You are on page 1of 25

Kata pengantar

Harga minyak dunia saat ini sedang melonjak tinggimenembus angka 125 US Dollar per
barrel, tetapi Indonesia tidak dapat menggaet keuntungan dari situ, malah harga minyak ikut-
ikutan naik, ada apa dengan Indonesia ? Mungkin itulah yang ada dibenak kita, katanya
Indonesia negara penghasil minyak dan gudangnya minyak, konon katanya Indonesia punya
cadangan minyak terbesar kedua setelah Timur Tengah. Tetapi masih saja terpuruk, untuk itu
saya sudah siapkan sejumlah artikel untuk memperdalam ilmu kalian, dan semoga kalian dapat
membawa bangsa ini maju, dan menjadi yang terdepan.
Selamat Membaca ……

Semarang, 20 Mei 2008

Jonathan Wiyanto S
Minyak Bumi

Minyak bumi sudah kita kenal selama ini, tentu karena kita tinggal dinegara yag kaya
minyak.tak hanya itu kita juga biasa menggunakan minyak bumi, dari bensin, solar, minyak
tanah, hingga aspal dan lain-lain. Ya minyak bumi memang kaya fungsi, tetapi tahukah kamu
bagaimana sejarah minyakbumi, proses pembuatan dan lain-lain, untuk itu baca artikel-artikel
berikut. Selamat Membaca !!

Sejarah Perminyakan di Indonesia - Bagian Pertama


Ditulis oleh EG Giwangkara S di/pada Minggu, Maret 18 2007

Sejarah industri minyak modern tidak bisa lepas dari nama Edwin
Laurentine Drake (1819-1880) yang dikenal juga sebagai Colonel
Drake. mBah Drake ini didaulat juga sebagai “Bapak” industri
perminyakan modern, karena pada tanggal 27 Agustus 1859 untuk pertama
kalinya melakukan pengeboran minyak secara komersil di Titusville,
Pennsylvania, Amrik sana. Pada hari itu mata bor mBah Drake menyentuh
lapisan minyak pada kedalaman 60,5 kaki (± 21 meter). Meskipun jika kita
merujuk pada bukunya Ida Tarbell pada tahun 1904 dalam bukunya “The
History of Standard Oil” menyebutkan bahwa sumur minyak yang dibuatnya bukan merupakan
idenya mBah Drake, tapi ide dari pekerjanya yaitu George Bissell.

Jauh sebelum mBah Drake memulai manték bumi untuk ngebor minyak,
minyak bumi sudah diketahui dan digunakan sebagai alat perang pasukan
Alexander Yang Agung (356 SM - 323 SM) untuk digunakan pada anak
panah berapi dan katapel besar yang menggunakan bola peluru berapi. Di
Indonesia sendiri konon minyak telah digunakan juga sebagai alat perang
oleh armada kapal pasukan Kerajaan Sriwijaya, meskipun saya sendiri
belum pernah melihat atau membaca data otentik tersebut.

Awal Kegiatan Perminyakan di Indonesia

Sejarah industri perminyakan modern di Indonesia sendiri diawali pada tahun 1870 oleh P.
Vandijk, seorang engineer Belanda di daerah Purwodadi - Jawa Tengah, tepatnya di desa
Ngamba, melalui pengamatan rembesan-rembesan minyak di permukaan tanah. Di desa
Ngamba tersebut mBah Vandijk mendapatkan rembesan air asin yang mengandung minyak. Tapi
karena terjadi gempa di Yogyakarta pada tahun 1867 hampir semua rembesan tersebut tertutup
dan tidak mengeluarkan rembesan minyak lagi. Yang tertinggal hanya air asin yang berbau
minyak.

Pada bulan November 1895 perusahaan Mac Neill & Co. di Semarang mendapat konsesi di
daerah tersebut selama 15 tahun. Kemudian pada bulan April 1896 dirubah menjadi 75 tahun,
dan daerahnya meliputi Klantung Sejomerto.

Beberapa orang Cina yang memiliki tanah di daerah tersebut ikut mengajukan konsesi dan
dikabulkan dengan Surat Keputusan Gubernur Jendral Hidia Belanda No. 11 tanggal 11 Juli
1894. Tapi karena ga mampu ngelola akhirnya haknya dipindahkan kepada Perseroan Terbatas
yang bernama Java Petroleum Maatschappij yang ngantor di Amsterdam.

Sumber : http://persembahanku.wordpress.com

Proses Pengolahan Minyak Bumi


Ditulis oleh EG Giwangkara S di/pada Selasa, Februari 27 2007

Seperti yang pernah saya tulis tentang komposisi minyak bumi, minyak bumi
bukan merupakan senyawa homogen, tapi merupakan campuran dari berbagai
jenis senyawa hidrokarbon dengan perbedaan sifatnya masing-masing, baik
sifat fisika maupun sifat kimia.

Proses pengolahan minyak bumi sendiri terdiri dari dua jenis proses utama,
yaitu Proses Primer dan Proses Sekunder. Sebagian orang mendefinisikan
Proses Primer sebagai proses fisika, sedangkan Proses Sekunder adalah proses
kimia. Hal itu bisa dimengerti karena pada proses primer biasanya komponen atau fraksi minyak
bumi dipisahkan berdasarkan salah satu sifat fisikanya, yaitu titik didih. Sementara pemisahan
dengan cara Proses Sekunder bekerja berdasarkan sifat kimia kimia, seperti perengkahan atau
pemecahan maupun konversi, dimana didalamnya terjadi proses perubahan struktur kimia
minyak bumi tersebut.

Rantai Hidrokarbon Minyak Bumi

Seperti kita kitahui dalam Kimia Organik bahwa senyawa hidrokarbon, terutama yang parafinik
dan aromatik, mempunyai trayek didih masing-masing, dimana panjang rantai hidrokarbon
berbanding lurus dengan titik didih dan densitasnya. Semakin panjang rantai hidrokarbon maka
trayek didih dan densitasnya semakin besar. Nah, sifat fisika inilah yang kemudian menjadi dasar
dalam Proses Primer.
Jumlah atom karbon dalam rantai hidrokarbon bervariasi. Untuk dapat dipergunakan sebagai
bahan bakar maka dikelompokkan menjadi beberapa fraksi atau tingkatan dengan urutan
sederhana sebagai berikut :

1. Gas
Rentang rantai karbon : C1 sampai C5
Trayek didih : 0 sampai 50°C
Peruntukan : Gas tabung, BBG, umpan proses petrokomia.
2. Gasolin (Bensin)
Rentang rantai karbon : C6 sampai C11
Trayek didih : 50 sampai 85°C
Peruntukan : Bahan bakar motor, bahan bakar penerbangan bermesin piston, umpan
proses petrokomia
3. Kerosin (Minyak Tanah)
Rentang rantai karbon : C12 sampai C20
Trayek didih : 85 sampai 105°C
Peruntukan : Bahan bakar motor, bahan bakar penerbangan bermesin jet, bahan bakar
rumah tangga, bahan bakar industri, umpan proses petrokimia
4. Solar
Rentang rantai karbon : C21 sampai C30
Trayek didih : 105 sampai 135°C
Peruntukan : Bahan bakar motor, bahan bakar industri
5. Minyak Berat
Rentang rantai karbon dari C31 sampai C40
Trayek didih dari 130 sampai 300°C
Peruntukan : Minyak pelumas, lilin, umpan proses petrokimia
6. Residu
Rentang rantai karbon diatas C40
Trayek didih diatas 300°C
Peruntukan : Bahan bakar boiler (mesin pembangkit uap panas), aspal, bahan pelapis anti
bocor.

Melihat daftar trayek hidrokarbon diatas nampak ideal sekali, dimana perbedaan jumlah atom
karbonnya sangat jelas. Tapi pada kenyataannya dengan teknologi sekarang kondisi diatas
teramat sangat sulit dicapai… oops, maaf menggunakan gaya bahasa pleonasme

Kondisi ideal diatas sulit dicapai karena senyawa hidrokarbon dalam minyak bumi banyak
mengandung isomernya juga.

Ya…., isomer hidrokarbon, terutama isomer yang parafinik memiliki titik didih dan densitas
yang lebih ringan dibandingkan dengan rantai lurusnya. Misal, normal-oktan (n-C8H1 titik
didih dan densitasnya akan lebih besar dari pada iso-oktan (2,2,4-trimetil pentan), begitu juga
untuk isomer-isomer lainnya.

Atas dasar kondisi seperti itulah kemudian pada kenyataannya dalam pengolahan minyak bumi
lebih memegang patokan kepada trayek titik didih daripada komposisi atau rentang rantai
karbonnya. Sehingga pada batas antara fraksi pasti akan terjadi overlap (tumpang tindih) fraksi.
Overlap ini kemudian disebut sebagai minyak slops yang nantinya akan berfungsi sebagai bahan
pencampur untuk mengatur produk akhir sehingga memenuhi spesifikasi atau baku mutu yang
ditentukan.

Proses
Primer

Minyak bumi atau minyak mentah sebelum masuk kedalam kolom fraksinasi (kolom pemisah)
terlebih dahulu dipanaskan dalam aliran pipa dalam furnace (tanur) sampai dengan suhu ±
350°C. Minyak mentah yang sudah dipanaskan tersebut kemudian masuk kedalam kolom
fraksinasi pada bagian flash chamber (biasanya berada pada sepertiga bagian bawah kolom
fraksinasi). Untuk menjaga suhu dan tekanan dalam kolom maka dibantu pemanasan dengan
steam (uap air panas dan bertekanan tinggi).

Karena perbedaan titik didih setiap komponen hidrokarbon maka komponen-komponen tersebut
akan terpisah dengan sendirinya, dimana hidrokarbon ringan akan berada dibagian atas kolom
diikuti dengan fraksi yang lebih berat dibawahnya. Pada tray (sekat dalam kolom) komponen itu
akan terkumpul sesuai fraksinya masing-masing.

Pada setiap tingkatan atau fraksi yang terkumpul kemudian dipompakan keluar kolom,
didinginkan dalam bak pendingin, lalu ditampung dalam tanki produknya masing-masing.
Produk ini belum bisa langsung dipakai, karena masih harus ditambahkan aditif (zat penambah)
agar dapat memenuhi spesifikasi atau persyaratan atau baku mutu yang ditentukan oleh Dirjen
Migas RI untuk masing-masing produk tersebut.

Proses Sekunder

Seperti yang pernah saya tulis tentang jenis minyak bumi disini, disini dan disini juga, pada
kenyataannya minyak bumi tidak pernah ada yang sama, bahkan untuk sumur minyak yang
berdekatan sekalipun. Kenyataannya banyak sumur minyak yang menghasilkan minyak bumi
dengan densitas (specific gravity) yang lebih berat, terutama untuk sumur minyak yang sudah
udzur atau memang jenis minyak dalam sumur tersebut adalah jenis minyak berat. Pada
pemompaan minyak dari dalam sumur (reservoir) biasanya yang akan terpompakan pada awal-
awal produksi adalah bagian yang ringannya. Sehingga pada usia akhir sumur yang dipompakan
adalah minyak beratnya.

Untuk pengolahan minyak berat jenis ini maka bisa dipastikan produk yang dihasilkan akan lebih
banyak fraksi beratnya daripada fraksi ringannya.

+ Penjelasannya mbingungi ga sih ?

Maksudnya gini lho, kalo yang dimasak tuh minyak bumi jenis minyak berat seperti penjelasan
diatas maka produk yang dihasilkan akan lebih banyak fraski solar, minyak berat atau residunya
daripada gas, bensin atau minyak tanahnya. Sementara konsumsi produk minyak bumi di
Indonesia kan lebih banyak dari fraksi bensin dan solarnya, terutama untuk otomotif.

- Kalo gitu mendingan ga usah masak minyak jenis minyak berat aja kang,
biar bisa bikin bensin dan minyak tanah lebih banyak…

+ Lha kalo harga jenis minyak berat ini bisa lebih murah gimana ?
Kan lumayan bisa menghemat duit negara… deuu…
Tau ah… pokokna mah saya cuma pengen ngomongin dari sisi
teknologinya aja deh…
Jadi, jika yang dimasak oleh proses primer adalah minyak bumi jenis minyak berat maka
hasilnya akan lebih banyak fraksi beratnya (solar, minyak berat dan residu) daripada fraksi
ringannya. Sementara tuntutan pasar lebih banyak produk dari fraksi ringan dibandingkan fraksi
beratnya. Maka untuk menyiasatinya adalah dengan melakukan perubahan struktur kimia dari
produk fraksi berat.

Teknologi yang banyak digunakan adalah dengan cara melakukan cracking (perengkahan atau
pemutusan) terhadap hidrokarbon rantai panjang menjadi hidrokarbon rantai pendek, sehingga
bisa menjadi fraksi ringan juga. Misal, dengan cara merengkah sebuah molekul hidrokarbon C30
yang merupakan produk dari fraksi solar atau minyak berat menjadi dua buah molekul
hidrokarbon C15 yang merupakan produk dari fraksi minyak tanah atau kerosin, atau menjadi
sebuah molekul hidrokarbon C10 yang merupakan produk dari fraksi bensin dan sebuah molekul
hidrokarbon C20 yang merupakan produk dari fraksi solar.

Proses perengkahan ini sendiri ada dua dua cara, yaitu dengan cara menggunakan katalis
(catalytic cracking) dan cara tanpa menggunakan katalis atau dengan cara pemanasan tinggi
menggunakan suhu diatas 350°C (thermal cracking).

Perbedaan dari kedua jenis perengkahan tersebut adalah pada kemudahan “mengarahkan” produk
yang diinginkan. Pada cara thermal cracking sangat sulit untuk mengatur atau mengarahkan
produk fraksi ringan mana yang diinginkan. Dengan cara ini jika kita menginginkan membuat
bensin yang lebih banyak dibandingkan minyak tanah akan sulit dilakukan, padahal keduanya
masih termasuk fraksi ringan. Sementara jika menggunakan catalytic cracking kita akan lebih
mudah mengatur mood operasi. Misal kita hanya ingin memperbanyak produk bensin
dibandingkan minyak tanahnya, atau sebaliknya. Ilustrasinya kira-kira seperti jika kita akan
memecah sekeping kaca lebar. Jika menggunakan cara thermal cracking kita ibarat memecahkan
kaca tersebut dengan cara dibanting, ukurannya tidak akan teratur. Sedangkan jika menggunakan
cara catalytic cracking ibarat memecahkan kaca dengan menggunakan pisau kaca, lebih teratur
dan bisa sesuai keinginan kita.

Minyak hasil rengkahan tersebut kemudian dipisahkan kembali berdasarkan fraksi yang lebih
sempit dalam kolom fraksinasi dengan proses seperti halnya proses primer, untuk selanjutnya
didinginkan dan ditampung dalam tanki produk setengah jadi dan selanjutnya ditambahkan aditif
sesuai spesifikasi produk akhir yang diinginkan.

Sumber : http://persembahanku.wordpress.com

Komposisi Minyak Bumi


Ditulis oleh EG Giwangkara S di/pada Minggu, September 3 2006

Ah.. finally, saya bisa nyambangi persembahanku lagi :-).


Kali ini saya ingin cerita-cerita tentang komposisi minyak bumi.

Minyak bumi adalah campuran komplek hidrokarbon plus senyawaan organik


dari Sulfur, Oksigen, Nitrogen dan senyawa – senyawa yang mengandung
konstituen logam terutama Nikel, Besi dan Tembaga.

Minyak bumi sendiri bukan merupakan bahan yang uniform, melainkan berkomposisi yang
sangat bervariasi, tergantung pada lokasi, umur lapangan minyak dan juga kedalaman sumur.

Dalam minyak bumi parafinik ringan mengandung hidrokarbon tidak kurang dari 97 %
sedangkan dalam jenis asphaltik berat paling rendah 50 %.

Komponen Hidrokarbon
Perbandingan unsur – unsur yang terdapat dalam minyak bumi sangat bervariasi. Berdasarkan
atas hasil analisa, diperoleh data sebagai berikut :

• Karbon : 83,0 – 87,0 %


• Hidrogen : 10,0 – 14,0 %
• Nitrogen : 0,1 – 2,0 %
• Oksigen : 0,05 – 1,5 %
• Sulfur : 0,05 – 6,0 %

Komponen hidrokarbon dalam minyak bumi diklasifikasikan atas tiga golongan, yaitu :

• golongan parafinik
• golongan naphthenik
• golongan aromatik
• sedangkan golongan olefinik umumnya tidak ditemukan dalam crude oil, demikian juga
hidrokarbon asetilenik sangat jarang.

Crude oil mengandung sejumlah senyawaan non hidrokarbon, terutama senyawaan Sulfur,
senyawaan Nitrogen, senyawaan Oksigen, senyawaan Organo Metalik (dalam jumlah kecil/trace
sebagai larutan) dan garam – garam anorganik (sebagai suspensi koloidal).

1. Senyawaan Sulfur
Crude oil yang densitynya lebih tinggi mempunyai kandungan Sulfur yang lebih tinggu
pula. Keberadaan Sulfur dalam minyak bumi sering banyak menimbulkan akibat,
misalnya dalam gasoline dapat menyebabkan korosi (khususnya dalam keadaan dingin
atau berair), karena terbentuknya asam yang dihasilkan dari oksida sulfur (sebagai hasil
pembakaran gasoline) dan air.
2. Senyawaan Oksigen
Kandungan total oksigen dalam minyak bumi adalah kurang dari 2 % dan menaik dengan
naiknya titik didih fraksi. Kandungan oksigen bisa menaik apabila produk itu lama
berhubungan dengan udara. Oksigen dalam minyak bumi berada dalam bentuk ikatan
sebagai asam karboksilat, keton, ester, eter, anhidrida, senyawa monosiklo dan disiklo
dan phenol. Sebagai asam karboksilat berupa asam Naphthenat (asam alisiklik) dan asam
alifatik.

3. Senyawaan Nitrogen
Umumnya kandungan nitrogen dalam minyak bumi sangat rendah, yaitu 0,1 – 0,9 %.
Kandungan tertinggi terdapat pada tipe Asphalitik. Nitrogen mempunyai sifat racun
terhadap katalis dan dapat membentuk gum / getah pada fuel oil. Kandungan nitrogen
terbanyak terdapat pada fraksi titik didih tinggi. Nitrogen klas dasar yang mempunyai
berat molekul yang relatif rendah dapat diekstrak dengan asam mineral encer, sedangkan
yang mempunyai berat molekul yang tinggi tidak dapat diekstrak dengan asam mineral
encer.

4. Konstituen Metalik
Logam – logam seperti besi, tembaga, terutama nikel dan vanadium pada proses catalytic
cracking mempengaruhi aktifitas katalis, sebab dapat menurunkan produk gasoline,
menghasilkan banyak gas dan pembentukkan coke. Pada power generator temperatur
tinggi, misalnya oil – fired gas turbine, adanya konstituen logam terutama vanadium
dapat membentuk kerak pada rotor turbine. Abu yang dihasilkan dari pembakaran fuel
yang mengandung natrium dan terutama vanadium dapat bereaksi dengan refactory
furnace (bata tahan api), menyebabkan turunnya titik lebur campuran sehingga
merusakkan refractory itu.

Agar dapat diolah menjadi produk-produknya, minyak bumi dari sumur diangkut ke Kilang
menggunakan kapal, pipa, mobil tanki atau kereta api. Didalam Kilang, minyak bumi diolah
menjadi produk yang kita kenal secara fisika berdasarkan trayek titik didihnya (distilasi), dimana
gas berada pada puncak kolom fraksinasi dan residu (aspal) berada pada dasar kolom
fraksinasi. Tentang pengolahan minyak bumi menjadi produk-produk yang kita ketahui di
pasaran dari dalam kilang akan dibahas secara khusus nanti.
Setiap trayek titik didih disebut “Fraksi”, misal :

0 – 50°C : Gas
50 – 85°C : Gasoline
85 – 105°C : Kerosin
105 – 135°C : Solar
> 135°C : Residu (Umpan proses lebih lanjut

Sumber : http://persembahanku.wordpress.com

Komposisi Minyak Bumi (II)


Ditulis oleh EG Giwangkara S di/pada Jumat, September 29 2006

Tadinya saya tidak ingin terlalu jauh menulis tentang Komposisi Minyak Bumi,
karena ingin segera menulis artikel tentang proses pengolahan minyak bumi
menjadi produk-produknya yang kita ketahui dipasaran dan pengendalian
mutunya. Tetapi setelah membaca sebuah email berikut dalam sebuah milis, saya
jadi tertarik untuk menulis kelanjutannya ; Komposisi Minyak Bumi (The
Trilogy)..

Berikut adalah sebuah email yang dikirim seseorang dalam sebuah miling list.

Parafin dan aspaltin adalah deposit organic yang dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan
pada formasi atau pada jaringan pengangkut. Keduanya serupa tapi tak sama. Parafin adalah
senyawa hidrokarbon rantai lurus, N-alkana dengan rantai sangat panjang (C > 100) yang
membentuk struktur kristal. Parafin memiliki titik didih lebih dari 240oF.

Alpalten merupakan struktur benzen bermuatan, memiliki densitas yang tinggi, membentuk
molekul amorf (biasanya padatan britle/getas) . Parafin dapat meleleh sedangkan asphalten
terdekomposisi, Deposit keduanya mengambang di air dan larut di air. Parafin larut dalam
heptane dan crude oil sedangkan aspalten tidak.

Sebagian besar yang ditulisnya adalah benar, tapi ada beberapa hal yang mungkin perlu
diluruskan.

Jadi yang namanya minyak bumi atau sering juga disebut crude oil adalah merupakan campuran
dari ratusan jenis hidrokarbon dari rentang yang paling kecil, seperti metan, yang memiliki satu
atom karbon sampai dengan jenis hidrokarbon yang paling besar yang mengandung 200 atom
karbon bahkan lebih.
Secara garis besar minyak bumi dikelompokkan berdasarkan komposisi kimianya menjadi empat
jenis, yaitu :

1. Parafin
2. Olefin
3. Naften
4. Aromat

Tetapi karena di alam bisa dikatakan tidak pernah ditemukan minnyak bumi dalam bentuk olefin,
maka minyak bumi kemudian dikelompokkan menjadi tiga jenis saja, yaitu Parafin, Naften dan
Aromat.

Kandungan utama dari campuran hidrokarbon ini adalah parafin atau senyawa isomernya. Isomer
sendiri adalah bentuk lain dari suatu senyawa hidrokarbon yang memiliki rumus kimia yang
sama. Misal pada normal-butana pada gambar berikut memiliki isomer 2-metil propana, atau
kadang disebut juga iso-butana. Keduanya memiliki rumus kimia yang sama, yaitu C4H10 tetapi
memiliki rumus bangun yang berbeda seperti tampak pada gambar.

Jika atom karon (C) dinotasikan sebagai bola berwarna hitam dan atom hidrogen (H) dinotasikan
sebagai bola berwarna merah maka gambar dari normal-butan dan iso-butan akan tampak seperti
gambar berikut :
Senyawa hidrokarbon ‘normal’ sering juga disebut sebagai senyawa hidrokarbon rantai lurus,
sedangkan senyawa isomernya atau ‘iso’ sering juga disebut sebagai senyawa hidrokarbon rantai
cabang. Keduanya merupakan jenis minyak bumi jenis parafin.

Sedangkan sisa kandungan hidrokarbon lainnya dalam minyak bumi adalah senyawa siklo-
parafin yang disebut juga naften dan/atau senyawa aromat. Berikut adalah contoh dari siklo-
parafin dan aromat.
‘Keluarga hidrokarbon’ terebut diatas disebut homologis, karena sebagian besar kandungan yang
ada dalam minyak bumi tersebut dapat dipisahkan kedalam beberapa jenis kemurnian untuk
keperluan komersial. Secara umum, di dalam kilang minyak bumi, pemisahan perbandingan
kemurnian dilakukan terhadap hidrokarbon yang memiliki kandungan karbon yang lebih kecil
dari C7. Pada umumnya kandungan tersebut dapat dipisahkan dan diidentifikasi, tetapi hanya
untuk keperluan di laboratorium.

Campuran siklo parafin dan aromat dalam rantai hidrokarbon panjang dalam minyak
bumi membuat minyak bumi tersebut digolongkan menjadi minyak bumi jenis aspaltin.

Minyak bumi di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk parafin murni maupun aspaltin murni,
tetapi selalu dalam bentuk campuran antara parafin dan aspaltin. Pengelompokan minyak bumi
menjadi minyak bumi jenis parafin dan minyak bumi jenis aspaltin berdasarkan banyak atau
dominasi minyak parafin atau aspaltin dalam minyak bumi. Artinya minyak bumi dikatakan jenis
parafin jika senyawa parafinnya lebih dominan dibandingkan aromat dan/atau siklo parafinnya.
Begitu juga sebaliknya.

Dalam skala industri, produk dari minyak bumi dikelompokkan berdasarkan rentang titik
didihnya, atau berdasarkan trayek titik didihnya. Pengelompokan produk berdasarkan titik didih
ini lebih sering dilakukan dibandingkan pengelompokan berdasarkan komposisinya.

Minyak bumi tidak seluruhnya terdiri dari hidrokarbon murni. Dalam minyak bumi terdapat juga
zat pengotor (impurities) berupa sulfur (belerang), nitrogen dan logam. Pada umumnya zat
pengotor yang banyak terdapat dalam minyak bumi adalah senyawa sulfur organik yang disebut
merkaptan. Merkaptan ini mirip dengan hidrokarbon pada umumnya, tetapi ada penambahan satu
atau lebih atom sulfur dalam molekulnya, seperti pada gambar berikut :
Senyawa sulfur yang lebih kompleks dalam minyak bumi terdapat dalam bentuk tiofen dan
disulfida. Tiofen dan disulfida ini banyak terdapat dalam rantai hidrokarbon panjang atau pada
produk distilat pertengahan (middle distillate).

Selain itu zat pengotor lainnya yang terdapat dalam minyak bumi adalah berupa senyawa
halogen organik, terutama klorida, dan logam organik, yaitu natrium (Na), Vanadium (V) dan
nikel (Ni).

Titik didih minyak bumi parafin dan aspaltin tidak dapat ditentukan secara pasti, karena sangat
bervariasi, tergantung bagaimana komposisi jumlah dari rantai hidrokarbonnya. Jika minyak
bumi tersebut banyak mengandung hidrokarbon rantai pendek dimana memiliki jumlah atom
karbon lebih sedikit maka titik didihnya lebih rendah, sedangkan jika memiliki hidrokarbon
rantai panjang dimana memiliki jumlah atom karbon lebih banyak maka titik didihnya lebih
tinggi.

Sumber : http://persembahanku.wordpress.com
Proses Pembentukan Minyak Bumi
Ditulis oleh EG Giwangkara S di/pada Rabu, Agustus 23 2006

Membahas identifikasi minyak bumi tidak dapat lepas dari bahasan teori
pembentukan minyak bumi dan kondisi pembentukannya yang membuat suatu
minyak bumi menjadi spesifik dan tidak sama antara suatu minyak bumi dengan
minyak bumi lainnya. Karena saya adalah seorang chemist, maka pendekatan
yang saya lakukan lebih banyak kepada aspek kimianya daripada dari aspek
geologi. Pemahaman tentang proses pembentukan minyak bumi akan diperlukan
sebagai bahan pertimbangan untuk menginterpretasikan hasil identifikasi. Ada
banyak hipotesa tentang terbentuknya minyak bumi yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa
diantaranya adalah :

1. Teori Biogenesis (Organik)


Macqiur (Perancis, 175 merupakan orang yang pertama kali mengemukakan pendapat bahwa
minyak bumi berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kemudian M.W. Lamanosow (Rusia, 1763) juga
mengemukakan hal yang sama. Pendapat di atas juga didukung oleh sarjana lainnya seperti, New
Beery (1859), Engler (1909), Bruk (1936), Bearl (193 dan Hofer. Mereka menyatakan bahwa:
“minyak dan gas bumi berasal dari organisme laut yang telah mati berjuta-juta tahun yang lalu
dan membentuk sebuah lapisan dalam perut bumi.”

2. Teori Abiogenesis (Anorganik)


Barthelot (1866) mengemukakan bahwa di dalam minyak bumi terdapat logam alkali, yang
dalam keadaan bebas dengan temperatur tinggi akan bersentuhan dengan CO2 membentuk
asitilena. Kemudian Mandeleyev (1877) mengemukakan bahwa minyak bumi terbentuk akibat
adanya pengaruh kerja uap pada karbida-karbida logam dalam bumi. Yang lebih ekstrim lagi
adalah pernyataan beberapa ahli yang mengemukakan bahwa minyak bumi mulai terbentuk sejak
zaman prasejarah, jauh sebelum bumi terbentuk dan bersamaan dengan proses terbentuknya
bumi. Pernyataan tersebut berdasarkan fakta ditemukannya material hidrokarbon dalam beberapa
batuan meteor dan di atmosfir beberapa planet lain 2).

Dari sekian banyak hipotesa tersebut yang sering dikemukakan adalah Teori Biogenesis, karena
lebih bisa. Teori pembentukan minyak bumi terus berkembang seiring dengan berkembangnya
teknologi dan teknik analisis minyak bumi, sampai kemudian pada tahun 1984 G. D. Hobson
dalam tulisannya yang berjudul The Occurrence and Origin of Oil and Gas menyatakan bahwa :
“The type of oil is dependent on the position in the depositional basin, and that the oils become
lighter in going basinward in any horizon. It certainly seems likely that the depositional
environment would determine the type of oil formed and could exert an influence on the
character of the oil for a long time, even thought there is evolution” 2).

Berdasarkan teori Biogenesis, minyak bumi terbentuk karena adanya kebocoran kecil yang
permanen dalam siklus karbon. Siklus karbon ini terjadi antara atmosfir dengan permukaan
bumi, yang digambarkan dengan dua panah dengan arah yang berlawanan, dimana karbon
diangkut dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Pada arah pertama, karbon dioksida di atmosfir
berasimilasi, artinya CO2 diekstrak dari atmosfir oleh organisme fotosintetik darat dan laut. Pada
arah yang kedua CO2 dibebaskan kembali ke atmosfir melalui respirasi makhluk hidup
(tumbuhan, hewan dan mikroorganisme).

Dalam proses ini, terjadi


kebocoran kecil yang
memungkinkan satu bagian
kecil karbon yang tidak
dibebaskan kembali ke
atmosfir dalam bentuk CO2,
tetapi mengalami transformasi
yang akhir-nya menjadi fosil
yang dapat terbakar. Bahan
bakar fosil ini jumlahnya hanya
kecil sekali. Bahan organik
yang mengalami oksidasi
selama pemendaman.
Akibatnya, bagian utama dari
karbon organik dalam bentuk
karbonat menjadi sangat kecil
jumlahnya dalam batuan
sedimen.

Pada mulanya senyawa


tersebut (seperti karbohidrat,
protein dan lemak) diproduksi
oleh makhluk hidup sesuai
dengan kebutuhannya, seperti
untuk mempertahankan diri,
untuk berkembang biak atau
sebagai komponen fisik dan
makhluk hidup itu. Komponen
yang dimaksud dapat berupa konstituen sel, membran, pigmen, lemak, gula atau protein dari
tumbuh-tumbuhan, cendawan, jamur, protozoa, bakteri, invertebrata ataupun binatang berdarah
dingin dan panas, sehingga dapat ditemukan di udara, pada permukaan, dalam air atau dalam
tanah.

Apabila makhluk hidup tersebut mati, maka 99,9 % senyawa karbon dan makhluk hidup akan
kembali mengalami siklus sebagal rantai makanan, sedangkan sisanya 0,1 % senyawa karbon
terjebak dalam tanah dan dalam sedimen. Inilah yang merupakan cikal bakal senyawa-senyawa
fosil atau dikenal juga sebagai embrio minyak bumi. Embrio ini mengalami perpindahan dan
akan menumpuk di salah satu tempat yang kemungkinan menjadi reservoar dan ada yang hanyut
bersama aliran air sehingga menumpuk di bawah dasar laut, dan ada juga karena perbedaan
tekanan di bawah laut muncul ke permukaan lalu menumpuk di permukaan dan ada pula yang
terendapkan di permukaan laut dalam yang arusnya kecil.
Embrio kecil ini menumpuk dalam kondisi lingkungan lembab, gelap dan berbau tidak sedap di
antara mineral-mineral dan sedimen, lalu membentuk molekul besar yang dikenal dengan
geopolimer. Senyawa-senyawa organik yang terpendam ini akan tetap dengan karakter masing-
masing yang spesifik sesuai dengan bahan dan lingkungan pembentukannya. Selanjutnya
senyawa organik ini akan mengalami proses geologi dalam perut bumi. Pertama akan mengalami
proses diagenesis, dimana senyawa organik dan makhluk hidup sudah merupakan senyawa mati
dan terkubur sampai 600 meter saja di bawah permukaan dan lingkungan bersuhu di bawah
50°C.

Pada kondisi ini senyawa-senyawa organik yang


berasal dan makhluk hidup mulai kehilangan gugus
beroksigen akibat reaksi dekarboksilasi dan
dehidratasi. Semakin dalam pemendaman terjadi,
semakin panas lingkungannya, penam-bahan
kedalaman 30 - 40 m akan menaik-kan temperatur
1°C. Di kedalaman lebih dan 600 m sampai 3000
m, suhu pemendaman akan berkisar antara 50 -
150 °C, proses geologi kedua yang disebut
katagenesis akan berlangsung, maka geopolimer
yang terpendam mulal terurai akibat panas bumi.

Komponen-komponen minyak bumi pada proses


ini mulai terbentuk dan senyawa–senyawa
karakteristik yang berasal dan makhluk hidup
tertentu kembali dibebaskan dari molekul. Bila
kedalaman terus berlanjut ke arah pusat bumi,
temperatur semakin naik, dan jika kedalaman
melebihi 3000 m dan suhu di atas 150°C, maka bahan-bahan organik dapat terurai menjadi gas
bermolekul kecil, dan proses ini disebut metagenesis.

Setelah proses geologi ini dilewati, minyak bumi sudah terbentuk bersama-sama dengan bio-
marka. Fosil molekul yang sudah terbentuk ini akan mengalami perpindahan (migrasi) karena
kondisi lingkungan atau kerak bumi yang selalu bergerak rata-rata se-jauh 5 cm per tahun,
sehingga akan ter-perangkap pada suatu batuan berpori, atau selanjutnya akan bermigrasi
membentuk suatu sumur minyak. Apabila dicuplik batuan yang memenjara minyak ini (batuan
induk) atau minyak yang terperangkap dalam rongga bu-mi, akan ditemukan fosil senyawa-
senyawa organik. Fosil-fosil senyawa inilah yang diten-tukan strukturnya menggunaan be-berapa
metoda analisis, sehingga dapat menerangkan asal-usul fosil, bahan pembentuk, migrasi minyak
bumi serta hubungan antara suatu minyak bumi dengan minyak bumi lain dan hubungan minyak
bumi dengan batuan induk.

Sumber : http://persembahanku.wordpress.com

Pengilangan Minyak

Tampilan kilang minyak Shell/Valero Martinez

Kilang minyak (oil refinery) adalah pabrik/fasilitas industri yang mengolah minyak mentah
menjadi produk petroleum yang bisa langsung digunakan maupun produk-produk lain yang
menjadi bahan baku bagi industri petrokimia. Produk-produk utama yang dihasilkan dari kilang
minyak antara lain: minyak bensin (gasoline), minyak disel, minyak tanah (kerosene). Kilang
minyak merupakan fasilitas industri yang sangat kompleks dengan berbagai jenis peralatan
proses dan fasilitas pendukungnya. Selain itu, pembangunannya juga membutuhkan biaya yang
sangat besar.
Proses Operasi di dalam Kilang Minyak

Minyak mentah yang baru dipompakan ke luar dari tanah dan belum diproses umumnya tidak
begitu bermanfaat. Agar dapat dimanfaatkan secara optimal, minyak mentah tersebut harus
diproses terlebih dahulu di dalam kilang minyak.

Minyak mentah merupakan campuran yang amat kompleks yang tersusun dari berbagai senyawa
hidrokarbon. Di dalam kilang minyak tersebut, minyak mentah akan mengalami sejumlah proses
yang akan memurnikan dan mengubah struktur dan komposisinya sehingga diperoleh produk
yang bermanfaat.

Secara garis besar, proses yang berlangsung di dalam kilang minyak dapat digolongkan menjadi
5 bagian, yaitu:
• Proses Distilasi, yaitu proses penyulingan berdasarkan perbedaan titik didih; Proses ini
berlangsung di Kolom Distilasi Atmosferik dan Kolom Destilasi Vakum.
• Proses Konversi, yaitu proses untuk mengubah ukuran dan struktur senyawa hidrokarbon.
Termasuk dalam proses ini adalah:

• Dekomposisi dengan cara perengkahan termal dan katalis (thermal and catalytic
cracking)
• Unifikasi melalui proses alkilasi dan polimerisasi
• Alterasi melalui proses isomerisasi dan catalytic reforming

• Proses Pengolahan (treatment). Proses ini dimaksudkan untuk menyiapkan fraksi-fraksi


hidrokarbon untuk diolah lebih lanjut, juga untuk diolah menjadi produk akhir.
• Formulasi dan Pencampuran (Blending), yaitu proses pencampuran fraksi-fraksi hidrokarbon
dan penambahan bahan aditif untuk mendapatkan produk akhir dengan spesikasi tertentu.
• Proses-proses lainnya, antara lain meliputi: pengolahan limbah, proses penghilangan air asin
(sour-water stripping), proses pemerolehan kembali sulfur (sulphur recovery), proses
pemanasan, proses pendinginan, proses pembuatan hidrogen, dan proses-proses pendukung
lainnya.

Proses Distilasi
Tahap awal proses pengilangan berupa proses distilasi (penyulingan) yang berlangsung di dalam
Kolom Distilasi Atmosferik dan Kolom Distilasi Vacuum. Di kedua unit proses ini minyak
mentah disuling menjadi fraksi-fraksinya, yaitu gas, distilat ringan (seperti minyak bensin),
distilat menengah (seperti minyak tanah, minyak solar), minyak bakar (gas oil), dan residu.
Pemisahan fraksi tersebut didasarkan pada titik didihnya.

Kolom distilasi berupa bejana tekan silindris yang tinggi (sekitar 40 m) dan di dalamnya terdapat
tray-tray yang berfungsi memisahkan dan mengumpulkan fluida panas yang menguap ke atas.
Fraksi hidrokarbon berat mengumpul di bagian bawah kolom, sementara fraksi-fraksi yang lebih
ringan akan mengumpul di bagian-bagian kolom yang lebih atas.

Fraksi-fraksi hidrokarbon yang diperoleh dari kolom distilasi ini akan diproses lebih lanjut di
unit-unit proses yang lain, seperti: Fluid Catalytic Cracker, dll.
Gambar ini memperlihatkan proses distilasi (penyulingan) minyak mentah yang berlangsung di Kolom
Distilasi.

Produk-produk Kilang Minyak


Produk-produk utama kilang minyak adalah:

• Minyak bensin (gasoline). Minyak bensin merupakan produk terpenting dan terbesar dari kilang
minyak.
• Minyak tanah (kerosene)
• LPG (Liquified Petroleum Gas)
• Minyak distilat (distillate fuel)
• Minyak residu (residual fuel)
• Kokas (coke) dan aspal
• Bahan-bahan kimia pelarut (solvent)
• Bahan baku petrokimia
• Minyak pelumas
Kilang Minyak di Indonesia
Di Indonesia terdapat sejumlah kilang minyak, antara lain:

• Pertamina Unit Pengolahan I Pangkalan Brandan, Sumatera Utara (Kapasitas 5 ribu barel/hari).
Kilang minyak pangkalan brandan sudah ditutup sejak awal tahun 2007
• Pertamina Unit Pengolahan II Dumai/Sei Pakning, Riau (Kapasitas Kilang Dumai 127 ribu
barel/hari, Kilang Sungai Pakning 50 ribu barel/hari)
• Pertamina Unit Pengolahan III Plaju, Sumatera Selatan (Kapasitas 145 ribu barel/hari)
• Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap (Kapasitas 348 ribu barel/hari)
• Pertamina Unit Pengolahan V Balikpapan, Kalimantan Timur (Kapasitas 266 ribu barel/hari)
• Pertamina Unit Pengolahan VI Balongan, Jawa Barat (Kapasitas 125 ribu barel/hari)
• Pertamina Unit Pengolahan VII Sorong, Irian Jaya Barat (Kapasitas 10 ribu barel/hari)
• Pusdiklat Migas Cepu, Jawa Tengah (Kapasitas 5 ribu barel/hari)

Semua kilang minyak di atas dioperasikan oleh Pertamina.

Sumber : http://id.wikipedia.org/ wiki/Kilang_minyak

Elpiji

Sebuah truk yang membawa tabung gas elpiji di Singapura

Elpiji, dari pelafalan singkatan bahasa Inggris; LPG (liquified petroleum gas, harafiah: "gas
minyak bumi yang dicairkan"), adalah campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal
dari gas alam. Dengan menambah tekanan dan menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair.
Komponennya didominasi propana (C3H8) dan butana (C4H10). Elpiji juga mengandung
hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya etana (C2H6) dan pentana (C5H12).

Dalam kondisi atmosfer, elpiji akan berbentuk gas. Volume elpiji dalam bentuk cair lebih kecil
dibandingkan dalam bentuk gas untuk berat yang sama. Karena itu elpiji dipasarkan dalam
bentuk cair dalam tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi
panas (thermal expansion) dari cairan yang dikandungnya, tabung elpiji tidak diisi secara penuh,
hanya sekitar 80-85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas
dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperatur, tetapi biasaya
sekitar 250:1.

Tekanan di mana elpiji berbentuk cair, dinamakan tekanan uap-nya, juga bervariasi tergantung
komposisi dan temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan tekanan sekitar 220 kPa (2.2 bar) bagi
butana murni pada 20 °C (68 °F) agar mencair, dan sekitar 2.2 MPa (22 bar) bagi propana murni
pada 55°C (131 °F).

Menurut spesifikasinya, elpiji dibagi menjadi tiga jenis yaitu elpiji campuran, elpiji propana dan
elpiji butana. Spesifikasi masing-masing elpiji tercantum dalam keputusan Direktur Jendral
Minyak dan Gas Bumi Nomor: 25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang dipasarkan Pertamina adalah
elpiji campuran.

Sifat elpiji
Sifat elpiji terutama adalah sebagai berikut:

• Cairan dan gasnya sangat mudah terbakar


• Gas tidak beracun, tidak berwarna dan biasanya berbau menyengat
• Gas dikirimkan sebagai cairan yang bertekanan di dalam tangki atau silinder.
• Cairan dapat menguap jika dilepas dan menyebar dengan cepat.
• Gas ini lebih berat dibanding udara sehingga akan banyak menempati daerah yang rendah.

Penggunaan elpiji
Penggunaan Elpiji di Indonesia terutama adalah sebagai bahan bakar alat dapur (terutama
kompor gas). Selain sebagai bahan bakar alat dapur, Elpiji juga cukup banyak digunakan sebagai
bahan bakar kendaraan bermotor (walaupun mesin kendaraannya harus dimodifikasi terlebih
dahulu).

Bahaya elpiji
Salah satu resiko penggunaan elpiji adalah terjadinya kebocoran pada tabung atau instalasi gas
sehingga bila terkena api dapat menyebabkan kebakaran. Pada awalnya, gas elpiji tidak berbau,
tapi bila demikian akan sulit dideteksi apabila terjadi kebocoran pada tabung gas. Menyadari itu
Pertamina menambahkan gas mercaptan, yang baunya khas dan menusuk hidung. Langkah itu
sangat berguna untuk mendeteksi bila terjadi kebocoran tabung gas. Tekanan elpiji cukup besar
(tekanan uap sekitar 120 psig), sehingga kebocoran elpiji akan membentuk gas secara cepat dan
merubah volumenya menjadi lebih besar.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Elpiji

Minyak tanah

Minyak tanah (bahasa Inggris: kerosene atau paraffin) adalah cairan hidrokarbon yang tak
berwarna dan mudah terbakar. Dia diperoleh dengan cara distilasi fraksional dari petroleum pada
150°C and 275°C (rantai karbon dari C12 sampai C15). Pada suatu waktu dia banyak digunakan
dalam lampu minyak tanah tetapi sekarang utamanya digunakan sebagai bahan bakar mesin jet
(lebih teknikal Avtur, Jet-A, Jet-B, JP-4 atau JP-8). Sebuah bentuk dari kerosene dikenal sebagai
RP-1 dibakar dengan oksigen cair sebagai bahan bakar roket. Nama kerosene diturunkan dari
bahasa Yunani keros (κερωσ, wax).

Biasanya, kerosene didistilasi langsung dari minyak mentah membutuhkan perawatan khusus,
dalam sebuah unit Merox atau hidrotreater, untuk mengurangi kadar belerangnya dan
pengaratannya. Kerosene dapat juga diproduksi oleh hidrocracker, yang digunakan untuk
mengupgrade bagian dari minyak mentah yang akan bagus untuk bahan bakar minyak.

Penggunaanya sebagai bahan bakar untuk memasak terbatas di negara berkembang, di mana dia
kurang disuling dan mengandung ketidakmurnian dan bahkan "debris".

Bahan bakar mesin jet adalah kerosene yang mencapai spesifikasi yang diperketat, terutama
titik asap dan titik beku.

Kegunaan lain
Kerosene biasa di gunakan untuk membasmi serangga seperti semut dan mengusir kecoa.
Kadang di gunakan juga sebagai campuran dalam cairan pembasmi serangga seperti pada merk/
brand baygone.

Nama umum
• coal oil
• kerosene (Amerika Serikat dan Australia)
• kerosine
• paraffin atau paraffin oil (Britania Raya dan Afrika Selatan)
• Turbosina (di Spanyol)

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_tanah
Penutup

Sudah selesai bacanya, tetap ingat pesan saya untuk jadikan negeri ini lebih maju dan
tidak makin terpuruk, terus maju dan menjadi Macan Asia, seperti 2 Raksasa baru Cina dan
Korsel. Untuk itu ayo manfaatkan momentum 100 Tahun kebangkitan Nasional
Sekian makalah ini semoga menambah wawasan anda.

You might also like