun
non formal. Dari segi muatan (materi) yang memberikan gambar dan
penjelasan vulgar, provokatif (keinginan untuk mencoba), serta tidak tepat
sasaran. (dr. Siti Nurul Muzayyanah 2008)
Menurut Suharto (2002), pendidikan seks sudah saatnya untuk
dimasukan dalam kurikulum sekolah. Kegiatan ini dilaksanakan sejalan
dengan melakukan pelatihan bagi orang tua dan guru mengenai kesehatan
reproduksi dan seksualitas remaja sehingga mereka mampu menjadi sumber
informasi dan mitra yang dipercaya oleh remaja. Sedangkan Vyane (2003)
menyebutkan bahwa PKRR (Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja)
adalah salah satu mata pelajaran di sekolah yang terutama membahas tentang
persiapan masa pubertas dan bagaimana berperilaku reproduksi yang sehat.
(Bagian Proyek Pemberdayaan Karang Taruna dalam Bidang KRR, Jawa
Timur 2001).
Sebagaimana diketahui bahwa jumlah remaja pada tahun 2007 umur
10-24 tahun di Indonesia berdasarkan Proyeksi Penduduk Remaja tahun
2000-2025 yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), BAPPENAS,
UNFPA terdapat sekitar 64 juta atau 28,64% dari jumlah perkiraan Penduduk
Indonesia sebanyak 222 juta. (Pendidik Sebaya, 2009)
Dari beberapa penelitian Dr. I Nyoman Sutarsa, S. Ked, didapat data
sebagai berikut.
Kehamilan tak diinginkan atau KTD di Pulau Dewata mencapai 500
kasus selama September 2008 hingga September 2009, atau rata-rata 41 kasus
dalam satu bulan. Demikian diungkap Kita Sayang Remaja (Kisara) Bali.
Kasus akibat perilaku seks bebas pada kalangan remaja ini paling banyak
terdapat di Kabupaten Bandung dan Denpasar, Koordinator Kisara Bali dr I
Nyoman Sutarsa, SKed, di sela-sela Deklarasi Remaja Bali di Lapangan
Puputan Bandung, Bali.
Dari data tersebut, kasus KTD tidak saja terjadi pada remaja di
daerah perkotaan, tetapi juga terjadi pada remaja di daerah pedesaan.
Data itu terungkap dari remaja yang melakukan konseling di Klinik Kisara.
Remaja-remaja tersebut ada yang masih duduk di SMU, perguruan tinggi dan
ada juga yang bekerja akibat tidak meneruskan pendidikan.
Remaja yang mengalami KTD paling rendah 16 tahun dan maksimal 20
tahun. Namun, secara nasional yang pernah dicatat Kisara berumur 13 tahun.
Dari data konseling terhadap remaja yang mengalami KTD, beberapa orang
di antaranya melanjutkan ke jenjang pernikahan dan melanjutkan
kehamilannya. Namun, terdapat juga remaja yang mengakui telah mencoba
aborsi dengan cara mengonsumsi pil tertentu ataupun ramuan-ramuan.
(Dr. I Nyoman Sutarsa, S. Ked, 2009)
Perilaku seksual remaja di Jawa Tengah sudah berada dalam tingkat
“Siaga I”, yang sering disingkat KNPI (kissing, necking, petting,
intercourse). Status ini merupakan temuan dari penelitian yang dilakukan
PILAR PKBI Jawa Tengah. Tidak hanya itu, dalam catatan konseling yang
dilakukan, sebagian besar remaja menungkapkan, making love sudah menjadi
ritual dalam berpacaran. Alasannya, sebagai ungkapan sayang kepada
pacarnya. Dari sinilah, PILAR merapatkan barisan untuk lebih aktif,
interaktif, dan atraktif dalam memberikan pelayanan dan informasi mengenai
kesehatan reproduksi bagi remaja. (Hafidz Jauhary, 2009)
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 5 Mei 2010 pada
20 Orang tua yang memiliki remaja di Desa Kedawung Kec. Banyuputih,
Kab. Batang Propinsi Jawa Tengah, menunjukkan masih banyak orang tua
yang belum mengetahui pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja,
hal ini menunjukan bahwa kesiapan orang tua pada anak remajanya sangat
rendah sehingga terbukti di masyarakat Desa Kedawung Kecamatan
Banyuputih, banyak kejadian pada remaja yang tidak dinginkan seperti; seks
bebas, hamil sebelum nikah.
Keluarga adalah segalanya, dengan orang tua yang bisa menjadi
sumber pertama yang mampu memberikan informasi mengenai seks kepada
remaja secara benar dan terpercaya. Dan peran sejumlah lembaga yang
berkaitan dengan masalah pendidikan seks, konseling seks, dan Kesehatan
Reproduksi Remaja (KRR) perlu dilibatkan. yang tak kalah pentingnya
adalah bagaimana orang tua menanamkan nilai-nilai agama sejak usia dini
sambil terus memberikan pengertian dan penyadaran mengenai seksualitas
dan KRR. (Eni En Ha, 2005, hal: 121-122).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut. “Apakah Ada Hubungan Antara Pengetahuan
Orang Tua tentang Kesehatan Reproduksi Remaja dengan Kesiapan Orang
Tua Menghadapi Masa Pubertas Anaknya di Desa Kedawung Kecamatan
Banyuputih, Kabupaten Batang, Tahun 2010.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan orang tua tentang
kesehatan reproduksi remaja dengan kesiapan orang tua menghadapi
masa pubertas anak di Desa Kedawung, Kecamatan Banyuputih,
Kabupaten Batang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat pengetahuan orang tua tentang kesehatan
reproduksi remaja.
b. Mengetahui kesiapan orang tua menghadapi masa pubertas anak.
c. Mengetahui hubungan antara pengetahuan orang tua tentang
kesehatan reproduksi remaja dengan kesiapan orang tua menghadapi
masa pubertas anak.
D. Manfaat Penelitian
Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan baik dibidang keperawatan maupun dibidang psikologi,
terutama mengenai pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada
anak usia pubertas.
Bagi Institusi Pendidikan
Mengetahui keadaan kesehatan reproduksi subyektif didik dan
hal yang dapat melatarbelakangi (termasuk peran serta orang tua)
sehingga dapat menentukan arah kebijakan dalam pelaksanaan program
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR).
E. Ruang Lingkup
1. Variabel penelitian ini, variabel bebasnya adalah pengetahuan orang
tua tentang kesehatan reproduksi remaja dan variabel terikatnya adalah
kesiapan orang tua dalam menghadapi masa pubertas.
2. sasaran penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai anak masa
pubertas.
3. penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2010.
4. penelitian dilaksanakan di Desa Kedawung Kecamatan Banyuputih,
Kabupaten Batang.
F. Keaslian Penelitian
Penelitian yang pernah dilakukan kepada orang tua yang mempunyai
anak pada masa pubertas dilakukan oleh Rosiana Dewi (2006) dalam tesisnya
yang berjudul “Peran Orang Tua dalam Mendampingi Anak Menghadapi
Masa Pubertas di Desa Kedungjati Kecamatan Sempor Kebumen”.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Rosiana
Dewi: Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara
pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi remaja dengan kesiapan
orang tua menghadapi masa pubertas anak di Desa Kedawung, Kecamatan
Banyuputih, Kabupaten Batang. Sedangkan pada penelitian Rosiana Dewi
tujuannya untuk mengetahui peran orang tua dalam mendampingi anak
menghadapi masa pubertas di Desa Kedungjati Kec. Sempor Kab. Kebumen.
Variabel penelitian ini, variabel bebasnya adalah pengetahuan orang tua
tentang kesehatan reproduksi remaja dan variabel terikat adalah kesiapan
orang tua dalam menghadapi masa pubertas, sedang pada Rosiana Dewi
variabel bebasnya adalah peran orang tua dan variabel terikatnya adalah anak
pada masa pubertas, jenis penelitian ini dengan studi analitik non
eksperimental sedang pada Rosiana Dewi dengan penelitian deskriptif, lokasi
yang diambil pada penelitian ini di Desa Kedawung , Kecamatan Banyuputih,
Kabupaten Batang. Sedang pada Rosiana Dewi di Desa Kedungjati
kecamatan Sempor Kebumen.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Rosiana Dewi adalah:
Subyektif penelitian sama-sama pada orang tua baik ibu maupun
bapak yang mempunyai anak pada masa pubertas, rancangan penelitian ini
dengan pendekatan Cross Sectional dan Rosiana Dewi juga sama.

You might also like