Professional Documents
Culture Documents
Seperti halnya dengan pemerintahan, kata governance bagi OMS berarti adalah
cara-cara bagaimana keputusan dibuat di dalam organisasi, khususnya keputusan-
keputusan yang menyangkut arah dan tujuan organisasi dan proses yang diikuti,
untuk menjamin bahwa OMS akuntabel kepada mereka yang membentuknya, yang
menjalankannya, yang mendukungnya dan yang memperoleh manfaat darinya.
Perluasan peran pasar dan masyarakat sipil diperlukan dalam keseluruhan proses
perumusan kebijakan publik, termasuk dalam pengambilan keputusan dan
implementasinya. Dengan perubahan ini tata-pemerintahan memberikan peran dan
ruang yang lebih besar kepada lembaga-lembaga non-pemerintah bukan hanya
lebih partisipatif, tetapi juga lebih responsif dan akuntabel kepada kepentingan
publik. (Dwiyanto, 2002).
1
Ketua Kelompok Kerja untuk Akuntabilitas Organisasi Masyarakat Sipil, Ketua Pengurus Perhimpunan
LP3ES, Anggota Pembina YAPPIKA dan Anggota Badan Pengurus Komunitas Indonesia untuk
Demokrasi (KID).
1
belakangan ini Kritik-kritik mulai santer yang dialamatkan kepada ORNOP. Beberapa
pertanyaan mendasar diajukan seperti: apa yang menjadi dasar serta tujuan
keberadaan ORNOP? Siapa yang mereka wakili atau siapa yang menjadi konstituen
mereka? Prof. Dr. Frank Bliss dari Universitas Hamburg, Jerman, misalnya menulis
bahwa sampai saat ini masih “sedikit sekali perhatian kepada aspek legitimasi di
dalam wacana atau debat mengenai peran organisasi masyarakat sipil di negara-
negara sedang berkembang.”2 Sedangkan Hugo Slim dalam salah satu tulisannya
menyebutkan bahwa mulai banyak dipersoalkan tentang masalah representasi
organisasi masyarakat sipil (OMS). Siapa yang memberikan mandat kepada OMS
untuk mewakili atau bertindak sebagai, atas nama atau untuk kepentingan rakyat
atau kelompok-kelompok dalam masyarakat?3
2
Frank Bliss, “What is Civil Society: Too little attention to the aspect of legitimacy”, D+C, Vol.30, Mei
2003, hal. 195-199
3
Lihat Hugo Slim, “By What Authority? The Legitimacy and Accountability of Non-Governmental y org
2
Ketika ORNOP semakin lantang menyuarakan pendapat mereka dalam berbagai
debat kebijakan publik, melakukan perlawanan terhadap praktik-praktik korupsi mau
pemerintah yang tidak transparan, mereka yang kepentingan politiknya terancam
mulai mengarahkan serangan balik kepada ORNOP. Kelemahan akuntabilitas
dijadikan bungkus serangan politis oleh pihak-pihak tertentu yang ingin
membungkam suara ORNOP. Kalangan politisi misalnya menuntut agar ORNOP
sebagai institusi yang memperoleh dana publik dan bergerak untuk kepentingan
publik harus akuntabel kepada publik. Menurut mereka penerapan prinsip-prinsip
transparansi dapat melepaskan kecurigaan terhadap ORNOP yang selama ini
melakukan kegiatan yang besar yang tentu disokong oleh dana yang besar pula.
Hanya saja akuntabilitas terutama ditafsirkan sebagai financial accounting, bahwa
dana ORNOP yang berasal dari donor asing itu perlu diaudit dan diumumkan
kepada publik. Pemerintah juga mulai mempersoalkan legalitas ORNOP dengan cara
mempersulit akses ke, atau membatasi sumber-sumber, dukungan finansial melalui
peraturan dan meminta kelengkapan administratif yang sulit dipenuhi.
Namun bagaimana pun juga kritik-kritik ini tidak seluruhnya didasarkan pada motif
politik. Pertanyaan mengenai akuntabilitas muncul sekurang-kurangnya atas tiga
alasan yang masuk akal. Yaitu, pertumbuhan ORNOP yang sangat cepat baik dalam
jumlah maupun volume kegiatan, semakin besarnya jumlah dana publik yang
disalurkan melalui ORNOP dan semakin kuatnya peran ORNOP dalam
pembentukan kebijakan publik. Untuk menanggulangi bencana Tsunami, misalnya,
sumbangan dari masyarakat internasional yang berada di tangan ORNOP Indonesia
cukup besar yang dapat menimbulkan irihati badan-badan pemerintah yang
berhubungan dengan penanggulangan bencana alam.
Definisi akuntabilitas seperti ini tentu jauh lebih luas dari sekedar akuntansi
keuangan dan pelaporan keuangan. Suatu definisi kerja tentang akuntabilitas akan
selalu mencakup tiga aspek: pelaporan atau pemberian informasi (reporting) ,
pelibatan (involving) dan cepat-tanggap (responding).
4
Hugo Slim, “By What Authority? The Legitimacy and Accountability of Non-Governmental
Organizations,” makalah yang disajikan pada International Meeting on Global Trends and Human Rights –
Before and After September 11, Geneva, January 10-12, 2002
3
Akuntabilitas merupakan obligation to inform. ORNOP wajib memberikan informasi
atau menjelaskan kinerjanya baik dalam bentuk keputusan-keputusan yang dibuat
dan tindakan-tindakan yang diambil kepada para pihak yang terkait dan
bertanggungjawab atas tindakan-tindakan tersebut. Akuntabilitas sesungguhnya
bertujuan ganda. Dengan memberikan penjelasan, memungkinkan organisasi
meningkatkan kinerjanya dengan memberikan kesempatan kepada berbagai pihak
memberikan reaksi atau umpan balik dalam bentuk kritik atau penghargaan yang
pada gilirannya akan meningkatkan kinerja organisasi itu sendiri.
Siapa saja yang menjadi pemangku kepentingan dan jenis-jenis informasi apa saja
yang perlu diberikan, telah mengalami perubahan pengertian dalam dua dasawarsa
terakhir ini seiring dengan perkembangan global. Dalam pendekatan tradisional
akuntabilitas hanya ditujukan kepada beberapa para pihak yang mempunyai
kekuasaan atau wewenang formal untuk mempengaruhi organisasi, khususnya yang
mempunyai kekuasaan dalam bidang hukum dan keuangan. Para fihak ini ada di
dalam organisasi sendiri (internal stakeholders) dan di luar organisasi (external
stakeholder). Yang termasuk ke dalam internal stakeholders adalah (dewan)
penyantun, pembina, pengawas, pengurus, dan para pimpinan pelaksana organisasi
sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud dengan external stakeholders terbatas
kepada para donor dan pemerintah di mana organisasi-organisasi tersebut
berdomisili.
Pendekatan tradisional itu dipandang tidak lagi memadai. Jumlah para pihak
kemana organisasi harus akuntabel menjadi semakin melebar. Tidak hanya terbatas
kepada pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan dan wewenang mempengaruhi
organisasi, tetapi juga individu-individu atau kelompok-kelompok yang dipengaruhi
oleh tindakan-tindakan organisasi. 6 Akuntabilitas tidak hanya ditujukan “ke atas”
(upward) tetapi juga “ke bawah” (downward). Kedalam pemangku kepentingan
dimasukkan komunitas atau kelompok-kelompok masyarakat lokal yang secara
langsung dipengaruhi oleh organisasi bersangkutan, apakah itu namanya kelompok
partisipan, kelompok dampingan, kelompok sasaran, rekan jejaring, dan sebagainya.
Jenis informasi yang diberikan dari waktu ke waktu juga semakin luas. Akuntabilitas
dalam pengertian yang sangat sempit, yaitu akuntabilitas keuangan juga dinilai tidak
cukup. Konsep akuntabilitas jauh lebih luas, mencakup beberapa hal yang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, akuntabilitas keuangan, dengan
5
Juliana Martinez Franzoni dan Gina Sibaja, “Civil Organizations and Accountability in Costa Rica and
Nicaragua: Caveat from without and caveats from within”, makalah yang dipersiapkan untuk Writer”s
Workshop on i ORNOPs an d Accountability , The Hague, June 21-22, 2004 2004
6
Lihat Hetty Kovach, “Addressing Accountability at the Global Level: The Challenges Facing International
ORNOP s”, 2005.
4
memberikan informasi dan melaporkan penggunaan sumberdaya (dana) yang
diperoleh dan dipercayakan kepadanya. Kedua akuntabilitas kinerja dengan
mendokumentasikan dan memberikan informasi atau penjelasan mengenai hasil-
hasil yang diperoleh dibandingkan dengan sasaran dan tujuan yang ditetapkan.
Ketiga akuntabilitas ucapan, jujur dan akurat mengenai apa yang disuarakan dan
mempunyai otoritas untuk menyuarakannya. Keempat, akuntabilitas untuk
memperbaiki diri, tanggap terhadap umpan-balik, melakukan evaluasi dan
memberikan informasi kepada publik mengenai tindakan-tindakan yang diambil
sehubungan dengan kritik-kritik yang disampaikan.
Bagaimana proses akuntabilitas dilakukan dan tools apa saja yang dipergunakan
disebut dengan mekanisme akuntabilitas. Mekanisme akuntabilitas berhubungan
erat dengan transparansi. Akuntabilitas seharusnya menjadi salah satu mandat bagi
ORNOP, – sebagai bagian dari perubahan paradigma yang mencoba untuk membuat
organisasi lebih responsif terhadap lingkungan sekitarnya.
.
Akuntabilitas kinerja
Informasi adalah kombinasi antara data dan elemen yang membuat data itu dapat
ditafsirkan. Hakekat informasi adalah mengumpulkan, mengembangkan,
memproses, menyebarluaskan dan menjelaskan kinerja organisasi (atau aktor-
aktor dalam organisasi tersebut). Untuk melayani pemangku kepentingan informasi
harus tepat waktu (tersedia pada waktu dibutuhkan), relevan (difokuskan pada
aspek-aspek pokok dari kinerja organisasi) dan dapat diverifikasi kebenarannya.
5
tetapi tentu saja masih banyak yang belum/tidak melakukannya. Baik karena
kurangnya pengetahuan tentang itu ataupun ataupun karena tidak diminta oleh
mereka yang memberikan bantuan.
Akuntabilitas Keuangan
Akuntabilitas keuangan untuk sebagian terbesar ORNOP masih bersifat “demand-
driven” dalam arti sangat tergantung dari permintaan lembaga penyandang dana
(donor). Kalau donor cukup ketat dalam pengawasan keuangan seperti keharusan
dilakukannya audit atas laporan maka barulah ORNOP tersebut melaksanakannya.
Karena penolakan dapat berarti mempengaruhi keberlanjutan program-program
yang didukung lembaga donor tersebut.
7
Draft Laporan Survai Pemetaan Akuntabilitas Lembaga Swadaya Masyarakat, Kelompok Kerja untuk
Akuntabilitas OMS bekerja dengan LP3ES, 2003
6
Meskipun jumlah ORNOP Indonesia katanya mencapai puluhan ribu, namun yang
sudah menerapkan praktek-praktek akuntansi yang didasarkan atas prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum jumlahnya masih terbatas. Yang sudah membuat
laporan keuangan yang dapat diaudit secara teratur setiap tahun oleh akuntan
publik jumlahnya lebih terbatas lagi. Kebutuhan itu baru mulai dirasakan ketika
ORNOP memperoleh sumbangan dana dari luar, terutama dari donor-donor
internasional. Dari survai yang dilakukan sebanyak 59% ORNOP-ORNOP yang
menerima dana dari badan-badan internasional menyatakan diaudit oleh akuntan
atau auditor yang ditugaskan oleh para donor. Hanya sebanyak 37% ORNOP yang
mengatakan bahwa laporan keuangannya diaudit oleh akuntan publik. Sedangkan
sisanya (4%) menyatakan tidak diaudit oleh para donor dan tidak diaudit oleh oleh
akuntan publik.
Sejak tahun 2000 Kantor Akuntan Publik telah menggunakan PSAK 45 (Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi
Nirlaba sebagai pedoman dalam melakukan audit atas laporan keuangan ORNOP.
Pada kenyataannya masih banyak ORNOP yang belum mengetahui keberadaan dari
PSAK 45. Bahkan sebagian besar ORNOP Indonesia belum mempunyai pelaporan
keuangan organisasi secara keseluruhan dan sebagian terbesar belum pernah
diaudit oleh akuntan publik.
Secara umum kualitas sumberdaya manusia (SDM) ORNOP dalam bidang akuntansi
keuangan masih rendah. Banyak diantaranya yang tidak berlatar pendidikan (formal)
dalam bidang akuntansi dan/atau memiliki pengalaman cukup di bidang keuangan
8
Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004.
7
dan akuntansi. Untuk sebagian ORNOP yang kecil-kecil adakalanya tidak ada
pemisahan antara bagian program dan bagian pembukuan.
Salah satu ukuran yang dapat dipakai untuk mengukur transparansi dan
akuntabilitas ORNOP adalah adanya publikasi laporan tahunan (annual report).
Suatu laporan tahunan yang lengkap biasanya berisikan informasi mengenai visi dan
misi organisasi, susunan pengurus dan pelaksana, program dan kegiatan yang
dilakukan, jumlah dan sumberdana yang diproleh mau dana yang dikeluarkan,
termasuk hasil dan dampak dari kegiatan organisasi tersebut.
Berdasar yang diajukan dalam FGD yang diselenggarakan Kelompok Kerja untuk
Akuntabilitas OMS di 4 kota (Padang, Palembang, Mataram dan Makassar) pada
tahun 2009. Dari 54 ORNOP hanya sebanyak 24% yang laporan keuangannya
dapat diketahui masyarakat umum.
Dari FGD dan survai itu juga terungkap bahwa hanya sekitar 15% yang membuat
laporan tahunan kepada publik baik dalam bentuk barang cetakan atau melalui
website. Namun sebagian besar hanya berisikan program dan kegiatan yang
dilakukan, tanpa disertai dengan laporan keuangan organisasi bersangkutan.
8
Beberapa masalah internal governance
Penyelenggaraan governance ORNOP haruslah tertuju ke dua arah: (a) public
governance dan (b) internal governance. Public governance merujuk kepada jalinan
relasional antara ORNOP dengan negara/pemerintah, sektor swasta dan publik
yang lebih luas. Public governance ini berhubungan dengan partisipasi ORNOP dalam
melindungi dan mempromosikan kepentingan umum, otoritas dan kapasitas ORNOP
dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah publik, keterlibatan dalam
pengambilan keputusan, kapasitas dan otoritas dalam mengalokasikan sumberdaya
untuk kepentingan masyarakat, kepatuhan kepada hukum dan perundang-undangan
yang berlaku serta keterbukaan kepada publik mengenai visi dan misi organisasi,
keuangan, program dan dampak kegiatan.
Sedangkan dengan internal governance lebih mengacu pada sejumlah fungsi yang
meliputi upaya-upaya:
1. Penentuan visi, misi, tujuan serta strategi organisasi;
2. Penetapan prosedur operasional standar untuk efektivitas dan efisiensi
pemanfaatan sumberdaya organisasi;
3. Pendefinisian dan pemeliharaan hubungan-hubungan antar komponen dalam
organisasi seperti board, staf, anggota, sukarelawan dan kelompok
partisipan/dampingan/sasaran/rekan jejaring, dan sebagainya;
4. Pengintegrasian organisasi dengan masyarakat luas seperti komunitas lokal,
pemerintah, media, pemberi dana dan sumber-sumber keuangan lainnya; dan
5. Memastikan bahwa organisasi bekerja sesuai dengan misinya antara lain
mencakup struktur dan proses dalam menentukan tujuan dan sasaran
organisasi, termasuk efektivitas manajemen dan program, menjamin
akuntablitas dan sustainabilitas keuangan dan ketepatan penggunaan dana.
Sebagian besar ORNOP Indonesia berbadan hukum yayasan, hanya sedikit sekali
yang mempunyai badan hukum perkumpulan. Akan tetapi sebagian besar ORNOP
tampaknya belum menyesuaikan diri dengan undang-undang yayasan tersebut. Dari
FGD yang dilakukan Kelompok Kerja Akuntabilitas OMS baru sekitar 15% yang
menyesuaikan dirinya. Ada berbagai alasan yang dikemukakan. Ada yang
berpendapat bahwa struktur organisasi sebagaimana yang diminta undang-undang
tersebut sangat hirarkis. Ada pula yang mengatakan bahwa proses pengurusannya
sangat sulit..
Adanya check and balances dalam bentuk pemisahan antara Pengurus sebagai
organ yang membuat kebijakan dan Badan Pelaksana yang melaksanakan kegiatan
belum sepenuhnya dilakukan oleh ORNOP. Sekitar 40% ORNOP yang berbentuk
Yayasan menyatakan bahwa di dalam organisasinya masih ada rangkap jabatan
antara Pengurus dan Badan Pelaksana. Bentuknya Ketua Pengurus sekaligus
merangkap sebagai Direktur Eksekutif atau Anggota Pengurus sekaligus juga
menjadi staf/karyawan.
Peran Pengurus yang secara hukum bertanggungjawab penuh atas kepentingan dan
pencapaian tujuan ORNOP ternyata masih terbatas. Hasil survai menunjukkan
9
bahwa hanya separuh dari ORNOP yang disurvai yang menyatakan bahwa rapat-
rapat pengurus berlangsung secara periodik, sementara separuh lagi menyatakan
rapat pengurus hanya dilaksanakan sekali-sekali jika diperlukan atau hampir tidak
pernah diselenggarakan.
Sebagian besar ORNOP memberikan mandat kepada dirinya sendiri. Karena itu
legitimasi ORNOP akan sangat tergantung dari kesetiaan dan kejujurannya dalam
menjalankan visi, misi dan tujuan organisasi yang ditetapkan pendiri-pendirinya,
serta dukungan yang diharapkan dari pihak-pihak lain.
Visi biasanya selalu stabil atau tidak berubah dalam jangka waktu yang relatif lama.
Akan tetapi misi dapat berubah sebagai tanggapan terhadap lingkungan yang
berubah. Akan tetapi perlu ada hasil, yang membawa organisasi semakin dekat
pada pencapaian misinya. Peninjauan (review) atas visi dan misi organisasi secara
teratur dalam suatu periode tertentu yang disesuaikan pada perkembangan
keadaan di luar dan di dalam organisasi menunjukkan pula kepekaan organisasi
terhadap dinamika lingkungannya.
Adalah penting untuk menjamin bahwa organisasi tetap setia kepada misinya; untuk
menjaga nilai, identitas dan integritas organisasi tidak diubah, dibelokkan atau
disalahgunakan untuk kepentingan individu maupun organisasi itu sendiri (self-
interest).
10
Organisasi ORNOP yang tidak mempunyai visi serta misi yang jelas atau tidak
dijalankan dengan konsisten dan jujur dapat berubah menjadi sekedar public service
contractor (PSC) dan menjadikan aktivitasnya sebagai bisnis. Misalnya ORNOP-
ORNOP yang bergerak dalam pelayanan masyarakat (service delivery) atau
pengembangan masyarakat (community development) dapat berubah-ubah
kegiatannya tergantung pada proyek-proyek yang dapat diperoleh dari pemerintah
maupun lembaga-lembaga donor internasional.
Karena itu visi dan misi bukan hanya sesuatu yang harus ada dalam setiap
organisasi, tetapi juga seyogianya dirumuskan dengan melibatkan stakeholder
(pendiri, jajaran manajemen dan staf, mitra ORNOP dan kelompok dampingan).
Dengan perkataan lain penetapan visi, misi dan tujuan organisasi seharusnya
dilakukan secara partisipatif.
Meskipun pada umumnya ORNOP Indonesia mempunyai visi dan misi organisasi
yang disusun secara tertulis namun dalam proses perumusannya tidak sepenuhnya
melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan, khususnya pihak-pihak yang akan
dipengaruhi oleh tindakan organisasi tersebut.
Dilema menerapkan
menerapkan akuntabilitas
11
hampir seratus persen berlaku bagi ORNOP-ORNOP advokasi. Kalaupun ada ORNOP
Indonesia yang berhasil mengembangkan sumber dananya sendiri hal ini adalah
berupa pengecualian.
12
adil dan transparan tanpa adanya praktek-praktek suap yang dewasa ini masih
merajalela di Indonesia. ORNOP Indonesia juga perlu memperpaiki hubungannya
dengan sektor swasta dengan mengapresiasi peran bisnis sebagai salah satu sektor
yang vital dalam kehidupan masyarakat, di samping masyarakat sipil dan negara,
tanpa kehilangan sifat kritisnya terhadap pelanggaran hak asasi dan eksploitasi
sumberdaya alam yang dilakukan korporasi. Ini akan memungkinkan ORNOP
mendapatkan simpati dan dana-dana filantropis dari orang-orang kaya di Indonesia
maupun dana-dana bersumber dari apa yang disebut dengan CSR (corporate social
responsibility).
***
13