Professional Documents
Culture Documents
Budaya
Wanda Yovita
25209029
Abstrak. Arsitektur Minangkabau merupakan salah satu dari sekian banyak arsitektur lokal Indonesia
yang memiliki ciri yang sangat khas. Indigineous local sebagai latar belakang terbangunnya rumah
gadang ditelusuri sebagai kearifan masyarakat tradisional dalam menghadapi alamnya. Tulisan ini
membahas elemen arsitektural yang berkolerasi dengan budaya yang ternyata merupakan ketentuan
membangun yang selaras dengan alam. Kemampuan arsitektur Minangkabau dalam membangun
diperoleh secara turun menurun yang dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan budaya dan syair yang
mencerminkan pengetahuan teknologi bangunan mereka.
1. Pendahuluan
Arsitektur Minangkabau merupakan arsitektur yang sangat khas di Indonesia terutama
dengan ciri atap bagonjongnya. Kepopuleran sistem konstruksi tradisonal saat ini kembali marak
setelah sering terjadinya bencana alam di Indonesia dimana resistensi bangunan tradisional
membuktikan kemampuannya dalam menghadapi bencana seperti gempa, angin, banjir dan lain-
lain.
1. 1 Latar Belakang
Belakangan ini semenjak terjadinya gempa bumi di Sumatera Barat yang
meluluhlantakkan sebagian daerahnya khususnya Padang dan Pariaman, masyarakat diingatkan
kembali akan kemampuan beberapa rumah adat Minangkabau ini untuk bertahan dari sifat
destruktif gempa. Walaupun inovasi baru tetap diperlukan oleh arsitektur tradisional dalam
adaptasinya terhadap perkembangan zaman dan resistensi terhadap bencana, beberapa hal
tentang kearifan lokal yang telah atau pernah terjadi di aspek konstruksi masyarakat tradisional
perlu dipelajari kembali.
1.2 Permasalahan
Adaptasi terhadap keadaan alam yang mampu dikembangkan oleh arsitektur lokal
minangkabau menjadi fokus tulisan ini. Relevansinya dengan kaidah-kaidah konstruksi yang
muncul di zaman modern dan kearifan seperti apa yang mereka kembangkan dalam teknik
konstruksi bangunan tradisional minangkabau terhadap keadaan kondisi alamnya menjadi
perhatian tulisan ini.
1.3 Batasan dan Lingkup
Bangunan adat pada arsitektur Minangkabau sangat beragam mulai dari rumah tinggal
biasa, rumah gadang, istana, lumbung, balai adat, masjid dan lain-lain. Bangunan yang dibahas
pada tulisan kali ini dibatasi pada jenis rumah gadang secara umum yang merupakan rumah adat
masyarakat Minangkabau sebagai tempat tinggal keluarga. Rumah gadang berarti rumah besar
yang merupakan lambang kehadiran satu kaum dalam satu nagari serta sebagai pusat kehidupan
dan kerukunan seperti tempat bermufakat keluarga kaum dan melaksanakan upacara. Menurut
tradisi, rumah gadang adalah milik kaum bukan perseorangan.
M
Masyarakat Minangkaba
M au menggunaakan ketetappan ukuran ruang secaraa turun tem
murun.
Hal ini dapat dilihat dari
d syair beerikut:
Rumah padang
p bilan ruang₁, salanjo kudda balari₂, sapa
samb s kian buudak maimbaau₃, sekuat kubin
k
malayangg₄.
syair 1 diinterpretasi
d ikan bahwa rumah adatt ada 9 ruanng panjangnnya, Satu ruuang adalah jarak
antara duua kolom menurut
m pottongan mem
manjang; syaair 2 berartti seekor kuuda yang berlari
kencang dalam satu satuan wakttu yang penddek; syair 3 berarti di anntara dua ruuang yang teerjauh
masih daapat didengaar suara anaak yang mem
manggil; seddangkan syaair 4 berartii di dalam ruang
r
terdapat seekor
s burun
ng kubin yanng masih dappat terbang sekencang-k
s kencangnya.
W
Walaupun intterpretasi ukkuran ini cukkup relatif teetapi dari kettentuan adatt yang telah turun
menurunn, hal ini daapat mengiddentifikasikaan bahwa sistem strukttur rumah gadang
g mem
miliki
petitif. Karenna tidak ada satuan atauu standar ukuuran yang paasti maka ukkuran
sistem grrid yang rep
tiap rumaah gadang um
mumnya berrbeda. Ukuraan yang dipaakai dalam pertukangan
p adalah ‘eto’’ atau
hasta. Unntuk mencarri komposisi yang tepat, ukuran eto ini
i ditambahh atau dikuraangi satu jenngkal.
Ukuran untuk
u satu ru
uang kira-kiira 5-7 eto, apabila satuu eto adalah 0.5 meter, maka
m rumahh adat
g terdiri dari 5 ruang yanng panjangnyya 12.5 meteer sedangkann yang terpannjang
yang terppendek yang
yaitu 17 ruang makaan panjangnyya adalah 599.5 meter. Ukuran
U lebarr adalah 10 sampai
s 14 meter.
m
Tinggi laantai 5-7 eto atau 2.5 sam
mpai 3.5 meeter. Kemirinngan sudut atap
a umumnyya 45˚ sedanngkan
tinggi goonjong disesu
uaikan dengaan panjang rumah
r dan tiingkat sosiall penghuni.
Sistem sttruktur pon
ndasi dan koolom
R
Rumah gadan
ng menggunaakan sistem rumah pangggung dengann pondasi yaang tidak
ditanam dalam
d melaiinkan bertum
mpu pada bauu yang ditannam. Batu yaang ditanam di tanah
memilikii permukaan yang beradaa di atas tanaah sebagai penyalur
p beban dari tiangg-tiang rumaah
yang diseebut sandi. Permukaan
P b ini datarr dengan luas permukaann lebih besarr dibandingkkan
batu
tiang banngunan. Pond
dasi semacam
m ini digunaakan pada beeberapa daerrah di Indoneesia yang raw
wan
gempa daan memiliki kondisi tanaah lentur.
D diagram
Dari m tersebut daapat dilihat arah penyaluran gaya yang
y bekerjaa pada balokk dan
m sebagai baatang tekan dan balok sebagai
kolom deengan kolom s bataang tarik. Keemiringan kolom
k
mengakibbatkan hubu
ungan antarra balok dann kolom menjadi
m terkuunci dengann sendirinyaa dan
menghasilkan bangun
nan yang kookoh dan kuaat. Kolom ruumah gadangg memiliki bentuk
b dasar bulat
yang kem
mudian dibeentuk berseggi. Ukuran kolom ini berbeda-bed
b da tergantunng perletakannnya.
Kolom yang
y paling besar terdappat di tengahh bangunan yang dibuaat bersegi deelapan sedanngkan
kolom yaang ada di saamping berseegi lima.
Gambar 7. Aksonometrri sistem konstruksi rumah gaadang Gambar 8. potonngan rumah gaadang
G
Sumberr: Setyowati, 20008. Sumber: Seetyowati, 2008.
Sistem laantai
D antara ko
Di olom-kolom struktur teersebut, terddapat sambuungan yang disebut deengan
rasuak yaaitu dasar daari bagian tenngah dari baagian rumah gadang. Diaatas rasuak yang
y dibantuu oleh
jariau, raangka lantai dibangun
d lanntai yang daari ujung ke ujungnya
u beertingkat yanng disebut deengan
anjuang. Lantai darri bangunann rumah gaddang terbuaat dari papaan yang dikketam luruss dan
kemudiann disusun datar
d dan rappat diatas rangka lantaainya. Selainn itu terkadaang bambu yang
dipecah (palupuh)
( ataau serat bataang pisang juuga menjadi material pennutup lantai..
Gambaar 10. Detail lanntai
Sumbeer: AR ITB 19779
Sistem atap
a
K
Konstruksi attap rumah gadang mengggunakan baalok-balok sttruktural penngikat tiang--tiang
bagian atas
a yang diisebut parann. Di atas paran disusuun konstrukssi atap lengkkung bagonnjong.
Kayu-kayyu kaso dib
bentuk melenngkung dann di atasnya dipasang reeng-reng baambu yang diikat
d
dengan tali
t rotan. Peenutup atapnnya dari ijuk yang diikkat dengan taali ijuk padaa reng kemuudian
dipasangg gonjong paada tiap puccuk atapnya. Atapnya yaang lancip berguna
b untuuk membebaaskan
endapan air pada ijuk
k yang berlappis-lapis sehhingga air daapat meluncuur cepat.
Gam
mbar 11. Detail bagonjong Gaambar 12. Detaail konstruksi atap
a
Sumber: AR ITTB 1979 Sumber: AR R ITB 1979
Sistem saambungan
B
Bangunan ru
umah gadangg tidak mennggunakan paku
p untuk menghubunngkan kolom
m dan
bagian ruumah lain melainkan
m meenggunakan pasak dari bambu.
b Semuua pemasanggan dinding yang
sejajar dengan kem
miringan tianng-tiang dan balok pembbuat dindingg memakai teknik
t pasakk dan
jepit. Sistem sambun
ngan ini kakuu tetapi flekssibel dan maampu menyaatukan seluruuh elemen ruumah
gadang sehingga dap
pat meresponns apabila terrjadi gempa..
Gambar 11. Detail sambungan balok daan paran Gambarr 12. Detail sam
mbungan kompponen-komponnen
Sumber: ARR ITB 1979 Sumbeer: AR ITB 19779
Materiall
D
Dalam dunia konstruksi dan pertukaangan di Miinangkabau, digunakan semboyan ‘alam
‘
takambanng jadi guru
u’ yang artinya segala sesuatu dikeerjakan sesuuai sifat-sifaat alamnya. Pada
syair yanng terdapat di
d ranah Minnangkabau yaitu ‘nan kuuat ka tonggaak tiang, nann luruih diam
mbiak
kabalakeeh, nan lantiaak ka balok bubuangan, nan ketek kapasak
k sunttiang, nan beengkok ka siingka
bajak’ yaang artinya bahwa kayuu dapat dimanfaatkan seesuai keadaaan kayu terssebut, yaitu kayu
yang kuaat dipakai un
ntuk tiang yaang lurus unttuk mistar, yang
y melenggkung untuk bubungan ruumah
adat yangg kecil untuk
k pasak dan yang bengkkok untuk paanggaru sawaah, sedangkaan untuk maaterial
bamboo, terdapat sy
yair ‘nan panjang ka pambuluh
p a
aia,nan singkkek kapariaan, rambuanngnyo
ambiak ka
k gulai’ yan
ng artinya baambu yang panjang
p dipaakai untuk peembuluh air dan yang peendek
(rebung) digunakan untuk
u pengaanan. Dari innterpretasi syyair dan pengggunaan maaterial bambuu dan
kayu padda bangunan
n maka dapaat diketahuii bahwa dalaam membanngun, masyaarakat tradissional
mengikutti pemakaian
n bahan sesuuai dengan siifat alamiahnnya.
4. Kesimpulan
Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang selalu berkembang dan menyesuaikan dengan keadaan
lingkungannya. Arsitektur Minangkabau sendiri telah membuktikan bagaimana kemampuannya dalam
beradaptasi dengan kekuatan alam. Ketentuan‐ketentuan yang dituangkan dalam syair menjadi aturan‐
aturan dasar masyarakat dalam membangun. Sistem struktur, lantai atap dan sambungan rumah gadang
yang merupakan aturan‐aturan turun temurun ternyata menggunakan kaidah‐kaidah bangunan tahan
gempa. Keramahan terhadap alam yang ditunjukkan dari bagaimana merencanakan lahan yang akan
digunakan, material yang sederhana menunjukkan bahwa masyarakat tradisional Minangkabau telah
beradaptasi terhadap alamnya. Hal ini dapat dilihat dari mereka membangun bangunan yang tidak
melawan alam akan tetapi menuruti sifat‐sifat alam.
Beberapa kasus yang terjadi saat gempa di Sumatera Barat adalah adanya rumah gadang yang rubuh.
Hal ini dapat dikarenakan beban yang ditampung oleh rumah gadang sudah melewati batas atau kayu
yang dipakai sudah termakan usia. Kearifan masyarakat yang ditunjukkan pada saat awal membangun
rumah gadang patut ditiru juga dalam pemakaian, pelestarian dan perawatan rumah gadang yang telah
terbangun agar indigenous local tersebut dapat diteruskan urun temurun.
Daftar Pustaka
Frick, Heinz dan Pujo L. Setiawan. 2001. Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan. Penerbit Kanisius:
Yogyakarta.
ITB, Departemen Arsitektur. 1979. Arsitektur Minangkabau. Laporan kuliah lapangan mahasiswa.
Murat, Krishramurti. 1991. Suatu Kajian Perkembangan Bentuk Atap Arsitktur Tradisional Minangkabau;
studi kasus Rumah Gonjong di Ranah Minang. Tesis Magister Arsitektur ITB.
Siddiq, Suwandojo. 2006. Bangunan Tahan Gempa Berbasis Standar Nasional Indonesia.
http://lib.bsn.go.id/index.php?/mjlh_artikel/majalah/unduh/367, diakses tanggal 11 Mei 2010.
Triyadi,Sugeng, Iwan Sudradjat dan Andi Harapan. 2010. Kearifan Lokal pada Bangunan Rumah
Vernakular di Bengkulu dalam Merespon Gampa; Studi Kasus: Rumah Vernakular di Desa Duku Ulu.
Local Wisdom Vol. II, No. 1, hal: 1-7.